You are on page 1of 19

Pemeriksaan fisik

Status Kesehatan Umum


Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

Berdasarkan sistem sistem tubuh
a) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)
Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medial penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

b) Sistem kordiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health
rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan
batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P
2
yang mengeras. (DR.Dr. Soeparman,
1998. Hal 718).

c) Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 5 6.

d) Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik,
adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman,
1998. Hal 718).

e) Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari
hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87).

f) Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O
2
. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

g) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.

9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu
koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan
segmen posterior lobus atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr.
dr. Soeparman. 1998). Hal 719).
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus.
Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis
tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan
foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil
yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Darah
Adanya kurang darah, ada sel sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91).

(2) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita
tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk,
1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447, th 1996).

(3) Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi
atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis
(OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek
(1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam
tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995,
hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan
pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
1. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
1. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm
3
):empiema
Banyak Netrofil : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm
3
cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000
(mm
3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan
sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
1. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli,
klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998:
788).
Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan
menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga
dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada klien tuberkulosis paru komplikasi
effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatn
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien
yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12).
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian,
maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual,
potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3) Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler. (Marilyn. E.
Doenges, 1999)
7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan
nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998).
8) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
9) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat
sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
10) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
11) Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
12) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah). (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
13) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi. (Barbara Engram, 1993).
Perencaaan
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan merumuskan Diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun rencana tindakan untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16).
Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 tahap yaitu : menentukan prioritas Diagnosa
keperawatan, menentukan tujuan m+erencanakan tindakan keperawatan.
Dari Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut
:
1. Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan
dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1. Tujuan : pola nafas efektif
2. Kriteria hasil :
- klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 20 kali/menit)
- dipsnea berkurang.
1. Rencana tindakan
a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap peruhan
b) Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi
c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.
e) Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam.
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat obatan.
1. Rasional
a) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.
b) Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan
pengobatan selanjutnya.
c) Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.
d) Membantu mengembangkan paru secara maksimal.
e) Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.
f) Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.

1. Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
1) Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal.
3) Rencana tindakan
a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual / muntah atau diare.
b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
4) Rasional
a) Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan
indervensi yang tepat.
b) Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.
c) Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.
e) Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.
f) Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet.
1. Diagnosa keperawatan ketiga : Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan
dengan kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.
1) Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit seperti
yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2) Kriteria hasil :
- klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan
oleh kegagalan kontak klien.
3) Rencana tindakan.
a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan.
d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
4) Rasional
a) Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran
infeksi
b) Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c) Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
d) Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
e) Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan
f) Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan
penyebaran infeksi.

1. Diagnosa keperawatan keempat : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
1) Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.
2) Kriteria hasil :
- Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan
diri.
3) Rencana tindakan
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas.
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah,
jawab pertanyaan secara nyata.
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jadwal obat.
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.
4) Rasional
a) Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.
b) Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut.
c) Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
d) Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program.
e) Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan
ansietas.
f) Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar
informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
g) Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis,
yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.
1. Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan
dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
1) Tujuan : jalan nafas efektif
2) Kriteria hasil :
- klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- klien dapat mempertahankan jalan nafas
- pernafasan klien normal (16 20 kali per menit).
3) Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori.
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
untuk nafas dalam.
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.
f) Lembabkan udara respirasi.
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid.

4) Rasional.
a) Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi
menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja
penafasan.
b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c) Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas
bebas untuk dilakukan.
d) Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak
mampu mengeluaran sekret.
e) Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan.
f) Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.
g) Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia.

1. Diagnosa keperawatan keenam : Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas
sehubungan dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran
alveolar kapiler.
1) Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
2) Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.

3) Rencana tindakan
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya
pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan
warnakulit, termasuk membran mukosa
c) Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi
d) Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

4) Rasional
a) TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai
distress pernapasan
b) Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ
vital dan jarigan
c) Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps
membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan
napas pendek
d) Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e) Penurunan kandungan oksigen (PaO
2
) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO
2
menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.

1. Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat
sehubungan dengan sesak napas dan nyeri dada.
1) Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi.

2) Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.

3) Rencana tindakan
a) kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
b) Observasi efek abot obatan yang dapat di derita klien
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.

4) Rasional
a) Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c) Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk
tidur.

1. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi
pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
1. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
1. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
1. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru.
1. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
1. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-
otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
1. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O
2
dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

1. Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,
penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :
- Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :
1. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya,
agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
1. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan
pada fungsi pencernaan.
1. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
1. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
1. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
1. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
1. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari
kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.

1. Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya
ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
- Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
2. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
1. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
1. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.
1. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
1. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
1. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

1. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan
batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien
beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :
1. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O
2
dan CO
2
.
1. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
1. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
1. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

1. Diagnosa Keperawatan Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan :Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil :
- Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
1. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
1. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
1. Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
1. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
1. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
1. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien
pada kondisi normal.

1. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medik.
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan
pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :
1. Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi
terapeutik.
1. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
1. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
1. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi
dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien (Budianna Keliat,SKp. tahun 1994,4).
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
(Budi Anna Keliat, SKp, tahun 1994, hal 13).

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan
aktivitas seperti biasanya.
5. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak
nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat
yang merawatnya.
6. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan
dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak
menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol
dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau
tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai

You might also like