You are on page 1of 17

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 55 tahun
Alamat : Muncul 2/1, Banyubiru
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Marital : Menikah
Agama : Islam
Kelompok Pasien : BPJS NON PBI
Bangsal / Bed : Melati, kelas III / 3
Waktu Masuk : 19-6-2014
Rekam medis : 060535 - 2014


I.2. DATA DASAR
I.2.1. Anamnesis (Subjektif)
Autoanamnesis tanggal 19 Juni 2014
Keluhan Utama:
Nyeri di seluruh lapang perut
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya
nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bagian
kanan bawah. Pasien dibawa oleh keluarganya ke tukang pijat untuk
mengobati nyeri perutnya. Setelah 1 minggu dibawa ke dukun, ternyata
nyeri perut masih belom hilang. Seminggu sebelum ke RSUD nyeri
perut semakin bertambah berat dan menyebar ke seluruh lapang perut
pasien. Pasien mengeluh tidak bisa BAB , BAK dan kentut. Pasien
2

tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan
yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh tubuhnya lemas.
Keluhan Tambahan
-
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Penyakit DM : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayata Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Penyakit DM : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayata Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal

Riwayat Penggunaan Obat
-
Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi
Riwayat Makan dan Minum : Pasien makan tidak teratur
Riwayat Olahraga : Pasien Jarang Olahraga
Riwayat Merokok dan Alkohol : (+)
Riwayat Pekerjaan : swasta

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 37,8C
3

Frek. Napas : 20x/menit
Kulit : Sawo matang, ikterik (-)
Kepala : Normocephal, rambut hitam sedikit putih,
distribusi merata
Wajah : Simetris, ekspresi gelisah
Mata : Edema palpebra -/-, conjungtiva pucat -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil
T1-T1
Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,
Tidak ada devias trakhea, tidak teraba pembesaran
KGB
Thorak : retraksi suprasternal (+)
Pulmo : I : Normochest, dinding dada simetris
P : ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal
sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal
dextra
Batas kiri bawah ICS IV linea midclavicula
Batas kanan bawah ICS IV linea stemalis dext
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur
Abdomen : I : Perut agak cembung
A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik,
4

hepatomegali (-), spleenomegali (-), nyeri
tekan (+)
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill
<2detik
Pemeriksaan kelenjar limfe : DBN
Pemeriksaan genitourinarius : DBN

1.2.3. Status Lokalis
( Regio abdomen)
Inspeksi : Tampak seluruh abdomen pasien cembung
Palapasi : defens muskuler(+), nyeri tekan dan lepas diseluruh abdomen
pasien
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bising usus menurun 1x/menit

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium :
Tanggal : 27 Maret 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
darah rutin :

Hemoglobin 12,6 14,0 18,0 g/dl
Leukosit 12,3 4,0 10 ribu
Eritrosit 4,22 4,0 6,2 juta
Hematokrit 39,1 40 58 %
Trombosit 296 200 400 ribu
MCV 82,5 80 90 mikro m3
MCH 33,7 27 34 pg
MCHC 40,9 32 36 g/dl
5

RDW 12,4 10 16 %
MPV 7,6 7 11 mikro m3
Limfosit 1,2 1,7 3,5 10
3
/mikroL
Monosit 0,4 0,2 0,6 10
3
/mikroL
Granulosit 6,1 2,5 7 10
3
/mikroL
Limfosit % 15,6 25 35 %
Monosit % 5,5 4 6 %
Granulosit % 78,9 50 80 %
PCT 0,261 0,2 0,5 %
PDW 12,5 10 18 %
Golongan Darah B
Clotting Time 4: 00 3-5 (menit:detik)
Bleeding Time 2: 00 1-3 (menit:detik)
Kimia Klinik
GDS

95

60 100 mg/dl
Ureum 20,8 10 50 mg/dl
Creatinin 0,94 0,62 1,1 mg/dl
SGOT 83 0 50 U/L
SGPT 112 0 50 IU/L
Serologi
HbsAg

Non Reaktif

Non Reaktif

I.2.4. ASSESMENT
Diagnosis kerja
Peritonitis et causa appendisitis perforasi

Diagnosis Banding
Limfadenitis mesentrika
Gastroenteritis

I.2.5. PLANNING
Infus RL 20 tpm
6

Cateter urine
Inj. Cefotaxim 2x1 gram
Inj. Ketorolac 2x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan























7


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini
pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.
(3,4,9)

B. Anatomi
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada
secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara
anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau
umbai cacing.
(3)

Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix
berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus
dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
(4,5)

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan
appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan
appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang
panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-
organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix
bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.
(3)

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior
dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X.
Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar
8

umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica,
cabang dari a. mesenterica superior.
(2)

C. Fisiologi
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan
secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis
appendicitis.
(1,3,5)

Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian
dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A.
Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
(2,3)
Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.2 namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,
65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan rupture.1
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
9

memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.1
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih
tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,
kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke
pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi
serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang
lebih tinggi
D. Patofisiologi
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi
pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor
pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk
terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari
secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith.
(3)

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar
dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix
disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid
submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga
terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan
pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan
10

inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding
appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan
menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita
bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium
dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga
dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi
proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau
adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah
sehingga terjadi septicemia.
(1,3,6,7)

Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut
mengalami eksaserbasi akut
(2)
.
Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan :
Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen
Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia
jaringan limpoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix
mengalami penyerapan air dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai
penyebab sumbatan
Sumbatan lumen appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea dan muntah.
Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke
lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum
parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.
Ganggren dinding appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding
appendix akibat distensi lumen appendix. Bila tekanan intra lumen terus
meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat
11

E. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain
(4,5,6,7)
:
1. Nyeri abdominal.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri
berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney).
Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya
penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
-
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis
diketahui setelah terjadi perforasi
(1,2)
.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendiculer
(2,6)
.
12

2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney.
- Nyeri lepas.
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal
(2,5,6)
.
Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada nyeri pinggang
(2,5,6)
.
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata
(2)
.
Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis
pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur
(5)
.
Tanda-Tanda Khusus
1. Psoas Sign
Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam
posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita
disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di
abdomen kanan bawah
(5,6)
.
2. Rovsing Sign
Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah
(5,6)
.
13

3. Obturator Sign
Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila
terasa nyeri di perut kanan bawah
(5,6)
.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan
kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
(4,7)
.
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri
di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis
(4)
.
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak
(4)
.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
(4)
.
4. Barium enema
14

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
(4)

5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
(4,5)

6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
(4)

H. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendicitis.
(2)

2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan
disertai dengan perasaan mual dan muntah.
(2)

3. Peradangan pelvis
15

Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang
kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis
atau adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan
riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis
dannyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan
keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa
nyeri.
(2,3)

4. Kehamilan Ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan
perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis
akan didapatkan darah.
(2)

5. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan
dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan
gejala-gejala appendicitis.
(3)



6. Batu Ureter atau Batu Ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto
polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit
tersebut.
(2)

16

I. Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera
dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam
waktu <>(1,5,7)
Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka
dan laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan
bawah kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang
meradang.Setelah itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup
kembali.
Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat
appendix dengan menggunakan lapariscop.Tindakan ini dilakukan pada
kasus-kasus yang meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada
appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik,
kecuali pada appendicitis perforata.
(1,2,3,4)

J. Prognosis
Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika
pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau
aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan
antibiotic yang lebih baik.
(8)

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini
adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit
yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat
terjadi dari kontaminasi peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula
fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau
konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir.
Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi.
Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis
dan hernia
17

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada
mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bagian
kanan bawah. Setelah satu minggu nyer diulu hati berpindah ke abdomen bagian
kanan bawah. Pernah berobat ke dukun dan alternatif malah nyeri perutnya
semakin bertambah buruk dan pasien mengeluh nyeri diseluruh lapang abdomen.
Setelah 3 minggu berobat, pasien dibawa ke RSUD. Pasien mengeluh tidak bisa
BAB , kencing dan kentut. Pasien tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali
dengan isinya makanan yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh
tubuhnya lemas.
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit sebelumnya dan tidak
terdapat penyakit heriditer dalam keluarga pasien. Pasien sulit untuk makan sayur
dan ibu pasien mengaku bahwa imunisasi pasien tidak lengkap.
Pasa pemeriksaan tanda vital suhu tubuh pasien meningkat yaitu 38C ,
pada pemeriksaan fisik pada regio abdomen teraba perut pasien keras seperti
papan, nyeri tekan dan lepas serta bising usus menurun.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hb menurun dan lekositosis
menandakan adanya infeksi

You might also like