You are on page 1of 63

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber
daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat
derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan
ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata
uang. Bila gerakan keluarga berencana tidak dilakukan bersamaan dengan
pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti
(Manuaba. 1998).
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah
pengguna kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 4.000.000 orang. Di Amerika
Serikat jumlah pengguna kontrasepsi suntik sebanyak 30%. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 terdapat
kecenderungan peningkatan jumlah pemakai kontrasepsi jenis injeksi dari
11,7% pada tahun 2008, pada tahun 2009 menjadi 15,2%, dan 21,1% pada
tahun 2010, kemudian tahun 2011 meningkat menjadi 27,8%. Metode
kotrasepsi jenis injeksi merupakan kontrasepsi yang paling banyak digunakan
di Indonesia. Di Jakarta, para akseptor KB aktif sekitar 85,5% di mana
diantaranya 40,69% pengguna kontrasepsi suntik di mana di antaranya
pengguna kontrasepsi suntik sebanyak 30,23% Sedangkan di Propinsi
2

Sumatara Utara pencapaian tersebut didapatkan penggunaan suntik 417.856
peserta atau sekitar (30,86%) (BKKBN, 2007).
Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima
norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi
pada catur warga atau zero population growth (pertumbuhan seimbang).
Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur panjang
(sejak 1970) dan masyarakat dunia menganggap Indonesia berhasil
menurunkan angka kelahiran dengan bermakna. Masyarakat dapat menerima
hampir semua metode medis teknis keluarga berencana yang dicanangkan
oleh pemerintah (Manuaba. 1998).
Pada penelitian para ahli menemukan efek samping dari metode
kontrasepsi suntik dalam kaitannya dengan peningkatan berat badan memiliki
resiko dua kali lipat dibandingkan penggunaan kontrasepsi lainnya untuk
mengalami obesitas selama 3 tahun pemakaian kontrasepsi suntik yang
mengalami peningkatan berat badan 68,6%, peningkatan tekanan darah
19,1%, amenorrhea 21,3%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
dampak terbesar dari kontrasepsi suntik yaitu peningkatan berat badan
(Anonim.2010).
Dari pembahasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik
3

Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Dengan Kenaikan Berat Badan
Pada Akseptor KB Di Puskesmas Karang Pule Tahun 2012.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis tetapkan dalam proposal
penelitian ini yaitu:
Apakah ada hubungan penggunaan alat kontrasepsi suntik Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB
di Puskesmas Karang Pule tahun 2012?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan alat kontrasepsi suntik Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan kenaikan berat badan di
Puskesmas Karang Pule.
2. Tujuan Khusus :
a) Mengidentifikasi jumlah akseptor KB suntik Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).
b) Mengidentifikasi jumlah akseptor KB suntik Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) yang mengalami kenaikan berat badan.
c) Menganalisa hubungan penggunaan kontrasepsi suntik depo medroksi
progesterone Asetat (DMPA) dengan kenaikan berat badan.
4

1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang metode
serta efek samping dari kontrasepsi DMPA.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumen, tambahan literatur, pembendaharaan
perpustakaan, referensi penelitian dan bahan perbandingan untuk
penelitian selanjutnya.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk meningkatkan
mutu pelayanan dan penyuluhan yang berkaitan khususnya dengan alat
kontrasepsi.
4. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang hubungan penggunaan alat
kontrasepsi suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan
kenaikan berat badan agar masyarakat khususnya akseptor KB suntik
dapat memahami efek samping penggunaan kontrasepsi DMPA.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kontrasepsi
Keluarga Brencana (KB) adalah tindakan yang membantu pasangan
suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur
banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu,
bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan
kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut, diharapkan dengan
adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal
yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk
mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
Kontrasepsi adalah bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk
mengatur kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk
sosial (Saefuddin, 2006).
Efektivitas (daya guna) suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2
tingkat menurut Winkjosastro (2007) yaitu :
6

1. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus-menerus dan sesuai
dengan petunjuk yang diberikan.
2. Daya guna pemakainan (use effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi
faktor-faktor seperti pemakaian tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan,
dan sebagainya.

2.2 Macam-Macam Kontrasepsi
2.2.1. Metode Sederhana (Metode Keluarga Berencana Alami)
Metode KB sederhana adalah metode KB yang dipergunakan
tanpa bantuan orang lain dimana didasarkan pada siklus masa subur
dan tidak subur seorang wanita. Dasar utamanya yaitu saat terjadinya
ovulasi. Sperma dapat hidup 3 hari setelah ejakulasi, maka ovulasi
harus sudah dapat diramalkan sebelumnya.
Adapun jenis metode keluarga berencana alami yaitu :
2.2.1.1 Tanpa Alat :
1) Metode Kalender (Metode Ritmik)
Metode kalender yaitu dimana seorang wanita
menentukan masa tubuhnya dengan mengurangi 18 hari dari
siklus haid terpendek untuk menentukan awal dari masa
7

suburnya dan mengurangi 11 hari dari siklus haid terpanjang
untuk menentukan akhir dari masa suburnya, sebelum
menggunakan metode kalender, siklus haid selama 6-12
bulan perlu dicatat untuk menetapkan masa subur
(Hartanto,2004).
2) Metode Ovulasi
Metode ovulasi didasarkan pada pengenalan
terhadap perubahan lendir servik selama siklus menstruasi
yang menggambarkan masa subur dalam siklus dan waktu
fertilitas maksimal alam masa subur.
Wanita akan merasakan sensasi pada vulva dan
keberadaan lendir sepanjang hari ketika ia melakukan
aktifitas harinya (Varney,2006).
3) Metode Suhu Basal Tubuh
Metode suhu basal tubuh mendeteksi kapan ovulasi
terjadi, keadaan ini dapat terjadi karena progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum menyebabkan peningkatan
suhu basal tubuh, sebelum perubahan suhu basal tubuh
dipertimbangkan sebagai massa ovulasi suhu tubuh harus
sedikitnya 0,4
0
F diatas enam kali perubahan suhu
sebelumnya yang diukur, hubungan kelamin harus dihindari
8

sejak awal haid sampai 4 hari setelah diketahui timbul
mucus yang licin (Cunningham, 2005).
4) Senggama Terputus (Coitus Interruptus)
Sengama terputus adalah metode keluarga berencana
tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya
(penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk
melakukan sengama terputus setiap pelaksanaanya (angka
kegagalan 4 18 kehamilan per 100 perempuan) (Saifuddin,
2006).

2.2.1.2 Dengan Alat :
1) Secara Mekanis (Barier)
Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai
pelindung. Maksudnya, kontrasepsi ini mencegah
bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada beberapa
kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini,
yaitu kondom dan diafragma (Manuaba, 1998).
2) Secara Kimia (Spermisida)
Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang
dapat melumpuhkan sampai membunuh sperma. Bentuknya
bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau aerosol.
9

Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan
ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan
seksual dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang
efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti
kondom atau diafragma. Dari 100 pasangan dalam setahun,
ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah dalam
pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.
Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan
spermasida. Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi.
Selain itu, pemakaiannya agak merepotkan menjelang
hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai kepuasan
(Wiknjosastro, Hanifa . 2007).
2.2.2. Metode Efektif
Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam
penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan
pemakaian tinggi serta angka kegagalan rendah bila dibandingkan
dengan metode kontrasepsi sederhana.
Metode kontrasepsi efektif ini terdiri dari :
2.2.2.1 Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron
sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Penggunaan
10

kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil, suntikan, atau
implan.
Pada prinsipnya, mekanisme kerja hormon progesteron
adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur,
mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus
sperma, membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak
layak untuk tumbuhnya hasil konsepsi, saluran telur jalannya jadi
lambat sehingga mengganggu saat bertemunya sperma dan sel
telur.

2.2.2.2 IUD (AKDR)
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam
rahim, dan telah dikembangkan mulai dari generasi pertama yang
terbuat dari benang sutra dan logam (besi, baja, stainless steel,
perak dan tembaga) sampai pada generasi plastik (polietilen)
baik yang tidak ditambahi obat (unmedicated) maupun yang
dibubuhi obat (medicated) (Mochtar R, 1998).
Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda
asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan
serbukan lekosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma.

11

2.2.3. Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap adalah salah satu kontrasepsi dengan
tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani
yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak
akan memperoleh keturunan lagi. Istilah lain dari kontrasepsi mantap
adalah sterilisasi atau MOW (medis operatif wanita) sering juga
disebut tubektomi dan MOP (medis operatif pria) dengan jenis
vasektomi.

2.2.3.1 Vasektomi
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia
sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses
fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Saefudin,AB.
2006).

2.2.3.2 Tubektomi
Tubektomi adalah suatu kontrasepsi permanen untuk
mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan
atau memotong pada kedua saluran tuba. Dengan demikian
maka ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma
karena adanya hambatan pada tuba (Sukarni, 2008).
12


2.3 Kontrasepsi Suntik Depo Medroksi Progesterone Asetat (DMPA)
2.3.1 Definisi
Depo medroksi Progesterone Asetat bukan merupakan sistem
lepas lambat tetapi mengandalkan puncak progestin yang lebih
tinggi untuk menghambat ovulasi dan mempertebal mucus servik.
(Speroff dan Darney, 2005).
Depo medroksi progesterone asetat (DMPA) merupakan
kontrasepsi yang mengandung progestin yang paling banyak diteliti.
DMPA berada dalam bentuk mikrokristal, tersuspensi dalam larutan
akuosa. DMPA merupakan turunan progestero, dosis yang diberikan
untuk mendapatkan manfaat kontrasepsi ini ialah 150mg/ml, yang
disuntikkan secara intra muscular (IM) setiap 12 minggu. (Varney
Helen, 2006).

13

2.3.2 Cara Kerja DMPA
Menurut Hanafi Hartanto (2004) cara kerja DMPA dibagi
menjadi dua yaitu :
2.3.2.1 Primer
Mekanisme primer dari kontrasepsi ini adalah mencegah
ovulasi. Ovulasi dapat dihambat karena modifikasi dari FSH
(Follicle-stimulating hormone) dan LH (Luteinizing hormone)
pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesteron.
Kadar FSH dan LH menurun, sehingga LH tidak mengalami
puncaknya pada siklus haid. Pada keadaan normal terjadi puncak
sekresi LH pada pertengahan siklus dan ini yang menyebabkan
ovum keluar dari follikel dengan kadar LH yang menurun maka
tidak terjadi pelepasan ovum dari follikelnya maka tidak terjadi
ovulasi (Hartanto, 2004).
Respon kelenjar hipofisis terhadap gonadotropin-
releasing hormone eksogenous tidak berubah, sehingga memberi
kesan proses terjadi dihipotalamus dari pada kelenjar hipofisis.
Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan
artopis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif, sering stroma
menjadi oedematous.
Dengan pemakaian jangka lama endometrium dapat
menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau
14

hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi,
tetapi perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi
normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang
terakhir.

2.3.2.2 Sekunder
Mekanisme sekunder dari kontrasepsi ini menjadikan
lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit sehingga menjadi
barier terhadap spermatozoa. Progesteron mencegah penipisan
lendir serviks pada pertengahan siklus sehingga lendir serviks
tetap kental dan sedikit yang tidak memungkinkan penetrasi
spermatozoa. Hal ini bisa terjadi setelah 40 jam pemberian
progesterone, atau bila terjadi penetrasi spermatozoa,
spermatozoa akan dimobilisir pergerakannya sehingga hanya
sedikit atau sama sekali tidak ada spermatozoa yang memasuki
kavum uteri.
Membuat endometrium menjadi kurang baik untuk
implantasi dari ovum yang telah dibuahi. Pemberian
progesterone dapat mengganggu kadar puncak FSH dan LH
sehingga meskipun terjadi produksi progesterone yang berasal
dari korpus luteum menyebabkan endometrium mengalami
15

keadaan istirahat dan atropi sehingga menyebabkan
penghambatan dari implantasi.
Menghambat transportasi ovum dalam tuba fallopi atau
memberikan perubahan terhadap kecepatan transportasi ovum
(telur) dalam tuba fallopi. Ovum dapat diperlambat bila
diberikan progesterone sebelum terjadi fertilisasi (Hartanto,
2004).

2.3.3 Efektifitas
Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas tinggi, menurut
Hartanto (2004) kurang dari 1 % dari 100 wanita akan mengalami
kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA. Kontrasepsi suntik sama
efektifnya dengan (Pil Oral Kombinasi) POK. Tetapi menurut
Saifuddin (2006) efektif dapat terjaga apabila penyuntikan dilakukan
secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.

2.3.4 Kelebihan Penggunaan Kontrasepsi DMPA
Beberapa keuntungan dari kontrasepsi suntik progestin di
antaranya yaitu memiliki keefektifitasan yang tinggi, Kontrasepsi
suntik progestin mencegahan kehamilan jangka panjang, tidak
mempengaruhi hubungan suami istri tidak mengandung estrogen
sehingga tidak berdampak serius pada penyakit jantung dan gangguan
16

pembekuan darah, tidak mempengaruhi ASI, efek samping sedikit
dan klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
Selain itu kontrasepsi suntik progestin dapat digunakan pada
wanita usia lebih dari 35 tahun sampai perimenopause, dapat
membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik,
menurunkan kejadian penyakit jinak payudara, dapat mencegah
beberapa penyakit radang panggul serta dapat menurunkan krisis
anemia bulan sabit (Hartanto, 2004).

2.3.5 Kekurangan Penggunaan Kontrasepsi DMPA
Kekurangan penggunaan kontrasepsi suntik progestin di
antaranya yaitu tidak dapat dihentikan sewaktu waktu sebelum
suntikan berikutnya, tidak menjamin perlindungan terhadap penularan
infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV, klien
sangat tergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus
kembali untuk suntikan), sering ditemukan gangguan haid.
Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian, terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya
kerusakan atau kelainan pada organ genetalia, melainkan karena belum
habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan).
Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan
kepadatan tulang (densitas), terjadi perubahan pada lipid serum, dapat
17

menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan
emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat (Saifuddin, 2006).

2.3.6 Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi DMPA
2.3.6.1 Perubahan Menstruasi
Perubahan provera dimulai dari bentuk perdarahan tidak
teratur dan tidak dapat diprediksikan dan bercak darah yang
berlangsung beberapa bulan pengguna Devo-provera. Semua
kejadian ini bertahap dan menjadi jarang dan durasi yang lebih
pendek sampai klien mengalami amenorea. Lima puluh persen
klien mengalami amenorea setelah satu tahun menggunakan
Devo-provera. Lebih dari 50% mantan akseptor KB akan
mengalami haid kembali setelah 6 bulan, dan kira-kira 85%
setelah 1 tahun. Lebih dari 60% mantan akseptor sudah hamil
dalam waktu 1 tahun dan lebih dari 90% dalam waktu 2 tahun.
Pada penggunaan lebih dari satu tahun tiga perempat
pengguna DMPA mengalami amenorea. Perubahan menstruasi
merupakan alasan pertama beberapa klien berhenti
menggunakan DMPA.
Efek samping utama yang tidak terprediksikan membuat
klien menjadi ragu, beberapa klien lain menjadi takut bahwa
apabila mereka tidak mengalami menstruasi, maka hal tersebut
18

bertanda kehamilan atau penyakit dilain pihak, beberapa klien
menyukai bahwa mereka mengalami amenorea, yang
merupakan kebebasan yang tidak lagi dirasakan mereka
kemudian menopause. Beberapa dokter yang mengatasi
perdarahan tidak teratur atau perdarahan hebat dengan pil
estrogen equin terkojugasi atau pil kontrasepsi oral kombinasi,
namun sebelum melakukan hal itu, bidan perlu melakukan
penapisan pada wanita untuk mendeteksi kontraindikasi
terhadap estrogen (Helen Varney, 2006).

2.3.6.2 Kembalinya Kesuburan
Suntikan DMPA dianggap tidak efektif lagi sebagai
kontrasepsi setelah 90 hari, tetapi pada kebanyakan akseptor,
DMPA mencegah kehamilan untuk jangka waktu yang lebih
lama, rata-rata mantan akseptor suntik DMPA memerlukan 1,5-
3 bulan lebih lama untuk kembali hamil dibanding pil oral atau
IUD. Lamanya masa tidak subur atau infertile mungkin
tergantung pada kecepatan metabolism DMPA dan juga pada
berat badan akseptor (Hartanto, 2004).
Rata-rata mantan akseptor suntik DMPA atau Depo-
provera memerlukan 1,5-3 bulan lebih lama untuk kembali
hamil dibandingkan Pil Oral atau IUD lamanya masih tidak
19

subur atau fertile mungkin tergantung pada kecepatan
metabolism DMPA atau Depo-provera (Baziad, 2002).
2.3.6.3 Peningkatan Berat Badan
Efek samping utama yang lain bagi beberapa wanita
ialah kenaikan berat badan bukti yang menunjukkan kenaikan
berat badan selama penggunaan DMPA masih dalam
perdebatan.
Pertambahan berat badan adalah masalah yang nyata dan
dapat diperkirakan, terjadi peningkatan berat sebesar rata-rata
5,4 pon (2,7 kg) untuk tahun pertama, 8,1 pon (4 kg) setelah 2
tahun dan 13,8 pon (7 kg) setelah 4 tahun pemakaian
(Cunningham, 2005).

2.3.7 Waktu Pemberian Kontrasepsi DMPA
Disarankan untuk mulai menggunakan kontrasepsi suntikkan
selama 5-7 hari pertama dari siklus haid. Dari penelitian di Thailand
terbukti bahwa DMPA atau Depo-provera yang disuntikkan setelah 7
hari pertama dari siklus haid tidak selalu mencegah ovulasi dalam
siklus tersebut (Manuaba, 1998).

20

2.3.8 Cara Pemberian Kontrasepsi DMPA
Kontrasepsi DMPA diberikan setiap bulan dengan cara
disuntik, Tehnik penyuntikan sangat penting pada DMPA atau Depo
Provera maupun NET- EN, semua obat suntik harus dihisap kedalam
alat suntikkan, DMPA Depo Provera harus dikocok dengan baik dan
hindarkan terjadinya gelembung-gelembung udara. Kontrasepsi suntik
tidak perlu didinginkan, bila terdapat endapan putih pada dasar ampul,
upayakan menghilangkannya dengan menghangatkannya.
Penyuntikkan dilakukan secara intramuskular di daerah pantat.
Apabila suntikan diberikan terlalu dangkal maka penyerapan
kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bekerja dan masa efektif
kontrasepsinya menjadi lebih pendek.
Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang
dibasahi etil isopropil alkohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum
disuntik. Setelah kulit kering baru disuntik (Saifuddin, 2006).

2.3.9 Indikasi Kontrasepsi DMPA
Indikasi penggunaan kontrasepsi suntik progestin di antaranya
yaitu usia reproduksi telah memiliki anak, ataupun yang belum
memiliki anak, menghendaki kontrasepsi jangka panjang atau yang
memiliki efektifitas tinggi, Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
yang sesuai, setelah melahirkan dan tidak menyusui, setelah abortus
21

atau keguguran, tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen, anemia, sering lupa memakai pil, mendekati usia menopause
yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kombinasi
(Saifuddin, 2006).

2.3.10 Kontraindikasi Kontrasepsi DMPA
Kontraindikasi penggunaan kontrasepsi suntik progestin di
antaranya yaitu klien hamil, perdarahan akibat kelainan ginekologi
atau (perdarahan dari liang senggama) yang tidak diketahui
penyebabnya, adanya tanda-tanda tumor atau keganasan, adanya
riwayat penyakit jantung, hati tekanan darah tinggi, kencing manis
(penyakit metabolisme) paru berat.
Pada wanita dengan diabetes atau riwayat diabetes selama
kehamilan, harus dilakukan follow-up dengan teliti, karena dari
beberapa percobaan laboratorium ditemukan bahwa DMPA atau
Depo-provera mempengaruhi metabolisme karbohidrat (Hartanto,
1994).

22

2.4 Hubungan Peningkatan Berat Badan Dengan Kontrasepsi Suntik
DMPA
Salah satu efek samping dari metode suntikan adalah adanya
penambahan berat badan. Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu
besar, bervariasi antara kurang dari satu kilogram sampai lima kilogram
dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas,
tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh (Hartanto, 2004).
Faktor yang mempengaruhi perubahan berat badan akseptor KB
suntik adalah adanya hormon progesteron yang kuat sehingga merangsang
hormon nafsu makan yang ada di hipotalamus. Dengan adanya nafsu makan
yang lebih banyak dari biasanya tubuh akan kelebihan zat-zat gizi. Kelebihan
zat-zat gizi oleh hormon progesteron dirubah menjadi lemak dan disimpan di
bawah kulit. Perubahan berat badan ini akibat adanya penumpukan lemak
yang berlebih hasil sintesa dari karbohidrat menjadi lemak (Mansjoer, 2003).
Wanita yang menggunakan kontrasepsi Medroxyprogesterone
Acetate (DMPA) atau dikenal dengan KB suntik 3 bulan, rata-rata
mengalami peningkatan berat badan sebanyak 11 pon atau 5,5 kg dan
mengalami peningkatan lemak tubuh sebanyak 3,4% dalam waktu 3 tahun
pemakaian, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Texas
Medical Branch (UTMB).
Hipotesa para ahli DMPA merangsang pusat pengendalian nafsu
makan dihipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari
23

pada biasanya. Perubahan kenaikan berat badan ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti faktor hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi
suntik yaitu hormon estrogen dan progesteron yang menyebabkan
peningkatan retensi cairan, sehingga menyebabkan meningkatnya asupan
makanan oleh akseptor itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan melibatkan 703 wanita yang dibagi dalam
2 kategori, usia 16 24 tahun, dan usia 25 33 tahun, menggunakan
kontrasepsi DMPA (KB suntik 3 bulan), oral (desogestrel) atau nonhormonal
(kondom, abstinensia) selama 3 tahun. Para peneliti membandingkan berat
badan dan konposisinya yang mencakup pengaruh usia, ras, intake atau
asupan kalori, dan olahraga atau aktivitas fisik selain dari faktor-faktor lain.
Ketika peneliti membandingkan ketiga grup ini, pengguna DMPA
memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pengguna kontrasepsi lainnya untuk
mengalami obesitas selama 3 tahun pemakaian. Meskipun begitu, penelitian
lanjutan diperlukan guna memastikan apakah DMPA memang memiliki
pengaruh langsung peningkatan berat badan yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (Anonim, 2013).

24

2.5 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori










Kontrasepsi Hormonal
Pemakaian Suntik KB
Depo Medroksi
Progesteron Asetat
(DMPA)
Suntikan
Keterlambatan
Kembalinya
Kesuburan
Pendarahan Tidak
Teratur/
Bercak/Amenore
Berat Badan
Meningkat
Efek KB suntik Depo
Medroksi Progesteron
Asetat (DMPA)
Pil Implan
Pemakaian Suntik KB
Cyclofen
Keterangan :
Yang diteliti
Yang tidak diteliti
25

2.6 Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep


Berat badan ibu yang
menggunakan KB suntik
DMPA
Pemakaian KB suntik
DMPA
26

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Analitik observasional.Pada studi
observasional peneliti melakukan pengamatan ataupun pengukuran terhadap
berbagai variable subyek penelitian menurut keadaan ilmiah, tanpa melakukan
manipulasi atau intervensi (Sastroasmoro, 2002).
Rancangan penelitian bersifat cross sectional merupakan rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan (sekali waktu) antara faktor resiko atau paparan dengan penyakit
(Hidayat, 2007).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Karang Puledilaksanakan
bulan April 2013.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.
Definisi lain mengatakan bahwa variable adalah suatu yang digunakan sebagai
ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian
27

tentang suatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
3.3.1 Variabel Independent
Variabel independent adalah variabel bebas, sebab
mempengaruhi (Notoatmodjo, 2005).Yang menjadi variabel independent
dalam penelitian ini adalah kontrasepsi Depo Medroksi Progesteron
Asetat.
3.3.2 Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel tergantung akibatterpengaruh
(Notoatmodjo, 2005).Variabel dependent dalam penelitian ini adalah
Peningkatan Berat Badan Akseptor.

28

3.4 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara
Pengukuran
Hasil Ukur Skala
1. Kontrasepsi
suntik
DMPA
Kontrasepsi
suntik DMPA
adalah alat
berupa cairan
yang berisi
hormon
progesteron
disuntikkan
kedalam
tubuh wanita
secara
periodik.
Observasi DMPA
Pil KB

Nominal
2. Peningkatan
berat badan
Peningkatan
berat badan
ibu yang
disebabkan
oleh
penggunaan
kontrasepsi
DMPA
Timbangan
berat badan
Observasi
Tabel BB
Meningkat
Tidak
meningkat
Nominal

3.5 Populasi dan Sample
3.5.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik
tertentu (Sastroasmoro, 2002).Pada penelitian ini populasinya adalah
semua akseptor KB suntik Depo Medroksi Progesterone (DMPA) yang
ada di Puskesmas Karang Puleyang totalnya berjumlah1392 orang.

29


3.5.2 Sampel
Sampel adalah subset (bagian populasi yang diteliti (Sastroasmoro,
2002). Sampel pada penelitian ini diperoleh dengan rumusSlovin :


Keterangan :
N : Jumlah populasi
n :Jumlahsampel
d :Tingkat signifikans (p) menggunakan (0,1 atau 1%)

Dengan menggunakan rumus di atas maka peneliti dapat
menentukan besar sampel sebagai berikut :
1392
n =
1 + 1392 (0,1)
2
1392
n =
1 + 1392 . 0,01
1392
n =
14,92

n = 93,29 + 10%
30

n = 102,3
Dari hasil perhitungan sampel menggunakan rumus slovin
didapatkan besar sampel 102 orang dari jumlah populasi 1.392.Jumlah
sampel tersebut digunakan sebagai subyek penelitian.
Subjek penelitian dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi :
a. Akseptor KB Suntik DMPA 3 bulanan.
b. Wanita pus usia diantara 14-49 tahun.
c. Akseptor yang menggunakan KB suntik DMPA minimal 1 tahun
(4 kali penyuntikan) dengan tahun terakhir teratur.
d. Bersedia menjadi subjek dalam penelitian.
2. Kriteria Eksklusi :
a. Wanita yang menggunakan kontrasepsi selain kb suntik DMPA.
b. Memiliki penyakit yang memicu peningkatan berat badan seperti
DM.
c. Menggunakan obat-obatan yang memicu bertambahnya berat
badan.
d. Tidak bersedia menjadi responden.


3.6 Prosedur Pengumpulan Data
31

Dalam pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mendapat izin
penelitian dari BAPPEDA.Pengumpulan data dilakukkan dengan memberikan
informasi kepada responden tentang penelitian yang dilakukan, jika responden
setuju untuk menjadi sampel penelitian maka responden harus mengisi lembar
persetujuan untuk menjadi responden, kemudian dilakukan pengukuran secara
langsung.

3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen dalam penelitian ini adalah:
Kartu akseptor dan buku register KB.
Timbangan

Gambar 3.1 Timbangan yang Digunakan Dalam Penelitian
32

Alat tulis untuk mencatat hasil.

3.8 Alur Penelitian
Bagan 3.1 Alur Penelitian








Bagan 3.1 Alur Penelitian
3.9 Management Data
Data tentang akseptor KB dan karakteristik responden diolah dan di
analisa dengan cara deskriptif dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Data tentang Depo Medroksi Progesteron Asetat terhadap berat badan,
proses pengolahan data yang dilakukan adalah : editing (memasukkan data ke
Mengukur berat badan akseptor KB suntik
DMPA
Meminta persetujuan kepada akseptor KB suntik
DMPA untuk menjadi responden penelitian

Membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah menggunakan KB suntik DMPA
Pengambilan data akseptor sebelum menggunakan KB suntik
DMPA dari kartu akseptor dan buku register KB di
Puskesmas Karang Pule
33

variable view), coding (menentukan kode yang akan digunakan dengan value
pada variable view), dan tabulating (menentukan sesuai rumus yang akan
digunakan dengan menggunakan analyze).
Data yang diperoleh dari kartu akseptor dan buku register KB diolah
secara manual kemudian ditabulasi dan dilakukan perhitungan persentase dengan
menggunakan pengujian statistik Chi-Square dimana variabel yang digunakan
adalah skala nominal dan ordinal dengan keputusan pengujian hipotesis
penelitian didasarkan pada taraf signifikan 0,1. Pengujian dibantu dengan
computer paket statistik SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 17.0
dan untuk lebih memudahkan peneliti melakukan pengolahan data.
Untuk membuktikan adanya hubungan peningkatan berat badan pada
pengguna akseptor kontrasepsi Depo Medroksi Progesteron Asetat dengan uji
Chi-Square. Langkah-langkah analisis Chi-Square dalam SPSS :
Dari menu utama SPSS pilih menu Analyze kemudia pilih
Descriptive statistic
Isi bagian Row dan Column dengan kategori yang sesuai.
Kemudian pilih statistics
Beri tanda centang atau aktifkan Chi-square kemudian klik
continue di lanjutkan dengan Ok, maka hasil analisa yang
diinginkan akan muncul.
34

Kriteria hubungan berdasarkan p value (probabilitas) yang dihasilkan
dengan nilai kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria sebagai berikut:
Jika p value > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada perbedaan)
Jika p value 0,05 maka Ho ditolak (ada perbedaan)

3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini tidak boleh bertentangan dengan etika.Penelitian harusetis
dalam artian hak responden harus dilindungi (Nursalam, 2008). Etikapenelitian
yang dimaksud yang meliputi :
Lembar Persetujuan Responden (Informed concent)
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden sebelum
diwawancarai. Responden yang bersedia diminta untuk
menandatanganiinformed consert yang sebelumnya telah peneliti
siapkan.
Kerahasiaan Informasi (Confidentiality)
Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang di dapat
dariresponden, dan itu dijamin oleh peneliti.Lembarkuesioner asli
yang telah diisi responden akan peneliti simpan dengan baik.


35



BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 sampai dengan Mei
2013 di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram, dengan jumlah sampel
setelah penghitungan menggunakan rumus Slovin danmelalui perhitungan
besar sampel didapatkan sebanyak 102 responden. Sampel yang
menggunakan KB suntik Depo Medroksi Progesterone (DMPA) sebanyak 51
responden dan sampel yang menggunakan non kontrasepsi selain DMPA
yaitu Pil KB sebanyak 51 responden.

4.2 Analisa Univariat
4.2.1 Umur
Distribusi frekuensi responden menurut umur di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram adalah sebagai berikut :

36

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di
Puskesmas Karang Pule Kota Mataram
No. Umur
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 17 25 th 13 25.5 22 43.1 35 34.3
2 26 - 35 th 21 41.2 24 47.1 45 44.1
3 36 45 th 17 33.3 5 9.8 22 21.6
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Umur di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram


0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
17 25 th 26 - 35 th 36 45 th
Umur 34.30% 44.10% 21.60%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

Umur
37

Dari tabel 4.1 dan gambar 4.1 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut umur di Puskesmas Karang
Pule kota Mataram, Hal ini dapat diketahui jumlah responden yang
berusia antara 17 25 tahun sebanyak 35 responden atau 34.3 % dan
responden yang berusia antara 26 35 tahun adalah sebanyak 45
responden atau 44.1 % serta responden yang berusia antara 36 45
tahun adalah sebanyak 22 responden atau 21.6 %. Dari tabel di atas
dapat diketahui responden tertinggi adalah responden yang berusia
antara 26 35 tahun yaitu 45 responden atau 44.1 %. Ini mungkin
karena responden ingin memakai kontrasepsi yang mempunyai
efektifitas tinggi, reversibilitas cukup tinggi karena responden masih
mengharapkan memiliki anak lagi, biasanya pada umur ini responden
ingin memiliki 2 orang anak dengan jarak kelahiran 2 4 tahun,
disamping itu juga pada periode umur ini merupakan periode usia
paling baik untuk melahirkan.




38

4.2.2 Tinggi Badan
Distribusi frekuensi responden menurut Tinggi Badan di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tinggi
Badan di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram
No. Tinggi Badan
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 140 150 cm 8 15.7 13 25.5 21 20.6
2 151160 cm 37 72.5 30 58.8 67 65.7
3 161 170 cm 6 11.8 8 15.7 14 13.7
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah

39

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tinggi
Badan di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram

Dari tabel 4.2 dan gambar 4.2 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut tinggi badan di Puskesmas
Karang Pule kota Mataram, Hal ini dapat diketahui jumlah responden
yang tinggi badannya berkisar antara 140 150 cm sebanyak 21
responden atau 20.6 % dan responden yang tinggi badannya berkisar
antara 151 160 cm adalah sebanyak 67 responden atau 65.7 %
serta responden yang tinggi badannya berkisar antara 161 170 cm
adalah sebanyak 14 responden atau 13.7 %. Dari tabel di atas dapat
diketahui responden tertinggi adalah responden yang tinggi badannya
berkisar antara 151 160 cm yaitu 67 responden atau 65.7 %. Ini
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
140 150
cm
151 160
cm
161 170
cm
Tinggi Badan 20.60% 65.70% 13.70%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

Tinggi Badan
40

mungkin disebabkan karena rata rata tinggi badan wanita Indonesia
adalah berkisar 150 160 cm.

4.2.3 Lama Pemakaian
Distribusi frekuensi responden menurut lama pemakaian di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama
Pemakaian di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram
No.
Lama
Pemakaian
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 3 bulan 27 52.9 33 64.7 60 58.8
2 6 bulan 24 47.1 18 35.3 42 41.2
Jumlah 51 51 100 51 100 102
Sumber : Data primer yang diolah

41

Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama
Pemakaian di Puskesmas Karang Pule Kota
Mataram

Dari tabel 4.3 dan gambar 4.3 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut lama pemakaian di Puskesmas
Karang Pule kota Mataram, Hal ini dapat diketahui jumlah responden
yang lama pemakaiannya 3 bulan sebanyak 60 responden atau 58.8 %
dan responden yang lama pemakaiannya 6 bulan sebanyak 42
responden atau 41.2 %. Dari tabel di atas dapat diketahui responden
tertinggi adalah responden yang lama pemakaianya 3 bulan yaitu 60
responden atau 58.8 %. Ini disebabkan karena pada waktu penelitian
memang lebih banyak ditemukan responden Pil KB yang
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
3 bulan 6 bulan
Lama Pemakaian 58.80% 41.20%
A
x
i
s

T
i
t
l
e

Lama Pemakaian
42

penggunaannya 3 bulan dibandingkan dengan 6 bulan, dimana dalam
penelitian banyaknya responden yang memakai pil kb lebih dari 3
bulan itu sedikit karena dalam penggunaannya akseptor Pil KB kadang
mereka lupa sudah meminum terkadang juga merasa bingung karena
dalam pemakaiannya Pil Kb harus digunakan setiap hari berbeda
dengan DMPA, rata- rata akseptor yang awalnya memakai kontrasepsi
Pil Kb mereka berpindah ke kontrasepsi lainnya yang rentan
penggunaannya lebih lama.

43

4.2.4 Berat Badan Sebelum Menggunakan KB
Distribusi frekuensi responden menurut berat badan sebelum
menggunakan KB di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat
Badan Sebelum Menggunakan KB di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram
No.
BB Sebelum
Menggunakan
KB
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 38 46.5 kg 15 29.4 21 41.2 36 35.3
2 47 54.5 kg 12 23.5 18 35.3 30 29.4
3 55 62.5 kg 19 37.3 9 17.6 28 27.5
4 6370.5kg 3 5.9 2 3.9 5 4.9
5 71 78.5kg 2 3.9 1 2 3 2.9
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah

Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat
Badan Sebelum Menggunakan KB di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram
44


Dari tabel 4.4 dan gambar 4.4 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut berat badan sebelum
menggunakan KB di Puskesmas Karang Pule kota Mataram, Hal ini
dapat diketahui jumlah responden yang berat badannya sebelum
menggunakan KB antara 38 46.5 kg sebanyak 36 responden atau
35.3 %, responden yang berat badannya sebelum menggunakan KB
antara 47 54.5kg adalah sebanyak 30 responden atau 29.4 %,
responden yang berat badannya sebelum menggunakan KB antara 55
62.5kg adalah sebanyak 28 responden atau 27.5 %, responden yang
berat badannya sebelum menggunakan KB antara 63 70.5 kg adalah
sebanyak 5 responden atau 4.9 % dan responden yang berat badannya
sebelum menggunakan KB antara 71 78.5 kg adalah sebanyak 3
responden atau 2.9 %. Dari tabel di atas dapat diketahui responden
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
38 46.5
kg
47 54.5
kg
55 62.5
kg
63
70.5kg
71
78.5kg
BB 35.30% 29.40% 27.50% 4.90% 2.90%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

Berat Badan Sebelum Menggunakan
KB
45

tertinggi adalah responden yang berat badannya sebelum
menggunakan KB antara 38 46.5 kg yaitu 36 responden atau 35.3 %.

4.2.5 Berat Badan Sesudah Menggunakan KB
Distribusi frekuensi responden menurut berat badan sesudah
menggunakan KB di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat
Badan Sesudah Menggunakan KB di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram
No.
BB Sesudah
Menggunakan
KB
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 38 46.5 kg 12 23.5 22 43.1 34 33.3
2 47 54.5 kg 15 29.4 17 33.3 32 31.4
3 55 62.5 kg 13 25.5 9 17.6 22 21.6
4 63 70.5kg 9 17.6 2 3.9 11 10.8
5 71 78.5kg 2 3.9 1 2 3 2.9
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah

46

Gambar 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Berat
Badan Sesudah Menggunakan KB di Puskesmas
Karang Pule Kota Mataram

Dari tabel 4.5 dan gambar 4.5 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut berat badan sesudah
menggunakan KB di Puskesmas Karang Pule kota Mataram, Hal ini
dapat diketahui jumlah responden yang berat badannya sesudah
menggunakan KB antara 38 46.5 kg sebanyak 34 responden atau
33.3 %, responden yang berat badannya sesudah menggunakan KB
antara 47 54.5 kg adalah sebanyak 32 responden atau 31.4 %,
responden yang berat badannyasesudah menggunakan KB antara 55
62.5 kg adalah sebanyak 22 responden atau 21.6 %, responden yang
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
38
46.5 kg
47
54.5 kg
55
62.5 kg
63
70.5kg
71
78.5kg
BB 33.30% 31.40% 21.60% 10.80% 2.90%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

Berat Badan Sesudah Menggunakan
KB
47

berat badannya sesudah menggunakan KB antara 63 70.5 kg adalah
sebanyak 11 responden atau 10.8 % dan responden yang berat
badannya sesudah menggunakan KB antara 71 78.5 kg adalah
sebanyak 3 responden atau 2.9 %. Dari tabel di atas dapat diketahui
responden tertinggi adalah responden yang berat badannya sesudah
menggunakan KB antara 38 46.5 kg yaitu 34 responden atau 33.3 %.
Pembahasan berat badan sebelum dan sesudah menggunakan
DMPA, disini terjadi penurunan responden DMPA antara 38 46.5 kg
dari yang sebelumnya 15 responden menjadi 12 responden, kemudian
terjadi peningatan responden DMPA antara 47 54.5 kg yang
sebelumnya 12 responden menjadi 15 responden, terjadi penurunan
responden DMPA antara 55 62.5 kg dari yang sebelumnya 19
responden menjadi 13 responden, terjadi peningkatan responden
DMPA antara 63 70.5 dari yang sebelumnya 3 responden menjadi 9
responden, tidak terjadi peningkatan responden DMPA antara 71
78.5 yang sebelumnya 2 responden tetap menjadi 2 responden.
Peningkatan ini mungkin disebabkan karena efek dari penggunaan
kontrasepsi DMPA tersebut yang merangsang pusat pengendali nafsu
makan di hipotalamus sehingga nafsu makan responden menjadi
bertambah.
48

Pembahasan Berat badan sebelum dan sesudah menggunakan
Pil KB, disini terjadi peningkatan responden Pil KB antara 38 46.5
kg dari yang sebelumnya 21 responden menjadi 22 responden,
kemudian terjadi penurunan responden Pil KB antara 47 54.5 kg
yang sebelumnya 18 responden menjadi 17 responden, tidak terjadi
peningkatan responden Pil KB antara 55 62.5 kg dari yang
sebelumnya 9 responden tetap menjadi 9 responden, tidak terjadi
peningkatan responden Pil KB antara 63 70.5 dari yang sebelumnya
2 responden tetap menjadi 2 responden, tidak terjadi peningkatan
responden Pil KB antara 71 78.5 yang sebelumnya 1 responden
menjadi 1 responden. Tidak terjadinya peningkatan berat badan ini
mungkin disebabkan dalam penggunaannya pil kb tidak meningkat
kan berat badan yang tajam, walaupun meningkat hanya mengalami
perubahan sedikit saja, ini disebabkan karena kandungan progestin di
dalam Pil Kb ini hanya sedikit, berbeda dengan DMPA. Dimana efek
dari penggunaan progestin ini dapat meningkatkan nafsu makan yang
menjadikan berat badan bertambah.

4.2.6 IMT Sebelum Menggunakan KB
Distribusi frekuensi responden menurut IMT Sebelum Menggunakan
KB di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram adalah sebagai berikut :
49

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut IMT
Sebelum Menggunakan KB di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram
No.
IMT Sebelum Menggunakan
KB
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 Kekurangan BB Tingkat Berat 3 5.9 3 5.9 6 5.9
2
Kekurangan BB Tingkat
Ringan
6 11.8 9 17.6 15 14.7
3 Normal 32 62.7 33 64.7 65 63.7
4 Kelebihan BB Tingkat Ringan 6 11.8 5 9.8 11 10.8
5 Kelebihan BB Tingkat Berat 4 7.8 1 2 5 4.9
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah

50

Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut IMT
Sebelum Menggunakan KB di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram


Dari tabel 4.6 dan gambar 4.6 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut IMT sebelum menggunakan
KB di Puskesmas Karang Pule kota Mataram, Hal ini dapat diketahui
jumlah responden yang IMTnya kekurangan berat badan tingkat berat
yaitu sebanyak 6 responden atau 5.9 %, responden yang IMTnya
kekurangan berat badan tingkat ringan yaitu sebanyak 15 responden
atau 14.7 %, responden yang IMTnya normal yaitu sebanyak 65
responden atau 63.7 %, responden yang IMTnya kelebihan berat badan
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
Kekuran
gan BB
Tingkat
Berat
Kekuran
gan BB
Tingkat
Ringan
Normal Kelebih
an BB
Tingkat
Ringan
Kelebih
an BB
Tingkat
Berat
IMT 5.90% 14.70% 63.70% 10.80% 4.90%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

IMT Sebelum Menggunakan KB
51

tingkat ringan yaitu sebanyak 11 responden atau 10.8 % dan
responden yang IMTnya kelebihan berat badan tingkat berat yaitu
sebanyak 5 responden atau 4.9 %. Dari tabel di atas dapat diketahui
responden tertinggi adalah responden yang IMTnya normal yaitu
sebanyak 65 responden atau 63.7 %.

52

4.2.7 IMT Sesudah Menggunakan KB
Distribusi frekuensi responden menurut IMT sesudah menggunakan
KBdi Puskesmas Karang Pule Kota Mataram adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut IMT
Sesudah Menggunakan KB di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram
No.
IMT Sesudah Menggunakan
KB
DMPA Pil KB Total
N % N % N %
1 Kekurangan BB Tingkat Berat 1 2 0 5.9 1 1
2
Kekurangan BB Tingkat
Ringan
5 9.8 15 17.6 20 19.6
3 Normal 31 60.8 30 64.7 61 59.8
4 Kelebihan BB Tingkat Ringan 7 13.7 5 9.8 12 11.8
5 Kelebihan BB Tingkat Berat 7 13.7 1 2 8 7.8
Jumlah 51 100 51 100 102 100
Sumber : Data primer yang diolah

53

Gambar 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut IMT
Sesudah Menggunakan KB di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram

Dari tabel 4.7 dan gambar 4.7 dapat dilihat distribusi frekuensi
responden DMPA dan Pil KB menurut IMT sesudah menggunakan
KBdi Puskesmas Karang Pule kota Mataram, Hal ini dapat diketahui
jumlah responden yang IMTnya kekurangan berat badan tingkat berat
yaitu sebanyak 1 responden atau 1 %, responden yang IMTnya
kekurangan berat badan tingkat ringan yaitu sebanyak 20 responden
atau 19.6 %, responden yang IMTnya normal yaitu sebanyak 61
responden atau 59.8 %, responden yang IMTnya kelebihan berat badan
tingkat ringan yaitu sebanyak 12 responden atau 11.8 % dan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Kekurang
an BB
Tingkat
Berat
Kekurang
an BB
Tingkat
Ringan
Normal Kelebihan
BB
Tingkat
Ringan
Kelebihan
BB
Tingkat
Berat
IMT 1% 19.60% 59.80% 11.80% 7.80%
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

IMT Sesudah Menggunakan KB
54

responden yang IMTnya kelebihan berat badan tingkat berat yaitu
sebanyak 8 responden atau 7.8 %. Dari tabel di atas dapat diketahui
responden tertinggi adalah responden yang IMTnya normal yaitu
sebanyak 61 responden atau 59.8 %.
Pembahasan IMT sebelum dan sesudah dimana IMT itu di
dapatkan dengan rumus tinggi badan dibagi berat badan kuadrat meter,
dimana pada IMT sebelum dan sesudah tidak begitu terlihat adanya
peningkatan ini mungkin disebabkan karena terjadinya kenaikan berat
badan yang rendah.

55

4.3 Analisa Bivariat
Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo
Medroksi Progesteron Asetat Dengan Kenaikan Berat Badan Pada
Akseptor KB di Puskesmas Karang Pule Kota Mataram.
Tabel 4.8 Tabel Silang Perubahan Berat Badan Berdasarkan
Jenis Kontrasepsi
Perubahan Berat Badan DMPA PIL KB Total
Peningkatan Berat Badan 40 15 55
Tidak Terjadi
Peningkatan Berat Badan
11 36 47
Total 51 51 102
Sumber : Data primer yang diolah
56


RP = A/(A+B) : C/(C+D)
RP = 40/(40+15) : 11/(11+36)
= 40/55 : 11/47
= 40/55 x 47/11
= 1880/605
= 3.1
= 3

Dari tabel silang 2 x 2 dan perhitungan rasio prevalens di atas
diperoleh hasil rasio prevalens (RP) sebesar 2 (RP > 1), hal ini
menunjukkan bahwa variable independen tersebut merupakan faktor
resiko yang mempengaruhi variable dependen yang dalam hal ini
didapatkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi suntik depo medroksi
progesterone asetat merupakan faktor resiko untuk mempengaruhi
terjadinya peningkatan berat badan sebesar 2 kali lipat.

57

Tabel 4.9 Hasil Uji Chi Square dan Contingency Coefficient
Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Dengan
Kenaikan Berat Badan Pada Akseptor KB di
Puskesmas Karang Pule Kota Mataram

No. Jenis
Kontrasepsi
Perubahan Berat Badan Total P
Penurunan
0.5 - 1 kg
Tidak ada
perubahan
Peningkatan
0.5 1 kg
Peningkatan
1.5 2 kg
N %
N % N % N % N %
1 DMPA 8 7.8 3 2.9 26 25.5 14 13.7 51 50 0,000
2 Pil KB 5 4.9 31 30.4 15 14.7 0 0 51 50
Sumber : Data primer yang diolah
Dari tabel 4.9 dapat diketahuibahwa dari 51 responden dengan
penggunaan kontrasepsi DMPA terdapat 8 atau 7.8 % responden
terjadi penurunan berat badan antara 0.5 1 kg, 3 responden atau 2.9
% tidak terjadi perubahan berat badan, 26 responden atau 25.5 %
terjadi peningkatan berat badan antara 0.5 1 kg, 14 responden atau
13.7 % terjadi peningkatan berat badan antara 1.5 2 kg. Dari 51
responden dengan penggunaan kontrasepsi Pil KB terdapat 5
responden atau 4.9 % terjadi penurunan berat badan antara 0.5 1 kg,
58

31 responden atau 30.4 % tidak terjadi perubahan berat badan, 15
responden atau 14.7 % terjadi peningkatan berat badan antara 0.5 1
kg.
Hubungan penggunaan kontrasepsi DMPA dengan kenaikan
berat badan hasil uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan
kontrasepsi suntik DMPA berhubungan terhadap kenaikan berat
badan. Hal ini ditunjukkan dari uji melalui Chi-Square dengan nilai
pada data sebagai berikut :
Tabel 4.10 Tabel Uji Chi-Square
Uji Value Signifikansi (P-Value)
Chi- Square 40.702 0.000
Sumber : Data primer yang diolah
Dari data tersebut di atas diperoleh nilai X
2
hitung
sebesar 40.702
dengan nilai signifikansi (P-Value) sebesar 0.000. Berdasarkan hasil
yang telah diperoleh, nilai signifikansi (0.000) < (0,05) sehingga H
0
ditolak.
Sedangkan untuk melihat adanya hubungan penggunaan
kontrasepsi suntik DMPA dengan kenaikan berat badan maka
digunakan uji korelasi Contingency Coefficient. Berdasarkan uji
korelasi Contingency Coefficient pada lampiran hasil analisis maka
59

hasil pengujian dapat disajikan dalam bentuk tabel sederhana sebagai
berikut :

Tabel 4.11 Tabel Uji Korelasi Contingency Coefficient
Uji Value Signifikansi (P-Value)
Contingency Coefficient 0.534 0.000
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel 4.11 hasil uji Contigency coefficient di atas,
diperoleh nilai p= 0.000 < (0.05) dengan demikian menunjukan
penolakan terhadap H
0
dan penerimaan terhadap H
1,
yang berarti ada
hubungan yang signifikan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan
tersebut didapatkan value sebesar 0.534, itu berarti berada diantara
0,40 s.d. 0,59 yang termasuk dalam kategori sedang atau bisa juga
disebut dengan Moderate Correlation.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara kedua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen
tersebut bersifat kecendrungan artinya pada pengguna kontrasepsi
suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dapat
menyebabkan peningkatan berat badan, sehingga hasil penelitian ini
sesuai dengan teori dimana pada pengguna kontrasepsi DMPA akan
60

terjadi peningkatan berat badan rata rata 2,7 kg untuk tahun pertama,
4 kg setelah 2 tahun dan 7 kg setelah 4 tahun pemakaian
(Cunningham, 2005).
Dalam penelitian ini peneliti menemukan 40 dari 51 responden
DMPA mengalami peningkatan berat badan karena dari sebagian besar
responden tidak menyadari salah satu efek samping dari KB suntik ini
bias meningkatkan nafsu makan, sehingga pengguna KB suntik tidak
mengontrol asupan makanan yang menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan.
Faktor yang mungkin mempengaruhi peningkatan berat badan
bagi wanita yang menggunakan kontrasepsi DMPA yaitu dimana
DMPA merangsang pusat pengendalian nafsu makan dihipotalamus,
yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari pada biasanya.
Peningkatan berat badan ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor
hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi suntik yaitu hormon
estrogen dan progesteron yang menyebabkan peningkatan retensi
cairan, sehingga menyebabkan meningkatnya asupan makanan oleh
akseptor itu sendiri (Cunningham, 2005).
Peningkatan asupan makanan oleh akseptor, menurunkan
aktifitas fisik sehingga berat lemak pada tubuh menjadi bertambah
61

yang menyebabkan berat badan pada akseptor tersebut
meningkat.(Hartanto, 2004).

4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak lengkapnya data kartu akseptor KB dan banyak yang
datang datang ke Puskesmas terlambat dari waktu yang
ditentukan oleh petugas kesehatan untuk kembali suntik,
sehingga menjadikan susahnya dalam pencarian sampel.
2. Banyak efek samping dari penggunaan KB DMPA dan juga
masih banyak faktor lain yang menyebabkan kenaikan berat
badan pada akseptor KB DMPA yang semua tidak bisa diamati
dalam penelitian ini.
3. Dalam melaksanakan penelitian terdapat beberapa hambatan
yaitu keterbatasan sumber, waktu dan tenaga serta pengetahuan
dan daya ingat pasien saat wawancara.



62


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukkan di Puskesmas Karang
Pule Kota Mataram dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan pada penggunaan kontrasepsi suntik Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) terhadap kenaikan berat badan yang
ditunjukkan dengan uji Chi-Square diperoleh nilai X
2
hitung
sebesar
40.702 dengan nilai signifikansi (P-Value) sebesar 0.000. Berdasarkan
hasil yang telah diperoleh, nilai signifikansi (0.000) < (0,05)
sehingga H
0
ditolak.
Berdasarkan hasil uji Contigency coefficient diperoleh nilai p =
0.000 < (0.05) dengan demikian menunjukan penolakan terhadap H
0

dan penerimaan terhadap H
1,
yang berarti ada hubungan yang
signifikan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan tersebut
didapatkan value sebesar 0.534, itu berarti berada diantara 0,40 s.d.
0,59 yang termasuk dalam kategori sedang atau bisa juga disebut
dengan Moderate Correlation.
63

5.2 Saran
1. Kepada calon akseptor dan yang telah menjadi akseptor KB aktif
agar menghubungi tenaga kesehatan bila ada hal-hal yang belum
diketahui atau dimengerti menyangkut alat kontrasepsi yang akan
digunakan terutama menyangkut keuntungan , kerugian, efek
samping maupun komplikasi, dalam penggunaan kontrasepsi,
khususnya kontrasepsi suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA). Diharapkan akseptor menjaga asupan makanan serta
pola hidup untuk mengusahakan selalu berolah raga agar efek
samping yang dialami lebih diminimalisir.
2. Petugas kesehatan Puskesmas dalam hal ini diharapkan mampu
memberikan penyuluhan dan konseling secara menyeluruh
tentang alat kontrasepsi baik mengenai keuntungan dan kerugian
dari masing-masing alat kontrasepsik hususnya kontrasepsi suntik
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA), kepada calon
akseptor dan suami dari calon akseptor sehingga pasangan dari
suami istri itu dapat menentukan pertimbangan sendiri.
3. Diharapkan pada penelitilain yang berminat melakukan penelitian
terhadap alat kontrasepsi khususnya kontrasepsi suntik Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) agar dapat
menggambarkan lebih jauh lagi efek samping lainnya tidak hanya
peningkatan berat badan.

You might also like