Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika. Mekanika
batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya.
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : - Sifat fisik batuan seperti bobot isi, berat jenis, porositas, absorpsi. - Sifat mekanik batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, dan nisbah Poisson.
Terdapat beberapa jenis kekuatan batuan, yaitu : - Kuat kompresif tak tertekan (uniaksial) yang diuji dengan suatu silinder atau prisma terhadap titik pecahnya - Kuat tarik (tensile strength) ditentukan dengan uji Brazilian dimana suatu piringan ditekan sepanjang diameter atau dengan uji langsung yang meliputi tarikan sebenarnya atau bengkokan dari prisma batuan. - Kuat geser (shear strength) yang diuji secara langsung dalam suatu shear box atau diukur sebagai komponen pecahan kompresi.
1. Uji Kuat Tekan Uniaksial (Uniaxial Compressive Strength)
Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan (t ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v), dan kurva tegangan - regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan didapat beberapa data : a) Kuat Tekan Batuan (c) Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari contoh batuan. b) Modulus Young ( E ) Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan. Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas yaitu : 1. Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuattekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial. 2. Average Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurvategangan- tegangan. 3. Secant Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
c) Nisbah Poisson ( Poisson Ratio ) Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan saat pembebanan.
Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial menghasilkantujuh tipe pecah, yaitu : - Cataclasis - Belahan arah aksial (axial splitting) - Hancuran kerucut (cone runtuh) - Hancuran geser (homogeneous shear) - Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner) - Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear) - Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)
2. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )
Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan (t). Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung. Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal ini disebabkan uji ini lebih mudah dan murah dari pada uji kuat tarik langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test. Secara umum, aplikasi geomekanika dalam dunia pertambangan adalah : - Rancangan peledakan - Perencanaan penambangan - Perhitungan beban dan analisis regangan - Analisis kemantapan lereng
3. Kemampugaruan (Rippability) Dalam suatu kegiatan penambangan selalu dijumpai kegiatan penggalian. Sebelum penggalian dilakukan maka dilakukan pembongkaran massa batuan. Penggalian bisa dilakukan secara langsung tanpa pembongkaran apabila material bersifat lunak atau soft, metode penggalian ini biasa disebut direct digging. Namun apabila material bersifat keras maka perlu pembongkaran terlebih dahulu sebelum dilakukan penggalian. Pembongkaran bisa dilakukan dengan penggaruan (ripping) maupun peledakan (blasting). Penggaruan maupun peledakan tidak dilakukan serta merta begitu saja saat menjumpai material keras. Namun perlu ada analisis lebih lanjut untuk menentukan metode pembongkaran yang sesuai dengan sifat-sifat batuan maupun kondisi lapangan. Pada umumnya penggalian dipengaruhi oleh 3 (tiga) kondisi sebagai berikut: Kondisi I : Bila tanah biasa (normal), bisa langsung dilakukan penumpukan stock atau langsung dimuat (loading). Kondisi II : Bila kondisi tanah keras harus dilakukan penggaruan (ripping) terlebih dahulu, kemudian dilakukan stock pilling dan pemuatan(loading). Kondisi III : Bila tanah terlalu keras dimana pekerjaan ripping tidak ekonomis (tidak mampu) maka harus dilakukan peledakan (blasting) guna memecah belahkan material terlebih dahulu sebelum dilakukan stock pilling kemudian dilakukan pemuatan (loading).
Metode penggalian sangat dipengaruhi oleh sifat material terutama kekerasannya. Oleh sebab itu dalam suatu penggaruan (ripping), suatu massa batuan memiliki tingkat kemampugaruan (rippability) tertentu, dari easy ripping sampai very hard ripping. Kemampugaruan (rippability) merupakan suatu ukuran apakah suatu massa batuan mudah digaru, sulit digaru atau bahkan tidak dapat digaru. Untuk menentukan tingkat kemampugaruan suatu massa batuan, maka perlu studi atau investigasi lapangan seperti pengumpulan data struktur, tingkat pelapukan dan air tanah. Hal ini dilakukan guna mengklasifikasikan suatu massa batuan ke dalam kelas tertentu. Dari kelas-kelas tersebut, akan diketahui seberapa kemampugaruan massa batuan tersebut. Selain itu, akan diperoleh rekomendasi metode penggalian dan alat yang sesuai untuk digunakan.
Kemampugaruan yang merupakan ukuran tingkat kemudahan suatu batuan untuk digaru diperoleh dari studi lapangan, geologi maupun geoteknik. Dalam setiap kegiatan penggalian batuan, salah satu sifat batuan yang sangat penting yang harus diukur adalah spasi kekar dan orientasinya.
Secara umum kemampugaruan dipengaruhi oleh: - Kuat tekan batuan - Struktur batuan - Pelapukan
Para peneliti terdahulu telah menemukan banyak faktor yang mempengaruhikemampugaruan batuan seperti perilaku massa batuan, kekuatan massa batuan, ukuran dan kekuatan dari mesin yang digunakan dan faktor ekonomi. Ada peneliti yang menemukan bahwa yang termasuk dalam sifat massa batuan meliputi jenis batuan, kekuatan, derajat alterasi, struktur, abrasif, kadar air dan kecepatan gelombang seismik. Peneliti lain menyebutkan bahwa kemapugaruan dipengaruhi oleh kekuatan dari batuan utuh dan perilaku kekar pada massa batuan. Dalam perkiraan kemampugaruan, parameter batuan harus dimasukan dan diuji untuk memperkirakan perilaku batuan tersebut. Dalam mekanika batuan sendiri, penentuan sifat fisik dan mekanik batuan merupakan inti dalam perkiraan perilaku massa batuan.
Pemilihan alat garu yang sesuai tidak lepas dari studi lapangan dan uji laboratorium mengenai sifat-sifat material, terutama kekuatan batuan. Di lapangan selalu dijumpai material dengan ragam kekuatan. Oleh sebab itu, ada material yang sangat mudah digaru, mudah digaru, sulit digaru, sangat sulit digaru atau bahkan tidak dapat digaru.
Kemampugaruan merupakan suatu ukuran apakah material dapat digaru, yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemudahan penggaruan. Kemampugaruan didasarkan pada sifat-sifat material dan kondisi geologi, seperti kekerasan, kecepatan seismik, struktur, pelapukan dan air tanah, yang diperoleh dari studi lapangan dan uji laboratorium.
Banyak ilmuwan yang mengusulkan sistem klasifikasi kemampugaruan dengan ragam metode dan parameter yang digunakan. Meskipun begitu, para peneliti setuju bahwa kekuatan batuan dan karakteristik diskontinu memiliki peranan yang penting dalam menentukan metode penggalian. Dalam rekayasa batuan, menentukan sifat fisik dan mekanik batuan merupakan inti dalam memperkirakan perilaku suatu massa batuan. Pengaruh sifat batuan tidak hanya digunakan pada pemilihan alat yang sesuai namun juga pada tahap operasi.
- Tipe Batuan Tipe batuan tertentu memilki karakteristik tersendiri, maka identifikasi tipe batuan menjadi hal pertama yang mungkin dilakukan untuk memperoleh petunjuk tentang perilaku batuan. Pada umumnya, penggaruan sering dilakukan pada batuan sedimen, yang merupakan batuan yang terbentuk dari partikel-partikel batuan yang sudah ada, baik dari batuan beku, metamorf maupun batuan sedimen itu sendiri.
- Kekuatan Batuan Kekuatan mekanik batuan merupakan sifat kekuatan terhadap gaya luar. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi dari mineralnya yang terkandung di dalam batuan. Penggaruan maupun metode penggalian lainnya sangat dipengaruhi oleh kekuatan batuan. Pada proses penggaruan, batuan terbongkar karena adanya gaya compressive dan tensile yang bekerja sehingga dalam penaksiran kemampugaruan tidak lepas dari uji kekuatan batuan. Kuat tarik dianggap memilki peranan lebih penting daripada kuat tekan dalam klasifikasi kemampugaruan batuan.
- Abrasivitas Parameter yang sering diabaikan dalam evaluasi kemampugaruan batuan adalah abrasivitas. Abrasivitas merupakan sifat batuan dalam menggores permukaan material lain. Sifat ini umumnya digunakan sebagai parameter yang mempengaruhi keausan matabor (bit) dan batang bor. Parameter ini sangat penting hubungannya dengan keekonomisan penggunaan alat garu. Dalam estimasi biaya, pengeluaran terbesar terletak pada penggunaan shank dan tip. Karena komponen ini bekerja dengan kontak langsung dan melawan kekuatan batuan saat proses pembongkaran batuan. Singh (1983) telah mengusulkan sistem klasifikasi abrasivitas berdasarkan mineral pembentuk batuan, derajat kebundaran mineral (mineral angularity), kekuatan material perekat (cementing material), cechar index dan indeks kekerasan batuan (toughness).
- Tingkat Pelapukan Pelapukan batuan terjadi karena adanya pengaruh hydrosphere dan atmosphere. Pelapukan bisa terjadi karena disintegrasi mekanis maupun dekomposisi kimia atau keduanya. Pelapukan yang terjadi karena disintegrasi mekanis dapat dilihat dengan adanya retakan batuan atau kekar dan retakan pada belahan (cleavage) butir mineral. Sedangkan pelapukan kimia menghasilkan perubahan kimia pada mineralnya. Karena adanya pelapukan, maka kekuatan, densitas dan stabilitas volumetrik batuan akan menurun, sedangkan deformabilitas dan porositas akan meningkat. Oleh sebab itu, tingkat pelapukan merupakan parameter sangat berpengaruh pada kekuatan batuan hubungannya dengan proses penggalian.
- Struktur Batuan Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku massa batuan adalah struktur seperti kekar, bidang perlapisan, laminasi, belahan dan patahan. Struktur batuan berupa ketidakmenerusan dapat menggambarkan gangguan mekanis pada sifat batuan. Parameter kekar yang harus diukur hubungannya dengan pengaruhnya terhadap kemampugaruan batuan antara lain orientasi kekar, spasi, kemenerusan dan material pengisi.
- Densitas Material Densitas juga merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam penaksiran kemampugaruan batuan. Tingkat sementasi, sortasi, kekompakan dan ukuran butir dapat ditaksir melalui densitas. Semakin tinggi densitas maka semakin sedikit pori dalam batuan dan kekuatan ikat antar butir mineral semakin tinggi.
- Kemas Batuan (Rock Fabric) Kemas (fabric) merupakan suatu ukuran untuk menggambarkan struktur mikro dan tekstur material batuan. Para peneliti mengemukakan bahwa kemas batuan berpengaruh terhadap kemampugaruan. Batuan berbutir kasar (ukuran butir > 5 mm) seperti pegmatite dan batupasir bisa digaru dengan lebih mudah daripada batuan berbutir halus (ukuran butir < 1 mm) seperti quartzite, basalt dan batugamping.
- Kecepatan Seismik Metode dengan menggunakan parameter kecepatan seismik telah banyak digunakan secara luas untuk memprediksi tingkat kemampugaruan batuan. Kecepatan gelombang seismik tergantung pada densitas, porositas, kadar air dan tingkat pelapukan batuan (Singh dkk, 1986). Semakin tinggi kecepatan seismik pada batuan maka penggaruan akan relatif lebih sulit. Secara umum batuan dengan kecepatan seismik 1950 m/s termasuk batuan yang mudah digaru, 1950 2250 m/s termasuk sulit digaru dan > 2250 m/s tidak mungkin digaru. Namun banyak peneliti yang mengemukakan bahwa metode ini kurang akurat (Kramadibrata, 1998; Singh dkk, 1986; Kirsten, 1982).
- Topografi Topografi dari suatu massa batuan yang akan digali merupakan faktor penting yang perlu dievaluasi sebelum menerapakan metode penggalian. Meskipun begitu, faktor ini tidak masuk dalam pertimbangan para peneliti sebelumnya. Penggaruan biasanya dilakukan di daerah yang datar, namun apabila dijumpai slope atau batuan yang menonjol tidak beraturan, maka akan menjadi problema tersendiri.
- Bidang Perlapisan dan Batas Pelapukan Perbedaan tingkat pelapukan pada perlapisan batuan memiliki pengaruh penting hubungannya dengan perfomance penggaruan. Para peneliti menemukan bahwa material dengan kekuatan rendah (low strength), akan mudah digaru apabila material tersebut berdiri sendiri, namun akan sulit digaru apabila material tersebut tersisip diantara material yang tidak bisa digaru (unrippable). Selain itu, penggaruan pada material dengan banyak perlapisan menyebabkan perfomance penggaruan tidak menentu dimana kekerasan tiap perlapisan dapat saling berbeda satu dengan lainnya. Dalam mekanisme penggaruan, penetrasi gigi ripper kedalam massa batuan sangat menentukan apakah suatu massa batuan dapat digaru. Apabila penetrasi dapat dilakukan maka ripper dapat ditarik oleh bulldozer sehingga batuan dapat terbongkar. Semakin dalam penetrasi maka semakin besar volume yang diperoleh. Semakin keras massa batuan maka penetrasi semakin dangkal dan volume yang diperoleh juga kecil sehingga menurunkan tingkat produktivitas, sehingga kegiatan penggaruan perlu dievaluasi. Untuk mengetahui kekuatan batuan dilakukan uji kuat tekan uniaksial batuan dilaboratorium. Uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compressive Strength) mengecu pada SNI 2825:2008. Jumlah sampel uji minimal adalah 3 buah dengan dimensi sampel 2 < l/d < 2.5 dimana sampel-sampel tersebut diambil secara acak dari hasil garuan. Tingkat produktivitas ripper dihitung dengan metode volume by length. Parameter yang diukur ialah kedalaman penetrasi, lebar penggaruan, panjang lintasan dan waktu penggaruan.
3.1 Hubungan Rock Mass Rating dan Rippability (Kemampugaruan) Pada awalnya, RMR memang digunakan untuk menghitung kestabilan lubang bukaan pada pekerjaan penggalian bawah tanah. Namun, para peneliti mengembangkan aplikasi sistem klasifikasi ini dalam pekerjaan penggalian lainnya, termasuk penggaruan. Pada prinsipnya, orientasi kekar dihubungkan dengan arah kemajuan penggalian.
Abdullatif dan Cruden (1983) telah melakukan studi di 23 kuari hubungannya dengan kemampugalian (excavatability) massa batuan. Massa batuan digali dengan 3 metode: penggalian langsung, penggaruan dan peledakan. Studi yang dilakukan meliputi kekuatan massa batuan dan karakteristik bidang lemah pada batuan yang berbeda-beda dan melakukan pengujian metode penggalian secara langsung. Data-data diperoleh dengan menggunakan scanline pada massa batuan yang telah terbuka.
Pengujian yang dilakukan didasarkan pada sistem klasifikasi berikut: - Point Load Index dan spasi kekar - Q-system - RMR
Metode yang digunakan oleh Abdullatif dan Cruden (1983) untuk memperoleh RQD adalah dengan rumus yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976). Para peneliti yang melakukan studi mengenai hubungan antara RMR dan Q- system antara lain Bieniawski (1984), Abad dkk (1983), Udd dan Wang (1985) dan Kramadibrata (1996). Meskipun Q-system pada awalnya dikembangkan untuk membantu perhitungan kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah, ternyata juga dapat diaplikasikan pada penggalian di permukaan (Kramadibrata, 1996).
Rippability adalah kemudahan tanah atau batuan yang dapat digali secara mekanis. rippability batuan dikendalikan oleh banyak parameter termasuk kekuatan uniaksial, derajat pelapukan, abrasivitas, dan jarak diskontinuitas. Biasanya, lapuk batuan bertingkat atau dilaminasi, dan batuan rekah dengan luas yang rippable. Sebaliknya, batu besar atau kristal, dan batu tanpa pesawat kelemahan biasanya non-rippable.
Seismik refraksi secara historis metode geofisika digunakan untuk secara tidak langsung mentakdirkan tingkat rippability. Ini telah menjadi metode yang disukai berdasarkan uji lapangan yang dilakukan oleh Perusahaan Caterpillar, berkaitan kecepatan seismik untuk rippability. Kecepatan seismik yang diukur dalam survei seismik refraksi menyediakan ukuran kualitatif dari kekuatan batuan dan adanya patah tulang utama. Dalam sebuah survei seismik refraksi khas data diproses dan hasilnya disajikan sebagai model layered, dengan masing-masing lapisan terdiri dari kecepatan seismik konstan. Survei tomografi modern dapat memberikan model resolusi yang lebih tinggi dari variasi kecepatan seismik dengan kedalaman, memungkinkan untuk analisis yang lebih rinci. Metode resistivitas listrik dapat digunakan sebagai metode pelengkap dengan survei seismik refraksi, karena resistivitas berguna dalam membedakan kompeten dari batuan batu dalam banyak kasus. Contoh di bawah ini menampilkan refraksi survei seismik tomografi dilakukan selama terak tumpukan di situs smelter tua untuk membantu dalam perencanaan perbaikan untuk daerah. Panel atas menampilkan hasil pemodelan tomografi kecepatan seismik, antarmuka antara layer 1 dan layer 2 dari berlapis hasil model bumi yang lebih tradisional juga ditampilkan untuk perbandingan. Analisis kecepatan seismik dikombinasikan dengan data lubang bor di seluruh situs menghasilkan model berlapis kekuatan batuan di tengah panel. Hal ini telah dibatasi oleh cakupan raypath (sensitivitas model) di panel bawah.