You are on page 1of 13

KEMAMPUGARUAN BATUAN

TERHADAP UJI KUAT TEKAN

MEKANIKABATUAN

Oleh:

HENYTIAHNOVIANTI
1209055076

FAKULTASTEKNIK
UNIVERSITASMULAWARMAN

SAMARINDA
2013

Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika. Mekanika


batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan massa
batuan. Hal ini menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang dominan dalam
operasi penambangan, seperti pekerjaan penerowongan, pemboran, penggalian, peledakan
dan pekerjaan lainnya.

Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
- Sifat fisik batuan seperti bobot isi, berat jenis, porositas, absorpsi.
- Sifat mekanik batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, dan nisbah Poisson.

Terdapat beberapa jenis kekuatan batuan, yaitu :
- Kuat kompresif tak tertekan (uniaksial) yang diuji dengan suatu silinder atau
prisma terhadap titik pecahnya
- Kuat tarik (tensile strength) ditentukan dengan uji Brazilian dimana suatu
piringan ditekan sepanjang diameter atau dengan uji langsung yang meliputi tarikan
sebenarnya atau bengkokan dari prisma batuan.
- Kuat geser (shear strength) yang diuji secara langsung dalam suatu shear box atau
diukur sebagai komponen pecahan kompresi.


1. Uji Kuat Tekan Uniaksial (Uniaxial Compressive Strength)

Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat mekanik yang paling
umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk menentukan kuat tekan batuan
(t ), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (v), dan kurva tegangan - regangan. Contoh
batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani sampai runtuh. Perbandingan antara
tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan
luas permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap
sumbu aksis contoh batuan. Dari hasil pengujian akan didapat beberapa data :
a) Kuat Tekan Batuan (c)
Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan
dari contoh batuan.
b) Modulus Young ( E )
Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi ke daerah
geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan genesa atau
mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan,
porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar
nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan.
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus
elastisitas yaitu :
1. Tangent Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuattekan. Umumnya diambil
50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2. Average Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan
regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurvategangan- tegangan.
3. Secant Youngs Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan regangan aksial
yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol ke suatu titik pada kurva
regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil
50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

c) Nisbah Poisson ( Poisson Ratio )
Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan lateral dan regangan
aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral
expansion) akibat adanya tegangan dalam arah aksial. Pada uji kuat tekan uniaksial
terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat runtuh. Tipe pecah contoh
batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan dan kualitas permukaan contoh
batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan alat penekan saat pembebanan.

Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial
menghasilkantujuh tipe pecah, yaitu :
- Cataclasis
- Belahan arah aksial (axial splitting)
- Hancuran kerucut (cone runtuh)
- Hancuran geser (homogeneous shear)
- Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)
- Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
- Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)

2. Uji Kuat Tarik Tak Langsung ( Brazilian Test )

Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan (t). Ada
dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan
di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak
langsung. Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering
digunakan. Hal ini disebabkan uji ini lebih mudah dan murah dari pada uji kuat tarik
langsung. Salah satu uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test.
Secara umum, aplikasi geomekanika dalam dunia pertambangan adalah :
- Rancangan peledakan
- Perencanaan penambangan
- Perhitungan beban dan analisis regangan
- Analisis kemantapan lereng

3. Kemampugaruan (Rippability)
Dalam suatu kegiatan penambangan selalu dijumpai kegiatan penggalian. Sebelum
penggalian dilakukan maka dilakukan pembongkaran massa batuan. Penggalian bisa
dilakukan secara langsung tanpa pembongkaran apabila material bersifat lunak
atau soft, metode penggalian ini biasa disebut direct digging. Namun apabila
material bersifat keras maka perlu pembongkaran terlebih dahulu sebelum
dilakukan penggalian. Pembongkaran bisa dilakukan dengan penggaruan (ripping)
maupun peledakan (blasting).
Penggaruan maupun peledakan tidak dilakukan serta merta begitu saja saat
menjumpai material keras. Namun perlu ada analisis lebih lanjut untuk
menentukan metode pembongkaran yang sesuai dengan sifat-sifat batuan maupun
kondisi lapangan. Pada umumnya penggalian dipengaruhi oleh 3 (tiga) kondisi
sebagai berikut:
Kondisi I : Bila tanah biasa (normal), bisa langsung dilakukan penumpukan
stock atau langsung dimuat (loading).
Kondisi II : Bila kondisi tanah keras harus dilakukan penggaruan (ripping)
terlebih dahulu, kemudian dilakukan stock pilling dan
pemuatan(loading).
Kondisi III : Bila tanah terlalu keras dimana pekerjaan ripping tidak ekonomis
(tidak mampu) maka harus dilakukan peledakan (blasting) guna
memecah belahkan material terlebih dahulu sebelum dilakukan
stock pilling kemudian dilakukan pemuatan (loading).

Metode penggalian sangat dipengaruhi oleh sifat material terutama kekerasannya.
Oleh sebab itu dalam suatu penggaruan (ripping), suatu massa batuan memiliki
tingkat kemampugaruan (rippability) tertentu, dari easy ripping sampai very
hard ripping. Kemampugaruan (rippability) merupakan suatu ukuran apakah suatu
massa batuan mudah digaru, sulit digaru atau bahkan tidak dapat digaru.
Untuk menentukan tingkat kemampugaruan suatu massa batuan, maka perlu studi
atau investigasi lapangan seperti pengumpulan data struktur, tingkat pelapukan
dan air tanah. Hal ini dilakukan guna mengklasifikasikan suatu massa batuan ke
dalam kelas tertentu. Dari kelas-kelas tersebut, akan diketahui seberapa
kemampugaruan massa batuan tersebut. Selain itu, akan diperoleh rekomendasi
metode penggalian dan alat yang sesuai untuk digunakan.

Kemampugaruan yang merupakan ukuran tingkat kemudahan suatu batuan
untuk digaru diperoleh dari studi lapangan, geologi maupun geoteknik. Dalam
setiap kegiatan penggalian batuan, salah satu sifat batuan yang sangat penting
yang harus diukur adalah spasi kekar dan orientasinya.

Secara umum kemampugaruan dipengaruhi oleh:
- Kuat tekan batuan
- Struktur batuan
- Pelapukan

Para peneliti terdahulu telah menemukan banyak faktor yang
mempengaruhikemampugaruan batuan seperti perilaku massa batuan, kekuatan
massa batuan, ukuran dan kekuatan dari mesin yang digunakan dan faktor
ekonomi. Ada peneliti yang menemukan bahwa yang termasuk dalam sifat massa
batuan meliputi jenis batuan, kekuatan, derajat alterasi, struktur, abrasif, kadar air
dan kecepatan gelombang seismik. Peneliti lain menyebutkan bahwa
kemapugaruan dipengaruhi oleh kekuatan dari batuan utuh dan perilaku kekar
pada massa batuan. Dalam perkiraan kemampugaruan, parameter batuan harus
dimasukan dan diuji untuk memperkirakan perilaku batuan tersebut. Dalam
mekanika batuan sendiri, penentuan sifat fisik dan mekanik batuan merupakan inti
dalam perkiraan perilaku massa batuan.

Pemilihan alat garu yang sesuai tidak lepas dari studi lapangan dan uji
laboratorium mengenai sifat-sifat material, terutama kekuatan batuan. Di lapangan
selalu dijumpai material dengan ragam kekuatan. Oleh sebab itu, ada material
yang sangat mudah digaru, mudah digaru, sulit digaru, sangat sulit digaru atau
bahkan tidak dapat digaru.

Kemampugaruan merupakan suatu ukuran apakah material dapat digaru, yang
kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemudahan penggaruan.
Kemampugaruan didasarkan pada sifat-sifat material dan kondisi geologi, seperti
kekerasan, kecepatan seismik, struktur, pelapukan dan air tanah, yang diperoleh
dari studi lapangan dan uji laboratorium.

Banyak ilmuwan yang mengusulkan sistem klasifikasi kemampugaruan dengan
ragam metode dan parameter yang digunakan. Meskipun begitu, para peneliti
setuju bahwa kekuatan batuan dan karakteristik diskontinu memiliki peranan yang
penting dalam menentukan metode penggalian. Dalam rekayasa batuan,
menentukan sifat fisik dan mekanik batuan merupakan inti dalam memperkirakan
perilaku suatu massa batuan. Pengaruh sifat batuan tidak hanya digunakan pada
pemilihan alat yang sesuai namun juga pada tahap operasi.

- Tipe Batuan
Tipe batuan tertentu memilki karakteristik tersendiri, maka identifikasi tipe batuan
menjadi hal pertama yang mungkin dilakukan untuk memperoleh petunjuk
tentang perilaku batuan. Pada umumnya, penggaruan sering dilakukan pada
batuan sedimen, yang merupakan batuan yang terbentuk dari partikel-partikel
batuan yang sudah ada, baik dari batuan beku, metamorf maupun batuan sedimen
itu sendiri.

- Kekuatan Batuan
Kekuatan mekanik batuan merupakan sifat kekuatan terhadap gaya luar. Pada
prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi dari mineralnya yang
terkandung di dalam batuan.
Penggaruan maupun metode penggalian lainnya sangat dipengaruhi oleh kekuatan
batuan. Pada proses penggaruan, batuan terbongkar karena adanya gaya
compressive dan tensile yang bekerja sehingga dalam penaksiran kemampugaruan
tidak lepas dari uji kekuatan batuan. Kuat tarik dianggap memilki peranan lebih
penting daripada kuat tekan dalam klasifikasi kemampugaruan batuan.



- Abrasivitas
Parameter yang sering diabaikan dalam evaluasi kemampugaruan batuan adalah
abrasivitas. Abrasivitas merupakan sifat batuan dalam menggores permukaan
material lain. Sifat ini umumnya digunakan sebagai parameter yang
mempengaruhi keausan matabor (bit) dan batang bor. Parameter ini sangat
penting hubungannya dengan keekonomisan penggunaan alat garu. Dalam
estimasi biaya, pengeluaran terbesar terletak pada penggunaan shank dan tip.
Karena komponen ini bekerja dengan kontak langsung dan melawan kekuatan
batuan saat proses pembongkaran batuan.
Singh (1983) telah mengusulkan sistem klasifikasi abrasivitas berdasarkan
mineral pembentuk batuan, derajat kebundaran mineral (mineral angularity),
kekuatan material perekat (cementing material), cechar index dan indeks
kekerasan batuan (toughness).

- Tingkat Pelapukan
Pelapukan batuan terjadi karena adanya pengaruh hydrosphere dan atmosphere.
Pelapukan bisa terjadi karena disintegrasi mekanis maupun dekomposisi kimia
atau keduanya. Pelapukan yang terjadi karena disintegrasi mekanis dapat dilihat
dengan adanya retakan batuan atau kekar dan retakan pada belahan (cleavage)
butir mineral. Sedangkan pelapukan kimia menghasilkan perubahan kimia pada
mineralnya. Karena adanya pelapukan, maka kekuatan, densitas dan stabilitas
volumetrik batuan akan menurun, sedangkan deformabilitas dan porositas akan
meningkat. Oleh sebab itu, tingkat pelapukan merupakan parameter sangat
berpengaruh pada kekuatan batuan hubungannya dengan proses penggalian.

- Struktur Batuan
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perilaku massa batuan adalah
struktur seperti kekar, bidang perlapisan, laminasi, belahan dan patahan. Struktur
batuan berupa ketidakmenerusan dapat menggambarkan gangguan mekanis pada
sifat batuan. Parameter kekar yang harus diukur hubungannya dengan
pengaruhnya terhadap kemampugaruan batuan antara lain orientasi kekar, spasi,
kemenerusan dan material pengisi.

- Densitas Material
Densitas juga merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam penaksiran
kemampugaruan batuan. Tingkat sementasi, sortasi, kekompakan dan ukuran butir
dapat ditaksir melalui densitas. Semakin tinggi densitas maka semakin sedikit pori
dalam batuan dan kekuatan ikat antar butir mineral semakin tinggi.

- Kemas Batuan (Rock Fabric)
Kemas (fabric) merupakan suatu ukuran untuk menggambarkan struktur mikro
dan tekstur material batuan. Para peneliti mengemukakan bahwa kemas batuan
berpengaruh terhadap kemampugaruan. Batuan berbutir kasar (ukuran butir
> 5 mm) seperti pegmatite dan batupasir bisa digaru dengan lebih mudah daripada
batuan berbutir halus (ukuran butir < 1 mm) seperti quartzite, basalt dan
batugamping.

- Kecepatan Seismik
Metode dengan menggunakan parameter kecepatan seismik telah banyak
digunakan secara luas untuk memprediksi tingkat kemampugaruan batuan.
Kecepatan gelombang seismik tergantung pada densitas, porositas, kadar air dan
tingkat pelapukan batuan (Singh dkk, 1986). Semakin tinggi kecepatan seismik
pada batuan maka penggaruan akan relatif lebih sulit. Secara umum batuan
dengan kecepatan seismik 1950 m/s termasuk batuan yang mudah digaru, 1950
2250 m/s termasuk sulit digaru dan > 2250 m/s tidak mungkin digaru. Namun
banyak peneliti yang mengemukakan bahwa metode ini kurang akurat
(Kramadibrata, 1998; Singh dkk, 1986; Kirsten, 1982).

- Topografi
Topografi dari suatu massa batuan yang akan digali merupakan faktor penting
yang perlu dievaluasi sebelum menerapakan metode penggalian. Meskipun begitu,
faktor ini tidak masuk dalam pertimbangan para peneliti sebelumnya. Penggaruan
biasanya dilakukan di daerah yang datar, namun apabila dijumpai slope atau
batuan yang menonjol tidak beraturan, maka akan menjadi problema tersendiri.

- Bidang Perlapisan dan Batas Pelapukan
Perbedaan tingkat pelapukan pada perlapisan batuan memiliki pengaruh penting
hubungannya dengan perfomance penggaruan. Para peneliti menemukan bahwa
material dengan kekuatan rendah (low strength), akan mudah digaru apabila
material tersebut berdiri sendiri, namun akan sulit digaru apabila material
tersebut tersisip diantara material yang tidak bisa digaru (unrippable). Selain itu,
penggaruan pada material dengan banyak perlapisan menyebabkan perfomance
penggaruan tidak menentu dimana kekerasan tiap perlapisan dapat saling berbeda
satu dengan lainnya.
Dalam mekanisme penggaruan, penetrasi gigi ripper kedalam massa batuan sangat
menentukan apakah suatu massa batuan dapat digaru. Apabila penetrasi dapat
dilakukan maka ripper dapat ditarik oleh bulldozer sehingga batuan dapat
terbongkar. Semakin dalam penetrasi maka semakin besar volume yang diperoleh.
Semakin keras massa batuan maka penetrasi semakin dangkal dan volume yang
diperoleh juga kecil sehingga menurunkan tingkat produktivitas, sehingga
kegiatan penggaruan perlu dievaluasi.
Untuk mengetahui kekuatan batuan dilakukan uji kuat tekan uniaksial batuan
dilaboratorium. Uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compressive Strength)
mengecu pada SNI 2825:2008. Jumlah sampel uji minimal adalah 3 buah dengan
dimensi sampel 2 < l/d < 2.5 dimana sampel-sampel tersebut diambil secara acak
dari hasil garuan. Tingkat produktivitas ripper dihitung dengan metode volume by
length. Parameter yang diukur ialah kedalaman penetrasi, lebar penggaruan,
panjang lintasan dan waktu penggaruan.

3.1 Hubungan Rock Mass Rating dan Rippability (Kemampugaruan)
Pada awalnya, RMR memang digunakan untuk menghitung kestabilan lubang
bukaan pada pekerjaan penggalian bawah tanah. Namun, para peneliti
mengembangkan aplikasi sistem klasifikasi ini dalam pekerjaan penggalian
lainnya, termasuk penggaruan. Pada prinsipnya, orientasi kekar dihubungkan
dengan arah kemajuan penggalian.

Abdullatif dan Cruden (1983) telah melakukan studi di 23 kuari hubungannya
dengan kemampugalian (excavatability) massa batuan. Massa batuan digali
dengan 3 metode: penggalian langsung, penggaruan dan peledakan. Studi yang
dilakukan meliputi kekuatan massa batuan dan karakteristik bidang lemah pada
batuan yang berbeda-beda dan melakukan pengujian metode penggalian secara
langsung. Data-data diperoleh dengan menggunakan scanline pada massa batuan
yang telah terbuka.

Pengujian yang dilakukan didasarkan pada sistem klasifikasi berikut:
- Point Load Index dan spasi kekar
- Q-system
- RMR

Metode yang digunakan oleh Abdullatif dan Cruden (1983) untuk memperoleh
RQD adalah dengan rumus yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976).
Para peneliti yang melakukan studi mengenai hubungan antara RMR dan Q-
system antara lain Bieniawski (1984), Abad dkk (1983), Udd dan Wang (1985)
dan Kramadibrata (1996). Meskipun Q-system pada awalnya dikembangkan untuk
membantu perhitungan kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah, ternyata
juga dapat diaplikasikan pada penggalian di permukaan (Kramadibrata, 1996).

Rippability adalah kemudahan tanah atau batuan yang dapat digali secara
mekanis. rippability batuan dikendalikan oleh banyak parameter termasuk
kekuatan uniaksial, derajat pelapukan, abrasivitas, dan jarak diskontinuitas.
Biasanya, lapuk batuan bertingkat atau dilaminasi, dan batuan rekah dengan luas
yang rippable. Sebaliknya, batu besar atau kristal, dan batu tanpa pesawat
kelemahan biasanya non-rippable.


Seismik refraksi secara historis metode geofisika digunakan untuk secara tidak
langsung mentakdirkan tingkat rippability. Ini telah menjadi metode yang disukai
berdasarkan uji lapangan yang dilakukan oleh Perusahaan Caterpillar, berkaitan
kecepatan seismik untuk rippability. Kecepatan seismik yang diukur dalam survei
seismik refraksi menyediakan ukuran kualitatif dari kekuatan batuan dan adanya
patah tulang utama. Dalam sebuah survei seismik refraksi khas data diproses dan
hasilnya disajikan sebagai model layered, dengan masing-masing lapisan terdiri
dari kecepatan seismik konstan. Survei tomografi modern dapat memberikan
model resolusi yang lebih tinggi dari variasi kecepatan seismik dengan
kedalaman, memungkinkan untuk analisis yang lebih rinci. Metode resistivitas
listrik dapat digunakan sebagai metode pelengkap dengan survei seismik refraksi,
karena resistivitas berguna dalam membedakan kompeten dari batuan batu dalam
banyak kasus.
Contoh di bawah ini menampilkan refraksi survei seismik tomografi dilakukan
selama terak tumpukan di situs smelter tua untuk membantu dalam perencanaan
perbaikan untuk daerah. Panel atas menampilkan hasil pemodelan tomografi
kecepatan seismik, antarmuka antara layer 1 dan layer 2 dari berlapis hasil model
bumi yang lebih tradisional juga ditampilkan untuk perbandingan. Analisis
kecepatan seismik dikombinasikan dengan data lubang bor di seluruh situs
menghasilkan model berlapis kekuatan batuan di tengah panel. Hal ini telah
dibatasi oleh cakupan raypath (sensitivitas model) di panel bawah.

You might also like