You are on page 1of 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Stroke
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global (menyeluruh) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
1
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan
kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).
1
Stroke iskemik yaitu iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
2
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan
iskemia (penurunan aliran) dan hipoksia di bagian distal. Hemoragik dalam otak secara
signifikan meningkatkan tekanan intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang
dihasilkannya.
2

2.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak
Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis
interna. Cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus serebri willisi.
7
1. Arteri Karotis
Arteri karotis komunis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis
komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah,
tiroid, dan lidah. Cabang dari arteri karotis eksterna, yaitu arteri meningea media, memperdarahi
struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater.
Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus
karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya yang berespon terhadap
perubahan tekanan darah arteri, yang secara refleks mempertahankan suplai darah ke otak dan
tubuh.
7
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari
arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang, arteri karotis
interna mempercabangkan arteri ophtalmika yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior
menyuplai darah pada nukleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus
kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis.
7
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis dan
frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
7


2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata (trunkus brakhiosefalika), sedangkan
arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua
arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris membentuk sepasang arteri
serebri posterior setinggi otak tengah. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini mendarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah, dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, apparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
7

3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh pembuluh
anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus willisi.
7





(Gambar. 2)

(gambar. 3)
2.3. FaktorResiko
Stroke memiliki hubungan yang erat dengan pembuluh darah di mana terjadi gangguan
aliran darah ke otak.Ada berbagai hal yang menyebabkan atau memperparah stroke, yang disebut
dengan faktor risiko.Faktor risiko stroke itu terdiri atas dua hal, yang pertama adalah faktor
risiko mayor dan kedua adalah faktor risiko minor (Adib, 2009).
Faktor risiko mayor (faktor dominan) biasanya merupakan penyakit dan gangguan lain
yang memang sudah bersarang di tubuh penderita stroke. Faktor-faktor tersebut adalah
hipertensi, penyakit jantung, dan sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis (gejala-gejala
pengerasan pembuluh darah), gangguan pembuluh darah koroner, gangguan pembuluh darah
karotis, klaudikasio intermitten (nyeri yang hilang timbul), denyut nadi perifer tidak ada,
diabetes mellitus, polisitemia, pernah terserang stroke, hiperlipidemia, tingginya sel darah merah,
gangguan pembuluh darah, penyakit pada katup jantung atau otot jantung yang disebut
endocarditis, mengerasnya pembuluh arteri (aterosklerosis, atau penumpukan kolesterol pada
dinding arteri), ketidaknormalan irama jantung seperti atrial fibrillation.
Faktor risiko minor ini antara lain adalah kadar lemak darah yang tinggi, hematokrit
tinggi, merokok, kegemukan (obesitas), kadar asam urat tinggi, kurang gerak badan/olahraga,
fibrinogen tinggi, suku bangsa (negro/spanyol), jenis kelamin (pria), penyalahgunaan obat-
obatan (narkoba). Bila faktor risiko ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan
stroke dapat dikurangi.

2.4. Stroke Iskemik
2.4.1. Etiologi Stroke Iskemik
Beberapa penyebab stroke iskemik, diantaranya :
3
1. Trombosis
a. Aterosklerosis
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik)
d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
2. Embolisme
a. Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit
jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri
vertrebralis distal.
c. Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah peradarahan subarakhnoid.

2.3.2. Klasifikasi Stroke Iskemik
Menurut modifikasi Marshall, stroke iskemik diklasifikasikan menjadi :
4

1. Trancient Ischemic Attack (TIA)
Serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal
yang cenderung membaik dalam waktu 24 jam.
2. Trombosis serebri
Stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak
karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak
lancar.
3. Emboli serebri
Stroke yang disebabkan oleh oklusi lumen pembuluh darah otak karena emboli
(gumpalan-gumpalan kecil yang terlepas dari trombus yang lebih besar), bisa berasal
dari arteri distal atau jantung.
2.3.3. Patogenesis Stroke Iskemik
Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat trombus
(bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat
lain di tubuh).
4

a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis. Sering
kali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (Transient Ischemic
Attack, TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA mungkin terjadi
ketika pembuluh darah aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen
otak meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis yang berat.
Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam. TIA yang sering terjadi
meningkatkan resiko terjadinya stroke trombotik. Selama periode perkembangan stroke,
individu dikatakan mengalami stroke in evolution yang dapat berlangsung selama 24 jam.
Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan mengalami stroke lengkap (completed
stroke).
4
b. Stroke Embolik
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark
miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis atau
aorta.
4
2.3.4. Manifestasi Klinis Stroke Iskemik
Pada stroke iskemik akibat trombus, dapat terjadi defisit neurologik yang progresif
dengan kesadaran biasanya baik. Defisit neurologik berupa hemiparese, hemihiperestesia,
disartria, refleks babinski positif. Serangan terjadi saat istirahat dan sering pada usia lebih dari 50
tahun.
2

Sedangkan pada stroke iskemik akibat emboli, umumnya terjadi defisit neurologik yang
mendadak dan maksimal, biasanya berupa hemiplegi, defek medan penglihatan atau afasia.
Kadang ada nyeri kepala disisi embolus berada. Kesadaran tidak menurun dan fungsi vital tidak
terganggu kecuali bila embolus menyangkut di pembuluh darah besar. Serangan sering terjadi
saat pasien beraktivitas.
2

2.4. Stroke Hemoragik
2.4.1 Etiologi
1. Penyebab perdarahan intraserebral :
5
- Hipertensi (80%) - Aneurisma
- Malformasi arteriovenous - Antikoagulan
- Gangguan koagulasi seperti hemofilia - Trauma
- Vaskulitis - Idiophatic
(6)
2. Penyebab perdarahan subaraknoid :
5
- Aneurisma (70-75%) - Malformasi arterivenous (5%)
- Antikoagulan ( < 5%) - Vaskulitis (<5%)
- Tumor ( < 5% ) - Tidak di ketahui (15%)


2.4.2 Klasifikasi Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun
karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada
hipertensi dan angiopati amiloid.
5
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subaraknoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-sebab
yang lain. Perdarahan subaraknoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
5

2.4.3 Patogenesis
Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik yang dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu, perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid.
6
1. Perdarahan intraserebral
Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah
lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah
otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang
melebihi toleransi.
6
2. Perdarahan subaraknoid
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam
ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak
atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar
10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.
6

2.4.4 Manifestasi Klinis
Stroke Hemoragik Perdarahan Intraserebral
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
Gejala yang paling sering adalah ketidak mampuan berdiri atau berjalan (ataksia).
Tingkat kesadaran bervariasi mulai dari normal, penurunan kesadaran yang berat sampai
koma. Dapat dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
2

Stroke Hemoragik Perdarahan Subarakhnoid
Nyeri kepala yang hebat dan mendadak. Hilangnya kesadaran yang diikuti dengan
kejang. Kelemahan separuh anggota gerak dan afasia.
2

2.5. Diagnosis Stroke

Untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik dapat menggunakan algoritma dan
penilaian yang diambil berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik pada pasien.
Algoritma dan penilaian dengan skor untuk membedakan stroke yang sering dipakai di Indonesia
adalah algoritma Stroke Gajah Mada dan Siriratj Stroke Score.
7,
Tabel 1. Penilaian Siriraj Stroke Score (SSS)
7

No. Gejala/Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos Mentis
(1) Mengantuk
(2) Semi
koma/Koma

X 2,5

1
2. Muntah (0) Tidak
(1) Ya
X 2 1
3. Nyeri Kepala (0)Tidak
(1) Ya
X 2 1
4. Tekanan Darah Diastolik X 10% 1
5. Ateroma
a. DM
b. Angina Pektoris
c. Kaludikasio
Intermiten

(0) Tidak
(1) Ya

X (-3)


-
6. Konstanta -12 -12
Hasil SSS ?
Catatan : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

Algoritma Skor Gajah Mada






















Gambar. 4

Penderita stroke akut
Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, dan reflek babinski
dengan atau tanpa
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (-) dan reflek babinski
(-)
ya
stroke iskemik akut atau
stroke infark

Ketiganya atau 2 dari
ketiganya ada (+) ya
stroke perdarahan
intraserebral
tidak
penurunan kesadaran (+)
nyeri kepala (-) dan reflek
babinski (-)

ya
stroke perdarahan
intraserebral
tidak
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (+) dan reflek babinski
(-)
ya
stroke perdarahan
intraserebral
tidak
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (-) dan reflek babinski
(+)
ya
stroke iskemik akut atau
stroke infark
tidak
Penegakan diagnosis stroke juga dapat menggunakan modalitas pencitraan seperti CT Ssan
dam MRI. Tujuan dari pemeriksaan radiologis ini pada umumnya adalah untuk menyingkirkan
stroke hemoragik sehingga tatalakasana terhadap stroke iskemik dapat segera dilakukan.
Beberapa modalitas radiologi yang dapat dipergunakan antara lain CT scan dan MRI.
7
Pemeriksaan CT scan merupakan modalitas radiologi utama yang digunakan untuk
menunjang diagnosis stroke. CT scan memiliki prinsip kerja yang sama dengan sinar-X yang
lain. Sinar-X akan menyerap berbeda terhadap bagian tubuh yang berbeda pula. Tulang
menyerap lebih banyak sinar-X, sehingga tulang akan menunjukkan warna putih pada bayangan
yang ditampilkan. Air (dalam ventrikel cerebral, cairan dalam ruang tengah otak) menyerap
sedikit dan menunjukkan warna hitam. Otak agak padat dan menunjukkan warna abu-abu.

CT
scan yang dipergunakan dapat berupa Non-Contrast CT, CT Perfusi, dan CT Angiografi.
9
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih yang menggunakan
medan magnet, frekuensi radio tertentu, dan seperangkat computer untuk menghasilkan gambar
irisan penampang otak. MRI mendeteksi kelainan neurologi lebih baik dari CT scan misalnya
stroke, abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple sclerosis. Multimodal MRI dapat
menggambarkan kehadiran, ukuran, lokasi, perluasan, dan efek iskemia otak akut,
mengidentifikasi jaringan hipoperfusi yang memiliki risiko infark, dan menunjukkan fitur
tambahan dari patologi serebrovaskular. MRI juga dapat mendeteksi atau menyingkirkan ICH
(Intracranial Haemorrhage) dengan akurasi yang sebanding dengan CT.
10

2.6. Pemeriksaan Radiologi pada Stroke
2.6.1. Pemeriksaan Radiologi pada Stroke Iskemik
- CT Scan kepala non kontras (Non-Contrast Computed Tomography / NCCT)
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara cepat. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses, arterovenous malformation).
7

CT Scan dapat mendeteksi efek iskemia pada jaringan otak. Iskemia merupakan
kondisi fungsional yang mana terjadi aliran darah yang abnormal yang menginisiasi
terjadinya edema sitotoksik neuroral dan endothelial. Peningkatan cairan di otak
menyebabkan perlemahan X-Ray, dan terlihat sebagai hipodensitas pada CT Scan, paling
sering di daerah arterial seperti insular korteks, nucleus lentiform, dan gray-white matter
junction.
8

Ada beberapa perubahan yang spesifik yang hampir pasti menggambarkan proses-
proses patologis pada iskemia, dikenal dengan Early Ischaemic Change (EIC/Perubahan
Iskemik awal). Sejak diketahui adanya Early Ischaemic Change ini, anggapan sebelumnya
bahwa CT hingga beberapa jam setelah onset stroke memiliki sensitifitas yang rendah adalah
tidak berdasar, sedikitnya sekitar 70% kasus oklusi middle cerebral artery (MCA), tanda-
tanda EIC muncul dalam 3 jam setelah onset.
8


Gambar 5. Tanda awal infark. NCTT menunjukkan hipodensitas nukleus lentiform
(panah di A), hilangnya gray-white matter interface (panah di B), hipodensitas di
nukleus lentikular (panah di C),middle cerebral/basilar artery sign (panah di D), dan
hilangnya insular ribbon (panah di E).
9


Pada NCCT, hiperdensitas di proksimal arteri intracranial the hyperdense artery
sign menggambarkan tromboembolisme akut. Tanda ini dapat dideteksi di middle cerebral
artery (MCA), posterior serebri dan arteri basilar. Trombus di cabang-cabang silvian MCA
tampak sebagai spot yang terang (MCA Sylvian dot).
10



Gambar 6. A dan B, Baseline CT scan, wanita usia 80 tahun dengan aphasia,
hemiparesis kanan, dan hemianopia kanan, 3 jam setelah onset. CT scan
menunjukkan hiperdensitas pada M2 branch di fissure silvian (MCA dot sign), yang
juga tampak lebih padat dari sisi kontralateral (panah hitam).berkaitan dengan
hilangnya diferensiasi gray-white matter dan hipodensitas parenkim di lobus
temporal dan parietal (panah putih). C dan D, 24 jam setelah onset. MCA dot sign
masih terlihat (panah hitam).
11


Gambar 7. Hiperdensitas MCA (Middle Cerebral Artery)
di bagian kiri (panah hijau) mewakili intraluminal thrombus.
12

Tanda hiperdens MCA (hyperdense MCA sign {HMCAS}) ditemukan pada 40 50%
pasien dengan infark MCA. 36 jam setelah pengobatan, HMCAS hilang hampir pada 50%
pasien. setelah 2 minggu, HMCAS tidak terlihat lagi pada 95% pasien, bahkan ketika
trombolitik tidak digunakan.
12











Gambar 8. Hipodensitas jaringan di kiri nucleus lentiform.
12

Insular ribbon sign adalah hilangnya gray-white interface di margin lateral insula.
Area ini disuplai oleh segmen insular MCA dan terutama sekali mudah mengalami iskemia
karena dia merupakan bagian yang paling distal dari kolateral anterior ataupun posterior.
Insular ribbon sign dapat melibatkan hanya anterior insula saja atau posterior insula.
13


Gambar 9. CT menampakkan hilangnya insular ribbon kiri (panah hitam),
bandingkan dengan tampilan normal insular ribbon kanan (padanh kosong).
14


Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12
jam setelah onset stroke, terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA(Middle Cerebral Artery) - oklusi MCA, asimetris sulkus, dan
hilangnya batas gray-white matter korteks serebri.

Gambar 10. CT brain scan menunjukkan infark sirkulasi anterior total hemisfer kanan.
(A) scanning 4 jam setelah onset. (B) saat 5 hari setelah onset. catatan di (A) subtle
sign pada infark yang dini: tidak tampaknya ganglia basalis di kanan (panah putih
bandingkan dengan yang kiri dimana nukleus kaudatus dan lentiform dapat dilihat
dengan jelas), hilangnya batas antara substansia alba-grisea (kepala panah hitam),
sedikit pembengkakan dengan penipisan sulkus (panah hitam dan bandingkan dengan
yang di kiri). Dihari kelima terdapat hipodensitas yang jelas dan pembengkakan infark
yang massif dengan midline shift dan obstruksi ventrikel lateral kiri.
10


Pada iskemia stadium awal, sering normal atau hanya sedikit abnormalitas. Selama
hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat atau oval dan batasnya kurang tegas.
Kemudian menjadi lebih hipodense dan gelap, dan lebih seperti baji (wedge-like) dan
berbatas.Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan
ketiga onset. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang dapat mengaburkan
lesi.
10
Tabel 2. Gambaran CT-Scan Stroke Infark (non-Hemoragik)
6

Interval antara onset
dan pemeriksaan CT
Scan
Temuan pada CT scan
<24 jam Efek masa dengan pendataran gyrus yang ringan atau
penurunan ringan densitas substansua alba dan grisea.
24 48 jam Didapatkan area hipodens (ringan hingga berat)
3 5 hari Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan adanya
edema sitotoksik dan mungkin didapatkannya efek masa
6 13 hari Daerah hipodens lebih homogeny dengan batas yang tegas
dan didapatkan penyangatan pada pemberian kontras.
14 21 hari Didapatkan fongging efek (daerah infark menjadi isoden
seperti daerah sekelilingnya tetapi dengan pemberian
kontras didapatkan penyangatan.
>21 hari Area hipodens lebih mengecil dengan batas yang jelas dan
mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.


- CT Perfusion (CTP)
CTP digunakan jika pada NCCT menunjukkan tanda-tanda stroke non-hemoragik,
dengan demikian CTP merupakan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis stroke non-
hemoragik. CTP merupakan teknik imaging fungsional yang menyediakan informasi penting
tentang hemodinamik kapiler parenkim otak dan merupakan komponen yang dapat
digunakan untuk memperkuat NCCT dan CT angiografi dalam mengevaluasi stoke akut,
vasospasme, dan kelainan neurovascular lainnya. CTP kritis dalam menentukan luas infark
otak yang ireversibel (infarct core) dan iskemik berat jaringan yang masih dapat
diselamatkan/salvageable tissue (penumbra).
15


Gambar 11. Gambar ilustrasi stroke akut: inti jaringan infark yang ireversibel
berkaitan dengan penurunan CBV yang dikelilingi oleh bagian iskemik yang
reversible/salvageable tissue (penumbra) dengan penurunan CBF, peningkatan
MTT, dan normal CBV.
16

CTP adalah teknik yang relative baru yang dapat mengevaluasi perfusi serebral secara
cepat baik kualitatif maupun kuantitatif dengan membuat pemetaan cerebral blood flow
(CBF), cerebral blood volume (CBV), dan mean transit time (MTT), dan time to peak
(TTP). MTT adalah waktu yang diperlukan darah untuk melewati capillary meshwork. TTP
berkenaan dengan waktu yang diperlukan kontras untuk mencapai enhancement maksimal
(nilai HU) di Region of Interest (ROI) yang dipilih sebelum nilainya mulai berkurang.CBV
adalah volume darah yang tersedia per unit jaringan otak dan biasanya diukur dengan satuan
milliliter per 100 gm otak.CBF adalah kecepatan aliran volume darah yang melalui vaskuler
serebral.
9,17

Pada stroke iskemik, dengan menurunnya CBF, autoregulasi serebral menjamin CBV
yang adekuat dengan mendilatasi kapiler akibatnya menyebabkan meningkatnya MTT dan
CBV. Ini berlanjut hingga penururan CBF mencapai level kritis (biasanya 20% dari nilai
normalnya), yang mana pada poin ini autoregulasi gagal dan terjadi CBV dan CBF. CTP,
dengan mengukur nilai-nilai ini, mencoba untuk mengidentifikasi berapa banyak area otak
yang iskemik dan/atau infark. Secara umum, jika CTP menunjukkan penurunan CBF dengan
CBV yang stabil atau meningkat, menandakan reversible iskemia; jika CBF dan CBV turun
dibawah level kritis, menandakan irreversible infark.
9


Tabel. 3 Analisis CT perfusion pada stroke iskemik hiperakut.
16
Analytic tool
Entitas MTT CBF CBV Nonenhanced
CT
Penumbra Meningkat
(>145%)
Menurun Normal atau sedikit
meningkat
Normal atau
edema otak
Infark
core
Meningkat Menurun
nyata
Menurun nyata (<2.0
mL 100 g
-1
)
Hipoatenuasi
parenkim

Dibawah ini ditampilkan gambaran CTP yang diperoleh dari pasien penderita stroke
iskemik yang menunjukkan defek perfusi yang luas di bagian MCA kiri.


Gambar 12. Gambaran CTP yang diperoleh dari pasien dengan stroke iskemik
menunjukkan defek perfusi yang luas di bagian MCA kiri. (A). NCCT: menunjukkan lesi
hipodens pada teritori yang diperdarahi MCA. (B), (C), dan (D) masing-masing
menunjukkan peta CBF, CBV, dan MTT. Indikator: semakin berwarna merah dikatakan
meningkat. Semakin biru dikatakan menurun (A) peta CBF.menunjukkan penurunan
penurunan CBF di area yang diperdarahi oleh MCA. (B). peta CBV: menunjukkan
penurunan CBV di sebagian area yang diperdarahi MCA. (D). peta MTT. menunjukkan
peningkatan MTT di hampir sebagian hemisfer kiri. Untuk mementukan area infark,
bandingkan area yang abnormal pada peta CBV dengan area abnormal pada MTT. Area
yang sama (matched) adalah infark core, sementara area yang tidak sama (mismatched)
adalah penumbra.
29


- CT Angiografi
Tujuan atau kegunaan utama CT Angiografi adalah untuk menampakkan arteri-arteri
besar servikal dan intracranial dan dengan demikian membantu menemukan tempat
penyumbatan, diseksi arteri, derajat aliran darah kolateral, dan mengetahui karakter
aterosklerosis. Informasi ini membantu memprediksi secara akurat luas dan lokasi infark dan
sangat bermanfaat dalam menyediakan guidance intervensi neuroradiologis. Sebagai
tambahan, CT angiografi khususnya penting untk mendeteksi thrombosis sistem
vertebrobasiler, yang mana sangat sulit untuk dideteksi pada Nonenhanced CT (NCCT) dan
batang otak sering tidak termasuk dalam cakupan perfusion.
16

CT angiografi merupakan suatu thin-section volumetric CT examination yang
dilakukan dengan menggunakan bolus media kontras noninonik (300 400 mg iodine/ml)
untuk meng-enhance arteri karotis dan arteri vertebral di leher, serta sirkulus willisi.
Pemeriksaan meliputi daerah dari arkus aorta ke vertex, dengan ketipisan potongan yang
minimum dan pitch yang dikurangi.
16



Gambar 13. Angiogram serebral.Injeksi Arteri karotis internal kanan (panah pendek)
terlihat di proyeksi anteroposterior.Middle (panah panjang) dan anterior (kepala panah)
cerebral arteri dapat dilihat. Gambar A (preoperative) menunjukkan Oklusi middle
cerebral artery (MCA). Gambar B diambil setelah intra-arterial thrombolysis.Terjadi
rekanalisasi dengan perbaikan aliran darah ke divisi superior.



b. MRI

Gambaran MRI pada kejadian stroke non-hemoragik tergantung dari waktu kejadian
onset dan waktu ketika MRI dilakukan. Gambaran MRI stroke hiperakut (0-24 jam) DWI dapat
mendeteksi perubahan iskemik dalam beberapa menit setelah onset. Penurunan gerakan proton
dideteksi sebagai penurunan ADC (Apparent diffusion coefficient).
18



Gambar 14. MRI pada stroke akut. Kiri: diffusion-weighted MRI pada stroke
iskemik akut yang diambil 35 menit setelah onset gejala. Kanan: Apparent diffusion
coefficient (ADC) map yang diambil pada pasien yang sama dan waktu yang sama.
18


Pada proses awal iskemia serebral, PWI, menggunakan injeksi bolus kontras atau spin-
taggingof the protons di cairan darah, menampakkan penurunan CBF dan CBV dan peningkatan
MTT darah melalui otak.
18


Gambar 15. MRI pada stoke akut. Kiri: Perfusion-weighted MRI pada 1 jam setelah
onset gejala stroke. kanan: Mean Transfer Time (MTT) map pada pasien yang
sama.
18


Persamaan (matched) abnormalitas pada Diffusion-Perfusion-weighted berkorelasi dengan
region infark dan merupakan indikasi terjadi kematian neuronal yang permanen. Ketidaksamaan
(mismatched) abnormalitas pada Diffusion- dan Perfusion-weighted dimana abnormalitas
perfusion lebih besar daripada diffusion dapat mengindikasikan region penumbra (reversible
iskemik).
18


Gambar 16. MRI pada stroke akut. Diffusion-perfusion mismatch pada stroke
iskemik akut. abnormalitas perfusi (kanan) lebih besar daripada abnormalitas
difusi (kiri), mengindikasikan penumbra iskemik, yang memiliki risiko infark.
18


2.6.2. Pemeriksaan radiologi stroke Hemoragik
Modalitas radiologis pada stroke Hemoragik, baik intraserebral maupun ekstraserebral,
adalah Non-Contrast CT Scan dan MRI. CT angiografi dan CT perfusi tidak dilakukan pada
stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena pada CT angiografi dan CT perfusi dilakukan
dengan menggunakan kontras, yang mana pemberian kontras pada stroke hemoragik ditakutkan
dapat menambah volume darah yang terkumpul di rongga intrakranial.



1. Pemeriksaan radiologis stroke hemoragik intraserebral.
a. CT Scan (Non-Contrast CT)
Penggambaran perdarahan pada CT ditentukan oleh derajat atenuasi pancaran sinar X, yang
mana proporsional untuk densitas protein hemoglobin (relative konsentrasi plasma) dalam
hematom.

Hematoma mengandung kumpulan eritrosit, leukosit, trombosit, dan protein serum yang
memiliki penampilan yang berbeda masing-masingnya pada CT dengan atenuasi di antara
30 60 Hounsfield units (HU), tergantung pada derajat tekanan plasma. Pada fase
hiperakut, perdarahan mungkin sulit dibedakan dari korteks normal karena atenuasi yang
sama. Hingga beberapa menit sampai beberapa jam, terbentuk bekuan darah dan
meningkatkan atenuasi hingga 60 80 HU. (gambar 12). Tarikan bekuan dan tekanan serum
dapat lebih lanjut meningkatkan atenuasi hingga 80 100 HU di pusat hematom, sehingga
pada gambaran CT tampak sebagai lesi hiperdens.
28

Mengikuti hari-hari berikutnya, sel-sel dan protein pecah dan dihilangkan oleh makrofag,
menyebabkan penurunan atenuasi yang terjadi secara perlahan, dengan penurunan yang
paling banyak di perifer hematom dan berkembang berangsur-angsur ke arah pusat (gambar
12B dan 12C). Dalam 4 hingga 9 hari, atenuasi hematoma menurun hingga sama dengan
atenuasi korteks, dan antara 2 hingga 3 minggu sama dengan white matter.
28



Gambar 17. Penggambaran CT pada pendarahan. Serial CT scans pada hematoma
thalamus dekstra. (A) Akut ICH (Iintra Cerebral Hemorrhage) di thalamus kanan
ditunjukkan oleh adanya daerah hiperdens di daerah thalamus kanan dengan atenuasi
rata-rata 65 HU (B) CT yang diambil 8 hari setelah (A); disekeliling hematom
menjadi isodens dengan otak sedangkan pusat hematom memiliki atenuasi rata-rata 45
HU. (C) CT yang diambil 13 hari setelah (A) menunjukkan evolusi hematoma dengan
penurunan atenuasi. (D) CT yang diambil 5 bulan kemudian setelah (A) menunjukkan
arena kecil ensephalomalasia di lokasi hematom sebelumnya.
28

Blood fluid level mungkin dapat dilihat pada ICH yang sedang atau luas dalam jam-jam
pertama setelah onset, the dependent portion menunjukkan atenuasi yang lebih tinggi
(gambar 13) akibat sedimentasi elemen-elemen selular. Gambaran ini mungkin lebih sering
pada ICH yang disebabkan karena antikoagulasi, tapi tidak spesifik dan juga telah
dideskripsikan pada ICH akibat hipertensi, trauma, tumor, atau malformasi arteri-vena.
Hubungan dengan interval waktu yang pendek dengan onset ICH, dan dalam beberapa kasus
dengan antikoagulasi, menimbulkan spekulasi bahwa pembekuan yang inkomplit
diperlukan untuk formasi blood-fluid level.
28


Gambar 18. CT dengan blood-fluid level. Pasien wanita usia 77 tahun, koma selama 4
jam. CT scan menunjukkan hematoma massif di hemisfer sinistra dengan blood-fluid
level.
28


b. MRI
Penampilan dan evaluasi perdarahan di intracranial pada MRI secara primer tergantung dari
usia hematoma dan sequensial imaging atau parameter (misalnya T1-WI, T2-WI). Pengaruh
lainnya adalah tempat pendarahan, tekanan parsial oksigen local, pH local, hematokrit
pasien, konsentrasi gula local, konsentrasi hemoglobin, integritas blood-brain barrier, dan
temperature pasien.
34

Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal hiperakut:

Gambar 19. Axial MRI menunjukkan hematoma hiperakut di kapsula eksterna kanan dan
korteks insula pada pasien hipertensi. Axial T1-WI menunjukkan lesi isointense hingga
hipointense di region temporoparietal kanan yang hiperintense pada T2-WI.
34


Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal akut:

Gambar 20. MRI menunjukkan hematoma akut pada region frontal kiri. Axial T1-WI dan T2-
WI menunjukkan hipointensitas akibat hematoma. Sebuah lingkaran kecil dari edema
vasogenik melingkupi hematoma terlihat pada T2-WI.
34

Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal subakut awal:

Gambar 21. MRI menunjukkan hematoma subakut awal di region oksipital kiri. lesi ini terlihat
hiperintens pada T1-WI dan Hipointens pada T2WI dengan kelemahan akibat hematoma pada
gradient-echo (GRE) imaging. hematoma interventrikular juga tampak sebagai sinyal rendah
pada GRE imaging.
34

Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal subakut lanjut:

Gambar 22. MRI menunjukkan hemoragik subakut lanjut di kedua region talamuspada
pasien malaria serebral. T1-WI, T2-WI, dan GRE images semuanya menunjukkan
hiperintens hematoma. T2WI dan GRE menunjukkan lingkaran hipointens akibat
hemosiderin.
34







Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal subakut kronis.

Gambar 23. MRI menunjukkan hematoma kronik sebagai space-occupying lesion di
fossa posterior kiri. hematoma menunjukkan komponen subakut medial yang luas dan
komponen kronik lateral yang kecil. kronik komponen (panah) hipointens pada T1WI dan
T2WI . Hipointensitas ini diperjelas akibat efek darah mekar pada GRE.
34

2. Pemeriksaan radiologis stroke hemoragik ekstraserebral.

A. CT Scan (Non-Contrast CT)
Pada SAH (Subaraknoid Hemorrhage), CT scan adalah metode imaging yang sensitif dan
spesifik untuk deteksi SAH akut, tetapi tidak sensitif untuk medeteksi SAH subakut-kronik.
Untuk mendukung hasil pemeriksaan CT Scan pada SAH subakut kronik, digunakan
metode MRI fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) dan Gradient-Echo T2.
41

Pada CT Scan, lesi hiperdens akibat stroke hemoragik subaraknoid akut terdapat pada
lokasi-lokasi yang khas, yaitu pada fisura sylvian, supracellar cistern, basal cistern dan
quadrigeminal cistern. Selain itu, dapat pula mengisi ventrikel yang dapat dilihat di kornu
posterior ventrikel lateral.
41

Gambaran CT Scan pada stroke hemoragik subaraknoid ditunjukkan oleh gambar di bawah.


Gambar 24. Acute subaraknoid
hemorrhage (SAH) akibat ruptur
aneurisma di arteri komunikan anterior
pada pasien laki-laki usia 40 tahun. CT
Scan dilakukan 2 hari setelah onset
hemorragik. Gambar menunjukkan
pada level fisura sylvian dan ventrikel
lateral: CT scan menunjukkan SAH
sebagai area dengan atenuasi yang
tinggi pada fisura interhemisfer,
ambient cistern kiri, dan fisura
sylvian kiri (panah).
41

Gambar 25. Gambaran CT scan
subaraknoid hemorrhage (SAH)
subakut-kronik pada peremmpuan usia
69 tahun. Pada SAH subakut hingga
kronik sulit ditemukan tanda-tanda
hemoragik yang terjadi sehingga
diperlukan MRI untuk membantu
diagnosis.
41


B. MRI
Dengan MRI, pada hemoragik subarakhnoid akut, diperlihatkan pada gambar 26.


Gambar 26. Acute subaraknoid hemorrhage (SAH) due to a ruptured aneurysm of the anterior
communicating artery in a 40-yearold man. The images shown are at the level of the sylvian
fissures and lateral ventricles: (B) a T1-weighted MRI scan showing no high signal-intensity
areas; (C) a T2-weighted MRI scan showing no low signal-intensity areas; (D) a fluid-
attenuated inversion recovery image showing SAH as an area of high signal intensity in
the left sylvian fissure (arrowhead), and blood in bilateral occipital horns of the lateral
ventricles (arrows); (E) a gradient-echo T2*-weighted I mage showing blood as a low
signal-intensity area in bilateral occipital horns of the lateral ventricles (arrows).
41

Sedangkan gambaran MRI pada hemoragik subarakhnoid subakut-kronik diperlihatkan pada
gambar 27.


Gambar 27. Subacute-to-chronic subaraknoid hemorrhage (SAH) of unknown origin in a 69-
year-old woman. The images shown are at the supraventricular level: (B) T1-weighted; (C)
T2-weighted; and (D) fluid-attenuated inversion recovery images showing no evidence
of SAH (several subcortical bright signals can be seen); (E) a gradient-echo T2*-
weighted image showing SAH as low signal-intensity areas in the bilateral cortical sulci
(arrowheads).
41

You might also like