You are on page 1of 39

i

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2012
UNIVERSITAS HASANUDDIN


DISFUNGSI EREKSI



Disusun oleh :
Abdul Rashid bin Mohd Radzif
C 111 07 287

Pembimbing :
dr. Pipin Abdillah

Supervisor :
Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp.B., Sp.U.



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Abdul Rashid bin Mohd Radzif
NIM : C 111 07 287
Judul Referat : Disfungsi Ereksi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.


Makassar, Juli 2012


Koass, Pembimbing,



( Abdul Rashid bin Mohd Radzif ) (dr. Pipin Abdillah)


iii

DAFTAR ISI
Halaman judul . i
Lembar pengesahan .. ii
Daftar isi ... iii
I. Pendahuluan .. 1
II. Anatomi ... 2
III. Fisiologi .... 7
IV. Patofisiologi.. 16
V. Etiologi .... 18
VI. Faktor resiko .. 19
VII. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis . 20
b. Pemeriksaan fisik............................................................................ 23
c. Pemeriksaan penunjang...................................................................... 23
VIII. Penatalaksanaan... 24
IX. Komplikasi............................................................................................ 33
X. Prognosis................................................................................... 33
Daftar pustaka .... 34
Lampiran referensi







1

DISFUNGSI EREKSI

I. PENDAHULUAN
Salah satu aspek penting yang ikut menentukan kualitas hidup manusia ialah
kehidupan seksual. Karena itu aktivitas seksual menjadi salah satu bagian dalam
penilaian kualitas hidup manusia. Kehidupan seksual yang menyenangkan
memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Sebaliknya, kalau kehidupan
seksual tidak menyenangkan, maka kualitas hidup terganggu.
Dalam perkawinan, fungsi seksual mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai
sarana untuk reproduksi (memperoleh keturunan), sebagai saranan untuk
memperoleh kesenangan atau rekreasi, serta merupakan ekspresi rasa cinta dan
sebagai sarana komunikasi yang penting bagi pasangan suami-istri. Fungsi seksual
merupakan bagian yang turut menentukan warna, keharmonisan dan kekompakan
pasangan suami-istri.
Suatu penelitian di Amerika, pada wanita, dilaporkan 33% mengalami
penurunan hasrat seksual, 19% kesulitan dalam lubrikasi, dan 24% tidak dapat
mencapai orgasme. Statistik pada pria juga bermakna. Kesulitan yang umum
dilaporkan pada pria meliputi ejakulasi dini (29%), kecemasan terhadap kemampuan
seksual (17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%). Selain itu 10% dari pria yang
disurvei melaporkan kesulitan ereksi bermakna, angka prevalensi menurut usia-lebih
dari 20% pria berusia di atas 50 tahun melaporkan masalah ereksi.
Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap
atau terusmenerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang
berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan.




2

Sampai saat ini, seorang pria tidak dapat mencapai atau mempertahankan
ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual penetratif telah disebut
sebagai 'impoten'. Istilah ini, memiliki konotasi negatif yang berarti kehilangan
kehebatan termasuk dalam aspek mental dan fungsi fisik. Dengan demikian, saat ini,
'disfungsi ereksi' istilah yang spesifik dan diterimapakai.
1


Disfungsi ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan menetap untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk kinerja seksual yang
memuaskan. Tahun 1992, Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam Konferensi
Pengembangan Konsensus, merekomendasikan penggunaan kata disfungsi ereksi
sebagai istilah yang lebih disukai sebagai pengganti kata impotensi. Tidak ada
konsensus universal atau persepakatan tentang kriteria diagnosis (yaitu,
ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup
untuk kinerja seksual yang memuaskan) dan durasi ereksi yang harus dipertahankan
untuk memenuhi definisi ini. Oleh itu, Waktu lebih dari 3 bulan telah disarankan
sebagai guideline klinis yang wajar.
2


II. ANATOMI
Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar
tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak
meruncing ke depan. Penis adalah organ seks utama yang letaknya di antara kedua
pangkal paha. Penis mulai dari arcus pubis menonjol ke depan berbentuk bulat
panjang

Panjang penis orang Indonesia dalam keadaan flaksid dengan mengukur dari
pangkal dan ditarik sampai ujung adalah sekitar 9 sampai 12 cm. Sebagian ada yang
lebih pendek dan sebagian lagi ada yang lebih panjang. Pada saat ereksi yang penuh,
penis akan memanjang dan membesar sehingga menjadi sekitar 10 cm sampai 14 cm.
Pada orang barat (caucasian) atau orang Timur Tengah lebih panjang dan lebih besar
yakni sekitar 12,2 cm sampai 15,4 cm.
4
3

Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil atau bagian yang dapat
mengecil atau flaksid dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari penampang
horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan
kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus
kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan
jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang
disebut fascia buck.
4
Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid.
Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk
menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina.
Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel.

Selanjutnya sinusoid
berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah
menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena
dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.
4
Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan
parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis
(sumsum tulang belakang). Khusus saraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla
spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya
saraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan
akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Saraf ini
memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot - otot polos.
4

4


Gambar 2. Perineum dan alat kelamin pria eksternal: diseksi mendalam
4
Saraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls
(rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan
penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu
dengan saraf- saraf lain yang membentuk nervus pudendus.
4

Saraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang)
melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri
atau bersama-sama melalui saraf-saraf di atas akan menghasilkan ereksi penis.
4
5


Gambar 3. Tiga set saraf perifer terlibat dalam ereksi penis: dua adalah otonom dan satu somatik.
Saraf parasimpatis berasal dari segmen kedua hingga sakral keempat (S2-S4), sedangkan saraf
simpatik memiliki tubuh preganglionik mereka sel di kolom sel intermediolateral dari (T10-L2)
segmen torakolumbalis. Serat somatik perjalanan di saraf pudenda dan badan-badan sel mereka yang
terletak di S2-S4 segmen.
5
Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteri
penis kommunis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke
korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau
arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus
spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi
arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau
tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau
6

pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat
kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga
sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi.
4

Gambar 4. A.Suplai srterial pada penis B dan C drainase venous pada penis.
3

Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus
yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang
karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di
sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung
membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga
penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung.
4


7


Gambar 5. Setiap corpus cavernosum dikelilingi oleh selubung fibrosa tebal, tunika albuginea, yang
membatasi perluasan jaringan ereksi, menghasilkan peningkatan tekanan intracorporal dan, akhirnya,
ereksi selama periode rangsangan seksual. Masing-masing memiliki korpus kavernosus arteri terpusat
berjalan, yang memasok darah ke ruang lacunar beberapa, yang saling berhubungan dan dilapisi oleh
endotelium vaskular
1
III. FISIOLOGI
Ereksi penis adalah proses kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor
saraf, psikologis, vaskuler, dan hormonal. Jalur fungsi seksual yang normal pada
laki-laki terdiri dari empat tahap: gairah seksual (yaitu, libido), ereksi, ejakulasi
(yaitu, orgasme), dan detumescence (keadaan normal penis).
2,5

A. Hemodinamika Ereksi
3,7

Pada waktu ereksi, volume penis bertambah karena terkumpulnya darah
dalam korpus kavernosum dan korpus spongiosum. Pada orang yang berdiri, penis
yang ereksi akan membentuk sudut antara 0
0
dan 45
0
dari bidang horizontal. Pada
keadaan demikian batang penis terasa kaku dan tekanan intrakavernosum mendekati
tekanan rata rata pembuluh darah nadi. Pada keadaan demikian, volume darah
dalam penis meningkat lebih dari delapan kali dibandingkan saat lemas.
8

Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens diringkaskan menjadi
beberapa fase, yaitu:
1. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah
pengaruh sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos
kavernosum berkontraksi. Arus darah ke korpus kavernosum minimal dan
hanya untuk keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat
dicatat, menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi. Arus darah
vena terjadi secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria.
2. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks,
sistem saraf parasimpatik mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah
melalui arteria pudendus interna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan
tekanan arteria sistemik. Tahanan perifer menurun oleh berdilatasinya arteri
helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang, tetapi tekanan intrakavernosa
tidak berubah.
3. Fase 2, fase tumesens (mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal,
peningkatan yang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flasid dapat
mencapai 25 60 kali. Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat.
Karena relaksasi otot polos trabekula, daya tampung kaverne meningkat
sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksi penis. Pada akhir fase
ini, arus arteria berkurang.
4. Fase 3 merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan
mengembang dan bersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan
menyebabkan tertekannya pleksus venula subtunika ke arah tunika albuginea
sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnya tekanan intrakaverne meningkat
sampai sekitar 10 20 mmHg di bawah tekanan sistol.
5. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan
intakaverne meningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi
volunter ataupun karena refleks otot iskiokavernosus dan otot
bulbokavernosus menyebabkan ereksi yang kaku. Hal demikian
menyebabkan ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada aliran darah melalui
arteria kavernosus.
9

6. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik,
yang mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan
kontraksi otot polos trabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan
mekanisme venoklusi masih tetap diaktifkan.
7. Fase 6 yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan
tekanan intrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus
vena dan penurunan arus darah arteri.
8. Fase 7 atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan
cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun kembali
seperti sebelum perangsangan, dan penis kembali ke keadaan flaksid.

Gambar 6. A. Pada kondisi flaksid, arteri, arteriola, dan sinusoid berkontraksi. Pleksus vena
intersinusoidal dan subtunical terbuka lebar, dengan aliran bebas untuk vena emisari. B,
Dalam keadaan ereksi, otot-otot dinding sinusoidal dan arteriol bereleksasi, sehingga aliran
maksimal ke ruang sinusoidal.
3






10

B. Neuroanatomi dan Neurofisiologi ereksi
3,7


Gambar7. Neuroanartomi Penis.
3
a. Kontrol Perifer
Pembuluh darah, otot polos intrinsik dari penis, dan otot lurik
sekitarnya dikendalikan oleh saraf yang berasal dari tiga bagian yang
berbeda dari sistem saraf perifer yaitu simpatik torakolumbalis,
parasimpatis lumbosakral, dan somatik lumbosakral. Ereksi yang normal
membutuhkan partisipasi dari semua sistem ini.
i. Jalur Parasimpatik
Masukan preganglionik parasimpatik ke penis manusia berasal
dari sakral medulla spinalis (S2-S4). Pada kebanyakan pria, S3
adalah sumber utama dari serat erectogenic, dengan suplai lebih
kecil disediakan oleh baik S2 atau S4. Input parasimpatis
memainkan peran penting pada prostat, vesikula seminalis, vasa
deferentia, dan kelenjar bulbo-uretra. Serabut eferen parasimpatis
merangsang sekresi pada pria dari kelenjar bulbo-uretra dan
kelenjar Littre serta dari vesikula seminalis dan prostat.
5


11

ii. Jalur Simpatetik
Proses ejakulasi melibatkan dua tahap yaitu emisi dan ejakulasi.
Emisi terdiri dari pengendapan cairan dari kelenjar peri-uretra,
vesikula seminalis, dan prostat serta sperma dari vas deferens ke
dalam uretra posterior. Ini hasil dari kontraksi ritmis dari otot
polos pada dinding organ tersebut. Akumulasi cairan ini
mendahului ejakulasi dengan 1 sampai 2 detik dan memberikan
sensasi ejakulasi tak terhindarkan. Emisi berada di bawah kendali
simpatik dari saraf presakral dan hipogastrikus yang berasal dari
tingkat T10-L2 medulla spinalis. Ejakulasi proyektil melibatkan
penutupan terkontrol simpatik dari leher vesika urinaria,
pembukaan sfingter uretra eksternal, dan kontraksi dari otot bulbo-
uretra untuk propulsi dari ejakulasi. Ini merupakan otot lurik yang
dipersarafi oleh serabut somatik dari saraf pudenda. Orgasme
dapat terjadi walaupun terjadi kerusakan pada ganglia simpatik.
5

iii. Jalur Somatik
Sensasi penis adalah unik dibandingkan daerah kulit lainnya.
Sekitar 80 sampai 90% dari terminal aferen di glans penis adalah
ujung saraf bebas, dengan kebanyakannya serat C atau A-. Serat
sensorik ini keluar dari segmen S2-S4 medulla spinalis dan
perjalanan melalui saraf dorsal penis, yang bergabung dengan
nervus pudenda. Input aferen yang disampaikan dari kulit penis,
preputium, dan kelenjar melalui saraf dorsal adalah mekanisme
yang bertanggung jawab atas inisiasi dan pemeliharaan ereksi
reflexogenik.Aktivasi dari neuron sensorik mengirimkan pesan
rasa sakit, suhu, dan sentuhan melalui jalur spinotalamikus dan
spinoreticular ke talamus dan korteks sensorik untuk persepsi
sensorik.
5

12


Gambar 8. Mekanisme kerja parasimpatik dan simpatik dalam fase ereksi
b. Kontrol Sentral
i. Mekanisme Spinal
Baik dalam individu normal dan pada pasien dengan cedera tulang
belakang di atas segmen sakral, stimulasi reseptor aferen di penis
menimbulkan ereksi, dan oleh karena itu umum diterima bahwa
tanggapan ini dimediasi oleh jalur refleks sacral spinalis
ii. Mekanisme Serebral
Jalur sentral dan mekanisme yang terlibat dalam ereksi sangat
kompleks dan masih hanya sedikit penjelasan. Ereksi penis
dirangsang dengan listrik dengan sistematis dipelajari oleh
MacLean dan rekan kerja, dan mereka menemukan bahwa lokus
untuk ereksi melibatkan tiga bagian subdivisi corticosubcortical
dari sistem limbik: 1) distribusi anatomi terkenal dari proyeksi
13

hippocampal ke bagian septum, anterior dan midline talamus, dan
hipotalamus, 2) bagian dari sistem anatomi yang terdiri dari badan
mamiliari, saluran mimikotalamic inti thalamic anterior, dan
cingulate gyrus, dan 3) rektus gym, bagian medial inti thalamic
medial punggung, dan wilayah mereka dikenal koneksi dan
proyeksi.

Gambar 9. Pusat di otak yang terlibat dengan stimulasi seksual.
3

c. Neurotransmitter
Serabut saraf adrenergik -dan reseptor telah terbukti dalam trabekula
kavernosa dan di sekitar arteri kavernosa, dan norepinephrine secara
umum telah diterima sebagai neurotransmitter utama untuk mengontrol
keadaan flaksid penis dan detumesens. Endotelin, suatu vasokonstriktor
kuat yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, juga telah diusulkan untuk
menjadi mediator untuk detumesens. Prostanoids konstriktor, termasuk
prostaglandin I
2
(PGI
2
), PGF
2
, dan thromboxane A
2
(TXA
2
), disintesis
oleh jaringan kavernosa manusia. Penelitian secara in vitro telah
menunjukkan bahwa prostanoids adalah ikut bertanggung jawab atas
tonus dan aktivitas spontan otot trabekula terisolasi. Sistem renin-
angiotensin juga mungkin memainkan peran penting dalam pemeliharaan
otot polos penis. Angiotensin II telah terdeteksi pada sel endotel dan otot
polos corpus cavernosum manusia dan membangkitkan kontraksi corpus
14

cavernosum manusia secara in vitro. Di sisi lain, detumesens setelah
ereksi mungkin akibat dari penghentian rilis NO, pemecahan monofosfat
guanosin siklik (cGMP) oleh phosphodiesterases, atau pelepasan simpatik
saat ejakulasi.
3,7
Kebanyakan peneliti sekarang setuju bahwa NO dilepaskan dari
nonadrenergic, neurotransmisi noncholinergic dan dari endotelium
merupakan neurotransmiter utama mediasi ereksi penis. NO,
meningkatkan produksi cGMP, yang pada gilirannya melemaskan otot
polos kavernosa.
3,7
Berbagai neurotransmiter (dopamin, norepinefrin, 5-hydroxytestosterone
[5-HT], dan oksitosin) dan neural hormon (oksitosin, prolaktin) telah
terlibat dalam pengaturan fungsi seksual. Ada pendapat mengatakan
bahwa reseptor dopaminergik dan adrenergik dapat meningkatkan fungsi
seksual dan reseptor 5-HT menghambat itu
3,7

C. Mekanisme molekular kontraksi dan relaksasi otot polos

Gambar 10. mekanisme Molekuler kontraksi otot halus penis. Norepinefrin dari ujung saraf simpatik
dan endothelins dan prostaglandin F2 dari endothelium mengaktifkan reseptor pada sel otot polos
15

untuk memulai kaskade reaksi yang akhirnya menghasilkan elevasi konsentrasi kalsium intraseluler
dan kontraksi otot polos. Protein kinase C adalah komponen peraturan dari fase Ca2 +-independen,
melanjutkan kontraktil agonis-induced respon.
3


Gambar 11. Molekular mekanisme relaksasi otot halus penis. Second messenger intraselular
memediasi relaksasi otot polos, adenosin monofosfat siklik (cAMP) dan monofosfat siklik guanosin
(cGMP), aktifkan kinase protein spesifik mereka, yang memfosforilasi protein tertentu menyebabkan
pembukaan saluran kalium, menutup saluran kalsium, dan penyerapan kalsium intraseluler dengan
retikulum endoplasma. Kejatuhan yang dihasilkan pada kalsium intraseluler menyebabkan relaksasi
otot halus. Sildenafil menghambat aksi phosphodiesterase 5 (PDE 5) dan dengan demikian
meningkatkan konsentrasi intraselular cGMP. Papaverine adalah inhibitor phosphodiesterase spesifik.
eNOS, nitrat oksida sintase endotel; GTP, guanosin trifosfat.
6




16

IV. PATOFISIOLOGI
Sebelumnya, impotensi psikogenik diyakini paling umum, diperkirakan
mempengaruhi 90% pria impoten. Keyakinan ini telah memberikan kesadaran bahwa
ED adalah kondisi yang biasanya campuran yang mungkin didominasi fungsional
atau fisik.
Perilaku seksual dan ereksi penis dikendalikan oleh hipotalamus, sistem
limbik, dan korteks serebral. Oleh karena itu, stimulasi atau inhibisi pesan dapat
disampaikan ke pusat-pusat ereksi spinal untuk memfasilitasi atau menghambat
ereksi. Dua mekanisme yang mungkin telah diajukan untuk menjelaskan
penghambatan ereksi pada disfungsi psikogenik: inhibisi langsung yang berlebihan
dari pusat ereksi spinal oleh otak dari penghambatan suprasacral dan outflow
simpatis berlebihan atau peningkatan kadar katekolamin perifer, yang dapat
meningkatkan tonus otot polos penis untuk mencegah relaksasi yang diperlukan nya.
6
Diperkirakan bahwa 10% sampai 19% dari ED adalah neurogenik. Jika salah
satu penyebab termasuk iatrogenik dan ED campuran, prevalensi tersebut mungkin
jauh lebih tinggi. Kehadiran gangguan neurologis atau neuropati tidak
menyingkirkan penyebab lain, dan mengkonfirmasikan bahwa ED adalah neurogenik
dapat menantang. Karena ereksi adalah peristiwa neurovaskular, setiap penyakit atau
disfungsi yang mempengaruhi otak, tulang belakang, dan atau saraf kavernosa dan
pudenda dapat menimbulkan disfungsi. Pada pria dengan cedera tulang belakang,
sifat, lokasi, dan luas sangat menentukan fungsi ereksi. Selain ED, mereka mungkin
memiliki gangguan ejakulasi dan orgasme. Ereksi reflexogenik dipertahankan dalam
95% pasien dengan lesi UMN tetapi hanya sekitar 25% dari mereka dengan lesi
LMN. Neuron parasimpatis sakral yang penting dalam pelestarian ereksi
reflexogenik, meskipun jalur torakolumbalis dapat mengkompensasi hilangnya sakral
melalui koneksi sinaptik.
6
Hipogonadisme merupakan temuan yang tidak jarang pada populasi impoten.
Androgen mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan saluran reproduksi pria
dan karakteristik seks sekunder; pengaruhnya terhadap libido dan perilaku seksual
17

sudah mapan. Dalam review artikel yang dipublikasikan 1975-1992, Mulligan dan
Schmitt, (1993) menyimpulkan bahwa testosteron (1) meningkatkan minat seksual,
(2) meningkatkan frekuensi tindakan seksual, dan (3) meningkatkan frekuensi ereksi
nokturnal tetapi memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada ereksi yang diinduksi
fantasi atau terangsang secara visual. Testosteron dan DHT bertanggung jawab untuk
dorongan panggul pria dan estrogen atau testosteron selama penetrasi panggul
perempuan selama kopulasi. Hiperprolaktinemia, baik dari adenoma hipofisis atau
obat, mengakibatkan disfungsi kedua reproduksi dan seksual. Gejala mungkin
termasuk kehilangan libido, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, dan
infertilitas. Diabetes mellitus, meskipun gangguan endokrinologik paling umum,
menyebabkan DE melalui vaskuler, komplikasi neurologis, endotel, dan psikogenik
bukan melalui kekurangan hormon semataDua pertiga kasus DE adalah organik dan
kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung
(terutama yang berhubungan dengan hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi)
berkaitan erat dengan disfungsi ereksi. Kombinasi kandisi-kondisi ini dan penuaan
meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal dan metabolik
lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal ginjal
kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE (Vary, 2007).
6
Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan
secara berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah
satu penyebab arterio oklusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi,
disforia dan kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian
disfungsi seksual multipel termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang,
tindakan bedah pelvis dan prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang
kurang umum (Wibowo, 2007).
DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan
prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang
umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik
dan central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digoksin
psikofarmakologic agents termasuk beberapa antidepresan dan anti testosteron
18

hormon. Kadar testosteron memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia
namun yang berkaitan dengan DE adalah minoritas pria yang benar-benar
hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang rendah (Vary,2007).
V. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Disfungsi Ereksi beragam sekali.
Oleh karena itu, bebrapa organisasi telah mencoba untuk mengklasifikasi disfungsi
ereksi berdasarkan penyebabnya. Rekomendasi dari International Society of
Impotence Research ditampilkan pada diagram dan table dibawah:


Gambar 1. Sebuah klasifikasi fungsional dari impotensi. Perhatikan bahwa tidak mungkin
untuk impotensi individu diperoleh hanya dari satu sumber. Sebagian besar kasus memiliki efek
psikologis dari berbagai tingkatan, dan penyakit sistemik serta efek farmakologis dapat
memperngaruhi juga. (Dimodifikasi dari Carrier S, Brock G, Kour NW, TF Lue: Patofisiologi
disfungsi ereksi Urologi 1993; 42:468-481, dengan izin dari Medica Exerpta, Inc.)
3

19


Tabel 1. Klasifikasi menurut International Society of Impotence Research
3


VI. FAKTOR RESIKO

Gambar 12. Faktor risiko DE
5
20

Komorbiditas Disfungsi Ereksi
Beberapa penyakit/kondisi dengan prevalensi DE yang tinggi, antara lain:
gagal ginjal, Liver disease, multiple sclerosis, spinal cord injuries, anomaly atau
penyakit penis (seperti: Peyronies Disease), pembedahan pelvis, trauma pelvis,
pengobatan kanker prostat, dan hypogonadism.
3


VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis DE dapat ditegakkan melalui pemeriksaan berikut ini:
a) Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang penyakit-penyakit seperti diabetes
melitus, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol,
obat-obatan, operasi yang pernah dilakukan, penyakit tulang punggung, dan penyakit
neurologik dan psikiatrik.
7


Pada diagnosis pasien disfngsi ereksi harus digali riwayat seksual, penyakit
yang pernah diderita dan psikoseksual. Pada pria yang mengalami DE ditanyakan hal
hal di bawah ini :

Gangguan ereksi dan gangguan dorongan seksual
Ejakulasi, orgasme dan nyeri kelamin
Fungsi seksual pasangan
Faktor gaya hidup : merokok, alkohol yang berlebihan dan
penyalahgunaan narkotika
Penyakit kronis
Trauma dan operasi daerah pelvis / perineum / penis
Radioterapi daerah penis
Penggunaan obat obatan
Penyakit saraf dan hormonal
21

Penyakit psikiatrik dan status psikologik
Disfungsi ereksi dapat dibedakan dengan jelas dari masalah seksual lainnya
seperti ejakulasi, libido dan orgasme. Pada penelusuran riwayat penyakit harus
ditanya tentang hipertensi, hiperlipidemia, depresi, penyakit neurologis, diabetes
melitus, gagal ginjal, penyakit adrenal dan tiroid. Riwayat trauma panggul
pembedahan pemmbuluh darah tepi juga harus ditanyakan karena hal tersebut
merupakan faktor resiko impotensi.
Pencatatan daftar obat yang dikonsumsi juga harus diperhatikan , karena
sekitar 25% dari semua kasus disfungsi seksual terkait dengan obat obatan.
Pengguanaan alkohol yang berlebihan dan pemakaian narkotik juga ditanyakan
karena terkait dengan peningkatan resiko disfungsi seksual . Pasien juga ditanya
adakah riwayat depresi karena merupakan faktor resiko disfungsi ereksi.
Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengalami disfungsi ereksi diperlukan
suatu evaluasi fungsi seksual pria. Evaluasi tersebut disusun dalam bentuk beberapa
pernyataan yang dikenal sebagai IIEF-5 (Internatonal Index of Erectile Function).
Pada setiap pertanyaan telah disediakan pilihan jawaban. Orang yang sedang
dievaluasi diminta memilih yang paling sesuai dengan kondisi orang tersebut 6 bulan
terakhir. Pilihan hanya satu jawaban untuk setiap pertanyaan.
1) Bagaimanakah tingkat keyakinan anda bahwa anda dapat ereksi dan bertahan terus
selama hubungan intim ?
1 = Sangat rendah
2 = Rendah
3 = Cukup
4 = Tinggi
5 = Sangat tinggi


22

2) Pada saat anda ereksi setelah mengalami perangsangan seksual, seberapa sering
penis anda cukup keras untuk dapat mamsuk ke vagina pasangan anda?
1= Tidak pernah / hampir tidak pernah
2= Sesekali (<59%)
3= Kadang kadang (50%)
4= Seringkali >50%
5= Selalu / hampir selalu


3) Setelah penis masuk ke vagina pasangan anda, seberapa sering anda mampu
mempertahankan penis tetap keras?
1= Tidak pernah / hampir tidak pernah
2= Sesekali (<50%)
3= Kadang kadang (50%)
4= Seringkali >50%
5= Selalu / hampir selalu
4) Ketika melakukan hubungan intim,seberapa sulitkah mempertahankan ereksi
sampai selesai melakukan hubungan intim?
1= Teramat sangat sulit
2= Sangat sulit
3= Sulit
4= Sulit sekali
5= Tidak sulit

5) Ketika anda melakukan hubungan intim, seberapa sering anda merasa puas?
1= Tidak pernah / hampir tidak pernah
2= Sesekali (<50%)
3= Kadang kadang (50%)
4= Seringkali >50%
5= Selalu / hampir selalu

Skor : ________
23

Kemudian lima pertanyaan tersebut dijumlah skornya. Jika skor tersebut kurang
atau sama dengan 21, maka orang tersebut menunjukkan adanya gejala gejala
disfungsi ereksi.(Vary, 2007).
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil,
ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan
perhatian khusus.
9
Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi
transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE disebabkan oleh penyakit prostat
jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis.
7

Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus
sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus bulbokavernous pada
perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural
outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler
dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes (termasuk tekanan darah, ankle
brachial index, dan nadi perifer).
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara lain:
kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh
kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah
lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.
Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E
1
pada
corpora penis, duplex ultrasonography, biothensiometry, atau nocturnal penile
tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat
sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya,
untuk menentukan tindakan bedah yang tepat (implantation of a prosthesis vs. penile
reconstruction).
15



24

VIII. PENATALAKSANAAN
Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi)
adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah
meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan
seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan
menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda untuk
mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi).
Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor
risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait
dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui
penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk
DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis pola
hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi
menggunakan obat (farmakologis).
Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki
pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara
lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng,
vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol,
menjaga kadar kolesterol dala m tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan
mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah
mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu menggunakan
obat atau vakum ereksi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut
terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu :
Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi
(edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device).
Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya
Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar
testoteron rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti
25

testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan
pituitary imaging dan dikonsulkan.
4


Manajemen Khusus
Pada manajemen khusus meliputi terapi nonbedah dan terapi bedah / operatif
yaitu :
Terapi non bedah / medis :
Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil citrate, vardenafil,
alprostadil, papaverin HCl, phenoxybenzamine HCl, Aqueous testosterone
injection, transdermal testosteron, bromocriptine mesylate, apomorfin,
fentolamin, ganglioid, linoleat gamma, aminoguanidine, methylcobalamine.
Injeksi intrakavernosa
Pengobatan kerusakan vena
Pengobatan hormonal
Terapi intraurethral pellet (MUSE)
Terapi external vacuum

26


Gambar 13. Algoritme penggunaan Fosfodiesterase (PDE-5) Inhibitor oral.

Terapi Bedah

Walaupun terdapat alternative baru pengobatan seperti PDE-5 inhibitors, alat
ereksi vakum dan alat intrekavernosal yang menjadi pilihan first dan second lines
untuk terapi DE, masing-masing; terapi bedah, terutama implantasi protesa penis,
adalah standar dalam kasus DE resistan-pengobatan. Pilihan terapi bedah untuk
menkoreki DE dibagikan menurut tiga kategori, yaitu:
1. Implantasi protesa penis
2. Revaskularisasi penis
3. Pembedahan untuk Corporal Veno-occlusive Dysfunction (CVOD)

27

I. Prostesis penis
Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat memilih atau
mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan implan/protesa ini sangat rendah tingkat morbiditas dan
mortalitasnya. Terdapat banyak tipe dan desain prothesa penis yang tersedia buat
implantasi, tetapi harus diingat bahwa bukan semua pasien denga DE merupakan
kandidat implantasi protesa penis. Indikasinya adalah pada pasien dengan DE
organik yang menolak atau gagal dalam pengobatan konservatif, seperti inhibitor
PDE5 oral, Alat Ereksi vakum, urethral alprostadil suppositories, dan terapi injeksi
intracavernosal.
9

1.1. Semirigid or malleable implant rod implant
8

Gambar 14. AMS 650 penile prosthesis dan The Mentor AccuForm penile prosthesis.
8
Kelebihannya:
1. Teknik bedah sederhana
2. Komplikasi relatif sedikit
3. Tidak ada bagian yang dipindah
4. Implan yang sedikit atau tidak mahal
5. Tingkat keberhasilannya 70-80%
6. Efektivitasnya tinggi
Kekurangannya:
1. Ereksi terus sepanjang waktu
2. Tidak meningkatkan lebar (ukuran) penis
3. Risiko infeksi
4. Dapat melukai atau merubah erection bodies
5. Dapat menyebabkan nyeri/mengerosi kulit
6. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya.
28

1.2. Fully inflatable implants

Gambar 15. The triple-ply cylinder design used in the AMS Three-Piece Inflatable Penile
Prostheses dan The 700 Ultex Penile Prosthesis
8

Kelebihannya:
1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah
2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi
3. Tampak alamiah
4. Dapat meningkatkan lebar (ukuran) penis saat digunakan
5. Tingkat keberhasilannya 70-80%
6. Efektivitasnya tinggi


Gambar 16. Two piece inflatable. The AMS Ambicor Penile Prosthesis.
8


Kekurangannya:
1. Risiko infeksi
2. Implan yang paling mahal
3. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya.
29

1.3. Self-contained inflatable unitary implants
Kelebihannya:
1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah
2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi
3. Tampak alamiah
4. Teknik bedahnya lebih mudah daripada prostesis inflatable

Kekurangannya:
1. Terkadang sulit mengaktifkan peralatan inflatable
2. Risiko infeksi
3. Dapat melukai atau merubah erection bodies
4. Relatif mahal

1.4 Tehnik Pembedahan
a. Distal Penile approach
b. Infrapubic approach
c. Penoscrotal approach

II. Vascular reconstructive surgery
Operasi bypass microarterial penis yang pertama kali dijelaskan oleh Michal,
dianggap sebagai tonggak penting dalam pengobatan DE karena diterima sebagai
satu-satunya pilihan pengobatan yang mampu memulihkan fungsi ereksi normal
tanpa perlu menggunakan perangkat mekanik eksternal (ereksi vakum), obat
vasoaktif atau penempatan bedah prostesis penis (Michal 1973). Tujuan operasi
adalah untuk bypass lesi arteri yang menyebabkan obstruksi di muara arteri
hipogastrikus-kavernos (Hellstrom WJ, et al. 2010). Secara khusus, operasi ini
bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi arteri kavernosus dan aliran darah
pada pasien dengan DE vaskulogenik yang dikembangkan karena insufisiensi arteri
murni. Efektivitas operasi ini masih kontroversial dan tidak berbasis bukti, terutama
karena kriteria seleksi, pengukuran hasil, dan teknik mikro yang belum objektif atau
mempunyai standar.
9

30


Gambar 17. Langkah-langkah dalam prosedur revaskularisasi dari penis dengan arteri epigastrika
inferior. Sebuah insisi, midline. B, Diseksi pembuluh epigastrika inferior dari permukaan bawah dari
otot rektus. C, anastomosis dari arteri epigastrika inferior dengan cara end-to-side ke arteri dorsal kiri.
D, anastomosis dari arteri epigastrika inferior ke vena dorsal deep dalam konfigurasi end-to-end
9


Micro Arterial Blood Surgery (MABS) melibatkan 3 langkah yang melibatkan
diseksi arteri dorsal, harvesting dari arteri epigastric interna, dan anastomosis
mikrosurgical (Munarriz et al 2004).
9

1. Diseksi arteri dorsalis dilakukan melalui insisi semilunar 5-cm 2 cm di
bawah sambungan penoscrotal. Sementara penis ditarik, diseksi tumpul
dilakukan sepanjang fasia Buck terhadap kelenjar untuk membalikkan penis.
Ligamentum fundiform diidentifikasi dan dipelihara untuk meminimalkan
pemendekan penis. Arteri dorsalis yang dipilih diisolasi dan dimobilisasi ke
proksimal, menghindari cedera pada saraf dorsal. Penutupan skrotum
sementara dilakukan.
2. Harvesting AEI dimulai dengan insisi 5-cm transversal antara umbilikus
dan pubis. Diseksi dilakukan ke bawah melalui fasia Scarpa , fasia rektus
dibagi secara vertikal, dan otot rektus dimobilisasi ke medial. AEI
diidentifikasi dan dimobilisasi dari origonya pada level arteri iliaka eksternal
ke umbilikus. Jika cabang-cabang arteri ditemukan, mereka dikendalikan
dengan kauterisasi bipolar dan dibagikan. Selama mobilisasi AEI, papaverine
digunakan untuk mencegah vasospasme. Ujung distal dari AEI terpotong
31

dekat umbilikus dan dibagi. Selanjutnya, staples skrotum dikeluarkan dan
klem digunakan untuk mentransfer AEI pada aspek dorsal penis melalui
cincin inguinalis eksternal. Perut ditutup secara berlapis dengan
menggunakan teknik jelujur dengan jahitan asam polyglycolic 0 untuk fasia
rektus, 2-0 untuk itu Scarpa, dan monocryl 4-0 untuk kulit.

Gambar 18. Anastomosis epigastrium-dorsal arteri selesai dan foto Intra-operatif diseksi vena dorsalis
profunda
5


3. Anastomosis mikrovaskuler: Arteri dorsalis digerakkan dan dibagikan di
lokasi proksimal pada batang penis. Ujung proksimal dikauter menggunakan
kauter bipolar. Klip aneurismal ditempatkan pada arteri dorsal dan AEI.
Adventitia dari ujung distal arteri dorsalis AEI dan proksimal tajam dieksisi
dengan gunting mikro untuk mencegah trombosis anastomosis. Sebuah
anastomosis mikro dilakukan menggunakan teknik interuptus sederhana
dengan benang nilon 10-0. Klip aneurismal dorsalis dikeluarkan dan aliran
balik darah diamati, didokumentasikan patensi anastomosis. AEI aneurismal
klip dikeluarkan dan jika tidak ada kebocoran anastomosis, penis ditempatkan
kembali pada posisi anatomis normal, dengan Dartos ditutup dengan jahitan
jelujur 2-0 asam polyglycolic, dan kulit dengan benang asam polyglycolic 4-
0. Patensi dari anastomosis selanjutnya dikonfirmasi dengan USG Doppler.

Kelebihannya:
1. Tampak alamiah
2. Rata-rata tingkat kesuksesannya 40-50%
3. Jika tidak berhasil tidak mempengaruhi terapi lainnya
32

4. Tidak perlu implan
5. Efektivitasnya sedang

Kekurangannya:
1. Teknik pembedahannya paling sulit secara teknis
2. Perlu tes yang ekstensif
3. Dapat menyebabkan pemendekan penis
4. Hasil jangka panjang tidak tersedia
5. Sangat mahal
6. Risiko infeksi, pembentukan jaringan parut (skar), dengan distortion penis dan
nyeri saat ereksi

Hasil:

Tabel 1. Hasil dari operasi revaskularisasi penis
9


III. Corporal Veno-occlusive Dysfunction
Meskipun tidak ada pilihan standar bedah yang berdasarkan bukti, ligasi
pembuluh darah dorsalis soperfisial, vena dorsalis profunda, vena crural, plika /ligasi
crural , arterialisasi pembuluh darah dorsalis atau kavernosus profunda atau ligasi
vena ekstraperitoneal laparoskopi penis adalah beberapa jenis intervensi yang
digunakan dalam CVOD operasi.
9





33

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi dari Disfungsi Ereksi dapat berupa
10
:
Sebuah kehidupan seks yang tidak memuaskan
Stres atau kecemasan
Malu atau rendah diri
Perkawinan atau hubungan masalah
Ketidakmampuan untuk mendapatkan pasangan Anda hamil

X. PROGNOSIS
Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang
serius. Akan tetapi, jika DE menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan.
DE dapat menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat
menyebabkan terjadinya depresi. DE yang persisten dapat merupakan suatu gejala
dari kondisi medis yang serius seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi,
gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.
3
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Roger S.Kirby, MD, FRCS(Uroi), FEBU; Tom F.Lue, MDAn Atlas of ERECTILE
DYSFUNCTION, 2nd Ed. 2005. Copyright 2004 The Parthenon Publishing Group
2. Anonymous. NIH Consensus Conference. Impotence. NIH Consensus Development
Panel on Impotence. JAMA 1993 Jul 7;270(1):8390.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK38725/?report=printable
3. Alan J. Wein, MD, PhD(Hon) Professor and Chair, Division of Urology, University of
Pennsylvania School of Medicine.. Campbell-Wash Urology 9th edition. 2007.
[.CHM]. Saunders Elesevier.
4. Fouad r. Kandeel. City of hope national medical center, duarte, california, usa. Male
sexual dysfunction pathophysiology and treatment. Informa healthcare usa, inc.
Hal. 11-39
5. John J. Mulcahy, MD, PhD Professor Emeritus of Urology, Indiana University
Medical Center, Indianapolis, IN. Male Sexual Function, Second Edition. 2006.
Humana Press. Hal 1-47; 419-435
6. Robert C. Dean, MD and Tom F. Lue, MD. Physiology of Penile Erection and
Pathophysiology of Erectile Dysfunction, (PDF) 2005; Natinal institute of Health
Reference. [cited on July 10
th
2012] [online].
7. Karl-Erik Andersson and Gorm Wagner. Physiology of Penile Erection. [cited on
July 10
th


2012] [online]. Diunduh dari URL
http://physrev.physiology.org/cgi/pdf_extract/75/1/191 Akses tanggal 10 Juli 2012.
8. CULLEY C. CARSON III, MD, University of North Carolina School of Medicine,
Chapel Hill, NC. Urologic Prostheses The Complete Practical Guide To Devices,
Their I mplantation, And Patient Follow Up. 2002. Humana Press Totowa, New
Jersey.
9. Faruk Kucukdurmaz and Ates Kadioglu. Istanbul University, Istanbul Medical
Faculty, Urology Department, Istanbul, Turkey. Erectile Dysfunction Disease-
Associated Mechanisms and Novel Insights into Therapy. Chapter 9. Surgical
Treatment of Erectile Dysfunction.
35

10. Mayo Clinic staff. Complications of Erectile Dysfunction. [cited on July 10
th


2012]
[online]. Diunduh dari URL http://www.mayoclinic.com/health/erectile-
dysfunction/DS00162/DSECTION=complications Akses tanggal 10 Juli 2012.





























36

LAMPIRAN
IIEF ( International Index of erectile Function- 5)

You might also like