You are on page 1of 8

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No.

3 Desember 2004 : 203 210


203
STUDI KASUS : PENGARUH KEBERADAAN PEDAGANG KAKI
LIMA TERHADAP JUMLAH PENGUNJUNG TAMAN KOTA
DI MEDAN
Salmina W. Ginting
*)
*)
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik USU
Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki lima merupakan salah satu
faktor yang menentukan dalam meningkatkan jumlah pengunjung di taman kota. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh banyaknya pedagang kaki lima di sekitar taman sehingga dianggap mengganggu nilai estetika taman
padahal pada kenyataannya kehadiran pedagang kaki lima telah membuat taman kota menjadi hidup dan
disukai. Penelitian dilakukan pada tiga taman di kota Medan yaitu Taman Ahmad Yani, Taman Gajah Mada,
dan Taman Sri Deli. Ketiga taman terletak di pusat kota Medan. Tiga elemen yang akan diteliti adalah posisi
dan lokasi pedagang, jenis mata dagangan, dan desain gerobak atau tenda pedagang kaki lima. Jenis mata
dagangan dan desain gerobak atau tenda pedagang relatif sama satu dengan lainnya di ketiga taman yang
disurvai. Yang agak berbeda adalah lokasi berjualan pedagang. Di Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah
Mada tidak satu pun pedagang kaki lima berjualan di dalam taman. Semua pedgang mengambil lokasi di sisi
luar taman dekat jalan raya yang melingkupinya. Di Taman Sri Deli, sebagian besar pedagang berjualan di
dalam taman dan sisanya di luar taman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kehadiran pedagang kaki lima di
Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tidak secara signifikan meningkatkan minat warga mengunjungi
taman kota. Taman Ahmad Yani dan Taman Gajah Mada tetap ramai meskipun pada hari-hari dan jam tertentu
jumlah pedagang kaki lima yang berjualan sangat sedikit. Tetapi di Taman Sri Deli pedagang kaki lima menjadi
faktor yang signifikan dalam meningkatkan jumlah pengunjung. Hal ini terjadi karena pedagang rujak yang
berjualan di dalam taman sudah sangat terkenal dan hanya terdapat di taman tersebut sehingga selalu dicari
oleh warga kota.
Kata-kata kunci: Taman kota, Pedagang kaki lima, Lokasi, Jenis mata dagangan, Gerobak
Abstract
The aim of the research was to identify the influence of vendors in order increase or decrease people in town
parks. Some argued that vendors always disturb people in parks, make noises, and dirty; but some else argued
that vendors could enliven the environment of the park. Research was done in 3 parks in down town Medan.
They were Ahmad Yani Park, Gajah Mada Park, and Sri Deli Park. Three elements were surveyed: position and
location of vendors, type of goods, and design of stalls or wagons. Research found that type of goods and design
of stalls or wagons from all vendors in the 3 parks was quite same. Whats different was the location of vendors.
There were no vendors inside Ahmad Yani Park and Gajah Mada Park. All vendors took location outside parks
at the street around park. In Sri Deli Park, many vendors took location inside park and just a little vendor
located outside park. From the 3 elements surveyed, it could be concluded that vendors in Ahmad Yani Park and
Gajah Mada Park were not the significant factor increasing the amount of people in parks. The two parks still
crowded full of people eventhough in workday just a little vendor in parks. In Sri Deli Park, vendors absolutely
increased people in park. The rujak vendors truly enliven park because people came to buy rujak they
spent their time.
Keywords: Town park, Vendor, Location, Type of goods, Stalls and wagon
1. Pendahuluan
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah kehadiran pedagang kaki
lima merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam meningkatkan jumlah
pengunjung di taman kota. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya PKL di
sekitar taman sehingga dianggap
mengganggu nilai estetika taman padahal pada
kenyataannya kehadiran PKL telah membuat taman
kota menjadi hidup dan disukai.
Penelitian pendahuluan oleh Ginting (2000)
terhadap taman-taman kota di Surabaya
membuktikan bahwa kehadiran PKL (di samping
keteduhannya, keamanannya, dan faktor lainnya)
Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting) 204
secara signifikan mempengaruhi kualitas
taman kota tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi tentang jenis dagangan yang
biasanya muncul di sekitar taman, posisi dan
lokasinya terhadap taman (pada pintu
masuk, pada pintu keluar, di dalam taman,
dsb), desain warung/tenda makanan,
bagaimana dagangan tersebut disajikan
(lesehan, dengan kursi/bangku, diantar ke
taman, dsb), serta konsumen terbesarnya
(anak-anak, orang tua, remaja, dsb).
Penelitian akan berujung pada panduan
(guideline) desain taman yang akomodatif
terhadap keberadaan pedagang kaki lima.
Masalah-masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah keberadaan PKL mendorong
orang untuk mengunjungi taman kota?
2. Faktor apa saja yang mendorong PKL
muncul di taman kota?
3. Bagaimana hubungan PKL dengan
perancangan elemen fisik taman kota?
2. Tinjauan Pustaka
Sektor informal adalah usaha ekonomi
yang yang pembentukan dan operasionalnya
tidak melalui bentuk-bentuk
perizinan/peraturan tertentu. Wujud kegiatan
dan fisik serta profesi dari sektor ini
beraneka ragam mulai dari usaha
transportasi (misalnya tukang ojek, tukang
sampan, dan lain-lain), usaha jasa (kuli
bangunan, pembantu rumah tangga), usaha
dagang (pedagang asongan), dan
sebagainya.
Devas dan Rakodi (1992) menulis
sektor informal muncul akibat persaingan
pasar yang tidak fair dan merata bahkan
bersifat kaptalistik. Sektor informal pertama
kali didokumentasikan tahun 1970-an dan
segera menjadi program di ILO. Awalnya
sektor informal dianggap ilegal, berbahaya
bagi persaingan bisnis legal, tidak baik
bagi kesehatan, dsb. Kemudian diyakini
bahwa sektor informal memberi sumbangan
besar bagi ekonomi kota dan melarangnya
adalah ibarat killing the goose that laying the
golden eggs.
2.1 Pengertian Istilah Pedagang Kaki
Lima (PKL)
Istilah pedagang kaki lima pertama kali
dikenal pada zaman Hindia Belanda,
tepatnya pada saat Gubernur Jenderal
Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan
peraturan yang mengharuskan pedagang
informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar
1,2 meter dari bangunan formal di pusat kota
(Danisworo, 2000). Peraturan ini diberlakukan
untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap
memberikan kesempatan kepada pedagang informal
untuk berdagang. Tempat pedagang informal yang
berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota
inilah yang kelak dikenal dengan dengan kaki
lima dan pedagang yang berjualan pada tempat
tersebut dikenal dengan sebutan pedagang kaki
lima atau PKL.
Pada saat ini istilah PKL bukan lagi ditujukan
kepada pedagang informal yang berada 5 kaki dari
suatu bangunan formal tetapi telah meluas
pengertiannya menjadi istilah untuk menyatakan
seluruh pedagang yang berjualan secara informal.
Dinas Tata Kota Kodya Bandung (2000) mencatat
beberapa ciri umum yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan keberadaan pedagang kaki lima
yaitu:
Dilakukan dengan modal kecil oleh masyarakat
ekonomi lemah.
Biasanya dilakukan perseorangan atau keluarga
tanpa suatu kongsi dagang.
Selalu berada dekat dengan jalur sirkulasi atau
lokasi yang paling sibuk.
Menggunakan fasilitas publik sebagai lokasi
berjualan seperti trotoar, badan jalan, dan lain-
lain.
Menggunakan gerobak atau tenda sederhana
yang cukup fleksibel untuk dipindah-pindahkan.
2.2 Pedagang Kaki Lima di Taman Kota
Pada awalnya pedagang kaki lima dianggap
merusak keberadaan taman kota karena dianggap
kotor, ilegal, dan memicu timbulnya kriminalitas.
Marcus (1992) menulis pada tahun 1960-an di AS
muncul pandangan baru terhadap keberadaan
pedagang kaki lima. Mulai tahun tersebut pedagang
kaki lima disinyalir dapat meningkatkan
pengunjung taman, membuat sebuah kawasan
menjadi lebih hidup, dan karena menambah ramai
bahkan membuat sebuah tempat menjadi lebih
aman.
Marcus juga mencatat bahwa pedagang kaki
lima yang berhasil menghidupkan kawasan
umumnya dikendalikan dengan berbagai peraturan
misalnya tentang lokasi, ukuran dan desain
gerobak/tenda, jenis mata dagangan yang dijual,
dan uang perijinan (permit fees). Desain
gerobak/tenda hendaknya:
Menambah warna dan vitalitas taman.
Menyediakan shelter dan peneduh.
Memberi kontras terhadap skala ruang di
sekitarnya.
Menambah visibility pada pintu masuk.
Membuat taman atau plaza tetap sibuk pada jam
sepi.
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210
205
2.3 Pengendalian dan Pengaturan
Pedagang Kaki Lima
Keberadaan PKL dapat memberikan
keuntungan kepada semua pihak yang
bersangkutan jika PKL tersebut
dikendalikan. Daripada berusaha untuk
menghapuskan PKL, lebih baik membuat
suatu peraturan sebagai kepastian bagi PKL
sehingga dapat menjadi potensi yang baik.
Keuntungan dari PKL yang telah
dikendalikan adalah:
- Keramahtamahan PKL, keunikan dari
gerobak dan aktivitas yang ditimbulkan,
seperti duduk-duduk sambil belajar,
membaca, berbicara dengan teman,
berdiskusi dan lain-lain dapat
menciptakan suatu suasana dengan
karakter yang hidup.
- Dengan pengembangan desain yang
tidak mahal, gerobak PKL dapat menjadi
warna-warna yang menarik pada areal
ruang basis kegiatan dan ruang kegiatan
umum.
- PKL juga menarik karena menawarkan
pelayanan yang tidak diberikan pada
toko-toko atau restoran besar, seperti
harga yang lebih murah dan suasana
yang lebih terbuka.
- PKL dapat memelihara kawasan di
sekitar tempatnya berjualan, memungut
sampah, dan melaporkan kerusakan
fasilitas-fasilitas umum.
- Mereka memberikan petunjuk jalan bagi
orang baru pertama kali datang dan
mengawasi keamanan di areal ia
berjualan.
- Keberadaan dapat menambah rasa aman
bagi pejalan kaki hingga malam hari.
- PKL sering kali dapat membangkitkan
aktivitas positif pada suatu daerah yang
tidak terpakai dengan baik di mana
sering terdapat aktivitas atau kegiatan
ilegal.
- PKL juga dapat memberikan kontribusi
berupa kutipan sebagai uang
pemeliharaan dan berbagai program
manajemen lainnya untuk
kesinambungan program penataan PKL.
3. Taman Kota di Medan
Taman kota merupakan bagian dari ruang
terbuka hijau. Jenis ruang terbuka hijau
lainnya adalah jalur hijau di tengah jalan,
taman segitiga pengarah jalan (taman
rotonde), jalur hijau pada tegangan tinggi
SUTT, jalur hijau sepanjang sungai, dan areal
pemakaman atau pekuburan.
Data dari Dinas Pertamanan Kota Medan (1999)
menunjukkan terdapat taman kota dan taman
segitiga seluas 30,2 hektar yang tersebar di 21
kecamatan. Taman kota dan taman segitiga
dilengkapi dengan satu atau banyak elemen
pelengkap taman seperti lampu, bangku, patung,
tugu, pagar, dan sebagainya. Luas taman sendiri
yang hanya 30 hektar berarti baru 0,01% dari luas
lahan terbangun (built up area) Medan yang
mencapai 30 ribu hektar.
Taman Ahmad Yani
Taman Ahmad Yani terletak di kecamatan
Medan Baru di pusat kota Medan berada di antara
Jl. Sudirman, Jl. Slamet Ryadi, Jl. Imam Bonjol,
dan Jl. Misbah serta RS Elizabeth.
Fungsi-fungsi di sekitar taman adalah
permukiman menengah atas, sarana pendidikan,
dan fasilitas umum seperti kantor pos, rumah sakit,
gereja, dan lain-lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa taman ini
cukup teduh. Ini terbukti dengan banyaknya pohon
angsana yang rindang dan melingkupi taman, selain
pohon jenis cemara, mahoni, felicium, dan lain-lain.
Sayangnya di beberapa tempat misalnya di Jl.
Sudirman fungsi trotoar/pedestrian karena akar
pohon yang besar dan rindang tersebut berada
persis di tengah-tengah trotoar.
Di dalam taman terdapat cukup banyak pohon
dari jenis palem yang berfungsi sebagai pengarah.
Terdapat pula bangku taman yang terbuat dari
beton, mainan anak-anak sepeti ayunan, perosotan,
jumpat-jampit, gazebo, dan sclupture berbentuk
pahlawan revolusi Jenderal Ahmad Yani berwarna
putih.
Selain menampung kegiatan rutin olahraga dan
rekreasi, taman ini digunakan pula oleh murid-
murid yang bersekolah di yayasan pendidikan di
sekitar taman untuk melakukan olahraga atau
kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, pengunjung
dan keluarga pasien RS Elizabeth juga
menggunakan taman untuk duduk atau mengobrol.
Gambar 1: PKL di Taman Ahmad Yani
Di luar kegiatan rutin tersebut, Taman Ahmad
Yani secara berkala menyelenggarakan kegiatan
Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting) 206
lain. Salah satu yang cukup berhasil adalah
penjualan tanaman hias dan hewan
peliharaan. Kegiatan ini berlangsung cukup
lama sekitar 1-2 bulan dan berlangsung
setiap hari. Beberapa klub fotografi juga
memanfaatkan taman untuk tempat bertemu
atau berlatih.
Taman Gajah Mada
Taman Gajah Mada terletak di pusat kota
dilingkupi Jl. Gajah Mada, Jl. Sei Bekala, Jl.
D.I. Panjaitan, dan Jl. Sei Batang Serangan.
Kegiatan utama di taman adalah olahraga
pagi dan rekreasi terutama untuk anak-anak.
Olahraga pagi yang banyak dilakukan di
taman ini adalah jogging mengitari taman,
basket, badminton, dan aerobik oleh
sekelompok ibu-ibu.
Kegiatan olehraga yang cukup menarik
adalah pada bulan Ramadan. Usai
melaksanakan shalat subuh di Mesjid
Muslimun yang terletak persis di sebelah
barat taman, jamaah langsung melakukan
kegiatan olahraga atau sekedar duduk-duduk
di taman tersebut.
Kegiatan ini pada umumnya dilakukan
pada hari Minggu pagi dan secara perlahan
menyurut menjelang siang. Sore hari,
meskipun tidak seramai Minggu pagi, taman
ini digunakan pula untuk olahraga dan
rekreasi. Kegiatan di luar hari Minggu
hanyalah kegiatan duduk-duduk oleh
segelintir remaja yang menggunakan taman
sebagai tempat berkencan/berpacaran.
Gambar 2: PKL di Taman Gajah Mada
Elemen fiktif taman umumnya relatif
tertata dengan baik. Terdapat cukup banyak
pohon peneduh dari jenis angsana, juga
palem di dalam taman yang berfungsi
sebagai pengarah. Bangku taman terbuat
dari beton dan tersebar merata di seluruh
taman. Pot tanaman dirancang cukup rendah
sehingga sesekali dapat digunakan untuk
duduk. Beragam lapangan olahraga: voli,
badminton, basket, dan jogging track
disediakan di taman ini.
Taman Sri Deli
Taman Sri Deli pada awalnya dinamai dengan
nama Taman Tengku Chadijah sesuai dengan nama
istri Sultan Amaluddin Seni Perkasa Alamsyah
yang menjadi Sultan Deli antara 1924 hingga 1945.
Taman ini kemudian mulai terbengkalai dan tidak
terawat seiring memudarnya dinasti sultan setelah
revolusi sosial tahun 1946. Fokus utama taman ini
adalah kolam yang terdapat di tengah-tengah
taman. Pergola di sepanjang sisi kolam dirancang
sebagai tempat beristirahat keluarga sultan pada
sore hari sambil menunggu waktu shalat magrib
yang dilakukan di Mesjid Raya di depan taman.
Tahun 90-an taman ini digunakan sebagai pusat
jajan dengan restoran-restoran kecil yang
ditempatkan di sekeliling kolam. Tiap kios
menempati ruang sekitar 12 m
2
sedangkan kursi
dan meja untuk pelanggan disebar merata di
sekeliling kolam dan taman.
Sekitar tahun 1995 taman ini dikosongkan
kembali karena seorang pengusaha keturunan dari
Medan merencanakan membangun hotel di tapak
tersebut. Belakangan, karena dianggap tidak
menghargai warisan keluarga sultan, kegiatan
pembangunan hotel tertunda pelaksanaannya.
Taman Sri Deli dibatasi oleh Jl. Mesjid Raya, Jl.
Sisingamangaraja, Jl. Semarang dan Jl. Mahkamah.
Terdapat tiga entrance menuju taman yaitu melalui
Jl. Sisingamangaraja, Jl. Mesjid Raya, dan pojok
(pertemuan antara Jl. Mesjid Raya dan Jl.
Mahkamah. Kondisi saat ini menunjukkan hanya
satu entrance dari pojok Jl. Mahkamah dan Jl.
Mesjid Raya dengan lebar jalan sekitar 6,5 meter.
Dominasi penggunaan lahan di sekitar taman
umumnya adalah kegiatan perdagangan. Di sebelah
tenggara taman terdapat pusat perbelanjaan yaitu
Yuki Simpang Raya Plaza. Di sebelah selatan
taman terdapat Mesjid Raya yang menjadi
kebanggaan warga Medan. Mesjid ini merupakan
mesjid tertua di kota Medan dan bersama Istana
Maimun dan Taman Sri Deli menjadi tiga serangkai
monumen kebanggan warga Melayu di Medan.
Di sebelah utara taman yaitu Jl. Semarang
merupakan ruas jalan yang ramai sepanjang hari
selama hampir 24 jam. Kegiatan di kawsan ini
adalah pertokoan, perawatan mobil, dan pada
malam hari merupakan pusat jajan dan makanan
yang hidup sampai pagi.
Di sebelah timur yaitu Jl. Sisingamangaraja
terdapat banyak hotel dan biro jasa travel.
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210
207
Gambar 3: PKL di Taman Sri Deli
4. Lokasi, Mata Dagangan, dan
Desain Gerobak Pedagang
Kaki Lima
Taman Ahmad Yani
Lokasi pedagang kaki lima di Taman
Ahmad Yani hanya terkonsentrasi pada satu
tempat yaitu pada sisi taman yang
berseberangan dengan RS Elizabeth. Hal ini
disebabkan karena terdapat cukup banyak
orang pada lokasi tersebut yang potensial
menjadi konsumen pedagang. Lokasi
berjualan di luar taman agak jauh dari pintu
masuk.
Khusus penjual bunga hidup yang tidak
secara rutin berjualan di taman Ahmad Yani,
mengambil lokasi di dalam taman.
Meskipun tidak setiap hari diadakan bazaar
penjual bunga, penampilan Taman Ahmad
Yani sangat berubah menjadi jauh lebih baik
dengan kehadiran penjual bunga tersebut.
Lokasi berjualan yang juga diminati
pedagang adalah lokasi di depan sekolah
Harapan. Pada saat jam masuk dan pulang
sekolah, lokasi ini menjadi tempat menjual
mainan dan makanan untuk anak-anak
termasuk menarik minat
penjemput/orangtua. Tetapi lokasi ini tidak
digunakan lagi selepas anak-anak sekolah
Harapan pulang.
Konsumen terbesar pedagang kaki lima
di Taman Ahmad Yani adalah pengunjung
RS Elizabeth dan anak sekolah serta
orangtua/ penjemput sekolah Harapan yang
terdapat di seberang taman.
Desain gerobak atau warung di Taman
Ahmad Yani tidak menampakkan
kekhususan dibanding gerobak atau warung
di tempat lain. Gerobak biasanya merupakan
wadah bagi barang dagangan sedangkan
untuk kursi dan meja pembeli dibawa
terpisah. Gerobak makanan biasanya terbuat
dari kayu beroda dua atau tiga yang dapat
dipindah-pindahkan.
Cara penyajian makanan dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Pedagang menyediakan meja dan kursi untuk
pembeli dan pembeli dapat memesan makanan
di tempat itu dan menikmatinya.
2. Pedagang yang tidak menyediakan tempat
duduk sehingga pembeli harus makan di taman
atau membawanya pulang.
Yang cukup menarik adalah bahwa pengunjung
taman Ahmad Yani dapat memesan makanan
(misalnya nasi soto) untuk dinikmati di dalam
taman sambil mengawasi anak-anak atau sambil
ngobrol dengan teman atau kerabat. Pedagang akan
membawa pesanan ke dalam taman dan setelah
selesai akan membawa kembali piring dan
mangkuk bekas makanan tersebut ke warungnya.
Jenis dagangan yang disediakan adalah:
1. Kios kecil non-makanan yaitu kios atau warung
kecil atau kereta dorong yang menjual rokok,
korek, permen, pulpen, koran, dan lain-lain.
2. Warung minum yang menyajikan segala jenis
minuman panas atau dingin.
3. Warung mi sop atau mi ayam.
4. Penjual bakpao, yaitu makanan roti khas cina
yang dalamnya diisi dengan kacang atau daging.
Banyak dibeli oleh pengunjung dan keluarga
pasien RS Elizabeth.
5. Penjual rujak dan es.
6. Warung.
Gambar 4: Lokasi PKL di Taman Ahmad Yani
Taman Gajah Mada
Lokasi pedagang kaki lima di Taman Gajah
Mada:
1. Pada pintu masuk: warung kopi, warung nasi,
penjual duku manis, dan warung makanan.
2. Pada pintu keluar: warung minuman.
3. Di dalam taman: tidak terdapat pedagang kaki
lima.
Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting) 208
4. Pada sisi samping/di seberang taman:
kios pisang bakar dan burger, warung mi
sop, warung mi ayam, warung bakso,
kios kecil, penjual es buah/es teng-teng
Jenis dagangan yang terdapat di Taman
Gajah Mada antara lain:
1. Penjual duku, biasanya menggunakan
gerobak sorong dengan cara penjualan
per kilogram. Kadang-kadang selain
duku dijual pula buah-buahan lain
misalnya rambutan. Sebagian pedagang
melengkapi dagangannya dengan air
mineral kemasan botol.
2. Penjual pisang bakar dan burger. Selain
kedua jenis makanan tersebut dijual pula
roti bakar. Umumnya pedagang tidak
menyediakan minuman.
3. Warung kopi. Warung ini menjual
minuman panas dan dingin dengan bahan
dasar teh dan kopi. Makanan pelengkap
yang disediakan adalah mie instant
rebus/goreng atau nasi gurih.
4. Warung nasi yang menjual nasi soto,
nasi campur, nasi sop, dan nasi kari.
Warung nasi umumnya tidak
menyediakan minuman khusus kecuali
air putih.
5. Warung mi sop dan mi ayam.
6. Warung minuman, tidak menjual
makanan apapun melainkan hanya
menjual aneka minuman dari buah-
buahan atau juice dan sirup.
7. Warung bakso.
8. Warung jajanan, menjual aneka makanan
di luar yang dijual oleh warung nasi
misalnya mi (bihun, kwetiaw, dll.)
goreng, nasi goreng, pecel, rujak, dll.
9. Penjual es buah/es teng-teng
Lokasi pedagang kaki lima di Taman
Gajah Mada tersebar merata di keempat sisi
luar taman. Di sisi utara terdapat pedagang
kaki lima yang menjual warung makan,
warung kopi, dan warung nasi. Pada sisi
selatan terdapat pedagang duku dan penjual
es kelapa. Pada sisi timur terdapat kios kecil,
warung kopi, dan warung nasi. Pada sisi
barat terdapat pedagang burger, warung nasi,
warung kopi, dan pedagang es. Pada sisi
barat inilah paling bayak terdapat pedagang
kaki lima. Begitu banyaknya pedagang kaki
lima di taman ini sehingga pintu masuk dan
keluar taman tidak terlihat dengan jelas.
Tidak satu pun pedagang kaki lima berjualan
di dalam taman.
Desain gerobak atau tenda pedagang kaki
lima di Taman Gajah Mada tidak memiliki
kekhususan dibanding gerobak atau tenda di
tempat lain. Meskipun demikian, dari segi
penempatannya deretan warung dan gerobak di
taman ini reelatif teratur, rapi, dan tertata.
Cara penyajian dagangan, seperti yang terjadi
di Taman Ahmad Yani, adalah dengan kursi dan
meja pembeli dan tanpa kursi dan meja. Seperti
yang terjadi di Taman Ahmad Yani, pengunjung
Taman Gajah Mada juga dapat memesan makanan
agar diantar oleh pedagang kaki lima ke dalam
taman.
Konsumen pedagang kaki lima di Taman
Gajah Mada adalah pengunjung taman, tukang beca
yang mangkal di sekitar taman, pekerja kantoran di
sekitar Jl. Gajah Mada, dan pengendara yang lewat
di jalan dekat taman.
Gambar 5: Lokasi PKL di Taman Gajah Mada
Taman Sri Deli
Jenis mata dagangan yang biasa dijual pedagang
kaki lima di Taman Sri Deli adalah:
1. Rujak aceh, yaitu campuran berbagai jenis buah
dengan bumbu rujak dari bahan kacang tanah
dan sedikit pisang mentah yang dihaluskan.
Rujak aceh Taman Sri Deli merupakan salah
satu rujak khas Medan yang cukup dikenal.
2. Warung minuman: kopi, teh, jus, dan lain-lain.
3. Warung sate padang.
4. Warung kerang rebus.
5. Warung bakso dan soto, termasuk mi sop dan
mi ayam.
Posisi dan lokasi pedagang kaki lima menyebar
tidak merata. Ada yang terdapat di pintu masuk
taman, ada pada sisi timur (belakang) taman, dan
sebagian pedagang mengambil lokasi di dalam
taman.
Warung rujak hanya terkonsentrasi di belakang
pintu keluar (arah timur). Warung kerang rebus dan
sate padang berada di pintu masuk. Warung sate
padang juga terdapat pada pintu belakang di dekat
deretan rujak uleg dan rujak aceh. Warung jus,
bakso, soto berada di dalam taman.
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 3 No. 3 Desember 2004 : 203 210
209
Taman ini sekarang terlihat kurang
diperhatikan, karena itu pedagang bebas
memilih lokasi berjualan di dalam atau di
luar taman tanpa pengawasan dari pemilik
taman.
Desain warung atau tenda di taman ini
bermacam-macam tanpa keseragaman dan
tidak teratur. Tetapi yang paling banyak
adalah gerobak sorong rujak uleg/aceh
dengan kombinasi kaca dan kayu yang
tingginya biasanya lebih rendah dari gerobak
pedagang soto atau warung juice.
Cara penyajian dagangan, seperti yang
terjadi di Taman Ahmad Yani dan Taman
Gajah Mada, adalah dengan kursi dan meja
pembeli atau tanpa kursi dan meja. Seperti
yang terjadi di Taman Ahmad Yani dan
Taman Gajah Mada, pengunjung Taman Sri
Deli juga dapat memesan makanan agar
diantar oleh pedagang kaki lima ke dalam
taman.
Gambar 6: Lokasi PKL di Taman Sri Deli
Konsumen terbesar pedagang kaki lima
di Taman Sri Deli adalah konsumen rujak
uleg atau rujak aceh. Mereka biasanya bukan
pengunjung taman melainkan konsumen
yang lewat dengan kendaraan roda dua atau
empat yang khusus datang untuk membeli
rujak yang khas ini.
5. Kesimpulan dan Saran
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa jumlah pengunjung Taman Ahmad Yani
yang meningkat pada waktu-waktu tertentu tidak
disebabkan oleh kehadiran pedagang kaki lima di
taman tersebut. Kenaikan jumlah pengunjung
taman lebih disebabkan oleh fungsi-fungsi di
sekitar taman yaitu RS Elizabeth dan sekolah
Harapan. Pengunjung taman sebagian besar adalah
orang-orang yang berkepentingan dengan RS
Elizabeth dan sekolah Harapan dan datang ke
taman bukan karena magnet pedagang kaki lima di
taman tersebut.
Tetapi sebuah catatan perlu digarisbawahi yaitu
pada saat digelar bazaar pedagang bunga hias di
Taman Ahmad Yani. Pada event ini dapat
disimpulkan bahwa jumlah pengunjung taman
meningkat tajam karena terdapat pedagang bunga
hias di taman tersebut.
Taman Gajah Mada dapat dikatakan sukses
sebagai ruang publik. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya kegiatan dilakukan di taman ini
terutama pada hari libur. Pedagang kaki lima tidak
memberi pengaruh yang signifikan karena kegiatan
di taman tetap hidup meskipun pada hari-hari
Senin-Jumat hanya terdapat sedikit pedagang kaki
lima di taman. Dengan kata lain, pedagang kaki
lima, sebaliknya, menjadi lebih banyak pada hari
Sabtu-Minggu karena kehadiran pengunjung taman
yang datang untuk berolahraga atau rekreasi ringan
bersama keluarga.
Kasus yang berbeda terdapat di Taman Sri Deli.
Tanpa kehadiran pedagang rujak di taman tersebut,
hampir tidak ada pengunjung datang ke taman.
Penjual rujak memberi pengaruh yang signifikan
terhadap meningkatnya jumlah pengunjung taman.
Yang penting untuk dicermati adalah karena
pengunjung yang datang ke taman hanyalah datang
untuk membeli rujak dan belum menghabiskan
waktu di taman tersebut. Hampir tidak ada
pengunjung di taman tersebut pada saat pedagang
rujak belum datang ke taman. Jadi untuk Taman Sri
Deli dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima
menjadi faktor yang signifikan terhadap
peningkatan jumlah pengunjung taman.
Daftar Pustaka
Ashihara, Yoshinobu. 1981. The Basic Concept of
Exterior Space. VanNostrand Reinhold, New
York.
Bentley, Ian; Alcock, Alan; Murrain, Paul;
McGlynn, Sue; Smith, Graham. 1985.
Responsive Environment, The Architectural
Press, London.
Danisworo, Mohammad. 2000. Keberadaan
Pedagang Kaki Lima pada Proses Perencanaan
Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Salmina W. Ginting) 210
Tata Ruang Kota, Makalah pada
Diskusi Panel Pedagang Kaki Lima,
ITB, Bandung.
Devas, Nick dan Carole Rakodi. 1992.
Managing Fast Growing Cities.
Oxford, Pergamon.
Dinas Tata Kota Kodya Bandung. 2000.
Penanganan Sektor Informal (PKL)
dalam Kebijaksanaan Tata Ruang,
Makalah pada Diskusi Panel
Pedagang Kaki Lima, ITB, Bandung.
Ginting, Salmina W. 2000. Taman Kota di
Surabaya: Tempat di Tengah Kota
yang Berfungsi sebagai Ruang Publik,
Tesis S-2. ITS. Surabaya.
Marcus, Claire Cooper and Francis, Carolyn.
1998. People Places, Van Nostrand,
New York.
Gehl, Jan. 1987. Life Between Buildings,
Van Nostrand Reinhold, New York
Project for Public Spaces, Inc. 1984.
Managing Downtown Public Spaces,
Planners Press, Chicago.
Sudradjat, Iwan. 1999. Metodologi Riset
Arsitektur, Hand out ke-7 kuliah AR-
501, ITB, Bandung.
Whyte, William H. 1980. The Social Life of
Small Urban Space, The Conservation
Foundation, Washington D.C.

You might also like