You are on page 1of 12

DEMAM THYPOID

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 1994 ).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 13 tahun ( 70% - 80% ),
pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).
(Mansjoer, Arif. 1999).
Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson, 1995).
2. Etiologi
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1) antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2) antigen H(flagella)
3) antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus
3. Patofisiologi
Menurut (Suriadi, 2001) :
a. Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus (terutama di ileum bagian distal), ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikula endotelial, hati, limpa dan organ-organ
lainnnya.
b. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikula endotelial
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu.
c. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer.
Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar
mesentrial dan limpa membesar.
d. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus halus.

4. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal
tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) (Mansjoer, Arif, 1999):
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Demam
1) Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari
2) Minggu II: Demam terus
3) Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat konstipasi, diare
c. Gangguan kesadaran
1) Kesadaran yaitu apatissomnolen
2) Gejala lain Roseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit )
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium (Rahmad Juwono, 1996) :
a) Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
b) Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit.
c) Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
1/200- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai 4 kali antara masa akut dan
konvalesene mengarahatau peningkatan kepada demam typhoid.
6. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam (Patriani Sarasan, 2008) :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis,
dan tromboflebitie.
2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
3) Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-
Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering
terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien
kurang sempurna.
7. Penatalaksanaan Medik
Adapun penatalaksanaan adalah (Pakdhe, 2009) :
a. Obat
Sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam thypoid, yaitu:
1) Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama
demam berkanjut sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg
selama 5 hari kemudian.
2) Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramphenikol
masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat obat terbaru dari jenis
kuinolon.
3) Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan selama 2 minggu.
4) Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametosazol-80 mg
trimetropim), diberikan selama dua minggu.
b. Diet
1) Cukup kalori dan tinggi protein
2) Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas panas dapat diberikan bubur
kasar, dan akhirnya diberikan nasi sesuai tingkat kesembuhan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan secara aman.
3) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan
nutrisi parenteral total.
c. Istirahat
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan kondisi kesadaran
menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu perhatian karena kadang kadang terjadi obstipasi
dan retensi urine.
d. Perawatan sehari hari
Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan
yang digunakan oleh klien.
8. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah
(yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari
makanan pedas (Abdi, 2008).

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,
jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan (Abdi, 2008).
2. Diagnosa keperawatan (Doenges, 2002):
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare/muntah).
3. Intervensi dan Implementasi (Doenges, 2002):
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella typhi
Tujuan :
Suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh.
2) Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
3) Turgor kulit membaik.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
Rasional :
Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi
kecemasan yang timbul.
2) Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional :
Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan
tubuh.
3) Batasi pengunjung
Rasional :
Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4) Observasi TTV tiap 4 jam sekali
Rasional :
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien2,5 liter / 24 jam
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional :
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
6) Memberikan kompres hangat
Rasional :
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
Rasional :
Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
Rasional :
Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan
meningkat.
2) Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional :
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
3) Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun
menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
Rasional :
Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4) Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional :
Untuk menghindari mual dan muntah.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
Rasional :
Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangatkurang.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest.
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil :
1) Kebutuhanpersonalterpenuhi
2) Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh memenuhi AKS dengan teknik
penghematan energi.
Intervensi :
1) Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
(misalnya : Miring kanan, miring kiri).
Rasional :
Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
2) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
Rasional :
Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
3) Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
Rasional :
Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
4) Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional ;
Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang
berlebihan (diare/muntah).
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit meningkat.
2) Wajah tidak nampak pucat.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
Rasional :
Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
2) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Untuk mengetahui keseimbangan cairan 2,5 liter / 24 jam.
3) Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
4) Observasi kelancaran tetesan infuse.
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
4. Evaluasi (Doenges, 2002):
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
a. Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.
b. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
c. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
d. Kebutuhan cairan terpenuhi

You might also like