Professional Documents
Culture Documents
g - F
d
(2)
Gaya Gesek
Selama butir padatan bergerak dalam cairan akan terjadi gaya gesek antara padatan
dan cairan. Butir padatan bergerak dengan kecepatan v dalam fluida yang diam
atau fluida yang bergerak dengan kecepatan v
f
(tetapi v
f
lebih kecil dari v), karena
ada beda kecepatan antara butir padatan dan fluida maka akan terjadi transpor
momentum dari butir padatan ke fluida. Sedangkan yang dimaksud dengan gaya
gesek yaitu perubahan momentum tiap satuan waktu;
Gaya gesek = Fd = perubahan momentum terhadap waktu =
dt
dmu
(3)
Fd =
dt
dmu
=m
dt
du
+u
dt
dm
(4)
Dengan
Fd =gaya gesk yang terjadi pada fluida
m =massa fluida
u =kecepatan maksimum fluida yang dipengaruhi oleh gerakan padatan u=f(v).
J ika v tetap maka u juga tetap atau du/dt =0, sehingga Fd dapat dituliskan menjadi
Fd = u
dt
dm
(5)
dt
dm
=A v (6)
Substitusi antara pesamaan (5) dan (6) dapat disusun menjadi persamaan berikut:
Fd = u A v (7)
Persamaan (7) dapat dituliskan sebagai
Fd = f
d
A
2
2
r
v
(8)
v
r
=kecepatan relatif padatan terhadap fluida
f
d
=faktor gesek
Kecepatan relatif
Padatan diam
Fluida bergerak dengan kecepatan U
Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr =U (9)
Padatan bergerak dengan kecepatan V
Fluida diam
5
Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr =V (10)
Padatan bergerak dengan kecepatan V
V
U
Fluida bergerak dengan kecepatan U
Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr = V U (11)
Fluida bergerak dengan kecepatan U dengan arah berlawanan
U
V
Padatan bergerak dengan kecepatan V,
Kecepatan relatif pada keadaan ini yaitu Vr =V +U (12)
Faktor gesek (f
d
)
Untuk ukuran butir, bentuk butir, kekasaran butir, dan sifat fluida ( dan ),
kecepatan padatan yang berbeda akan menyebabkan gaya gesek yang berbeda.
Pengaruh peubah-peubah ini terhadap gaya gesek dinyatakan dengan faktor gesek.
Hubungan antara nilai faktor gesek dengan peubah-peubah tersebut diperoleh
secara empiris dan disajikan dalam bentuk grafik, yang dinyatakan pada Gambar 4
dan Gambar 5.
Gambar 4 berlaku untuk butiran yang bentuknya tidak teratur dan
mempunyai ukuran yang acak. Pada keadaan ini ukuran butir dinyatakan dengan
D
ave
diameter rerata antara butir yang lolos dan tertahan ukuran ayakan tertentu.
Absis Gambar 4 adalah bilangan Reynolds (Re =
ave
D v. .
), ordinat nilai
D
f , dan
parameternya jenis padatan.
Gambar 5 disusun berdasarkan padatan dengan bentuk tertentu dan ukuran
tertentu. Untuk padatan yang tidak berbentuk bola diameternya dinyatakan dengan
diameter ekuivalen (D
e
).
Absis Gambar 5 berupa bilangan Reynolds (Re =
e
D v. .
), ordinat nilai
D
f , dan
parameternya berupa faktor bentuk ( ).
Diameter equivalen ( De)
Diameter ekuivalen adalah diameter bola yang mempunyai volum sama
dengan volum butir padatan.
Faktor bentuk (spherecity)
Faktor bentuk adalah luas permukaan bola yang mempunyai volum sama
dengan volum butir padatan dibagi luas permukaan padatan
6
Gambar 4. Hubungan antara faktor gesek vs bilangan Reynolds dan jenis padatan
(Brown, 1955)
Gambar 5. Hubungan antara faktor gesek vs bilangan Reynolds dan bentuk
padatan (Brown, 1955)
Contoh 1
Butir padatan berbentuk silinder diameter D dan tinggi L, dengan L=2D.
Diameter equivalen (D
e
) dan faktor bentuk ( ) , untuk padatan ini dapat ditentukan
sebagai berikut:
4
2
D
L=
6
3
e
D
(C1.1)
4
2
D
2D=
6
3
e
D
(C1.2)
D
e
=D
3
3 (C1.3)
F
r
i
c
t
i
o
n
f
a
c
t
o
r
,
f
D
Reynolds Number, Based on Average Screen Size
F
r
i
c
t
i
o
n
f
a
c
t
o
r
,
f
D
Reynolds Number, Based on De
7
832 , 0
2
) 3 (
2
2 2
2
1
3 / 2 2
2
4
2
=
+
=
+
=
D D
D
DL D
D
e
(C1.4)
Kondisi aliran laminer
Pada kondisi aliran laminer bilangan Reynolds kurang dari satu (Re <1)
hubungan antara Re dan f
d
merupakan garis lurus dan tidak berpotongan, sehingga
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut
Log f
d
=a log Re +log C (13)
atau
f
d
=
Re
C
(14)
Untuk butir berbentuk bola nilai C =24, sehingga nilai faktor friksi untuk butir
yang berbentuk bola dan pada kedaan laminer f
f
d
=
Re
24
(15)
Persamaan (8) disubstitusikan ke persamaan (2) diperoleh persamaan sebagai
berikut:
F =m
dt
dv
=m g -
s
m
g - f
d
A
2
2
r
v
(16)
Pada persamaan (16) dapat dilihat bahwa dengan adanya percepatan maka
kecepatan gerak padatan (v) semakin besar, nilai v
r
juga semakin besar,
menyebabkan nilai Fd semakin besar, sehingga nilai F menurun. Perubahan ini
terjadi pada keadaan transient (unsteady state), perubahan ini berlangsung sampai
suatu keadaan dimana nilai F =0 atau
dt
dv
=0 atau tidak ada percepatan, atau
nilai v tetap. Keadaan ini disebut KEADAAN KECEPATAN TERMINAL (nilai v
maksimum). Pada keadaan ini persamaan (16) dapat ditulis sebagai berikut:
v
r maksimun
=
A f
mg
s d
s
) ( 2
(17)
Untuk butir yang berbentuk bola dan sifat gerakannya laminer
A=
4
2
D
(18)
m =
6
3
s
D
(19)
f
d
=
Re
24
(20)
v
r maksimun
=
18
) (
2
s
gD
(21)
persamaan ini dikenal dengan HUKUM STOKES
8
Contoh soal 2
Suatu bola diameternya =0.2cm, densitasnya =8 g/cm
3
dilepaskan dalam cairan yang
mempunyai =1g/cm
3
dan = 1 poice, percepatan gravitasinya 10 m/det
2
a. Tentukan kecepatan maksimumnya
b. Berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai kecepatan bola 8 cm/detik dan berapa jarak
yang sudah pada kecepatan ini.
JAWAB
a. =1 g/cm
3
,
s
=8 g/cm
3
, =1 poice =1 g/cm/det, g =1000 cm/det
2
.
Dicoba seandainya sistem memenuhi keadaan laminer, sehingg hukum Stokes dapat
digunakan:
v
r maksimun
=
18
) (
2
s
gD
=
100 . 18
) 1 8 .( ) 2 , 0 .( 1000
2
=15,5
ik
cm
det
Re =
D v
r
. .
= 1 , 3
1
) 2 , 0 )( 5 , 15 ( 1
= atau Re >1 sehingga kondisi turbulen,
v
r maksimun
=
d
s
f
gD
3
) ( 4
=
D
D
f
f
2 , 43
1 . . 3
) 1 8 .( 2 , 0 . 1000 . 4
=
(C2.1)
Re =Re =
D v
r
. .
=
1
) 2 , 0 .( . 1
r
v
=0,2 v
r
(C2.2)
f
d
=f (Re, ) yang disajikan pada Gambar 5, pada keadaan ini =1 (C2.3)
Persamaan (C2.1), (C2.2), dan (C2.3) merupakan persamaan simultan sehingga penyelesaiannya
secara coba-coba.
f
D
Vm Re
f
D
C2.1 C2.3 C2.2 cocokan bila belum cocok ulang
f
D
coba-coba V
m
Re f
D
hasil hitungan
1 43,2 8,64 4,3
4.3 20,8 4,16 8
10 13,6 2,72 12,5
25 8,64 1,73 19
17 10,45 2,09 17 cocok
Jadi kecepatan terminal butir padatan di atas adalah 10,45 cm/detik
b. Keadaan transient (proses untuk mencapai kecepatan maksimum)
Butir berbentuk bola
dt
dv
= g (1 -
s
) - f
d
v
r
2
m
A
=g (1 -
s
) - f
d
2
2
r
v
s
D
D
3
6
2
4
dt
dv
= g (1 -
s
) - f
d
s
r
D
v
4
3
2
= F
v
dv dt
v
F
1
=
Waktu untuk mencapai V=8 cm ditentukan dengan persamaan integrasi berikut
dv dt
v
v
F
t
v
=
=
=
8
0
1
0
diselesaikan dengan integrasi numeris
J arak yang telah ditempuh diselesaikan dengan persamaan
J arak =s =v dt = vdv
v
v
F
v
=
=
8
0
1
diselesaikan secara integrasi numeris
9
v Re f
D
1/Fv V 1/Fv
0 0 ~ 0 0
1 0,2 120 1,2 10
-3
1,2 10
-3
2 0,4 70 1,34 10
-3
2,68 10
-3
3 0,6 48 1,5 10
-3
4,5 10
-3
4 0,8 40 1,74 10
-3
6,8 10
-3
5 1.0 30 1,9 10
-3
9,5 10
-3
6 1,2 25 2,2 10
-3
13,2 10
-3
7 1.4 22 2,7 10
-3
18,9 10
-3
8 1,6 18 3 10
-3
24 10
-3
Nilai t dan s adalah luasan di bawah kurva
V
F
1
versus v dan v
V
F
1
versus v
Waktu =t = )
1
2
1
...
1 1 1
2
1
(
8 2 1 v v v vo
F F F F
v + + + +
t =1( ) 10 . 3
2
1
... 10 . 34 , 1 10 . 2 , 1 0
2
1
3 3 3
+ + + + =0,014 detik
J arak =s = )
1
.
2
1
...
1 1 1
.
2
1
(
8 2 1 v v v vo
F
v
F
v
F
v
F
v v + + + +
t =1( ) 2410 .
2
1
... 10 . 68 , 2 10 . 2 , 1 0
2
1
3 3 3
+ + + + =0,068 cm.
Kesimpulan yang dapat diambil dari contoh kasus ini adalah, waktu dan jarak tempuh butiran
pada kedaan transient (yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan kecepatan terminal) adalah
sangat kecil, sehingga dapat diabaikan pengaruhnya. Oleh sebab itu pada perancangan alat yang
menggunakan dasar gerakan butir padatan dalam fluida, dasar perhitungan yang digunakan
adalah kecepatan terminalnya.
1
v
F
v
10
BILA FLUIDA BERGERAK KEATAS DENGAN KECEPATAN U
f
TIGA
KEMUNGKINAN YANG TERJADI YAITU
1. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (V
m
) lebih besar dari
kecepatan aliran fluida ke atas (U
f
), pada keadaan ini partikel bergerak ke
bawah dengan kecepatan V
m
- U
f
2. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (V
m
) sama dengan
kecepatan aliran fluida ke atas (U
f
), pada keadaan ini partikel akan stasioner
V
m
= U
f
3. Bila kecepatan terminal butir padatan pada fluida tersebut (V
m
) lebih kecil dari
kecepatan aliran fluida ke atas (U
f
), pada keadaan ini partikel bergerak ke atas
dengan kecepatan U
f
V
m
MEKANIKA GERAK PARTIKEL PADA KONDISI INI DIMANFAATKAN
UNTUK PEMISAHAN PADATAN SECARA ELUTRIASI, KLASIFIKASI,
SIZING, DAN SORTING.
Elutriasi = adalah pemisahan padatan menjadi dua fraksi atau lebih yang
berdasarkan perbedaan kecepatan terminalnya dalam fluida yang bergerak ke atas.
Klasifikasi = adalah pemisahan padatan menjadi dua fraksi atau lebih yang
berdasarkan perbedaan kecepatan terminalnya dalam fluida.
Sizing = adalah pemisahan padatan yang sama densitasnya, tetapi berbeda
ukurannya dengan menggunakan kecepatan aliran fluida.
Sorting = adalah pemisahan padatan yang sama bentuk dan ukurannya tetapi
berbeda densitasnya, dengan menggunakan kecepatan aliran fluida.
Pada pemisahan ini yang memegang peran penting adalah perbedaan
densitas padatan ( ) dan ukuran padatan (D). Bila dijumpai campuran padatan A
dan B dengan
B A
> tetapi jika D
B
>D
A
ada kemungkinan campuaran padatan
tersebut tidak dapat terjadi pemisahan dengan sempurna. Oleh sebab itu perlu
ditentukan batas kisaran ukuran campuran padatan yang dapat memberikan
pemisahan yang sempurna.
max
A
V
DA
A A
f
gD
3
) ( 4
=
max
B
V
DB
B B
f
gD
3
) ( 4
=
Pemisahan tidak dapat berlangsung dengan sempurna bila max max
B A
V V =
DA
A A
f
gD
3
) ( 4
DB
B B
f
gD
3
) ( 4
=
DA
A A
f
gD
3
) ( 4
=
DB
B B
f
gD
3
) ( 4
atau dapat dituliskan sebagai
11
=
A
B
DB
DA
B
A
f
f
D
D
Pada kedaan laminer
A
B
DB
DA
D
D
f
f
= maka
5 , 0
) (
=
A
B
B
A
D
D
Pada keadaan turbulent
DB DA
f f = maka
=
A
B
B
A
D
D
J adi dapat disimpulkan bahwa pemisahan campuran butir padatan A dan B
dapat berlangsung dengan baik bila Separation Ratio (perbandingan ukuran
partikel yang terkecil terhadap ukuran partikel B yang terbesar) menurut
persamaan
n
A
B
B
A
D
D
) (
=
Nilai n=0,5 untuk keadaan laminer, nilai 0.5<n <1 untuk keadaan transisi, dan n =
1 untuk keadaan turbulen.
J ika nilai fluida yang bertugas sebagai media pemisah nilainya sama atau
mendekati nilai
B
sehingga nilai 0 =
B
atau mendekati nol. Bila keadaan ini
terjadi pemisahan dapat berlangsung sempurna pada sembarang perbandingan
ukuran butir A dan B. Untuk mendapatkan fluida pemisah yang mempunyai
densitas tinggi dapat dilakukan dengan:
1. Melarutkan soluble materian ke dalam cairan.
2. Mendispersikan padatan berukuran halus ke dalam cairan.
Contoh soal Sizing (Diambil dari Brown, Chapter 7 nomor 5 )
Padatan charcoal yang dapat dianggap berbentuk bola mempunyai specific gravity 0,8
ingin dipisahkan dalam ukuran tertentu dalam kolom yang dialiri udara pada suhu 20
0
C dan
tekanan atmosferis dengan kecepatan aliran 10 fps. Charcoal dimasukkan pada bagian atas
kolom dan udara dialirkan dari bagian bawah. Tentukan ukuran butir charcoal terkecil yang ada
pada hasil bawah.
Jawab
3
8 , 0
cm
g
charcoal
=
3
3
2910 , 1
cm
g
udara
=
det .
01810 , 0
2
cm
g
udara
=
Dasar perhitungan untuk menentukan ukuran butir padatan terkecil yang dapat terendapkan
adalah bila kecepatan terminal butir ukuran tersebut sama dengan kecepatan aliran udara ke atas .
Padatan halus dan udara
Padatan umpan
Udara
Padatan ukuran besar
12
U
f
=V
max
ik
cm
ft
cm
x
ik
ft
U
f
det
8 , 304
48 , 30
det
10 = =
Dicoba kondisi gerakan padatan dalam fluida laminer;
18
) (
2
max
=
s
gD
V
2
3 2
01810 , 0 . 18
) 310 , 1 8 , 0 ( 1000
8 , 304
=
D
D
2
=0,001236 cm
2
D =0,035 cm
Cek nilai Reynolds nya
046 , 77
10 . 018 . 0
035 , 0 . 8 , 304 . 10 . 3 , 1
Re
2
3
max
= = =
D V
KEADAAN TURBULEN
D
s
m
f
gD
V
3
) ( 4
=
3
3
10 . 3 , 1 3
) 10 . 3 , 1 8 . 0 ( . 1000 . 4
8 , 304
D
f
D
= D =0,11341 f
D
f
D
=f(Re) Gambar
D
D VD
33 , 2201
10 . 018 . 0
. 8 , 304 . 10 . 3 , 1
Re
2
3
= = =
Persamaan simultan tersebut diselesaikan dengan cara coba-coba
Coba f
D
hitung D hitung Re coba terus sampai cocok
Baca Re dalam gambar
Coba nilai f
D
Re terhitung Re grafik
4 1000 35
1,75 437,5 430 cocok
KONDISI YANG MEMBERIKAN PENYIMPANGAN TERHADAP
KONDISI IDEAL (ASUMSI-ASUMSI YANG DIAMBIL UNTUK
PENYUSUNAN PERSAMAAN GERAK DI ATAS).
1. Hindered settling
Hindered settling adalah suatu kondisi dimana ada pengaruh antar partikel.
Hal ini terjadi bila konsentrasi padatan cukup.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK KONDISI INI
1. Partikel dianggap bergerak dalam fluida yang bercampur dengan padatan. Untuk
kondisi ini dapat didekati dengan kondisi discrete partcle tetapi sifat fluida ( ) ,
diganti dengan sifat slrurry ( ) ,
b b
. Sehingga persamaan kecepatan terminal
pengendapan pada keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
v
r maksimun
=
A f
mg
s b d
b s
) ( 2
(22)
v
r maksimun
=
b
b s
gD
18
) (
2
(23)
Nilai ( ) ,
b b
ditentukan dengan sebagai berikut:
100
100 ) 1 ( . . 100
.
. .
s
b
x x
total volume
total campuran Berat
+
= = (24)
dengan x=fraksi volume cairan dalam slurry
13
Nilai
b
dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar (6)
Gambar(6). Faktor pengendapan pada kondisi hindered settling dan
b
versus Fraksi volume cairan dalam slurry (X) (Brown, 1955)
2. Untuk butir berbentuk bola, pendekatan yang lain yang dapat digunakan
untuk menentukan kecepatan maksimum pada keadaan hindered settling adalah
dengan persamaan berikut:
V
hindered settling
=Fs (V
discrete paticle
) (25)
Atau
V
h
=Fs V
rmaksimum
(26)
Dengan nilai Fs dapat ditentukan dari Gambar (6) atau ditentukan dengan
persamaan berikut:
Fs =
) 1 ( 10
82 , 1
2
X
X
b
14
untuk peristiwa semacam ini sangat kompleks oleh sebab itu analisis terhadap
peristiwa ini dilakukan secara percobaan laboratorium (empiris). Pembahasan lebih
rinci untuk kondisi ini dibahas pada fenomena tipe pengendapan III.
3. Immobile fluid
Untuk butiran padatan yang bentuknya tidak beraturan, maka akan ada fluida
yang terjerap di permukaan padatan tersebut. Faktor koreksi untuk peristiwa ini
dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
3
2
)
1
(
1
) 1 ( 123 , 0
a
a
x
x
a
V
V
F
m
H
s
+
+
= = (29)
dengan
particle volume
fluids immobile volume
a
.
" . "
=
4. Pengaruh dinding
Pengaruh dinding tempat penampung (container) tidak dapat diabaikan
pengaruhnya, bila nilai
D
D
C
tidak cukup besar besar atau nilai
D
D
C
kurang dari 20.
dengan D
c
=diameter container
Bila pengaruh dinding berpengaruh maka diperlukan faktor koreksi sebagai
berikut:
25 , 2
) 1 ( .
D
D
koreksi Faktor
C
= Untuk kondisi laminer (30)
5 , 1
) ( 1 .
D
D
koreksi Faktor
C
= Untuk kondisi turbulent (31)
PERSAMAAN UMUM GERAK PARTIKEL
Bila ada gaya yang bekerja pada butir padat kearah vertikal dan horisontal
K
A
F
D
F
Dv
F
Dh
V
h
V
v
V
r
G
Gambar 7. Skema gaya yang bekerja pada padatan ke arah vertikal dan horisontal
Neraca gaya arah vertikal
F
V
=G K
A
- F
DV
(32)
F
V
=G K
A
- F
D
sin (33)
15
m
r
v
r
D
s
v
V
V
AV
f g
m
mg
dt
dV
2
2
= (34)
m
V AV
f g
dt
dV V r
D
s
v
2
) 1 (
= (35)
Neraca gaya arah horisontal
F
h
= - F
Dh
(36)
F
h
= - F
D
cos (37)
m
r
h
r
D
h
V
V
AV
f
dt
dV
2
2
= (38)
m
V AV
f
dt
dV h r
D
h
2
= (39)
dengan
) (
2 2
v h r
V V V + = (40)
) (Re, f f
D
= (41)
D V
r
= Re (42)
Persamaan 32 sampai 42 merupakan persamaan yang simultan.
Untuk pola aliran laminer
D V
C
D V
C C
f
r
r
D
= = =
Re
(43)
m
V AV
g
dt
dV V r
s
v
2
) 1 (
=
D V
C
r
(44)
mD
AV C
g
dt
dV
V
s
v
2
) 1 (
= (45)
m
V AV
f
dt
dV h r
D
h
2
=
D V
C
r
(46)
mD
AV C
dt
dV
h h
2
= (47)
Pada kondisi pola aliran laminer persamaan 43 sampai 47 bukan merupakan
simultan.
16
PERSAMAAN GERAK PARTIKEL DALAM FLUIDA YANG BERGERAK
HORISONTAL DENGAN KECEPATAN U
f
Fuida U
f
K
A
F
Dv
F
D
U
f
-V
h
Dh
V
h
V
r v
G
Gambar 8. Skema gaya yang bekerja pada padatan pada fluida yang bergerak
horisontal
F
V
=G K
A
- F
DV
F
V
=G K
A
- F
D
sin
m
r
v
r
D
s
v
V
V
AV
f g
m
mg
dt
dV
2
2
=
m
V AV
f g
dt
dV V r
D
s
v
2
) 1 (
=
Neraca gaya arah horisontal
F
h
= F
Dh
F
h
= F
D
cos
m
r
h f r
D
h
V
V U AV
f
dt
dV
) (
2
2
=
m
V U AV
f
dt
dV h f r
D
h
2
) (
=
dengan } ) {(
2 2
v h f r
V V U V + =
) (Re, f f
D
=
D V
r
= Re
Pada keadaan terminal atau 0 =
dt
dV
v
dan 0 =
dt
dV
h
Maka
0
2
) (
=
m
V U AV
f
h f r
D
sehingga
f h
U V = max
} ) {(
2 2
v f f r
V U U V + =
atau
17
max max
v r
V V =
0
2
max max
) 1 ( =
m
V AV
f g
V r
D
s
sehingga
A f
m g
V
D
v
s
2 ) 1 (
max
=
untuk butir berbentuk bola
D
s
v
f
gD
V
3
) ( 4
max
=
PENERAPAN PERSAMAAN GERAK BUTIR PADATAN PADA FLUIDA YANG
BERGERAK
Gerakan butir padat pada fluida yang bergerak horisontal dapat digunakan sebagai dasar
perancangan beberapa alat pemisah padat cair, misalnya gravity settling tank, flotator,
elutriator, double cone classifier, spitzkastan, dan masih banyak lagi.
18
Gambar 9. Peralatan dalam industri kimia yang didasarkan atas gerak padatan
dalam fluida yang bergerak ke atas (Brown ,1955 )
Contoh soal 4
1.Gravity settling tank digunakan untuk membersihkan air limbah dari oil refinery. Limbah cair
itu mengandung 1% minyak dengan specific gravity =0,87, Ukuran butirnya terdistribusi antara
10 m sampai 50 m . Berapa panjang gravity settling tank yang harus dirancang bila diketahui
debit air limbah yang mengandung minyak sebanyak 0,63 liter per detik, lebar dan tinggi gravity
settling tank tersebut ditentukan sebesar 3 meter dan 2 meter. Untuk kasus ini gravity settling
tank berfungsi sebagai flotator karena densitas minyak lebih kecil dari densitas minyak
( <
s
).
Penyelesaian
Seperti diketahui bersama bahwa keadaan transient gerakan butir padat dalam fluida relatif
singkat, sehingga yang digunakan untuk dasar perancanagan suatu alat yaitu kondisi terminal.
f h
U V = max
A f
m g
V
D
v
s
2 ) 1 (
max
=
D
f
gD
s
3
) 1 ( 4
=
) (Re, f f
D
=
D V
vr
max
Re=
Asumsi yang diambil untuk menyelasaikan permasalahan ini yaitu
1. Sifat fisis cairan sama dengan sifat fisis air (
ik cm
g
cm
g
cp
det .
2
10 1 , 1 3
= = = ), adanya
minyak diabaikan pengaruhnya,
2. Butir minyak berbentuk bola
3. Yang digunakan sebagai dasar perhitungan yaitu diameter minyak ukuran terkecil
(10 ) 10
3
cm m
= , karena bila butir terkecil sudah sampai dipermukaan berarti semua butir
minyak sudah sampai di permukaan).
f h
U V = max =
ik
cm
il
cm
cm cmx wxh
Q
A
Q
det
det
0105 , 0
200 300
630
3
= = =
max
v
V
D
D D
f
f f
gD
s
4163 , 0
3
) 1 ( 10 . 1000 . 4
3
) 1 ( 4
1
87 , 0 3
=
Dicoba seandainya gerakan butir kearah vertikal laminer:
19
max
240
10 . max . 1
10 . 24
3
2
v v r
D
V V D V
C
f = = =
sehingga V
v
max =
max
240
17333 , 0
v
V
=
V
v
max =7,222 10
-4
ik
cm
det
D V
vr
max
Re= = 1 22210 , 7
10
10 . 22210 , 7 . 1
5
2
3 4
< =
Pola aliran laminer cocok dengan anggapan.
Waktu yang diperlukan oleh butir terkecil sampi di permukaan air adalah
Waktu = jam ik
cm
butir kecepa te resul
k settling gravity tinggi
77 det 7710 , 2
22210 , 7
200
. tan . tan
tan . . .
5
4
= = =
Waktu tinggal fluida dalam tangki sama dengan waktu yang diperlukan butir terkecil sampai
dipermukaan cairan.
J adi panjang gravity setling tank (L) yang seharusnya dibuat adalah:
L =U
f
x waktu tinggal
L =0,0105
ik
cm
det
x 2,77 10
5
detik =29 m.
PENGENDAPAN TIPE II. HINDERED SETTLING
Fenomena pengendapan tipe II atau hidered settling terjadi pada pengendapan slurry
dengan konsentrasi padatan yang tinggi, sehingga adanya pengaruh antar butir padatan tidak
dapat diabaikan pengaruhnya. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh sifat fluida, sifat dan
ukuran padatan, dan konsentrasi slurry. Atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
) , , , , , , ( C g D f v
s
=
Pemodelan matematis untuk kondisi hindered settling ini sulit dilakukan, oleh sebab itu
kecepatan sedimentasi ditentukan berdasarkan hasil pengamatan laboratorium dalam percobaan
secara batch untuk jenis slurry tertentu. Bila jenis slurry tertentu maka nilai g D
s
, , , , ,
tetap, maka kecepatan sedimentasi hanya merupakan fungsi konsentrasi saja atau
) (C f v = .Sehingga dalam perancangan thickener untuk pemisahan campuran padat-cair jenis
tertentu diperlukan data hubungan antara kecepatan pengendapan fungsi konsentrasi dari
percobaan batch dalam laboratorium untuk campuran tersebut.
Sedimentasi batch
Data yang menyatakan hubungan antara kecepatan sedimentasi dan konsentrasi untuk
suatu jenis slurry tertentu diperoleh dari percobaan laboratorium yang dilakukan secara batch.
Adapun pelaksanaannya sebagai berikut. Slurry dengan konsentrasi tertentu diaduk agar uniform
dimasukkan dalam tabung kaca berskala dengan diameter sekitar 10 cm (agar pengaruh dinding
dapat diabaikan dan tidak mudah patah) dan tingginya sekitar 40 cm, keadaan ini dinyatakan
sebagai waktu mula-mula (t=0). Perubahan tinggi bidang batas antara lapisan bening dan keruh
untuk waktu-waktu tertentu dicatat, pengamatan dihentikan bila lapisan jernih dan keruh tidak
berubah lagi. Skema sedimentasi secara batch dinyatakan pada skema berikut ini.
20
Gambar 10. Skema sedimentasi secara batch dan data pengamatan laboratorium
Data pengamatan laboratorium yang diperoleh adalah H = f(t) perlu
diubah menjadi ) (C f v =
Penentuan V berdasarkan data batch
Kecepatan turunnya bidang batas bening keruh merupakan kecepatan sedimentasi.
Sehingga kecepatan sedimentasi dapat ditentukan berdasarkan tangen arah garis singgung pada
berbagai titik dalam kurva Z vs t.
Tangen arah garis singgung yang melalui titik A( t
L
,H
L
) adalah
L
L i
L
t
H H
v
= , dengan H
I
adalah intersep garis singgung. Dengan cara yang sama dapat ditentukan kecepatan sedimentasi
pada berbagai titik dalam kurva tersebut.
Penentuan C berdasarkan data batch
Konsentrasi pada setiap posisi pada kolom percobaan batch selalu berubah, perubahan
konsentrasi yang ditentukan berdasarkan data H=f(t) dapat dijelaskan sebagai berikut.
21
V
Z
C
V V +
C C + V
Gambar 11 . Skema perubahan konsentrasi pada kolom percobaan batch
Kalau ditinjau titik (posisi) dengan konsentrasi tetap C seolah-olah posisi itu bergerak ke atas
dengan kecepatan V
Z.
Neraca massa padatan pada zone yang mempunyai konsentrasi tetap C C+C
) )( ( ) ( C C V V A C V V V A
Z Z
+ + = + +
V
dC
dV
C V
Z
=
Pada zone dengan C tetap, V tetap,
dC
dV
juga tetap, ,maka
Z
V tetap,
Nilai
L
L
Z
t
Z
V =
Misal zone yang mempunyai konsentrasi C
L
bergerak ke atas dengan kecepatan V
Z
yang
tetap, mula-mula zone tersebut berada di dasar tabung. Pada waktu t=0 (pada keadaan awal)
semua partikel berada di atas zone dengan konsentrasi C
L
yang beradadi dasar tabung. Pada
waktu tertentu (t
L
) saat C
L
berada di zone paling atas maka semua padatan berada di bawah zone
tersebut. J adi pada waktu t
L
semua partikel melewati zone tersebut, atau dapat dituliskan dengan
persamaan berikut:
0 0
) ( C AZ t C V V A
L L V L
= +
L
L
L
L
L Z L
L
t
t
Z
V
C Z
t V V
C Z
C
) (
) (
0 0 0 0
+
=
+
=
) (
0 0
L L L
L
Z t V
C Z
C
+
=
dengan V
L
=kecepatan pengendapan butir padat terhadap tabung
V
V
=kecepatan zone dengan konsentrasi tertentu terhadap tabung
Z
0
=tinggi lapisan keruh dan bening mula=tinggi slurry dalam kolom
C
0
=konsentrasi padatan pada slurry mula-mula
Dari data batach dan dengan menggunakan persamaan (???) dan (???) dapat ditentukan
hubungan kecepatan sedimentasi fungsi konsentrasi untuk suatu slurry tertentu. Data ini
kemudian digunakan sebagai dasar perancangan thickener.
22
Sedimentasi kontinyu
Gambar 12 Skema thickener (Ryenolds, 1982 )
Neraca massa padatan pada thickener
Karena pada campuran ini tidak ada perubahan volume (konstraksi volum) maka neraca massa
sama dengan neraca volum.
U V F
LC VC FC + =
dengan
F, V, dan L adalah debit umpan, hasil atas (beningan) dan hasil bawah (sludge), (l/jam)
U V F
danC C C , , adalah konsentasi padatan dalam umpan, hasil atas, dan hasil bawah.
Bila dikehendaki beningan bebas padatan ( ) 0 =
V
C maka persamaan (??) dapat dituliskan
menjadi
U F
LC FC =
DASAR PERANCANGAN THICKENER
Luas penampang thickener
Ada dua dasar pertimbangan yang digunakan untuk menentukan luas penampang
thickener yang dibutuhkan, yaitu didasarkan atas hasil beningan dan hasil sludge.
Dasar perancangan 1
Tidak ada butiran padat yang bergerak ke atas terikut aliran hasil atas, oleh sebab itu luas
penampang harus cukup luas. Butiran tidak bergerak ke atas bila kecepatan terminal butir padat
lebih besar dari kecepatan aliran cairan ke atas (
f m
V V > ). Oleh sebab itu luas pemampang
minimum yang harus dirancang didapatkan dari persamaan berikut :
imum A
Q
imum penampang luas
beningan aliran debit
V V
f m
min min . .
. .
= = =
m
V
Q
imum A = min
Dasar perancanagan 2
Luas penampang harus cukup untuk melewatkan gerakan padatan ke bawah. J umlah total
padatan yang bergerak (F
L
) ke bawah terdiri dari padatan yang dibawa aliran ke bawah
(terangkut oleh bulk flow) dan padatan yang kebawah karena mempunyai kecepatan
pengendapan, atau dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
23
C V A C L F
L
. . . + =
) (C f F
L
=
nilai ) (C f F
L
= berubah terhadap posisi dalam ketinggian thickener. Total padatan yang ada
dalam thickener adalah sama dengan padatan yang ada dalam arus umpan (
F
FC ) sehingga bila
nilai
F L
FC F > maka batasan di atas sudah terpenuhi. Luas penampang minimum yang
dibutuhkan adalah bila
F L
FC F = , sehingga luas penampang minimum yang dibutuhkan yang
didasarkan atas batasan ini dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
C V A C L FC F
imum F L
. . .
min
+ = =
atau
C V
C L C F
A
F
imum
.
. .
min
=
karena nilai CdanV berubah pada setiap posisi ketinggian thickener maka akan diperoleh
beberapa nilai A minimum. A minimum yang dipilih sebagai dasar perancangan adalah A
minimum yang nilainya paling besar.
Kedalaman thickener
Salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan kedalaman thickener ditentukan
berdasarkan kecepatan aliran hasil bawah. Dasar perancangan kedalaman thickener adalah waktu
tinggal slurry dalam thickener.
Waktu tinggal =
waktu
volume
Volume
=
waktu
massa
Massa
Waktu tinggal rata-rata padatan pada bagian bawah=
F
u
u
FC
HAC
=
Sehingga
U
U F
AC
FC
H
=
Bila nilai
u
diketahui maka nilai H dapat ditentukan.
Penentuan
u
Nilai
u
dapat ditentukan secara grafis berdasarkan data laboratorium urutan
penentuannya sebagai berikut:
Tarik garis singgung yang besarnya tetap pada kondisi awal dan kondisi akhir, buat garis bagi
sudut yang terbentuk dari perpotongan kedua garis singgung tersebut. Titik potong antara garis
bagi sudut dan kurva H vs t , diberi nama titik C (H
C
dan t
C
). Dibuat garis singgung melalui titik
C, Nilai
u
merupakan titik patong antara garis singgung melaui C ini dengan garis horisontal
melaui H
U
. Nilai H
U
ditentukan berdasarkan persamaan neraca massa padatan dalam kolom
percobaan batch, sebagai berikut:
A C
o
H
o
=A C
U
H
U
sehingga H
U
= =
U
o o
AC
H AC
U
o o
C
H C
24
Contoh soal:
Suatu industri mempunyai slurry dengan kandungan padatan yang sanagt rendah yaitu
5% berat. Untuk menadapatkan cairan yang bebas padatan dan slurry yang pekat dengan
konsentrasi padatan 30%berat dipilih cara sedimentasi dalam thickener. Tentukan luas dan
kedalaman thickener teoritis yang sebaiknya dibuat, bila industri tersebut mempunyai slurry
sebanyak 36 ton/jam.Data sedimentasi secara batch yang dilakukan duilaboratorium disusun
dalam tabel berikut:
Tinggi bidang batas
,cm
Waktu, detik
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4.5
4
3.5
3.0
0
4
7
11
14
17
20.5
23.5
27.5
32
35.5
40
44
50
64
83
131
Penyelesaian
U V F
LC VC FC + = 3 . 0 . 0 . 05 . 0 . 36 L V + = L =6
jam
ton
F =
ik
g
ik
jam
ton
g
jam
ton
det
000 . 10
det 3600
1 1000000
36 =
L =6
jam
ton
=1666,7
ik
g
det
Rumus yang digunakan
L
L i
L
t
H H
v
= dan
) (
0 0
L L L
L
Z t V
C Z
C
+
= =
) (
05 . 0 17
L L L
Z t V
x
+
25
Amin bagian atas (bagian klarifikasi)
m
V
Q
imum A = min , nilai V
m
pada keadaan ini dapat ditentukan berdasarkan data batch H vs t
pada kedaan awal yang nilainya masih tetap, pada kondisi ini sering disebut dengan free settling
atau kondisi dimana konsentrasi padatan belum berpengaruh. Sedangkan Q adalah flow rate
beningan.
Amin bagian bawah (bagian sedimentasi)
C V
C L C F
A
lart
F
imum
.
. .
min
=
glart
gpdt
xC
cm
glart
x
ik
cm
V
xC
glart
gpdt
x
il
glart
lart
3
2 , 1
det
7 . 1666 05 , 0
det
000 . 10
= =
VC
C
2 , 1
7 , 1666 500
(A)
Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut ini
H
L
, cm t
L
, detik H
i
V
L
,cm/det
ik
C
L
, g pdt/g
lart.
Amin (pers.
A)
16
11
8
7
6
5
4.7
4.5
4.25
4
3.5
3.2
3
4
20.5
32
35.5
40
45
47.5
50
55
63.5
83
130
131
17
16.1
15.9
15.55
14.7
13
10.1
8.35
6.05
5.9
4.8
4.4
3
0.25
0.25
0.246
0.241
0.218
0.1789
0.114
0.077
0.033
0.030
0.016
0.0106
0.001
0.05
0.05
0.0531
0.0546
0.0578
0.0653
0.0841
0.1018
0.1405
0.144
0.177
0.193
0.293
27777,8
27777,8
26251,8
25901,9
26696,7
28044,4
31276,6
35118,2
47779,1
50154,3
60322,5
72642,1
33181,3
Amin bagian atas (bagian klarifikasi)
Debit cairan beningan =V =F-L=10.000
ik
g
det
1666,7
ik
g
det
=8333,3
ik
g
det
Kecepatan terminal butir V
m
=0,25
ik
cm
det
2
3
2 , 33333
det
25 , 0
1
det
3 , 8333
min cm
ik
cm
g
cm
x
ik
g
V
Q
imum A
air
air air
m
= = =
Luas penampang minimum teoritis yang sebaiknya digunakan adalah Amin yang paling besar
yang ditentukan berdasarkan Amin pada seksi klarifikasi dan seksi sedimentasi. Pada hasil
perhitungan ini digunakan Amin teoritis sebesar =72642,1 cm
2
.
Kedalam thickener
Kedalam thickener ditentukan beradsarkan persamaan berikut:
H
U
=
U
o o
C
H C
= 8333 , 2
3 . 0
05 . 0 17
=
x
26
ik
U
det 5 , 69 =
U
U F
C A
FC
H
= = cm
x x
x x
328 , 1
2 , 1 3 , 0 72642
5 , 69 05 , 0 10000
=
Kedalan thickener bila dihitung berdasarkan kelaman seksi sedimentasi sangat kecil, oleh sebab
itu kelaman thickener ditentukan berdasarkan kedalaman beningan (3 ft sampai10 ft) yang
seharusnya dirancang dengan dasar pertimbangan agar pengambilan beningan betul terbebas dari
padatan, juga kemiringan dasar thickener dengan pertimbangan kemudahan pengambilan
padatan. Kedalaman total thickener biasa sekitar 10 ft sampai 15 ft.
Contoh ukuran thickener untuk bentuk rectangular dan sirkular yang sering
dijumpai pada pemisahan primer pada pengolahan limbah (Reynolds, 1982)
Uraian Kisaran
nilai
Nilai umum
Rectangular
-Kedalaman, ft
-Panjang,ft
-Lebar.ft
-Kecepatan flight,
ft/menit
Circular
-Kedalaman, ft
-Diameter, ft
-Kemiringan dasar, in/ft
Kecepatan flight, rpm
10 15
50 300
10 80
2 4
10 15
10 200
- 2
0,02 0,05
12
80 130
16 32
3
12
40 150
1
0,03
Gambar 12. Gambar Sederhana Bak Sedimentasi
27
Gambar 13. Thickener bentuk rectangular
28
Tangki Sedimentasi dengan Pipa Umpan Melalui Bawah Tanki
Tangki Sedimentasi dengan Pipa Umpan Menembus Dinding Tangki
Gambar 14. Thickener bentuk circular
29
PENGENDAPAN TIPE III FLOKULASI
Flokulasi atau koagulasi adalah termasuk operasi sedimentasi, dengan penambahan
flocculant agent menyebabkan terjadinya penggabungan butir padatan selama mengendap.
Sehingga flokulasi atau koagulasi merupakan peristiwa yang kompleks, karena kecepatan
pengendapan dipengaruhi beberapa faktor antara lain sifat butir dan ukuran padat , sifat fluida,
dan sifat flocculant agent. Untuk dasar perancangan flokulator digunakan data pengamatan
secara batch di laboratorium
Pengamatan flokulasi secara batch
Alat yang digunakan berupa kolom yang dilengkapi lobang-lobang pengambilan cuplikan
pada beberapa posisi. Tinggi kolom sekitar 3 meter atau tergantung dengan berapa banyak
konsentrasi padatan dalam sludge yang diinginkan. Sedangkan diameter kolom sekitar 15 cm
agar pengaruh dinding dapat diabaikan atau disesuaikan dengan tinggi kolom agar tidak patah.
Percobaan dilakukan sebagai berikut; slurry yang telah dicampur dengan flocculant agent
diaduk agar uniform dimasukkan ke dalam kolom. Setiap selang waktu tertentu diambil cuplikan
dari setiap posisi untuk ditentukan konsentrasi padatannya.
Data yang didapatkan adalah konsentrasi padatan fungsi posisi (Z) dan waktu (t).
Beradasarkan data tersebut kemudian ditentukan percent removal padatan untuk masing-
masing cuplikan. Digambarkan hubungan antara pecent removal versus waktu dan posisi.
Setelah itu ditentukan overall removal (Rt) versus kecepatan pengendapan padatan (v) dan
waktu. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Percent removal =
0
0
. tan .
. tan . . tan .
t pada pada i konsentras
t pada pada i konsentras t pada pada i Konsentras
Overall removal =(Rt)
Rt = ) % (% ) % (% %
2 3
2
1 2
1
1
R R
H
h
R R
H
h
R
+ + ... ) % (%
3 4
3
+
R R
H
h
v =
t
H
tertentu untukRt waktu
pada asan l tinggi atau kolom tinggi
=
. .
tan . int . . . .
Untuk lebih memahami cara perhitungan pada peristiwa ini dibicarakan contoh
perancangan tangki koagulasi sebagai berikut:
Contoh soal
Rancanglah ukuran tangki koagulasi yang sebaiknya dibuat, untuk mengendapkan
padatan sebanyak 60% dari padatan dalam umpan. Bila diketahui konsentrasi padatan dalam
umpan 400 mg per liter atau 400 ppm dengan debit 100 m
3
per jam. Berdaskan pengalaman
faktor scale-up untuk kecepatan overfllow 0,65 dan untuk waktu tinggal 1.75.
Data pengamatan secara batch yang berupa konsentrasi padatan (mg/l), fungsi waktu
(menit), dan posisi lobang pengambilan cuplikan (ft) disajikan dalam tabel berikut ini:
Konsentrasi padatan,mg/l
Kedalaman,
ft
t=10
menit
t=20
menit
t=30
menit
t=45
menit
t=60
menit
2
4
6
8
264
308
343
682
236
272
297
765
162
225
252
810
122
198
213
881
100
144
205
942
Percent removal
Kedalaman,
ft
t=10
menit
t=20
menit
t=30
menit
t=45
menit
t=60
menit
2
4
6
8
0,34
0,23
0,142
-
0,41
0,32
0,257
-
0,59
0,44
0,37
-
0,70
0,51
0,47
-
0,82
0,64
0,49
-
30
Data ini digambarkan dengan koordinat waktu (menit) vs kedalaman (ft) dengan parameter
percent removal, sebagai berikut:
Berdasarkan gambar tersebut kemudian ditentukan overall removal (Rt) dan kecepatan
pengendapan (Vo) sebagai berikut:
Kurva 20%
T=16,5 menit =0,275 jam
2 3
.
5 , 5222
48 , 7
.
1440
5 , 16
8
ft hari
gal
ft
gal
hari
menit
menit
ft
V
o
=
=
Rt=20+ ( ) ( ) ( ) ( ) 60 70
8
4 , 0
50 60
8
85 , 0
40 50
8
55 , 1
) 30 40 (
8
05 , 3
20 30
8
6
+ + + +
Rt =34,82
Kurva 30%
T=30 menit =0,5 jam
2 3
.
32 , 2872
48 , 7
.
1440
30
8
ft hari
gal
ft
gal
hari
menit
menit
ft
V
o
=
=
Rt =30+ ( ) ( ) ( ) 60 70
8
15 , 1
50 60
8
2
40 50
8
5 , 3
) 30 40 (
8
3 , 6
+ + +
Rt =47,68
Kurva 40%
T=43 menit =0,7166 jam
2 3
.
24 , 2154
48 , 7
.
1440
43
8
ft hari
gal
ft
gal
hari
menit
menit
ft
V
o
=
=
Rt =40+ ( ) ( ) ( ) 60 70
8
2 , 2
50 60
8
2 , 3
40 50
8
85 , 5
+ +
Rt =54,06
Kurva 50%
T=70 menit =1,166 jam
2 3
.
994 , 1230
48 , 7
.
1440
70
8
ft hari
gal
ft
gal
hari
menit
menit
ft
V
o
=
=
Rt =50+ ( ) ( ) 60 70
8
45 , 5
50 60
8
15 , 7
+
31
Rt =65,75
Kurva 60%
T=85 menit =1,416 jam
2 3
.
76 , 1013
48 , 7
.
1440
95
8
ft hari
gal
ft
gal
hari
menit
menit
ft
V
o
=
=
Rt =60+ ( ) 60 70
8
2 , 7
Rt =69
Dari hasil perhitungan ini dibuat grafik hubungan antara waktu vs overall removal dan grafik
hubungan antara kecepatan pengendapan vs overall removal, sebagai berikut:
Berdasarkan gambar tersebut untuk total pengendapan 60% dapat ditentukan waktu pengendapan
selama 0,94 jam dan kecepatan pengendapan 1625(gal/hari/ft
2
), data ini digunakan sebagai dasar
perancangan bak koagulasi.
Debit air limbah ayang akan dipisahkan padatannya =
Q =100
hari
gal
l
gal
m
l
hari
jam
jam
m
082 , 634
785 , 3
1 1000 24
3
3
=
Luas penampang bak koagulasi yang dibutuhkan =A=
2
600
65 , 0 1625
082 , 634
65 , 0
ft
x Vox
Q
= =
Kedalaman bak koagulasi yang dibutuhkan =H =
A
xtx Q 75 , 1 .
=
ft
gal
ft
jam
hari x x
22 . 8
48 , 7
1
24
1
30
75 , 1 9 , 0 082 , 634
3
=