Dibuat oleh: Mustika CS,Modifikasi terakhir pada Sun 11 of Jul, 2010 [06:15 UTC] IDENTITAS PASIEN NAMA : Ny. Rukimah UMUR : 59 tahun MASUK TANGGAL : 19 Mei 2009 RUANG : MAWAR
II. ANAMNESIS Keluhan utama : Berak darah segar kadang hitam disertai pola defekasi yang berubah mendadak kurang lebih 2 minggu ini. Keluhan tambahan: Mual, perut terasa penuh, perih pada daerah anorektal. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Salatiga dengan keluhan berak disertai darah segar kadang berwarna hitam. Os mengatakan disertai keluhan mual, tidak muntah, nafsu makan menurun, lemas dan ada gangguan BAB berupa diare kadang malah sulit BAB. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyatakan tidak pernah menderita penyakit yang serius. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status generalis Keadaan umun : baik Kesadaran : composmentis Vital sign : TD : 117/72 mmHg Nadi : 76x/menit Respirasi : 24x/menit Suhu : 36,6 0 C Kulit : Anemia (-), sianosis (-), ikterik (-) Kepala : Hematom (-), tidak ada tanda-tanda trauma atau luka. Mata : conjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), udem palpebra (-), reflek cahaya +/+ Hidung : tidak ada tanda-tanda trauma, tidak ada deviasi, tidak ada penyumbatan, tidak ada perdarahan Mulut : bibir tidak kering, faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar Telinga : tidak ada kelainan bentuk, tidak ada tanda-tanda trauma, tidak ada discharge Leher : tidak ada benjolan, tidak ada tanda-tanda trauma, tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi, tidak ada tanda peradangan Thorax : inspeksi : simetris, tidak retraksi, tidak ketinggalan gerak, iktus cordis tidak tampak Palpasi : tidak ada benjolan, vokal fremitus sama kiri-kanan Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : suara dasar paru vesikuler, tidak ada ronkhi basah, denyut jantung teratur Jantung : inspeksi : iktus cordis tidak tampak Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat Perkusi : tidak ada perbesaran jantung Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur (-) Abdomen: inspeksi : distensi (-), tidak ada tanda trauma, supel Auskultasi : bising usus normal Perkusi : timpani Palpasi : defans muskular (-), nyeri tekan (+) < regio epigastrium, massa pada abdomen (- ).
B. Status lokalis regio anorectal dengan pemeriksaan rectal touche. Tonus musculus spinchter ani agak kurang kuat mencengkeram, mucosa recti teraba benjolan multiple di arah jam 7, 9 dengan diameter kurang lebih 2-3mm dan arah jam 11 kurang lebih 1-1,5cm. Saat keluar tidak ditemukan lendir darah pada sarung tangan.
VI. DIAGNOSIS BANDING 1. Karsinoma Anorektal 2. Polip recti
VII. DIAGNOSIS KERJA Belum bisa diberikan diagnosis pasti karena belum dilakukannya biopsi PA maupun pemeriksaan kolonoskopi, tapi dari anamnesa dan pemeriksaan rectal touche diduga suspect Ca recti.
VIII. Penatalaksanaan. Operasi adalah pilihan utama untuk terapi kanker kolorektal. Operasi bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi. Pilihan terapi sangat tergantung pada stadium, posisi, ukuran, dan penyebaran kanker. Kemoterapi biasanya diberikan setelah operasi untuk mengurangi peluang kembalinya kanker. Hal yang sama dilakukan ketika kanker telah berada pada stadium lanjut dan menyebar ke bagian tubuh yang lain. Sedangkan radioterapi biasanya hanya diberikan untuk kanker rectum dan dapat diberikan sebelum atau sesudah operasi. Sementara diberikan terapi simptomatis untuk mengurangi beratnya gejala: -Infus D5% 20 tpm -Injeksi Kalnex 3x2 ampul -Tranfusi WB 2 kalf -Inpepsa 3x1
TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN dan EPIDEMIOLOGI Karsinoma recti adalah keganasan pada daerah rectum, bisanya menyerang daerah kolon juga sehingga biasa disebut karsinoma kolorektal. Penyakit ini dapat menyerang pria dan wanita. Jarang ditemukan pada kelompok usia kurang dari 40 tahun, banyak ditemukan pada kelompok pada usia diatas 50 tahun. Pada tahun 1995 Amerika Cancer Society memperkirakan terdapat 138.000 kasus baru kanker kolorektal, 70% diantaranya berasal dari kolon dan 30% sisanya berasal dari rectum dan 55.000 diantaranya meninggal. Secara umum angka harapan hidup 5 tahun kanker kolorektal meningkat dari 46% menjadi 62%.Angka harapan hidup 5 tahun menurut stadiumnya berturut-turut 92% bila penyakit masih terbatas local, 64% bila telah terjadi metastses ke kelenjar regional dan hanya 7% bila telah terjadi metastasis jauh. Persentase kolorectal yang biasa terkena meliputi : kolon ascendens dan sekum 10%, kolon transversum 10%, kolon descenden 5% dan kolon rectosigmoid 75%.
ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO Seseorang dengan riwayat keluarga menderita kanker kolorektal, memiliki resiko tinggi mengidap kanker kolorektal juga. Riwayat polip keturunan atau penyakit yang serupa juga meningkatkan resiko kanker kolon. Penderita kolitis ulserativa atau penyakit Crohn memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker. Usia diatas 50 tahun juga merupakan factor resiko. Makanan memegang perananan penting dalam resiko kanker kolon, tetapi bagaimana caranya, tidak diketahui. Di seluruh dunia, orang dengan resiko tertinggi adalah yang tinggal di perkotaan dan mengkonsumsi makanan khas orang-orang barat yang kaya. Makanan tersebut rendah serat dan tinggi protein hewan, lemak dan karbohidrat. Resiko agaknya menurun dengan diet tinggi kalsium, vitamin D dan sayuran seperti toge Brusel, kubis dan brokoli.
MANIFESTASI KLINIK Kanker kolorektal tumbuh perlahan dan memakan waktu yang lama sebelum menyebabkan gejala. Gejalanya tergantung kepada jenis, lokasi dan penyebaran kanker. Usus besar sebelah kanan (kolon asendens) memiliki diameter yang besar dan dinding yang tipis. Karena isinya berupa cairan, kolon asendens tidak akan tersumbat sampai terjadinya stadium akhir kanker. Tumor pada kolon asendens bisa begitu membesar sehingga dapat dirasakan melalui dinding perut sehingga dapat teraba massa pada perut kanan bawah dan perasaan tidak enak pada perut kanan bawah. Lemah karena anemia yang berat mungkin merupakan satu-satunya gejala, Usus besar sebelah kiri (kolon desendens) memiliki diameter yang lebih kecil dan dinding yang lebih tebal dan tinjanya agak padat. Kanker cenderung mengelilingi bagian kolon ini, menyebabkan sembelit dan buang air besar yang sering, secara bergantian, sehingga perubahan pola defekasi menjadi gejala utama. Karena kolon desendens lebih sempit dan dindingnya lebih tebal, penyumbatan terjadi lebih awal sehingga menyebabkan gejala obstruksi. Penderita mengalami nyeri kram perut atau nyeri perut yang hebat dan sembelit. Tinja bisa berdarah, tetapi lebih sering darahnya tersembunyi, dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan laboratorium. Kebanyakan kanker menyebabkan perdarahan, tapi biasanya perlahan. Pada kanker rektum, gejala pertama yang paling sering adalah perdarahan selama buang air besar. Jika rektum berdarah, bahkan bila penderita diketahui juga menderita wasir atau penyakit divertikel, juga harus difikirkan kemungkinan terjadinya kanker. Pada kanker rektum, penderita bisa merasakan nyeri saat buang air besar dan perasaan bahwa rektumnya belum sepenuhnya kosong. Duduk bisa terasa sakit. Tetapi biasanya penderita tidak merasakan nyeri karena kankernya, kecuali kanker sudah menyebar ke jaringan diluar rectum. Pada pemeriksaan colok dubur bisa teraba massa tumor. STAGING (DUKES) 1. Stage A bila tumor terbatas didinding usus atau terbatas di stratum mucosa. 2. Stage B bila tumor sudah menembus lapisan muscularis mucosa. 3. Stage C bila sudah ada metastasis kelenjar limfe. a. C1 bila metastasis beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer b. C2 bila metastasis kelenjar limfe yang jauh. 4. Stage D bila tumor sudah bermetastasis jauh.
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Pada inspeksi tidak dapat ditemukan tanda yang khas untuk Ca kolorecti, mungkin hanya tanda-tanda anemia bila perdarahan melalui feses cukup banyak dan dari melihat langsung feses pasien apakah disertai darah segar atau darah hitam. Palpasi : Pada daerah perut kanan bawah mungkin bisa teraba suatu massa bila massa tumor di kolon ascenden cukup besar, tapi pada karsinoma recti tidak bisa dilakukan palpasi abdomen untuk pemeriksaan fisiknya. Pemeriksaan colok dubur : Pemeriksaan ini merupakan salah satu alat diagnosis karsinoma recti yang utama dan memiliki persentase akurasi sebesar 40%, disamping tidak membutuhkan biaya yang mahal maupun waktu yang lama. Biasanya pada karsinoma recti akan ditemukan benjolan yang multiple (tidak cuma 1/berbenjol-benjol) disertai ulserasi karena epitelnya rapuh. Beda dengan polip recti, biasanya teraba licin/bertangkai dan hanya 1/single). 2. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui status anemia, feses rutin untuk melihat adanya darah pada feses serta pemeriksaan CEA (Carsinoma Embrionik Antigen), 70% orang dengan karsinoma kolorectal kadar CEA nya tinggi, namun pemeriksan ini juga tidak spesifik menunjukkan keganasan pada kolorectal. Radiologi : bisa menggunakan barium enema untuk melihat massanya maupun rontgen paru untuk melihat sudah adakah metastasis disana. Kolonoskopi : Kemampuan kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium enema kontras ganda. Kemampuannya untuk mendeteksi polip berukuran > 7 mm sebesar 92% sedang untuk barium enema 71%. Dua kanker luput dari pengamatan barium enema. Penelitian lain melaporkan bahwa 3% kasus kanker kolorektal berukuran rata-rata 4 cm luput dari pengamatan barium enema.
TATA LAKSANA
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam dia tumbuh ke dalam dinding rektum. Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum disambungkan ke bagian akhir dari kolon. Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar kelenjar getah bening. Tujuan dari operasi adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan batas sayatana bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor. Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan kekambuhan. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus buatan. Pengangkatan kanker rectum biasanya mengatasi tumor dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen, disamping itu secara bermakna berakibat kepada kejadian gangguan fungsi seksual dan kantong kemih. Oleh karena saat ini telah dikemabgnka berbagai metode operasi seperti restorative proctoolectomi with spinchter preservation dan eksisi lokal. Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan restorative anterior resection. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi. Goligher dkk berdasar kepada pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi Low anterior resection akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm, angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk, pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection Colonal anastomosis diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Masing-masing pendekatan ini mempunyai pendekatan tersendiri. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metatstasis. Komplikasi terjadi fistel dilaporkan pada 20% dari kasus. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.
PROGNOSIS Stage A memiliki angka harapan setelah 5 tahun sebesar 97%. Stage B memiliki angka harapan setelah 5 tahun sebesar 80%. Stage C1 memiliki angka harapan setelah 5 tahun sebesar 65%. Stage C2 memiliki angka harapan setelah 5 tahun sebesar 35%. Stage D memiliki angka harapan setelah 5 tahun sebesar <5%.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemeriksaan dan tinjauan pustaka yang tertulis diatas, diagnosis yang paling mendekati adalah Ca recti, tetapi diagnosis kerja ini masih harus dipastikan dengan berbagai pemeriksaan penunjang lainnya, terapi terbaik adalah operatif dan dapat dikombinasi dengan radioterapi untuk mengendalikan pertumbuhan sel-sel tunor yang tersisa.
KARSINOMA REKTUM Konsep Dasar Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price and Wilson, 1994, hal 419).
Secara histologis, karsinoma rektum dan karsinoma yang menyerang bagian kolon yang lain adalah adenokarsinoma (terdiri dari epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus.
Anatomi Kolon Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani dengan diameter rata-rata 2,5 inci (sekitar 6,5 cm). Usus besar terbagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid, tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara kebagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).
Epidemiologi Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan cocok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.
Etilogi Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya.
Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah poliposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan kolitis (Mansjoer, et al, 2000, hal 325)
Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan degradasi garam- garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Patofisiologi Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai berikut : Polip jinak pada kolon atau rektum | menjadi ganas | menyusup serta merusak jaringan normal kolon | meluas ke dalam struktur sekitarnya | bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara : 1. Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta 2. Hematogen terutama ke hati 3. Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya) misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa. Patologi Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma rektum (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1998, hal 892) : pertama, tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol, kedua tipe skirus (keras) yang dapat mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, ketiga adalah bentuk ulseratif yang terjadi karena nekrosis di bagian sentral.
Manifestasi Klinis Keluhan utama adalah buang air besar berdarah dan berlendir. Terjadi perubahan pola defekasi yaitu diare selama beberapa hari yang disusul konstipasi selama beberapa hari (diare dan konstipasi bergantian). Ukuran feses kecil-kecil seperti kotoran kambing. Pasien mengeluh kembung dan mules hilang timbul sehingga terjadi anoreksia dan berat badan akan menurun dengan cepat.
Disamping itu terjadi tenesmus, rasa tidak puas sehabis buang air besar, dan keluhan pegal-pegal. Keluhan perut kembung, mules dan sebagainya sering dianggap sebagi masuk angin dan pasien terlambat datang ke dokter. Berbeda dari kolon, mukosa dari rektum tidak dilapisi oleh tunika serosa. Perdarahan berasal dari arteri hemoroid superior (cabang arteri mesenterika inferior) serta arteri hemoroid inferior dan media. Perdarahan yang terjadi biasanya lebih banyak.
Pemeriksaan Penunjang 1. Foto sinar XPemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect biasanya sepanjang 5 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak. 2. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker karena tidak semua lesi menyekresi CEA. 3. Tes-tes Khusus o Proktosigmoidoskopi >> Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid. o Koloskopi>> Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor. o Sistoskopi >> Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing. Diagnosis Banding Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1998), diagnosis banding karsinoma rektum adalah polip, proktitis, fisura anus hemmoroid, dan karsinoma anus.
Komplikasi Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah: obstruksi usus parsial atai lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain.
Penatalaksanaan Pengobatan terpilih adalah operasi. Pemilihan jenis operasi tergantung stadium klinis, lokasi tumor, resktabilitas, dan keadaan umum pasien. Colok dubur sangat penting untuk menentukan lokasi dan resktabilitas tumor.
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah : 1. Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan rektum 2. Prosedur paliatif, dibuat stoma saja 3. Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi 4. Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi antara lain inkontinensia alvie. 5. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel. 6. Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002, hal 1128).