You are on page 1of 26

Lembar Kerja Siswa

PEWARISAN SIFAT (Genetika)


Disusun oleh: Ezra Putranda Setiawan

A. Pendahuluan
Pernahkah kita menyadari bahwa ada bagian
atau sifat tubuh kita yang mirip sekali dengan salah satu
atau kedua orang tua kita? Coba sebutkan! Adanya sifat-
sifat yang diturunkan pada makhluk hidup telah disadari
sejak lama. Seorang petani berusaha memilih bibit yang
baik agar memperoleh buah yang baik, seorang peternak
memilih hewan unggulan agar mendapat anakan yang
berkualitas. Demikian juga bagi manusia, setiap orang
tentu mendambakan pasangan yang baik agar menda-
patkan keturunan yang baik pula, seperti pepatah Jawa
dalam memilih pasangan hidup: bibit, bebet, lan bobot.
Teori yang diduga paling tua dalam pewarisan
sifat adalah teori pangenesis. Teori ini dikemukakan oleh
Hippocrates ( 460 370 SM), seorang filsuf bangsa Yu-
nani kuno. Menurut teorinya, suatu partikel yang disebut
pangene bergerak dari setiap bagian tubuh menuju ke sel
kelamin, dan bersama-sama mengatur sifat-sifat yang
diwariskan kepada individu keturunannya.
Teori lain yang tak kalah menarik adalah teori
campuran (bleeding), yang menyatakan bahwa sifat-sifat
yang diwariskan merupakan hasil peleburan sifat yang
dimiliki kedua induknya. Namun teori ini terbantahkan ka-
rena sifat yang muncul seringkali hanya memiliki kesama-
an dengan salah satu induknya.
Teori yang sezaman dengan kedua teori di atas
adalah teori darah, yang menyatakan bahwa proses
pewarisan sifat berlangsung melalui darah. Oleh karena
itu, kita sering mendengar ungkapan darah Bangsawan,
darah Jepang, dan seterusnya. Namun anggapan ini
runtuh ketika proses transfusi darah ditemukan. Seorang
anggota boyband Korea yang menerima transfusi darah
dari orang Negro Afrika tidak akan berubah menjadi mi-
rip orang Negro, bukan ? Demikian juga, seorang wanita
hamil yang menerima transfusi darah tidak akan mempe-
ngaruhi sifat anak yang dilahirkannya.

B. Hukum Mendel, Test Cross, dan Back Cross
Penjelasan yang lebih modern dan masuk akal
tentang proses pewarisan sifat dimulai pada abad ke-19,
ketika Gregor Johann Mendel, seorang biarawan di
Austria, melakukan percobaan persilangan di kebun biara.
Ia menggunakan tanaman ercis/kapri (Pisum sativum)
karena tanaman ini mudah dikembangbiakkan, memiliki
sifat beda yang jelas, berbunga sempurna, dan memiliki
waktu generasi yang pendek.


Gambar 1: Sifat Beda Tanaman Kapri

Apa yang dilakukan Mendel dengan tanaman-ta-
naman kapri tersebut? Mula-mula tanaman yang sifatnya
sama ia silangkan, berturut-turut hingga memperoleh ta-
naman yang hanya memiliki sifat tertentu, yang disebut
galur murni (pure breed). Persilangan dilakukan dengan
sangat hati-hati, sehingga serbuk sari yang sampai ke
putik hanyalah serbuk sari yang berasal dari bunga yang
ditentukan oleh Mendel.


Gambar 2: Proses Percobaan Mendel

Mula-mula, ia menyilangkan galur murni tanaman
dengan pasangan sifat beda, misalnya tanaman bunga
ungu dengan tanaman bunga putih, tanaman biji kuning
dengan tanaman biji hijau, tanaman tinggi dengan
tanaman pendek, dan sebagainya. Persilangan dilakukan
puluhan bahkan ratusan kali hingga diperoleh hasil yang
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Gambar 3: Hasil Percobaan Mendel

Dari data yang diperoleh dalam percobaan terse-
but, Mendel mengemukakan beberapa hipotesis berikut:

Tiap sifat makhluk hidup dikendalikan oleh sepasang
faktor keturunan (sekarang disebut gen).
Tiap pasangan faktor keturunan menunjukkan bentuk
alternatif sesamanya, yang disebut alel. Dengan kata
lain, alel adalah gen yang terletak pada lokus sama
(seletak) pada kromosom homolog.
Individu menerima satu alel untuk setiap sifat dari
masing-masing induknya.
Bila sepasang alel mengkode sifat yang sama, maka
alel tersebut bersifat homozigot. Bila pasangan alel
tersebut mengkode sifat yang berbeda, maka alel itu
bersifat heterozigot.
Dalam kondisi heterozigot, salah satu sifat akan mun-
cul dan sifat yang lainnya tidak muncul. Sifat yang
muncul disebut sifat dominan dan sifat yang tidak
muncul (tertutup) disebut sifat resesif. Sifat resesif
hanya muncul dalam kondisi homozigot.
Sifat yang nampak (fenotip) pada organisme merupa-
kan perpaduan sifat yang diturunkan (genotip) dan
faktor lingkungan.
Mendel pulalah yang pertama kali memperkenal-
kan penulisan alel dengan menggunakan dua huruf kem-
bar, karena makhluk hidup memiliki sepasang gen. Lihat
gambar berikut:

Gambar 4: Alel Homozigot dan Alel Heterozigot

Notasi lain yang harus dipahami adalah lambang
P untuk parental, induk, atau tetua, yakni sepasang indivi-
du jantan dan betina yang melakukan perkawinan. Hasil
dari perkawinan parental adalah filial, turunan, atau zuriat,
yang diberi lambang F. Indeks di belakang huruf P atau Z
melambangkan generasi, misal P1 menghasilkan F1, bila
F1 disilangkan sesamanya (sebagai P2) menghasilkan F2,
dan seterusnya.
Bagan persilangan untuk satu sifat beda (Mono-
hibrid) yang disusun Mendel adalah sebagai berikut:

Kacang ercis bunga ungu disilangkan dengan kacang er-
cis bunga putih, menghasilkan keturunan yang seluruh-
nya berbunga ungu. Bila hasil persilangan ini disilangkan
kembali dengan sesamanya, dihasilkan kacang ercis
berbunga ungu dan putih dalam perbandingan 3 : 1.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><






Rasio Genotip:

Rasio Fenotip:


Mendel melanjutkan percobaannya dengan meli-
hat dua sifat beda, misalnya warna biji dan bentuk biji,
bentuk polong dan tinggi pohon, dan sebagainya. Dalam
persilangan dua sifat beda (dihibrid) ini, hasil yang dipero-
leh Mendel adalah sebagai berikut:


Gambar 5: Persilangan Dihibrid

Bagaimana Mendel menjelaskan hal ini? Suatu
fenomena menarik terjadi dalam persilangan dihibrid, ya-
itu munculnya kombinasi sifat baru (rekombinan) pada
generasi F2 yang tidak dijumpai pada F1 atau P1. Pada
gambar di atas dapat dilihat bahwa sifat kuning kisut dan
hijau halus merupakan sifat rekombinasi.
Mendel menyatakan bahwa dalam persilangan
dihibrid, terjadi pengelompokan gen secara bebas (inde-
pendent assortment) dan bukannya dependent assort-
ment. Peristiwa dependent assortment tidak sesuai
dengan hasil percobaan yang didapat Mendel:


Gambar 6: Dependent Assortment

Untuk memahami penerapan sifat independent
assortment, isilah bagan persilangan berikut ini.
Kacang ercis berbiji bulat warna kuning disilangkan
dengan kacang ercis berbiji kisut warna hijau,
menghasilkan kacang ercis yang seluruhnya berbiji bulat
warna kuning. Jika kacang hasil penyerbukan ini
melakukan penyerbukan sendiri, maka:

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :

><













Banyak macam gamet :
Banyak macam genotip:
Banyak macam fenotip:
Banyak kombinasi :
Banyak kombinasi homozigot:
Banyak kombinasi baru yang homozigot:
Rasio fenotip:



Dari hasil percobaannya, Mendel mengemuka-
kan kesimpulan yang kita kenal sebagai Hukum Mendel,
yakni sebagai berikut:

Hukum I (law of segregation): Gen-gen yang sealel
akan memisah pada saat pembentukan gamet.
Hukum II (law of independent assortment): gen-gen
akan mengelompok secara bebas pada masing-
masing individu.

Kita juga dapat melakukan perumuman (general-
isasi) hasil percobaan Mendel untuk n sifat beda, yang
disajikan pada tabel berikut ini. Lengkapilah!
Banyak
sifat beda
Macam
gamet
Banyak
macam
fenotip
Banyak
macam
genotip
Banyak
Kombi-
nasi
Banyak
Kombinasi
homozigot
Banyak Kombi-
nasi baru yang
homozigot
Rasio Fenotip
Monohibrid
Aa x Aa
2
1
= 2 2
1
= 2 3
1
= 3 (2
1
)
2
= 4 2
1
= 2 2
1
2 = 0
Dihibrid
AaBb x AaBb
2
2
= 4 2
2
= 4 3
2
= 9 (2
2
)
2
= 16 2
2
= 4 2
2
2 = 2
Trihibrid
AaBbCc x
AaBbCc
2
3
= 2
3
= 3
3
= (2
3
)
2
= 2
3
= 2
3
2 =
Tetrahibrid
AaBbCcDd x
AaBbCcDd

n

Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa pola-pola
pewarisan sifat pada tanaman kapri yang dikemukakan
oleh Mendel juga berlaku untuk tanaman maupun hewan
lain, misal warna kulit anjing, tikus, dan sebagainya.
Sebuah permasalahan yang cukup menarik ada-
lah bila dimiliki individu dengan fenotipe bersifat dominan,
mungkinkah kita mengetahui apakah individu tersebut
memiliki genotipe homozigot atau heterozigot ? Untuk
menjawab permasalahan tersebut, kita dapat melakukan
uji silang (test cross), yakni mengawinkan individu yang
tidak diketahui genotipenya dengan induknya yang memi-
liki genotip homozigot resesif. Uji silang berbeda dengan
back cross, karena back cross adalah persilangan indivi-
du hasil persilangan dengan salah satu induknya.
Untuk memahami proses uji silang, lengkapi
diagram persilangan berikut!

Pada guinea pig diketahui warna bulu hitam bersifat do-
minan, sedangkan warna bulu coklat bersifat resesif. Bila
seekor guinea pig berbulu hitam disilangkan dengan gui-
nea pig berbulu coklat, akan diperoleh keturunan:

1. Bila guinea pig hitam bersifat homozigot
P : ><
Gamet :
F1 :
><



Rasio fenotip:

2. Bila guinea pig hitam bersifat heterozigot
P : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:


C. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Penemuan kembali makalah hasil percobaan
Mendel mendorong para ahli untuk melakukan riset yang
lebih mendalam tentang pola pewarisan sifat. Beberapa
kali penelitian memberikan hasil yang kelihatannya tidak
sesuai dengan perbandingan Mendel (3:1 untuk monohi-
brid dan 9:3:3:1 untuk dihibrid), namun penelusuran lebih
jauh menunjukkan bahwa hasil itu tidaklah menyimpang,
sehingga disebut sebagai penyimpangan semu. Bentuk-
bentuk penyimpangan semu yang akan dipelajari adalah
sifat intermediat, polimeri, kriptomeri, epistasis-hipostasis,
gen komplementer, gen dominan rangkap, dan lain-lain.

1. Sifat Intermediat
Sifat intermediet adalah sifat antara, atau sifat
yang tidak menunjukkan dominan maupun resesif. Dalam
kondisi heterozigot, sifat yang nampak merupakan perpa-
duan sifat dominan maupun resesif. Isilah diagram
persilangan di bawah ini!
Bunga Mirabilis jalappa warna merah disilangkan dengan
bunga warna putih, menghasilkan bunga berwarna merah
muda. Apabila bunga warna merah muda ini disilangkan
dengan sesamanya, didapat bunga merah, merah muda,
dan putih dengan rasio 1 : 2: 1. Diagram persilangan:

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><






Rasio Genotip:

Rasio Fenotip:



Sifat intermediet tidak sama dengan kodominan,
karena pada sifat kodominan kedua alel yang sama kuat
diekspresikan seluruhnya (jadi bukan sifat antara) pada
organisme heterozigot. Pada sifat intermediet, sifat yang
muncul adalah sifat antara.
Sifat intermediet juga dapat dijumpai pada pewa-
risan dua sifat beda, misalnya sebagai berikut:

Pada tanaman jeruk, gen B membentuk buah bulat,
lawannya b membentuk buah pipih. Gen T menyebabkan
pohon berbatang tinggi, lawannya t menyebabkan pohon
berbatang pendek. Tanaman jeruk galur murni buah bulat
batang tinggi disilangkan dengan tanaman buah pipih
batang pendek, menghasilkan 100% tanaman buah
lonjong batang sedang. Jika tanaman hasil persilangan
ini melakukan penyerbukan sendiri maka:
P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:






2. Interaksi Beberapa Pasang Gen (Atavisme)
Peristiwa interaksi beberapa pasang gen ini dite-
mukan oleh R.C. Punnett dan William Bateson pada
pewarisan sifat cengger (pial) ayam. Diketahui ada empat
macam pial ayam, yakni mawar (rose), biji (pea), bilah
(single), dan sumpel (walnut).


Gambar 7: Variasi Pial Ayam

Untuk menambah pemahaman tentang peristiwa
Atavisme, lengkapilah bagan persilangan di bawah ini!

Galur murni ayam berpial rose disilangkan dengan galur
murni ayam berpial pea menghasilkan ayam berpial
walnut. Persilangan ayam berpial walnut ini dengan sesa-
manya menghasilkan ayam berpial rose, pea, walnut, dan
single dengan rasio 9:3:3:1. Peristiwa ini dapat dijelaskan
dengan diagram persilangan sebagai berikut.
P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:



3. Epistasis Dominan
Penyimpangan semu ini ditemukan oleh Nelson
Ehle dalam persilangan warna kulit biji gandum. Pada
peristiwa epistasis dominan, terdapatnya alel dominan
tertentu akan menutupi keberadaan alel yang lain. Alel
dominan yang menutupi ini disebut epistasis, sedangkan
alel lain yang ditutup disebut hipostasis.

Gandum berkulit biji hitam (homozigot) disilangkan deng-
an gandum berkulit biji kuning, diperoleh keturunan yang
seluruhnya berkulit biji hitam. Apabila gandum hasil
persilangan ini disilangkan dengan sesamanya, didapat
gandum berkulit biji hitam, kuning, dan putih dengan ra-
sio 12:3:1. Buatlah diagram persilangannya.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><













Rasio Fenotip:



4. Epistasis Resesif (Kriptomeri)
Peristiwa penyimpangan semu epistasis resesif
atau kriptomeri pertama kali diteliti oleh Correns pada
bunga Linaria maroccana. Istilah kriptomeri berasal dari
bahasa Yunani, kryptos yang berarti tersembunyi.
Pada bunga Linaria maroccana, warna bunga
tidak hanya dipengaruhi oleh alel yang mengatur warna
bunga, namun dipengaruhi juga oleh pasangan gen yang
mengatur sifat asam-basa cairan sel (sitoplasma). Zat
pigmen anthocyanin dalam kondisi asam akan berwarna
merah, sementara dalam kondisi basa akan berwarna
ungu. Bila tidak ada pigmen anthocyanin, bunga akan
berwarna putih, tidak peduli apakah kondisi air selnya
bersifat asam atau basa. Untuk memahami contoh peris-
tiwa Kriptomeri, lengkapilah diagram berikut.

Bunga Linaria maroccana berwarna merah (galur murni)
disilangkan dengan bunga Linaria maroccana berwarna
putih (galur murni) menghasilkan 100% bunga berwarna
ungu. Apabila bunga berwarna ungu ini mengadakan
penyerbukan sendiri, dihasilkan bunga ungu, merah, dan
putih dengan perbandingan 9:3:4. Buatlah diagram
persilangannya.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:


5. Epistasis resesif ganda (Gen Komplementer)
Penyimpangan ini pertama kali diteliti oleh W.
Bateson dan R.C. Punnett. Pada kasus ini, sifat akan
muncul bila terdapat dua buah gen dominan (yang tidak
sealel), sehingga disebut sebagai gen komplementer.
Apabila salah satu atau kedua alel bersifat homozigot
resesif, sifat tersebut tidak akan muncul.

Pada siput air Physa heterostroha, persilangan dua siput
albino menghasilkan 100% siput normal. Apabila siput
normal ini dikawinkan sesamanya, dihasilkan siput
normal dan siput albino dengan rasio 9:7.


Gambar 8: Alur sintesis pigmen pada siput

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:



6.Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen)
Pada peristiwa epistasis dominan resesif, eks-
presi fenotip suatu gen dihambat oleh gen mutan yang
bukan alelnya. Dalam keadaan resesif, gen mutan terse-
but bersifat menghambat, sehingga disebut gen inhibitor
atau gen suspensor. Agar lebih memahami peristiwa
epistasis dominan resesif, lengkapilah diagram persilang-
an di bawah ini!
Disilangkan ayam berbulu putih dengan ayam berbulu
putih (beda genotip) menghasilkan ayam berbulu putih.
Jika ayam bulu putih ini disilangkan dengan sesamanya,
dihasilkan keturunan berupa ayam berbulu putih dan
ayam berbulu coklat dengan perbandingan 13 : 3.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:



7. Duplikasi interaksi (Gen dominan rangkap)
Pada peristiwa duplikasi interaksi, kemunculan
sifat dikendalikan oleh dua gen dominan pada alel yang
berbeda. Fenotip individu dengan dua gen dominan ada-
lah gabungan dari kedua sifat gen dominan tersebut. Su-
paya lebih jelas, pelajari contoh di bawah ini.

Tanaman berbiji pipih disilangkan dengan tanaman berbiji
bulat, dihasilkan 100% tanaman berbiji pipih. Jika hasil
persilangan ini disilangkan dengan sesamanya, didapat
tanaman berbiji pipih, lonjong, dan bulat dengan rasio
9:6:1. Jelaskan peristiwa ini.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
X












Rasio Fenotip:




8. Gen Letal
Gen letal merupakan gen yang dalam keadaan
homozigot dapat menyebabkan kematian. Ada dua ma-
cam gen letal, yakni letal dominan dan letal resesif. Pada
letal dominan, suatu gen dominan dalam keadaan homo-
zigot akan menyebabkan individu mati, misalnya tikus
berambut kuning dan ayam creeper (redep). Sebaliknya
pada letal resesif, suatu gen resesif dalam keadaan ho-
mozigot menyebabkan individu mati, misalnya tanaman
jagung albino, kelinci pelger, dan sapi bulldog.
Agar lebih memahami perbandingan fenotip pada
peristiwa letal, lengkapilah diagram persilangan berikut!

Pada tikus, dikenal fenotip rambut warna kuning dan
warna hitam. Persilangan dua tikus rambut kuning
menghasilkan tikus berambut kuning dan tikus berambut
hitam dengan rasio 2 : 1.

P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:


Pembentukan klorofil pada jagung dikendalikan oleh gen
G. Tanaman jagung heterozigot gen G disilangkan de-
ngan sesamanya, menghasilkan tanaman jagung yang
100 % memiliki klorofil. Tuliskan mekanismenya!
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



9. Duplikasi Epistasis Dominan
Pada peristiwa duplikasi epistasis dominan, alel-
alel dominan pada dua lokus yang berlainan menghasil-
kan fenotipe yang sama tanpa efek kumulasi. Agar lebih
jelas, lengkapilah diagram persilangan di bawah ini.

Suatu tumbuhan dari genus Capsula menghasilkan kap-
sul biji yang bentuknya diatur oleh gen A dan B. Seorang
peneliti menyilangkan galur murni tumbuhan berkapsul
biji ovoid dengan galur murni berkapsul biji segitiga, dida-
pat hasil seluruh keturunan berkapsul biji ovoid. Bila hasil
persilangan ini disilangkan sesamanya, diperoleh perban-
dingan keturunan ovoid dan segitiga sebagai 15 : 1.

P1 : ><
Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><












Rasio Fenotip:




D. Alel Ganda
Pada pembahasan sebelumnya, selalu diasumsi-
kan bahwa dalam satu lokus hanya terdapat satu macam
gen. Dengan adanya perubahan pada substansi genetik
(mutasi), sering dijumpai bahwa dalam satu lokus terda-
pat lebih dari satu pasang alel, yang dikenal dengan alel
ganda (multiple allelomorfi).
Ada beberapa sifat yang diatur oleh alel ganda,
misalnya warna bulu kelinci, warna bulu itik, dan golong-
an darah pada manusia. Karena mirip dengan penentuan
warna bulu kelinci, alel ganda untuk penentuan warna
bulu itik tidak dibahas di sini.

1. Warna Bulu Kelinci
Pada kelinci, dikenal empat macam warna kulit
dasar, yakni kelinci liar, kelinci chinchilla, kelinci Himalaya,
dan kelinci albino. Perhatikan gambar di bawah ini.


Gambar 9: Fenotip kulit Kelinci

Warna kulit kelinci diatur oleh empat pasang alel
dalam satu lokus, yakni:
C: menyebabkan warna abu-abu cokelat, dan ujung
hitam (kelinci liar)
c
ch
: menyebabkan warna abu-abu perak pada selu-
ruh tubuh (kelinci chinchilla).
c
h
: menyebabkan warna putih di seluruh tubuh kecu-
ali pada telinga, hidung, kaki, dan ekor berwarna hi-
tam (kelinci Himalaya).
c: menyebabkan warna putih pada seluruh tubuh (ke-
linci albino).
Diketahui bahwa terdapat urutan dominasi dari alel-alel
tersebut, yakni:
C > c
ch
> c
h
> c
Tanda > menunjukkan sifat dominasi, sedangkan simbol
C berasal dari kata color. Dalam buku-buku teks berba-
hasa Indonesia sering digunakan simbol W yang diambil
dari kata warna, yakni W > w
k
> w
h
> w.
Agar lebih memahami peristiwa pewarisan sifat
warna kulit pada kelinci, kerjakanlah soal berikut ini!

Persilangan seekor kelinci jantan chinchilla dengan kelin-
ci betina Himalaya menghasilkan anakan yang terdiri dari
50% kelinci chinchilla, 25% kelinci Himalaya, dan 25%
kelinci albino. Tentukan genotip induk dan buatlah
diagram persilangannya.
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



2. Golongan Darah pada Manusia
Fisiologi penggolongan darah pada manusia per-
tama kali diselidiki oleh Karl Landsteiner pada abad ke-18.
Ia pulalah yang kemudian menemukan bahwa golongan
darah termasuk sifat-sifat yang diwariskan.
Hingga saat ini, telah dikenal lebih dari 15 cara
penggolongan darah, berdasarkan adanya aglutinogen
maupun antigen tertentu dalam darah. Namun dari 15
cara tersebut, hanya tiga sistem golongan darah yang
banyak digunakan, yakni sistem ABO, MN, dan Rh.

a) Sistem ABO
Sistem ini ditemukan oleh Karl Landsteiner. Pada
sistem ABO, dikenal empat golongan darah, yakni A, B,
AB, dan O (nol) yang dikode oleh tiga alel, I
A
, I
B
, dan i.
Notasi i diambil dari kata isohemaglutinogen, karena
ketiga alel tersebut mengkode aglutinogen yang terdapat
dalam darah (heme).

Golongan Darah Genotip
A I
A
I
A
atau I
A
i
B I
B
I
B
atau I
B
i
AB I
A
I
B

0 I

Alel I
A
dan I
B
bersifat kodominan, keduanya dominan ter-
hadap alel i. Berdasarkan kesepakatan, penulisan yang
dibenarkan adalah I
A
i dan bukan iI
A
. Beberapa buku
literatur menggunakan simbol I
0
sebagai pengganti i.
Sebagai pendalaman, coba selesaikanlah soal di
bawah ini!

Seorang pria bergolongan darah A menikah dengan seo-
rang wanita bergolongan darah B. Apabila anak pertama
mereka bergolongan darah O, lengkapilah diagram persi-
langan berikut dan tentukan peluang golongan darah
anak-anak berikutnya.
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



b) Sistem MN
Sistem penggolongan darah MN ditemukan oleh
Landsteiner dan Levine (1927). Dalam penggolongan ini,
darah dibedakan atas keberadaan antigen M dan antigen
N sebagai golongan darah M, N, dan MN.
Pembentukan antigen-M dalam darah ditentukan
oleh alel L
M
, sedangkan pembentukan antigen-N oleh alel
L
N
. Kedua alel tersebut bersifat kodominan, sehingga in-
dividu yang memiliki alel L
M
dan L
N
sekaligus akan bergo-
longan darah MN.

Golongan Darah Alel
M L
M
L
M

N L
N
L
N

MN L
M
L
N


Penelitian lebih lanjut di Sydney dan Inggris telah
menemukan adanya antigen lain dalam sekret cairan
(misalnya air mata, lendir hidung), yang disebut sekretor.
Race dan Sanger (1947) menegaskan bahwa secretor
tersebut ditentukan oleh alel S dan s yang letaknya dekat
dengan lokus golongan darah MN. Dengan demikian,
golongan darah MN sekarang diperluas menjadi MNs,
dengan ketentuan sebagai berikut. Perhatikan bahwa alel
S bersifat dominan terhadap s.

Golongan Darah Alel
MS
Ms
L
MS
L
MS
atau L
MS
L
Ms
L
Ms
L
Ms

NS
Ns
L
NS
L
NS
atau L
NS
L
Ns
L
Ns
L
Ns

MNS
MNs
L
MS
L
NS
atau L
MS
L
Ns
atau L
Ms
L
NS
L
Ms
L
Ns


Agar lebih memahami prinsip pewarisan golongan darah
sistem MNS, lengkapilah diagram persilangan berikut ini!

Diego yang bergolongan darah NS menikah dengan Dora
yang bergolongan darah MNs. Bila salah satu anak mere-
ka berolongan darah MNs, buatlah diagram persilangan
yang tepat dan tentukan peluang golongan darah anak-
anak lainnya !

P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



c) Sistem Rhesus
Faktor Rhesus (Rh) ditemukan oleh Landsteiner
dan Wiener (1940) sebagai antigen-Rh yang terdapat
pada kera Maccaca rhesus. Orang yang darahnya meng-
gumpal terhadap anti-Rh dikatakan rhesus positif (Rh +),
sebaliknya orang yang darahnya tidak menggumpal ter-
hadap anti-Rh dikatakan rhesus negatif (Rh -).
Landsteiner dan Weiner mula-mula berpendapat
bahwa faktor Rh dikendalikan oleh sepasang alel R dan r
sebagai berikut:

Golongan Darah Alel
Rh + RR atau Rr
Rh - Rr

Penyelidikan lanjut oleh Fisher menyatakan bah-
wa golongan darah Rhesus dikendalikan oleh minimal
tiga pseudoalel yang berangkai sangat dekat, yakni D, d,
C, c, E, dan e. Bahkan dalam referensi tahun 1983, telah
ditambahkan alel baru F, f, V, dan v. Berdasarkan teori
Fisher (sebelum penambahan alel), penentuan genotip
untuk faktor Rh adalah sebagai berikut:

Golongan Darah Alel
Rh + Dce/dce, DCe/DCe, DCe/dce
DcE/DcE, DCe/DcE, DCe/DCE
Rh - dce/dce

Kita juga dapat melakukan analisis pewarisan golongan
darah dengan ketiga sistem (MN, ABO, dan Rh) di atas,
misalnya sebagai berikut. Lengkapilah!
Seorang pria bergolongan darah B, M, Rh+ menikah
dengan seorang wanita bergolongan darah AB, MN, Rh-.
Bila anak pertama mereka bergolongan darah A, M, Rh-
maka tentukan kemungkinan golongan darah anak-anak
mereka yang lain (gunakan sistem Rh Landsteiner).

P1 : ><
Gamet :
F1 :
><












Rasio Fenotip:




d) Inkompatibilitas Golongan Darah
Telah kita pelajari di SD/SMP bahwa dalam sua-
tu golongan darah terdapat aglutinogen dan antigen yang
berlawanan; misalnya seseorang bergolongan darah A
memiliki aglutinogen A dan antigen , demikian juga seo-
rang yang bergolongan darah B memiliki aglutinogen B
dan antigen . Darah dari orang bergolongan B tidak
dapat didonorkan pada orang yang bergolongan darah A,
dan sebaliknya, karena akan terjadi aglutinasi.
Masalah semacam ini terjadi pula dalam pewari-
san sifat golongan darah. Mengapa? Telah kita pelajari
bahwa dalam persilangan, seorang ibu sangat mungkin
memiliki bayi yang golongan darahnya berbeda dengan
sang ibu. Bahkan dalam kasus kembar dizigotik, bisa jadi
kedua bayi kembar memiliki golongan darah yang berbe-
da! Peristiwa yang menarik ini diselidiki para ahli sehing-
ga dikenal teori ketidakcocokan (inkompatibilitas) golong-
an darah. Perhatikan tabel di bawah ini!

Perkawinan Kompatibel
Perempuan Laki-Laki
A A atau O
AB A atau B atau AB atau O
B B atau O
O O

Bagaimana dengan pasangan yang tidak disebut dalam
tabel di atas, misalnya perempuan A dengan laki-laki B ?
Tentu saja perkawinan tersebut tidak kompatibel. Coba
jelaskan mengapa demikian!
Dalam beberapa kasus, perkawinan inkompatibel
dapat menyebabkan kemandulan, kematian janin secara
misterius (umumnya sebelum sang ibu menyadari bahwa
dirinya hamil), atau keguguran (abortus) spontan berkali-
kali. Meskipun demikian, peristiwa inkompatibilitas yang
lebih serius umumnya terjadi pada golongan darah Rh.
Seorang pria Rh+ yang menikah dengan wanita
Rh- dapat memiliki anak yang bergolongan darah Rh+.
Penelitian Chown (1954) membuktikan bahwa setelah
bayi Rh+ lahir, dalam darah ibu akan terbentuk zat anti-
Rh. Bila sang ibu mengalami kehamilan fetus Rh+ lagi,
maka zat anti-Rh dalam darah ibu akan menyerang
antigen-Rh pada fetus. Eritrosit fetus (Rh+) akan rusak
dan terjadi kelebihan zat bilirubin, yang menyebabkan
kulit bayi berwarna kuning dan bahkan kerusakan otak.
Dalam kondisi parah, penyakit yang disebut eritroblasto-
sis foetalis ini menyebabkan bayi lahir dalam keadaan
mati atau dapat hidup untuk beberapa hari saja.


Gambar 10: Peristiwa eritoblastosis foetalis

Lalu, bagaimanakah perkawinan yang kompati-
bel menurut sistem Rh? Seorang wanita Rh+ kompatibel
dengan pria Rh+ maupun Rh-, sedangkan wanita Rh-
kompatibel dengan pria Rh-. Tentu saja, pria Rh+ hetero-
zigot juga masih kompatibel dengan wanita Rh-.

E. Genetika Seks
Proses pewarisan sifat ternyata berkaitan erat
dengan mekanisme penentuan jenis kelamin. Lebih lanjut
bahkan diketahui ada sifat yang pewarisannya berkaitan
erat dengan jenis kelamin suatu individu, sehingga
probabilitas munculnya sifat tersebut pada individu jantan
tidak sama dengan individu betina.
Pembahasan genetika seks akan dimulai dengan
mekanisme penentuan jenis kelamin, pewarisan sifat ter-
paut seks, dan sifat-sifat yang terpengaruh seks.

1. Determinasi Seks
Mekanisme penentuan jenis kelamin (determina-
si seks) pada makhluk hidup antara lain sebagai berikut:
Mekanisme lingkungan: jenis kelamin individu diten-
tukan oleh suhu lingkungan dalam masa embrionik,
misalnya pada beberapa jenis reptil. Sebagai contoh,
embrio (telur) kadal pada suhu dingin akan menetas
sebagai betina, sedangkan pada suhu yang lebih pa-
nas akan menetas sebagai jantan.
Mekanisme haplodiploidi: pada organisme anggota
hymenoptera (lebah, semut), penentuan jenis kela-
min didasarkan pada banyak set kromosom (ploidi)
yang dimiliki. Individu jantan () memiliki satu set
kromosom, sedangkan individu betina () memiliki
dua set kromosom.

Gambar 11: Sifat Haplodiploidi

Mekanisme kromosom seks: penentuan jenis kela-
min dilakukan karena ada tidaknya suatu kromosom
seks tertentu.
Mekanisme genic: jenis kelamin diatur oleh gen di lu-
ar kromosom seks, misalnya pada protozoa.
Mekanisme keseimbangan gen: pada lalat buah, indi-
vidu jantan dan betina ditentukan oleh rasio banyak-
nya kromosom X dengan autosom.

Menurut sistem keseimbangan gen, pada lalat
buah (Drosophila melanogaster) dikenal berbagai fenotip
yang berlainan. Hal ini u-mumnya disebabkan oleh
peristiwa gagal berpisah (non-disjunction). Beberapa tipe
fenotip lalat buah dapat dilihat pada tabel berikut:


Gambar 12: fenotip lalat buah ditentukan rasio X:A
Sebutan lain untuk metafemale adalah lalat beti-
na super, sedangkan metamale sering disebut sebagai
lalat jantan super. Selain tipe-tipe tersebut, ada pula lalat
ginandromorf, yakni lalat yang tubuhnya bersifat separoh
jantan dan separoh betina, dengan batas yang tegas. La-
lat ini tidak dapat ditentukan formula kromosomnya.


Gambar 12: lalat buah jantan, betina, dan ginandromorf

2. Kromosom Seks
Telah dibahas di muka bahwa kromosom seks
merupakan pasangan kromosom dalam sel-sel tubuh
yang berperan dalam penentuan jenis kelamin. Berdasar-
kan pola penentuannya, kromosom seks dibedakan
menjadi beberapa tipe, yakni sebagai berikut:

Tipe Kro-
mosom Sex
Seks Individu Contoh Spesies

XY XY XX manusia, tumbuhan,
lalat buah
XO X0 XX Belalang
ZW ZZ ZW beberapa burung,
kupu, ikan
ZO ZZ Z0 ayam dan itik

Penelitian oleh Barr (1940) mengungkap adanya
suatu badan kromatin yang hanya dijumpai pada individu
betina, yang disebut seks kromatin atau badan barr (barr
bodies). Karena individu betina memiliki seks-kromatin,
maka dikatakan bersifat seks-kromatin positif. Sifat ini
sampai sekarang digunakan sebagai dasar pengujian
jenis kelamin seorang atlet wanita pada kompetisi olah-
raga tingkat nasional dan atau internasional.

3. Rangkai Kelamin
Secara sederhana, rangkai kelamin (sex linkage)
merupakan terdapatnya gen-gen dalam kromosom seks
(kelamin). Peristiwa rangkai kelamin mula-mula disadari
saat orang menemukan bahwa beberapa anak laki-laki
darahnya tidak dapat membeku pada saat dikhitankan.
Penyelidikan yang lebih komplit tentang peristiwa rangkai
kelamin dilakukan oleh Doncaster dan Raynor (1906) lalu
oleh Morgan (1901).
Peristiwa rangkai kelamin merupakan peristiwa
yang sangat menarik, sebab perbandingan fenotip yang
muncul pada individu jantan dan individu betina tidak
sama. Rangkai kelamin dapat dijumpai pada berbagai
spesies, misalnya peristiwa penurunan warna mata pada
lalat buah, warna kulit pada kucing, warna bulu ayam,
dan sebagainya. Dalam pembahasan, kita harus berpe-
doman pada tipe kromosom seks organisme tersebut.

a. Warna mata pada Lalat buah
Warna mata pada lalat buah (Drosophila mela-
nogaster) ditentukan oleh alel yang terpaut kromosom X.
Alel tersebut menghasilkan fenotip mata merah pada
kondisi dominan dan fenotip mata putih pada kondisi
resesif. Agar lebih memahami peristiwa ini, kerjakan con-
toh persilangan berikut! Ingat bahwa lalat buah betina
memiliki dua kromosom X, sedangkan jantan hanya me-
miliki satu kromosom X.

Persilangan lalat buah betina bermata merah dengan
lalat jantan bermata putih menghasilkan keturunan yang
seluruhnya bermata merah. Ketika dilakukan persilangan
resiprok, yakni lalat jantan bermata merah dengan lalat
betina bermata putih, dihasilkan keturunan bermata
merah dan bermata putih.

1. Lalat betina bermata merah dan jantan bermata putih
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><



Rasio Fenotip:


2. Lalat jantan bermata merah dan betina bermata putih
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



b. Warna Bulu pada Ayam
Pada ayam (Gallus sp.) dikenal fenotipe warna
bulu polos dan warna bulu bergaris (blorok). Warna blo-
rok disebabkan oleh alel dominan yang terpaut kromo-
som Z. Ingat bahwa ayam jantan memiliki dua kromosom
Z, sedangkan ayam betina memiliki satu kromosom Z.

Tentukan fenotipe hasil persilangan ayam jantan blorok
heterozigot dengan ayam betina blorok!

P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



c. Warna rambut pada kucing
Kucing (Felis domestica) memiliki tiga warna
dasar untuk rambutnya, yakni warna hitam, kuning, dan
putih. Gen yang mengkode warna rambut kucing terpaut
pada kromosom X, yakni gen B menentukan warna hitam
dan gen b menentukan warna kuning. Apabila gen B dan
b terdapat bersama (Bb) akan dihasilkan fenotip kucing
belang tiga (disebut kucing Calico).

Kucing jantan berwarna kuning dikawinkan dengan ku-
cing betina berwarna hitam. Tentukan rasio fenotipe ketu-
runan yang dihasilkan dari persilangan ini.

P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



Dari persilangan ini anda dapat menyimpulkan
bahwa umumnya kucing Calico berjenis kelamin betina!
d. Warna bulu pada Burung Kenari
Pada burung kenari, terdapat fenotipe warna
bulu hijau dan warna bulu kuning. Coba lengkapilah dia-
gram persilangan berikut ini!

Persilangan burung kenari jantan berbulu hijau dengan
burung kenari betina berbulu kuning menghasilkan F1
semua berbulu hijau, sebaliknya persilangan kenari beti-
na berbulu hijau dengan jantan berbulu kuning mengha-
silkan F1 jantan berbulu hijau dan betina berbulu kuning.

1. Kenari jantan hijau dengan kenari betina kuning
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><



Rasio Fenotip:


2. Kenari betina hijau dengan kenari jantan kuning
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:



Sampai di sini kita hanya membicarakan rangkai
kelamin pada kromosom X atau kromosom Z. Pertanyaan
yang muncul, bagaimana dengan kromosom Y ? Adakah
gen yang tertaut pada kromosom Y ?


Gambar 13: Struktur Kromosom X dan Kromosom Y
Pengamatan mikroskop menunjukkan bahwa
kedua jenis kromosom seks memiliki ukuran atau bentuk
yang tidak sama. Oleh karena itu, kromosom kelamin
dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berikut:
Pseudoautosomal homolog: bagian dari kromosom X
yang homolog dengan bagian kromosom Y. Bagian
ini tidak panjang, mengandung gen-gen yang rangkai
kelamin tak sempurna atau rangkai kelamin sebagian.
Gen-gen ini dapat mengalami pertukaran tempat.
Gen-gen terangkai X: bagian kromosom X yang tidak
homolog, mengandung gen-gen yang memperlihat-
kan fenomena rangkai kelamin sempurna.
Gen-gen holandrik: bagian kromosom Y yang tidak
homolog, mengandung gen-gen yang tertaut Y sem-
purna. Istilah holandrik berasal dari bahasa Yunani,
holo (sama) dan andro (laki-laki).

Untuk memahami peristiwa berangkai tak sempurna pada
kromosom X, coba kerjakan soal di bawah ini:

Gen resesif berangkai kelamin tidak sempurna yang dise-
but bobbed (b) menyebabkan bulu Drosophila menjadi
lebih pendek dan berdiameter lebih kecil daripada bulu
yang dihasilkan oleh gen normal dominan (B). Bila indivi-
du betina bobbed disilangkan dengan jantan heterozigot
yang mungkin, tentukan fenotip F1 yang terjadi.

1. Bila jantan heterozigot gen bobbed pada kromosom X.
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><






Rasio Fenotip:


2. Bila jantan heterozigot gen bobbed pada kromosom Y
P1 : ><
Gamet :
F1 :
><



Rasio Fenotip:


4. Seks dan Ekspresi Gen
Beberapa gen dalam memberikan ekspresinya
pada fenotip dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin (seks)
individu tersebut. Gen-gen ini bisa berada pada autosom
maupun bagian homolog kromosom seks. Ekspresi domi-
nasi atau keresesifan gen-gen tersebut berbanding terba-
lik pada individu jantan dan betina, yang terjadi karena
perbedaan pengaruh hormon-hormon seks. Oleh karena
itu, penulisan genotip seringkali tidak dilakukan dengan
huruf kecil dan huruf kapital seperti pada umumnya.

Kemunculan tanduk pada kambing ditentukan oleh alel B
b

yang terdapat pada autosom. Pada individu jantan, ada-
nya minimal satu gen B
b
menyebabkan munculnya tan-
duk, sedangkan individu betina yang memiliki tanduk pas-
ti bergenotip B
b
B
b
. Disilangkan kambing jantan tak ber-
tanduk dengan kambing betina bertanduk.
P1 : ><
Gamet : ><
F1 :

Rasio Fenotip :
Rasio Fenotip :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><













Rasio Fenotip :
Rasio Fenotip :


Pada sifat-sifat terbatas seks, suatu gen hanya
diekspresikan (muncul fenotipnya) pada individu dengan
jenis kelamin tertentu saja karena perbedaan lingkungan
hormon internal maupun ketidaksamaan anatomis. Seba-
gai contoh peristiwa ini adalah gen penghasil susu yang
terdapat pada mammal (hewan menyusui). Individu jan-
tan tidak akan mampu menghasilkan susu, meskipun me-
miliki gen penghasil susu, demikian juga keturunannya
yang berjenis kelamin jantan. Dengan kata lain, ekspresi
gen penghasil susu hanya terbatas bagi individu berjenis
kelamin betina saja.

F. Berangkai dan Pindah Silang
Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa
banyaknya kromosom yang dimiliki suatu individu sangat
sedikit, bila dibandingkan dengan banyaknya sifat (feno-
tip) yang dikendalikan oleh gen. Oleh karena itu, dapat
diduga bahwa dalam satu kromosom terdapat lebih dari
satu gen. Peristiwa terdapatnya lebih dari satu gen (yang
tidak sealel) pada satu kromosom disebut linkage (tautan
gen = berangkai = pautan).
Peristiwa berangkai ini belum diketahui pada za-
man Mendel. Dalam hukum Mendel sebenarnya berlaku
asumsi bahwa gen-gen yang mengatur sifat berada di
kromosom yang berbeda. Oleh karena itu, peristiwa be-
rangkai ini menghasilkan perbandingan fenotip yang tidak
sama dengan hukum Mendel.
Dalam mempelajari peristiwa berangkai, kita ha-
rus mengetahui susunan gen yang terlibat di dalamnya.
Ada dua macam susunan genotip berangkai yaitu:

Susunan cis (coupling phase), bila gen-gen dominan
terangkai pada satu kromosom sedangkan alel-alel
resesifnya terangkai pada kromosom yang lain. Cara
menuliskan genotipnya ialah (AB)(ab), AB/ab, AB:ab,
AB
ab
, atau
AB
ab
.
Susunan trans (repulsion phase), bila gen dominan
terangkai pada gen resesif yang bukan alelnya. Cara
menuliskan genotipnya ialah (Ab)(aB), Ab/aB, Ab:aB,
Ab
aB
, atau
Ab
aB
.

Sifat dominansi gen tidak terpengaruh oleh susunan be-
rangkai cis atau trans. Oleh karena itu, penentuan fenotip
individu dapat dilakukan seperti biasa.
Peristiwa berangkai juga dapat dibedakan berda-
sarkan jarak gen-gen yang berangkai menjadi rangkai
sempurna dan rangkai tidak sempurna.

1. Berangkai sempurna
Gen-gen dikatakan berangkai sempurna bila
letak gen-gen tersebut sangat berdekatan sehingga gen
tersebut selalu bersama-sama menuju ke gamet. Pada
peristiwa ini, individu bergenotip
Ab
aB
hanya dapat
membentuk gamet Ab dan aB saja, sedangkan individu
bergenotip
AB
ab
hanya dapat membentuk gamet AB dan
ab. Dengan kata lain, hukum Mendel II tentang asortasi
independen tidak berlaku pada peristiwa berangkai.
Untuk membedakan peristiwa berangkai sempur-
na susunan cis dan susunan trans, lengkapilah diagram
persilangan berikut ini.

Pada lalat buah, diketahui gen C mengkode sayap nor-
mal, sementara alelnya c mengkode sayap keriput; gen S
mengkode thorax normal, sedangkan alelnya s menye-
babkan thorax bergaris. Tentukan rasio fenotip pada F2:
1. Bila terjadi peristiwa berangkai cis ( ><
CS
CS
cs
cs
)
P1 : ><

Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><

Gamet :
F2 :




2. Bila terjadi peristiwa berangkai trans ( ><
Cs cS
Cs cS
).

P1 : ><

Gamet : ><

F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><

Gamet :
F2 :





2. Berangkai tak sempurna
Gen-gen dikatakan berangkai tak sempurna bila
letaknya agak berjauhan sehingga memungkinkan terja-
dinya peristiwa pindah silang (crossing over). Pindah si-
lang merupakan proses penukaran segmen dari kromatid
kromatid bukan kakak-adik (nonsister chromatid) dari se-
pasang kromosom homolog.Berdasarkan banyaknya per-
pindahan, pindah silang dibedakan menjadi:

Pindah silang tunggal, bila pertukaran segmen hanya
terjadi pada satu tempat.

Gambar 14: Pindah silang tunggal

Pindah silang ganda, bila pertukaran segmen terjadi
pada dua tempat.

Gambar 15: Pindah silang ganda

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pindah
silang menyebabkan terbentuknya dua tipe gamet, yakni
gamet yang sama dengan gamet induknya (tipe parental)
dan gamet yang berbeda dengan gamet induknya (tipe
rekombinan). Pada umumnya, gamet tipe parental lebih
banyak dibandingkan gamet tipe rekombinan.
Peristiwa berangkai tak sempurna juga dapat di-
bedakan berdasarkan susunan cis dan trans. Perbedaan
nampak bila F1 diujisilang (dengan individu resesif homo-
zigot) Untuk memahaminya, lengkapi diagram berikut ini.

Pada tanaman kapri, diketahui gen M menentukan warna
bunga ungu, alelnya m menentukan warna bunga merah.
Gen B menyebabkan serbuk sari lonjong, alelnya b un-
tuk serbuk sari bulat. Tentukan hasil testcross F1 bila:

1. Berangkai tak sempurna sistem cis ( ><
MB
MB
mb
mb
)
P1 : ><

Gamet : ><
F1 :

Ujisilang F1: ><

Gamet :

Hasil ujisilang:


2. Berangkai tak sempurna sistem trans ( ><
Mb
Mb
mB
mB
)
P1 : ><

Gamet : ><
F1 :

Ujisilang F1: ><

Gamet :

Hasil ujisilang:



3. Pindah Silang dan Pemetaan Kromosom
Di atas telah dikemukakan bahwa dalam peristi-
wa pindah silang, dihasilkan tipe gamet parental yang
jumlahnya lebih besar dibandingkan tipe rekombinan. Pe-
nelitian pada berbagai peristiwa pindah silang menunjuk-
kan perbandingan gamet tipe rekombinan yang berbeda-
beda. Oleh karena itu, didefinisikan nilai pindah silang
(NPS) atau frekuensi rekombinasi (FR) sebagai:

= =
jumlah individu rekombinan
100%
jumlah total individu hasil persilangan
NPS FR

Satuan NPS umumnya dinyatakan dalam persen (%) a-
tau centimorgan (cM). Untuk memahami perhitungan ni-
lai pindah silang, coba kerjakan soal berikut ini.

Persilangan lalat buah abu-abu sayap panjang dengan
lalat buah hitam sayap vestigial menghasilkan 965 lalat
buah abu-abu sayap panjang, 185 lalat buah hitam sayap
panjang, 944 lalat buah hitam sayap vestigial, dan 206 la-
lat buah abu-abu sayap vestigial. Tentukan NPS!

= = = =
... + ... ...
100% 100% ....%
... + ... + ... + ... ...
NPS FR

Semakin besar nilai pindah silang, semakin jauh
jarak antara kedua gen tersebut dalam kromosom. Oleh
karena itu, orang mulai membuat peta kromosom (chro-
mosomal mapping). Peta kromosom adalah gambar ske-
ma sebuah kromosom dan lokus setiap gen yang terda-
pat pada kromosom tersebut. Satuan jarak gen pada peta
kromosom adalah 1 unit peta = 1% pindah silang = 1 cM.
Istilah peta kromosom (gene mapping) di sini
harusdibedakan dengan peta fisik (physical mapping),
yakni pemetaan berdasarkan jarak pasang basa (base-
pair) dua gen dalam satu kromosom.


Gambar 16: Contoh Pemetaan Kromosom

Ada beberapa metode pembuatan peta
kromosom, baik yang menggunakan dasar persilangan
maupun yang bukan.

a. Metode Persilangan Tiga Titik
Salah satu metode pembuatan peta kromosom
bukan manusia dilakukan dengan the three-point crosses,
yakni individu dengan tiga sifat beda (trihibrid) yang
diujisilang. Metode ini dapat digunakan untuk pemetaan
kromosom tubuh (autosom) maupun kromosom seks
(gonosom). Perhatikan contoh pemetaan kromosom
tubuh di bawah ini.

Pada tanaman jagung (Zea mays), tiga gen resesif pada
kromosom 5 mengkode kemunculan sifat endosperm
berlilin (wx), endosperm mengkerut (sh), dan biji kuning
(v). Tanaman yang homozigot untuk ketiga alel resesif
tersebut disilangkan dengan tanaman yang homozigot
untuk ketiga alel dominannya (wx
+
sh
+
v
+
) yakni tanaman
dengan endosperm tak berlilin, penuh, dan biji tak ber-
warna. 10.756 batang tanaman jagung hasil ujisilang F1
dapat dikelompokkan sebagai berikut:

87 endosperm berlilin, mengkerut, biji tak berwarna
94 endosperm tak berlilin, penuh, biji kuning
3479 endosperm tak berlilin, penuh, biji tak berwarna
3478 endosperm berlilin, mengkerut, biji kuning
1515 endosperm tak berlilin, mengkerut, biji tak berwarna
1531 endosperm berlilin, penuh, biji kuning
292 endosperm berlilin, penuh, biji tak berwarna
280 endosperm tak berlilin, mengkerut, biji kuning

Langkah pertama: Tuliskan genotip masing-masing sifat
yang diberikan, lalu tentukan urutan gen pada kromosom.
Urutan yang benar:

Langkah kedua: menghitung jarak gen, yakni nilai pindah
silang sesuai urutan gen yang benar.
NPS1 : gen dan



NPS2 : gen dan



Langkah ketiga: menggambar peta kromosom
____________________


Penelitian menunjukkan bahwa dalam pindah si-
lang, hasil pindah silang ganda yang diperoleh lebih kecil
daripada nilai pindah silang secara kalkulasi. Peristiwa ini
disebut interferensi, dan dapat dihitung melalui koefisien
koisindens (KK) sebagai berikut:

Dari soal pemetaan kromosom di atas kita peroleh:

1 2
Frekuensi pindah silang ganda kalkulasi = NPS NPS
= ..............
frekuensi pindah silang ganda yang didapat
frekuensi pindah silang ga
KK

=
nda kalkulasi
....
....
....
1 1 .... .... Interferensi KK
= =
= = =



Untuk pemetaan kromosom kelamin, ada sedikit
modifikasi pada persilangan, yakni individu F1 trihibrid
tidak diujisilang, melainkan disilangkan dengan individu
jantan normal. Perhatikan contoh berikut ini:


Pada kromosom X lalat buah (Drosophila melanogaster)
dikenal tiga pasang gen berikut: w
+
menentukan warna
mata merah dan alelnya w menentukan warna mata
putih; gen y
+
menentukan warna tubuh kelabu sementara
alelnya y menentukan warna tubuh kuning; gen f
+

menyebabkan bulu tunggal dan alelnya f menyebabkan
bulu bercabang. Gen w
+
dominan terhadap w, y
+
domi-
nan terhadap y, dan f
+
dominan terhadap f.
Bila lalat betina trihibrid disilangkan dengan lalat jantan
normal, didapat keturunan sebagai berikut:
1100 lalat mata merah, tubuh kelabu, bulu tunggal
301 lalat mata merah, tubuh kelabu, bulu tunggal
10 lalat mata putih, tubuh kelabu, bulu tunggal
126 lalat mata merah, tubuh kuning, bulu tunggal
10 lalat mata merah, tubuh kelabu, bulu bercabang
2 lalat mata merah, tubuh kuning, bulu bercabang
102 lalat mata putih, tubuh kelabu, bulu bercabang
290 lalat mata putih, tubuh kuning, bulu bercabang
59 lalat mata putih, tubuh kuning, bulu tunggal
Langkah pertama: Tuliskan genotip masing-masing sifat
yang diberikan, lalu tentukan urutan gen pada kromosom.
Urutan yang benar:

Langkah kedua: menghitung jarak gen, yakni nilai pindah
silang sesuai urutan gen yang benar.
NPS1 : gen dan



NPS2 : gen dan



Langkah ketiga: menggambar peta kromosom
____________________

1 2
Frekuensi pindah silang ganda kalkulasi = NPS NPS
= ..............
frekuensi pindah silang ganda yang didapat
frekuensi pindah silang ga
KK

=
nda kalkulasi
....
....
....
1 1 .... .... Interferensi KK
= =
= = =


b. Persilangan Dua Titik
Pemetaan kromosom juga dapat dilakukan de-
ngan menggunakan persilangan dua titik. Cara ini dapat
digunakan untuk memetakan lebih dari tiga buah gen
pada satu kromosom maupun beberapa kromosom yang
berbeda. Prinsip utama perhitungan/analisis ini adalah
bahwa nilai rekombinasi sebesar 1% (dan kelipatannya)
menunjukkan kedua gen terletak pada kromosom yang
sama dengan jarak sebesar 1 map unit, sedangkan
rekombinasi sebesar 50 % menunjukkan bahwa kedua
gen terletak pada dua kromosom yang berlainan
(sehingga memisah secara independen). Untuk
memahami penggunaan persilangan dua titik ini,
perhatikan contoh berikut.

Dimiliki data frekuensi rekombinasi tujuh buah gen yakni
a, b, c, d, e, f, dan g sebagai berikut. Tentukan peta kro-
mosom gen-gen tersebut.

























c. Metode-metode lain
Metode-metode pemetaan kromosom yang lain
dijumpai pada pemetaan kromosom manusia, misalnya
dengan hibridisasi sel somatis. Metode lainnya adalah
pemetaan delesi, pemetaan transformasi dan konjugasi
(pada bakteri), pada kromosom bakteri.

4. Menguji Adanya Pautan
Pada hakekatnya, peristiwa berangkai (pautan)
merupakan penyimpangan dari Hukum Mendel yang me-
nyatakan bahwa setiap gen akan memisah (segregasi)
dan berpasang-pasangan secara bebas (independent
assortment). Bila kita dihadapkan pada suatu data hasil
persilangan, satu pertanyaan yang kadangkala muncul
adalah bagaimana kita dapat membedakan hasil persi-
langan dengan gen terpaut dan persilangan dengan gen
tidak terpaut (independen).
Lihat kembali contoh yang diberikan pada sub-
subbab berangkai tak sempurna di atas. Seandainya
gen M (alelnya m) dan gen B (alelnya b) bersifat indepen-
den, maka testcross individu F1 yang bergenotip MmBb
dengan induknya (mmbb) akan memberikan perbanding-
an genotip MmBb : mmBb : Mmbb : mmbb sama dengan
1:1:1:1. Apakah dalam setiap persilangan akan didapat
perbandingan yang tepat (exact) seperti ini? Tentu tidak
mungkin seperti itu. Oleh karena itu, perlu diberikan suatu
cara menguji apakah dua gen tertentu benar-benar bersi-
fat independen atau bersifat terpaut (berangkai).
Metode yang sering digunakan untuk melakukan
pengujian ini adalah dengan uji chi-kuadrat (chi-square
test). Uji yang ditemukan oleh Karl Pearson (1900) ini
merupakan suatu uji kebaikan-suai (goodness-of-fit test),
yakni prosedur untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran atau distribusi tertentu. Oleh karena
itu, masih banyak kegunaan uji chi-kuadrat dalam geneti-
ka yang tidak dibahas di sini, misalnya pada pengujian
hukum Hardy-Weinberg (genetika populasi).
Agar memahami langkah-langkah melakukan uji
chi-kuadrat untuk menguji independensi dua gen, perha-
tikanlah contoh di bawah ini.

Seorang ahli genetik menemukan suatu mutasi baru
pada lalat buah Drosophila melanogaster yang menye-
babkan tubuh lalat tersebut selalu gemetaran. Gen yang
termutasi itu disebutnya spastic (sps), diduga terletak pa-
da autosom. Ia menyilangkan lalat yang homozigot untuk
spastic dan sayap vestigial dengan lalat normal (wild
type). Hasil persilangan itu kemudian diujisilang dan
diperoleh hasil sebagai berikut.
lalat buah spastic, sayap vestigial 224 ekor
lalat buah normal, sayap normal 230 ekor
lalat buah spastic, sayap normal 97 ekor
lalat buah normal, sayap vestigial 99 ekor
Dengan menggunakan uji chi-kuadrat, akan ditentukan
apakah gen sps bersifat independen terhadap gen vg.

Mula-mula, kita buat diagram persilangan sesuai dengan
soal, asumsikan kedua gen bersifat independen.

P1 : ><

Gamet : ><
F1 :

Ujisilang F1: ><

Gamet :

Hasil ujisilang:


Bandingkan hasil uji silang di sini dengan hasil uji silang
pada soal, ternyata terdapat perbedaan yang cukup signi-
fikan. Oleh karena itu, kita lakukan pengujian chi-kuadrat.

Langkah 1: Data hasil uji silang soal dimasukkan ke tabel
kontingensi 2 x 2, dengan baris memuat gen-gen pada
lokus pertama dan kolom memuat gen pada lokus kedua.

Gen pada
lokus 1
Gen pada lokus 2
TOTAL







TOTAL




Langkah 2: hitung nilai harapan masing-masing sel, yakni
dengan menggunakan rumus
n persilanga hasil total
kolom total baris total
= harapan







Langkah 3: hitung statistik uji chi-kuadrat dengan rumus:
( )

= =
=
r
i
c
j 1 1
2
2
harapan
harapan - n persilanga hasil
_
(Catatan: hasil persilangan diambil dari tabel pada lang-
kah 1, sedangkan harapan dari tabel pada langkah 2).





Langkah 4: bandingkan statistik uji chi-kuadrat yang telah
dihitung pada langkah 3 dengan tabel chi-kuadrat yang
ada di buku-buku genetika (tingkat signifikansi 5%,
derajat bebas 1). Bila nilai chi kuadrat perhitungan lebih
besar daripada 3,841, simpulkan bahwa kedua gen tidak
bersifat independen.



G. Pewarisan Sifat Kuantitatif
Dalam percobaan Mendel maupun penyimpang-
an-penyimpangan semu yang terjadi, sifat-sifat pada sua-
tu kelas fenotip umumnya mudah dibedakan dengan
kelas fenotip yang lain, misalnya biji bulat dengan biji ke-
riput, Drosophila melanogaster mata merah dengan mata
putih, dan sebagainya. Namun seringkali dalam kelas
fenotip masih dijumpai variasi-variasi yang tinggi, misal-
nya warna bunga dapat dibedakan sebagai merah kelam,
merah darah, merah medium, merah muda, dan sebagai-
nya. Sifat-sifat yang mudah dibedakan satu dengan yang
lain disebut sifat kualitatif, sedangkan sifat yang menun-
jukkan variasi yang tinggi dalam intensitasnya disebut
sifat kuantitatif atau sifat metrik.
Perbedaan sifat kualitatif dan sifat kuantitatif da-
pat dilihat pada tabel berikut ini:

Sifat Kualitatif Sifat Kuantitatif
Karakter bersifat kategorik,
tidak dapat diukur
Karakter memiliki derajat
yang berbeda, dapat diukur
Variasi bersifat diskontinu Variasi bersifat kontinu
Kelas fenotip memiliki ba-
tas yang jelas
Kelas fenotip membentuk
suatu spectrum
Pengaruh gen tunggal da-
pat terlihat jelas
Kontrol poligenik, pengaruh
gen tunggal terlalu kecil
Berkaitan dengan perka-
winan individual
Populasi dengan sejumlah
persilangan
Dianalisis melalui penca-
cahan dan rasio
Dianalisis melalui estimasi
parameter populasi


Gambar 17: Sifat Kualitatif (kiri) dan Kuantitatif (kanan)

1. Asumsi dan Pola Pewarisan
Telah disinggung di atas bahwa pewarisan sifat
kuantitatif menggunakan mekanisme poligen. Istilah poli-
gen berasal dari kata poly (banyak) dan gen, yang secara
sederhana dapat diartikan bahwa fenotip satu sifat ter-
tentu dipengaruhi oleh banyak gen atau alel.
Beberapa asumsi dalam pewarisan sifat kuantita-
tif adalah sebagai berikut:

Tidak ada dominasi, yang ada hanyalah alel efektif
(alel yang memberi tambahan pengaruh) dan alel
non efektif (alel yang tidak memberi tambahan pe-
ngaruh pada sifat yang diatur).
Penentuan genotip individu seringkali sulit dilakukan
dengan pasti.
Tiap alel efektif dalam satu seri alel menghasilkan
pengaruh yang intensitasnya sama. Pengaruh dari
tiap alel efektif bersifat kumulatif.
Tidak ada epistasis antara gen-gen pada lokus yang
berlainan.
Tidak terjadi peristiwa berangkai (pautan).

Untuk memahami proses pewarisan sifat kuanti-
tatif, coba selesaikan diagram persilangan berikut. Ingat
kembali cara memecah persilangan trihibrid yang telah
kalian pelajari di muka.

Disilangkan varietas gandum berbiji merah dan varietas
gandum berbiji putih. Bila diketahui alel untuk biji merah
adalah M1M1M2M2M3M3 dan alel untuk biji putih adalah
m1m1m2m2m3m3, maka F1 dan F2 yang diperoleh:

P1 : ><
Gamet : ><
F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Bila dilakukan pemecahan menjadi 3 persilangan mono-
hibrid, akan didapat
individu dengan enam faktor M, fenotip
individu dengan lima faktor M, fenotip
individu dengan empat faktor M, fenotip
individu dengan tiga faktor M, fenotip
individu dengan dua faktor M, fenotip
individu dengan satu faktor M, fenotip
individu tanpa faktor M, fenotip


Contoh lain pewarisan sifat kuantitatif yang meli-
batkan perhitungan matematis:

Tinggi suatu tanaman ditentukan oleh tiga pasang alel
yang memiliki pengaruh aditif dengan intensitas sama.
Diketahui tinggi minimum dan maksimum tanaman
tersebut berturut-turut 10 cm dan 46 cm. Galur murni
tanaman tertinggi dan terpendek disilangkan, didapat:

P1 : ><
Gamet : ><
F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Dengan melakukan pemecahan menjadi tiga persilangan
monohybrid akan didapat:
Genotip Persentase Tinggi (cm)









Gambarlah diagram batang dari hasil persilangan itu.
persentase







0 tinggi (cm)
Kesimpulan:


2. Distribusi Normal dan Ukuran Statistik
Dalam contoh persilangan tinggi tanaman di mu-
ka, kita meninjau pewarisan sifat kuantitatif yang melibat-
kan tiga pasang alel. Muncul pertanyaan, apa yang akan
terjadi bila pewarisan tersebut melibatkan n pasang alel:
P1P1P2P2P3P3 PnPn dan p1p1p2p2p3p3 pnpn
Sudah tentu banyaknya fenotip hasil persilangan
akan semakin beragam dan semakin sulit dibedakan. O-
leh karena itu, dalam pewarisan sifat kuantitatif seperti ini
kita melakukan perhitungan dengan analisis statistik.
Lihat kembali histogram yang telah dibuat pada
contoh persilangan di atas. Bila banyaknya fenotip sema-
kin banyak, bentuk histogram (dan poligon frekuensinya)
akan berbentuk genta seperti di bawah ini:


Gambar 18: Kurva Distribusi Normal

Dalam ilmu statistik, grafik seperti di atas disebut
kurva distribusi Normal atau distribusi Gaussian, untuk
menghargai Carl Frederick Gauss, seorang ilmuwan dari
Jerman. Secara matematis, grafik kurva distribusi normal
dinyatakan oleh persamaan:
( )
2
2
2
1
( )
2
x
f x e

o
o t

=

dengan
e = bilangan euler = 2,718...
= 22/7 = 3,1428...
- < < dan 0 <
2
<
Dari persamaan fungsi distribusi normal, nilai
peluang x berada pada interval (b < x < a) dapat dihitung
sebagai:

( )
( )
2
2
2
1
2
x
a
b
P b x a e dx

o
o t

s s =
}

Nilai peluang di atas bergantung pada nilai dan , yang
merupakan parameter fungsi distribusi normal. Pengu-
bahan nilai-nilai tersebut menyebabkan perubahan
bentuk kurva distribusi normal sebagai berikut:


Gambar 19: bentuk-bentuk distribusi normal

Untuk menghitung peluang distribusi normal, se-
lain menggunakan pendekatan pada gambar di samping,
kita dapat memanfaatkan tabel distribusi normal yang da-
pat dilihat pada buku-buku referensi statistika.
Dalam praktek, nilai-nilai parameter mean popu-
lasi dan standar deviasi populasi seringkali sulit diperoleh,
terutama bila ukuran populasi sangat besar. Oleh karena
itu peneliti mengambil sampel dari populasi, lalu menen-
tukan mean dan standar deviasi dari sampel. Ukuran
yang diperoleh dari sampel ini disebut statistik. Pada
umumnya, rata-rata sampel diberi lambang x , sedang-
kan simpangan baku sampel diberi lambang s.
Nilai rata-rata sampel ( x ) merupakan penduga
takbias untuk , sedangkan simpangan baku sampel,
( )

=
n
1 i
2
i
x x
1 n
1
s

merupakan penduga takbias untuk . Sifat-sifat penduga
ini dapat dipelajari dalam buku-buku referensi statistika.

Diketahui volume produksi susu sapi Jersey yang berusia
10 tahun adalah sebagai berikut:
60, 74, 58, 61, 56, 55, 54, 57, 65, 42
Hitunglah nilai rata-rata dan standar deviasi data di atas.










H. Topik Tambahan
Selain pembahasan tentang hukum Mendel dan
penyimpangannya, alel ganda, rangkai kelamin, pautan,
pindah silang, hingga sifat kuantitatif, masih ada bebera-
pa tema yang terlalu menarik untuk dilewatkan begitu
saja (halah lebay ^^). Beberapa hal yang akan dibahas di
sini adalah pengaruh maternal, pewarisan maternal, dan
jalur biokimia (biochemical pathway) yang berhubungan
dengan hereditas. Hal-hal tersebut sebenarnya tidak sa-
ling terkait satu dengan yang lain, tapi sangat bermanfa-
at untuk memperluas pengetahuan dalam genetika.

1. Jalur Biokimia dan Hereditas
Salah satu ciri makhluk hidup adalah melakukan
metabolisme, yakni terjadinya berbagai reaksi kimia da-
lam tubuh yang dikatalisis oleh enzim. Dalam tubuh,
metabolisme berlangsung membentuk jalur-jalur rang-
kaian reaksi kimia yang saling berhubungan. Karena en-
zim bersifat spesifik, maka setiap tahap dalam jalur
metabolisme membutuhkan enzim yang berbeda.


Gambar 20: contoh jalur metabolisme sederhana

Percobaan Beadle dan Tatum dengan jamur
Neurospora mutan telah membuktikan bahwa setiap en-
zim dalam jalur metabolisme dikode oleh gen yang ber-
beda (prinsip one gene one enzyme). Mutasi pada gen
yang mengkode enzim akan menyebabkan organisme
tersebut tidak mampu membentuk enzim, sehingga jalur
metabolisme akan terputus pada tahapan yang membu-
tuhkan enzim. Pada gambar 20 di atas misalnya, apabila
gen A tidak terekspresi, maka enzim A tidak diproduksi,
sehingga substrat tidak dapat berubah menjadi zat A,
dengan demikian zat B dan zat C tidak dapat terbentuk
karena zat B dibentuk dari zat A, sedangkan zat C diben-
tuk dari zat B. Demikian juga bila gen B tidak terekspresi,
zat B tidak akan terbentuk meskipun zat A terbentuk. Zat
C tidak dapat dibentuk karena zat B tidak ada.
Tidak disintesisnya suatu zat pada jalur metabo-
lisme dapat mengakibatkan perbedaan fenotip organisme
tersebut. Oleh karena itu, bila kita mengetahui pola pewa-
risan sifat gen-gen pengkode enzim tersebut, kita dapat
menentukan fenotipe organisme hasil suatu persilangan.
Perhatikan dan lengkapilah contoh di bawah ini.

Warna bunga pada suatu tanaman hipotetik dikendalikan
oleh tiga gen pada jalur biokimia sebagai berikut:

Gen A memproduksi enzim A, sedangkan alelnya a tidak
memproduksi enzim A; demikian juga dengan gen B dan
C. Disilangkan tanaman berbunga colorless (aaBBCC)
dengan tanaman berbunga green (AABBcc), tentukan
fenotip F1 dan F2 hasilnya!

P1 : ><
Gamet : ><
F1 :

P2 : F1 >< F1
: ><
Gamet :
F2 :
><













Rasio Fenotip:



2. Pewarisan Sitoplasmik
Semua persilangan yang kita bahas di muka se-
lalu didasarkan pada asumsi bahwa gen-gen yang meng-
kode sifat tersebut berada pada kromosom dalam inti sel.
Padahal organisme eukariotik juga memiliki substansi
genetik yang terdapat di luar inti, misalnya pada mitokon-
dria dan pada kloroplas. Meskipun banyaknya gen pada
kedua organel ini sangat kecil dibandingkan gen-gen
dalam inti, namun pola pewarisan sifatnya tidak sama
dengan pewarisan gen pada inti sel. Mengapa demikian ?
Dalam peristiwa pembuahan (fertilisasi), zigot menerima
substansi inti dari gamet jantan maupun betina. Namun,
seringkali organel pada zigot hanya berasal dari salah sa-
tu gamet, umumnya gamet betina.
Untuk memahami pewarisan sifat yang dikendali-
kan oleh gen sitoplasmik, perhatikan contoh berikut:



Gambar 21: warna daun Mirabilis jalappa

Correns (1909) menyerbukkan pollen tumbuhan
Mirabilis jalappa berdaun hijau ke putik tumbuhan berda-
un putih, diperoleh keturunan seluruhnya berdaun putih.
Persilangan resiproknya menghasilkan keturunan yang
seluruhnya berdaun hijau. Demikian juga saat pollen tum-
buhan berdaun hijau disilangkan dengan tumbuhan ber-
daun kombinasi hijau-putih, diperoleh keturunan yang
berdaun hijau, berdaun putih, dan berdaun kombinasi.
Persilangan resiproknya menghasilkan keturunan yang
seluruhnya berdaun hijau.
Bagaimana peristiwa ini dijelaskan? Warna hijau
pada daun disebabkan oleh kloroplas yang mengandung
klorofil. Warna putih disebabkan oleh proplastida mutan
yang tidak mengandung klorofil.
Perbedaan pewarisan nukleair dan pewarisan
sitoplasmik (ekstranukleat) disajikan dalam tabel berikut:

Gen nukleair Gen ekstranukleat
Induk dan memberi
sumbangan genetik sama.
Induk dan memberi
sumbangan genetik beda.
Hasil perkawinan resiprok
sama (kecuali terpaut-X)
Hasil perkawinan resiprok
tidak sama.
Terdapat perbandingan se-
gregasi
Tidak terdapat perbanding-
an segregasi

3. Pengaruh Maternal
Pengaruh maternal (maternal effect) merupakan
peristiwa fenotip keturunan ditentukan oleh genotip induk
betina (gen terletak dalam inti). Gen-gen pengkode sifat
tersebut mengalami segregasi mengikuti pola Mendel,
namun penentuan fenotipnya tidak demikian. Perhatikan
contoh berikut ini!
Pada siput Limnaea peregra, arah rumahnya ada
yang mengikuti arah jarum jam (dekstral) dan melawan
arah jarum jam (sinistral). Sifat ini ditentukan oleh gen D
untuk melingkar dekstral dan gen d untuk sinistral. Dike-
tahui gen D dominan terhadap d. Perhatikan pola
persilangan pada gambar berikut ini!


Gambar 22: pengaruh maternal pada rumah siput

Dari pola di atas, kita lihat bahwa fenotip keturu-
nan ditentukan oleh genotip induk betinanya. Generasi
F1 di sebelah kiri berfenotip dekstral karena induk betina-
nya bergenotip DD, sementara F1 lainnya (kanan)
memiliki fenotip sinistral karena induk betinanya
bergenotip dd. Jadi, walaupun kedua F1 bergenotip Dd,
mereka bisa berfenotip sinistral maupun dekstral.. Selu-
ruh generasi F2 berfenotip dekstral karena genotip induk
betinanya (pada F1) adalah Dd.


Gambar 23: nurse cell dan sel telur

Mekanisme pengaruh maternal dapat dijelaskan
berdasarkan peristiwa oogenesis. Sel telur mendapatkan
hasil ekspresi gen-gen dari nurse cell yang ada di sekitar-
nya. Ekspresi fenotip embrio kemudian dipengaruhi oleh
protein yang dihasilkan oleh nurse cell tersebut.

I. Menguji Diri Sendiri
Setelah memahami uraian dan melengkapi lem-
bar kerja siswa (LKS) ini, kerjakan soal-soal berikut untuk
menguji kemampuan kalian dalam memahami pola-pola
pewarisan sifat.
Informasi untuk soal nomor 1 dan 2
Pada anjing, satu pasang alel menentukan warna rambut
(gelap dan albino). Pasangan alel yang lain menentukan
panjang rambut (pendek dan panjang). Oleh karena itu,
setiap gamet akan memiliki satu dari alel warna rambut,
C atau c, dan satu dari alel panjang rambut, B atau b.
Dilakukan dua persilangan antar anjing: pertama, anjing
berambut gelap dan pendek disilangkan dengan anjing
berambut albino dan panjang; persilangan berikutnya,
anjing berambut gelap rambut pendek disilangkan
dengan anjing berambut gelap dan panjang. Keturunan
yang diperoleh antara lain sebagai berikut
I. Gelap, rambut pendek x Albino, rambut panjang
Keturunan: Semua gelap, rambut pendek
II. Gelap, rambut pendek x Gelap, rambut panjang
Keturunan: 3 gelap, rambut pendek
3 gelap, rambut panjang
1 albino, rambut pendek
1 albino, rambut panjang

1) Pada persilangan II, genotipe dari induk berwarna
gelap dan berambut pendek adalah
A. CcBb
B. ccbb
C. CCBB
D. CCbb
E. ccBB

2) Manakah berikut ini merupakan genotip yang mungkin
dari induk berwarna gelap dan berambut pendek pada
persilangan I?
A. CcBb
B. ccbb
C. CCBB
D. CCbb
E. ccBB

Informasi untuk soal nomor 3 dan 4
Warna buah pada tanaman X diatur secara genetic.
Warna buah dapat putih, kuning, atau hijau. Kemunculan
warna tersebut diatur oleh dua gen, dengan tiap gen
masing-masing memiliki sepasang alel. I memproduksi
pigmen, sedangkan alelnya I tidak memproduksi pigmen;
G menyebabkan warna buah hijau, sedang alelnya g
menyebabkan buah berwarna kuning.

3) Pada suatu toples terdapat biji hasil persilangan.
Setelah biji-biji tersebut ditanam sampai berbuah,
ternyata dihasilkan:
31 tanaman berbuah hijau
10 tanaman berbuah kuning
39 tanaman berbuah putih
Pasangan genotip induk dari tanaman-tanaman tersebut
adalah
A. Iigg >< Iigg
B. iiGg >< IIGg
C. IiGg >< IiGg
D. IiGg >< iiGg
E. IIGg >< Iigg

4) Salah satu tanaman berbuah hijau disilangkan dengan
tanaman homozigot resesif menghasilkan:
45 tanaman berbuah kuning
5 tanaman berbuah hijau
50 tanaman berbuah putih
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
A. gen yang memproduksi pigmen dan gen yang menga-
tur warna terletak pada kromosom yang terpisah
B. genotip tanaman berbuah kuning yang di testcross
adalah IiGg
C. alel G dan I terletak pada kromosom yang sama
D. hanya terdapat satu genotip dari tanaman berbuah
pipih
E. terdapat dua fenotip tanaman berbuah hijau

Informasi untuk soal nomor 5--7
Diketahui gen S mengendalikan ketajaman duri pada su-
atu tumbuhan kaktus. Kaktus dengan alel dominan S
memiliki duri tajam, sedangkan kaktus dengan alel resesif
homozigot ss memiliki duri tumpul. Pada kaktus yang sa-
ma, terdapat gen N yang mengendalikan kemunculan
duri. Kaktus dengan alel resesif nn tidak memiliki duri.

5) Hubungan antara gen S dan gen N pada contoh di
atas termasuk peristiwa ...
A. dominansi tak penuh
B. epistasis dominan
C. epistasis resesif
D. dominansi penuh
E. pleiotropi

6). Persilangan galur-murni kaktus berduri tajam dengan
kaktus tak berduri akan menghasilkan keturunan ...
A. 100% duri tajam
B. 50% duri tajam, 50% duri tumpul
C. 25% duri tajam, 50% duri tumpul, 25% tanpa duri
D. 50% duri tajam, 50% tanpa duri
E. 100% tanpa duri
7) Jika kaktus heterozigot SsNn melakukan penyerbukan
sendiri, rasio fenotip pada keturunannya adalah ...
A. 3 duri tajam : 1 tanpa duri
B. 1 duri tajam : 2 duri tumpul : 1 tanpa duri
C. 1 duri tajam : 1 duri tumpul : 1 tanpa duri
D. 1 duri tajam : 1 duri tumpul
E. 9 duri tajam : 3 duri tumpul : 4 tanpa duri

Informasi untuk soal nomor 8-10.
Suatu makhluk mirip tumbuhan dari planet fiktif Pandora
memiliki tiga sifat yang dikendalikan secara genetik: Sifat
dan gen yang dimaksud adalah sebagai berikut.
- Alel a: bluish leaves
- Alel b: feathered stem
- Alel c: hollow roots
Diketahui ketiga gen tersebut saling terpaut. Seorang ahli
genetika melakukan ujisilang (test cross) individu yang
diketahui bergenotip heterozigot terhadap ketiga alel di
atas. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut (tanda
+ menunjukkan wild type).

Phenotypes Leaves Stems Roots Number
1 a + + 14
2 a + c 0
3 a B + 32
4 a B c 440
5 + B + 0
6 + B c 16
7 + + c 28
8 + + + 470
Total 1,000

8. Fenotip keturunan yang merupakan hasil rekombinasi
antara gen A dan gen B adalah ...
A. 1, 2, 5, dan 6
B. 1, 3, 6, dan 7
C. 2, 4, 5, dan 8
D. 2, 3, 5, dan 7
E. semua keturunan

9. Jika persen rekombinasi ekivalen dengan jarak peta
kromosom sebesar satu centimorgan (cM), estimasi jarak
gen A dan B adalah sebesar ...
A. 1.5 cM
B. 3 cM
C. 6 cM
D. 15 cM
E. 30 cM

10. Dari ketiga gen di atas, diketahui pasangan dengan
jarak terjauh adalah gen A dan gen C. Pernyataan berikut
yang benar adalah ...
A. gen A berjarak paling dekat dengan gen B
B. urutan gen pada kromosom adalah A B C
C. gen A tidak mengalami rekombinasi dengan gen C
D. gen A terletak di antara gen B dan gen C
E. jarak gen A ke B sama dengan jarak gen A ke C

TEMPAT MENULISKAN JAWABAN (hurufnya saja)

1. 6.
2. 7.
3. 8.
4. 9.
5. 10.


J. Referensi

Brooker, Robert J. 2012. Genetics Analysis & Principles.
Fourth edition. New York: McGraw Hill
Klug, William S., dkk. 2012. Principles of Genetics, Tenth
edition. California: Pearson Benjamin Cummings
Pierce. Benjamin A. 2012. Genetics, a Conceptual
Approach. Fourth Edition. New York: W.H Freeman
and Company
Pratiwi, DA., dkk. 2000. Biologi 3 untuk kelas 3 SMU
Program IPA. Jakarta: Erlangga
Reece., dkk. 2012. Campbells Biology. Ninth edition.
California: Pearson Benjamin Cummings
Suryo. 2008. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. 1979. Makhluk Hidup 3.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


SELAMAT BELAJAR

You might also like