You are on page 1of 56

Tujuan

Menafsirkan kondisi struktur geologi


dan unsur-unsurnya, proses
kejadiannya dan faktor yang
mempengaruhi.
Memberikan rekomendasi
prospektifitas atau resiko yang
terkandung di dalamnya
(a)
(d) (c)
(b)
Interpretasi Seismik
Interpretasi struktur
Interpretasi Seismik
Stratigrafi
Karakterisasi Reservoir
: Seismic Modeling


Interpretasi Seismik
Identifikasi struktur
geologi/tektonik
Identifikasi stratigrafi
Interpretasi fasies
pengendapan/
lingkungan
pengendapan
Rekomendasi,
mendefinisikan
petroleum system
Karakterisasi reservoir
fluida




Seismic
section
Model
geologi
Interpretasi
Alur pikir interpretasi seismik
Seismic
section
Well log
synthetic
Fecies
model
Geology
model
Structure & Facies map
Prosedur Interpretasi seismik
Data preparation

Pick unconformities, isolate different depositional units

Map individual sequences

Examine reflection character to aid defining dep.
Environment

Examine velocity, other attribute data

Model likely Stratigraphic and fluid content

Identify likely hydrocarbon accumulation


Sheriff, 1987
I
n
t
.

s
t
r
u
k
t
u
r

I
n
t
.

s
e
i
s
.
s
t
r
a
t
/
k
a
r
r
e
s
.

DATA COLLECTING
DIAGRAM ALIR INTERPRETASI SEISMIK
DATA SEISMIK
(stack migration,PSTM)
NAVIGASI
(KOORDINAT)

PETA DASAR
(BASE MAP)


SUMUR ( LOG)
Sonic/ & densitas,
VSP/WVS.
DATA
KECEPATAN
SEISMIK
verifikasi data)
Looping /composite line untuk memeriksa kondisi data / mistie
Periksa &verifikasi
data sumur (log)
OK?
OK?
PENYIAPAN DATA
Mistie analysis / post stack prosesing (penyamaan amplitude vintage berbeda)
Sintetik
Seismogram
TIDAK
YA
TIDAK
YA
SEISMIC-WELL TIE
Pengikatan data seismik ke data sumur & Penentuan horison
HORIZON PICKING
HORIZON MAPPING
PETA GEOLOGI, PETA STRUKTUR, DATA INTERPRETASI/EVALUASI , STUDI TERDAHULU
STUDI PENDAHULUAN
EVALUASI
Penentuan interest area, rekomendasi dll (Laporan)
standard
Contoh identifikasi gejala seismik untuk melakukan interpretasi: reflektor,
diskontinuitas, sesar, toplap, flat spot
reflektor
discontinuity
toplap
INTERPRETASI DATA SEISMIK
Tektonik Regional, Struktural, dan Pola Pengendapannya

Memahami tektonik dan system pengendapan pada daerah yang
diinterpretasi, sehingga dalam interpretasi : fault, geometri struktur dan
fasies sedimentasinya harus konsisten dengan tektonik regional dan
system pengendapannya.

Kenampakan atau pola dari seismic sangat bervariasi, sehingga harus
dapat membedakan mana betul-betul signal refleksi (data) atau bukan
(noise). Dalam hal ini harus diyakinkan di antaranya dengan data
sumur (synthetic seismogram) untuk memprediksi respon dari
litologi/kandungan fluidanya.
Obyektif interpretasi
Interpreter harus mengerti obyektif yang menjadi target interpretasi seismic.
Sebab banyak sekali informasi yang tersedia pada penampang seismic, ini
sangat penting untuk mengarahkan pada tujuan /obyektif
2.Persiapan

Beberapa tahapan dalam interpretasi data seismic yang harus diikuti :
Peta Dasar dan Penampang seismik
Peta Dasar mencakup :
Posisi arah lintasan seismic dan perpotongan antar lintasan seismic.
Koordinat, sistim koordinat yg digunakan
Nama lintasan dan nomer shot point (titik tembak).
Skala peta (tegantung tujuan), arah utara/mata angin
Posisi sumur
Culture dan legend/ keterangan.
Penampang Seismik :
bentuk stack migrasi dan umumnya adalah PSTM .
Skala umumnya horisontal 1 : 20 000 dan vertikal 1 cm = 100 msec.
Pada penampang seismik juga memuat informasi tentang :
bagian atas : data kecepatan, nomer SP, Trace , posisi crossing line, topografi,
shot
hole depth
bagian samping (kanan) : nama lintasan, nomer SP dan status processing,
informasi
data acquisition, informasi processing dan sekuennya, peta indeks

Data Sumur

Final log, untuk mengetahui puncak formasi atau lapisan tertentu sebagai
marker atau zona-zona mengandung HK (DST, UKL).
Log sonic dan densitas, digunakan untuk membuat sintetik seismogram untuk
seismic well tie
WVS/VSP, untuk mengetahui kecepatan rata-rata tiap interval atau
menkonversi data kedalaman ke data waktu atau sebaliknya, dan sebagai
kalibrasi synthetic seismogram

Data geologi

Geologi permukaan, peta geologi untuk membantu menentukan batas litologi
dengan horizon tertentu, analisis stratigrafis, hubungan fasies (mengetahui
kondisi geologi regional daerah setempat ).
Citra satelit, berupa landsat, spot dsb, digunakan menentukan pola/ kelurusan
struktur permukaan dan penyebaran batuan (geologi regional).
Data seismic survey terdahulu (sebelumnya), akan membantu interpretasi
karena akan menambah data asal mempunyai kualitas yang memadai.
Verifikasi

data navigasi,
data sumur dan data lainnya yang terkait. (dapat dikerjakan
pada saat loading data ke workstation)
kesesuaian penempatan lintasan-lintasan seismic ataupun
penempatan inline dan crossline dari suatu set data
seismic,
penomoran SP/CDP ataupun penomoran inline/crossline
arah-arah lintasan , dan apakah arah dari lintasan- lintasan
tersebut sudah sesuai berdasarkan pengetahuan geologi
daerah
setempat
kesesuaian nama lintasan seimik baik antara header data,
data
seismik tersebut maupun dalam peta dasar.
pastikan sistim koordinat yang digunakan.
Tahap : Penarikan horizon /picking

Setelah selesai persiapan, berikutnya adalah
memadukan data yang tersedia.
Membuat looping /composite line untuk memastikan kondisi data
tersebut dan memeriksa ada tidaknya mistie.

Pemilihan horizon :
didasarkan pada : kontinuitas refleksi, amplitude yang mudah dikenal,
sifat-sifat khusus yang mewakili atau horizon yang ekwivalen dengan
lapisan produktif.

Pengikatan data seismik dengan synthetic seismogram dari data sumur
yang dijadikan acuan. Data sonic/ densitas serta data VSP/Checkshoot
adalah dasar dalam pembuatan synthetic seismogram.

Penentuan top-top lapisan/reservoir, top-top formasi pada penampang
seismik berdasarkan data ikatan sumur acuan dan dilakukan penarikan
horison dari lapisan-lapisan yang akan diinterpretasikan mulai dari
lintasan yang diikatkan ke sumur acuan.
Pemetaan
Persiapan Pemetaan

Sebelum memetakan, cek ulang :
lintasan yang melewati sumur apakah korelasi seismic dan data sumur sesuai
(matching),
pastikan pada perpotongan antar lintasan, horizon ataupun sesarnya sudah tie.
Base map/peta dasar sudah dilengkapi lintasan dan nomer SPnya.
Kwalitas mapping tergantung pada ketelitian interpretasi

Pembacaan / Gridding

Pembacaan /gridding untuk mengetahui harga dan posisi horizon atau fault yang
akan dipetakan , dengan syarat seluruh data seismic sudah cocok (tie).
Hasil pembacaan kemudian di plot pada peta dasar . Dalam beberapa kasus
apabila lintasan seismic yang terdapat pada peta dasar masih jarang (jarak antar
lintasannya jauh) maka harga pada posisi antar lintasan akan diinterpolasi .
Mistie

Mistie adalah perbedaan waktu refleksi pada horizon dan posisi yang
sama antara dua penampang seismic yang berpotongan.
Mistie antara 1 - 10 msec, dapat diabaikan untuk kepentingan pemetaan
regional (kontur intervalnya 20 - 50 msec),
Untuk pemetaan detail dengan interval kontur 5 - 10 msec, mistie diatas
5 msec harus dikoreksi.

Mistie ini dapat terjadi akibat adanya:
Kesalahan dalam interpretasi
Kesalahan dalam prosesing (perbedaan kecepatan, koreksi statik,
filtering dll)
Migrasi akibat geometri dari dipping/kemiringan data, biasanya terdapat
pada
ujung lintasan dan sering disebut dengan end of line effect.
Kesalahan posisioning
Adanya perbedaan dalam parameter akusisi.
Pada pemetaan manual, diakibatkan kesalahan dalam
pembacaan/gridding.
Contouring

Sebelum penggambaran garis kontur,

plotting posisi sesar (fault), pola sesar dan simbolnya harus
dilakukan
terlibih dulu.

Pemetaan ini adalah contouring yaitu titik titik harga tersebut dapat
dikontur dengan interval atau jarak antar kontur yang disesuaikan
dengan
skala peta (1/2000 x skala peta) atau disesuaikan dengan
kebutuhan
Figure 18. Velocity anomaly beneath carbonate reef. (a) and (b) Pull-up.
(c) and (d) pull-down (Badley, 1985)
SEISMIC SECTION SEISMIC SECTION
SEISMIC SECTION
SEISMIC SECTION
Cakupan pembahasan struktur
Pembahasan struktur geologi pada eksplorasi hidrokarbon
mengharuskan kita untuk menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan:
- Geometry : menyangkut bentuk, ukuran, arah, pola suatu
struktur
- Genesa : meliputi interpretasi mekanisme pembentukan, arah
gaya pembentukanya, urutannya
- Potensi menjadi perangkap hidrokarbon.

Hasilnya berupa peta: harus jelas menginformasikan seperti nilai
kontur, interval kontur, arah bidang sesar, arah pergerakan
sesar, sifat sesar dll.
Pembentukan graben

Graben menjadi unsur yang sangat penting dalam
pembentukan daerah dapur hidrokarbon. Isolated sediment
biasanya sangat bagus sebagai dapur hidrokarbon sebagai
produk endapan lacustrine.
Dalam model yang dibuat dari material lumpur yang
dilengkungkan seperti busur menunjukkan deformasi dengan
membentuk graben.
Model lain menunjukkan bahwa graben dapat terbentuk akibat
gaya tensional atau terjadinya rifting.
Syntesa lainnya adalah adanya akibat arus konveksi dari
dalam bumi yang menyebabkan terjadinya seri sesar listrik
membentuk graben.
Karakter regime tensional
Sesar normal dengan sudut
kemiringan besar ( + 60
0
)
Domino style
Listric normal faulting
Sesar utama biasanya diikuti sesar
antitetik

Karakter regime kompresi
Thrust fault dengan Basement involve
Thin skin deformation
Inconsistency deformation, perbedaan
pertumbuhan pensesaran.
Bentuk thrust di pengaruhi oleh kemiringan
bidang pergeseran, kedalaman sesar, stratigrafi
RCD-A
BKP-A
MRT-A
SPT-B
TIGA PULUH
HIGH
A.MENDAHARA-1 GERAGAI-1
TIUNG-1
TIUNG-2
MANIS
MATA-1
SOGO-1
BETUNG-1
AAB-1
SG-5
KT-3
N-1
S.MEDAK-1
MUARA
SABAK-1
MERANG-1
G-1 SIAPO -1
NIKAM -1
BAKUNG-1
KUKU
LAMBAR-1
TUNGKAL-1
KALIBERAU-5
BL-2
P-1
P-2
JANGGA-1
HARI-1
GEGER
KALONG-1
MERSAM-1
P-1A
M-1
GERAGAI
DEEP
TUNGKAL
DEEP
AWS
0 5 15 km
1
0
3


0
0


1
0
3


1
5


1
0
3


3
0


1
0
3


4
5


1
0
3


3
0


1
0
3


1
5


1
0
4


4
5


1
0
4


3
0


1
0
4


1
5


1
0
4


0
0


SPT-B
MRT-B
BKP-B
RCD-B
LEGEND:
TAF >300m
TAF 100-300m
TAF <100m
TAF absent
Igneous rock
Model Penampang seismik pada sesar naik

Karakter strike-slip fault
Kondisinya cenderung komplek
Perubahan orientasi komponen struktur
sangat menonjol
Pola en-echelon fold, en-echelon tension
fracture sering dijumpai
Kemenerusan/releasing bend
Pembentukan pull-apart
Parallel, side by side wrenching
Reflection Geometries:
Stratal Terminations at Sequence
Boundaries
Mitchum et al, 1977
Reflection free
Onlap Onlap
Downlap Downlap
Toplap
Parallel
Toplap
Parallel
Cheotic
Cheotic
Sigmoid
Sigmoid
Erosional
Erosional
In doing seismic interpretation, it must be remembered, it still contains noises
which is any reflection unrelated to geology objects.
Common noises which are multiples, diffraction and velocity anomaly. This
noises can act as pitfalls for interpreter, and thus need to be recognized.
1.Multiple

Multiple occurs when the wavefront is reflected more than one time.

Data acquisition parameters can be designed to minimize multiple, mainly by
using stacking and deconvolution technique
However, multiple still often appear in the record even though the data have been
intensively processed
Pitfalls in Seismic Interpretation
source geophone
surface
Seismic reflector
1
st
multiple
t = two way time
t
2t
Figure 1. Illustration of simple multiple


P
R
I
M
A
R
Y

R
E
F
L
E
C
T
I
O
N

L
O
N
G

P
A
T
H

M
U
L
T
I
P
L
E

L
O
N
G

P
A
T
H

M
U
L
T
I
P
L
E

PEG LEG
GHOST
GHOST
SURFACE
Figure 2. General type of multiple
S
e
i
s
m
i
c


r
e
f
l
e
c
t
o
r

Figure 5. Examples of multiple : WB water bottom multiple, IBM-interbed multiple and sideswide
WBM
WBM
sideswipe
2.Diffraction

Diffraction occurs due to the sharp change of reflector plane geometry, for
examples due to the faults, instrusion, karst, etc (Figure 9). The sharp plane
refract energy to all direction and recorded as hyperbolic trace with diffraction
source as its apex. The position of fault plane can be estimated by joining the
apexes (Figure 10).


Even though diffraction can be minimized using migration technique, they still
appear in seismic records and interfere interpretation.

Sketch showing a diffraction from a fault.
The hyperbolic form of diffractions arises
from the assumption made by the CMP
method that reflections arise from mid-
point locations between the source and
geophone
Figure 9 . Illustration of diffraction effect due to fault plane (Badley, 1985)
Geophone
Source
Diffraction from fault
Assumed mid-point locationst

Figure 10d. Seismic examples of a burried focus. (a) Stacked section showing the bow-tie effect.
(b) Migrated section, revealing the true synclinal shape of the reflector (courtesy Norsk Hydro)
(a)
(b)
3.Velocity Efect

Changes of rock properties, for instances due to formation thickness and facies
can create velocity change. The change can give distortion between the stacked
time section and the real thickness and depth.

Down-dip apparent thinning occurs due to the increasing interval velocity with
depth for a constant thickness bed. This makes the bed become thinner to the
depth in time section (Figure 11). Apparent thinning can also accur along fault
plane due to the change of rock velocity across the fault plane (Figure 12).

Velocity anomaly also often occurs beneath low-angle dip fault plane like in the
case of thrust and lystric normal fault because of the lateral velocity change due
to the faulting (Figure 13-14)

Pull-up velocity anomaly will also develop under salt structure, and high-
velocity carbonate or channel (Fig.15-17). On the contrary, push down velocity
anomaly can occur beneath shale diapir or carbonates with lower velocity than
the surroundings (Figure 18). Extreme change of water depth can also cause
severe velocity anomaly (Figure 19).

The effect of increasing velocifty with
depth on the seismic expression of a
dipping unit.
(a) Geological model of a thick dipping
sandstone unit. The sandstone s
interval velocity increases with depth
due to diagenesis, but its thickness
remains constant.
(b) Seismic expression : The sandstone
unit appears to thin. It takes less
time for the seismic signal to travel
through the sandstone as its interval
velocity increase.
Figure 11. Apparent bed thinning due to velocity effect (Badley, 1985)
Interval thins in time Time
(b)
Depth
(a)
surface
Downbending of reflections into a
fault. This can occur when low-
velocity material is faulted by a
dipping fault. In the zone beneath the
fault plane, downbending of reflections
can occur due to the lower velocities
(and, there-for, longer traveltimes) in
lower-velocity downthrown rocks.
Figure 12. Apparent downbending effect due to the velocity effect (Badley, 1985)
Downbending
of reflection
V = Velocity
V3>V2>V1
V1
V1
V2
V2
V3
V3

You might also like