You are on page 1of 12

ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol.

17 (2) 87-98
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian
ENSO, IOD dan Monsun di Perairan Selatan Jawa Hingga Pulau Timor
Kunarso
1*
, Safwan Hadi
2
, Nining Sari Ningsih
2
, dan Mulyono. S. Baskoro
3
ISSN 0853-7291
Diterima/Received: 22-03-2012
Disetujui/Accepted: 19-04-2012
www.ijms.undip.ac.id
*) Corresponding author
Ilmu Kelautan, UNDIP
Change of Thermocline Thickness and Depth on the Variation of ENSO and IOD Events in the Waters of
the Southern Java to Timor Isl and
Thermocl ine l ayer is needed on dept h identif ication of tuna-like fish swimmi ng area. Identif ication of thermocli ne
depth changes due to ENSO (El Nino Southern Oscilati on), IOD (Indian Oscill ation Di pole Mode) and monsoon
vari ability were determi ned based on CTD(Conductivi ty-Temperature-Depth) and argofloat dat a accumulated in
the Word Ocean Data (WOD) f rom 19852011. The wind data was coll ected from National Centre for
Environmental Prediction (NCEP), rainfall i ntensit y (from Indonesian Meteorology and Climatol ogy Agency), and
climate anomaly index of global cl imate change (SOI (SouthOscillation Index), NINO3.4 and IOD) were also used
to support problem analysis. ENSO, IOD and monsoon determined as inf luencing upper and l ower threshold and
thermocline t hickness. In general the depth of upper threshold i n the eastern monsoon was deeper compare to in
the western monsoon. It was also identifi ed t hat, based on global climate annual variation, t he upper t hreshold
duri ng El Nio fenomenon was shal lower (average range of 50.9 m51.7m) compare to the t hreshold during La
Nia (58.4 m60.2 m). On the other side t he lower threshol d duri ng El Nio was deeper (262.9m281.8 m)
compare to the t hreshold duri ng La Nia (204.5 m259.6 m). The thermocli ne thickness itself during El Nio was
found t hicker (211.2 m230.9 m) compare to La Nia (144.4 m201.2 m). Heavy rainf all precipit ation, as an
indicator of cl oud coverage, was determined as inf luencing t he t hermocline lower t hreshold where t he bi gger
rai nfall preci pitat ion t he shal lower lower threshol d found. The high anomal y of Sea Surface Temperature (SST) in
NINO3.4 and high value of IOD was also signif icantl y i nfl uenced t he t hermocline upper and lower t hreshold
vari ability. The higher anomaly val ue of SST in NINO3.4 and the bigger IOD(+) val ue resulting shallower upper
threshold and deeper lower threshol d.
Key words: Thermocline, ENSO, IOD, Monsoon, southern waters of Java, Timor
Abstract
Kata kunci: Termoklin , ENSO, IOD, Monsun, perai ran selatan Jawa, Timor
Lapisan termokli n berperan dal am i dent ifikasi kedal aman lapisan renang dari ikan tuna. Ident ifikasi perubahan
kedalaman termokli n pada vari abi litas ENSO (El Nino Sout hern Oscilation), IOD ( Indian Oscil lati on Di pole Mode)
dan Monsun, dikaji berdasarkan data CTD(Conducti vity-Temperat ure-Depth) dan argof loat yang terakumul asi
dalam Word Ocean Data (WOD) dari tahun 19852011. Data angin dari National Centre for Environmental
Prediction (NCEP), data-data intensitas huj an dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan data-dat a i ndek
anomali iklim global (SOI (Sout hOscil lation Index), NINO3.4 dan IOD) digunakan unt uk mel engkapi analisis
permasalahan. ENSO, IOD dan Monsun ditemukan semuanya berpengaruh terhadap kedal aman batas atas,
batas bawah, dan ketebalan termokli n. Secara umum ditemukan kedal aman bat as atas pada musim timur lebih
dalam daripada saat musim barat. Berdasarkan variasi ant ar t ahunan ikl im global ditemukan bahwa batas at as
pada kej adi an El Nio umumnya lebi h dangkal (rerata 50,951,7 m) daripada saat La Nia (rerata 58,460,2
m). Sebaliknya batas bawah termokli n pada saat El Nio dit emukan l ebi h dalam (rerata 262,9281,8 m)
dari pada saat La Nia (rerata 204,5259,6 m). Ketebalan t ermoklin pada saat El Ni o ditemukan umumnya
lebi h tebal (rerata 211,2230,9 m) daripada saat La Nia (rerat a 144,4201,2 m). Faktor tinggi nya curah hujan
sebagai i ndikator besarnya tut upan awan berpengaruh terhadap batas bawah termokl in, semakin t inggi curah
huj an maka semaki n dangkal batas bawah termokli n. Disamping f aktor tersebut f aktor ti nggi nya anomali SST
(seawater surface temperat ure) di NINO3.4 dan besarnya ni lai IOD berpengaruh terhadap variabilit as kedalaman
batas atas dan batas bawah termokl in. Semaki n tingginya nilai anomal i SST di NINO3.4 dan semaki n besar nilai
IOD (+) maka bat as atas termokli n akan semaki n dangkal dan batas bawahnya makin dalam.
Abstrak
1
Jurusan Ilmu Kel autan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kel aut an Uni versit as Diponegoro,
Tembal ang, Semarang, HP. 081 2147 1191, Email: kunarsojpr@yahoo.com
2
Program Studi Oseanografi, Instit ut Teknologi Bandung, Bandung
3
Jurusan Perikanan, FPIK, Institut Pertani an Bogor, Bogor
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Pendahuluan
Termokli n merupakan lapisan dal am perairan
laut di mana pada l apisan tersebut terjadi penurunan
temperatur yang cepat terhadap kedalaman (Nontj i,
1993). Nilai absolut gradien penurunan temperat ur
vertikal pada l apisan termokli n standar (untuk daerah
Samudera Hi ndi a) adalah sebesar 0,05C/m
(Bureau of technical supervision of the P.R of China,
1992).
Lapisan termokli n mempunyai arti pent ing
bagi perikanan tangkap khususnya unt uk menangkap
ikan tuna. Ikan pelagis besar ini senang hi dup di
lapisan termokli n dan lapisan di bawah termokl in
(Song et al., 2007). Di Samudera Hindia ikan tuna
khususnya jenis bigeye banyak t ertangkap di lapisan
termokl in dan bawah termokl in (Mohri dan Nishida,
1999; Song et al., 2006; Syamsuddi n dan Syamsudi n,
2009). Lapisan di bawah t ermoklin yang dimaksud
adal ah daerah front di bawah bat as bawah lapisan
termokl in, menurut Song et al. (2007) kedalamannya
berkisar 160280 m, pada kisaran suhu 10-16 C.
Pemahaman yang baik tentang kedalaman termokl in
baik batas atas maupun batas bawah termokli n, akan
bisa membant u i ndustri penangkapan t una dalam
teknis penempatan kedalaman panci ng, agar sesuai
dengan lapisan renang jenis tuna yang menjadi
sasaran penangkapan (Nugraha dan Triharyuni, 2009;
Rajapaksha dan Matsumura, 2011).
Kedal aman termokli n merupakan paramet er
fisis lautan yang l etaknya bisa berubah-ubah secara
vertikal. Tomzack (2000), menjelaskan bahwa
beberapa faktor bisa mempengaruhi perubahan
kedalaman lapisan t ermokl in yait u arus, upwelli ng
dan downwelli ng, materi al padatan tersuspensi, posisi
lintang, curah hujan dan vari abi litas ikli m global (El
Nio dan La Nia).
Riset-riset mengenai perubahan kedalaman
termokl in dalam kait annya dengan perubahan
variabi litas iklim global di Samudera Hindia
khususnya perairan sel atan Jawa hingga Ti mor masih
sangat kurang. Song et al., (2007), telah
mengidentif ikasi kedal aman termokl in namun
lokasinya di perairan selat an Indi a dan ti dak
mengkaitkan dengan vari abi litas ikl im global. Hasil
riset dari Susanto et al. (2001; 2007) telah
menemukan saat El Nio kedalaman termokli n lebih
dangkal daripada saat La Nia, namun peneliti an i ni
belum memasukkan parameter IOD (Indi an Oscil lati on
Dipole Mode) dalam kaj iannya dan belum membahas
secara detai l penyebab perubahan batas atas
maupun batas bawahnya berkait an dengan dua
varibil itas iklim global ENSO (El Nino Sout hern
Oscilation) dan IOD sekal igus. Pemahaman yang lebih
komprehensif tentang perubahan kedal aman termokli n
dalam kaitannya dengan ENSO, IOD dan Monsun di
wilayah perairan sel atan Jawa hingga Timor bel um
dijumpai.
Dalam riset ini telah ditel aah l ebi h dal am
tentang perubahan kedalaman t ermoklin dal am
kaitannya dengan variabil itas ikli m global (ENSO, IOD,
dan Monsun) di perai ran selat an Jawa hi ngga Timor.
Berbagai data yang digunakan untuk menganalisis
perubahan termokli n tersebut adal ah dat a-data dari
Word Ocean Dat a (WOD) dari t ahun 19852011, data
SOI, data anomal i sea surf ace temperat ure (SST) di
NIO3.4, indek Indi an Oscil lati on Dipole (IOD), data-data
hujan dari stasiun BMG (Badan Met eorol ogi dan
Geofisika) t erdekat dengan Pantai Selatan Jawa dan
data-dat a angi n dari NCEP (National Centre for
Environmental Prediction).
Materi dan Metode
Materi utama untuk pengolahan data
perubahan kedalaman dan ketebalan termokl in adalah
data-dat a argofl oat dan CTD (Conducti vity-Temperat ure-
Dept h) yang dikumpulkan oleh NODC (Nati onal
Oceanography Data Center) dalam bentuk WOD (Word
Ocean Data). Data-data lai n yang digunakan sebagai
pendukung yaitu data ENSO (nilai SOI dan anomali SST
di NIO3,4), indek IOD, angin bul anan dari NCEP dan
curah hujan dari BMG.
Metode untuk menget ahui pengaruh perubahan
anomali ikl im global terhadap parameter oseanografi
dengan cara statistik korel atif, cara ini sesuai dengan
yang dilakukan Susanto et al., (2005). Metode unt uk
mengetahui variabilit as kedalaman termokli n
menggunakan cara analisis perubahan gradien
temperatur vertikal sebagai mana yang di lakukan Song
et al., (2007).
Tahapan pertama yang di lakukan dal am
penel itian ini adalah pengumpul an data. Pengumpulan
data diperol eh dari beberapa situs i nternet dan instansi
terkait, yang mel iputi beberapa parameter sebagaimana
terurai dal am beberapa paragraf dibawah.
Data variasi iklim global yang terdi ri dari SOI,
anomali SST NINO3.4 dan IOD Index diperol eh dari:
http://www.bom.gov.au/climate/ current/ soihtml.shtm1
dan http://www.jamstec. go.jp/ frcgs/ research/ d1/
iod/ DATA/dmi_HadISST.txt.
Data Monsun berupa arah dan kecepatan angi n
bulanan di peroleh dari internet dengan alamat: http://
www.esrl.noaa.gov/ psd/ data/ gridded/ dat a. ncep.
reanalysis. surface .html. Data hasil download dal am
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
88
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Bentuk f nl (f inal analysis). Data dengan resolusi
spasial sekit ar 1,42,9 Km i ni kemudian diol ah
dengan software matlab, dengan cara pengolahan
mengikut i prosedur dari Setiawan dkk., (2007).
Data curah hujan sebagai data pendukung,
diperoleh dari Badan Meteorol ogi dan Geofisikan
(BMG) pusat Jakart a. Data curah hujan yang
dikumpulkan adalah data-dat a dari beberapa stasiun
di selat an Jawa yait u dari stasiun kota Cilacap,
Kebumen dan Purworejo.
Data argofloat dan data CTD untuk
mengetahui profil suhu vertikal di Samudera Hindia
diperoleh dari kumpul an dat a i nsitu yang dikoleksi
oleh WOD (Word Ocean Data) 2011. Data i ni bisa
didownload dari sit us int ernet dengan alamat
http://www.nodc-noaa. Gov /OC5 /WOD11.html. Data
yang akan digunakan adalah koleksi dat a dari tahun
1985 hingga tahun 2011. Data ini di olah dengan
software Ocean Dat a View (ODV), dimana software i ni
bisa didownload dari situs internet htt p:// www. nocd/
odv. com atau http:/// www. awibremerhaven. de/
GEO/ ODV.
Tahapan kedua setelah pengumpulan data
adal ah penent uan 4 kasus kaji an periode iklim gl obal,
dengan cara ploting graf is antara nilai SOI, anomali
SST di NINO3.4, dan indeks IOD. Hasil ploti ng grafis
indek anomali ikl im global berupa vari abi litas tahunan
anomali iklim global yang terjadi secara t ime series.
Berdasarkan variabilit as indek kejadian anomal i iklim
global yang t ergambar dal am graf ik tersebut
kemudi an diambil empat kasus kaji an yaitu: El Nio-
IOD(-), yaitu J uni 2004 Mei 2005 (Kasus I); El Nio-
IOD(+), yaitu Jul i 2002Juni 2003 (Kasus II); La Nia-
IOD(-), yaitu Juni 1998 Mei 1999 (Kasus III); La
Nia-IOD(+), yaitu Oktober 2007September 2008
(Kasus IV). Alasan penentuan data-data kaj ian pada
beberapa periode wakt u di atas karena pada periode-
periode tersebut terdapat vari abi litas ENSO dan IOD
sesuai dengan kasus kajian, disamping itu yang lebih
penti ng pada periode-peri ode tersebut tersedi a dat a-
data oseanografi yang cukup.
Dalam penent uan kedalaman termokli n dan
stratifikasi suhu vertikal digunakan dat a-data dari
WOD-11 Data WOD-11, mempunyai format Netcdf,
data ini kemudian di-import ke dalam program
aplikasi ODV sesuai periode waktu yang diperlukan
(seluruh dat a WOD dipisah sesuai periode kasus yang
dikaj i). Hasil ploti ng dapat memperlihatkan sebaran
stasiun dat a berupa tit ik-titik dalam global-map ODV.
Tahapan selanjut nya adalah pembatasan area yang
akan dikaji. Area kaj ian adalah di Samudera Hindia
WPP 573 yaitu perairan dari selat an Jawa hi ngga
selatan Pulau timor, lint ang 8-17 LS; bujur 104-
125BT. Data yang telah dipisah-pisahkan sesuai kasus
kajian ini kemudian diekstrak/di-eksport menjadi format
ODV-spredsheed at au ASCII.txt, sehingga memungkinkan
diolah lebih l anj ut dengan perangkat l unak software MS-
Excell. Dalam MS-Excel l beberapa parameter yang
terukur akan bisa terl ihat nilainya (suhu ai r, klorofi l-a,
nutrien, sali nit as, kedalaman, dan gas-gas terlarut), dari
berbagai parameter i ni diambil khusus data suhu air
untuk pengolahan data t ermoklin. Data hasil ol ahan
lapisan termokli n yang mel iput i kedalaman batas at as,
batas bawah dan ketebal annya merupakan rerata data
pada area riset.
Formul asi unt uk mencari kedal aman lapisan
termokl in sesuai dengan yang di rumuskan Stern (1975).
H =
Keterangan:
H = Kedalaman termokl in
T = Gradien temperat ure
= Perubahan temperatur terhadap kedalaman
Dalam hal ini dicari nilai ( ) yang
maksimum di dalam suatu kolom air yait u perubahan
temperatur sebesar 0,05C/m (Bureau of technical
supervision of the P.R of Chi na, 1992). Menghitung
gradien temperat ur vertikal menurut formulasi yang
digunakan Song et al., (2007):
G
j
: Nilai gradien t emperatur vertikal antara kedalaman
standart D
j
dan D
j + 1
T
j
dan D: Temperatur dan kedal aman perairan pada
kedalaman standart Dj
Setelah ditemukan lapisan termokli n, maka
ditent ukan batas atas dan batas bawah termokli n
dengan mengi dent ifikasi ni lai Gj 0,05 C/m (Bureau of
technical supervision of the P.R of China, 1992).
Selanj utnya dipisahkan nilai batas atas dan bat as bawah
termokl in secara bul anan,dan dibuat grafik.
Hasil dan Pembahasan
Batas atas termoklin
Berdasarkan Anal isa Gambar 1 dan Tabel 1 tampak
bahwa variasi kejadian ENSO, IOD dan sekaligus
Monsun meskipun kecil berdampak pada vari abi litas
batas atas termokl in di perai ran sel atan Jawa hi ngga
Timor. Diantara fenomena yang dit emukan tampak j elas
adal ah batas at as termokli n pada musim ti mur hi ngga
peral ihan timur ke barat (kisarannya 63,2269,03 m)
tampak lebi h dal am daripada saat musim barat hi ngga
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.) 89
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
peral ihan barat ke timur (kisarannya 38,6851,33 m).
Semua kasus kajian baik El Nio-IOD(-), El Nio-
IOD(+), La Nia-IOD(-) maupun La Ni a-IOD(+),
mengal ami hal yang serupa. Kondisi i ni diduga kuat
berkai tan dengan angin, pada saat musim timur
hingga perali han timur ke barat angin di wilayah
perai ran sel atan Jawa hingga Timor dil ewati angin
Tenggara yang bert iup intensif dan terus menguat
ketika masuk musim timur yang puncaknya umumnya
pada bulan Juli atau Agustus (Gambar 3).
Berdasarkan perbandi ngan ant ara Gambar 1
dan Gambar 3 maka tampak ada trend yang sama
antara mulai turunnya lapisan bat as termokli n dengan
menguat nya kecepat an angin timuran. Kecepat an
angin timuran mulai menguat pada bulan April
demiki an juga lapisan batas atas termokl in j uga mul ai
turun pada bulan yang sama. Kecepatan angin
maksimum umumnya t erjadi pada bulan Agustus
demiki an pul a batas at as termokli n terdal am terjadi
pada bulan Agustus. Puncak kedalaman termokli n di
Indonesia terjadi sekitar bul an Agustus sesuai dengan
pernyataan Nontji, (1993). Hubungan korel asi antara
kedalaman l apisan atas termokl in dan kecepat an
angin ( Gambar 4 ) pada semua kasus menunjukkan
adanya ti ngkat korelasi yang ti nggi dengan nil ai R
2
antara 0,5870,707 yang berart i nilai koefisi en
korelasi R sebesar 0,770,84. Hal ini menunjukkan
semakin kuat kecepat an angin maka akan semakin
dalam l apisan batas atas termoklin yang terbentuk.
Berdasarkan perbandingan trend graf ik kedalaman
lapisan bat as atas termokl in dan kecepat an angi n,
serta hasil dari korelasinya maka tampak jelas angin
berperan nyata dalam penurunan kedalaman lapisan
batas atas termokl in pada musim timur. Menguat nya
angin akan sebagai pemicu menguatnya dinamika
perai ran khususnya arus dan gel ombang. Menguat nya
arus dan gelombang akan menyebabkan proses
percampuran (mixing) menjadi lebih kuat, yang
beraki bat semaki n dal amnya lapisan tercampur
(mixi ng l ayer) dan semakin turunnya lapisan batas
atas termokli n.
Fenomena selanjut nya yang di temukan
adal ah batas at as termokli n pada kasus El Nio-IOD
(-/+) lebih dangkal daripada pada kasus La Nia-IOD(-
/+), masing-masing berkisarannya 50,954 51,704 m
dan 58,37360,180 m (Tabel 1). Fenomena i ni
sesuai dengan teori dari Saji et al., (1999), yang
menjelaskan bahwa pada saat La Nia terjadi
penumpukan masa air di Pasifik Barat, dampak dari
penumpukan massa ai r ini menyebabkan batas atas
termokl in t ertekan ke bawah lebi h dal am, dampak
dari penumpukan massa air dan penekanan batas
atas termokli n ke bawah tersebut sampai ke
Samudera Hi ndi a bagi an timur (termasuk selat an
Jawa hingga Timor). Susanto et al., (2001; 2007)
menjelaskan bahwa pada saat La Nia, arus li ntas
Indonesia ( Arli ndo) menguat, arus ini masuk di
Samudera Hindia l ewat selat Lombok dan Selat Timor,
kuatnya Arlindo bisa menekan lapisan termokli n
sehingga lebih dalam.
Fenomena l ain yang dit emukan menarik adalah
pada kasus La Nia-IOD(+), dari bulan Maret hi ngga
Agustus bat as atas t ermoklin tampak lebi h dalam dari
tiga kasus yang l ain hi ngga 69,03 m (Tabel 1),
sedangkan kasus yang l ain berkisar 38,6866,10 m.
Terjadinya fenomena i ni di duga ada dua hal sebagai
penyebabnya pertama karena pengaruh terj adi nya La
Nia, kedua karena adanya periode IOD(+). Menurut
Gordon (2005; 2008), terjadinya La Ni a menjadikan
tinggi muka laut di Samudera Pasifik bagi an barat lebi h
tinggi dari pada Samudera Hi ndi a. Hal ini berakibat
menguat nya aliran arus lint as Indonesia (Arli ndo).
Menguat nya Arl indo akan menekan termokl in di
Samudera Hi ndi a bagian timur, termasuk di wil ayah riset
(perai ran sel atan Jawa hingga Timor) menj adi lebi h
dalam. Disamping karena terj adi nya La Ni a, adanya
IOD positif juga tampak mempengaruhi kedalaman
lapisan atas termokl in. Pengaruh ini bisa diidentif ikasi
dari t inggi nya nil ai koef isien korel asi antara Lapisan
batas atas termokli n dengan indeks IOD. Nilai koefisien
korelasi antara i ndek IOD dan kedalaman batas atas
termokl in menunjukkan nil ai R
2
pada kisaran 0,266
0,88 (Gambar 5) atau nil ai R sebesar 0,510,94. Hal ini
menunjukkan adanya kaitan yang sangat kuat antara
fluktuasi indek IOD yang sedang terjadi dengan naik
turunnya lapisan batas atas termokli n, semakin ti nggi
nilai IOD maka semaki n dalam l apisan batas atas
termokl in. Secara teoritik dengan naiknya nilai IOD
berarti akan menurunkan tekanan udara di Samudera
Hindia bagian barat, sehi ngga memicu ti ngginya
intensit as angi n dari Samudera Hindia Timur ke arah
barat ( Kug dan Kang 2006). Kuat nya hembusan angi n
dari t imur (muson tenggara) ke arah barat
mengaki batkan kuat nya proses percampuran air, proses
ini akan menyebabkan l apisan tercampur turun dan
batas at as termoklin juga turun. Indeks IOD pada kasus
La Nia-IOD(+) adal ah sebesar 0,695 nilai i ni
merupakan nilai indeks IOD terti nggi dari tiga kasus
lainnya, berdasarkan bukti i nilah maka menjadi jelas
keterkait an meni ngkatnya i ndeks IOD dengan t urunnya
batas at as termoklin. Sebaliknya pengaruh ENSO
(SOI/NIO3,4) terhadap flukt uasi kedal aman bat as atas
tidak begit u kuat , cenderung pengaruhnya di domi nasi
oleh IOD.
Batas bawah termoklin
Berdasarkan analisa pada Gambar 2 dan Tabel
1, tampak batas bawah termoklin di wilayah kaj ian pada
variasi ENSO, IOD dan monsun secara umum
menunjukkan pada musim barat lebih dangkal dari
90
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Gambar 1. Batas atas kedalaman termoklin pada empat kasus kajian, secara global tampak pada saat El Nio-IOD(-/+)
termoklin lebih dangkal daripadasaat La Nia-IOD(-/+).
Gambar 2. Batas bawah kedalaman termoklin pada empat kasus kajian, secara umum tampak pada Musim Timur saat El
Nio-IOD(-/+) termoklin lebih dalam daripada saat La Nia-IOD(-/+).
Gambar 3. Kecepatan angin rata-rata bulanan di atas perairan selatan Jawa hingga Pulau Timor (Lintang 8-17 LS; bujur
104- 125BT)
91 Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
Tabel 2. Ringkasan Analisis Hubungan antara Kadar Logam Berat Cd pada Sedimen dengan Kadar Logam Berat Cd pada
Bagian Tubuh D. setosum.
Temperatur Termoklin
El Nio-IOD(-) El Nio-IOD(+) La Nia-IOD(-) La Nia-IOD(+)
Musim
Barat
Musim
Timur
Musim
Barat
Musim
Timur
Musim
Barat
Musim
Timur
Musim
Barat
Musim
Timur
Temperatur Batas Atas (C) 28,92 26,56 28,37 26,01 28,11 26,86 27,56 26,10
Temperatur Batas Bawah (C) 15,86 12,74 12,83 12,69 14,46 14,79 18,10 15,31
Rerata Temperatur Batas Atas (C) 27,74 27,19 27,49 26,83
Rerata Temperatur Batas Bawah (C) 14,30 12,76 14,62 16,71
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
pada musim timur, kecuali pada kasus La Nia-IOD(-)
dimana saat musim barat dan musim timur
kedalaman batas bawah relatif sama yait u sekitar
250 m. Pada kasus yang lain saat musim barat hingga
peral ihan barat ke timur, bat as bawah termokli n yang
terdangkal terjadi pada kasus La Nia-IOD(+) sekitar
165 m, kemudi an disusul kasus El Nio-IOD(-) sekitar
218 m, dan yang terdalam t erjadi pada kasus El Nio-
IOD(+) sebesar 277 m. Pada saat musim timur hingga
peral ihan ti mur ke barat kedal aman batas bawah
termokl in saat La Nia cenderung l ebi h dangkal
dari pada saat El Nio. Pada musim tersebut batas
bawah yang terdangkal terjadi pada kasus La Nia-
IOD(+) rata-rata sebesar 244 m, kemudian disusul
kasus La Nia-IOD(-) sebesar 249 m, yang lebih dalam
lagi terjadi pada kasus El Nio-IOD(+) rata-rat a
sebesar 288 m dan yang t erdalam t erj adi pada kasus
El Nio-IOD(-) dengan rata-rat a sebesar 308 m. Selisih
kedalaman antara kasus La Nia dan El Nio berkisar
50 m. Hasil i ni hampir sama dengan hasil riset dari
Susanto et al., 2001, yang menjel askan pada saat El
Nio thermokl in di Selat an Jawa lebih dangkal 20
60 m, sedang saat La Nia termokli n l ebi h dalam 20
30 m dari kondisi normal.
Berdasarkan uraian diskri psi batas bawah
termokl in di atas, tampak f enomena yang menarik
yaitu pada kasus El Ni o-IOD(-) mempunyai batas
bawah termokli n yang hampi r sama dengan batas
bawah pada kasus La Nia-IOD(-), masing-masing
kedalamnnya 262,9 m dan 259,6 m (Gambar 6 dan
Tabel 1), selisih keduanya hanya 3,3 m. Kedua kasus
tersebut cukup jauh perbedaannya jika dibandingkan
dengan batas bawah kasus El Nio-IOD(+) dengan
kedalaman 281,8 m dan kasus La Nia-IOD(+) yang
kedalamannya hanya 204,5 m (Gambar 2 dan Tabel
1) Faktor penyebab hampi r samanya kedal aman
batas bawah t ermoklin pada kasus El Nio-IOD(-) dan
La Nia-IOD(-) di duga berkaitan dengan ti ngginya
tutupan awan di atas lokasi riset yang hampir sama.
Indikasi ti ngginya tut upan awan pada kasus El Nio-
IOD(-) dan La Nia-IOD(-) hampir sama, bisa diamat i
dari data curah huj an di stasiun terdekat dengan
daerah riset yang tingginya hampir sama antara kedua
kasus tersebut ( Gambar 7). Tutupan awan merupakan
penghambat masuknya cahaya matahari ke dalam
lautan. Hal i ni berakibat i ntensitas cahaya matahari
sebagai triger dari naiknya suhu perairan laut pada
kedua kasus di atas hampir sama ti ngginya. Intensitas
cahaya matahari yang masuk ke perairan hampir sama
maka akan membent uk pol a kedalaman termokli n yang
hampi r sama. Tomzack (2000) menyatakan berkuranga
intensit as cahaya mat ahari yang masuk ke perairan laut
dapat menyebabkan dangkal nya lapisan termokl in.
Pernyataan Tomzack tersebut sama saja berarti dengan
meningkatnya i ntensit as cahaya mat ahari yang masuk
ke perairan bisa menyebabkan maki n dalamnya l apisan
termokl in. Diduga dengan i ndikasi t utupan awan yang
hampi r sama, maka intensitas cahaya matahari yang
masuk perairan hampi r sama, hal i nil ah yang di duga
sebagai penyebab lapisan batas bawah termokli n pada
kasus El Ni o-IOD(-) dan La Nia-IOD(-) relat if hampi r
sama.
Hampi r samanya batas bawah termokl in pada
kasus El Nio-IOD(-) dan La Nia-IOD(-) menyebabkan
ketebal an lapisan t ermoklin ant ara dua kasus itu pun
hampi r sama. Selisi h ketebal an t ermokl in antara kedua
kasus tersebut berkisar 10 meter, selisi h ini rel atif keci l
jika dibandingkan dengan dua kasus yang lai n, di mana
selisinya berkisar 20100 meter.
Fenomena l ai n yang di temukan berkaitan
dengan batas bawah t ermoklin adalah bat as bawah
termokl in yang t erdangkal ternyat a terjadi pada kasus
La Nia-IOD(+),Berdasarkan kaji an korel asi ternyat a
pada kasus tersebut peran kondisi La Nia dan IOD(+)
dengan turunnya kedal aman bat as bawah termokli n
cukup besar, dengan koefisien korelasi masing-masi ng
sebesar 0,39 dan 0,85 (Gambar 8). IOD tampak lebi h
dominan pengaruhnya terhadap variabilit as batas
bawah termokli n di wilayah tersebut. Dampak dari
fenomena La Nia adalah penumpukan massa ai r
hangat di Pasifik Barat yang pengaruhnya hingga
sampai ke perai ran Samudera Hindia Selat an Jawa
yaitu menurunkan kedalaman termokli n (Susanto et al.,
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
92
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
2008). Menguatnya arus Arlindo di duga menekan
lapisan batas atas t ermokl in sehingga menjadi l ebi h
dalam. Pada sisi lai n terjadi nya indeks IOD(+) di
Samudera Hindia (SH) bagian barat, menimbulkan
penumpukan massa air hangat di daerah tersebut,
dan hal ini membawa dampak t urunnya muka air laut
di Samudera Hi ndi a bagian Timur. Kondisi ini memicu
terjadinya upwelli ng di SH bagian Ti mur (Kug dan
Kang, 2006), disamping itu bersamaan timbulnya
upwell ing terjadi j uga proses naiknya termokli n
dibagian SH bagian Timur (Saji et al., 1999), kondisi
tersebut disketsakan dalam Gambar 9. Diduga
dangkalnya batas atas termokli n saat La Nia-IOD(+)
karena pengaruh kuat nya proses upwell ing yang
terjadi pada kasus tersebut. Naiknya batas bawah
juga bisa dengan jelas diamat i dari gambar stratifikasi
vertikal masa air laut pada Gambar 10. Dari gambar
tersebut tampak batas bawah termokli n t erangkat ke
atas karena adanya proses upwell ing yang kuat.
Ketebalan termoklin
Berdasarkan analisa Tabel 1, tampak adanya
fenomena ketebalan lapisan termoklin pada saat El
Nio lebih t ebal daripada saat La Ni a dengan selisi h
sekitar 1086,5 m. Lapisan termokl in saat El Nio
menjadi tebal karena adanya beberapa faktor
lingkungan yang menj adikan bat as atas termokli n
naik dan batas bawah t ermoklin turun. Naiknya batas
atas termokl in karena adanya proses upwelli ng yang
terjadi secara int ensif pada musim ti mur (Susant o et
al., 2001). Sedangkan t urunnya lapisan batas bawah
termokl in diduga kuat karena banyaknya intensitas
cahaya mat ahari yang bisa masuk menembus kolom
laut. Hal ini bisa terjadi karena secara umum pada saat
El Nio tutupan awan di atas atmosfi r Indonesi a
khususnya selatan Ekuat or minimum. Indikator tutupan
awan bisa diketahui secara tidak langsung dari
tingginya curah hujan. Semaki n banyak curah hujan
maka tut upan awan semaki n tinggi. Sebenarnya efek
hujan ti dak langsung berpengaruh terhadap fl uktuasi
termokl in, namun diduga kuat kondisi l ingkungan
atmosfir yang terjadi pada saat curah huj an meningkat
adal ah ti ngkat t utupan awannya ti nggi. Hal ini
menyebabkan energi panas mat ahari terhal ang masuk
ke dal am laut, sehingga termokli n menjadi dangkal dan
ketebal annya berkurang. Sebaliknya pada saat curah
hujan menurun, ti ngkat tutupan awan diduga juga
menurun sehingga energi panas matahari yang masuk
ke dal am kol om perairan meni ngkat. Hal ini membuat
banyak panas matahari masuk kedalam kolom ai r laut
sehingga termokli n turun dan ketebalannya meni ngkat.
Intensitas hujan sendi ri variabilitasnya dipengaruhi oleh
ENSO dan IOD, semakin besar anomali temperatur di
NIO3.4 dan semakin besar nilai indeks IOD maka
intensit as hujan di wilayah perairan di selat an Jawa
hingga Timor akan semaki n kecil. Mengeci lnya
intensit as hujan menjadi indikasi kecilnya tingkat
tutupan awan dan besarnya int ensitas cahaya matahari
yang masuk ke dalam kolom laut, yang mengakibatkan
ketebal an termoklin semaki n bertambah. Jadi secara
tidak langsung ENSO dan IOD mempengaruhi proses
peni ngkatan atau pengurangan ketebalan termokl in.
Pada saat El Nio-IOD(+), dimana curah hujan di
Indonesia turun karena pengaruh El Nio dan juga
IOD(+) menyebabkan termokl in pada periode tersebut
pali ng tebal dari pada tiga kasus yang lain dengan rerat a
sekitar 230,9 m (Tabel 1).
Gambar 4. Hubungan antara kedalaman batas atas termoklin dan kecepatan angin pada kasus La Nia-IOD(-) dan La Nia-
IOD(+)
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.) 93
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Gambar 5. Hubungan antara kedalaman batas atas termoklin dan IOD pada kasus El Nio-IOD(+) dan La Nia-IOD(+)
Gambar 6. Perbandingan rerata batas bawah termoklin pada empat kasus kajian, tampak batas bawah termoklin pada kasus
El Nio-IOD(-) dan La Nia-IOD(-) relatif hampir sama
Tabel 2. Nilai rata-rata temperatur batas atas, batas bawah dan ketebalan termoklin pada empat kasus kajian, saat musim
barat (hingga peralihan ke musim timur/bulan Desember-Mei) dan musim timur (hingga peralihan ke musim
barat/bulan Juni-Nopember), di perairan selatan Jawa hingga Pulau Timor.
Kedalaman Termoklin
El Nio-IOD(-) El Nio-IOD(+) La Nia-IOD(-) La Nia-IOD(+)
Musim Barat
Musim
Timur
M.usim
Barat
Musim
Timur
Musim Barat
Musim
Timur
Musim Barat
Musim
Timur
Batas Atas (m) 39,37 64,04 38,68 63,22 50,65 66,10 51,33 69,03
Batas Bawah (m) 217,63 308,19 277,27 286,39 269,53 249,66 164,76 244,32
Ketebalan (m) 178,26 244,15 238,58 223,18 218,88 183,56 113,43 175,29
Rerata Batas Atas (m) 51,704 50,954 58,373 60,180
Rerata Batas Bawah (m) 262,911 281,835 259,594 204,542
Rerata Ketebalan (m) 211,206 230,881 201,221 144,362
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
94
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Pada kasus La Nia-IOD(-) ditemukan
pengaruh IOD terhadap ketebalan t ermokl in l ebi h
dominan daripada pengaruh anomali t emperatur di
NIO3.4, dengan koefisi en korelasi R
2
sebesar 0,49
(Gambar 11) at au R sebesar 0,70. Sebaliknya pada
kasus La Nia-IOD(+), ternyata pengaruh anomal i
temperatur di NIO3.4 terhadap ketebalan termokli n
lebi h kuat, dengan kofisien korelasi 0,72. Penurunan
indeks IOD berarti berdampak peni ngkatan curah
hujan di wi layah perairan Samudera Hi ndi a bagian
timur (Saj i et al., 1999) (termasuk selatan Jawa
hingga Ti mor). Hal ini menjadi indikator ti ngginya
tutupan awan yang berdampak penurunan kedal aman
termokl in. Sedangkan pada kasus La Nia-IOD(+) justru
anomali temperatur di NIO 3.4 berkaitan erat dengan
peni ngkatan ketebal an t ermoklin di wi layah riset. Bisa
dipahami karena peni ngkatan anomali temperatur di
NIO3.4 berarti berdampak berkurangnya tutupan
awan pada wilayah diatas Samudera Hindia WPP 573.
Hal ini akan meningkatkan masuknya energi cahaya
matahari ke dalam kol om perairan sehi ngga ketebalan
termokl in bert ambah.
Gambar 7. Perbandingan rerata bulanan data curah hujan di Cilacap, Kebumen dan Purworejo pada empat kasus kajian,
tampak curah hujan pada kasus El Nio-IOD(-) dan La Nia-IOD(-) relatif hampir sama.
Gambar 8. Hubungan antara kedalaman batas bawah termoklin dan Indeks IOD pada kasus La Nia-IOD(+)
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.) 95
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Gambar 9. Sketsa pengaruh fenomena La Nia dan El Nio terhadap turunnya batas atas termoklin dan naiknya batas bawah
termoklin di daerah riset ( perairan Selatan Jawa hingga Timor).
Gambar 10. Struktur suhu vertikal hasil transek secara membujur (data-data WOD antara bujur 106 - 111BT) pada periode
upwelling bulan Juni September 2008 dan Oktober 2007 saat kasus La Nia-IOD(+)
Gambar 11. Hubungan antara ketebalan termoklin dengan nilai indeks IOD padakasus La Nia-IOD(-)
96
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
: Kemiringan Permukaan l aut karena pengaruh La Nia
: Kemiringan Permukaan l aut karena pengaruh I OD IOD(+)
: Kemiringan lapisan batas at as kedal aman termoklin
: Kemiringan lapisan batas bawah kedalaman
: Tekanan ke bawah oleh arus Arlindo
AFRIKA INDONESIA
AMERIKA
: Tekanan ke at as karena proses upwelling saat IOD (+)
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)
teridentif ikasi lapisan termokli n yang terbentuk pali ng
tebal daripada tiga kasus yang lain.
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya at as segala bant uannya sehingga
penel itian dan paper ini bisa terwujud, antara l ai n
kepada Ibu Ivone Rajhawane, M.Sc., Ph.D (Ketua
Program Studi Oseanograf i Pasca Sarjana ITB) dan Tri
Hidayat, S.Kel (asisten penel iti), serta kepada berbagai
pihak yang telah membantu pelaksanaan riset ini yang
tidak memungki nkan untuk disebutkan satu-persatu.
Daftar Pustaka
Bureau of t echnical supervision of the P.R of Chi na.
1992. The Specification for Oceanographic
Survey, Oceanographic Survey Data Processing
(GB/T 12763.791). Standards press of Chi na.
P. 68-70
Gordon, A.L. 2005. Oceanography of t he Indonesian
Seas and Their Troughfl ow. J. Oceano. Soc.,
18(4):14-27
Gordon, A. L., R. D. Susanto, A. Ffield, B. A. Huber, W.
Pranowo, & S. Wirasantosa, 2008. Makassar
Strait throughf low, 2004 to 2006, J.Geophys.
Res.Letters., Vol. 35. L24605, doi:10.1029/
2008GL036372, pp.4.
Kug, J.S. & I.S. Kang. 2006. Interactive Feedback
between ENSO and the Indi an Ocean. J.
Climate, 19: 1784-1801.
Mohri, M. & T. Nishida. 1999. Distribution of Bigeye
Tuna and Its Relati onshi p to the Environmental
Conditi ons in the Indian Ocean based on the
Japanese longline fisheries information . In:
Anonymous (Ed.). IOTC Proceedings, 2: 221-
230.
Nontji. 1993. Laut Nusantara. Buku referensi.
Djambatan, Jakarta . 368 hal.
Nugraha, B. & S. Tri haryuni. 2009. Pengaruh Suhu dan
Kedal aman Mata Pancing Rawai Tuna (Tuna
Long Li ne) Terhadap Hasil Tangkapan Tuna di
Samudera Hindia. Jurnal Penel itian Perikanan
Indonesia, 15(3): 239247.
Rajapaksha, J & S. Matsumura. 2011. Modelling Ocean
Frontal Zone Using Satellit e and Fload Dat a to
Locate Tuna Fish Agregation in Sri Langkan
97
Vari abil itas monsun juga ditemukan
berpengaruh terhadap ket ebalan termoklin, pengaruh
tersebut diduga kuat masi h berkait an dengan
intensit as cahaya matahari yang masuk dalam kolom
perai ran. Secara Umum pada musim timur intensitas
cahaya matahari yang masuk dalam kol om perairan
lebi h besar sehingga bat as bawah t ermokl in semaki n
turun dan ketebalan termokli n semaki n bertambah.
Namun pada musim barat bisa juga ket ebalan l apisan
termokl in l ebi h besar, sebagaimana yang t erjadi pada
kasus La Nia-IOD(-), pada musim barat hingga
peral ihan ke timur tebal nya 218,9 m, sedangkan pada
musim timur hingga perali han ke barat tebalnya
183,6 m, jadi musim barat lebih tebal. Fenomena ini
bisa terjadi karena curah hujan pada musim barat
hingga peral ihan ke timur (pada kasus La Nia-IOD(-)
yang terjadi Juni 1998 Mei 1999 it u) ternyat a l ebi h
kecil int ensitasnya dari pada intensitas huj an pada
musim timur hingga peral ihan ke barat, masing-
masing besarnya 226,7 ml/bulan dan 254,7
ml/bulan. Curah huj an yang lebih rendah pada musim
barat hi ngga perali han ke timur menj adi indikator
rendahnya tutupan awan yang terj adi, sehingga
cahaya matahari lebi h dalam masuk ke dalam kolom
perai ran. Cahaya yang lebih banyak masuk dalam
kolom perairan berdampak menebalnya l apisan
termokl in (Tomzack, 2000).
Kesi mpulan
ENSO, IOD dan Monsun semuanya
berpengaruh terhadap kedalaman batas atas, batas
bawah, dan ketebalan termoklin. Secara umum
ditemukan kedal aman bat as atas pada musim timur
lebi h dalam daripada saat musim barat. Berdasarkan
variasi antar tahunan ikli m global dit emukan bahwa
batas atas pada kej adi an El Nio umumnya l ebi h
dangkal (rerat a 50,951,7 m) daripada saat La Nia
(rerata 58,460,2 m). daripada saat La Nia (rerat a
58,460,2 m). Sebaliknya bat as bawah termokli n
pada saat El Nio ditemukan lebih dalam (rerat a
262,9281,8 m) daripada saat La Nia (rerat a
204,5259,6 m). Ketebal an termokl in pada saat El
Nio ditemukan umumnya lebih tebal (rerata 211,2
230,9 m) daripada saat La Nia ( rerat a 144,4201,2
m). Curah hujan, anomali SST di NINO3.4 dan indeks
IOD berpengaruh nyat a terhadap variabil itas
kedalaman bat as atas dan batas bawah termokl in.
Semakin t inggi ni lai anomal i SST di NINO3.4 dan
semakin besar nilai indeks IOD(+) maka batas atas
termokl in akan semaki n dangkal dan batas bawahnya
makin dalam. Pada kasus La Nia-IOD(+) ditemukan
kedalaman bat as atas termokl in t erdalam, namun
batas bawah termokli n terdangkal. Ketebalan
termokl in pada saat El Ni o cenderung lebih tebal
dari pada saat La Ni a. Pada saat El Nio-IOD(+),
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
ILMU KELAUTAN Juni 2012. Vol. 17 (2) 87-98
Waters. Power poi nt proposal research, NARA
(National Aquat ic Resources Research & Dev
Agency, Sri Langka. 17 p.
Saji, N. H., B. N. Goswami, P. N. Vinayachandran & T.
Yamagata, 1999. A Dipole Mode in the
Tropical Indi an Ocean. J. Nature, 401: 360-
363.
Setiawan, A, I.F. Maharani, & F. Riandini. 2007. Modul
Pelatihan Penggunaan Software Pengolahan
Data Oseanografi. Lapkom. , Program Studi
Oseanografi, FITB, Bandung. 36 hal.
Song, L.M, J. Zhou, & Y.Q. Zhou. 2006. Environmental
preferences of longli ning for bigeye tuna
(Thunnus obesus) in the tropical high seas of
the Indi an Ocean. In: Anonymous (Ed.). IOTC
Proceeding -WPTT-14. 15pp.
Song, L.M., Y. Zhang, & Y. Zhou. 2007. The
relati onshi p between t he thermocli ne and
the catch rate of Thunnus obesus i n the
tropical areas of the Indian Ocean. In:
Anonymous (Ed.). IOTC Proceeding-WPTT-14-
rev1. 13 pp.
Susanto, R.D., A.L. Gordon, & Q. Zheng. 2001.
Upwelli ng Al ong t he Coast of Java N Sumatra
N Its Relation to ENSO. J. Geophysical
Research Letters, 28(8): 1599-1602.
Susanto, D., & J. Marra. 2005. Effect of the
1997/1998 El Nio on Chlorophyll-a
Vari abil ity along the Southern Coast of Java
and Sumatera. Journal Oceanography, 18(4):
124-127.
Susanto, R.D., A. Gordon, & J. Sprintall, 2007.
Observations and Proxies of the Surface Layer
Throughf low i n Lombok Strait. J. Geophysical
Research Lett ers. Res., Vol. 112, C03S92
10.1029/2006JC003790, pp.4.
Stern, M.E. 1975. Ocean Circulati on. Hand book.
Physics Academi Press. New York. 246pp.
Syamsuddi n, M.L. & F. Syamsudin. 2009. Pengaruh
Perubahan Iklim Regional Terhadap Puncak
Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar (Thunus
obesus) di Perai ran Selat an Jawa dan Bali.
Jurnal Kelautan Nasional, 2: 18 -30.
Tomzack, M. 2000. An Introducti on An Physical
Oceanography. The Fl inders University of Sout h
Austral ia. Austral ia. 429 pp
http:///www.awibremerhaven.de/GEO/ODV (akses
tanggal 1 Maret 2011).
http://www.bom.gov.au/climate/current/soiht ml.shtm1.
(akses tanggal 1 Maret 2011)
http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/dat a.ncep.
reanalysis.surface.html (akses t anggal 5 Apri l
2011)
http://www.jamstec.go.jp/frcgs/research/d1/iod/DATA/
dmi_HadISST.txt (akses tanggal 1 Maret 2011)
http://www.nodc-noaa.gov/OC5/WOD11.html (akses
tanggal 1 Maret 2011)
http://www.nocd/odv.com (akses tanggal 1 Maret
2011).
98
Perubahan Kedalaman dan Ketebalan Termoklin pada Variasi Kejadian ENSO, IOD dan Monsun (Kunarso et al.)

You might also like