You are on page 1of 22

TINJAUAN PUSTAKA

Kandungan bahan organik dalam tanah semakin lama semakin berkurang.


Data yang pernah dilaporkan bahwa tanah di pulau Jawa umumnya mengandung
bahan organik dibawah 2 %. Sementara dari Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimatologi menunjukkan sekitar 95 % lahan pertanian di Indonesia
mengandung C-organik kurang dari 1 %. Padahal batas minimum bahan organik
yang dianggap layak untuk bahan pertanian antara 4-5 %.
Selain penurunan bahan organik, terjadi pula kecenderungan penurunan
pH pada lahan pertanian. Pemakaian pupuk kimia seperti urea dan ammonium
sulfat (ZA) secara terus menerus membuat kondisi tanah menjadi masam. Bahan
organik sering disebut sebagai bahan penyangga tanah. Tanah dengan kandungan
bahan organik rendah akan berkurang kemampuan mengikat pupuk kimia
sehingga efisiensinya menurun akibat sebagian besar pupuk hilang melalui
pencucian, fiksasi atau penguapan.
Mengingat pentingnya fungi dan peranan bahan organik bagi tanah serta
makin intensifnya penggunaan pupuk kimia oleh petani maka sangatlah penting
untuk memperhatikan usaha pengembalian bahan organik ke tanah. Penggunaan
pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan bahan kimia dapat
meningkatkan produktifitas tanaman dan pengurangan penggunaan pupuk kimia,
baik pada lahan sawah maupun lahan kering (Musnawar, 2003).
Berdasarkan bahan bakunya, jenis pupuk dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan
hasil akhir atau hasil penguraian bagian sisa-sisa tanaman
Universitas Sumatera Utara
dan hewan. Misalnya bungkil, guano, tepung tulang, dan sebagainya. Karena
pupuk organik berasal dari bahan organik yang mengandung segala macam unsur
maka pupuk ini pun mengandung hampir semua unsur (baik makro maupun
mikro). Hanya saja, ketersediaan unsur-unsur tersebut biasanya dalam jumlah
yang sedikit. Pupuk organik diantaranya ditandai dengan ciri :
- Nitrogen tersedia dalam bentuk persenyawaan organik sehingga mudah
dihisap tanaman,
- Tidak meninggalkan sisa asam anorganik didalam tanah,
- Mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi, misalnya hidrat
arang.
Pupuk organik kebanyakan tersedia di alam (terhadir secara alamiah).
Contohnya kompos, pupuk kandang, pupuk hijau, dan guano. Namun ada
beberapa yang dihasilkan oleh pabrik sehingga pupuk ini disebut pupuk buatan
organik (Murbandono, 2009).
Pupuk Kompos
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting
dan banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman
yang telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Pada umumnya kompos
tersedia melimpah di hutan dan ladang pertanian (bekas tebangan hutan). Kompos
ini berasal dari dedaun dan ranting pohon yang mengalami pembusukan secara
alami oleh bakteri pengurai dan jamur. Kompos ini kemudian menjadi penyubur
kawasan hutan dan kadang-kadang dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar hutan.
Kadang-kadang penduduk di sekitar hutan juga sengaja membakar habis hutan
Universitas Sumatera Utara
untuk membuka lahan pertanian dan memanfaatkan kompos alami atau humus
sebagai pupuknya.
Kompos awalnya dibuat dengan memasukkan dan menumpuk begitu saja
bagian-bagian tanaman yang bertekstur lunak ke dalam suatu tempat. Bahan-
bahan tersebut akan hancur dan dibusukkan oleh bakteri pengurai di alam,
sehingga terbentuk kompos. Pembuatan kompos secara tradisional dilakukan
dengan cara menimbun dedaunan dan pupuk kandang atau menguburnya di dalam
lubang. Proses pembuatan ini dapat memakan waktu hingga tiga bulan
(Anonimous, 2007).
Kandungan Hara Kompos
Kandungan hara dan sifat fisik kompos dari pabrik lebih standar atau
konsisten dibandingkan dengan kompos dari bahan baku yang sangat beragam.
Tabel 1. Kandungan hara kompos
(Musnamar, 2003).
Manfaat Kompos Untuk Tanah Dan Tanaman
1. Kompos memperkaya mikroba tanah. Di dalam kompos terdapat
sejumlah mikroba, sehingga pemberian kompos berarti menambah atau
memasukkan mikroba ke dalam tanah.
Komponen Kandungan (%)
Kadar air 41,00 43,00
C-organik 4,83 8,00
N 0,10 0,51
P2O5 0,35 1,12
K2O 0,32 0,80
Ca 1,00 2,09
Mg 0,10 0,19
Fe 0,50 0,64
Al 0,50 0,92
Mn 0,02 0,04

Universitas Sumatera Utara
2. Kompos meningkatkan unsur hara tanah. Kompos mengandung
unsur-unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman.
Karena itu pemberian kompos dapat meningkatkan unsur hara tanah.
3. Kompos memperbaiki struktur tanah. Hal ini karena kompos
adalah material seperti tanah.
Kompos menyehatkan tanah dan tanaman. Tanaman yang memperoleh
cukup unsur hara akan tumbuh baik dan sehat, sehingga kuat menghadapi
serangan penyakit. Selain untuk tanah dan tanaman, kompos juga bermanfaat
untuk pemeliharaan cacing. Sebab kompos dapat digunakan sebagai media untuk
pertumbuhan dan perkembangan cacing (Djaja, 2008).
Bahan Baku Kompos
Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering
yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N.
Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering seperti serbuk gergaji atau jerami,
ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki struktur
tanah.
Tabel 2. Persyaratan karakteristik bahan baku yang sesuai untuk proses
pengomposan
Karakteristik Bahan Rentangan
Baik Ideal
C/N ratio
Kandungan Air
Konsentrasi oksigen
Ukuran partikel (inci)
pH
Densitas (Kg/m
3
)
Temperatur (
0
C)
20:1 40:1
40 65 %
>5 %
1/8
5,5 9
<0,7887
43 65,5
25:1 30:1
50 60 %
>5 %
Bervariasi
6,5 8,5
-
54 60

Universitas Sumatera Utara
Banyak bahan yang berasal dari hewan dan tumbuhan dapat dijadikan
kompos. Berikut ini beberapa contoh bahan yang menjadi peluang untuk dijadikan
kompos.
a. Kotoran sapi
Setiap volume kotoran sapi dapat dicampur bahan baku lain dengan
perbandingan 1:1 3. Kandungan zat hara kotoran sapi perah dipengaruhi
oleh jumlah dan kualitas hijauan, konsentrat serta sisa rumput yang tidak
dimakan. Hal ini tentunya berbeda jika dibandingkan dengan sapi potong yang
hanya mengonsumsi rumput.
Tabel 3. Kandungan zat gizi dan kepadatan (densitas) kotoran sapi perah
Zat Gizi Kandungan (%)
Bahan Kering
Nitrogen (N)
Abu
Fosfor (P)
Kalium (K)
Densitas
13.98
1.98
27.42
0.02
8.20
1.51 g/cm
3

b. Kotoran ayam
Umumnya kotoran ayam banyak mengandung N tinggi dan sedikit kering.
Kualitas kompos kotoran ayam lebih banyak ditentukan oleh pakan yang
diberikan.
c. Limbah ternak lainnya
Limbah lain yang berasal dari ternak adalah limbah rumah potong dan industri
pengolahan ikan. Dari rumah potong dan industri pengolahan ikan biasanya
berupa bagian tubuh yang tidak dimanfaatkan seperti jeroan, tulang, sisa
daging, dan lemak.

Universitas Sumatera Utara
d. Serbuk gergaji
Sebagai bahan baku kompos, serbuk gergaji cukup baik digunakan, walaupun
tidak seluruh bagian komponen dapat dirombak dengan sempurna. Kekerasan
jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan akibat kandungan lignin
didalamnya.
e. Rumput sisa ransum ternak
Kandungan air rumput sisa ransum ternak merupakan N terbaik. Umumnya
masih berbentuk panjang dan jarang yang sudah dicacah.
f. Jerami padi
Jerami padi umumnya sedikit mengandung air, tetapi banyak memiliki karbon.
Umumnya jerami mudah dirombak dalam proses pengomposan. Nitrogen
yang terdapat didalamnya lebih sedikit karena sudah dipakai untuk
pertumbuhan dan produksi.
g. Limbah tanaman
Contoh limbah lain tanaman adalah daun, tangkai daun, jerami, palawija dan
tanaman pekarangan.
h. Inokulum
Inokulum adalah bahan yang berisi mikroba yang diberikan ke dalam bahan
baku kompos agar proses pengomposan menjadi lebih cepat. Bentuk inokulum
umumnya berupa cairan, tetapi beberapa diantaranya berbentuk padat
(Djaja, 2009).
Pembuatan Kompos Skala Besar
Pembuatan kompos skala besar terdiri dari beberapa langkah kerja. Setiap
langkah kerja memerlukan peralatan dan prosedur tersendiri. Hal utama yang
Universitas Sumatera Utara
khusus diperhatikan dalam pembuatan kompos adalah menjaganya agar proses
berjalan dengan baik dan memperbaiki keadaan bila proses pengomposan
berlangsung tidak sesuai keinginan. Adapun proses pengomposannya mencakup
tujuh langkah kerja berikut:
1. Penanganan dan penyimpanan bahan baku
Bahan baku sebaiknya diletakkan dan disimpan di tempat yang teduh agar
tidak terkena air hujan, angin dan panas. Pasalnya tempat yang terbuka
memungkinkan zat hara bahan baku tercuci oleh air hujan atau menguap
karena terbawa angin atau panas. Namun, tempat yang sangat tertutup pun
tidak dianjurkan karena uap bahan baku dapat menumpuk, sehingga dapat
menimbulkan alergi, keracunan, dan kebakaran. Jadi, tempat penyimpanan
dan penimbunan bahan baku yang baik adalah tempat setengah terbuka dan
beratap.
2. Penghalusan ukuran partikel bahan baku
Agar proses pengomposan berjalan lebih cepat, sebaiknya bahan baku
kompos, terutama yang memilki bentuk panjang dan kasar, dihaluskan
terlebih dahulu. Contohnya adalah rumput dan jerami. Kedua bahan tersebut
dicacah sebelum dikomposkan.
3. Pembalikan
Sebelum membalikkan timbunan bahan kompos, sebaiknya dilakukan
pengukuran temperatur dan kelembaban timbunannya terlebih dahulu. J ika
timbunan terletak memanjang, pengukurannya dilakukan dibeberapa titik.
Temperatur dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur temperatur
(termometer) atau dengan tangan. Caranya, termometer dibenamkan ke dalam
Universitas Sumatera Utara
timbunan dan dibiarkan selama lima menit. Selanjutnya lihat ukuran skala
ketinggian suhu yang berada di termometer. Membacanya harus dilakukan
seakurat mungkin.
4. Pematangan, penyimpanan, dan penangan kompos
Proses ini dapat berlangsung sekaligus atau terpisah. Langkah bersamaan bisa
dilakukan dengan cara menyimpan kompos di pelataran beratap dalam bentuk
curah atau di dalam kantong plastik yang terbuka. Sementara itu, perlakuan
terpisah dilakukan dengan cara mematangkan kompos terlebih dulu, baik di
tempat pemprosesan maupun di tempat lain. Setelah matang, kompos
dikeringkan dengan cara diayak terlebih dahulu, gumpalan besar kompos
yang telah jadi akan mengeras dan sukar dihaluskan.
5. Pengayakan hasil
Pengayakan dilakukan untuk memisahkan partikel kasar dari partikel halus.
Bentuk partikel kasar disebabkan oleh partikel tersebut belum sepenuhnya
terfermentasi. Partikel kasar ini bisa digunakan kembali pada proses
pengomposan selanjutnya sehingga benar-benar hancur. Selain itu,
pengayakan juga mempermudah pengepakan kompos agar kantong atau
karung plastik tidak mudah sobek akibat gesekan yang berasal dari bagian
tajam gumpalan. Alat ayak ini lebih tepat untuk usaha pengomposan skala
besar.
6. Pengeringan kompos
Pengeringan kompos dimaksudkan untuk menstabilkan berat kompos, dan
menghentikan seluruh proses pengomposan. Caranya adalah dengan
menjemur kompos di bawah sinar matahari langsung. Tindakan ini terbukti
Universitas Sumatera Utara
lebih hemat dan efisien. Selain tidak membutuhkan tambahan biaya, proses
penjemurannya pun akan sempurna. Namun, kompos yang sedang
dikeringkan jangan sampai terkena air, baik air selokan, air hujan, maupun air
pompa.
7. Pengepakan
Kompos yang sudah matang, dalam arti temperatur, kelembaban dan
keasamannya relatif tidak berubah lagi, dimasukkan kedalam kantong dan
direkatkan. Kantong plastik tebal lebih baik daripada karung plastik, tetapi
sedikit lebih mahal. Selain itu, untuk memikat konsumen, kantong
pengepakan bisa diberi logo perusahaan dan disebutkan pula kandungan dan
bahan bakunya (Djaja, 2008).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan
baku, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban, suhu, dan pH.
1. Rasio C/N Bahan Baku
Rasio C/N efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa karbon (C) sebagai sumber energi dan
menggunakan nitrogen (N) untuk sintesis protein. Pada ratio C/N diantara 30
hingga 40, mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis
protein. Apabila ratio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk
sintesis protein, sehingga dekomposisi berjalan lambat. Selama proses
pengomposan itu rasio C/N akan terus menurun. Kompos yang telah matang
memiliki ratio C/N-nya kurang dari 20.

Universitas Sumatera Utara
2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba terjadi diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak atara mikroba dengan bahan
organik sehingga proses pengomposan dapat berjalan cepat. Ukuran partikel juga
menetukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan, misalnya
dengan cara pencacahan.
3. Aerasi
Pengomposan dapat berjalan cepat bila kondisi oksigen mencukupi
(aerob). Aerasi alami berlangsung saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk kedalam
tumpukan bahan kompos. Namun demikian, hal ini sangat tergantung pada
ketebalan tumpukan bahan. J ika tumpukan bahan terlalu tebal maka aerasi akan
berjalan lebih lambat. Aerasi juga ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat maka akan terjadi proses anaerob
yang menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau dengan mengalirkan udara di dalam tumpukan bahan
organik yang hendak dikomposkan itu.
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel didalam tumpukan bahan
kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Ronga-rongga itu akan terisi air dan udara yang memasok oksigen
untuk proses proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan akan terganggu.
Universitas Sumatera Utara
5. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap
pasokan oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba, sehingga sangat baik untuk proses
pengomposan. Apabila kelembaban di sawah 40 %, aktifitas mikroba akan
menurun dan aktifitasnya akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15 %. Apabila
kelembabannya lebih besar dari 60 %, unsur hara akan tercuci, volume udara
berkurang. Akibatnya, aktifitas mikroba akan menurun dan akan terjadi
fermentasi anaerob yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur
Temperatur atau panas sangatlah penting dalam proses pengomposan.
Panas dihasikan dari aktifitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin
tinggi aktifitas metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat
pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan bahan organik. Temperatur yang berkisar antara 30-70
0
C menunjukkan
aktifitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 70
0
C akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang dapat
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba patogen tanaman
dan benih gulma.


Universitas Sumatera Utara
7. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisran pH yang lebih besar. pH
yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kotoran ternak umunya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH-nya. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (keasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa -senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase awal pengomposan.
pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
8. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan. Kedua
unsur ini biasanya terdapat di dalam bahan kompos dari peternakan. Hara ini
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
9. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti raksa, zink, nikel, dan krom
adalah beberapa bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu
akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
(Yuliarti dan Isroi, 2009).
Bentuk dan kualitas kompos yang dihasilkan bisa disesuaikan dengan
permintaan konsumen. Bisa berupa serbuk kasar, serbuk halus, atau granul.
Kualitasnya pun bisa diperbaiki dengan cara menambahkan bahan lain seperti
tepung tulang, tepung darah, atau mikroorganisme yang menguntungkan (seperti
Rhizobium sp., mikoriza, atau bakteri pelarut P) (Sofian, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pembuatan Kompos Menggunakan
Mesin
Memproduksi kompos secara komersial memerlukan penanganan khusus
dengan mempertimbangkan beberapa aspek berikut ini.
1. Jenis bahan baku
Jenis bahan baku yang akan diolah perlu dipelajari agar rancangan bangunan
pabrik, peralatan, dan biaya produksi bisa di perhitungkan.
2. Peralatan yang digunakan
Proses pengomposan sangat ditentukan oleh ukuran bahan bakunya. Semakin
kecil atau halus ukuran bahan baku, proses pengomposan akan semakin cepat
karena bahan baku berukuran kecil mudah terdekomposisi (terurai). Membuat
ukuran bahan baku menjadi kecil bisa dilakukan dengan cara mencacahnya
menggunakan golok tajam (jika bahan bakunya sedikit). Namun, jika jumlah
bahan baku kompos sangat banyak dan jenisnya beragam, proses pencacahan
harus menggunakan mesin (Sofian, 2006).
3. Lokasi pembuatan kompos
Lokasi sebaiknya memiliki atap untuk melindungi kompos dari sinar matahari
dan air hujan. Sinar matahari atau air hujan yang mengenai kompos secara
langsung akan mempengaruhi kadar air bahan sehingga kompos dapat terlalu
kering atau terlalu basah. Lokasi pengomposan sebaiknya mempunyai
drainase yang baik agar lantai tetap kering. J ika terdapat genangan air maka
udara di sekitarnya menjadi lembab dan tentu merugikan bakteri aerobik pada
bagian dasar bahan (Marsono dan Lingga, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Aplikasi Kompos Untuk Pertanian
Dosis kompos untuk pertanian bervariasi tergantung kondisi lahan
(kandungan bahan organik dan status hara), jenis tanaman yang diusahakan, dan
musim. Lahan yang kandungan bahan organiknya rendah membutuhkan kompos
dalam jumlah yang besar. Penambahan kompos tidak dapat langsung
meningkatkan kadar bahan organik tanah secara drastis. Oleh karenanya,
diperlukan beberapa kali pemberian agar status bahan organik tanah meningkat.
Untuk tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 %, dosis kompos
yang direkomendasikan adalah 8-10 ton per hektar. Jenis tanaman juga
mempengaruhi kebutuhan kompos.
Tanaman sayuran dan buah-buahan semusim memerlukan kompos dalam
jumlah yang tinggi, bisa mencapai 20 ton per hektar. Untuk jenis tanaman tersebut
kompos tidak hanya diperlukan sebagai bahan penambah hara, tetapi juga untuk
menjaga struktur tanah agar tetap gembur sekaligus mampu menjaga
kelembabannya. Selain dapat menurunkan produksi buah dan sayur, fluktuasi
kandungan air tanah yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya kualitas buah
dan sayuran.
Aplikasi kompos dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Pengurangan ini dapat dilakukan secara bertahap sejalan dengan meningkatnya
kesuburan lahan. Sebelum mulai mengurangi dosis pupuk kimia, kompos harus
secara konsisten diaplikasikan di lahan pertanian. Pengurangan dapat dimulai
dengan mengurangi 25 % dari dosis anjurannya. J adi pupuk kimia yang diberikan
hanya 75 % dari dosis anjuran. Pada panen pertama mungkin akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
penurunan produksi. Lakukan terus pemupukan kompos pada musim tanam
berikutnya hingga produksi kembali stabil. Setelah produksi terlihat stabil,
pengurangan pupuk kimia ditingkatkan menjadi 50 % dari dosis anjuran.
Pengurangan dosis ini terus dilakukan hingga jumlahnya minimum atau bahkan
tidak sama sekali.
Pengurangan dosis pupuk kimia dengan aplikasi kompos telah berhasil
dilakukan pada tanaman padi. Produksi tetap normal meskipun penggunaan pupuk
kimia dikurangi. Bahkan kualitas padi yang dihasilkan cenderung lebih baik
daripada padi yang dipupuk dengan pupuk kimia ( Yuliarti dan Isroi, 2009).
Berpikir Kesisteman
Melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita dapat melihat
permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur,
pola, dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-
kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang
langsung dihadapi. Berdasarkan persfektif yang luas ini kita akan dapat
mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam permasalahan
tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan
pemecahannya (Tunas, 2007).
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan
dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (Causal-Loop). Yang
Universitas Sumatera Utara
penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interprestasi diagram lingkar
kedalam konsep Kotak Gelap (black box).
Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu
diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu (1)
peubah input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter yang membatasi
struktur sistem.
Dalam identifikasi sistem yang penting adalah mencari pengaruh efek
samping yang tidak diharapkan yang mungkin dapat dimanifestasikan secara fisik,
biologis, ekonomis, sosial atau moral, sehingga kinerja yang dihasilkan sistem
sesuai dengan yang diharapkan. Identifikasi sistem akhirnya menghasilkan
spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut rancangan dan
proses kontrol. Identifikasi sistem ditentukan dan ditandai dengan adanya
determinasi kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi
alternatif sistem. Kriteria tersebut meliputi pula penentuan output yang diharapkan
dari sistem, dan mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat (Eriyatno,
2003).
Tabel 4 . Uraian pengertian Komponen Kotak Gelap suatu sistem
No. Komponen Uraian
A. INPUT SISTEM
A.1. Input lingkungan (Eksogeneus) a) Mempengaruhi sistem, akan
tetapi tidak dipengaruhi sitem.
b) Tergantung pada jenis sistem
yang ditelaah
A.2. Input yang endogen (yang
terkendali dan tak terkendali)
a) Merupakan peubah yang
sangat perlu bagi sistem untuk
melaksanakan fungsinya yang
dikehendaki
b) Sebagai peubah untuk
mengubah kinerja sistem dalam
pengoperasiannya.
A.2.1. Input yang terkendali a) Dapat bervariasi selama
pengoperasian sistem untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai kinerja yang
dikehendaki atau untuk
menghasilkan output yang
dikehendaki.
b) Perannya sangat penting
dalam mengubah kinerja sistem
selama pengoperasian
c) Dapat meliputi aspek:
manusia, bahan, energi, modal,
dan informasi.
A.2.2. Input yang tak terkendali a) Tidak cukup penting perannya
dalam mengubah kinerja sistem
b) Tetapi diperlukan agar sistem
dapat berfungsi
c) Bukan merupakan input
lingkungan (eksogenous) karena
disiapkan oleh perancang.
B. OUTPUT SISTEM
B.1. Output yang dikehendaki a) Merupakan respon dari sistem
terhadap kebutuhan yang telah
ditetapkan (dalam analis
kebutuhan).
b) Merupakan peubah yang harus
dihasilkan oleh sistem untuk
memuaskan kebutuhan yang
diidentifikasi.
B.2. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan
yang tidak dapat dihindari dari
sistem yang berfungsi dalam
menghasilkan keluaran yang
dikehendaki.
b) Selalu diidentifikasikan dalam
tahap identifikasi sistem,
teruatam semua pengaruhnegatif
yang potensial dapat dihasilkan
oleh sistem yang diuji.
c) Sering merupakan kebalikan
dari keluaran yang dikehendaki
C. PARAMETER
RANCANGAN SISTEM
a) Digunakan untuk menetapkan
struktur sistem
b) Merupakan peubah keputusan
penting bagi kemampuan sistem
menghasilkan keluaran yang
dikehendaki secara efisien dalam
memenuhi kepuasan bagi
kebutuhan yang ditetapkan.
c) Dalam beberapa kasus
kadang-kadang perlu merubah
Universitas Sumatera Utara
peubah ini selama pengoperasian
sistem untuk membuat
kemampuan sistem bekerja lebih
baik dalam keadaan lingkungan
berubah-ubah.
d) Tiap sistem memiliki
parameter rancangan khas
tersendiri untuk identifikasi.
D. MANAJEMEN
PENGENDALI
Merupakan faktor pengendali
(kontrol) terhadap pengoperasian
sistem dalam menghasilkan keluaran
yang dikehendaki.
(Eriyatno, 2003).
Analisa Kebutuhan
Dalam melakukan analisa kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan
yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-
kebutuhan yang dideskripsikan. Analisa kebutuhan harus dilakukan secara hati-
hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan
institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Hal
tersebut meliputi manajer atau administrator dari pada sistem, distributor hasil
dari suatu sistem, pemakai barang atau jasa yang berasal dari suatu sistem dan
terakhir adalah perancangan dari sistem itu sendiri. Analisa kebutuhan selalu
menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil
keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi
hasil dari suatu survey, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan
sebagainya (Eriyatno, 2003).
Sistem Produksi
Menurut James Parson dari America Cynamid Company, produksi adalah
setiap proses atau prosedur yang digunakan untuk menciptakan barang atau jasa
yang mempunyai kegunaan atau nilai. Proses tertentu dapat secara simultan
Universitas Sumatera Utara
mencakup aspek-aspek fisik, insani, dan ekonomis. Proses itupun dirancang untuk
mengubah seperangkat unsur-unsur input menjadi seperangkat unsur-unsur output
yang spesifik.
Sistem produksi merupakan keseluruhan unsur kohesif yang secara
dinamis berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan produksi. Karena itu
setiap sistem produksi mengandung tiga buah komponen yang berbeda, yakni :
input, proses, dan output. Inputnya mungkin berupa bahan-bahan (material),
buruh, dan energi seperti umumnya tampak dalam pabrik. Namun dalam
pengertian yang sangat longgar, input itu bisa berupa formulir-formulir pekerjaan
kertas standar, pasien, langganan, atau bahkan segenap masyarakat yang kita
temukan dalam pemberian jasa.
Proses produksi dapat mencakup satu operasi yang terpisah atau lebih dari
satu operasi yang terpisah, yang mungkin bersifat mekanis, kimiawi, perakitan,
gerakan, hubungan pribadi atau administrasi untuk menolong atau merawat.
Sedangkan outputnya bisa muncul dalam bentuk bagian-bagian yang lengkap,
suku cadang, produk akhir, barang-barang kimiawi, laporan lengkap, langganan
yang telah dilayani, atau pasien yang telah sembuh.
Manajemen produksi berhubungan dengan pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan proses pembuatan rancangan (desain) dan pengawasan produksi
yang kesemuanya itu ditujukan untuk menambah guna atau menambah nilai
barang atau jasa. Dalam proses manajemen (yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan), manajer produksi bertanggung
jawab untuk mencapai :

Universitas Sumatera Utara
1. Jumlah dan mutu yang diperlukan
2. Waktu siklus produksi dan penyerahan produknya
3. Pemilihan dan penggunaan metode produksi yang paling ekonomis untuk
mencapai jumlah, mutu, dan waktu yang diperlukan.
(Komaruddin, 1991).
Manajemen merupakan faktor produksi dan sumber daya ekonomi.
Manajemen bertanggung jawab untuk memastikan tenaga kerja dan modal
dilakukan secara efektif untuk meningkatkan produktifitas. Manajemen
bertanggung jawab lebih dari separuh peningkatan produktifitas tahunan.
Termasuk didalamnya, peningkatan yang didapatkan melalui penerapan teknologi
dan penggunaan ilmu pengetahuan (Render dan Heizer, 2006).
Kebijaksanaan Manajemen Produksi
Tujuan kebijaksanaan dalam manajemen adalah untuk menjamin
keputusan agar dapat mendukung pencapaian sasaran organisasi dan rencana yang
diinginkan dengan cara yang terkoordinasi dan konsisten. Kebijaksanaan, sebagai
kode, bimbingan atau peraturan umum yang menentukan prosedur untuk
menangani situasi yang berulang atau melaksanakan wewenang yang
didelegasikan bertindak sebagai pembimbing untuk pembuatan keputusan.
Dengan demikian maka manajemen puncak dapat mendelegasikan wewenang
sambil mempertahankan fungsi pengawasan melalui pernyataan kebijaksanaan
(Komaruddin, 1991).


Universitas Sumatera Utara
Proses Manufaktur
Pengendalian produksi berkepentingan dengan peramalan atau perkiraan
keluaran, penentuan input yang dibutuhkan, serta perencanaan dan penjadwalan
pengolahan bahan baku berdasarkan urutan produksi atau konversi yang
dibutuhkan. Proses konversi amat sederhana namun dapat berupa satuan yang
kontiniu atau diskrit. Produk jadi dapat terdiri atas beberapa komponen yang
didapatkan dari beberapa pemasok. Terdapat banyak hal yang mungkin terjadi
selama material mengalir ke seluruh pabrik. Tetapi satu hal yang telah pasti :
harus ada pengendalian terhadap segala proses konversi. Pada tempat inilah
pengendalian produksi berperan.
Dalam suatu organisasi, pengendalian produksi berguna untuk
meningkatkan produktifitas. Definisi produktifitas adalah ratio nilai barang dan
jasa yang dihasilkan dibagi dengan nilai sumber daya yang digunakan dalam
produksi. J ika mesin atau orang menganggur karena tidak ada pekerjaan, atau
komponen menumpuk di gudang karena tidak tersedia mesin untuk mengolah
komponen tersebut, maka hal ini berarti sumber daya yang dimiliki terbuang
percuma. Peran pengendalian produksi adalah meminimasi pemborosan dengan
mengkoordinasi ketersediaan tenaga kerja, peralatan, dan bahan. Perbaikan
produktifitas dapat dilakukan dengan meningkatkan rancangan dan tatacara kerja
produksi sehingga menjadi lebih efisien. Produktifitas juga dapat ditingkatkan
dengan pengendalian produksi yang lebih baik (Kusuma, 1999).
Proses Transformasi
Kegiatan operasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang
melakukan proses transformasi dari masukkan (input) menjadi keluaran (output).
Universitas Sumatera Utara
Masukkan berupa semua sumber daya yang diperlukan (misalnya material, modal,
peralatan), sedangkan keluaran berupa barang jadi, barang setengah jadi atau jasa.
Proses ini biasanya dilengkapi dengan kegiatan umpan balik untuk memastikan
bahwa keluaran yang diperoleh sesuai dengan kehendak.
Masukkan Keluaran





Umpan balik
Gambar 1. Menunjukkan skema proses transformasi dari masukan menjadi
keluaran.
Kegiatan umpan balik dilakukan dengan melakukan pengecekan pada
beberapa titik kunci dan membandingkannya dengan standar atau acuan yang
telah ditetapkan. Apabila terjadi perbedaan antara hasil (keluaran) dan standar
maka dilakukan tindakan koreksi, yang berupa perbaikkan dalam komponen
masukkan atau penyempurnaan dalam proses produksi sehingga keluarannya
dapat sesuai dengan yang diharapkan (Herjanto, 1999).









Manusia
Mesin
Material
Modal
Metoda
Energi
Informasi
Proses transformasi
Barang
atau
jasa
Universitas Sumatera Utara

You might also like