Oleh: Arief R. Permana, S.H., M.H.1 dan Anton Purba, S.H., LL.M2
I. PENDAHULUAN mencakup bank syariah, pengertian
Puji syukur akhirnya UU Perbankan prinsip syariah, dan pembiayaan. Syariah yang merupakan inisiatif DPR Setelah diakomodasinya Bank RI telah ditandatangani oleh Syariah pada Undang-Undang Presiden RI pada tanggal 16 Juli Perbankan No. 10/1998, yang diikuti 2008, dengan nomor 21 Tahun dengan serangkaian langkah 2008, setelah sebelumnya disahkan kebijakan Bank Indonesia selaku dalam Rapat Paripurna DPR RI pada otoritas perbankan, baik dari segi tanggal 17 Juni 2008. Sebagaimana pengaturan, yaitu dengan diketahui kegiatan perbankan mengeluarkan berbagai peraturan syariah di Indonesia baru di mulai yang menyangkut perbankan sejak tahun 1992, dengan mulai syariah, maupun dari sisi internal beroperasinya PT Bank Muamalat Bank Indonesia yaitu dengan Indonesia (yang didirikan pada tahun membentuk direktorat tersendiri 1991 yang diprakarsai oleh Majelis yang menangani perbankan syariah, Ulama Indonesia dan Pemerintah). membuka kemungkinan bank Pengaturan mengenai perbankan konvensional untuk melakukan syariah pada waktu itu memang kegiatan usaha syariah dengan masih sangat terbatas, dalam UU membentuk Unit Usaha Syariah No.7 Tahun 1992 tentang (UUS), maupun penyediaan sarana Perbankan belum diatur secara tegas pendukung, seperti Sertifikat mengenai perbankan syariah. Wadiah Bank Indonesia, perbankan Dengan memperhatikan kebutuhan syariah telah menunjukkan pengaturan yang lebih jelas pertumbuhan yang berarti. mengenai perbankan syariah, maka Walaupun dalam beberapa tahun dalam amandemen UU Perbankan, terakhir perbankan syariah yaitu UU 10 Tahun 1998 tentang menunjukkan peningkatan dari segi perubahan UU No.7 Tahun 1992 total aset yaitu dari Rp 20.880 miliar tentang Perbankan, telah pada Desember 2005 menjadi Rp diakomodir beberapa pengaturan 36.538 miliar pada Desember 2007 mengenai kegiatan perbankan atau meningkat 74,9%, syariah, antara lain pengertian bank penghimpunan dana meningkat 79,7% dari Rp 15.582 miliar pada Desember 2005 menjadi Rp 28.012 miliar pada Desember 2007 pembiayaan meningkat 83,4%, dari Rp 15.232 miliar pada Desember 2005 menjadi Rp 27.944
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 1 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
miliar pada Desember 2007, namun keterbatasan jaringan kantor apabila ditinjau dari pangsa total pelayanan Bank Syariah, Bank aset perbankan syariah Indonesia telah mengeluarkan PBI dibandingkan perbankan No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari konvensional masih relatif kecil, 2006 yang membolehkan bank yaitu baru mencapai 1,84% atau konvensional yang memiliki Unit Rp36.538 miliar dibanding Usaha Syariah untuk membuka Rp1.986.501 miliar pada Desember layanan syariah pada kantor cabang 2007. kovensional bank dimaksud. Melalui Terdapat pandangan bahwa belum kebijakan tersebut diharapkan masalah jaringan pelayanan dan berkembang pesatnya perbankan keuangan Bank Syariah dapat diatasi syariah di Indonesia, antara lain karena masyarakat dapat dilayani disebabkan oleh : a. Sumber Daya Manusia yang dimana saja saat membutuhkan kompeten dan profesional layanan Bank Syariah. masih belum optimal; Selain itu, untuk lebih memberikan b. Pemahaman masyarakat pemahaman kepada masyarakat terhadap perbankan Syariah pada umumnya, maupun akademisi belum merata; dan kalangan perbankan pada c. Jaringan kantor pelayanan dan khususnya, Bank Indonesia secara keuangan Syariah masih relatif berkesinambungan melakukan terbatas; sosialisasi mengenai perbankan d. Belum didukung dengan syariah. Upaya untuk mengatasi peraturan yang memadai berbagai kendala tersebut, tentunya (dalam bentuk Undang-Undang tidak dapat dilakukan hanya oleh tersendiri yang terpisah dari otoritas perbankan saja, tetapi harus Undang-Undang Perbankan dilakukan secara bersama-sama konvensional); dengan Pemerintah maupun DPR, e. Sinkronisasi kebijakan dengan serta dukungan masyarakat. institusi pemerintah lainnya Melihat begitu besarnya dorongan berkaitan dengan transaksi dan dukungan dari masyarakat agar keuangan, khususnya disusun UU Perbankan Syariah yang perpajakan belum maksimal. terpisah dari UU Perbankan Bank Indonesia berupaya untuk konvensional, DPR RI mengajukan mengatasi kendala-kendala yang inisiatif penyusunan RUU Perbankan dihadapi sebatas kewenangan yang Syariah, dan selanjutnya mendapat dimiliki, antara lain dalam mengatasi tanggapan positif dari Pemerintah
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 2 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
sehingga terbuka jalan untuk segera khususnya dan ekonomi syariah menyelesaikan RUU Perbankan pada umumnya banyak diterapkan Syariah, dan akhirnya setelah melalui dan berkembang cukup baik. pembahasan intensif UU Perbankan Dengan demikian adalah keliru Syariah berhasil diselesaikan, dan persepsi yang menganggap bahwa mulai diberlakukan per 16 Juli 2008, Bank Syariah hanya diperuntukan menyusul telah diberlakukannya UU bagi penduduk yang muslim. Dalam No.19 Tahun 2008 tentang Surat praktiknya Bank Syariah adalah Berharga Syariah Negara pada 7 Mei merupakan pilihan bagi masyarakat 2008. Dukungan yang begitu besar dalam memilih layanan perbankan dari berbagai kalangan dapat dilihat dan tidak ada peraturan perundang- dari proses penyusunan dan undangan yang membatasi pembahasan Daftar Inventarisasi pelayanan Bank Syariah hanya untuk Masalah RUU Perbankan Syariah penduduk yang beragama muslim yang dapat diselesaikan dalam saja. Pada kenyataannya memang waktu yang relatif singkat. terdapat banyak kalangan non muslim yang menjadi nasabah Bank Dengan adanya dukungan Syariah. seperangkat aturan yang memadai di bidang perbankan syariah, serta II. MATERI UU PERBANKAN semakin bertambahnya instrumen SYARIAH keuangan syariah diharapkan akan semakin menarik investor/pelaku Dengan telah diberlakukannya UU bisnis pada khususnya dan tentang Perbankan Syariah, maka masyarakat pada umumnya, terdapat 2 (dua) UU yang mengatur sehingga perkembangan ekonomi perbankan di Indonesia, yaitu UU syariah di Indonesia dapat No.7 Tahun 1992 tentang berkembang lebih baik lagi. Perbankan sebagaimana telah Terlebih-lebih di Indonesia yang diubah dengan UU No. 10 Tahun penduduknya mayoritas muslim, 1998, dan UU No. 21 Tahun 2008 memiliki potensi yang sangat besar tentang Perbankan Syariah. untuk mendukung berkembangnya Walaupun telah terdapat 2 (dua) UU kegiatan ekonomi berdasarkan yang masing-masing mengatur bank prinsip syariah, termasuk perbankan berdasarkan prinsip syariah dan syariah. Hal ini mengingat di negara- bank konvensional, namun dalam negara yang mayoritas non muslim masa peralihan ini masih dikenal saja, seperti di Inggris, Jerman, Unit Usaha Syariah, yang membuka Amerika Serikat, dan Singapura, kesempatan bagi bank konvensional kegiatan perbankan syariah pada untuk melakukan kegiatan bank
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 3 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
berdasarkan prinsip syariah. Hal ini “berasaskan Prinsip Syariah”. Hal menyebabkan bank konvensional di tersebut sesuai dengan karakteristik satu sisi tunduk pada UU Perbankan dari perbankan syariah. Adapun (bagi kantor bank yang beroperasi yang dimaksud dengan Prinsip secara konvensional), dan di sisi lain Syariah dalam hal ini adalah prinsip tunduk pada UU Perbankan Syariah hukum Islam dalam kegiatan (bagi UUS dan KC Syariah dari bank perbankan berdasarkan fatwa yang konvensional dimaksud). dikeluarkan oleh lembaga yang Pada umumnya sistematika memiliki kewenangan dalam pengaturan UU Perbankan Syariah penetapan fatwa di bidang syariah sama dengan UU Perbankan, yaitu (Pasal 1 angka 12), dan lembaga antara lain meliputi azas, tujuan dan yang memiliki kewenangan tersebut fungsi; perizinan, bentuk badan adalah Majelis Ulama Indonesia yang hukum; jenis dan kegiatan usaha; berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 di rahasia bank; pembinaan dan Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan pengawasan; dengan beberapa atau musyawarah para ulama, perbedaan prinsip di dalamnya cendekiawan dan zu’ama yang khususnya yang menyangkut aspek datang dari berbagai penjuru tanah syariah, di samping itu terdapat air. beberapa pengaturan baru yaitu Jika UU Perbankan konvensional mengenai tata kelola, prinsip kehati- tujuannya lebih ditekankan untuk hatian, dan pengelolaan risiko; meningkatkan pemerataan, penyelesaian sengketa; Komite pertumbuhan ekonomi, dan Perbankan Syariah; self liquidation, stabilitas nasional, maka dalam UU serta perluasan kewenangan Perbankan Syariah tujuannya lebih pengawasan Bank Indonesia, ditekankan untuk meningkatkan dengan ulasan singkat sebagai keadilan, kebersamaan, dan berikut: pemerataan kesejahteraan rakyat. Hal ini sesuai dengan prinsip Asas, Tujuan dan Fungsi ekonomi syariah yang menekankan Perbankan Syariah dalam melakukan pada aspek kesatuan (unity), kegiatan usahanya berasaskan keseimbangan (equilibrium), Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, kebebasan (free will), dan tanggung dan prinsip kehati-hatian (Pasal 2). jawab (responsibility). Berbeda dengan UU Perbankan, Sama halnya dengan bank pengaturan yang menyangkut asas (konvensional), fungsi pokok bank ini, lebih menekankan pada frasa syariah adalah menghimpun dan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 4 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
menyalurkan dana masyarakat atau (Pasal 22). Pengaturan mengenai melaksanakan fungsi intermediasi. perizinan atas kegiatan Di samping fungsi tersebut, bank penghimpunan dana masyarakat syariah (dan UUS) mempunyai lebih dimaksudkan untuk mencegah kekhususan, yaitu dapat penghimpunan dana tanpa izin menjalankan fungsi sosial dalam (umumnya disebut sebagai “bank bentuk lembaga baitul mal, yaitu gelap”), kecuali kegiatan menerima dana yang berasal dari penghimpunan dana tersebut diatur zakat, infak, sedekah, hibah atau dengan UU tersendiri, seperti UU dana sosial lainnya dan Asuransi, UU Koperasi, dan UU Dana menyalurkannya kepada organisasi Pensiun. Hal tersebut menunjukkan pengelola zakat. Selain itu juga bahwa pembentuk Undang-Undang dapat menghimpun dana sosial yang menyadari betapa pentingnya UU berasal dari wakaf uang dan memberikan perlindungan terhadap menyalurkannya kepada pengelola kegiatan penghimpunan dana wakaf (nazhir) sesuai kehendak masyarakat yang dimaksudkan pemberi wakaf (wakif). untuk melindungi kepentingan masyarakat yang memiliki dana. Hal Perizinan dan bentuk badan tersebut juga dimaksudkan untuk hukum menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan Untuk dapat melakukan kegiatan sebagai lembaga yang didasarkan usaha sebagai bank tentunya harus pada asas kepercayaan. Atas memperoleh izin terlebih dahulu dari pelanggaran kedua ketentuan otoritas yang berwenang, dalam hal tersebut diancam dengan sanksi ini Bank Indonesia. Berkaitan dengan yang sama, yang diatur dalam Pasal hal tersebut, terdapat 2 (dua) rezim 59. Sementara dalam UU Perbankan pengaturan yang menyangkut konvensional materi yang perizinan bank, yaitu yang diatur menyangkut izin usaha bank hanya dalam bab mengenai perizinan, yang berkaitan dengan penghimpunan berlaku bagi setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha Bank dana (Pasal 16). Syariah atau UUS wajib terlebih Berbeda halnya dengan bentuk dahulu memperoleh izin usaha dari badan hukum bank yang selama ini Bank Indonesia (Pasal 5), dan dalam dikenal (berdasarkan UU Perbankan bab mengenai kegiatan usaha, yang konvensional) yaitu berupa PT, berlaku bagi pihak yang melakukan Koperasi, atau Perusahaan Daerah, kegiatan penghimpunan dana dalam dalam UU Perbankan Syariah hanya bentuk simpanan atau investasi mengenal bentuk badan hukum
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 5 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
Perseroan Terbatas (Pasal 7). Dalam dilarang menerima simpanan berupa hal ini, badan hukum PT bank giro dan ikut serta dalam lalu lintas tersebut selain tunduk pada aturan pembayaran. Pembagian jenis bank dalam UU No.40 Tahun 2007 tersebut pada prinsipnya sama tentang Perseroan Terbatas, juga dengan perbankan konvensional. tunduk pada UU Perbankan Syariah, Kegiatan usaha perbankan syariah, hal ini sesuai dengan ketentuan khususnya menyangkut produk dan dalam Pasal 4 UU PT yang jasa yang ditawarkan, pada menegaskan bahwa terhadap prinsipnya memiliki cakupan yang perseroan berlaku UU Perseroan relatif lebih luas (bersifat universal Terbatas, anggaran dasar perseroan, banking) dibandingkan dengan yang dan ketentuan peraturan ditawarkan perbankan konvensional, perundang-undangan lainnya, karena selain melakukan kegiatan termasuk peraturan perbankan. usaha seperti halnya bank Dengan bentuk badan hukum konvensional, bank syariah juga berupa PT, diharapkan Bank Syariah menawarkan jasa yang umumnya dapat lebih mudah dalam memenuhi dijalankan oleh lembaga ketentuan di bidang perbankan, pembiayaan, seperti jasa leasing, antara lain dalam hal penambahan serta pembiayaan bagi hasil yang modal mengingat dalam perseroan umumnya ditawarkan oleh lembaga terbatas dikenal prinsip one share investasi, semacam modal ventura. one vote, sehingga lebih mudah dalam mengambil keputusan Kegiatan usaha perbankan syariah, dibandingkan dengan badan hukum produk, serta jasanya wajib tunduk lain, misalnya koperasi yang pada Prinsip Syariah, dalam hal ini menganut prinsip one man one fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis vote. Selain itu, penyelenggaraan Ulama Indonesia. Fatwa dimaksud Rapat Umum Pemegang Saham juga diimplementasikan menjadi relatif lebih gampang dibandingkan ketentuan perbankan melalui penyelenggaraan Rapat Anggota Peraturan Bank Indonesia. Fatwa pada koperasi. dimaksud perlu diimplementasikan melalui PBI mengingat fatwa yang Jenis dan Kegiatan Usaha dikeluarkan oleh MUI bersifat umum (misalnya menyangkut transaksi Pembagian jenis bank dalam keuangan), sehingga perlu perbankan syariah dibedakan diterjemahkan kedalam peraturan menjadi bank umum dan Bank yang bersifat khusus (perbankan). Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Dalam rangka penyusunan PBI dengan perbedaan pokok BPRS
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 6 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
dimaksud, UU mengamanatkan kemampuan/kompetensi dan Bank Indonesia untuk membentuk kepatutan/integritas, serta dimiliki Komite Perbankan Syariah yang oleh pemegang saham yang anggotanya berasal dari Bank mempunyai Indonesia, Departemen Agama, dan kemampuan/kompetensi dan masyarakat, yang memiliki keahlian kepatutan/integritas. Dengan di bidang syariah. Jumlahnya paling demikian tidak setiap orang dapat banyak 11 (sebelas) orang dengan menjadi pengurus atau pemilik komposisi yang seimbang. bank, hanya mereka yang telah lulus uji kemampuan dan kepatutanlah Pemilik dan Pengurus Bank yang berhak. UU Perbankan Syariah menegaskan Di samping Dewan Komisaris dan bahwa ketentuan mengenai syarat, Direksi, UU ini juga mewajibkan jumlah, tugas, kewenangan, dibentuknya Dewan Pengawas tanggung jawab, serta hal lain yang Syariah di setiap Bank Syariah dan menyangkut dewan komisaris dan Bank Umum konvensional yang direksi Bank Syariah diatur dalam memiliki UUS, dengan tugas antara anggaran dasar Bank Syariah (pasal lain memberikan nasihat dan saran 28). Selanjutnya ditegaskan bahwa kepada direksi serta mengawasi salah satu dari jajaran direksi kegiatan bank agar sesuai dengan tersebut berperan sebagai direktur prinsip syariah (pasal 32). Dewan yang bertugas untuk memastikan Pengawas Syariah tersebut diangkat kepatuhan Bank Syariah terhadap oleh Rapat Umum Pemegang Saham pelaksanaan ketentuan Bank atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia dan peraturan perundang- Indonesia. undangan lainnya. Rahasia Bank Demikian pentingnya sumber daya Rahasia bank merupakan hal manusia di bidang perbankan, UU penting dalam dunia perbankan, ini juga mengatur mengenai uji dan berlaku umum di seluruh kemampuan dan kepatutan bagi negara. Pengaturan mengenai pengurus bank (Pasal 30), dan rahasia bank pada umumnya sama pemegang saham pengendali (Pasal dengan UU Perbankan konvensional, 27). Pengaturan tersebut diperlukan yang wajib dirahasiakan adalah mengingat perbankan sebagai segala sesuatu yang berhubungan lembaga kepercayaan masyarakat dengan keterangan mengenai perlu dikelola oleh pengurus yang nasabah dan simpanannya, mempunyai kewajiban tersebut berlaku bagi
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 7 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
bank dan pihak terafiliasi. Beberapa tersebut tetap diajukan oleh pengaturan mengenai rahasia bank pimpinan instansi/departemen dalam UU Perbankan Syariah yang atau setingkat menteri. Hal agak berlainan dengan UU tersebut menunjukkan sikap Perbankan konvensional, antara lain: masih dipertahankannya sifat 1) Tidak diaturnya pengecualian kerahasiaan bank, walaupun rahasia bank untuk kepentingan diperluas kepada penyidik diluar piutang yang sudah diserahkan polisi atau jaksa, tetapi hanya kepada BUPLN/PUPN, seperti tingkat pimpinan halnya yang diatur dalam UU instansi/departemen yang dapat Perbankan konvensional. Dengan mengajukan permintaan izin demikian pengecualian rahasia dimaksud. bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanya Pembinaan dan Pengawasan untuk kepentingan perpajakan, Bank dan kepentingan peradilan Bank merupakan suatu lembaga dalam perkara pidana. Di kepercayaan yang dalam melakukan samping itu terdapat kegiatan usahanya sebagian besar pengecualian lainnya yang tidak menggunakan dana masyarakat memerlukan izin dari BI, yaitu Oleh karena itu untuk menjaga dalam perkara perdata antara kelangsungan usahanya, dan bank dengan nasabahnya, dalam menjamin kestabilan sistem rangka tukar menukar informasi perbankan secara keseluruhan, antar bank, dan atas permintaan, maka terhadap lembaga perbankan persetujuan atau kuasa dari perlu dilakukan pengawasan oleh nasabah, serta bagi ahli waris otoritas perbankan yaitu Bank yang sah dalam hal nasabah Indonesia. Pengaturan mengenai telah meninggal dunia. pembinaan dan pengawasan bank 2) Pengaturan mengenai penyidik secara umum hampir sama dengan diperluas, tidak hanya terbatas UU Perbankan konvensional, antara pada jaksa atau polisi, tetapi lain menyangkut kewajiban bank berlaku juga bagi penyidik lain untuk memelihara tingkat yang diberi wewenang kesehatan, kewajiban untuk berdasarkan UU (Pasal 43). menyampaikan segala keterangan Dengan demikian para penyidik mengenai usahanya kepada Bank di luar polisi atau jaksa dapat Indonesia, dan kewajiban untuk meminta keterangan mengenai memberikan kesempatan bagi rahasia bank, namun permintaan pemeriksaan buku-buku dan berkas-
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 8 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
berkas atas permintaan Bank permintaan sendiri sejalan dengan Indonesia. Di samping itu diatur pula UU LPS yang membuka penugasan kepada kantor akuntan kemungkinan pencabutan izin usaha publik atau pihak lain untuk atas permintaan pemegang saham. melakukan pemeriksaan, serta Dalam hal ini LPS tidak membayar beberapa kewenangan Bank klaim penjaminan nasabah Indonesia untuk melakukan tindakan penyimpan, karena penyelesaian dalam rangka tindak lanjut seluruh kewajiban bank merupakan pengawasan. Pengaturan yang tanggung jawab bank yang relatif baru adalah pemberian bersangkutan. Oleh karena itu, kewenangan kepada Bank Indonesia pengajuan pencabutan izin usaha dalam rangka melaksanakan tugas atas permintaan sendiri hanya dapat pengawasan bank (pasal 52 ayat diajukan bank kepada Bank (3)), yaitu kewenangan untuk: Indonesia setelah bank dimaksud - Memeriksa dan mengambil menyelesaikan seluruh kewajibannya data/dokumen dari setiap tempat kepada nasabahnya. yang terkait dengan bank; - Memeriksa dan mengambil Penyelesaian Sengketa data/dokumen dan keterangan Hubungan bank dengan nasabah dari setiap pihak yang menurut pada umumnya merupakan penilaian BI memiliki pengaruh hubungan keperdataan. Jalinan terhadap bank; hubungan tersebut, dalam - Memerintahkan bank melakukan praktiknya tidak selalu berjalan pemblokiran rekening tertentu. mulus, bisa saja timbul Pengaturan yang relatif baru lainnya ketidaksepahaman atau sengketa adalah mengenai pencabutan izin diantara keduanya. Dalam hal terjadi usaha bank atas permintaan sendiri sengketa yang menyangkut (self liquidation). Dalam rangka perbankan syariah, maka mengantisipasi adanya permintaan penyelesaian sengketa tersebut pada pencabutan izin usaha bank atas prinsipnya dilakukan oleh permohonan pemegang saham, pengadilan dalam lingkungan telah diakomodir pasal yang Peradilan Agama (Pasal 55), namun mengatur mengenai hal tersebut apabila para pihak telah sebagai payung hukum (Pasal 54 memperjanjikan lain, penyelesaian ayat (4)). Ketentuan seperti ini belum sengketa dilakukan sesuai dengan isi diatur dalam UU Perbankan perjanjian. Dengan demikian konvensional. Pengaturan mengenai sengketa perbankan syariah selain pencabutan izin usaha atas penyelesaiannya dapat dilakukan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 9 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
melalui Peradilan Agama (sesuai UU melanggar ketentuan yang No.3 Tahun 2006 tentang berlaku; Perubahan Atas UU No.7 Tahun Tidak melakukan langkah- 1989 tentang Peradilan Agama), langkah yang diperlukan untuk bisa juga memilih penyelesaian memastikan ketaatan bank sengketa melalui musyawarah, terhadap ketentuan Batas mediasi perbankan, Basyarnas, atau Maksimum Pemberian peradilan umum. Namun, Undang- Penyaluran Dana; Undang mensyaratkan bahwa diancam dengan pidana penjara 1 penyelesaian sengketa di luar tahun - 5 tahun, dan pidana denda Peradilan Agaman tetap harus antara Rp1 miliar - Rp5 miliar. dilakukan dengan berpedoman pada Pengaturan mengenai pemidanaan Prinsip Syariah. atau kriminalisasi terhadap pelanggaran Batas Maksimum Sanksi Pemberian Penyaluran Dana Pengaturan sanksi dibedakan antara (BMPPD) tidak dikenakan secara sanksi administratif dan sanksi langsung, sama seperti halnya dalam pidana, dengan pola pengaturan perbankan konvensional yang umumnya hampir sama dengan UU menerapkan Pasal 49 ayat (2) untuk Perbankan (konvensional). menjaring pelanggaran BMPK, yaitu Pengaturan sanksi yang relatif baru apabila bank tidak melakukan (Pasal 66) dalam hal ini adalah sanksi langkah-langkah yang diperlukan pidana bagi direksi atau pegawai untuk memastikan ketaatan bank Bank Syariah atau UUS yang dengan terhadap ketentuan dalam UU sengaja: Perbankan, dan ketentuan Melakukan perbuatan yang perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan UU ini dan berlaku bagi bank. Dengan demikian perbuatan tersebut telah diberikan kesempatan bagi bank mengakibatkan kerugian bagi untuk melakukan perbaikan/koreksi bank; atas pelanggaran BMPK, hal ini Menghalangi pemeriksaan atau mengingat terjadinya pelanggaran tidak membantu pemeriksaan BMPK tidak selalu diketahui secara yang dilakukan oleh dewan langsung pada saat pemberian komisaris atau kantor akuntan kredit, tetapi bisa saja baru diketahui publik; di kemudian hari. Memberikan penyaluran dana Adanya pengaturan sanksi tersebut atau fasilitas penjaminan dengan diharapkan dapat lebih mempertegas ancaman terhadap
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 10 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
norma-norma yang telah ditetapkan, hal tersebut perlu dibuat secara yang seharusnya dipatuhi oleh tegas pengaturan persyaratan dan direksi maupun pegawai bank. tata cara peralihan dari UUS menjadi Bank Umum Syariah, serta sanksi Ketentuan Peralihan bagi yang melanggar, di samping itu Dalam Aturan Peralihan telah diatur hal terpenting adalah penegakan mengenai batasan UUS beralih hukum atas aturan tersebut. menjadi Bank Umum Syariah, mengingat UUS hanya bersifat PENUTUP sementara, yaitu : 1. Dengan telah disahkannya RUU (1) Dalam hal Bank Umum Perbankan Syariah menjadi UU, Konvensional memiliki UUS yang maka amanat UU tentang + 25 nilai asetnya telah mencapai pengaturan lebih lanjut dalam paling sedikit 50% (lima puluh PBI perlu segera disiapkan persen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank Umum penyusunannya, termasuk di dalamnya penyesuaian beberapa Konvensional dimaksud wajib PBI yang berlaku saat ini dengan melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum materi UU Perbankan Syariah. 2. Untuk lebih memberikan Syariah; atau pemahaman yang memadai (2) 15 (lima belas) tahun sejak kepada perbankan dan berlakunya Undang-Undang masyarakat umum sebagai Perbankan Syariah, maka Bank pengguna, maka sosialisasi UU Umum Konvensional yang Perbankan Syariah dan peraturan memiliki UUS wajib melakukan pelaksanaannya perlu dilakukan Pemisahan UUS yang dimilikinya secara efektif, baik melalui menjadi Bank Umum Syariah. seminar/ lokakarya maupun Semangat dari pengaturan tersebut melalui media masa. adalah untuk menciptakan 3. Dengan telah diberlakukannya perbankan syariah yang murni di UU Perbankan Syariah yang masa depan, sehingga kelak tidak merupakan landasan hukum bagi dikenal lagi sistem campuran antara kegiatan perbankan syariah di bank syariah dengan bank Indonesia, maka diharapkan konvensional. Pengaturan lebih dapat mendorong lanjut mengenai peralihan tersebut perkembangan perbankan akan diatur dalam PBI. Guna syariah, khususnya dalam mendukung efektivitas pengaturan peningkatan pelayanan tersebut, maka dalam PBI mengenai
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 11 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008
perbankan baik dari sisi jumlah bank maupun jaringan pelayanan, sehingga peranan perbankan syariah sebagai salah satu pilihan di samping perbankan konvensional, dapat meningkat dengan pangsa yang cukup signifikan dibanding perbankan konvensional. 4. Dengan terdapatnya beberapa perbedaan pengaturan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, maka UU Perbankan konvensional perlu dilakukan perubahan, agar tidak menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya.
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 12 Volume 6, Nomor 2, Agustus 2008