Konsep segitiga epidemiologi digunakan untuk menganalisis terjadinya suatu penyakit.
Dalam konsep ini faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit ISPA diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Agen penyakit (etiologi) - bakteri - virus - riketsia ( tungau) 2. Faktor pejamu (mempengaruhi pajanan, kerentanan, respons terhadap agen) a. Usia : Usia sangat terpengaruh terhadap kejadian ISPA , bayi lebih mudah terkena ISPA dan lebih berat dibandingkan dengan anak balita. Adanya hubungan antara usia dengan kejadian ISPA mudah dipahami karena semakin muda umur balita semakin rendah daya tahan tubuhnya. b. Jenis kelamin : Berdasrakan hasil penelitian Dewi, dkk di kabupaten Klaten ( 1996), didapatkan sebagian besar kasus terjadi pada anak laki- laki sebesar 58,97% sementara untuk perempuan sebesar 41,03% c. Status gizi : Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak anak yang meninggal karena penyakit infeksi didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan, rendah daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. d. Status ASI eksklusif : Berdasarkan hasil penilitian , didapatkan bahwa proporsi balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif menderita pneumonia sebesar 56,2% , sedang yang tidak menderita pneumonia 38,8%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif.
3. Faktor lingkungan (mempengaruhi keberadaan agen, pajanan atau kerentanan terhadap agen) a. Kelembaban ruangan b. Suhu ruangan c. Ventilasi d. Kepadatan hunian rumah e. Penggunaan anti nyamuk f. Bahan bakar untuk memasak g. Keberadaan perokok h. Status ekonomi dan pendidikan