I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karbohidrat adalah salah satu senyawa karbon yang sangat banyak ditemukan di alam dan dalam kehidupan sehari-hari. Secara kimiawi, senyawa ini tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris total (CH 2 0)n. Karbohidrat termasuk ke dalam kelompok polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dan banyak sekali terdapat dalam tumbuh-tumbuhan seperti pada umbi, pada buah, pada batang dan organ lainnya (Estiasih, 2006). Sumber karbohidrat banyak didapatkan dari tumbuh-tumbuhan sebagai contoh beras, jagung, gandum, singkong, ubi, kentang, sagu dan lain lain. Karena di dalam bahan makanan tersebut terkandung sumber energi yang ikut berperan serta dalam pembentukan lemak dan protein. Sumber karbohidrat nabati dalam glikogen, hanya dijumpai pada otot dan hati. Sedangkan karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam susu. Pada tumbuh-tumbuhan karbohidrat dibentuk dari hasil reaksi karbondioksida dan air melalui proses fotosintesis di dalam sel tumbuh- tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil). Pada proses fotosintesis, klorofil pada tumbuh-tumbuhan akan menyerap dan menggunakan energi matahari untuk membentuk karbohidrat dengan bahan utama karbondioksida dari udara dan air yang berasal dari tanah. Energi kimia yang terbentuk akan disimpan di dalam daun, batang, umbi, buah, dan biji-bijian. Karbohidrat dapat dibagi atas 2, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Contoh karbohidrat sederhana adalah monosakarida seperti pada glukosa, fruktosa, dan galaktosa, atau juga disakarida seperti sukrosa dan laktosa. Karbohidrat sederhana dapat ditemui di dalam produk pangan seperti pada madu, buah-buahan, dan susu. Sedangkan contoh karbohidrat kompleks adalah pati, glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari. Karbohidrat kompleks dapat ditemui di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung, singkong, ubi, pasta, roti, dan sebagainya (Dennis, 1993). Karbohidrat digunakan pada pabrik-pabrik film, plastic dan produk lainnya, seperti, Sellulosa (salah satu karbohidrat) bisa dikonversi menjadi viscosa rayon,
66
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Nitrocellulosa (sellulosa nitrat) digunakan dalam memproduksi film (motion picture film) dan produk-produk plastic lainnya, pati digunakan dalam proses pembuatan makanan, Pektin digunakan dalam pembuatan jelli (Sediaoetama, 1989). Berdasarkan monomer penyusunnya, karbohidrat dibagi atas tiga macam yaitu monosakarida (terdiri atas satu unit sakarida atau monomer), disakarida (terdiri atas gabungan dua monomer sakarida), dan polisakarida (terdiri atas lebih dari banyak monomer sakarida). Sebagian literatur juga menyatakan kelompok oligosakarida untuk karbohidrat yang terdiri atas 3-10 unit monomer sakarida. Glukosa, galaktosa dan fruktosa termasuk monosakarida: sukrosa, laktosa dan maltosa adalah disakarida: amilum, glikogen, selulosa, dan dekstrin adalah polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer. Karbohidrat yang termasuk ke dalam kelompok yang dapat dicerna adalah glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan pati. Sedangkan karbohidrat yang tidak dapat dicerna sering dikelompokkan sebagai serat makanan. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau (Tranggono, 1991). Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket (Estiasih, 2006). 1.2 Tujuan Pratikum Tujuan dari pratikum Karbohidrat IV adalah untuk mengetahui kadar pati yang terdapat pada beberapa tepung dengan melihat kekeruhan tepung pada air.
67
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
II. TINJAUAN PUSTAKA Karbohidrat dan pati memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbodioksida (CO 2 ) berasal dari udara dan air (H 2 O) dari tanah. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa. Di samping itu dihasilkan oksigen (O 2 ) yang lepas di udara. Produk yang dihasilkan terutama dalam bentuk gula sederhana yang mudah larut dalam air dan mudah diangkut ke seluruh sel-sel guna penyediaan energi. Sebagian dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerisasi dan membentuk polisakarida (Estiasih, 2006). Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum. Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang memungkinkan untuk dimanfaatkan secara luas. Pati tahan cerna (resistant starch/RS) merupakan fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan amilase serta perlakuan pulunase secara in vitro. RS merupakan produk pati termodifikasi dan terbagi menjadi empat tipe, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. Proses produksi RS bergantung pada tipe pati yang akan dihasilkan, yang meliputi modifikasi fisik, kimia, dan biokimia. Masing-masing proses produksi tersebut akan mempengaruhi karakteristik RS yang dihasilkan. RS memiliki nilai fungsional untuk fortifikasi serat, mengurangi kalori, dan mengoksidasi lemak. Berdasarkan proses produksi, karakteristik, nilai fungsional, maupun alternatif pemanfaatannya, RS memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai produk pangan fungsional bagi kesehatan. (Jacobs dan Delcour 1998). Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989).
68
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan -(1> 4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 5006.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer -(1> 4) unit glukosa dengan rantai samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan -(1> 6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 45%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 105 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998). Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Chaplin,2002). Pada struktur granula pati, amilosa, dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany,2006). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya, amilosa terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara daerah amorf dan kristal (Oates,1997) Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosc, 1999). Proses produksi RS biasanya menggunakan pati yang mengandung amilosa tinggi. Kandungan amilosa pada beberapa pati sumber bahan pangan yaitu tapioca 17%, kentang 21%, beras 28,60%, beras dengan kadar amilosa rendah 2,32%, gandum 28%, barley 25,30%, barley kaya amilosa 44,10%, oat 29,40%, maizena 28,70%, dan maizena kaya amilosa 67,80% (Eliasson 1996). 69
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Ada dua jenis tumbuh-tumbuhan, yaitu pati dan nonpati. Polisakarida nonpati merupakan sumber utama serat makanan. Karbohidrat terbagi menjadi beberapa bagian menurut panjang rantai karbonnya monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Contoh monosakarida adalah sukrosa, sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah di transportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues. Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Bagi tanaman pati merupakan cadangan makanan yang terdapat pada biji , batang dan pada bagian umbi tanaman. Banyak kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60% dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung 80% pati (Tranggono, 1991). Pati adalah polisakarida nutrien yang tersedia melimpah pada sel tumbuhan dan beberapa mikroorganisme. Pati umumnya berbentuk granula dengan diameter beberapa mikron. Granula pati mengandung campuran dari dua polisakarida berbeda yaitu amilum dan amilopektin. Jumlah kedua polisakarida ini tergantung dari jenis pati yang ada. Dalam kentang, jagung, dan jenis tumbuhan lain mengandung amilopektin sekitar 75-80% dan amilum sekitar 20-25%. Komponen amilum merupakan polisakarida rantai lurus tak bercabang terdiri dari molekul. Glukopiranosa yang berikatan glikosida. Struktur rantai lurus ini membentuk untaian heliks seperti tambang. Kedua komponen penyusun pati ini amilosa dan amilopektin kedua komponen ini dapat dikatakan homogen secara kimia, tetapi masih heterogen dalam ukuran molekul. Amilosa merupakan komponen rantai lurus yang dapat larut dalam air. Umumnya amilosa menyusun pati 17-21% terdiri dari satuan gluosa yang bergabung melalui ikatan (Estiasih, 2006). Amilopektin merupakan pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung ikatan tak seperti amilosa, amilopektin tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti tributanol. Hidrolisis pati adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisah ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul menjadi bagian- bagian penyusunnya (Rindit et al, 1998). Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan -(1,4)- glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. Rantai amilosa 70
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
berbentuk heliks. Bagian dalam stuktur heliks mengandung atom H sehingga bersifat hidrofobik yang memungkinkan amilosa membentuk komplek dengan asam lemak bebas, komponen asam lemak dari gliserida. Sejumlah alkohol dan iodin pembentuk komplek amilosa dengan lemak atau pengemulsi dapat mengubah suhu gelatinisasi, tekstur, dan profil viskositas dari pasta pati (Estiasih, 2006). Menurut Tranggono (1991), pada fraksi linier glukosa dihubungkan satu dan lainnya dengan ikatan -1,4 glikosidik. Fraksi linier merupakan komponen minor yaitu kurang lebih 17-30% dari total. Namun pada beberapa varietas kapri dan jagung, patinya mengandung amilosa sampai 75%. Warna biru yang diproduksi oleh pati dalam reaksinya dengan iodin berkaitan erat dengan fraksi linier tersebut. Rantai polimer ini mengambil bentuk heliks yang kumparannya dapat dimasuki oleh berbagai senyawa seperti iodin. Pemasukkan iodin ke dalam molekul itu karena adanya efek dua kutub reduksi dan akibat resonansi sepanjang heliks. Setiap satu lengkungan heliks tersusun dari enam satuan glukosa dan membungkus satu molekul iodin. Panjang rantai menentukan macam warna diproduksi dalam reaksinya dengan iodin. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linier dari pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan -amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna. Alfa-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan -1,4 (Muchtadi,dkk., 1992). Struktur kimia Amilosa dan Amilopektin dapat dilihat pada gambar:
Gambar 1. Struktur kimia Amilosa
Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan -(1,4)- glikosidik dan ikatan -(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang terdiri atas 25 - 30 unit D-glukosa. Amilopektin merupakan molekul paling dominan dalam pati. Dalam granula pati rantai amilopektin mempunyai keteraturan susunan. Rantai cabang amilopektin mempunyai sifat seperti amilosa yaitu dapat membentuk 71
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
struktur heliks. Diperkirakan 4-6 % ikatan dalam setiap molekul amilopektin adalah ikatan -1,6. Nilai tersebut walaupun kecil tetapi mempunyai dampak sekitar lebih dari 20.000 percabangan untuk setiap molekul amilopektin. Sifat amilopektin berbeda dengan amilosa karena banyak percabangan seperti retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel tetapi bersifat lengket (kohesif) dan elastic (gummy texture) (Estiasih, 2006). Selain perbedaan struktur, panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin (Subekti, 2007). Amilopektin dan amilosa mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa lebih mudah larut dalam air dibandingkan amilopektin. Berdasarkan reaksi warnanya dengan iodium, pati juga dapat dibedakan dengan amilosa dan 9 amilopektin.
72
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
III. PELAKSANAAN PRATIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Pratikum Karbohidrat IV (Uji Tingkat Kelarutan Karbohidrat Pada Makanan) ini dilakukan pada hari kamis, tanggal 17 November 2011 pada jam 09.30 WIB sampai dengan 12.00 WIB bertempat di Laboratorium Biokimia, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada pratikum Karbohidrat IV adalah tabung reaksi, rak tabung dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan adalah aquades, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, dan tepung ketan.
3.3 Cara Kerja Disiapkan semua perlengkapan. Disiapkan timbangan yang telah dialasi dengan kertas. Ditimbang tepung masing-masingnya seberat 5 gr, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dimasukkan air kedalam tabung reaksi. Kemudian campuran tersebut dihomogenkan dengan cara mengocoknya secara merata. Setelah homogen, larutan diletakkan di dalam rak tabung reaksi dan kemudian diamati tingkat kekeruhannya dan lamanya waktu pengendapan. Kemudian dibiarkan dan dicatat waktu sampai terbentuknya endapan.
73
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Hasil tingkat kekeruhan pada beberapa tepung No. Perlakuan Tingkat Kekeruhan 1. Tepung Tapioka + Aquades ++ 2. Tepung Beras + Aquades + 3. Tepung Terigu + Aquades ++++ 4. Tepung Ketan + Aquades +++
Ket : ++++ : sangat keruh +++ : keruh ++ : sedikit jernih + : jernih
Tabel 2. Hasil kecepatan pengendapan pada beberapa tepung No Perlakuan Kecepatan Pengendapan 1. Tepung Tapioka + Aquades +++ 2. Tepung Beras + Aquades ++++ 3. Tepung Terigu + Aquades ++ 4. Tepung Ketan + Aquades +
Ket : ++++ : sangat cepat +++ : cepat ++ : lambat + : sangat lambat
74
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
4.2 Pembahasan Pada pratikum karbohidrat IV, diamati tingkat kekeruhan dan tingkat kecepatan pengendapan larutan pada beberapa jenis tepung. Jenis-jenis tepung yang digunakan antara lain adalah tepung tapioka, tepung beras, tepung terigu, dan tepung ketan. Tepung banyak memiliki banyak kandungan pati karena penggunaannya sebagai bahan pengembang maupun pengental. Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Koswara 2009). Pertama, pratikum dimulai dengan disediakannya 4 buah tabung reaksi. Kemudian, masing-masingnya diisi dengan 4 jenis tepung yang sebelumnya telah ditimbang seberat 5 gr yang kemudian dicampur dengan aquades. Keempat tabung reaksi ini pun masing-masingnya dihomogenkan dengan cara pengocokan dan dibiarkan di atas rak tabung untuk diamati apa yang terjadi nantinya pada masing- masing tabung yang telah berisi larutan antara masing-masing tepung dengan aquades. Pada tabung pertama yaitu tabung reaksi yang berisi larutan tepung tapioka yang dicampur dengan aquades menghasilkan larutan yang sedikit jenuh dan didapati terbentuknya endapan terbentuk dengan cepat. Hal ini terjadi karena tepung tapioka mempunyai kadar amilopektin yang tinggi sehingga menyebabkan tepung tapioka tidak mudah larut dalam aquades dan cepat mengendap. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tepung tapioka mempunyai kadar amilopektin yang tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relatif rendah. Pati tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioka mempunyai kadar amilosa sebesar 17% - 23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52C 64C. Adapun komposisi zat yang terkandung di dalam tepung tapioka adalah air 9.0%, protein 1.1%, lemak 0.5%, karbohidrat 84.2%, Ca 0.084%, P 0.125%, dan Fe 0.001% (Hartatati dan Prana, 2003). 75
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Pada tabung kedua yaitu tabung reaksi yang berisikan larutan tepung beras yang telah dicampur dengan aquades ternyata didapati larutan jernih dengan tingkat kecepatan pengendapan yang sangat cepat. Berdasarkan literatur, tepung beras mengandung pati yang terdiri atas amilosa yaitu pati dengan struktur tidak bercabang dan amilopektin yaitu pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket. Pati beras memiliki kandungan amilosa melebihi 20% daripada amilopektin. Selain itu kandungan nutrisi pada pati beras adalah karbohidrat 79 g, lemak 0.66 g, protein 7.13 g, air 11.62 g, thiamine 0.070 mg, riboflavin 0.049 mg, niacin 1.6 mg, pantothenic acid 1.014 mg, vitamin B6 0.164 mg, folate 2%, calcium 28 mg, iron 0.80 mg, magnesium 25 mg, manganese 1.088 mg, phosphorus 115 mg, potassium 115 mg dan zinc 1.09 mg (Hartatati dan Prana, 2003). Selanjutnya, tabung reaksi ketiga yang berisi larutan tepung terigu yang ditambahkan dengan aquades menghasilkan larutan sangat keruh dan didapati terbentuknya endapan sangat lambat. Menurut Sudarmadji, dkk (1996) bahwa pada tepung terigu banyak mengandung zat pati dalam bentuk karbohidrat kompleks yang tidak mudah larut dalam air dan protein yang berupa prolamin dan glutelin. Apabila ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang sangat tinggi. Pada tabung terakhir yaitu tabung keempat yang berisikan larutan tepung ketan yang ditambahkan dengan aquades menghasilkan larutan keruh dengan tingkat kecepatan pengendapan yang cukup lambat. Menurut Sudarmajdi, dkk (1996), bahwa pada tepung ketan mengandung senyawa pati 90%, berupa amilosa 1-2% dan amilopektin 88%-89%. Maka dari tabel terlihat bahwa tepung ketan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi dikarenakan kandungan amilopektinnya yang banyak dan kandungan gel yang bersifat lengket yang dikenal juga sebagai peristiwa gelatinisasi. Adanya perbedaan kadar amilosa dan amilopektin menyebabkan sifat pati dari berbagai tumbuhan berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan memberikan warna biru tua pada tes iodin, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket dan tidak menimbulkan reaksi pada tes iodin. Amilosa terdiri dari D- glukosa yang terikat dengan ikatan -1,4 glikosidik sehingga molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan -1,4 glikosidik dan sebagian lagi ikatan -1,6 76
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
glikosidik. Adanya ikatan -1,6 glikosidik menyebabkan molekul amilopektin memiliki cabang. Untuk memecahkan ikatan yang terdapat dalam pati dan menghasilkan glukosa dapat menggunakan asam atau enzim. Namun, enzim akan memecah pati dengan lebih baik daripada asam karena dapat memotong ikatan secara spesifik. Enzim amilosa dapat memecahkan ikatan 1,4 glikosidik, sedangkan untuk memecahkan ikatan 1,6 glikosidik pada amilopektin dapat menggunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan tabel 1, hasil yang diperoleh dari setiap campuran antara masing- masing tepung dengan aquades memiliki tingkat kekeruhan yang berbeda-beda. Begitu pula dengan kecepatan terbentuknya endapan pada tabung reaksi. Adapun tepung dengan tingkat tingkatan kekeruhan tertinggi didapati pada tepung terigu, yang diikuti dengan tepung ketan, tepung tapioka dan terakhir tepung beras yang memiliki tingkat kekeruhan yang rendah dengan terbuktinya terbentuknya larutan yang hampir jernih. Kemudian berdasarkan tabel 2, juga didapatkan tingkat kecepatan terbentuknya endapan yang berbeda pula. Tepung dengan tingkat kecepatan terbentunya endapan yang paling tinggi didapati pada tepung beras, disusul oleh tepung tapioka dengan kecepatan cepat, tepung ketan dengan kecepatan lambat dan yang terakhir tepung terigu dengan tingkat kecepatan yang rendah yaitu sangat lambat. Keruh atau tidak keruhnya serta cepat atau lambatnya terbentuk endapan pada suatu larutan tepung yang dicampur dengan aquades ternyata juga dipengaruhi oleh adanya peristiwa hidrolisis dan gelatinisasi. Proses hidrolisis pati secara enzimatis dapat terjadi sebagai berikut : sebelum substrat dihidrolisis dengan enzim maka pati harus digelatinisasi terlebih dahulu agar lebih rentan terhadap serangan enzim (Muchtadi,dkk., 1992 dalam Jariyah, 2002). Proses gelatinisasi terjadi apabila pati mentah dimasukan kedalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakanya terbatas. Granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi 77
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
tergantung juga pada konsentrasi pati, makin kental larutan suhu makin lambat tercapai dan suhu gelatinisasi berbeda-beda pada setiap jenis pati (Winarno, 1984) Gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1984). Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati membengkak dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat balik disebut suhu gelatinisasi pati. Proses gelatinasi pada pati terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung pada sumber patinya. Dengan visikosimeter, suhu gelatinasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70 C, beras 68-78 C, kentang 58-60 C, dan tapioca 52- 64 C (Winarno, 1984). Pati yang berasal dari singkong memiliki suhu gelatinasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berasal dari tumbuhan yang lainnya. Suhu gelatinasi pati singkong berkisar antara 49-64 Csampai 62-73 C. Tetapi menurut Kofler (dalam Winarno, 1984) suhu gelatinasi pati singkong adalah 68-92 C. singkong memiliki viskositas paling tinggi bila dibandingkan denganpati- pati yang lainnya. Karakteristik viskositas ini dipengaruhi oleh perbedaan varietas, faktor lingkungan, laju pemanasan, dan bahan-bahan lain yang terdapat di dalam sistem (Samsuri, 2008). Adapun contoh tepung yang sangat jelas mengalami proses gelatinisasi adalah tepung tapioka. Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstrasi ubi kayu, dimana pati itu terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin. Tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap air lebih banyak (Tjokroadikusoemo, 1986). Menurut Matz (1984) gelatinisasi suhu berkisar antara 58,8 o C 70 o C. Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya yang rendah akan membentuk gel yang kaku. 78
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Proses gelatinisasi terjadi karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan - glikosidik. Setiap pati tidak sama sifatnya tergantung dari rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya (Greenwood, 1979). Hal inilah yang menyebabkan didapatkannya berbagai macam perbedaan pada tingkat kekeruhan dan cepat lambatnya tingkat terbentuknya endapan pada berbagai macam tepung yang dicampur dengan aquades.
79
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil praktikum yang diperoleh praktikan dapat disimpulkan bahwa : 1. Tepung beras memiliki kecepatan endapan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan tepung terigu, tepung ketan, dan tepung tapioka. Sedangkan tepung terigu mengalami pengendapan yang lambat. 2. Tingkat kekeruhan yang paling tinggi terdapat pada tepung terigu dibandingkan dengan tepung beras, tepung ketan, dan tepung tapioka. Sedangkan tepung beras memiliki tingkat kekeruhan yang paling rendah. 3. Di dalam tepung terigu, tepung ketan, tepung beras, dan tepung tapioka terdapat kandungan pati yang berbeda, hal ini dapat dilihat pada tingkat kekeruhan tepung- tepung tersebut. 4. Proses gelatinisasi terjadi pada tepung ketan berupa gel dan bersifat lengket. 5. Pada tepung terigu terdapat protein yang berupa prolamin dan glutelin yang jika ditambah air akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi.
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan pada praktikum karbohidrat IV ini adalah : 1. Harus teliti dalam mengukur berat tepung yang akan di uji kadar patinya. 2. Dalam membedakan tingkat kekeruhan keempat jenis tepung harus dilihat secara teliti, begitu juga dengan kecepatan endapan keempat jenis tepung. 3. Pratikan diharapkan telah menguasai semua materi dan cara kerja agar nantinya lebih mudah memahami proses-proses yang terjadi pada bahan selama pratikum.
80
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
DAFTAR PUSTAKA Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag:Berlin. Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. Diakses tanggal 8 Desember 2011 Dennis, S. C. and Noakes, T. D. 1993. Exercise : Muscle, In Encyclopedia Of Food Science, Food Technology & Nutrition, Academic Press. Eliasson, A.C. 1996. Carbohydrates in Foods. University of Lund: Swedia. Estiasih, T., 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Greenwood, C.T. dan D.N. Munro, 1979, Carbohydrates, Di dalam R.J. Priestley, ed. Effects of Heat on Foodstufs, Applied Science Publ. Ltd:London. Hartati, N dan Prana, T. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung. UNRI : Riau Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch with retention of the granular structure: Review. J.Agric. Food Chem. 46(8): 28952905. Koswara S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.net. (diakses pada tanggal 8 Desember 2011). Matz, S.A. 1984. Snack Food Technology. The AVI Publishing.Co: Westport, Connecticut. Muchtadi, D; Palupi, D; Astawan, N.S., dkk.,1992. Enzim Dalam Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU IPB. Bogor. Oates, C.G. 1997. Towards an understanding of starch granule structure and hydrolysis. Review. Trends Food Sci. Technol. 8: 375 382. Rindit, Pambaylun, dkk. 1998. Laporan Penelitian : Mempelajari Hidrolisis Pati Gadung (Dioscoreahispida Dernst) dengan Enzim -amilase dan Gluko amilase untuk Pembuatan Sirup Glukosa. Fakultas Pertanian UNSRI. Palembang.
81
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
Sediaoetama, M.R. 1989. Karbohidrat bagi Makhluk Hidup. Bumi Aksara : Jakarta. Subekti, D., 2007. Maltodekstrin. http://dudimuseind.blogspot.com/2008/03 /dextrose-equivalent.html; (diakses pada tanggal 8 Desembet 2011). Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : UGM. Tjokroadikusoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia: Jakarta. Tranggono, 1991. Kimia Pangan. Universitas Gajah Mada:Yogyakarta. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia : Jakarta Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press: Boca Raton, Florida.
82
Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)
LAMPIRAN
Gambar 1. 4 buah tabung reaksi yang berisi larutan masing-masing tepung yang telah ditambahkan dengan aquades