You are on page 1of 18

65

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karbohidrat adalah salah satu senyawa karbon yang sangat banyak ditemukan di
alam dan dalam kehidupan sehari-hari. Secara kimiawi, senyawa ini tersusun atas
unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris total
(CH
2
0)n. Karbohidrat termasuk ke dalam kelompok polihidroksi aldehid atau
polihidroksi keton dan banyak sekali terdapat dalam tumbuh-tumbuhan seperti pada
umbi, pada buah, pada batang dan organ lainnya (Estiasih, 2006).
Sumber karbohidrat banyak didapatkan dari tumbuh-tumbuhan sebagai
contoh beras, jagung, gandum, singkong, ubi, kentang, sagu dan lain lain. Karena di
dalam bahan makanan tersebut terkandung sumber energi yang ikut berperan serta
dalam pembentukan lemak dan protein. Sumber karbohidrat nabati dalam glikogen,
hanya dijumpai pada otot dan hati. Sedangkan karbohidrat dalam bentuk laktosa
hanya dijumpai di dalam susu. Pada tumbuh-tumbuhan karbohidrat dibentuk dari
hasil reaksi karbondioksida dan air melalui proses fotosintesis di dalam sel tumbuh-
tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil). Pada proses fotosintesis,
klorofil pada tumbuh-tumbuhan akan menyerap dan menggunakan energi matahari
untuk membentuk karbohidrat dengan bahan utama karbondioksida dari udara dan
air yang berasal dari tanah. Energi kimia yang terbentuk akan disimpan di dalam
daun, batang, umbi, buah, dan biji-bijian. Karbohidrat dapat dibagi atas 2, yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Contoh karbohidrat sederhana
adalah monosakarida seperti pada glukosa, fruktosa, dan galaktosa, atau juga
disakarida seperti sukrosa dan laktosa. Karbohidrat sederhana dapat ditemui di dalam
produk pangan seperti pada madu, buah-buahan, dan susu. Sedangkan contoh
karbohidrat kompleks adalah pati, glikogen (simpanan energi di dalam tubuh),
selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari. Karbohidrat kompleks dapat
ditemui di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung, singkong, ubi, pasta,
roti, dan sebagainya (Dennis, 1993).
Karbohidrat digunakan pada pabrik-pabrik film, plastic dan produk lainnya,
seperti, Sellulosa (salah satu karbohidrat) bisa dikonversi menjadi viscosa rayon,

66

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Nitrocellulosa (sellulosa nitrat) digunakan dalam memproduksi film (motion picture
film) dan produk-produk plastic lainnya, pati digunakan dalam proses pembuatan
makanan, Pektin digunakan dalam pembuatan jelli (Sediaoetama, 1989).
Berdasarkan monomer penyusunnya, karbohidrat dibagi atas tiga macam
yaitu monosakarida (terdiri atas satu unit sakarida atau monomer), disakarida (terdiri
atas gabungan dua monomer sakarida), dan polisakarida (terdiri atas lebih dari
banyak monomer sakarida). Sebagian literatur juga menyatakan kelompok
oligosakarida untuk karbohidrat yang terdiri atas 3-10 unit monomer sakarida.
Glukosa, galaktosa dan fruktosa termasuk monosakarida: sukrosa, laktosa dan
maltosa adalah disakarida: amilum, glikogen, selulosa, dan dekstrin adalah
polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi
dan merupakan oligosakarida, polimer. Karbohidrat yang termasuk ke dalam
kelompok yang dapat dicerna adalah glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan pati.
Sedangkan karbohidrat yang tidak dapat dicerna sering dikelompokkan sebagai serat
makanan. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau (Tranggono, 1991).
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.
Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati
tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi
yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket (Estiasih, 2006).
1.2 Tujuan Pratikum
Tujuan dari pratikum Karbohidrat IV adalah untuk mengetahui kadar pati yang
terdapat pada beberapa tepung dengan melihat kekeruhan tepung pada air.





67

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

II. TINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat dan pati memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan. Semua karbohidrat berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Melalui fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar
matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbodioksida (CO
2
) berasal dari
udara dan air (H
2
O) dari tanah. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat
sederhana glukosa. Di samping itu dihasilkan oksigen (O
2
) yang lepas di udara.
Produk yang dihasilkan terutama dalam bentuk gula sederhana yang mudah larut
dalam air dan mudah diangkut ke seluruh sel-sel guna penyediaan energi. Sebagian
dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerisasi dan membentuk
polisakarida (Estiasih, 2006).
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas
amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran,
maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang,
ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan
sorgum. Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya
kurang memungkinkan untuk dimanfaatkan secara luas. Pati tahan cerna (resistant
starch/RS) merupakan fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim
pencernaan amilase serta perlakuan pulunase secara in vitro. RS merupakan produk
pati termodifikasi dan terbagi menjadi empat tipe, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4.
Proses produksi RS bergantung pada tipe pati yang akan dihasilkan, yang meliputi
modifikasi fisik, kimia, dan biokimia. Masing-masing proses produksi tersebut akan
mempengaruhi karakteristik RS yang dihasilkan. RS memiliki nilai fungsional untuk
fortifikasi serat, mengurangi kalori, dan mengoksidasi lemak. Berdasarkan proses
produksi, karakteristik, nilai fungsional, maupun alternatif pemanfaatannya, RS
memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai produk pangan
fungsional bagi kesehatan. (Jacobs dan Delcour 1998).
Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara
alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur
molekul, oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989).

68

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan bagian polimer linier dengan ikatan -(1> 4) unit glukosa. Derajat
polimerisasi amilosa berkisar antara 5006.000 unit glukosa, bergantung pada
sumbernya. Amilopektin merupakan polimer -(1> 4) unit glukosa dengan rantai
samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan -(1> 6) unit
glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 45%. Namun, jumlah molekul
dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat
polimerisasi 105 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal
terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa
yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen
inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik dengan
kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan
siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Chaplin,2002).
Pada struktur granula pati, amilosa, dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany,2006).
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak
pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya, amilosa terletak di
antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara
daerah amorf dan kristal (Oates,1997)
Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk lapisan yang
transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan
seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi retrogradasi dan tidak
membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz dan Grosc, 1999).
Proses produksi RS biasanya menggunakan pati yang mengandung amilosa
tinggi. Kandungan amilosa pada beberapa pati sumber bahan pangan yaitu tapioca
17%, kentang 21%, beras 28,60%, beras dengan kadar amilosa rendah 2,32%,
gandum 28%, barley 25,30%, barley kaya amilosa 44,10%, oat 29,40%, maizena
28,70%, dan maizena kaya amilosa 67,80% (Eliasson 1996).
69

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Ada dua jenis tumbuh-tumbuhan, yaitu pati dan nonpati. Polisakarida nonpati
merupakan sumber utama serat makanan. Karbohidrat terbagi menjadi beberapa
bagian menurut panjang rantai karbonnya monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
Contoh monosakarida adalah sukrosa, sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi
karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang
mudah di transportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues. Pati merupakan
karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Bagi
tanaman pati merupakan cadangan makanan yang terdapat pada biji , batang dan
pada bagian umbi tanaman. Banyak kandungan pati pada tanaman tergantung pada
asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60%
dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung 80% pati (Tranggono, 1991).
Pati adalah polisakarida nutrien yang tersedia melimpah pada sel tumbuhan
dan beberapa mikroorganisme. Pati umumnya berbentuk granula dengan diameter
beberapa mikron. Granula pati mengandung campuran dari dua polisakarida berbeda
yaitu amilum dan amilopektin. Jumlah kedua polisakarida ini tergantung dari jenis
pati yang ada. Dalam kentang, jagung, dan jenis tumbuhan lain mengandung
amilopektin sekitar 75-80% dan amilum sekitar 20-25%. Komponen amilum
merupakan polisakarida rantai lurus tak bercabang terdiri dari molekul.
Glukopiranosa yang berikatan glikosida. Struktur rantai lurus ini membentuk untaian
heliks seperti tambang. Kedua komponen penyusun pati ini amilosa dan amilopektin
kedua komponen ini dapat dikatakan homogen secara kimia, tetapi masih heterogen
dalam ukuran molekul. Amilosa merupakan komponen rantai lurus yang dapat larut
dalam air. Umumnya amilosa menyusun pati 17-21% terdiri dari satuan gluosa yang
bergabung melalui ikatan (Estiasih, 2006).
Amilopektin merupakan pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari
satuan glukosa yang bergabung ikatan tak seperti amilosa, amilopektin tidak larut
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti tributanol. Hidrolisis pati adalah
proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisah ikatan kimia dari
substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul menjadi bagian-
bagian penyusunnya (Rindit et al, 1998).
Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan -(1,4)-
glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. Rantai amilosa
70

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

berbentuk heliks. Bagian dalam stuktur heliks mengandung atom H sehingga bersifat
hidrofobik yang memungkinkan amilosa membentuk komplek dengan asam lemak
bebas, komponen asam lemak dari gliserida. Sejumlah alkohol dan iodin pembentuk
komplek amilosa dengan lemak atau pengemulsi dapat mengubah suhu gelatinisasi,
tekstur, dan profil viskositas dari pasta pati (Estiasih, 2006).
Menurut Tranggono (1991), pada fraksi linier glukosa dihubungkan satu dan
lainnya dengan ikatan -1,4 glikosidik. Fraksi linier merupakan komponen minor
yaitu kurang lebih 17-30% dari total. Namun pada beberapa varietas kapri dan
jagung, patinya mengandung amilosa sampai 75%. Warna biru yang diproduksi oleh
pati dalam reaksinya dengan iodin berkaitan erat dengan fraksi linier tersebut. Rantai
polimer ini mengambil bentuk heliks yang kumparannya dapat dimasuki oleh
berbagai senyawa seperti iodin. Pemasukkan iodin ke dalam molekul itu karena
adanya efek dua kutub reduksi dan akibat resonansi sepanjang heliks. Setiap satu
lengkungan heliks tersusun dari enam satuan glukosa dan membungkus satu molekul
iodin. Panjang rantai menentukan macam warna diproduksi dalam reaksinya dengan
iodin. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linier dari pati, meskipun
sebenarnya jika dihidrolisis dengan -amilase pada beberapa jenis pati tidak
diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna. Alfa-amilase menghidrolisis amilosa
menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan -1,4 (Muchtadi,dkk.,
1992).
Struktur kimia Amilosa dan Amilopektin dapat dilihat pada gambar:


Gambar 1. Struktur kimia Amilosa

Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan -(1,4)-
glikosidik dan ikatan -(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang
terdiri atas 25 - 30 unit D-glukosa. Amilopektin merupakan molekul paling dominan
dalam pati. Dalam granula pati rantai amilopektin mempunyai keteraturan susunan.
Rantai cabang amilopektin mempunyai sifat seperti amilosa yaitu dapat membentuk
71

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

struktur heliks. Diperkirakan 4-6 % ikatan dalam setiap molekul amilopektin adalah
ikatan -1,6. Nilai tersebut walaupun kecil tetapi mempunyai dampak sekitar lebih
dari 20.000 percabangan untuk setiap molekul amilopektin. Sifat amilopektin
berbeda dengan amilosa karena banyak percabangan seperti retrogradasi lambat dan
pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel tetapi bersifat lengket (kohesif) dan
elastic (gummy texture) (Estiasih, 2006).
Selain perbedaan struktur, panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya,
amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin
(Subekti, 2007). Amilopektin dan amilosa mempunyai sifat fisik yang berbeda.
Amilosa lebih mudah larut dalam air dibandingkan amilopektin. Berdasarkan reaksi
warnanya dengan iodium, pati juga dapat dibedakan dengan amilosa dan 9
amilopektin.



















72

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

III. PELAKSANAAN PRATIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Pratikum Karbohidrat IV (Uji Tingkat Kelarutan Karbohidrat Pada Makanan) ini
dilakukan pada hari kamis, tanggal 17 November 2011 pada jam 09.30 WIB sampai
dengan 12.00 WIB bertempat di Laboratorium Biokimia, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pratikum Karbohidrat IV adalah tabung reaksi, rak tabung
dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan adalah aquades, tepung terigu,
tepung beras, tepung tapioka, dan tepung ketan.

3.3 Cara Kerja
Disiapkan semua perlengkapan. Disiapkan timbangan yang telah dialasi dengan
kertas. Ditimbang tepung masing-masingnya seberat 5 gr, lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Dimasukkan air kedalam tabung reaksi. Kemudian campuran tersebut
dihomogenkan dengan cara mengocoknya secara merata. Setelah homogen, larutan
diletakkan di dalam rak tabung reaksi dan kemudian diamati tingkat kekeruhannya
dan lamanya waktu pengendapan. Kemudian dibiarkan dan dicatat waktu sampai
terbentuknya endapan.








73

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil tingkat kekeruhan pada beberapa tepung
No. Perlakuan Tingkat Kekeruhan
1. Tepung Tapioka + Aquades ++
2. Tepung Beras + Aquades +
3. Tepung Terigu + Aquades ++++
4. Tepung Ketan + Aquades +++

Ket : ++++ : sangat keruh
+++ : keruh
++ : sedikit jernih
+ : jernih

Tabel 2. Hasil kecepatan pengendapan pada beberapa tepung
No Perlakuan Kecepatan Pengendapan
1. Tepung Tapioka + Aquades +++
2. Tepung Beras + Aquades ++++
3. Tepung Terigu + Aquades ++
4. Tepung Ketan + Aquades +

Ket : ++++ : sangat cepat
+++ : cepat
++ : lambat
+ : sangat lambat






74

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

4.2 Pembahasan
Pada pratikum karbohidrat IV, diamati tingkat kekeruhan dan tingkat kecepatan
pengendapan larutan pada beberapa jenis tepung. Jenis-jenis tepung yang digunakan
antara lain adalah tepung tapioka, tepung beras, tepung terigu, dan tepung ketan.
Tepung banyak memiliki banyak kandungan pati karena penggunaannya
sebagai bahan pengembang maupun pengental. Dalam produk makanan, amilopektin
bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang
berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, garing
dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung
menghasilkan produk yang keras, pejal karena proses mekarnya terjadi secara
terbatas (Koswara 2009).
Pertama, pratikum dimulai dengan disediakannya 4 buah tabung reaksi.
Kemudian, masing-masingnya diisi dengan 4 jenis tepung yang sebelumnya telah
ditimbang seberat 5 gr yang kemudian dicampur dengan aquades. Keempat tabung
reaksi ini pun masing-masingnya dihomogenkan dengan cara pengocokan dan
dibiarkan di atas rak tabung untuk diamati apa yang terjadi nantinya pada masing-
masing tabung yang telah berisi larutan antara masing-masing tepung dengan
aquades.
Pada tabung pertama yaitu tabung reaksi yang berisi larutan tepung tapioka
yang dicampur dengan aquades menghasilkan larutan yang sedikit jenuh dan didapati
terbentuknya endapan terbentuk dengan cepat. Hal ini terjadi karena tepung tapioka
mempunyai kadar amilopektin yang tinggi sehingga menyebabkan tepung tapioka
tidak mudah larut dalam aquades dan cepat mengendap. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa tepung tapioka mempunyai kadar amilopektin yang tinggi , tidak
mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah atau rusak dan
mempunyai suhu gelatinasasi relatif rendah. Pati tapioka mempunyai sifat mudah
mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioka mempunyai kadar
amilosa sebesar 17% - 23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52C 64C. Adapun
komposisi zat yang terkandung di dalam tepung tapioka adalah air 9.0%, protein
1.1%, lemak 0.5%, karbohidrat 84.2%, Ca 0.084%, P 0.125%, dan Fe 0.001%
(Hartatati dan Prana, 2003).
75

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Pada tabung kedua yaitu tabung reaksi yang berisikan larutan tepung beras
yang telah dicampur dengan aquades ternyata didapati larutan jernih dengan tingkat
kecepatan pengendapan yang sangat cepat. Berdasarkan literatur, tepung beras
mengandung pati yang terdiri atas amilosa yaitu pati dengan struktur tidak bercabang
dan amilopektin yaitu pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket.
Pati beras memiliki kandungan amilosa melebihi 20% daripada amilopektin. Selain
itu kandungan nutrisi pada pati beras adalah karbohidrat 79 g, lemak 0.66 g, protein
7.13 g, air 11.62 g, thiamine 0.070 mg, riboflavin 0.049 mg, niacin 1.6 mg,
pantothenic acid 1.014 mg, vitamin B6 0.164 mg, folate 2%, calcium 28 mg, iron
0.80 mg, magnesium 25 mg, manganese 1.088 mg, phosphorus 115 mg, potassium
115 mg dan zinc 1.09 mg (Hartatati dan Prana, 2003).
Selanjutnya, tabung reaksi ketiga yang berisi larutan tepung terigu yang
ditambahkan dengan aquades menghasilkan larutan sangat keruh dan didapati
terbentuknya endapan sangat lambat. Menurut Sudarmadji, dkk (1996) bahwa pada
tepung terigu banyak mengandung zat pati dalam bentuk karbohidrat kompleks yang
tidak mudah larut dalam air dan protein yang berupa prolamin dan glutelin. Apabila
ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang sangat tinggi.
Pada tabung terakhir yaitu tabung keempat yang berisikan larutan tepung ketan
yang ditambahkan dengan aquades menghasilkan larutan keruh dengan tingkat
kecepatan pengendapan yang cukup lambat. Menurut Sudarmajdi, dkk (1996), bahwa
pada tepung ketan mengandung senyawa pati 90%, berupa amilosa 1-2% dan
amilopektin 88%-89%. Maka dari tabel terlihat bahwa tepung ketan memiliki tingkat
kekeruhan yang tinggi dikarenakan kandungan amilopektinnya yang banyak dan
kandungan gel yang bersifat lengket yang dikenal juga sebagai peristiwa gelatinisasi.
Adanya perbedaan kadar amilosa dan amilopektin menyebabkan sifat pati
dari berbagai tumbuhan berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan
memberikan warna biru tua pada tes iodin, sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket dan tidak menimbulkan reaksi pada tes iodin. Amilosa terdiri dari D-
glukosa yang terikat dengan ikatan -1,4 glikosidik sehingga molekulnya
merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang
sebagian besar mempunyai ikatan -1,4 glikosidik dan sebagian lagi ikatan -1,6
76

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

glikosidik. Adanya ikatan -1,6 glikosidik menyebabkan molekul amilopektin
memiliki cabang.
Untuk memecahkan ikatan yang terdapat dalam pati dan menghasilkan
glukosa dapat menggunakan asam atau enzim. Namun, enzim akan memecah pati
dengan lebih baik daripada asam karena dapat memotong ikatan secara spesifik.
Enzim amilosa dapat memecahkan ikatan 1,4 glikosidik, sedangkan untuk
memecahkan ikatan 1,6 glikosidik pada amilopektin dapat menggunakan enzim
glukoamilase.
Berdasarkan tabel 1, hasil yang diperoleh dari setiap campuran antara masing-
masing tepung dengan aquades memiliki tingkat kekeruhan yang berbeda-beda.
Begitu pula dengan kecepatan terbentuknya endapan pada tabung reaksi. Adapun
tepung dengan tingkat tingkatan kekeruhan tertinggi didapati pada tepung terigu,
yang diikuti dengan tepung ketan, tepung tapioka dan terakhir tepung beras yang
memiliki tingkat kekeruhan yang rendah dengan terbuktinya terbentuknya larutan
yang hampir jernih.
Kemudian berdasarkan tabel 2, juga didapatkan tingkat kecepatan
terbentuknya endapan yang berbeda pula. Tepung dengan tingkat kecepatan
terbentunya endapan yang paling tinggi didapati pada tepung beras, disusul oleh
tepung tapioka dengan kecepatan cepat, tepung ketan dengan kecepatan lambat dan
yang terakhir tepung terigu dengan tingkat kecepatan yang rendah yaitu sangat
lambat.
Keruh atau tidak keruhnya serta cepat atau lambatnya terbentuk endapan pada
suatu larutan tepung yang dicampur dengan aquades ternyata juga dipengaruhi oleh
adanya peristiwa hidrolisis dan gelatinisasi. Proses hidrolisis pati secara enzimatis
dapat terjadi sebagai berikut : sebelum substrat dihidrolisis dengan enzim maka pati
harus digelatinisasi terlebih dahulu agar lebih rentan terhadap serangan enzim
(Muchtadi,dkk., 1992 dalam Jariyah, 2002). Proses gelatinisasi terjadi apabila pati
mentah dimasukan kedalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan
membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakanya terbatas. Granula
pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula disebut gelatinisasi.
Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi
77

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

tergantung juga pada konsentrasi pati, makin kental larutan suhu makin lambat
tercapai dan suhu gelatinisasi berbeda-beda pada setiap jenis pati (Winarno, 1984)
Gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula
pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1984).
Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan
mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat
balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati
membengkak dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat balik
disebut suhu gelatinisasi pati.
Proses gelatinasi pada pati terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung
pada sumber patinya. Dengan visikosimeter, suhu gelatinasi dapat ditentukan,
misalnya pada jagung 62-70 C, beras 68-78 C, kentang 58-60 C, dan tapioca 52-
64 C (Winarno, 1984). Pati yang berasal dari singkong memiliki suhu gelatinasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berasal dari tumbuhan yang
lainnya. Suhu gelatinasi pati singkong berkisar antara 49-64 Csampai 62-73 C.
Tetapi menurut Kofler (dalam Winarno, 1984) suhu gelatinasi pati singkong adalah
68-92 C. singkong memiliki viskositas paling tinggi bila dibandingkan denganpati-
pati yang lainnya. Karakteristik viskositas ini dipengaruhi oleh perbedaan varietas,
faktor lingkungan, laju pemanasan, dan bahan-bahan lain yang terdapat di dalam
sistem (Samsuri, 2008).
Adapun contoh tepung yang sangat jelas mengalami proses gelatinisasi
adalah tepung tapioka. Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstrasi ubi
kayu, dimana pati itu terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin. Tepung
tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin. Perbandingan amilosa dan
amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati.
Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya,
maka pati cenderung menyerap air lebih banyak (Tjokroadikusoemo, 1986).
Menurut Matz (1984) gelatinisasi suhu berkisar antara 58,8
o
C 70
o
C. Pati
dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku,
sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya yang rendah akan membentuk gel
yang kaku.
78

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Proses gelatinisasi terjadi karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi
untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas pati
menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan
masuk ke dalam medium. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -
glikosidik. Setiap pati tidak sama sifatnya tergantung dari rantai C-nya, serta apakah
lurus atau bercabang rantai molekulnya (Greenwood, 1979).
Hal inilah yang menyebabkan didapatkannya berbagai macam perbedaan
pada tingkat kekeruhan dan cepat lambatnya tingkat terbentuknya endapan pada
berbagai macam tepung yang dicampur dengan aquades.























79

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang diperoleh praktikan dapat disimpulkan bahwa :
1. Tepung beras memiliki kecepatan endapan yang relatif tinggi jika dibandingkan
dengan tepung terigu, tepung ketan, dan tepung tapioka. Sedangkan tepung terigu
mengalami pengendapan yang lambat.
2. Tingkat kekeruhan yang paling tinggi terdapat pada tepung terigu dibandingkan
dengan tepung beras, tepung ketan, dan tepung tapioka. Sedangkan tepung beras
memiliki tingkat kekeruhan yang paling rendah.
3. Di dalam tepung terigu, tepung ketan, tepung beras, dan tepung tapioka terdapat
kandungan pati yang berbeda, hal ini dapat dilihat pada tingkat kekeruhan tepung-
tepung tersebut.
4. Proses gelatinisasi terjadi pada tepung ketan berupa gel dan bersifat lengket.
5. Pada tepung terigu terdapat protein yang berupa prolamin dan glutelin yang jika
ditambah air akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum karbohidrat IV ini adalah :
1. Harus teliti dalam mengukur berat tepung yang akan di uji kadar patinya.
2. Dalam membedakan tingkat kekeruhan keempat jenis tepung harus dilihat secara
teliti, begitu juga dengan kecepatan endapan keempat jenis tepung.
3. Pratikan diharapkan telah menguasai semua materi dan cara kerja agar nantinya
lebih mudah memahami proses-proses yang terjadi pada bahan selama pratikum.






80

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

DAFTAR PUSTAKA
Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag:Berlin.
Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. Diakses tanggal 8 Desember 2011
Dennis, S. C. and Noakes, T. D. 1993. Exercise : Muscle, In Encyclopedia Of
Food Science, Food Technology & Nutrition, Academic Press.
Eliasson, A.C. 1996. Carbohydrates in Foods. University of Lund: Swedia.
Estiasih, T., 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro, 1979, Carbohydrates, Di dalam R.J. Priestley, ed.
Effects of Heat on Foodstufs, Applied Science Publ. Ltd:London.
Hartati, N dan Prana, T. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung. UNRI :
Riau
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch
with retention of the granular structure: Review. J.Agric. Food Chem. 46(8):
28952905.
Koswara S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. http://ebookpangan.net. (diakses pada
tanggal 8 Desember 2011).
Matz, S.A. 1984. Snack Food Technology. The AVI Publishing.Co: Westport,
Connecticut.
Muchtadi, D; Palupi, D; Astawan, N.S., dkk.,1992. Enzim Dalam Industri Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi PAU IPB. Bogor.
Oates, C.G. 1997. Towards an understanding of starch granule structure and
hydrolysis. Review. Trends Food Sci. Technol. 8: 375 382.
Rindit, Pambaylun, dkk. 1998. Laporan Penelitian : Mempelajari Hidrolisis Pati
Gadung (Dioscoreahispida Dernst) dengan Enzim -amilase dan Gluko
amilase untuk Pembuatan Sirup Glukosa. Fakultas Pertanian UNSRI.
Palembang.

81

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Sediaoetama, M.R. 1989. Karbohidrat bagi Makhluk Hidup. Bumi Aksara : Jakarta.
Subekti, D., 2007. Maltodekstrin. http://dudimuseind.blogspot.com/2008/03
/dextrose-equivalent.html; (diakses pada tanggal 8 Desembet 2011).
Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta : UGM.
Tjokroadikusoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia:
Jakarta.
Tranggono, 1991. Kimia Pangan. Universitas Gajah Mada:Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia : Jakarta
Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press: Boca
Raton, Florida.







82

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

LAMPIRAN


Gambar 1. 4 buah tabung reaksi yang berisi larutan masing-masing tepung yang telah
ditambahkan dengan aquades

You might also like