birokrasi street level bureaucracy.............................................................................................................................................
birokrasi street level bureaucracy.............................................................................................................................................
birokrasi street level bureaucracy.............................................................................................................................................
Rasionalitas dan efsiensi adalah dua hal yang sangat ditekankan oleh Weber.
Rasionalitas harus melekat dalam tindakan birokratik, dan bertujuan ingin
menghasilkan efsiensi yang tinggi. Menurut Miftah Thoha (2003!"#, kaitan keduanya bisa dila$ak dari kondisi sosial budaya ketika Weber masih hidu% dan mengembangkan %emikirannya. &ata kun$i dalam rasionalisasi birokrasi ialah men$i%takan efsiensi dan %roduktiftas yang tinggi tidak hanya melalui rasio yang seimbang antara 'olume %ekerjaan dengan jumlah %ega(ai yang %rofesional teta%i juga melalui %engunaan anggaran, %engunaan sarana, %enga(asan, dan %elayanan ke%ada masyarakat. &alau ditelisik, konse% rasionalitas dan efsiensi yang membingkai dalam ramuan birokrasi adalah susunan hirarki, di mana ukurannya tergantung kebutuhan %ada masing)masing *aman. +aman kita sangat berbeda dengan *aman yang tengah terjadi %ada saat Weber masih hidu%. &asus)kasus dalam jurnal ini menunjukkan bah(a bukti em%iris tentang %enera%an ,teori %ilihan %ublik- da%at ter%enuhi manakala hasil %enera%annya %ada ,kelom%ok ke%entingan- terbukti. .amun yang menjadi %ertanyaan besar adalah /ublik yang mana0 1ari bebera%a kasus ditunjukkan bah(a ,%ublik- dari kelom%ok %emenang, mayoritas, %enguasa dan %engusaha- tak satu%un menunjukkan bah(a ,%ublik- itu %ada ke%entingan umum, yaitu ke%entingan dari sebagian besar masyarakat atau kaum buruh yang ter(akilinya. 2ntuk lebih jelasnya akan dibeberkan kasus)kasus sebagai berikut. 3oba kita menyimak %eristi(a nyata yang sangat %elik dan meru%akan kebijakan ,buah simalakama- %erubahan kenaikan harga 44M semasa %emerintahan 546 yang di mulai tahun 2007, dan bebera%a kenaikan di tahun berikutnya. 5ungguh sebuah ,%ilihan %ublik- dari %emikiran ekonomi %enguasa yang mem%erhitungkan anggaran negara dengan %erbandingan kenaikan harga minyak dunia. 8ksistensi u%aya mem%ertahankan keter%urukan negara dari %engaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi %ara %engusaha ke$il yang memakai 44M mau%un masyarakat 9ndonesia yang se$ara keseluruhan roda %erekonomiannya digerakkan oleh 44M. Mam%ukah memberikan subsidi silang ke%ada %ublik ,si miskin- lebih banyak. :al ini juga mem%er%anjang diskursus tentang %en$abutan subsidi bagi masyarakat ,ke%entingan %ublik- sam%ai saat ini. 5ungguh sulit kiranya mengkam%anyekan ,%ilihan %ublik- sam%ai bebera%a tahun mendatang, karena di negara maju%un di mana teori ini dikemukan tidak mam%u ter(ujud yang da%at memuaskan dan meningkatkan ke%uasaan ke%entingan %ublik se$ara umum. .amun hal yang menggembirakan ,%ilihan %ublik- da%at menjadi sebuah konse% idiologi yang mam%u men$erdas generasi bangsa tentang a%a yang benar dan salah dalam %raktik kebijakan %ublik, mau%un alasan)alasan %embenar dari diambilnya sebuah kebijakan. :al ini diakui oleh 1o(n, /erlu adanya sebuah %erangkat sistemik yang mam%u mengeliminir kebijakan yang ber%ihak %ada lembaga birokrasi ketimbang rakyat banyak , se%erti yang disam%aikan oleh 1o(n (dalam ;di 5asono, 200< 20"# bah(a %aradigma public choice, diangga% mam%u memagari ke$endrungan %sikologis %ara birokrat yang lebih melayani dirinya sendiri ketimbang melayani ke%entingan umum. 1isam%ing itu %enem%atan %orsi yang besar %ada sektor ,%ilihan %ublik- menghasilkan ,inefsiensi- %enyelenggaraan negara. 5ebagai kasus yang lain da%at ditam%ilkan di 9ndonesia adalah %emilihan umum se$ara langsung, yang memberi kesem%atan %ada setia% indi'idu (arga negara untuk memaksimalkan %ilihannya dalam sebuah arena %olitik. /erhelatan %olitik menyedot %erhatian dan anggaran yang $uku% besar %ada setia% indi'idu yang terlibat. Menurut analisis %enulis ada bebera%a %otensi %emborosan dalam %enyelenggaraan %emilu. Pertama, anggaran %emerintah melalui ;/4. yang terdistribusi %ada sektor birokrasi dari tingkat %usat sam%ai %ada di tingkat 1esa dan %ada %enyelenggara %emilu dari &/2 %usat sam%ai %ada //5 ditingkat desa, bahkan sam%ai ke T/5. 5ungguh dari sisi (aktu dan anggaran yang terlibat untuk memenuhi ,%ilihan %ublik- sangat luar biasa, dimana %emilihan tidak diselenggarakan se$ara serem%ak, terjadinya di berbagai lini dari %emilhan legislati% (1/1, 1/R, 1/R1 /ro'insi, 1/R1 &abu%aten=&ota#, /residen, >ubernur, 4u%ati=Wali &ota, &e%ala 1esa yang tidak sedikit menghabiskan anggaran, seakan)akan negara ini hanya mengerjakan %emilihan umum. Kedua biaya kandidat atau ,%ubli$ interest- $uku% ber'ariasi dan besar. Masing)masing kelom%ok atau indi'idu memaksimalkan ke%entingan untuk menjadi yang terbaik dan ter%ilih memerlukan $ost yang tinggi. Ketiga yang mem%erihatinkan adalah terjadi %engorbanan ke%entingan umum, yaitu masyarakat 9ndonesia baik se$ara langsung mau%un tidak langsung. 5e$ara langsung banyak terjadi kom%lik horinsontal diantara %ara konstituen, %erusakan, intimidasi dan amuk masa se%erti yang terjadi tahun 200" di 4ali, %ertimbangan birokrasi %emerintah yang diletakkan %ada (ilayah %asar ,%ublik- memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menghakimi keberadaan sebuah institusi yang tidak da%at melayani tuntutan %asar. 5e$ara tidak langsung seringnya %emilihan dari tingkat desa sam%ai ke tingkat %usat mengorbankan (aktu kerja masyarakat miskin, dan kadang juga biaya tran%ort dan konsumsi menuju ke T/5. ?alu kemudian kita %erhada%kan %ada %ertanyaan, ;%akah hasil dari %emilihan langsung ini, da%at memuaskan semua ke%entingan0.. %erlu diingat ,di atas ke%entingan masih ada ke%entingan lain yang lebih kuat- /enem%atan %ada %emuasan ke%entingan indi'idu melalui ,%ilihan %ublik- memiliki dam%ak %ositif dan negatif, se$ara kenyataan lebih bernuansa normatif idiologis sebagai ukuran alat untuk mengakaji a%a yang benar dan a%a yang salah dari dilaksanakannya %ilihan %ublik, baik dalam tataran kebijakan negara mau%un yang melandasi sebuah %ilihan yang dilakukan oleh indi'idu. &arena se$ara tera%an ,%ilihan %ublik- tidak bisa menjamin se$ara benar)benar da%at memberikan %en$erahan yang ber%ihak %ada ,ke%entingan %ublik- atau keinginan dari sebagian besar ,the voter- %ada %raktik kenegaraan. 1ari bebera%a kasus ditemukan %er$aturan %olitik melalui ,kebijakan %ublik- lebih mengede%ankan ke%entingan kelom%ok tertentu (%enguasa# atau ideologi ,jargon- %olitik yang di%erjuangkan oleh kelom%ok tertentu yang berke%entingan untuk mem%eroleh sim%ati dan kemenangannya di masa mendatang, ketimbang %ada ,%ilihan %ublik- yang sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan ke%entingan umum. .amun demikian kita tidak %erlu ke$e(a, karena karena kehadiran ,teori %ilihan %ublik- da%at menjadikan kerangka landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang mementingkan diri sendiri greed of a selfsh power, yang nantinya akan di%erhada%kan %ada kekuasaan yang lebih besar ,%ilihan %ublik rakyat (public choice of the people#- yang telah menjadi $erdas oleh jasa teori ,public choice-. Sudah cukup banyak studi yang membahas mengenai bureaucracy dilakukan, dimana sepakat bahwa yang menjadi purpose goals adalah efisiensi 2 dan efektiftas, dimana kedua hal ini adalah hasil dari rasionalitas. 5ehingga tidak jarang birokrasi memegang %eranan yang sangat strategis dalam kehidu%an bernegara dan semua aktiftas)aktiftas negara termasuk di dalamnya %roses)%roses %embangunan akan selalu menggunakan instrumen birokrasi sebagai alat utama im%lementasinya. 1e(asa ini mun$ul konse% governance yang dita(arkan begitu menggairahkan dan menarik sehingga didekati dan digunakan di banyak negara, (alau%un sam%ai saat ini banyak kalangan mulai mem%ertanyakan tentang hidden agenda yang mun$ul dari -%emaksaan- %enggunaan konse% governance di negara)negara yang sedang berkembang, se%erti a%a yang disam%aikan oleh /ratikno, 2>M, 2007. /ada a(alnya konse% governance mengharuskan adanya kesetaraan antara %ilar) %ilarnya yakni kesamaan %eran antara state, civil society, dan s(asta, bukan dalam kerangka berusaha untuk saling mendominasi antar satu %ihak ke %ihak lain, misalnya negara lebih mendominasi %ihak %engusaha atau sebaliknya se%erti yang terjadi sekarang ini, %ara %elaku ekonomi sangat ,intens- dalam semua kegiatan, dan logika ekonomi sudah menjadi logika negara dalam bertindak. @ikalau kita %ertentangkan antara judul tulisan ini, bureaucracy for social equity dengan konse% governance maka akan terjadi friksi yang sangat tajam antara dua konse% disini, dimana konse% birokrasi yang ber%ihak %ada (arga negara sedangkan konse% governance menghendaki adanya kesetaraan %eran antara negara, civil society dan s(asta. 5ungguh sebuah konse% yang sulit untuk men$ari titik temu diantara keduanya terutama dari ke%entingan)ke%entingan yang bermain, jika birokrasi (sebagai keter(akilan negara# itu lebih mementingkan masyarakat berarti konse% governance telah dilanggar, namun jika menganut konse% governance maka idealitas dari bureaucracy for social equity tidak akan ter(ujud. Gouldner (1955 menyampaikan bawah birokrasi seringkali dibarengi dengan kekuasaan! Suatu ketika eksekutif birokrasi juga "berpolitik", artinya menggunakan peran#peran politik dalam pelaksanaan kebijakannya! $elalui kekuasaan ini para pejabat dapat mengatur bawahan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, dalam lingkup yang lebih luas birokrasi akan mempunyai "kekuasaan" guna mengendalikan arah kebijakan suatu negara, pengalaman ini terjadi di banyak negara dunia ketiga bahkan di negara maju sekalipun! $ungkinkan birokrasi di %ndonesia menjadi birokrasi yang berbasis pada keadilan sosial Bureaucracy for Social Equity? Sebuah pertanyaan yang perlu pemikiran yang mendalam sebelum menjawabnya! &erlebih lagi saat ini konsep governance yang bisa dikatakan sudah menghegemoni semua lini#lini kehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam pemerintahan, begitu mengagung#agungkan governance, jika tidak memuat hal tersebut dikatakan ketinggalan jaman, padahal apabila dipahami lebih dalam governance bukannya tanpa cela, tanpa cacat, walaupun konsep tersebut ditambah embel#embel menjadi good governance, tidak menjadikan itu konsep yang tanpa cela! 'alau boleh mencoba untuk menjawab pertanyaan besar tadi adalah dengan optimistik, penulis memberanikan diri untuk menjawab (irokrasi %ndonesia bisa menjadikan Bureaucracy for Social Equity, ) (alau%un itu membutuhkan kerja keras dari semua stakeholders yang ada, semua harus dikembalikan ke%ada purpose a(al dari fungsi birokrasi yakni melayani (arga negara. 4irokrasi yang ber%ihak ke%ada rakyat bukanlah hal yang salah, justru birokrasi yang ber%ihak %ada %enguasa (the state# atau %ada %engusaha adalah salah. *ratikno menyampaikan bahwa saat ini governance yang terjadi di %ndonesia tidak seperti yang diharapkan, artinya konsep governance yang diterapkan %ndonesia saat ini telah mengalami pergeseran peran, ada pilar yang telah mendominasi pilar lain, sehingga kesetaraan ketiga pilar governance ini tidak terjadi di %ndonesia! (eliau menjelaskan bahwa saat ini para pelaku ekonomi global sudah masuk ke dalam peran#peran kenegaraan! $isalkan dengan memasukan economic mainstrame ke dalam kehidupan bernegara, sehingga sekarang ini negara digerakkan oleh logika ekonomi, bukan lagi logika keadilan! Sedangkan di tingkat nasional, sudah banyak para pengusaha yang masuk ke politik sebagai salah satu akses masuk ke pemerintahan dan menanamkan pikiran#pikiran logika ekonomi untuk digunakan sebagai logika pemerintahan! 'ondisi ini terus terjadi dan value telah menggerogoti the state agar lebih pro kepada pasar atau market oriented, bukan pada social oriented dimana itu adalah salah satu +ariabel dari social equity. %ni adalah bentuk dari keberpihakan negara kepada para pelaku pasar, dalam posisi seperti ini dapat diketahui bahwa governance tidak berjalan sesuai koridornya! *ada kondisi seperti inilah dibutuhkan adanya affirmative action dari pemerintah untuk kalangan masyarakat yang tidak mampu dan tidak berdaya, sekali lagi ini akan keluar dari konteks governance, namun jika kita menghendaki adanya birokrasi yang mencoba untuk mencari keadilan sosial maka, affirmative action adalah salah satu pilihan yang bisa dilakukan untuk mewujudkan tujuan itu! , Aaktor lain yang bisa menjadi instrumen guna usaha me(ujudkan Bureaucracy for ocial !quity adalah faktor Bureaucracy !thics" 8tika birokrasi yang selama ini ada dan terjadi adalah etika hirarkhi, dimana ketaatan birokrasi ke%ada %erintah atasan, (alau%un %erintah atau atasan itu salah, mala birokrasi teta% harus melaksanakannya, kalau boleh menganalogikan se%erti di dalam militer, etika komando, jika di%erintahkan membunuh, %rajurit akan teta% membunuh (alau%un tidak tahu duduk %ermasalahannya se$ara jelas, tan%a bisa mengatakan tidak. &etika kita ingin men$a%ai keadilan sosial, maka etika birokrasi se%erti ini harus dirubah, karena etika se%erti ini tidak men$erminkan social equity. >ambaran kata keadilan sosial adalah %enggambaran keadilan bagi seluruh masyarakat, atau dalam bahasa Arederi$son dimaknai citi#en, bagaimana menghasilkan birokrasi yang berlaku adil bagi seluruh (arga negara, bukan ber%ihak ke%ada negara dan s(asta, atau%un %ada civil society. .amun %eran birokrasi di%erlukan dalam kerangka membangun keadilan sosial yang di$ita) $itakan, karena %ada dasarnya keadilan sosial disini adalah keadilan untuk semua, termasuk di dalamnya negara, (arga negara mau%un s(asta termasuk didalamnya keadilan bagi birokrasi itu sendiri. Tem%atkan birokrasi %ada %eran dan fungsinya sehingga kesetaraan yang menjadi syarat utama dalam governance itu teta% terjaga. 5ehingga dengan kata lain etika birokrasi yang ber%edoman %ada hierarchy ethics digantikan dengan social equity ethics, dimana semangat)semangat keadilan melandasi birokrasi dalam bertindak atau dengan kata lain ketidakber%ihakan birokrasi ke%ada salah satu %ilar demokrasi, sehingga orientasinya %ada masyarakat umum ((arga negara# bukan berorientasi %ada salah satu %ihak bahkan tidak boleh berorientasi %ada kekuasaan. Bleh karena itu, ta(aran dari %enulis adalah dengan meredefsikan kembali konse% governance yang sudah ada dengan memasukkan %rasyarat social equity. /enulis men$oba untuk meredefnisi kom%osisi dan meredefnisi %eran dari masing)masing %ilar governance, yakni dengan a%a yang disebut dengan konse% neo governance, ham%ir sama dengan defnisi governance sebelumnya hanya saja %eran negara di%e$ah, yang dalam konse% a(al adalah menjadi satu kesatuan dengan birokrasi, birokrasi berdiri sendiri dengan isu sentralnya netralitas, birokrasi dalam %osisi menyediakan layanan baik ke%ada negara, (arga negara (citi#en# mau%un ke%ada kalangan s(asta, sehingga %ilar governance menjadi C %ilar, yakni negara, birokrasi, civil society dan s(asta. 4irokrasi harus mam%u melaksanakan fungsi yang di$itrakan oleh :egel (Mou*elis, !"D7#, yaitu birokrasi sebagai mediating agent antara ke%entingan)ke%entingan khusus dengan ke%entingan nasional, menjembatani civil society yang men$erminkan berbagai ke%entingan khusus, dan the state yang men$erminkan general interest. 9nilah yang dikenal dengan fungsi integratif birokrasi. &etika fungsi ini berjalan maka bukan tidak mungkin bureaucracy for social equity bukan hanya sebuah konse% belaka, namun semua kenyataan yang segera terrealisasi, dengan $ara dengan menera%kan konse% neo governance. /enulis adalah &etua /rogram 5tudi 9lmu ;dministrasi .egara A959/ 2ntirta