You are on page 1of 10

Proses Kimia Ramah Lingkungan

ISSN 1410-9891

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Karakterisasi, Desulfurisasi Dan Deashing Batubara Pattukku
Secara Flotasi (Efek Waktu Dan Dimensi Kolom)

Mandasini dan Andi Aladin
J urusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia
J l. Urip Sumoharjo Km-5, Kampus II UMI, Makassar
Email: addin6603@yahoo.com


ABSTRAK
Batubara merupakan bahan bakar fosil yang kaya dengan kandungan karbon, dapat
dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak bumi dan gas alam yang sudah
semakin menipis. Cadangan batubara Sulawesi cukup besar, namun hingga saat ini belum
banyak dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar sebab kandungan sulfurnya dan abunya relatif
tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan alat pembakaran dan menimbulkan pencemaran
lingkungan. Berdasarkan permasalahan ini maka dilakukan penelitian Desulfurisasi dan
Deashing Batubara Pattukku Secara Flotasi.
Penelitian desulfurisasi batubara Pattukku (Sulawesi Selatan) dilakukan pada kolom
flotasi dilengkapi kompressor dan rotameter. Analisis batubara meliputi analisis proximate,
ultimate dan pengukuran kalor dilakukan dengan mengikuti prosedur ASTM Standar. Dicari
kondisi flotasi optimum yaitu waktu dan dimensi kolom yang memberikan recovery sulfur
maksimum.
Diperoleh dua variabel optimum yaitu waktu flotasi optimum 60 menit dan dimensi
kolom optimum 21 yang dapat mereduksi sulfur dari 3,71 menjadi 1,65% (recovery sulfur
maksimum 56%) dan mereduksi abu dari 14,55 menjadi 10,05%. Demikian juga terjadi
peningkatan nilai karbon tetap dari 40,31 menjadi 45,34% sehingga nilai kalor batubara hasil
flotasi relatif dapat dipertahankan sebesar 5175 kkal/kg.

Kata kunci: batubara, desulfurisasi, deashing, flotasi

ABSTRACT
Coal is a fossil fuel rich with carbon content, it can be used an alternative fuel to
replace refined fuel oil and natural gas which are decreased day by day. Coal reserve in
Sulawesi is very large, but it has not been utilized greatly as fuel due to its relatively high
sulphur and high ash content which can cause a damage in combustor and pollution. Based on
this problem, a research on desulphurization of Sulawesi Coal by flotation methode.
The research on desulphurization of Sulawesi Coal (in Pattukku) was conducted in a
flotation column. It was completed with compressor and a rotameter. The analysis of coal
included proximate and ultimate analysis and calor measurement were conducted by following
ASTM Standard procedure. The optimum flotation condition wanted are fine, time and column
dimension which provide maximum sulphur recovery.
There are two kinds of optimum variables obtained, they are optimum flotation time is
60 minutes and optimum column dimension is 21 which are able to reduce sulphur from 3.71 to
1.65% and to reduce ash from 14.55 to 10.05%. There is also an increase of fixed carbon from
40.31 to 45.34% so the caloric value flotation result coal can relatively be mainteined tobe
5175 kcal/kg.

keywords: coal, desulphurization, deashing, flotation





Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Pendahuluan
Latar Belakang
Batubara (coal) dengan komposisi utama karbon, hidrogen dan oksigen merupakan sedimen
batuan organik yang mudah terbakar. Dewasa ini batubara menjadi salah satu bahan bakar fosil yang
banyak digunakan setelah minyak dan gas. Hal ini sangat beralasan karena di samping harganya relatif
murah, menurut perkiraan Assosiasi Batubara Kanada bahwa cadangan batubara sebagai bahan bakar fosil
menempati peringkat pertama di dunia yaitu mencapai 91%, sementara gas hanya 5% dan sisanya minyak
sekitar 4%. Sumber lain menunjukkan bahwa jumlah cadangan dunia diperkirakan mencapai 1.062
miliar ton, cukup untuk komsumsi dunia selama 230 tahun berdasarkan tingkat produksi tahun 1999.
Sebagai perbandingan cadangan minyak dunia hanya cukup untuk komsumsi 45 tahun, sedangkan gas
akan habis dalam waktu 70 tahun (http://www.coal.ca; Departemen Energi & Sumber Daya Mineral, 1999).
Di Indonesia cadangan batubara sekitar 38,8 milyar ton, tersebar di beberapa pulau, temasuk
Sulawesi batubara terkonsentrasi di propinsi Sulawesi Selatan, tergolong tiga besar daerah yang
mengandung cadangan batubara di Indonesia setelah Kalimantan dan Sumatra (Soyartono dan Indria B. ,
2000). Namun sayangnya kualitas batubara asal Sulawesi relatif rendah, hingga saat ini belum dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar di industri sebab kandungan sulfur relatif tinggi yaitu 2-4%. Kadar
sulfur di atas 1% dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan alat, serta dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan. Demikian pula kadar abunya relatif tinggi (10-17%), dimana jika kadar abu
tersebut dapat direduksi maka nilai kalor batubara dapat ditingkatkan (Dinas Pertambangan dan Energi
Propensi Sulawesi-Selatan, 2001).
Dalam usaha meningkatkan kualitas batubara, termasuk menurunkan kadar sulfurnya untuk
menuju Teknologi Batubara Bersih (TBB), maka berbagai teknologi desulfurisasi telah/sedang
dikembangkan, di antaranya dengan metode flotasi. Metode flotasi terbukti efektif untuk menurunkan
kandungan sulfur batubara Turki yang juga memiliki problem kandungan sulfur tinggi (berkisar 3-12%)
(Demirbas, A. 2002). Desulfurisasi dengan metode flotasi sekaligus dapat mereduksi kandungan abu
batubara (Mandasini dkk, 2003). Dalam penelitian ini bertujuan untuk desulfurisasi (dan deashing )
batubara Pattukku sebagai salah satu daerah ex tambang batubara di Sulawesi Selatan dengan metode
flotasi. Akan dipelajari efek waktu flotasi dan dimensi kolom flotasi. Manfaat penelitian ini bagi ilmu
pengetahuan, berupa pemahaman fenomena dan mekanisme desulfurisasi dan deashing batubara secara
flotasi. Melengkapi data pustaka tentang kondisi operasi flotasi optimum (waktu flotasi dan dimensi kolom
flotasi). Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam hal
meningkatkan nilai ekonomis hasil tambang batubara, mengatasi ancaman krisis sumber energi dan bahan
bakar minyak dan gas alam, mengatasi ancaman pencemaran sulfur pada lingkungan.

Tinjauan Umum Batubara
Batubara (coal) adalah sedimen batuan organik yang mudah terbakar (dengan komposisi utama
karbon, hidrogen dan oksigen), terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan selama periode waktu yang panjang
(puluhan sampai ratusan juta tahun). Sisa-sisa tumbuhan dapat berasal antara lain dari lumut, ganggang,
kayu, buah dan dedaunan yang merupakan sumber senyawa organik (sellulosa, karbohidrat, lignin, protein
dan lemak). Selain terbentuk dari senyawa organik, juga disertai senyawa anorganik terutama unsur
mineral yang berasal dari lempung, pasir kuarsa, batu kapur dan sebagainya. Akibat pengaruh tekanan dan
mikroba disertai beberapa peristiwa kimia dan fisika ataupun keadaan geologi, sisa-sisa tumbuhan ini akan
hancur, menggumpal, bersatu dengan yang lain sedemikian rupa yang akhirnya membentuk lapisan-lapisan
batubara. (http://ww.wci-coal.com, 2003; Krevelen, 1993 ).
Saat ini batubara merupakan sumber energi kedua terbesar (27%) bagi kebutuhan energi primer
dunia, sedikit di bawah minyak (30%). Namun dari segi ketersediaan (cadangan), batubara merupakan
sumber daya energi dengan jumlah cadangan terbesar, mendominasi cadangan bahan bakar minyak dan gas.
Menurut Assosiasi Batubara Kanada, di antara tiga bahan bakar fosil dunia, cadangan batubara dunia
sebesar 91 %, sementara gas hanya sebesar 5 % dan minyak 4% (gambar-1). Demikian besarnya cadangan
batubara tersebut seolah menyaingi sumber energi matahari, maka sering disebut dengan istilah buried
sunshine (http://www.coal.ca).



Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Batubara sebagai bahan bakar telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan, antara lain
untuk pemakaian sahari-hari (skala kecil) dalam dapur-dapur pemanas dan rumah tangga, dalam industri
furnace, coking dan pembuatan gas. Sedangkan pemakaian batubara sebagai pembangkit tenaga telah
digunakan untuk penggerak mesin kapal, kereta api, listrik dan lain-lain. Secara statistik, kini sekitar 70 %
produksi batubara dunia digunakan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, inipun baru memenuhi
sekitar 40% kebutuhan pembangkit tenaga listrik. Sekitar 12% digunakan sebagai coke untuk keperluan
70% produksi baja. Sisanya sekitar 18% produksi batubara dunia digunakan untuk keperluan di berbagai
industri (seperti industri semen) dan domestik (http://www.coal.ca; Kartasasmita, 1992 ).
Cadangan batubara di Indonesia sekitar 38,8 milyar ton, tersebar di beberapa pulau Kalimantan
(21,2 milyar ton), Sumatra (17,5 milyar ton), Sulawesi (0,1 milyar ton), Irian J aya (0,03 milyar ton) dan
J awa (0,003 milyar ton). Batubara Sulawesi terkonsentrasi di propinsi Sulawesi Selatan, termasuk tiga
besar sumber batubara di Indoensia setelah Kalimantan dan Sumatra (Soyartono dan Indria; 2000). Total
cadangan batubara Sulawesi Selatan 40,4 juta ton tersebar di beberapa daerah kabupaten (Dinas
Pertambangan & Energi Sul-Sel, 2001).
Kualitas batubara Indonesia hanya sebagian kecil termasuk kategori kualitas sedang-tinggi yaitu
berupa sub-bituminous (26,63%) dan bituminous (14,38%), kualitas tinggi berupa antrasit (0,36). Sisanya
sebagian besar masih tergolong batubara mudah dengan kualitas rendah, yaitu berupa lignite (58,6%)
(Soyartono dan Indria B.,2000). Kualitas batubara asal Sulawesi Selatan tergolong rendah, sebab
kandungan sulfur dan abu relatif tinggi, namun kalornya relatif tinggi, yaitu menghampiri 7000 kkal/kg,
dapat dipertimbangkan dijadikan sumber energi alternatif.
Teknologi Desulfurisasi Batubara
Pada prinsipnya proses desulfurisasi batubara dalam peruntukannya sebagai bahan bakar dapat
dilakukan berdasarkan fasenya yaitu fase sebelum pembakaran (pre combustion treatment), fase pada saat
proses pembakaran (combustion treatment) atau fase setelah proses pembakaran (post combustion
treatment). Ketiga fase desulfurisasi ini dilakukan secara keseluruhan jika memang dianggap perlu.
Beberapa teknologi desulfurisasi batubara secara fisika yang saat ini telah diterapkan dan sedang
dikembangkan antara lain Desulfurisasi dengan metode flotasi, Desulfurisasi batubara dengan selektif
flokulasi dan Magnetic separation. Sedangkan desulfurisasi batubara secara kimia antara lain
desulfurisasi dengan menggunakan : etanol, oksidasi selektif, asam sulfonat triflorometan (TFMS),
larutan barium klorida, dan menggunakan larutan Besi Sulfat (Demirbas, A., 2002).
Desulfurisasi secara kimia menggunakan pereaksi besi sulfat cukup efektif untuk mengurangi
kadar sulfur khususnya sulfur anorganik (pirit) dalam batubara. Keuntungan proses ini adalah larutan
Fe
2
(SO
4
)
3
memungkinkan direcovery untuk didaur ulang sehingga bisa menghemat biaya produksi, tetapi
laju reaksinya relatif lambat pada suhu kamar (Aladin, dkk, 2002).

Desulfurisasi Secara Flotasi
Pada penelitian ini di samping penurunan sulfur (desulfurisasi) sebagai tujuan utama penelitian,
penurunan kadar abu (deashing) dalam batubara perlu pula mendapat perhatian, sebab kandungan abu ini
berpengaruh terhadap nilai kalor batubara yang bersangkutan. Makin rendah kandungan abu dalam
batubara maka makin tinggi nilai kalornya (Peele and Chrush, 1941). Flotasi merupakan metode fisika
yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini sebab di samping cukup efektif dalam pemisahan sulfur
dari batubara (Demirbas, A., 2002), metode flotasi sekaligus dapat menurunkan kadar abu batubara
tersebut (Mandasini dan Aladin, 2003).
Flotasi berlangsung pada suatu sistem yang terdiri dari partikel berukuran halus, air, udara dan
beberapa pereaksi kimia (kolektor). Keempat komponen tersebut saling berinteraksi baik secara fisik
maupun secara kimia sedemikian rupa sehingga terjadi pemisahan antara komponen hidrofobik (anti air)
dan komponen hidrofilik (suka air). Biasanya komponen hidrofobik densitasnya lebih rendah dari
komponen hidrofilik sehingga komponen ini cenderung terapung, sementara koponen hidrofilik akan
berada di bagian bawah. Dalam sistem flotasi, partikel berukuran halus yang bersifat hidrofobik atau dibuat
hidrofobik oleh kolektor dapat menempel di permukaan gelembung-gelembung udara yang sengaja
diciptakan, sehingga dengan demikian partikel halus tersebut akan lebih mudah mengapung bersama media
gelembung udara (Mandasini dan Aladin, 2003).
Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4

Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada priode September 2004 s/d Februari 2005,
bertempat di laboratorium Operasi Teknik Kimia (OTK) Jurusan Teknik Kimia Fakuktas Teknologi
Industri UMI Makassar, sedangkan untuk keperluan karakterisasi batubara dan analisis hasil flotasi
dilaksanakan di laboratorium Pertambangan, Departemen Pertambangan Propinsi Sulawesi Selatan di
Makassar.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama dalam penelitian ini adalah batubara bersumber dari ex tambang batubara di desa
Mario/Pattukku, kabupaten Bone (Sulawesi Selatan). Hasil karakterisasi batubara ini yang telah dilakukan
oleh peneliti dalam penelitian sebelumnya disajikan dalam tabel-1(Aladin dkk; 2004). Bahan Bantu
berupa CPO yang berfungsi sebagai kolektor atau surfaktan dalam proses flotasi diperoleh dari daerah
Palopo, Sulawesi Selatan. Bahan-bahan kimia lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini diharapkan
diperoleh pada tempat penelitian, atau dari Toko kimia
Alat utama berupa kolom flotasi yang dilengkapi dengan alat pembangkit udara (kompressor) dan
tangki pengkondisian (gambar-1). Alat lainnya berupa alat spektrofotometer UV untuk analisis sulfur, alat
bom kalorimeter untuk analisis kalor. Semua alat yang dibutuhkan diharapkan diperoleh pada tempat
penelitian, kecuali kolom flotasi dirancang khsusus.

Perlakuan dan Pengamatan Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mereduksi sulfur dan abu batubara dilakukan dengan metode
flotasi, menggunakan kolektor/surfaktan CPO. Penelitian dilakukan dengan mengamati variable waktu dan
dimensi kolom flotasi. Pertama kali diamati variable waktu dengan membuat tetap variabel lainnya,
sehingga diperoleh waktu optimum. Kemudian diamati variabel dimensi kolom flotasi (LpD) dengan
bekerja pada waktu optimum dan vriabel lainnya dibuat tetap, sehingga diperoleh LpD optimum.


Tabel-1: Karakteristik Batubara Asal Sulawesi
Parameter Nilai
Sulfur-total (%) 3,71
Sulfur-anorganik (%) : 2,48
a. Sulfur-sulfat (%) 0,71
b. Sulfur-pirit (%) 1,77
Sulfur-organik (%) 1,23
Zat terbang (%) 37,22
Abu (%) 14,55
Air lembab (%) 7,92
Karbon tetap (%) 40,31
Nilai Kalor (kkal/kg) 5190
Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Sumber: Laporan Hibah-Pekerti II/1; Aladin dkk, 2004


Gambar-1: Skema Alat Flotasi Untuk Desulfurisasi Batubara


Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan tiga variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap
desulfurisasi batubara sacara flotasi, yaitu :
1. Pengamatan terhadap variabel waktu flotasi
2. Pengamatan terhadap variabel dimensi kolom flotasi
3. pH campuran slurry
Namun hanya dua variabel pertama yang disajikan dalam artikel ini


Keterangan Gambar :
1. tangki pengkondisian slurry batubara
2. pengaduk
3. pipa aliran slurry batubara masuk
kolom flotasi
4. pipa aliran air pencampur / pencuci
5. pipa aliran air bekas pencuci
6. pipa aliran tailling
7. pipa aliran udara masuk kolom flotasi
8. kolom flotasi
9. kompressor
10. alat ukur tekanan
11. rotameter
12. sparger udara
13. tangki penampung tailing dan air bekas
pencuci
keran aliran fluida/udara/slurry









5
3
4
6







8
13
1
2
12
11
=
=
=
=
=
-
-
-
-
-
-
-
-
-

10
9
PI
7
Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6

Jalan Penelitian
a. Preparasi dan Karakterisasi Bahan Batubara
Sampel bahan batubara yang diperoleh langsung dari daerah sumber, pertama kali dilakukan
peremukan dan penghalusan (pengayakan) sehingga diperoleh ukuran butiran batubara 80/100 mesh.
Sebagian sampel batubara ini dikarakterisasi meliputi analisis proximate (moisture, volatile matter, ash
dan fixed carbon), analisis ultimate (sulfur total) dan pengukuran nilai kalor serta bobot jenis. Metode
analisis ini mengikuti prosedur Standar the American Society for Testing and Materials (ASTM Standards,
1980).
b. Desulfurisasi Batubara dengan Variasi Waktu Flotasi
Ke dalam tangki pengkondisian dimasukkan air satu liter dan CPO 22,74 g (25 mL), kemudian
ditambahkan larutan 20 mL Na
2
CO
3
2M, dan diaduk (10 menit), pH campuran diatur hingga 6 dengan
penambahan larutan HCL 1 M. Selanjutnya dimasukkan 45,48 g bahan batubara 80/100 mesh, diencerkan
dengan air hingga volume campuran 13 liter sambil diaduk (10 menit), pH dicek dan diatur kembali
hingga tetap 6. Setelah campuran ini terkondisikan maka dialirkan (dituang) masuk ke dalam kolom flotasi.
Kompressor dihidupkan, udara dialirkan masuk kolom flotasi melalui sparger dengan skala rotameter tepat
pada angka 2 (setara dengan laju 1,22 liter/menit berdasarkan perhitungan kalibrasi) dan waktu hitungan
flotasi dimulai. Flotasi batubara dalam kolom dibiarkan berlangsung hingga waktu 10 menit, kemudian
dihentikan (aliran udara masuk kolom flotasi ditutup). Hasil flotasi batubara bagian atas kolom (produk top)
ditampung untuk dianalisis, kemudian kolom dibersihkan dan dengan prosedur yang sama flotasi diulangi
dengan variasi waktu flotasi yang lain (20, 30, 40, 60 dan 90 menit).
Masing-masing sample batubara hasil flotasi dengan berbagai variasi waktu tersebut dianalisis kadar
sulfur sisanya, kemudian dibuat grafik hubungan kadar sulfur sisa atau recovery sulfur batubara hasil flotasi
dengan waktu flotasi. Dari grafik tersebut dapat dibaca waktu optimum yang memberikan kadar sulfur
tertinggal minimum atau recovery sulfur maksimum.
c. Desulfurisasi Batubara dengan Variasi Dimensi Kolom Flotasi (LpD)
Berdasarkan waktu flotasi optimum yang telah diperoleh, maka prosedur (b) di atas diulangi
dengan melakukan variasi dimensi kolom (LpD 21, 19, 17, 15, 13 dan 11). Selanjutnya dibuat grafik
hubungan kadar sulfur tertinggal dalam batubara hasil flotasi dengan LpD. Dari grafik tersebut akan
nampak LpD optimum yang memberikan kadar sulfur tertinggal minimum.
d. Desulfurisasi Batubara Berdasarkan Dua Variabel Optimum
Berdasarkan waktu flotasi optimum dan dimensi kolom (LpD) optimum yang telah diperoleh,
maka prosedur flotasi (b) dilakukan sekali lagi. Batubara hasil flotasi ini dianalisis lengkap meliputi
analisis proximate, ultimate dan nilai kalor dengan mengikuti prosedur ASTM Standards, 1980.

Hasil Dan Pembahasan
Karakteristik Batubara Pattukku
Karakteristik batubara Pattukku seperti yang disajikan dalam table-7 di atas menunjukkan kualitas
yang tidak jauh beda dengan hasil analisis batubara pada umumnya di Sulawesi Selatan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Sulawesi Selatan (tabel-2). Batubara Pattukku termasuk kelas lignit.
Kandungan sulfur total batubara 3,71 % belum memenuhi syarat dipergunakan sebagai bahan bakar di
industri (maksimal 1%). Demikian pula kandungan abu sebesar 14,55% relatif tinggi, nilai ini juga belum
memenuhi syarat dipergunakan sebagai bahan bakar di industri yang menghendaki maksimal 10%.
(Sukandarrumidi, 1995).
Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas batubara Pettukku-Bone tergolong relatif rendah yang
tidak memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar di industri. Namun kualitas batubara
tersebut dapat ditingkatkan dengan cara desulfurisasi dan deashing.
Secara spesifik terlihat bahwa kandungan sulfur batubara Pattukku lebih banyak berupa sulfur
anorganik yaitu 2,48% dari sulfur total 3,71% terutama dalam bentuk sulfur pirit (FeS
2
), dibanding berupa
sulfur organik yaitu 1,23% dari sulfur total 3,71%. Berdasarkan karakteristik ini maka desulfurisasi
memungkinkan dilakukan secara fisika yang lebih ekonomis dibanding cara kimia.
Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Desulfurisasi Batubara Pattukku Secara Flotasi
a. Flotasi Sebagai Fungsi Waktu
Data hasil penelitian desulfurisasi batubara Pattukku secara flotasi dengan variasi waktu disajikan
dalam gambar-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desulfurisasi batubara meningkat dengan
bertambahnya waktu flotasi hingga menit ke-60. Hal ini disebabkan bahwa untuk pemisahan sulfur
(khususnya sulfur pirit) (yang bersifat hidrofilik) dari campuran bahan batubara (yang bersifat hidrofobik),
maka sulfur tersebut butuh waktu untuk kontak dengan media hidrofilik (air). Pada volume yang konstan,
dibutuhkan waktu yang secara kuantitatif berbanding lurus dengan jumlah sulfur dalam batubara, hingga
terjadi pemisahan sempurna atau maksimum.
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu (menit)
R
e
c
o
v
e
r
y

S
u
l
f
u
r

(
%
)

Gambar-2: Profil Recovery Sulfur Batubara Pattukku Sebagai Fungsi Waktu Flotasi
Variabel tetap: pH =6, LpD =19, =1,22 liter/menit, Rt = , d
p
=80/100 mesh
Setelah tercapai waktu tidak terhingga (60 menit) maka penambahan waktu flotasi tidak lagi
memberikan penambahan persen recovery sulfur yang signifikan. Hal ini disebabkan bahwa sejak waktu
60 menit, sulfur (pirit) dalam bahan batubara sudah semakin kritis atau sulfur (pirit) bebas yang ada dalam
bahan batubara yaitu sulfur yang dapat kontak bebas dengan media hidrofilik sudah (hampir) habis. Maka
dengan demikian disimpulkan bahwa waktu flotasi optimum adalah 60 menit untuk proses desulfurisasi
batubara Pattukku yang mampu menurunkan kadar sulfur dari 3,71 menjadi 1,69% atau recovery sulfur
total maksimum sebesar 55%.

b. Desulfurisasi Batubara Sebagai Fungsi Dimensi Kolom Flotasi
Data hasil penelitian desulfurisasi batubara Pattukku secara flotasi dengan variasi dimensi kolom
disajikan dalam gambar-3. Nampak bahwa persen recovery sulfur dari bahan batubara rata-rata meningkat
dengan meningkatnya ukuran dimensi kolom (walaupun dengan slope relatif kecil), dan dapat dianggap
linear pada range LpD 11-21. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa semakin besar nilai LpD yang berarti
kolom semakin tinggi (dalam penelitian ini diameter D dibuat tetap) maka semakin besar pengaruh tekanan
di dalam kolom. Akibatnya partikel sulfur (pirit) semakin mudah terpisah dari campuran bahan batubara
karena mendapat tekanan relatif lebih besar. Faktor lain bahwa semakin besar nilai LpD, semakin besar
volume kolom maka semakin besar waktu tinggal partikel pirit dalam campuran batubara untuk kontak
dengan komponen hidrofilik (air) sehingga semakin besar peluang partikel sulfur (pirit) tersebut untuk
berpisah
Dari penelitian ini (berdasarkan variabel waktu optimum 60 menit yang telah diperoleh
sebelumnya) ditetapkan dimensi kolom optimum 21 yang dapat menurunkan kadar sulfur dalam batubara
dari 3,71 menjadi 1,65% atau recovery sulfur maksimum 56%.

Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8

0
10
20
30
40
50
60
70
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Dimensi Kolom (LpD)
R
e
c
o
v
e
r
y

S
u
l
f
u
r

(
%
)

Gambar-3: Profil Recovery Sulfur Batubara Pattukku Sebagai Fungsi Dimensi Kolom
Variabel tetap: pH =6, t =60 menit, =1,22 liter/menit, Rt = , d
p
=80/100 mesh

c. Flotasi Batubara Berdasar Dua Variabel Optimum
Data terakhir pada run no 1 yang tersaji dalam table-9 di atas, merupakan hasil flotasi batubara
berdasarkan kedua kondisi optimum, yaitu :
1. waktu flotasi, t
opt
=60 menit
2. dimensi kolom, LpD
opt
=21
Pada kondisi tersebut, kadar sulfur batubara dapat direduksi dari 3,71 turun menjadi 1,65% atau recovery
sulfur 56% (gambar-4a), dengan relatif tetap mempertahankan nilai kalor batubara yang bersangkutan
(gambar-4b).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
S
u
l
f
u
r

t
o
t
a
l

(
%
)
Sebelum flotasi Setelah flotasi
a
4000
4200
4400
4600
4800
5000
5200
N
i
l
a
i

K
a
l
o
r
(
k
k
a
l
/
k
g
)
Sebelum flotasi Setelah flotasi
b

Gambar-4: Kadar Sulfur (a) dan Nilai Kalor (b) Batubara Sebelum dan Setelah Flotasi


Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
9
Karakteristik batubara Pattukku hasil flotasi berdasarkan kedua kondisi optimum tersebut di atas
disajikan dalam table-2. Dalam penelitian desulfurisasi batubara dengan metode flotasi ini menunjukkan
bahwa disamping kandungan sulfur dapat direduksi, kandungan abu juga turut tereduksi dari 14,55 turun
menjadi 10,05% atau recovery abu 31%. Reduksi abu (deashing) dapat terjadi dengan mekanismeseperti
desulfurisasi, komponen abu yang terdiri dari molekul-molekul anorganik seperti SiO
2
, Al
2
O
2
, Fe
2
O
3
,
CaO dan Na
2
O serupa dengan molekul pirit (FeS
2
), bersifat hidrofilik dan karenanya memungkinkan untuk
berpisah dari komponen hidrofobik (batubara) secara flotasi, (Davis, 2000).

Tabel-2: Karakteristik Batubara Pattukku Setelah Flotasi
Parameter Nilai
1. Sulfur-total (%) 1,65
2. Zat terbang (%) 35,66
3. Abu (%) 10,05
4. Air lembab (%) 8,95
5. Karbon tetap (%) 45,34
6. Nilai Kalor (kkal/kg) 5175

Kesimpulan
1. Dari penelitian desulfurisasi batubara Pattukku (daerah Bone, Sulawesi Selatan) secara flotasi
diperoleh dua kondisi variabel optimum yaitu waktu flotasi 60 menit dan dimensi kolom flotasi 21.
Pada kondisi ini telah mampu mereduksi sulfur total dari 3,71 turun menjadi 1,65% atau recovery
sulfur maksimum sebesar 56%.
2. Dalam flotasi batubara Pattuku, disamping dapat mereduksi kadar sulfur, juga mereduksi kadar abu
(ash) dari 14,55 menjadi 10,05% dan meningkatkan karbon tetap (fixed carbon) dari 40,31 menjadi
45,34% sehingga nilai kalor batubara hasil flotasi relatif dapat dipertahankan sebesar 5175 kkal/kg.
3. Kualitas batubara Pattukku hasil flotasi beradasarkan kedua kondisi variabel optimum, relatif terjadi
peningkatan dibanding sebelum flotasi, tetapi batubara tersebut belum dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif di industri (semen dan PLTU), terutama ditinjau dari kandungan sulfur yang
menghendaki maksimal 1% dan abu maksimal 10%. Disarankan penelitian lanjutan desulfurisasi untuk
mereduksi kadar sulfur hingga mencapai atau dibawah 1% dengan cara mengoptimasi variabel-
variabel flotasi yang lain (pH, laju alir udara, ratio campuran slurry, ukuran butiran batubara dan lain-
lain).


Daftar Pustaka
Aladin, A., Henny, A., dan Wiwin, S., 2002, Studi Kinetika Desulfurisasi Batubara Menggunakan
Besi(III) Sulfat, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia 2002, UI-J akarta.
Aladin, A., Mandasini, Wiyani, L., Roesyadi, A. dan Mahfud., 2004, Desulfurisasi Batubara Secara
Flotasi Menggunakan Kolektor Sabun Minyak Sawit, Laporan Penelitian Hibah PEKERTI II/1.
Cicek, B., Bilgesu, A.,Y., Senelt, M., A., and Pamuk, V., 1996, Desulphurization of Coals by Flash
Pyrolysis Followed by Magenetic Separation Journal of Fuel Processing Technology, Vol. 46,
pp. 133-142
Davis, W. T., 2000, Air Polution Engineering Manual, 2ed. John Willy & Sons, Inc, New York, pp.
191-198.
Demirbas, A., 2002, Demineralization and Desulphurization of Coals via Column Froth Flotation and
Different Methods, Journal of Energy Conversion & Management, Vol. 43, pp. 885-895.
Departemen Energi & Sumber Daya Mineral, 1999, Buku Tahunan Pertambangan dan Energi 1999;
Paradigma Baru Menyongsong Milenium III, pp. 19-20, 65-72, 105-110, 255-260.
Dasar-Dasar Teknik Kimia
ISSN 1410-9891
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
10
Dinas Pertambangan dan Energi Propensi Sulawesi-Selatan, 2001, Perencanaan Strategik (RENSTRA)
Tahun 2001-2005 , hal 21, 25, 41.
Kirk, R. E. dan D. F. Othmer, 1980, Encyclopedia of Chemical Technology, Third edition, Vol. 10,
Academic Press, New York, pp. 523-545.
Krevelen, D. W. V., 1993, Coal; Typology Physics Chemistry Constitution , Third edition,
Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.
Mandasini dan Andi Aladin , 2003, Desulfurisasi Batubara Secara Flotasi, Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Proses Kimia V, UI J akarta, (ISBN: 1410-9891)
Peele, R., and Church, J .A., 1941, Mining Engineers Handbook, Third edition, Vol II, J ohn Willy &
Sons Inc, pp. 39.30-39.31.
Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, ed. 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Suyartono and Indria, B., 2000, The Future of Coal and its Industry in Indonesia, Indonesian Mining
Journal, Vol. 6, October-2000, pp.78-85.
http://www.coal.ca 2004, (Website the Coal Association of Canada )
http://www.wci-coal.com 2004, (Website World Coal Institute )
http://www.iptek.net.id 2004, (Website Ilmu Pengetahuan dan Teknologi )

You might also like