You are on page 1of 4

Page 1(2) jakartapost *(Sketchy poll firms reported

to police )( Perusahaan jajak pendapat Samar dilaporkan ke polisi)


The Jakarta branch of the Indonesian Legal Aid and Human Rights Association (PBHI) has filed a report
with the National Police on the alleged misrepresentation of facts by four survey institutions in
connection to the 2014 presidential election quick-count results.

The watchdog accused the Strategic Development and Policy Research Center (Puskaptis), the National
Survey Institute (LSN), the Indonesian Research Center (IRC) and the Indonesian Votes Network (JSI)
which announced the victory of the Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ticket of public deception.

PBHI chairman Poltak Sinaga urged the pollsters to come clean about their methods.

These pollsters do not have good intentions [] There have been no apologies on their behalf, they
have not admitted their mistakes might endanger the country, Poltak said at National Police
headquarters in South Jakarta, on Saturday.

Poltak submitted recordings from several television stations showing that LSNs quick counts amounted
to more than 100 percent of the vote.

You cannot produce such numbers out of thin air. They [the pollsters] must immediately clarify to the
public the methodology used in their surveys to restore public calm, he said, declining to disclose
evidence on the other pollsters.

Seven pollsters such as Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), the Indonesian Survey Institute
(LSI), Indikator Politik, CSIS-Cyrus, Kompas and the Radio Republic of Indonesia (RRI), placed candidates
Joko Jokowi Widodo-Jusuf Kalla in the lead with an average of 52 percent of the vote, whereas rivals
Prabowo-Hatta garnered an average of 47 percent.

However, Puskaptis, JSI, IRC and the LSN declared that Prabowo-Hatta won by less than 1 to 4 percent.
Their results have led to public confusion as their track records have shown they are less credible than
those that announced Jokowis lead.

The Indonesian Association for Public Opinion Surveys (Persepi) previously declared that it would audit
the methodology used by seven of the 11 pollsters in light of the irregularities. The seven agencies
five favoring Jokowi and two favoring Prabowo are registered with the association.

Simon Tambunan, PBHIs advocacy division head, said the police report had nothing to do with
perceived biases.

If the differences are accountable, well accept them. Our concern is that their results are being used to
manipulate public perception, Simon said. If there is intention to deceive the public, then criminal
charges can be raised and tested by the police.

Puskaptis and IRC said they were ready to face an audit. We must be accountable to the public,
Puskaptis executive director Husin Yazid told a discussion on Saturday.

Dirga Ardiansa, a researcher at the University of Indonesia, said survey agencies should be transparent
about their methods.

We should be careful with groups providing surveys with a margin of error above 2 percent. This means
that each survey group takes samples from between 2,400 to 5,000 polling stations. If they would like to
be precise, they need to take samples from 9,400 polling stations to achieve a margin of error below 1
percent, he said.

LSI revealed it had gathered data from 2,000 polling stations while IRC and Puskaptis collected results
from 1,800 and 1,250 polling stations, respectively.

Former Supreme Court justice Asep Iwan Iriawan said broadcasting false information to the public was
criminal.

There is no room for error, especially with pollsters. Their professionalism is tied to their ability to
provide accurate numbers and figures, he said.

Asep said it did not matter whether the survey institutions recognized and corrected their errors.
Translate :

Cabang Jakarta dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) telah
mengajukan laporan dengan Polri terkait dugaan keliru fakta oleh empat lembaga survei sehubungan
dengan pemilihan presiden 2014 hasil quick-count.

Pengawas menuduh Kebijakan dan Pembangunan Strategis Research Center (Puskaptis), Lembaga Survei
Nasional (LSN), Pusat Penelitian Indonesia (IRC) dan Jaringan Suara Indonesia (JSI) - yang mengumumkan
kemenangan tiket Prabowo Subianto-Hatta Rajasa - penipuan publik.

Ketua PBHI Poltak Sinaga mendesak lembaga survei untuk berterus terang tentang metode mereka.

"Lembaga survei ini tidak memiliki niat baik [...] Ada tidak ada permintaan maaf atas nama mereka,
mereka tidak mengakui kesalahan mereka mungkin membahayakan negara," kata Poltak ke Mabes Polri
di Jakarta Selatan, Sabtu.

Poltak disampaikan rekaman dari beberapa stasiun televisi menunjukkan bahwa penghitungan cepat
LSN berjumlah lebih dari 100 persen suara.

"Anda tidak bisa menghasilkan nomor tersebut dari udara tipis. Mereka [lembaga survei] harus segera
menjelaskan kepada publik metodologi yang digunakan dalam survei mereka untuk mengembalikan
ketenangan masyarakat, "katanya, menolak untuk mengungkapkan bukti tentang lembaga survei
lainnya.

Tujuh lembaga survei seperti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lembaga Survei Indonesia
(LSI), Indikator Politik, CSIS-Cyrus, Kompas dan Radio Republik Indonesia (RRI), menempatkan calon Joko
"Jokowi" Widodo-Jusuf Kalla di memimpin dengan rata-rata 52 persen suara, sedangkan saingan
Prabowo-Hatta mengumpulkan rata-rata 47 persen.

Namun, Puskaptis, JSI, IRC dan LSN menyatakan bahwa Prabowo-Hatta dimenangkan oleh kurang dari 1
sampai 4 persen. Hasil penelitian mereka telah menyebabkan kebingungan publik sebagai track record
mereka telah menunjukkan mereka kurang kredibel daripada yang diumumkan memimpin Jokowi itu.

Perhimpunan Indonesia untuk Survei Opini Publik (Persepi) sebelumnya menyatakan bahwa hal itu akan
mengaudit metodologi yang digunakan oleh tujuh dari 11 lembaga survei dalam terang penyimpangan.
Tujuh lembaga - lima mendukung Jokowi dan dua mendukung Prabowo - terdaftar dengan asosiasi.

Simon Tambunan, advokasi kepala divisi PBHI, kata laporan polisi tidak ada hubungannya dengan bias
dirasakan.

"Jika terjadi selisih jawab, kami akan menerima mereka. Kekhawatiran kami adalah bahwa hasil mereka
sedang digunakan untuk memanipulasi persepsi publik, "kata Simon. "Jika ada niat untuk menipu
masyarakat, maka tuntutan pidana dapat diajukan dan diuji oleh polisi."

Puskaptis dan IRC mengatakan mereka siap menghadapi audit. "Kita harus bertanggung jawab kepada
publik," kata direktur eksekutif Puskaptis Husin Yazid diskusi pada hari Sabtu.

Dirga Ardiansa, seorang peneliti di Universitas Indonesia, mengatakan lembaga survei harus transparan
tentang metode mereka.

"Kita harus berhati-hati dengan kelompok-kelompok yang menyediakan survei dengan margin of error di
atas 2 persen. Ini berarti bahwa setiap kelompok survey mengambil sampel dari antara 2.400 sampai
5.000 TPS. Jika mereka ingin menjadi tepat, mereka perlu mengambil sampel dari 9.400 tempat
pemungutan suara untuk mencapai margin of error di bawah 1 persen, "katanya.

LSI mengungkapkan pihaknya telah mengumpulkan data dari 2.000 TPS sedangkan IRC dan Puskaptis
mengumpulkan hasil dari 1.800 dan 1.250 TPS, masing-masing.

Mantan Hakim Mahkamah Agung Asep Iwan Iriawan mengatakan menyiarkan informasi palsu kepada
publik adalah kriminal.

"Tidak ada ruang untuk kesalahan, terutama dengan lembaga survei. Profesionalisme mereka terkait
dengan kemampuan mereka untuk memberikan angka yang akurat dan angka, "katanya.

Asep mengatakan tidak peduli apakah lembaga survei yang diakui dan diperbaiki kesalahan mereka.
The Jakarta Post, Jakarta | Headlines | Sun, July 13
2014, 11:44 AM

You might also like