You are on page 1of 54

MAKALAH

PENCEMARAN AIR DI DAERAH


KILANG MINYAK LEPAS PANTAI

Disusun oleh :
1. FATHONI FIRMANSYAH
2. ANGGITA HARDIASTUTY
3. NARENDRA RISWANTO

(6513040005)
(6513040010)
(6513040023)

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA


2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dimilikinya. Sumber daya
alam yang meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati dan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.Sumber daya alam adalah lingkungan alam (environment) yang
memiliki nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia (Rita, 2010).
Kekayaan alam di Indonesia terbentuk dari beberapa faktor.Dari segi
astronomi, Indonesia berada pada daerah tropis yang memiliki curah hujan sangat
cukup sehingga banyak ragam dan jenis tumbuhan yang tumbuh secara cepat.
Dari segi geologi, Indonesia tepat berada pada titik pergerakan lempeng tektonik
sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kayak akan mineral. Dari segi
perairan di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam hayati dan hewani,
seperti ikan, minyak bumi, dan mineral yang terkandung didalamnya.Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No.19/1999 tentang Pencemaran
Laut diartikan sebagai masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan
atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu atau fungsinya. Laut merupakan suatu
ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumber
daya hayati yang dimanfaatkan untuk manusia. Sebagaimana diketahui bahwa
70% permukaan bumi didominasi oleh perairan atau lautan.Kehidupan manusia di
bumi ini sangat bergantung pada lautan, sehingga manusia harus menjaga
kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya.Berbagai jenis sumber daya yang terdapat di laut, seperti berbagai jenis
ikan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, mineral, minyak bumi, dan
berbagai jenis bahan tambang yang terdapat di dalamnya.
Selain untuk keberlangsungan hidup manusia, laut juga merupakan tempat
pembuangan sampah dan pengendapan barang sisa yang diproduksi
manusia.Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air yang
mengakibatkan pencemaran itu terjadi, diantaranya dari limbah rumah tangga,
sampah, buangan dari kapal, dan tumpahan minyak dari kapal tanker. Namun,
pencemaran yang sering terjadi adalah tumpahan minyak baik dari proses di
kapal, pengeboran lepas pantai, maupun akibat kecelakaan kapal.
Minyak dan gas bumi sampai saat ini masih merupakan merupakan
sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri,
transportasi dan rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan berbagai produk akhir atau
produk-produk turunan minyak bumi juga semakin meningkat sehingga
peningkatan akan permintaan minyak bumi di seluruh dunia telah mengakibatkan
pertumbuhan dan ekspansi pada kegiatan eksplorasi dan pengolahan minyak
mentah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun demikian, kita selalu
dihadapkan pada dilema antara peningkatan produksi dengan pelestarian
sumberdaya alam lingkungan serta dampak yang ditimbulkan dari proses produksi
tersebut. Hal ini berarti perkembangan industri baik pengolahan minyak bumi
maupun industri yang menggunakan minyak bumi, ternyata merupakan salah satu
sumber pencemar lingkungan (Astri Nugroho, 2006).Industri minyak bumi

memiliki potensi sebagai sumber dampak terhadap pencemaran air, tanah dan
udara baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan limbah pada
kegiatan industri minyak pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan lingkungan
dan kemungkinan penurunan kualitas lingkungan.Limbah padat dapat berupa
lumpur minyak, lumpur aktif, drum-drum bekas bahan kimia, sampah dan lainlain. Limbah minyak merupakan kotoran minyak yang terbentuk dari proses
pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak. Limbah minyak
mengandung minyak, zat padat, air, dan logam berat.Limbah minyak ini
merupakan bahan pencemar yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan dan oleh sebab itu harus segera ditanggulangi.Berbagai upaya yang
dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan dengan perbaikan pada sistim
penambangan, pengolahan, penyaluran minyak dan pengolahn limbah.Upaya
pencegahan tumpahan minyak di lingkungan dapat dilakukan dengan mengusahan
sekecil mungkin tumpahan yang dapat terjadi (Dessy, Y., 2002).
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat
dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi.Penanganan secara fisika biasanya
dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum
tumpahan minyak menyebar kemana-mana.Metode fisika yang dapat digunakan
ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil
skimmer.Penanganan secara kimia lebih mudah dilaksanakan yaitu tinggal
mencari bahan kimia dan konsentrasi yang sesuai untuk mendegradasi kandungan
minyak bumi. Misalnya surfaktan sintetis seperti alkil-benzene sulfonat (ABS)
dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan baku diterjen dan mengatasi
pencemaran minyak di daratan maupun dipermukaan laut. Namun.ini akan
membawa efek sampingan terhadap kehidupan lingkungan disekitar yang terkena
tumpahan minyak yaitu mencemari tanah dan air serta tidak dapat didegradasi
secara biologis. Penanganan secara kimia dan fisika merupakan cara penanganan
cemaran minyak bumi yang membutuhkan waktu yang relatif singkat, tetapi
metode ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Ini dapat dilakukan jika
tumpahan minyak bumi belum menyebar kemana-mana.Jika minyak bumi telah
mengendap dan menyebar sulit dilakukan dengan metode ini.Penanganan secara
biologi merupakan salah satu alternatif dalam upaya mendegradasi kandungan
minyak bumi di lingkungan.Surfaktan ramah lingkungan yang dapat dihasilkan
oleh mikroorgansime disebut biosurfaktan.Aplikasi biosurfaktan dapat digunakan
untuk recovery minyak bumi dan pembersihan tangki. Untuk itu, perlu dicari jenis
mikroorganisme yang aktif mendegradasi minyak bumi (Prince et.al.2003).
1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dirumuskan dan dibahas dalam makalah ini adalah :


1. Permasalahan apa saja yang timbul akibat tumpahan minyak di laut?
2. Apa saja penyebab tumpahan minyak di laut?
3. Bagaimana cara menanggulangi permasalahan tumpahan minyak di
laut?

1.3. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1. Mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi apabila tumpahnya
minyak di laut.
2. Mengetahui penyebab terjaidnya tumpahan minyak dilaut.
3. Mengetahui cara menangani permasalahan yang terjadi di
padaekosistem mangrove dan biota di laut apabila terjadi tumpahan
minyak di laut.
1.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran atas permasalahan dampak
tumpahan
minyak
terhadap
ekosistem
mangrove
dan
biota
laut.danpenanggulangan yang tepat atas permasalahan yang terjadi.
1. Makalah ini dapat memberikan literatur mengenai permasalahan
tumpahan minyak dan penanggulangan yang tepat bagi kalangan
akademisi dan peneliti.
2. Makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan inspirasi
dalam penanggulangan atas permaslahan tumpahan minyak di laut.
3. Makalah ini dapat memberikan inspirasi atas kebijakan hukum dalam
mengelola sumber daya pesisir secara lestari dan terpadu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-Jenis Pengeboran


Pengeboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri
pertambangan. Kegiatan ini mempunyai tujuan yang bermacam macam dan
tidak hanya dilakukandalam industri pertambangan saja namun juga untuk bidang
bidang lainnya. Pengeboran sebagai salah satu kegiatan dalam industri telah ada
semenjak Cina mempergunakan bor tumbuk sekitar 4000 tahun yang lalu. Dengan
adanya berbagai pengembangan hingga saat ini baik dari segi teknis maupun
aplikasi , pengeboran Telah berkembang ke dalam delapan sektor industri berikut
ini :
Geoteknik
Pengeboran ini bertujuan untuk menentukan kataristik tanah dan
batuan , dalam beberapa hal digunakan untuk memperoleh informasi
tentang kondisi dan posisi permukaan air tanah.
Konstruksi
Pengeboran ini secara umum bertujuan untuk menentukan batas
antara batuan dasar dan batuan diatasnya yang umumnya sudah mengalami
deformasi pelapukan.
Eksplorasi Mineral
Eksplorasi adalah proses pencarian terhadapa suatau cebakan
mineral untuk menentukan kuantitas mineral secara ekonomis .
Pengeboran eksplorasi bertujuan untuk
a. Eksplorasi tubuh bijih
b. Informasi stratigrafi
c. Survei seismik
d. Verifikasi interpetansi geofisika dan geokimis
e. Kontrol kadar Besi
f. Perhitungan cadangan bijih
g. Deskripsi tubuh bijih ( penyebaran, bentuk, butir penyusun, dll )
Seismik
Pengeboran dlam kegiatan survei seismik berguna untuk
menempatkan bahan peledak sebagai sumber getarana dalam seismik
refraksi maupun refleksi
Peledakan
Pengeboran untuk keperluan peledakan berguna untuk
menempatakan bahan peledak sebagai slah satu proses untuk meberaikan
material yang kompak.
Sumur air
Pengeboran dalam pebuatan sumur suangai bertujuan untuk
mebuat lubang untuk menentukan posisis akuifer dan memproduksi air.
Disamping itu pengeboran air juga digunakan untuk ;
a. Mengetahui level air
b. Memonitor sumur produksi
c. Sumur injeksi
d. Sumur dewatering dalam pertambangan atau konstruksi

Lingkungan
Pengeboran dalam lingkup lingkungan terdiri dari pengboran
geoteknik dan susmur air untuk memonitor kualita air tanah dan
membantu dalam kontrol/ remediasi polusi air tanah.
Minyak dan Gas
Pegeboran dalam industri minyak dan gas bertujuan untuk
eksplorasi baik onshore maupun offshore, injeksi, dan produksi sumur
minyak dan gas.
2.1.1 Rig pengeboran

Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk


melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh
air, minyak, atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Rig
pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas laut/lepas
pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas
pantai dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari
mineral-mineral, teknologi dan keekonomian tambang bawah laut belum
dapat dilakukan secara komersial. Oleh karena itu, istilah "rig" mengacu
pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan pengeboran
pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air, atau
mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya
untuk mengidentifikasi sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk
membuat lubang yang memungkinkan pengambilan kandungan minyak
atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:

Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran


eksplorasi mineral
Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerak
Bumi. Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi
lumpur pengeboran melalui mata bor dan casing (selubung), untuk
mendinginkan sekaligus mengambil "bagian tanah yang terpotong" selama
sumur dibor.

Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat mendorong
asam atau pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan mineral;
akomodasi untuk kru yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat
beroperasi ratusan hingga ribuan kilometer dari pinggir pantai.
Pada umumnya RIG pengeboran dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai
daerah

RIG Darat : Untuk pengeboran di darat. Bentuk paling sederhana, terdiri


dari menara dan struktur penopang.
Rig Rawa : Biasa dikenal dengan sebuat "Swamp Barge". Untuk
kelengkapan alat pengeboran sama dengan RIG darat, hanya saja menara
dan sistem pengeboran ditempatkan di atas Ponton. Ponton ini akan duduk
di dasar rawa saat operasi pengeboran berlangsung. Biasa beroperasi di
perairan dengan kedalaman sekitar 5 M.
Jack Up Rig : Satu unit alat pengeboran dengan kaki yang panjang. Kaki
ini dapat naik dan turun untuk menopang struktur utama. RIG jenis ini
biasa digunakan pada daerah dengan kedalaman sekitar 100 M atau kurang
Tender RIG : Sistem pengeboran dipasang pada platform. Tender RIG
digunakan untuk membantu operasi pengeboran (pengangkatan pipa,
strultur dll). Tender RIG akan menempel di platform saat operasi
pengeboran berlangsung.
Semisubmersible RIG : Sesuai namanya, RIG semisub merupakan obyek
terapung yang dipasang alat pengeboran. Biasa digunakan untuk mengebor
daerah laut dalam (lebih dari 100 M).
Drill Ship : Semua peralatan untuk pengeboran dipasang pada kapal.
Digunakan untuk mengebor laut yang sangat dalam.

Sekitar 25% minyak dan gas dunia yang diproduksi sekarang berasal dari
lapangan offshore (lepas pantai) seperti North Sea dan Gulf of Mexico. Meskipun
memiliki prinsip yang sama dengan pengeboran di darat, ada beberapa
penyesuaian tertentu pada prosedur and peralatan yang digunakan untuk
mengatasi bahaya dari lingkungan yang menantang dan berat. Berbagai macam rig
offshore dibagi berdasarkan kedalaman air dimana rig tersebut bisa beroperasi.
Berikut adalah pembagiannya :

1. Rig Darat
Rig ini beroperasi di darat. Tidak dibahas detail di postingan ini. Perbedaan
dengan rig offshore bisa dibaca di sini.
2. Barge/kapal tongkang
Kapal berpermukaan datar dan rata, mengapung di perairan dangkal yang
dilengkapi dengan rig pengeboran. Biasa beroperasi di perairan dangkal seperti
sungai atau laut dangkal.
3. Jack up Rig
Rig yang memiliki tiga kaki yang bisa digerakkan ke bawah hingga dasar laut
untuk menopang rig pengeboran di suatu posisi yang tetap. Jack up rig didesain
untuk beroperasi di lautan hingga kedalaman 350 feet (107 meter). Beberapa foto
rig jenis ini bisa dilihat di sini.
4. Fixed platform (steel jacket)
Fixed platform adalah jenis platform offshore yang digunakan untuk produksi
minyak atau gas. Platform ini dibangun pada beton dan / atau kaki baja yang
berpondasi langsung di dasar laut. Platform ini bisa dimuati dek dengan ruang
untuk rig pengeboran, fasilitas produksi dan akomodasi personel.

5. Rig Semi-submersible
Rig Semi-submersible adalah rig yang tidak memiliki penopang di bawah tetapi
mengapung di air (rig seperti ini biasa disebut floaters). Rig ini bisa beroperasi
di kedalaman laut hingga 3500 feet (1007 meter).
6. Drillships
Untuk pengeboran di kedalaman laut hingga 7500 feet (2286 meter) digunakanlah
drillship

2.2 Karakteristik Minyak (pengertian pengeboran offshore)


Anjungan lepas pantai adalah struktur atau bangunan yang di bangun di
lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan
tambang. Biasanya anjungan lepas pantai memiliki sebuah rig pengeboran yang
berfungsi untuk menganalisa sifat geologis reservoir maupun untuk membuat
lubang yang memungkinkan pengambilan cadangan minyak bumi atau gas alam
dari reservoir tersebut.
Kebanyakan anjungan tersebut terletak di lepas pantai dari landas kontinen,
meskipun dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya harga minyak mentah,
pengeboran dan produksi di perairan yang lebih dalam telah menjadi lebih baik,
layak dan ekonomis. Sebuah anjungan yang khas mungkin memiliki sekitar tiga
puluh mata bor, pengeboran yang terarah memungkinkan sumur bor dapat
diakses pada dua kedalaman yang berbeda dan juga pada posisi terpencil sampai
5 mil (8 kilometer) dari platform. Sumur bawah laut yang jauh juga dapat
dihubungkan ke anjungan dengan garis aliran dan koneksi pusar. Solusi bawah
laut dapat terdiri dari sumur tunggal ataupun dengan pusat manifold (pipa
dengan mulut lubang yg banyak) untuk digunakan pada beberapa pengeboran.
Struktur Anjungan Lepas Pantai :
Banyak sekali jenis/tipe dari bangunan lepas pantai. Penentuan dari tipe
yang digunakan tidaklah baku/serupa untuk semua lokasi. Hal tersebut
ditentukan oleh banyak faktor baik dari kedalaman perairan, gelombang, arus,
angin, pasang surut, lama waktu operasi, dan juga keekonomisan dari struktur
yang digunakan.
Berikut ini beberapa tipe dari bangunan lepas pantai yang umum digunakan
di beberapa belahan dunia.

Rangka baja permanen (Jacket Platform), struktur yang berfungsi untuk


mensupport deck/ lantai kerja yang terbuat dari baja yang dipancang di
dasar laut. Struktur ini didesain untuk digunakan dalam jangka waktu yang
sangat lama.
Concrete gravity base, memiliki pondasi struktur yang terbuat dari beton
yang duduk di permukaan laut. Fasilitas produksi terletak diatasnya
ditopang oleh kolom-kolom yang menyambung dengan pondasi. Struktur
tipe ini sangat cocok pada lokasi yang memiliki kedalamanan tanah keras
yang tidak telalu jauh dari dasar laut.
Tension leg platform, fasilitas produksi terletak pada struktur yang
terapung di permukaan laut, dengan struktur yang terikat melalui kabel
baja pada pile yang dipanjang dibawahnya. Struktur ini biasanya
digunakan pada perairan yang dalam.
Caisson/Monopod, merupakan struktur yang sangat minimalis biasanya
digunakan pada perairan dangkal. Struktur ini berupa batang tubular yang
dipancang di dasar laut. Fasilitas produksi yang terdapat pada struktur ini
pun minimalis tidak sekompleks fasilitas pada tipe struktur yang lain.

Semi-submersible vessel
Sistem produksi terapung
Self elevating jack-up
Single point mooring

SPM adalah kependekan dari single point mooring.


2.3 Pengertian Limbah (cair, padat b3, padat non b3, emisi/udara)
Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses
kegiatan manusia (Ign Suharto, 2011 :226). Limbah dapat berupa tumpukan
barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran. Keseimbangan
lingkungan menjadi terganggu jika jumlah hasil buangan tersebut melebihi
ambang batas toleransi lingkungan. Apabila konsentrasi dan kuantitas melibihi
ambang batas, keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah bergantung pada
jenis dan karakteristik limbah.
Adapun karakteristik limbah secara
Said,2011 adalah sebagai berikut:

umum

menurut

Nusa

Idaman

1. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil


yang dapat kita lihat.
2. Penyebarannya berdampak banyak, maksudnya bukan hanya berdampak
pada lingkungan yang terkena limbah saja melainkan berdampak pada
sector-sektor kehidupan lainnya, seperti sektor ekonomi, sektor kesehatan
dll.
3. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah limbah
tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan
ada pada generasi yang akan datang.
Penggolongan Limbah:
a. Berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya menurut Nusa
Idaman Said, 2011, limbah dibagi menjadi dua golongan besar:
1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste
= mudah terurai), yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh
bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.
2. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste = tidak mudah terurai), misanya plastic, kaca,
kaleng, dan sampah sejenisnya.
b. Berdasarkan Wujudnya menurut Ign Suharto, 2011, limbah dibedakan menjadi
tiga, yaitu:

1. Limbah padat, limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah
padat bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang
memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran,
potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam
2. Limbah cair, limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair
terlarut dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah
cair adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna
pakaian, dan sebagainya.
3. Limbah gas, limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud
gas. Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu
bergerak sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas adalah
gas pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar minyakjuga
menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan.
c. Berdasarkan Sumbernya menurut A. K. Haghi, 2011, jenis limbah dapat
dibedakan menjadi:
1. Limbah rumah tangga, limbah rumah tangga disebut juga limbah
domestik.
2. Limbah industri, limbah industri adalah limbah yang berasal dari industry
pabrik.
3. Limbah pertanian, limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian,
contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, dan kayu.
4. Limbah konstruksi. Adapun limbah konstruksi didefinisikan sebagai
material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses
konstruksi, perbaikan atau perubahan.Material limbah konstruksi
dihasilkan dalam setiap proyek konstruksi, baik itu proyek pembangunan
maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition). Limbah yang
berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan digolongkan dalam
domolition waste, sedangkan limbah yang berasal dari pembangunan
perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan
komersial), digolongkan ke dalam construction waste.
5. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan
tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik
menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk
keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau
menjadi radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir
atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
d. Berdasarkan sifatnya menurut A. K. Haghi, 2011, limbah terdiri atas enam
jenis, yaitu:
1. Limbah mudah meledak, limbah mudah meledak adalah limbah yang
melalui proses kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi
serta dapat merusak lingkungan.
2. Limbah mudah terbakar, bahan limbah yang mudah terbakar adalah
limbah yang mengandung bahan yang menghasilkan gesekan atau
percikan api jika berdekatan dengan api.

3. Limbah reaktif, limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah
bereaksi dengan oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil
dalam suhu tinggi dan dapat menyebabkan kebakaran.
4. Limbah beracun, limbah beracun atau limbah B3 adalah limbah yang
mengandung racun berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah ini
mengakibatkan kematian jika masuk ke dalam laut.
5. Limbah korosif adalah limbah yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit
dan
dapat
membuat
logam
berkarat.

Sumbeer : http://pengelolaanlimbah.wordpress.com/2012/06/16/pengertianlimbah-3/
2.3.1

Limbah cair

Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau


berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat).
Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau
berada dalam fase gas. Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang
berbentuk gas atau berada dalam fase gas, contoh : karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur oksida
(SOx).
Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah
tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga,
peternakan, pertanian, dan sebagainya.Komponen utama limbah cair
adalah air (99%) sedangakan komponen lainnya bahan padat yang
bergantung asal buangan tersebut.(Rustama et. al, 1998).
Indikasi Pencemaran Air
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran
nilai 6.5 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar
nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan
organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya dukung
lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam /
rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal
tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya
bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air
yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh
mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi
bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan
terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah
industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar
sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan
menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena
sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji
COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
Bahan buangan padat
Bahan buangan organik

Bahan buangan anorganik


PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang
limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti
industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya
mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang.
Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan
limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk
memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik
maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh
masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan
kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai teknik
pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi
2.3.2

Limbah padat b3

Definisi B3 ialah setiap bahan suatu kegiatan proses produksi yang


mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
B3 padat adalah hasil proses industri yang berbahaya dan beracun yang
berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. B3
padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. B3 domestik pada umumnya
berbentuk B3 padat rumah tangga, B3 padat kegiatan perdagangan, perkantoran,
peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum.
Sumber sumber B3 padat :
1.

Pabrik kertas dan percetakan Sumber B3 padat berbahaya di pabrik kertas


berasal dari proses pengambilan kembali (recovery) bahan kimia yang
memerlukan stabilisasi sebelum ditimbun. Sumber limbah lainnya ada pada
permesinan kertas, pada pembuangan (blow down) boiler dan proses pematangan

kertas yang menghasilkan residu beracun. Setelah residu tersebut diolah,


dihasilkan konsentrat lumpur beracun. Produk sampling proses percetakan yang
dianggap berbahaya dan beracun adalah dari limbah cair pencucian rol film,
pembersihan mesin, dan pemrosesan film. Proses ini menghasilkan konsentrat
lumpur sebesar 1-4 persen dari volume limbah cair yang diolah. Industri
persuratkabaran yang memiliki tiras jutaan eksemplar ternyata memiliki potensi
sebagai penghasil B3.
2.
Industri Kimia besar Kelompok industri ini masuk dalam kategori penghasil
B3, yang antara lain meliputi pabrik pembuatan resin, pabrik pembuat bahan
pengawet kayu, pabrik cat, pabrik tinta, industri gas, pupuk, pestisida, pigmen,
dan sabun. Limbah cair pabrik resin yang sudah diolah menghasilkan lumpur
beracun sebesar 3-5 persen dari volume limbah cair yang diolah. Pembuatan cat
menghasilkan beberapa lumpur cat beracun, baik air baku (water-base) maupun
zat pelarut (solvent-base). Sedangkan industri tinta menghasilkan limbah terbesar
dari dari pembersihan bejana-bejana produksi, baik cairan maupun lumpur pekat.
Sementara, timbulnya limbah beracun dari industri pestisida bergantung pada
jenis proses pada pabrik tersebut, yaitu apakah ia benar-benar membuat bahan
atau hanya memformulasikan saja.
3.
Industri logam dasar nonbesi menghasilkan B3 padat dari pengecoran,
percetakan, dan pelapisan yang konsentratnya masuk kategori B3.
4.
Industri Perakitan Kendaraan Bermotor. Kelompok ini meliputi perakitan
kendaraan bermotor seperti mesin, disel, dan pembuatan badan kendaraan
(karoseri). Limbahnya lebih banyak bersifat padatan, tetapi dikategorikan sebagai
non B3. Yang termasuk B3 berasal dari proses penyiapan logam (bondering) dan
pengecatan yang mengandung logam berat seperti Zn dan Cr.
Jenis - jenis B3 Padat
Jenis-jenis B3 padat secara garis besar terdiri dari :
1) B3 padat yang mudah terbakar.
Contoh: Kertas, Plastik, Kayu, dll
2) B3 padat yang sukar terbakar.
Contoh: Seng, Besi, Timah, dll
3) B3 padat yang mudah membusuk.
Contoh: kotoran manusia, kotoran hewan
4) B3 yang dapat didaur ulang.
Contoh: paku besi, kaleng aluminium
5) Bongkaran bangunan.
Contoh: runtuhan tembok
6) Lumpur
Contoh: lumpur sisa pengeboran minyak
Dampak yang di akibatkan oleh B3 Padat
1. Terhadap Kesehatan Manusia dan Lingkungan

Kegiatan masyarakat dalam rumah tangga dapat menimbulkan sisa atau


limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) bagi manusia,
makhluk hidup lain, lingkungan secara keseluruhan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Bahan tersebut dapat berasal obat nyamuk, sisa obat-obatan,
bahan campuran pembuat makanan, makanan kadaluarsa, pupuk kimia, bola
lampu, pecahan kaca, limbah elektronik serta limbah lainnya yang biasa
digunakan keluarga.
B3 Padat mempunyai karakteristik mudah meledak, mudah terbakar,
bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Terdapat
lebih dari 100.000 jenis senyawa kimia yang umum digunakan masyarakat.
Ratusan di antaranya digolongkan ke dalam kelompok limbah B3 yang dalam
jangka pendek dan jangka panjang dapat mengganggu kesehatan manusia dan
merusak lingkungan. Mengingat bahwa B3 Padat merupakan bahan yang
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, maka pemahaman mengenai
dampak negatif B3 Padat terhadap lingkungan dan kesehatan manusia harus
dimiliki oleh masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat dapat bersikap lebih
cermat dan berhati-hati dalam menggunakan, membuang dan mengelola B3 Padat.
B3 Padat masuk ke lingkungan melalui media air, tanah, udara, dan
hewan/biota yang mempengaruhi secara kontinyu dan tidak kontinyu, bertahap
dan seketika, teratur dan tidak teratur. B3 Padat meracuni makhluk hidup melalui
rantai makanan sehingga menyebabkan organisme (tumbuhan, hewan dan
manusia) terpapar oleh zat-zat beracun.
2. Pengaruh B3 Padat terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Dengan karakteistik yang dimilikinya, B3 Padat mempengaruhi kesehatan
dengan mencelakakan manusia secara langsung (akibat ledakan, kebakaran,
reaktif dan korosif) dan maupun tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi
manusia.
Zat

toksik

yang

dihasilkan

oleh

limbah

B3

masuk

ke

tubuh

manusia melalui:
Oral yaitu melalui mulut dan kemudian saluran pencernaan, sulit mencapai
peredaran darah ;

Inhalasi yaitu melalui saluran pernapasan, bersifat cepat memasuki peredaran


darah;
Dermal yaitu melalui kulit sehingga mudah masuk ke dalam peredaran darah;
Peritonial yaitu melalui suntikan, langsung memasuki peredaran darah.
Ada 4 proses yang dialami bahan beracun di dalam organisme, yaitu
absorbsi, distribusi, metabolisme dan sekresi. Untuk mengetahui efek negatif
bahan toksikan tersebut di dalam tubuh, perlu diketahui perihal zat toksik dan
sistem biologis manusia serta interaksi antara keduanya. Zat toksik akan dibawa
oleh darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh dan kemudian mengganggu organ
tubuh antara lain: keracunan neurotaksik, zat toksik akan dibawa menuju otak,
atau zat toksik akan ditimbun dan diproses pada jaringan lemak, otot, tulang,
syaraf, liver, pankreas, usus dan kemudian setelah melalui proses- sisanya akan
disekresikan ke luar tubuh.
Pengaruh B3 Padat terhadap mahluk hidup, khususnya manusia terdiri atas
2 kategori yaitu: (1) efek akut, dan (2) efek kronis. Efek akut dapat menimbulkan
akibat berupa kerusakan susunan syaraf, kerusakan sistem pencernaan, kerusakan
sistem kardio vasculer, kerusakan sistem pernafasan, kerusakan pada kulit, dan
kematian. Sementara itu, efek kronis dapat menimbulkan efek karsinogenik
(pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek
teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan), dan kerusakan sistem
reproduksi.Bagian organ tubuh yang terkena pengaruh adalah:Ginjal (umumnya
disebabkan zat toksik Cadmium); Tulang (umumnya disebabkan zat toksik
Benzene); Otak (umumnya disebabkan zat toksik Methyl Mercury); Liver
(umumnya disebabkan zat toksik Carbon Tetrachlorida);Paru-paru (umumnya
disebabkan zat toksik Paraquat); Mata (umumnya disebabkan zat toksik
Khloroquin). Selain itu, dikenal juga efek yang mempengaruhi pertumbuhan dan
reproduksi seperti ditunjukkan pada
3.

Dampak

Pencemaran

Kesehatan

B3

Padat

di

Lingkungan

Terhadap
Manusia

A. Kadmium (Cd)
Sebagian Cd yang diabsorbsi tubuh akan mengumpul di dalam ginjal, hati
dan sebagian dibuang keluar melalui saluran pencernaan. Keracunan Cd dapat

mempengaruhi otot polos pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah menjadi


tinggi yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan ginjal.
Contoh Kasus. Keracunan Cd pernah terjadi di Toyama, Jepang. Beras yang
dimakan penduduk di daerah tersebut berasal dari tanaman padi yang selama
bertahun-tahun mendapat air yang tercemar Cd. Endapan Cd yang terakumulasi di
dalam padi kemudian mengalami biomagnification (pembesaran biologi) dalam
tubuh penduduk setempat. Logam Cd yang ada dalam air pengairan ternyata
berasal dari limbah industri seng dan timah hitam yang berada di sebelah hulu.
Kandungan Cd dalam padi tercatat hanya 1,6 ppm namun setelah mengalami
pembesaran biologi (berdasarkan analisis pada tulang rusuk) menjadi 11.472 ppm.
Warga yang terserang mengeluh sakit pinggang selama bertahun-tahun dan
semakin lama semakin parah yang diikuti sakit pada tulang punggungnya. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa tulang-tulang mengalami pelunakan dan
kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi di antara mereka terutama
disebabkan gagal ginjal.
B. Timbal,Timah Hitam (Pb)
Timbal terdapat di air, tanah, tanaman, hewan dan udara. Zat ini terbentuk
akibat aktifitas manusia seperti pembakaran batu bara, sampah, penyemprotan
pestisida, asap pabrik dan akibat pembakaran bensin di kendaraan. Timbal dan
senyawanya mempengaruhi sistem pusat syaraf dengan ciri-ciri keracunan, yaitu
pusing, anemia, lemah dan yang paling berbahaya adalah pengaruhnya terhadap
sel darah merah. Timbal dapat mengubah ukuran dan bentuk sel darah merah.
Teknik Pengolahan B3 Padat
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya
dapat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun
oleh pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila
pengolahan dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:

jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar
teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi
terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan

jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat


menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan
pula berapa jumlah limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke
depan)

pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang


menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen
sumber daya manusianya

peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan


Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat
memenuhi standar

Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode
yang

paling

populer

di

antaranya

ialah

chemical

conditioning,

solidification/Stabilization, dan incineration.


1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
o

menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam


lumpur

mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam


lumpur

mendestruksi organisme patogen

memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang


masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan
pada proses digestion

mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam


keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:


o

Concentration thickening

Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan


diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang
umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan
solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan
tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan
de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah
menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
o

Treatment, stabilization, and conditioning


Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik
dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan
melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi.
Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses
pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid.
Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan
bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan
destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan
adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi.
Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,
anaerobic

digestion,

aerobic

digestion,

heat

treatment,

polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.


o

De-watering and drying


De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume
lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah
pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying
bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa
proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet
air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah
B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.

2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi
dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan
tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan
solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya
dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait
sehingga

sering

dianggap

mempunyai

arti

yang

sama.

Proses

solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6


golongan, yaitu:
o

Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam


limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar

Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation


tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur
kristal pada tingkat mikroskopik

Precipitation

Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara


elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan


menyerapkannya ke bahan padat

Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun


menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau
bahkan hilang sama sekali

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2),


dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda indrum

mixing,

in-situ

solidifikasi/stabilitasi

mixing,
diatur

dan
oleh

plant

mixing.

BAPEDAL

Peraturan

mengenai

berdasarkan

Kep-

03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.


3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan

massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat
mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan
energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa
kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple
hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln
mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan
gas secara simultan.
2.3.3

Limbah Padat non B3

PENANGANAN LIMBAH PADAT


1.

Penimbunan Terbuka

Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode
penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada
metode penimbunan terbuka, . Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama
dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang
dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar
dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur
dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2.

Sanitary Landfill

Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi
iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke
tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan
ganda (plastik lempung plastik lempung) dan pipa-pipa saluran untuk
mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan
sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.

3.

insinerasi

Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat


yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume
sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses
insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
listrik atau untuk pemanas ruangan.
4.

Pembuatan kompos padat dan cair

metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daundaun kering, kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme
tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan
sampah organic. Berdasarkan bentuknya kompos ada yang berbentuk padat
dan cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur
mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa
didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan
kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah
atau sampah organic.
5.

Daur Ulang

Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan
baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi
sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru,
mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan
emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang
baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang
terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian
dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam
manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah
3R (Reuse, Reduce, and Recycle).

2.3.4

Limbah Emisi/Udara (pencemaran udara)

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik,


kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan
kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan
kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara,
panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami
udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan
lokal, regional, maupun global.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan


manusia sama buruknya dengan pencemaran udara di ruang terbuka
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar
sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung
dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari
pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar
sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemarpencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah
sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam
konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global yg memengaruhi;
Kegiatan manusia

Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan
bakar) termasuk pembakaran biomassa secara tradisional[2][3]
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC

Sumber alami

Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Denitrifikasi
Dalam kondisi tertentu, vegetasi dapat menghasilkan senyawa organik volatil
yang signifikan yang mampu bereaksi dengan polutan antropogenik membentuk
polutan sekunder[4]

Sumber-sumber lain

Transportasi
Kebocoran tangki gas
Gas metana dari tempat pembuangan akhir sampah
Uap pelarut organik

Jenis-jenis bahan pencemar udara

Karbon monoksida
Oksida nitrogen
Oksida sulfur
CFC
Hidrokarbon
Senyawa organik volatil[5]
Partikulat[6]
Radikal bebas[7][8]

Dampak
Dampak kesehatan

Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui
sistem pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung
kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran
pernapasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat
mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISNA (infeksi saluran
napas atas), termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan
lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.
Diperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan
kematian prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan
ISNA pada tahun 1998 senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan akan meningkat
menjadi 4,3 trilyun rupiah pada tahun 2015.[butuh rujukan]
Dampak terhadap tanaman

Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat
terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan
bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat
menghambat proses fotosintesis.
Hujan asam

pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara
seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan
menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:
Mempengaruhi kualitas air permukaan

Merusak tanaman
Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga memengaruhi
kualitas air tanah dan air permukaan
Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan

Efek rumah kaca

Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O
di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh
permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan
menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global adalah:

Peningkatan suhu rata-rata bumi


Pencairan es di kutub
Perubahan iklim regional dan global
Perubahan siklus hidup flora dan fauna

Kerusakan lapisan ozon

Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan


pelindung alami bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari
matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara
alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil
menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari
pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.

BAB III
DESKRIPSI KEGIATAN
3.1 Pengeboran
3.1.1 Pencarian sumber minyak

Sumber energi utama yang digunakan untuk bahan bakar


rumah tangga, kendaraan bermotor dan mesin industri berasal dari
minyak bumi, batubara dan gas alam. Ketiga jenis bahan bakar
tersebut terbentuk dari peruraian senyawa-senyawa organik yang
berasal dari jasad organisme kecil yang hidup di laut jutaan tahun
yang lalu. Proses peruraian berlangsung lambat di bawah suhu dan
tekanan tinggi, dan menghasilkan campuran hidrokarbon yang
kompleks. Sebagian campuran berada dalam fase cair dan dikenal
sebagai minyak bumi. Sedangkan sebagian lagi berada dalam fase
gas dan disebut gas alam.
Karena memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah dari air,
maka minyak bumi (dan gas alam) dapat bergerak ke atas melalui
batuan sedimen yang berpori. Jika tidak menemui hambatan,
minyak bumi dapat mencapai permukaan bumi. Akan tetapi, pada
umumnya minyak bumi terperangkap dalam bebatuan yang tidak
berpori dalam pergerakannya ke atas. Hal ini menjelaskan
mengapa minyak bumi juga disebut petroleum. (Petro-leum dari
bahasa Latin petrus artinya batu dan oleum artinya minyak).

Untuk memperoleh minyak bumi atau petroleum ini,


dilakukanpengeboran.
Cara Menemukan Sumber Minyak Bumi
1. Pertama, melihat petunjuk di permukaan bumi. Minyak bumi
biasanya ditemukan dibawah permukaan yang berbentuk kubah.
Lokasinya bisa di darat (yang dulunya lautan) ayau di lepas pantai
2. Kemudian melakukan survey seismic untuk menentukan struktur
batuan dibawah permukaan tersebut
3. Selanjutnya, melakukan pengeboran kecil untuk menentukan ada
tidaknya minyak. Jika ada, maka dilakukan beberapa pengeboran
untuk memperkiraan apakah jumlah minyak bumi tersebut
ekonomis untuk diambil atau tidak

Gambar alat berat untuk pengeboran

Pengeboran untuk mengambil minyak bumi (dan gas alam) di lepas pantai
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Menanam jalur pipa di dasar laut dan memompa minyak (dan gas
alam) ke daratan. Cara ini digunakan apabila jarak ladang minyak
cukup dekat ke daratan.

Membuat anjungan di mana minyak bumi (dan gas alam) selanjutnya


dibawa oleh kapal tanker menuju daratan. Di darat, minyak bumi
(dan gas alam) dibawa ke kilang minyak (refinery) untuk diolah.

3.1.2

Penampungan minyak bumi

3.1.3

Pengiriman ke pengolahan

Identifikasi limbah yang dihasilkan


3.2 Proses Produksi (bagan flow chart)

Terdapat 2 jenis kegiatan usaha di industri migas yakni usaha inti (core
business) dan usaha penunjang (non core business). Usaha inti terdiri
dari kegiatan hulu dan hilir, sementara usaha penunjang terdiri dari jasa
penunjang/services dan industri penunjang.

Kegiatan Hulu
Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi
mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan
migas di Wilayah Kerja yang ditentukan, sedangkan kegiatan eksploitasi
merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memproduksi migas yang
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian
Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Kegiatan Hilir

Skema Kegiatan Hilir


Kegiatan usaha hilir terdiri atas kegiatan usaha Pengolahan (Refinery),
Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga.
Pengolahan/Pengilangan (Refinery)
Pengolahan/Pengilangan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagianbagian, mempertinggi mutu dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau
gas bumi, tapi tidak termasuk pengolahan lapangan. Pengolahan minyak mentah
dilakukan pada kilang minyak bumi sebagai sistem peralatan untuk mengolah
minyak mentah / crude oil(minyak bumi) menjadi berbagai produk kilang. Produk
hasil pengolahan minyak bumi berupa berbagai jenis BBM dan produk-produk
non-BBM. Sebagai ilustrasi, berbagai produk yang dihasilkan dari suatu kilang
minyak bumi.

Pengangkutan
Adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil
olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan,
termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.
Penyimpanan
Adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan
pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan
Bakar Gas, dan atau hasil olahan pada lokasi diatas/dibawah tanah untuk tujuan
komersial, misalnya depot dan tangki timbun terapung (floating storage).
Niaga
meliputi kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi,
Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan/atau Hasil Olahan, termasuk gas
melalui pipa. Untuk Kegiatan Usaha Niaga dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Usaha Niaga Umum (Wholesale) yaitu suatu kegiatan usaha
pembelian, penjualan, ekspor dan impor Bahan Bakar Minyak
(BBM), Bahan Bakar Gas (BBG), Bahan Bakar Lain (BBL) dan
Hasil Olahan dalam skala besar yang menguasai atau memiliki
fasilitas dan sarana niaga dan berhak menyalurkannya kepada
semua pengguna akhir dengan menggunakan merk tertentu.
2. Usaha
Niaga
Terbatas (Trading) merupakan
usaha
penjualan (Trading) produk-produk niaga migas dalam hal ini
adalah Minyak Bumi, BBM, BBG, BBL, Hasil Olahan, Niaga gas
bumi yang tidak memiliki fasilitas dan Niaga terbatas LNG.
Jasa Penunjang (Services)
Adalah kegiatan usaha jasa layanan dalam kegiatan usaha hulu dan
kegiatan usaha usaha hilir. Kegiatan Jasa Penunjang meliputi Jasa Konstruksi
Migas dan Jasa Non-Konstruksi Migas. Pada Jasa Konstruksi Migas terdiri dari
Jasa Perencanaan (design engineering),Pelaksanaan (EPC, Instalasi dan

Komisioning) dan Pengawasan Konstruksi. Sedangkan Jasa Non-Konstruksi


Migas adalah usaha jasa layanan pekerjaan selain jasa kontruksi dalam menunjang
kegiatan migas seperti : survei seismik & non seismik, pemboran, inspeksi dan
jasa lainnya.
Industri Penunjang
Adalah kegiatan usaha industri yang menghasilkan barang, material
dan/atau peralatan yang digunakan terkait sebagai penunjang langsung dalam
kegiatan usaha Migas. Kegiatan Industri Penunjang meliputi Industri Material,
Peralatan Migas dan Industri Pemanfaat Migas.

PLATFORM

WELLHEAD

CASING

TUBING

BAB IV
PEMBAHASAN

Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia,


limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme
invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam
sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian
besar adalah pengurai ataupun filter feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun
yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang
rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang
tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi
dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan
dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga


kualitasnyaturun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999).
Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of
the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah
perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang
menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya
laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia,
gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut
secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan
manfaatnya (Siahaan, 1989a).
Pencemaran laut (perairan pesisir) didefinisikan sebagai dampak negatif
(pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan
kenyamanan (amenities) ekosoistem laut serta kesehatan manusia dan nilai guna
lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah (termasuk energi) ke dalam
laut yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP,1986).
Menurut Soegiarto (1978), pencemaran laut adalah perubahan laut yang
tidak menguntungkan (merugikan) yang diakibatkan oleh benda-benda asing
sebagai akibat perbuatan manusia berupa sisa-sisa industri, sampah kota, minyak
bumi, sisa-sisa biosida, air panas dan sebagainya. Terdapat banyak tipe
pencemaran yang sangat penting sehubungan dengan lingkungan kelautan,
beberapa diantaranya adalah:
1. Perubahan kuala, teluk, telaga, pantai serta habitat-habitat pantai karena
pencemaran darat, pengerukan, pengurugan, dan pembangunan.
2. Penyebaran pestisida dan bahan-bahan kimia lain yang tahan lama
3. Pencemaran oleh minyak
4. Penularan-penularan bahan-bahan radioaktif di seluruh dunia
5. Pencemaran oleh panas
Minyak menjadi pencemar laut nomor satu di dunia.Sebagian diakibatkan
aktivitas pengeboran minyak dan industri.Separuh lebih disebabkan pelayaran
serta kecelakaan kapal tanker.Wilayah Indonesia sebagai jalur kapal internasional
pun rawan pencemaran limbah minyak. Badan Dunia Group of Expert on
Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton
per tahun kandungan hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut
dunia. Masing-masing berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi
pengeboran lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman)
sebesar 1,38 juta ton.Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan
ekosistem laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air,
baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat
pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya
senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki
komponen senyawa kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer
Xylena (BTEX)Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim,
Muhamad Karim mengatakan dampak dari pencemaran minyak laut paling
dirasakan oleh nelayan.Akibat tumpahan minyak, terumbu karang, ikan dan biota

laut mati.Para nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari ikan di laut tidak
bisa meraih hasil tangkapan, ujarnya.
Karim menjelaskan, minyak dan air laut tidak bisa menyatu.Karena berat masanya
lebih ringan.Akibat ini pula minyak yang mengambang menutupi permukaan laut
sehingga karang-karang sebagai tempat tinggal dan sumber makanan ikan mati.
Seperti yang terjadi di Balikpapan. Akibat tumpahan minyak selama enam bulan
nelayan di sana tidak bisa mencari ikan. Ini karena tumpahan minyak yang mereka
kenal Lantung, katanya.Menurut Karim, wilayah yang paling rentan dari
pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak adalah di masyarakat
pesisir.Sebab 70 persen pengeboran minyak ada di lepas pantai.Selain itu, jalur
laut yang biasa dilalui kapal-kapal tanker yang mengangkut berjuta-juta ton barel
minyak, seperti di wilayah Selat Malaka dan Teluk Jakarta.
Pencemaran lingkungan yang harus bertanggung jawab adalah
Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Kementerian Lingkuhan
Hidup (KLH), Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, DKP, TNI AL,
Pertamina dan pemerintah daerah. Mereka menjadi ujung tombak dalam
pencegahan dan penanggulangan polusi laut.Banyak kasus-kasus seperti ini hanya
menjadi catatan pemerintah tanpa penanggulangan tuntas. Contohnya adalah
kasus pencemaran di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu.Diketahui pencemaran
ini sudah terjadi sejak 2003 dan dalam kurun waktu 2003-2004 tercatat
berlangsung 6 kali kejadian.Namun sampai saat ini pemerintah belum mampu
mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk menghukum pelaku apalagi membayar
ganti rugi kepada masyarakat sekitar.Ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar
instansi pemerintah dan kepolisian dalam menuntaskan kasus.Harus diakui
Indonesia tertinggal dari negara-negara lain dalam hal pencegahan dan
penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut.
Sebagai contoh tumpahan minyak di Teluk Meksiko.Pemerintah Amerika Serikat
dengan tegas meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bertanggung jawab,
mereka pun patuh, ujarnya.Yang terjadi di Indonesia sebaliknya.Mereka tidak
bisa menindak tegas bahkan menghitung kerugian, mulai dari jumlah ikan yang
mati, kerugian nelayan dan kerugian meteril lainnya.Kasus tumpahan minyak
Cevron di Balikpapan misalnya, justru masyarakat yang pro aktif.Mereka yang
melakukan pengawasan lingkungan laut.Karena mereka menggantungkan hidup di
sana, ujarnya.Karim menegaskan, tumpahan minyak kian waktu menjadi
kekhawatiran seluruh lapisan masyarakat atas ketersediaan lahan hidup bagi
warga pesisir.Karena itu kegiatan monitoring dan kontrol menjadi sangat penting
untuk mencegah dan menanggulangi bahaya pencemaran laut dari tumpahan
minyak.
Kasus kebocoran ladang minyak dan gas di lepas pantai memang telah menjadi
sesuatu yang akrab di telinga kita, terakhir terjadi di Laut Timor pada 21 Agustus
2009 pukul 04.30 WIB oleh operator kilang minyak PTTEP Australia yang
berlokasi di Montara Welhead Platform (WHP), Laut Timor atau 200 km dari
Pantai Kimberley, Australia. Kejadian seperti ini merupakan yang kesekian
kalinya terjadi di perairan Indonesia, tercatat sampai tahun 2001, telah terjadi 19
peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia (Mukhtasor, 2007). Tumpahan
minyak tersebut telah memasuki wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT)
sejauh 51 mil atau sekitar 80 km tenggara Pulau Rote.

Tumpahan minyak tersebut tentu berdampak pada banyak hal, diantaranya,


terhadap kondisi lingkungan laut, biota laut, dan tentu saja berdampak pada
ekonomi nelayan Indonesia yang setiap harinya beraktivitas di daerah tersebut.
Secara umum dampak langsung yang terjadi adalah sebanyak 400 barel atau 63,6
ribu liter minyak mentah mengalir ke Laut Timor per hari, permukaan laut
tertutup 0,0001 mm minyak mentah, minyak mentah masuk ke Zona Eksklusif
Ekonomi (ZEE) Indonesia pada 28 Oktober 2009, serta gas hidrokarbon terlepas
ke atmosfer.
1. Pengaruh terhadap lingkungan laut.
Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan jelas seperti pada
pantai menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan, dan
kerang-kerangan, atau meskipun beberapa dari organisme tersebut selamat akan
tetapi menjadi berbahaya untuk dimakan. Efek periode panjang (sublethal)
misalnya perubahan karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi
komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap masyarakat pesisir yang
lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan budi daya,
sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan
kesejahteraan nelayan.
2. Pengaruh minyak pada komunitas laut.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam dua tipe, minyak yang larut
dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan minyak yang tenggelam
dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuanbatuan di pantai. Minyak yang mengapung zpada permukaan air tentu dapat
menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme yang berada
pada permukaan perairan, dan tentu akan mengurangi intensitas cahaya matahari
yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan dapat memutus
rantai makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian terjadi, maka secara
langsung akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah tersebut karena
terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen
sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu
organisme interstitial maupun organime intertidal, organisme intertidal merupakan
organisme yang hidupnya berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika
minyak tersebut sampai ke pada bibir pantai, maka organisme yang rentan
terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan lainnya akan mengalami
hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian. Namun pada daerah
intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat hebat seperti kematian dan
berkurangnya spesies, tumpahan minyak akan cepat mengalami pembersihan
secara alami karena pada daerah pasang surut umumnya dapat pulih dengan cepat
ketika gelombang membersihkan area yang terkontaminasi minyak dengan sangat
cepat. Sementara pada organisme interstitial yaitu, organisme yang mendiami
ruang yang sangat sempit di antara butir-butir pasir tentu akan terkena dampaknya
juga, karena minyak-minyak tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar
perairan seperti pasir dan batu-batuan, dan hal ini akan mempengaruhi tingkah
laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan perkembangan hewan yang mendiami
daerah ini seperti cacing policaeta, rotifer, Crustacea dan organisme lain.
3. Perilaku Minyak di Laut

Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzene,


touleuna, ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan
komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic dan karsinogenik pada
manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami
perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan mengalami
proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa
aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan
akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses
berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut
dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Kompas, 2004).
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera
akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantaran proses tersebut
adalah membentuk lapisan ( slick formation ), menyebar (dissolution), menguap
(evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi
air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water
emulsions), fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton
dan bentukan gumpalan ter (Mukhstasor, 2007).
Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera
membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak
tersebut digerakkan oleh pergerakan angin, gelombang dan arus, selain gaya
gravitasi dan tegangan permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah
menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan
lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.Hilangnya sebagian
material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/ berat dan
membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut,
akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan
menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua
terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi
biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.Proses
pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan
komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume
tumpahan sebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut
tumpah. Produk kilang minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua
lenyap, sebaliknya minyak mentah dengan viskositas yang tinggi hanya
mengalami pengurangan kurang dari 25%.
A. Awal Mula Pencemaran Minyak di Laut
Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak pertama Gluckauf pada 1885,
dan penggunaan pertama mesin diesel kapal (tiga tahun kemudian), penomena
pencemaran laut oleh minyak muncul.Sebelum perang Dunia II sudah ada usahausaha untuk membuat peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan
pencemaran laut.Namun, baru terpikirkan setelah terbentuk International Maritime
Organization (IMO) dari Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948.
Usaha membuat peraturan yang dapat dipatuhi semua pihak dalam organisasi
tersebut masih ditentang banyak pihak. Baru pada 1954 atas prakarsa dan
pengorganisasian yang dilakukan pemerintah Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution
Convention yang mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak
dari pengoperasian kapal tanker dan dari kamar mesin.Selanjutnya disusul
amandemen tahun 1962 dan 1969 untuk menyempurnakan kedua peraturan

tersebut. Jadi sebelum tahun 1970 masalah Maritime Pollution baru pada tingkat
prosedur operasi.
Pada 1967 terjadi pencemaran terbesar, ketika tanker Torrey Canyon yang kandas
di pantai selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons crudel oil dan telah
merubah pandangan masyarakat International di mana sejak saat itu mulai
dipikirkan bersama pencegahan pencemaran secara serius. Sebagai hasilnya
adalah International Convention for the Prevention of Pollution from Ships pada
1973 yang kemudian disempurnakan TSPP (Tanker Safety and Pollution
Prevention ) Protocol pada 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL
1973/1978.Konvensi ini berlaku secara International sejak 2 Oktober 1983. Isi dan
teks dari MARPOL 73/78 sangat komplek dan sulit dipahami bila tanpa ada usaha
mempelajari secara intensif.Implikasi langsung terhadap kepentingan lingkungan
Maritim dari hasil pelaksanaannya memerlukan evaluasi berkelanjutan baik oleh
pemerintah maupun pihak industri suatu negara.
Sebagai contoh Jepang, dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana
tumpahan minyak di laut, antara birokrasi, LSM, institusi penelitian dan
masyarakat telah terintegrasi dengan baik. Kasus kandasnya kapal tanker milik
Rusia Nakhodka (13.157 ton bermuatan 19.000 kilo liter heavy oil) pada Januari
1997, sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam penanggulangan
tumpahan minyak. Mereka bekerja sama saling membantu dalam penanggulangan
bencana ini. Hanya dalam waktu 50 hari seluruh tumpahan dapat diselesaikan.
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas
makhluk hidup yang masuk ke daerah laut.Pencemaran lingkungan laut
merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsa-bangsa.Pengaruhnya
dapat menjangkau seluruh aktifitas manusia di laut dan karena sifat laut yang
berbeda dengan darat, maka masalah pencemaran laut dapat mempengaruhi semua
negara pantai baik yang sedang berkembang maupun negara-negara maju,
sehingga perlu disadari bahwa semua negara pantai mempunyai kepentingan
terhadap masalah pencemaran laut. Sumber dari pencemaran laut ini antara lain
adalah tumpahan minyak, sisa damparan amunisi perang, buangan sampah dari
transportasi darat melalui sungai, emisi trasportasi laut dan buangan pestisida dari
pertanian. Namun, sumber utama pencemaran lebih sering terjadi pada tumpahnya
minyak dari kapal tanker.Hasil ekspoitasi minyak bumi diangkut oleh kapal tanker
ke tempat pengolahan minyak bumi (crude oil).Pencemaran minyak bumi dilepas
pantai bisa diakibatkan oleh sistem penampungan yang bocor, atau kapal yang
tenggelam yang menyebabkan lepasnya crude oil ke badan perairan (laut
lepas).Dampak dari lepasnya crude oil di perairan lepas pantai mengakibatkan
limbah tersebut dapat tersebar tergantung kepada gelombang air laut.Penyebaran
limbah tersebut dapat berdampak pada beberapa negara. Dampak yang terjadi
akibat dari pencemaran tersebut adalah tertutupnya lapisan permukaan laut yang
dapat menyebabkan penetrasi matahari berkurang, menyebabkan proses
fotosintesis terganggu, pengikatan oksigen terganggu, dan dapat menyebabkan
kematian.
Menurut Benny 2002, pencemaran minyak di laut berasal dari:
1. Operasi Kapal Tanker
2. Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal)
3. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut
4. Tanki Ballast dan Tanki Bahan Bakar

5. Scrapping Kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua)


6. Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan
tabrakan)
7. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung
hydrocarbon ( perkantoran& industri )
8. Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery )
B.

Dampak dari Pencemaran Minyak di Laut


Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung
yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota
laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya
dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio
karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004).
Bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah
akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut,
mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam
sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga
menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan
karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung
oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda.Minyak di dalam laut dapat termakan oleh
biota laut.Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan,
sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat
akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui
rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke
ikan pemangsanya.Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang
lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia.Secara tidak
langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang
kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur
di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan tercemar atau mati dan
banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain.
Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar
matahari sampai ke lapisan air dimana ikan berkembang biak. Menurut Fakhrudin
(2004), lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan
mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup
untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Lapisan minyak yang
tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut , lamun
dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat
mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain
itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan minyak di
permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona

euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan


terputus. Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain
akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi perbusukan akar pada
tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut
berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam
pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga
kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang
cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang
mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak
juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan
hutan mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam
habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah
pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin bisa
membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan kondisinya
seperti
semula
(O'Sullivan
&
Jacques,
2001
).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak .
Menurut O'Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara
terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang
meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah
jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen
kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat
tumpahan minyak .Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadinya
penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali amat
berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air,
seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar
dan guillemot ( jenis burung laut kutub).Tubuh burung ini akan tertutup oleh
minyak, kemudian dalam usahanya membersihkan tubuh mereka dari minyak,
mereka biasanya akan menjilat bulu-bulunya, akibatnya mereka banyak minum
minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri. Disamping itu dengan minyak yang
menempel pada bulu burung, maka burung akan kehilangan kemampuan untuk
mengisolasi temperatur sekitar ( kehilangan daya sekat), sehingga menyebabkan
hilangnya panas tubuh burung, yang jika terjadi secara terus-menerus akan
menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu makan dan penggunaan cadangan
makanan dalam tubuhnya.Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap
kehidupan burung laut adalah peristiwa pecahnya kapal tanki Torrey Canyon yang
mengakibatkan matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang
pantai dan sekitar 30.000 ekor lagi didapati tertutupi oleh genangan minyak (
Farb, 1980 ). Pembuangan air ballast di Alaska sekitar Pebruari-Maret 1970 telah
pula mencemari seribu mil jalur pantai dan diperkirakan paling sedikit 100 ribu
ekor burung musnah (Siahaan, 1989 dalam Misran 2002). .Menyadari akan
besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya untuk
pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia.
Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi
strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis
penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut
dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam

pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal


tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek
perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan
Bersih pantai dan Laut (GBPL).Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh
lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada
lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan
hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga didukung oleh para
pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.
Tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada lahan pesisir yang
membentuk komunitas ekosistem mangrove.Hal ini disebabkan karena tumbuhan
berada pada tingkat paling bawah dari piramida makanan pada ekosistem tersebut.
Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove (selain
padang lamun) merupakan habitat bagi berbagai spesies, terutama bagi jenis-jenis
hewan terrestrial. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap
sedimen (trap sediment) dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi
terumbu karang dan sedimentasi.Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah
pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai.Oleh karena itu
ekosistem mangrove harus di jaga dari kerusakan yang sering diakibatkan oleh
manusia terutama dalam hal pencemaran minyak di daerah ekosistem mangrove.
Pengaruh tumpahan minyak terhadap ekosistem mangrove adalah dapat merusak
ekosistem mangrove secara fisik, kimia dan biologis. Secara fisik dengan adanya
tumpahan minyak maka permukaan air laut pada daerah ekosistem mangrove akan
tertutup oleh minyak Dengan adanya tumpahan minyak pada daerah ekosistem
mangrove maka minyak akan menutupi lentisel mangrove sehingga akan
mengakibatkan kematian pada mangrove. Secara kimia, karena minyak bumi
tergolong senyawa aromatik hidrokarbon maka dapat bersifat racun. Sedangkan
secara biologi adanya buangan atau tumpahan minyak dapat mempengaruhi
kehidupan organisme-organisme yang hidup disekitarnya.Tumpahan minyak bumi
di daerah ekosistem mangrove akan membentuk lapisan filem pada permukaan air
laut di daerah ekosistem mangrove, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh
sedimen-sedimen yang berada di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk
lapisan filem pada permukaan laut di daerah yang akan menyebabkan
terganggunya proses fotosintesa dan respirasi organisme-organisme yang hidup di
dalam ekosistem mangrove. Sementara minyak yang teremulsi dalam air akan
mempengaruhi epitelial insang ikan sehingga mengganggu proses respirasi.
Sedangkan minyak yang terabsorbsi oleh sedimen di dasar perairan akan
menutupi lapisan atas sedimen tersebut sehingga akan mematikan organisme
penghuni dasar pada ekosisitem mangrove dan juga meracuni daerah pemijahan.
Komponen minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada permukaan air
laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang luas terhadap
hewan
dan
tumbuh-tumbuhan
yang
hidup
di
perairan.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut yang ada di di dalam
ekosistem mangrove, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan,
dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan yang berakibat menurunnya

devisa negara. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme,


terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat
rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab
terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah tercemar.
Beberapa kasus pencemaran minyak telah menghancurkan area mangrove serta
daerah air payau secara luas. Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan
tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap sistem
perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, akan tertutup minyak
sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Dan juga merusak hewan dan
tumbuhtumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di wilayah pantai,
Tumpahan minyak berpengaruh besar pada ekosistem mangrove, penetrasi cahaya
menurun di bawah oil slick atau lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang
pada zona euphotik sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton
akan terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan
mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup
untuk
mendukung
bentuk
kehidupan
laut
yang
aerob.
Tentu saja semua kejadian tersebut, yang diakibatkan oleh adanya pencemaran
minyak, akan terkait dengan rusaknya ekosistem mangrove. Adapun aplikasi
detergen sebagai dispersant untuk menyerap tumpahan minyak di laut
berpengaruh besar pada berbagai kehidupan biota laut, yaitu meningkatkan
biological membrane permeability terhadap senyawa toksik.
C. SUMBER- SUMBER PENCEMARAN LAUT
Menurut Alamsyah (1999), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat
diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based
pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).
Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi
secara fisik dan kimiawi.
Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) yang
berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan hutan
(deforestation), buangan limbah industri (disposal of industrial wastes), buangan
limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair domestic
(sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi lahan
mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di
kawasan pesisir (reclamation).
Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based pollution) yang berpotensi
mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : perkapalan (shipping),
dumping di laut (ocean dumping), pertambangan (mining), eksplorasi dan
eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation), budidaya laut (mariculture),
dan perikanan (fishing).
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi
minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan
tangki penyimpanan minyak pada kapal laut.[1] Limbah minyak bersifat mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan
bersifat korosif.[1] Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun
(B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan
membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk
hidup lainnya.

a. Pengeboran di laut
Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya
peledakan (blow aut) di sumur minyak.Ledakan ini mengakibatkan semburan
minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran.Contohnya,
ledakan anjungan minyak yang terjadi di teluk meksiko sekitar 80 kilometer dari
Pantai Louisiana pada 22 April 2010.Pencemaran laut yang diakibatkan oleh
pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British
Petroleum (BP).Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000
galon minyak ke perairan di sekitarnya.
b. Tumpahan minyak
Tumpahan minyak di laut berasal dari kecelakaan kapal tanker.Contohnya
tumpahan minyak terbesar yang terjadi pada tahun 2006 di lepas pantai
Libanon.Selain itu, terjadi kecelakaan Prestige pada tahun 2002 di lepas pantai
Spanyol.Bencana alam seperti badai atau banjir juga dapat menyebabkan
tumpahan minyak.Sebagai contoh pada tahun 2007, banjir di Kansas
menyebabkan lebih dari 40.000 galon minyak mentah dari kilang tumpah ke
perairan itu.
1.
Metode Penanggulangan Tumpahan Minyak Di Laut
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penanganan tumpahan minyak (oil
spill) di laut adalah dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan
pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan
perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima reservoar baik
dalam bentuk tangki ataupun balon. Langkah penanggulangan ini akan sangat
efektif apabila dilakukan di perairan yang memiliki hidrodinamika air yang
rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem.Beberapa
teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan
secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia
dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya
efektif pada kondisi tertentu.
1.
In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga
mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang
dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan
ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier
yang tahan api. Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan
besar yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan
mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada
komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu pembakaran yang
tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi ekologi.
2.
Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap
yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan
pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis
yang disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut
sebagai pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif,
seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal

tumpahan. Sayangnya, keadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara


ini menemui banyak kendala.
3.
Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi
secara alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi
sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air
dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi
dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan
pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif
untuk diterapkan di lautan.
4.
Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan
minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan
sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini
berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah
dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik
hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil
kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas,
jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite,
pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon)
5.
Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan
memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi
kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi
adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata :
surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan).

Usaha untuk menjaga pencemaran laut


1) Angkat sampah-sampah dan benda-benda bekas dari area laut.
2) Tidak membuang puntung rokok ke laut saat berada di kapal.
3) Menggunakan barang-barang yang bisa di daur ulang.
4) Mengurangi pembelian produk yang menggunakan bahan plastik.
5) Mendaur ulang sampah yang bisa di daur ulang.
4.1 Limbah cair yang dihasilkan
4.2 Limbah padat non b3 dan b3 yang dihasilkan

4.3 Emisi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesipulan

Pencemaran laut terjadi apabila dimasukkannya oleh manusia, baik secara


langsung maupun tidak langsung, sesuatu benda, zat atau energi ke dalam
lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat sedemikian rupa kepada alam dan
membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia dan ekosistem serta
merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana mestinya.
Tumpahan minyak menjadi penyebab utama pencemaran laut. Minyak yang
tumpah diakibatkan oleh operasi kapal tanker, docking (perbaikan/perawatan
kapal), terminal bongkar muat tengah laut, tanki ballast dan tanki bahan bakar,
scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), kecelakaan
tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan), sumber di
darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon (
perkantoran& industri ), dan tempat pembersihan (dari limbah pembuangan
Refinery ).
1.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya
adalah in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,
penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik
ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada
kondisi tertentu.
2.
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan
mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa
komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen
hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada
plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat
menurunkan produksi ikan.
5.2 Saran

Masuknya minyak ke dalam perairan karena aktifitas manusia merupakan hal


yang fatal.Sehingga kita sebagai insan akademisi di harapkan terus memberi
kontribusi dengan memikirkan masalah-masalah serius seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Rachmat Benny, 1999, Kebijaksanaan, Strategi, dan Program


Pengendalian Pencemaran dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut, Prosiding Seminar
Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut,
Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.
Charade, Titi Heri Subandri, 1983, Sekali Lagi Tentang Penanggulangannya :
Pencemaran Air Akibat Industri Minyak, dalam Harian Pikiran Rakyat, edisi
15Mei 1983.
Eckenfelder Jr., W.Wesley, 1989, Industrial Water Pollution Control, 2nd
edition, Singapore: McGraw Hill International Editions.

Pramudianto, Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian


Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan
Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi
Lingkungan ITB.
http://febbyaprillizaorlandopatiwael.blogspot.com/
http://adzriair.blogspot.com/2013/12/tumpahan-minyak-teluk-meksiko.html

http://migaswisnuadik.blogspot.com/2013/07/jenis-jenis-sumur-pemboran-dan-rig.html
file:///I:/offshore/Rig%20pengeboran%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
file:///I:/offshore/Jenisjenis%20rig%20pengeboran%20offshore%20%20%20Gugus%20Syuhada.htm
file:///I:/offshore/Jenis%20-%20Jenis%20Pengeboran.htm
file:///I:/offshore/Anjungan%20lepas%20pantai%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
http://yashinta18005.blogspot.com/p/makalah-tentang-pembuangan-limbah-cair.html
file:///I:/offshore/BAHAN%20BERBAHAYA%20DAN%20BERACUN%20%28%20B3
%20%29%20PADAT%20%20%20erza%20diego.htm
file:///I:/offshore/Pencemaran%20udara%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
file:///I:/offshore/Penanganan%20Limbah%20Padat,%20Cair%20Dan%20Gas%20Dan%
20B3%20%20%20Suhaeri.htm

Dalam dunia perminyakan, macam-macam sumur terbagi menjadi tiga macam yaitu:
Sumur Eksplorasi (Wildcat) merupakan sumur yang dibor pertama kali untuk
menentukan keterdapatan minyak dan gas pada lokasi yang masih baru.
Sumur Konfirmasi (Confirmation Well), merupakan sumur yang digunakan untuk
memastikan apakah hidrokarbonnya cukup untuk dikembangkan. Sumur ini akan

dilakukan pemboran di lokasi sekitar sumur eksplorasi.


Sumur Pengembangan (Development Well) merupakan sumur yang dibor pada suatu
lapangan minyak yang telah ada. Sumur ini memiliki tujuan untuk mengambil
hidrokarbon secara maksimal di lapangan yang telah ada.
Dalam hal sumur perminyakan, juga dikenal adanya beberapa istilah mengenai sumur itu
sendiri, yaitu:

Sumur Produksi, merupakan sumur yang mampu menghasilkan minyak bumi,


gasbumi, maupun keduanya. Dan memiliki aliran fluida dari bawah ke atas.
Sumur Injeksi, merupakan sumur yang digunakan untuk menginjeksi fluida tertentu ke
dalam formasi dan memiliki aliran fluida dari atas ke bawah.
Sumur Vertikal, merupakan sumur yang lurus dan memanjang secara vertikal.
Sumur Berarah (Deviated Well, Directional Well), merupakan sumur yang secara
geometri tidak memiliki bentuk yang lurus vertikal, melainkan dapat berbentuk S, J,

maupun L.
Sumur Horizontal, merupakan sumur yang memiliki bagian yang berarah horizontal,
dan merupakan bagian dari sumur berarah.
Dalam pembuatan sumur dalam dunia perminyakan tidak dapat dilepaskan dari alat yang
dinamakan dengan Rig.Rig itu sendiri merupakan serangkaian peralatan khusus yang
digunakan untuk membor suatu sumur atau pengakses sumur.Rig itu dicirikan dengan adanya
menara yang terbuat dari baja yang dapat digunakan untuk menaikan dan menurunkan pipapipa tubular pada sumur.

Berdasarkan lokasinya. Rig itu sendiri terbagi atas dua macam, yaitu:
Rig Darat (Land Rig), merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig
besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk pekerjaan
sederhana seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu, untuk rig besar bisa
digunakan untuk operasi pemboran, baik secara vertikal maupun direksional. Rig darat
ini sendiri dirancang secara portable sehingga dapat dengan mudah untuk dilakukan
pembongkaran dan pemasangannya dan akan dibawa menggunakan truk. Untuk
wilayah yang sulit terjangkau, dapat menggunakan heliportable.

Rig Laut (Offshore Rig), merupakan rig yang dioperasikan di atas permukaan air
seperti laut, rawa-rawa, sungai, danau, maupun delta sungai.
Dari Rig Laut (Offshore Rig) sendiri terbagi atas berbagai macam jenis berdasarkan
kedalaman air yaitu:
Swamp Barge: merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman maksimum 7
meter. Dan, sangat sering dipakai pada daerah rawa-rawa dan delta sungai. Rig jenis
ini dilakukan dengan cara memobilisasi rig ke dalam sumur, kemudian
ditenggelamkan dengan cara mengisi Ballast Tanksnya dengan air. Pada rig jenis ini,
proses pengeboran dilakukan setelah rig duduk didasar dan Spud Cannya tertancap
didasar laut.

Tender Barge, merupakan jenis rig laut yang sama dengan model Swamp Barge,
namun dipakai pada kedalaman yang lebih dalam lagi.
Jack Up Rig, rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan
menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig ini dapat dinaikan dan
diturunkan, sehingga untuk pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan hingga
ke dasar laut. Kemudian, badan dari rig ini diangkat hingga di atas permukaan air dan
memiliki bentuk seperti platform. Untuk melakukan perpindahan tempat, semua
kakinya harus dinaikan dan badan rignya akan mengapung dan ditarik menggunakan
kapal. Pada operasi pengeboran menggunakan rig jenis ini dapat mencapai kedalaman
lima hingga 200 meter.

Drilling Jacket, merupakan jenis rig yang menggunakan platform berstruktur baja.
Pada umumnya memiliki bentuk yang kecil dan sangat cocok berada di laut dangkal
maupun laut tenang. Rig jenis ini sering dikombinasikan dengan RigJack
Up maupun Tender Barge.
Semi-Submersible Rig, jenis rig yang sering disebut semis ini merupakan model rig
yang mengapung (Flooded atau Ballasted) yang menggunakan Hullatau semacam
kaki. Rig ini dapat didirikan dengan menggunakan tali mooringdan jangkar agar
posisinya tetap diatas permukaan laut. Dengan menggunakanThruster (semacam
baling-baling) yang berada disekelilingnya, dan Ballast Control System, sistem ini
dijalalankan dengan menggunakan komputer sehingga rig ini mampu mengatur
posisinya secara dinamis dan pada level diatas air sesuai keinginan. Rig ini sering
dipakai jika Jack Up Rig tidak mampu menjangkau permukaan dasar laut. Karena jenis
rig ini sangat stabil, maka rig ini sering dipakai pada lokasi yang berombak besar dan
memiliki cuaca buruk, dan pada kedalaman 90 hingga 750 meter.

Drill Ship, merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas kapal laut,
sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam (dengan kedalaman lebih dari
2800 meter). Pada kapal ini, didirikan menara dan bagian bawahnya terbuka ke laut
(Moon Pool). Dengan sistem Thruster yang dikendalikan dengan komputer, dapat
memungkinkan sistem ini dapat mengendalikan posisi kapalnya. Memiliki daya muat
yang lebih banyak sehingga sering dipakai pada daerah terpencil maupun jauh dari
daratan.

Berdasarkan fungsi-fungsi dari rig itu sendiri, dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu:

Drilling Rig, merupakan rig yang digunakan untuk melakukan proses pemboran pada
sumur, baik sumur baru, cabang sumur baru, maupun memperdalam sumur lama.

Workover Rig, rig ini memiliki fungsi untuk melakukan penutupan sesuatu terhadap
sumur yang telah ada, misalnya berupa perawatan, perbaikan, penutupan, dan
sebagainya.
Komponen-komponen pada rig itu sendiri pada umumnya terbagi menjadi lima dalam

bagian besar, yaitu:


Hoisting System, secara umum komponen terdiri dari Drawworks (kadang
disebut Hoist), Mast atau Derrick, Crown
Block, Traveling
Block,
dan Wire
Rope(Drilling Line). Hoisting System berfungsi untuk menurunkan dan menaikan
tubular (pipa pemboran, peralatan completion, atau pipa produksi) untuk keluar dan
masuk lubang sumur.

Rotary System, merupakan komponen dari rig yang berfungsi sebagai pemutar pipapipa di dalam sumur. Pada pemboran konvesional, pipa pemboran (Drill Strings)
memutar mata-bor (Drill Bit) untuk penggalian sumur.

Circulation System, komponen ini memiliki fungsi berupa mensirkulasikan fluida


pemboran untuk keluar dan masuk ke dalam sumur dan menjaga agar properti lumpur
seperti yang diinginkan. Sistem sirkulasi ini meliputi antara lain: pompa tekanan tinggi
untuk memompakan lumpur keluar dan masuk ke dalam sumur, dan pompa rendah
digunakan untuk mensirkulasikan lumpur di permukaan. Kemudian, peralatan untuk
mengkondisikan lumpur: Shale Shaker: berfungsi untuk memisahkan solid hasil
pemboran (Cutting) dari lumpur, Desander: berfungsi untuk memisahkan
pasir, Degasser: berfungsi untuk mengeluarkan gas, Desilter: berfungsi untuk
memisahkan partikel padat berukuran kecil.

Blowout Prevention System, komponen ini berfungsi untuk mencegah


terjadinyaBlowout (meledaknya sumur di permukaan dikarenakan adanya tekanan
tinggi dari dalam sumur). Pada komponen ini bagian yang utama adalah BOP (Blow
Out Preventer) yang terdiri atas berbagai macam katup (Valve) dan dipasang di kepala
sumur (Wellhead).

Power System, komponen ini berupa sumber tenaga yang berfungsi untuk
menggerakan semua sistem di atas dan juga untuk suplai listrik. Sebagai sumber
tenaga, biasanya menggunakan mesin diesel berkapasitas besar. Pada sebuah rig
untuk Power Systemnya, tergantung dari ukuran dan kedalaman sumur yang akan di
capai, biasanya akan membutuhkan satu atau lebih Prime Mover. Pada rig besar
biasanya memiliki tiga atau empat buah, bersama-sama mereka membangkitkan tenaga
sebesar 3000 atau lebih Horsepower. Dan, tenaga yang dihasilkan juga harus dikirim
ke komponen rig yang lain.

(Sumber : Dari berbagai sumber)

You might also like