You are on page 1of 6

Bintang

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan
bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi
memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang
menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang
menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah:

Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang
sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir.

Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan
cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah
Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi
bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sejarah Pengamatan
2 Radiasi
o 2.1 Fluks pancaran
o 2.2 Luminositas
o 2.3 Magnitudo
3 Satuan pengukuran
4 Klasifikasi
5 Penampakan dan Distribusi
6 Evolusi
o 6.1 Terbentuknya bintang
o 6.2 Deret Utama
o 6.3 Akhir sebuah bintang
7 Catatan kaki
8 Daftar pustaka
9 Pranala luar

[sunting] Sejarah Pengamatan


Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan
dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian,

yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender matahari, mendasarkan diri
pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali bintang-bintang baru di
langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584
Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah matahari-matahari
lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[1] ide yang
telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan
Epicurus.[2] Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah matahari yang jauh mencapai
konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak
memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintangbintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog
Richard Bentley.[3]
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang
Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang
bintang tetap dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran
yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni
dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di
langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia
kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit,
yakni pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di
hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[4] Selain itu William
Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang
secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara
fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

[sunting] Radiasi
Tenaga yang dihasilkan bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi nuklear, dipancarkan
ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang
dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai
pancaran tetap partikel-partikel bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan
partikel beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino yang
berasal dari inti bintang.
Hampir semua informasi yang kita miliki mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari
diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang
gelombang radio hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang
tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi. Hanya gelombang radio dan gelombang
cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan menciptakan jendela radio dan
jendela optik. Teleskop-teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintangbintang pada panjang gelombang lain.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh
luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada

akhirnya kita dapat menduga kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di
permukaan pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Dengan menelaah spektrum bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan,
gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi dari sebuah bintang. Jika jarak bisa
ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka luminositas bintang dapat diturunkan.
Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode rotasi kemudian dapat diperkirakan dari
pemodelan. Massa bintang dapat juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang
berada dalam sistem bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya
astronom dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.

[sunting] Fluks pancaran


Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah bintang
adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga yang diterima permukaan kolektor
(mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt
per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).

[sunting] Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang dipancarkan oleh
sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas dinyatakan
dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau luminositas matahari.
Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam sempurna, maka
luminositasnya adalah,

dimana L adalah luminositas, adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang


dan Te adalah temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks,
luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan

dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke
pengamat.

[sunting] Magnitudo
Secara tradisi kecerahan bintang dinyatakan dalam satuan magnitudo. Kecerahan bintang
yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun teleskop, dinyatakan oleh magnitudo
tampak (m) atau magnitudo semu. Secara tradisi magnitudo semu bintang yang dapat dilihat
oleh mata bugil dibagi dari 1 hingga 6, di mana satu ialah bintang paling cerah, dan 6 sebagai
bintang paling redup. Terdapat juga kecerahan yang diukur secara mutlak, yang menyatakan
kecerahan bintang sebenarnya. Kecerahan ini dikenal sebagai magnitudo mutlak (M), dan

terentang antara +26.0 sampai -26.5. Magnitudo adalah besaran lain dalam menyatakan fluks
pancaran, yang terhubungkan melalui persamaan,

dimana m adalah magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.

[sunting] Klasifikasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Klasifikasi bintang
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan dengan
huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisikimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard dan Annie
Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk
mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss
Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam
10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf.
Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang
tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih
awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.

Kelas

Warna

Suhu Permukaan C

Contoh

Biru

> 25,000

Spica

Putih-Biru

11.000 - 25.000

Rigel

Putih

7.500 - 11.000

Sirius

Putih-Kuning 6.000 - 7.500

Procyon A

Kuning

5.000 - 6.000

Matahari

Jingga

3.500 - 5.000

Arcturus

Merah

<3,500

Betelgeuse

Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari
Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau
luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal
sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut :

0 Maha maha raksasa


I Maharaksasa
II Raksasa-raksasa terang
III Raksasa
IV Sub-raksasa
V deret utama (katai)
VI sub-katai
VII katai putih

Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari
kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan
berukuran sedang.
Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara luminositas dan kelas
spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini adalah diagram paling penting bagi para
astronom dalam usaha mempelajari evolusi bintang.

[sunting] Evolusi
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain
itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.

[sunting] Terbentuknya bintang


Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang
luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan
sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen
dengan sekitar 2328% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam
awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam
semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang
dapat memiliki massa ribuan kali matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh
gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah
mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan
tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan
dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar,
kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan
dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.

Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang
disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari.
Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi
diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini
mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang
pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau
keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan
temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar'
menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang
menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan
berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

[sunting] Deret Utama


Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi
yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya.
Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.

[sunting] Akhir sebuah bintang


Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan
banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak
hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang
dapat mencapai 100 kali ukuran matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih.
Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan
membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova
atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.

You might also like