You are on page 1of 24

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus cilliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor; di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu
membrane semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang
terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbaik di posterior.

Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop,
inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel
subskapular.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula
(zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaan
corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein (kandungan proteinnya
tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
FISIOLOGI LENSA
Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada kondisi normalnya
berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di sebelah posterior iris dan
disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip
pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membrane basalis yang
mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup
dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang
lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat, disekeliling
nucleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai
persarafan, nutrisi lensa didapat dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat
anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai
akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang
bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan
zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan
mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan
daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi
musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut,
membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan

bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring
dengan penurunan elastisitasnya.
PSEUDOFAKIA
Definisi
Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan
tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan
penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap
disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan
khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus :
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini :
1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat.
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal

3. Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat


4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat.
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)
2. Anak dibawah 3 tahun
3. Uveitis menahun yang berat
4. Retinopati diabetik proliferatif berat
5. Glaukoma neovaskuler
KATARAK
Definisi
Katarak merupakan kelainan mata tenang dengan gejala penurunan visus penglihatan
perlahan. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Pandangan
pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat
keruhnya lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Penuaan/aging
merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain seperti trauma,
toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan. Tanpa faktor
pajanan, katarak dapat muncul pada usia 70 tahun.1
Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama (51%) kebutaan di dunia. Hampir 20 juta jiwa
mengalami kebutaan karena katarak, dan jumlah ini diproyeksikan akan menjadi 40 juta jiwa
pada tahun 2020.2 Di negara berkembang, katarak terkait usia dapat muncul lebih cepat.
Penelitian di India menunjukkan katarak dapat muncul 14 tahun lebih awal dibandingkan di
Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, prevalensi katarak yang sudah mengganggu visus
(<=6/9) pada populasi berusia 75-83 tahun di India adalah sebesar 82% dibandingkan 46% di
Amerika Serikat. Katarak dapat ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria dengan
rasio 1:8.3
Di Indonesia, katarak adalah penyebab kebutaan terbanyak (1,02%) dari total angka kebutaan
1,47%. Peningkatan penduduk usia lanjut yang diproyeksikan pada tahun 2025 meningkat
sebesar 400% akan menjadi ancaman peningkatan prevalensi katarak. Meningkatknya angka
kejadian penyakit kronis seperti DM dan hipertensi juga memiliki faktor terhadap
peningkatan angka kejadian tersebut.4

Gejala Klinis Katarak


Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan
penglihatan yang muncul secara bertahap.
o

Penglihatan kabur dan berkabut

Fotofobia

Penglihatan ganda

Kesulitan melihat di waktu malam

Sering berganti kacamata

Perlu penerangan lebih terang untuk membaca

Seperti ada titik gelap didepan mata

Klasifikasi
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1

tahun

Katarak juvenil, katarak yang terjadi pada usia di atas1 tahun

Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun

Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama bila penenganannya kurang tepat.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
1. Kapsulentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
Polaris.
2. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa saja.
Katarak Juvenile

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan
kelanjutan katarak congenital.
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50
tahun. Katarak senilis adalah katarak yang paling sering terjadi, tidak nyeri, dan penyebabnya
tidak diketahui, berkembang tanpa gangguan traumatik, ocular, sistemik. Sebagian besar
letak katarak terdapat pada daerah kortikal lensa, namun beberapa ditemukan pula pada area
nuclear dan subkapsular.
Perubahan lensa pada usia lanjut:
a. Kapsul:
- Menebal dan kurang elastic
- Mulai presbiopi
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat granular
b. Epitel:
- Semakin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
c. Serat lensa
- Lebih irregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
- Korteks tidak berwarna karena:
o kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
o Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Mekanisme Kekeruhan
Katarak senilis kortikal. Peningkatan usia/aging dapat menyebabkan penurunan
protein, asam amino, kalium yang diikuti peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi

lensa, menyebabkan koagulasi protein yang ada di korteks.


Katarak senilis nuklear. Proses degeneratif yang terjadi adalah sklerosis nuklear yang
berkaitan dengan dehidrasi dan penebalan nukleus. Dapat terjadi peningkatan protein
tidak terlarut air.

Stadium Katarak

Katarak senile secara klinik dikenal dalam empat stadium, yaitu insipient imatur, intumesen,
matur, hipermatur.

Kekeruhan
Cairan lensa

Iris
CoA
Sudut

Insipien
Ringan
Normal

Normal
Normal
bilik Normal

mata
Shadow test
Penyulit

Negative
-

Imatur
Sebagian
Bertambah(air

Matur
Seluruh
Normal

Hipermatur
Massif
Berkurang

masuk)

(air+massa lensa

Terdorong
Dangkal
Sempit

Normal
Normal
Normal

keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka

Positif
Glaucoma

Negatif
-

Psedopos
Uveitis+glaucoma

1. Katarak insipien
Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jaruji menuju korteks anterior dan posterior
(katarak kortikal).
2. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa karena lensa degeneratif menyerap air. Lensa
yang membengkak dan membesar akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal,
hal ini dapat menimbulkan penyulit berupa glaukoma.
3. Katarak imatur
Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
4. Katarak matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh lapisan lensa. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan akan keluar sehingga ukuran lensa kembali normal dan terjadi
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan kembali normal, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh sehingga shadow test menjadi negatif.
5. Katarak hipermatur
Massa lensa yang berdegenerasi mencair dan keluar dari kapsul lensa sehingga ukuran lensa
mengecil.
6. Katarak Morgagni
Jika katarak hipermatur tidak dikeluarkan , akan terjadi pengerutan dan korteks telah mencair
sehingga nukleus lensa akan turun dari tempatnya dalam kapsul lensa.
Pemeriksaan Katarak
1. Pemeriksaan tajam penglihatan (visual acuity). Visus pasien bergantung dari 6/9
sampai PL (perception of light) +. Visus ini merupakan salah satu penanda fase
perkembangan katarak.

2. Pemeriksaan iluminasi oblik/oblique illumination examination. Menunjukkan warna


lensa pada area pupil.
3. Pemeriksaan bayangan iris/test for iris shadow. Pemeriksaan ini mengindikasikan
adanya katarak imatur. Saat cahaya menyinari pupil secara oblik, terbentuk bayangan
bulan sabit pada batas pupil di iris. Saat lensa sepenuhnya buram atau transparan,
maka tidak ada bayangan bulan sabit yang terbentuk.
4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Pada mata normal terlihat cahaya fundus kuning. Pada
lensa katarak parsial akan terlihat bayangan hitam pada area merah pada daerah
katarak. Pada lensa katarak yang komplit tidak terlihat apa-apa. Pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk menilai status ada tidaknya kelainan di makula, papil nervus optikus
dan retina, yang bertujuan untuk menilai prognosis katarak.
Apabila funduskopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan proyeksi penglihatan dan refleks
cahaya tidak langsung untuk menilai apakah ada kelainan pada bagian mata selain lensa.
Dapat pula dilakukan penilaian pupil (inspeksi, refleks cahaya langsung, refleks cahaya tidak
langsung).
5. Slit-lamp examination. Dilakukan pada pupil yang sepenuhnya berdilatasi.
Pemeriksaan ini menunjukkan morfologi bagian lensa yang keruh (lokasi, ukuran,
ketebalan, dan kekerasan nukleus).
Pembedahan Katarak
a.

Ekstra Capsular Cataract Ekstraction (ECCE)

Indikasi
ECCE merupakan cara yang paling modern untuk pembedahan katarak. Pemilihan teknik ini
tergantung instrument yang tersedia, pengalaman ahli bedah dan densitas dari nucleus. ECCE
yang mengangkat nucleus lensa dan korteks dengan cara membuka kapsula anterior tetapi
menyisakan kapsula posterior pada tempatnya. Teknik ini memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan dengan ICCE.
Dengan daerah insisi yang kecil keuntungannya :
a)

Trauma minimal pada endotel kornea

b)

Sedikit menyebabkan astigmatisme

c)

Lebih aman

Sebagai tambahan, kapsula posterior intak, sehingga :

a)

Mengurangi resiko kehilangan vitreus humor intraoperatif

b) Memberikan posisi anatomi yang baik untuk fiksasi IOL


c)

Mengurangi insiden edema macula cistoid, ablasio retina dan edema kornea.

d) Mengurangi

mobilitas

iris

dan

vitreus

humor

dengan

gerakan

saccadic

(endopthalmodenesis)
e)

Memberikan barrier terhadap molekul yang melewati aqueus humor dan vitreus humor.

f)

Mengurangi akses infeksi bakteri ke ruang vitreus pada endopthalmitis.

g) Mengurangi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang akibat penempelan vitreus ke
iris, kornea dan bekas insisi.
Apabila kapsul posterior intak, teknik yang mudah dan aman dilakukan adalah implantasi
IOL, pembedahan filtrasi, transplantasi kornea.
Kontraindikasi
Pada ECCE integritas zonula zinnia dapat dipertahankan terutama pada nucleus dan korteks.
Apabila zonula zinnia tidak sepenuhnya mensupport lensa pada pembedahan ekstrakapsular
maka dilakukan ICCE / lansectomy pars plana.

b.

Intra Capsular Catarac Ekstraction (ICCE)

Dengan perkembangan operasi katarak extracapsular modern dari sebelumnya, pengangkatan


lensa secara komplit dan kapsulnya yang disebut intracapsular cataract extraction, lebih
dipilih. Aspirasi yang lebih maju, perkembangan operasi mikroskop yang lebih bagus, dan
IOL yang lebih, system operasi menyebabkan ECCE menggantikan ICCE hampir di seluruh
dunia.
Dengan

memahami

evolusi

dari

operasi

katarak

modern

dari

ICCE

menjadi

phacoemulsifikasi akan membantu ahli bedah katarak dalam memilih teknik operasi dan
mempertimbangkan komplikasi.
Keuntungan
Meskipun secara umum ECCE lebih baik, tetapi ICCE mempunyai keuntungan:
a)

Pengangkatan seluruh lensa, tanpa meninggalkan kapsul

b) Instrument yang dibutuhkan sederhana (operasi menggunakan lup telah diganti


menggunakan mikroskop dan alat ekstraksi non automatis, seperti Cryoprobes, Forceps
Capsular, atau Erysiphales)
c)

Rehabilitasi visual biasanya segera setelah pembedahan dengan kacamata +10,00


Dioptri.

Kerugian
Insisi ICCE yang luas, 160o - 180o dihubungkan dengan resiko :
a)

Keterlambatan penyembuhan

b)

Keterlambatan rehabilitasi visual

c)

Timbulnya astigmatism yang signifikans

d)

Inkarserasi iris

e)

Luka bocor post operasi

f)

Inkarserasi vitreus

g)

Edema kornea

h)

Trauma endotel kornea, yang dapat terjadi karena kornea yang terangkat dan menonjol

selama pemasangan lensa atau dari cryoprobe yang digunakan pada waktu operasi.
i)

Hilangnya sel endotel kornea

j)

Cystoid Makular Edema (CME) (lebih sering setelah ICCE daripada ECCE) transien

CME terjadi pada 50 % pasien, sedangkan CME persisten terjadi pada 2 % - 4 % pasien.
k)
c.

Ablasio retina
Fakoemulsifikasi

Merupakan teknik ekstrakapsular yang berbeda dengan teknik ECCE konvensional. Teknik
ini menggunakan ultrasonic untuk memecah nucleus dan mengaspirasi lensa. Hasilnya berupa
komplikasi luka yang jarang, penyembuhan yang lebih cepat dari cara lain dengan lapangan
insisi yang lebih besar. Teknik ini juga merupakan teknik tertutup baik selama
Phacoemulsifikasi dan aspirasi, sehingga mengontrol kedalaman bilik anterior dan mencegah
tekanan positif dari vitreus humor dan perdarahan koroid.

Indikasi operasi
Indikasi operasi katarak di bagi menjadi :
1. indikasi sosial : jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan
2. indikasi medis : kondisi katarak di bawah ini harus segera dioperasi walaupun
prognosis penglihatnnya tidak menjanjikan atau pasien tidak berminat pada perbaikan
penglihatnnya :
-

katarak hipermatur

less induced glaucoma

less induced uveitis

dislokasi / sublukasi lensa

korpus alienum intralentikular

retinopati diabetik yang diterapi dengan fotokoagulasi laser

ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya dimana diagnosis atau
tata laksananya akan terganggu dengan adanya opasitas lensa

3. indikasi optik : jika hasil dari pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m di
dapatkan hasil visus 3/60

Komplikasi
Komplikasi Intraoperative

Edema kornea
Kerusakan pada endotel kornea
Ruptur kapsula posterior
Prolaps dan kehilangan vitrous
Hyphema
Perdarahan atau efusi suprakoroid
Pendarahan suprakoroid ekspulsif
Disrupsi vitreus
Dislokasi nukleus kedalam vitreus

Komplikasi postoperative

Segera
Edema kornea
Kebocoran luka
Prolaps iris
COA dangkal atau datar
Hyphaema
Glaukoma
Endophtalmitis
IOL berpindah tempat, tidak di tengah lagi
Lambat
- Glaukoma
- Posterior Capsular Opacification
- Vitreous touch syndrome
- UGH syndrome (Uveitis, Glaukoma, Hymphaema Syndrome)
- Bullous keratopathy
- Ablasio retina

PTEREGIUM
Pterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada
daerah interpalpebra.
Insidensi didaerah tropik dan subtropik, usia 20-30 tahun (terbanyak), Laki-laki >
perempuan, referensi lain: Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan
perempuan. Umumnya bilateral tapi data penelitian di RS.
Dr.Soedarso pterigium unilateral (58,96%) lebih sering terjadi
dibandingkan pterigium bilateral (41,04%). Kasus terbanyak pasien pterigium terdapat pada
derajat 2 (44,10%).
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar matahari.
Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan
proliferasi sel. Genetikkemungkinan diturunkan secara autosom dominan. Infeksi: HPV,
faktor resiko lain kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir
1.Secara Klinis Pterigium terbagi atas:
Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea
Grade II : Pterigium sudah melewati tepi limbus kornea, tapi tidak lebih dari 2 mm
Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm, tapi tidak melewati
pinggiran

pupil dalam keadaan cahaya normal ( pupil 3-4 mm)

Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah ada gangguan

penglihatan
2.Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :
Progressif pterygium: memiliki gambaran tebal, berdaging, padat dan vascular dengan
beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium
Regressif pterygium/inaktif/stasioner : dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi,
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang
3.Berdasarkan Jenisnya
Vaskuler : pterygium tebal, merah, progresif, ditemukan pada anak muda (tumbuh cepat
karena banyak pembuluh darah.
Membrannaceus : pterygium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah, terdapat pada orang
tua.
Diagnosis banding meliputi pseudopterigium, penguikula, pannus, neovaskularisasi,
neoplasma, simblefaron. Pseudopterigium: merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring
atau Terriens marginal degeneration. Pada pseudopteyigium tidak didapat
bagian head, cap dan body. Penguikulamerupakan massa kekuningan berbatasan dengan
limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Pinguekula
merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga dengan puncak di
perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabu-abuan merupakan degenerasi hialin
konjungtiva dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin, debu dan
sinar matahari yang berlebihan. Prognosis umumnya baik, namun pinguekula dapat
berkembang menjadi pterigium.
Pannus (neovaskularisasi): Merupakan pertumbuhan pembuluh darah ke dalam sekeliling
kornea. Pada individu normal, kornea seharusnya avaskuler, hipoksia lokal kronis (seperti
pada penggunaancontact lens berlebihan) atau inflamasi dapat menyebabkan vaskularisasi di
sekeliling kornea. Pannus juga dapat terjadi pada penyakit stem cell kornea seperti
aniridia. Neoplasia (karsinoma in situ, squamous cell carcinoma)/ CIN (conjunctival
intraepithelial neoplasia) dan tumor konjungtiva lain.
Perbedaan pterigium dengan pseudopterigium:
1. Pseudopterigium didahului riwayat kerusakan permukaan kornea seperti ukak kornea,
sedangkan pterigium tidak.
2. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea

sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain letaknya tidak harus pada celah kelopak
mata atau fisura palpebra.
3. Puncak pterigium menunjukkan pulau-pulau Fuchs pada kornea sedang
pseudopterigium tidak.
4. Pseudopterigium dapat diselipkan sonde di bawahnya, sedangkan pterigium tidak.
5. Jumlah pembuluh darah pada pseudopterigium sama dengan keadaan pembuluh darah
normal.
6. Pterigium bersifat pregresif, pseudopterigium tidak.

Perbedaan pesudopterigium, penguikula dan pterigium


Pembeda
Definisi

Pterigium
Jaringan fibrovaskular

Pinguekula
Benjolan pada

Pseudopterigium
Perlengketan konjungtiva

konjungtiva bulbi

konjungtiva bulbi

bulbi dengan kornea yang

berbentuk segitiga

cacat

Warna

Putih kekuningan

Putih-kuning keabu-

Putih kekuningan

Letak

Celah kelopak bagian

abuan
Celah kelopak mata

Pada daerah konjungtiva

nasal atau temporal

terutama bagian nasal

yang terdekat dengan

yang meluas ke arah


6:
Progresif
Reaksi

proses kornea

kornea
>
Sedang
Tidak ada

=
Tidak
Tidak ada

sebelumnya
=
Tidak
Ada

Lebih menonjol

Menonjol

Normal

kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh
darah
konjungtiva

Sonde

Tidak dapat diselipkan Tidak dapat diselipkan

Dapat diselipkan di
bawah lesi karena tidak

Puncak

Ada pulau-pulau

Tidak ada

Funchs (bercak
Histopatologi

kelabu)
Epitel ireguler dan

melekat pada limbus


Tidak ada (tidak
ada head, cap, body)

Degenerasi hialin

Perlengketan

degenerasi hialin dalam jaringan submukosa


stromanya
konjungtiva
Pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan. Pada keadaan inflamasi, dapat diberikan
air mata buatan dan steroid topical untuk menekan peradangannya.

BAB II
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS
Nama

: Ny. A

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 68 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Pusaka Sari Marga Mulya 1/11 Kec. Pangalengnan Kab. Bandung

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal pemeriksaan : 18 Agustus 2014


No. Rekam Medik

: 475788

2. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 18 Agustus 2014
Keluhan utama

: Mata kiri gatal

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Soreang dengan keluhan mata kiri gatal sejak 1
minggu SMRS. Keluhan disertai dengan gejala mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah
dioperasi katarak pada mata kirinya. Pasien juga mengeluh penglihatan mata kirinya buram
namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi katarak keluhan mata kiri bengkak dan
nyeri tidak ada. Pada mata kananya pasien mengeluh buram dan seperti melihat asap dan
silau ketika melihat cahaya matahari .

Pasien menjalani operasi katarak pada mata kirinya sekitar 4 minggu yang lalu, Saat ini
pasien datang ke poliklinik Mata RSUD Soreang untuk kontrol ke empat kalinya post operasi
katarak pada mata kirinya.
Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kanan dan kirinya tidak jelas sejak 1
tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat. Pasien
juga mengatakan mata kanan dan kiri terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih
nyaman pada tempat yang gelap.
Riwayat trauma pada mata kiri sebelumnya disangkal. Riwayat memiliki penyakit mata lain
disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.


Riwayat pengobatan

Saat sebelum operasi, pasien mengaku pernah menggunakan obat tetes mata selama 6 bulan
yang dibelinya sendiri di apotek, namun pasien lupa nama obatnya. Pasien merasa keluhan
tidak membaik, maka pasien berobat ke Poliklinik Mata RSUD Soreang.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/90 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,70C
Pemeriksaan fisik lain kesan dalam batas normal
Status Oftalmologi
Ocular Dextra (OD)
Orthoforia

Baik Kesegala Arah

Posisi Hirtcsburg
Gerakan Bola Mata

Ocular Sinistra (OS)


Orthoforia

Baik Kesegala Arah

1/
N/palpasi
Tidak Ada
Tidak Ada

Visus
Tekanan Intra Okular
Super Cilia
Madarosis
Sikatrik

6/30 PH: 6/12


N/palpasi

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Palpebra Superior
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Ptosis
Blefarospasme

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Palpebra Inferior
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Tumor/Massa

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Konjungtiva Tarsal
Superior
Sekret
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Konjungtiva Tarsal
Inferior
Sekret
Hiperemis
Anemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak Ada
Tidak Ada

Tidak ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Keruh
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Regular, Central,
3 mm
Tidak Ada
Positif
Positif

Konjungtiva Bulbi
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Subconjunctiva Bleeding
Pterigium
Pinguekula
Kornea
Kejernihan
Sikatrik
Infiltrat
Ulkus
Keratik Presipitat
Edema
COA
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Iris/Pupil
Bentuk

Keruh
(-)
Tidak diperiksa

Sinekia Anterior
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak
Langsung
Lensa
Kejernihan
Shadow Test
Vitreus Humour

Tidak dilakukan

Funduskopi

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Jernih
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Reguler, Central,
3 mm
Tidak Ada
Positif
Positif
IOL (+)
(-)
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan

4. RESUME
Seorang wanita berusia 68 tahun datang dengan keluhan mata kiri sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan disertai dengan mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah dioperasi katarak pada
mata kirinya keluhan tidak disertai nyeri dan bengkak pada mata kirinya. Pasien juga
mengeluh penglihatan mata kirinya buram namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi
katarak. Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4 minggu yang
lalu.
Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kirinya dan kanannya tidak jelas
sejak 1 tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat.
Pasien juga mengatakan mata kanan terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih
nyaman pada tempat yang gelap.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, status generalis dalam batas normal, sedangkan status
oftlamologis sebagai berikut:

VOD 1/

VOS

Konjungtiva bulbi OS ditemukan pteregium

Lensa OS ditemukan pseudofakia (+)

Lensa OD keruh (+)

6/30 dan PH : 6/12

5. DIAGNOSIS BANDING
Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD
6. DIAGNOSIS KERJA
Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD
7. USULAN PEMERIKSAAN
-Pemeriksaan TIO dengan Tonometri Schiotz
8. PENATALAKSANAAN
Umum
Banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin
A,C,E
Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan oleh dokter
Disarankan untuk tidak boleh batuk keras, mengedan terlalu keras,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg.
Mata yang pasca operasi katarak tidak boleh terkena air, digosok-gosok.
Khusus
Kontrol kembali 1 minggu kemudian
Dexametasone 0,1%, neomycin 3,5 mg, Polymixin 6000 IU (6 dd I gtt OD)
9. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN

1. Apa dasar diagnosis pada pasien ini?


2. Bagaimana prinsip pengobatan pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
1. Dasar diagnosis
Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD

Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan :
Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4

minggu yang lalu.


Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kanan dan kirinya
tidak jelas sejak 1 tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang
semakin lama terasa semakin berat. Pasien juga mengatakan mata kanan
terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih nyaman pada tempat

yang gelap.
Berdasarkan teori, pseudofakia adalah :
Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan tepat
ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan
Pada katarak didapatkan gejala berupa :
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan
penglihatan yang muncul secara bertahap.

o Penglihatan kabur dan berkabut


o Fotofobia
o Penglihatan ganda
o Kesulitan melihat di waktu malam
o Sering berganti kacamata
o Perlu penerangan lebih terang untuk membaca
o Seperti ada titik gelap didepan mata
Pasien mengaku mata kiri gatal dan berair, ini merupakan hal yang biasa

terjadi setelah operasi. Dimana setelah terjadi luka operasi maka akan terjadi
fase penyembuhan yang diawali dengan fase inflamasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Pemeriksaan Visus
o VOD 1/
o VOS

6/30 dan PH : 6/12

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui adakah perbaikan tajam
penglihatan setelah operasi katarak.
o Konjungtiva bulbi OS ditemukan Pteregium
Pemeriksaan konjungtiva dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat tanda inflamasi pada
sekitar luka operasi. Pada sekitar luka post operasi akan terjadi reaksi inflamasi diantaranya
vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva

akan terlihat hiperemis pada pemeriksaan

konjungtiva tarsalis superior dan inferior dan konjungtiva bulbi biasa ditemukan injeksi
konjungtiva bulbi namun tidak ditemukan pada pasien ini, selain itu juga pada konjungtiva
bulbi OS pada pasien ini ditemukan Pteregium yaitu jaringan fibrovaskular yang bersifat
invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal
konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
o Lensa OS ditemukan pseudofakia (+)
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri didapatkan lensa mata kanan lebih mengkilat saat
disinari dengan lampu senter yang menandakan telah terpasang IOL.
o Lensa OD keruh
Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan lensa keruh dan kekeruhan pada lensa sudah
menyeluruh.

2. Prinsip Pengobatan
o Pemberian obat tetes mata steroid, berguna untuk mengurangi reaksi radang akibat
tindakan bedah.
3. Prognosis pada pasien ini
Quo ad vitam

: ad bonam

Dilihat dari status generalis, tanda vital, pemeriksaan fisik pada pasien ini masih dalam batas
normal.
Quo ad functionam

: ad bonam

o Karena fungsi penglihatan mengalami perbaikan pada mata kiri yang di


operasi yang tampak dari hasil pemeriksaan visus, didapatkan visus OS post
operasi : 6/30 dan tidak ditemukan komplikasi pasca operasi katarak

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Shidarta Prof,Dr. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 2003.
Jakarta : Balai penerbit FKUI
2. Paul R.E, John P.W. Vaughan & Asburys General Opthalmology Sixteenth Edition.
United States Of America. 2004.
3. Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto
4. Suhardjo, Sundari S, Sasongko, MB. 2007. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,
Sklera dan Sistem Lakrimal dalam Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: FK UGM

You might also like