Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus cilliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor; di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu
membrane semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang
terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbaik di posterior.
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop,
inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel
subskapular.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula
(zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaan
corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein (kandungan proteinnya
tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
FISIOLOGI LENSA
Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada kondisi normalnya
berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di sebelah posterior iris dan
disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip
pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membrane basalis yang
mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup
dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang
lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat, disekeliling
nucleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai
persarafan, nutrisi lensa didapat dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat
anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai
akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang
bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan
zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan
mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan
daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi
musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut,
membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan
bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring
dengan penurunan elastisitasnya.
PSEUDOFAKIA
Definisi
Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan
tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan
penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap
disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan
khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya
bersandar pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus :
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini :
1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat.
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
Fotofobia
Penglihatan ganda
Klasifikasi
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun
Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama bila penenganannya kurang tepat.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
1. Kapsulentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak
Polaris.
2. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau
nukleus lensa saja.
Katarak Juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan
kelanjutan katarak congenital.
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50
tahun. Katarak senilis adalah katarak yang paling sering terjadi, tidak nyeri, dan penyebabnya
tidak diketahui, berkembang tanpa gangguan traumatik, ocular, sistemik. Sebagian besar
letak katarak terdapat pada daerah kortikal lensa, namun beberapa ditemukan pula pada area
nuclear dan subkapsular.
Perubahan lensa pada usia lanjut:
a. Kapsul:
- Menebal dan kurang elastic
- Mulai presbiopi
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat granular
b. Epitel:
- Semakin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
c. Serat lensa
- Lebih irregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
- Korteks tidak berwarna karena:
o kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
o Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Mekanisme Kekeruhan
Katarak senilis kortikal. Peningkatan usia/aging dapat menyebabkan penurunan
protein, asam amino, kalium yang diikuti peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi
Stadium Katarak
Katarak senile secara klinik dikenal dalam empat stadium, yaitu insipient imatur, intumesen,
matur, hipermatur.
Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
CoA
Sudut
Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
bilik Normal
mata
Shadow test
Penyulit
Negative
-
Imatur
Sebagian
Bertambah(air
Matur
Seluruh
Normal
Hipermatur
Massif
Berkurang
masuk)
(air+massa lensa
Terdorong
Dangkal
Sempit
Normal
Normal
Normal
keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka
Positif
Glaucoma
Negatif
-
Psedopos
Uveitis+glaucoma
1. Katarak insipien
Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jaruji menuju korteks anterior dan posterior
(katarak kortikal).
2. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa karena lensa degeneratif menyerap air. Lensa
yang membengkak dan membesar akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal,
hal ini dapat menimbulkan penyulit berupa glaukoma.
3. Katarak imatur
Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
4. Katarak matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh lapisan lensa. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan akan keluar sehingga ukuran lensa kembali normal dan terjadi
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan kembali normal, tidak terdapat bayangan iris pada lensa
yang keruh sehingga shadow test menjadi negatif.
5. Katarak hipermatur
Massa lensa yang berdegenerasi mencair dan keluar dari kapsul lensa sehingga ukuran lensa
mengecil.
6. Katarak Morgagni
Jika katarak hipermatur tidak dikeluarkan , akan terjadi pengerutan dan korteks telah mencair
sehingga nukleus lensa akan turun dari tempatnya dalam kapsul lensa.
Pemeriksaan Katarak
1. Pemeriksaan tajam penglihatan (visual acuity). Visus pasien bergantung dari 6/9
sampai PL (perception of light) +. Visus ini merupakan salah satu penanda fase
perkembangan katarak.
Indikasi
ECCE merupakan cara yang paling modern untuk pembedahan katarak. Pemilihan teknik ini
tergantung instrument yang tersedia, pengalaman ahli bedah dan densitas dari nucleus. ECCE
yang mengangkat nucleus lensa dan korteks dengan cara membuka kapsula anterior tetapi
menyisakan kapsula posterior pada tempatnya. Teknik ini memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan dengan ICCE.
Dengan daerah insisi yang kecil keuntungannya :
a)
b)
c)
Lebih aman
a)
Mengurangi insiden edema macula cistoid, ablasio retina dan edema kornea.
d) Mengurangi
mobilitas
iris
dan
vitreus
humor
dengan
gerakan
saccadic
(endopthalmodenesis)
e)
Memberikan barrier terhadap molekul yang melewati aqueus humor dan vitreus humor.
f)
g) Mengurangi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang akibat penempelan vitreus ke
iris, kornea dan bekas insisi.
Apabila kapsul posterior intak, teknik yang mudah dan aman dilakukan adalah implantasi
IOL, pembedahan filtrasi, transplantasi kornea.
Kontraindikasi
Pada ECCE integritas zonula zinnia dapat dipertahankan terutama pada nucleus dan korteks.
Apabila zonula zinnia tidak sepenuhnya mensupport lensa pada pembedahan ekstrakapsular
maka dilakukan ICCE / lansectomy pars plana.
b.
memahami
evolusi
dari
operasi
katarak
modern
dari
ICCE
menjadi
phacoemulsifikasi akan membantu ahli bedah katarak dalam memilih teknik operasi dan
mempertimbangkan komplikasi.
Keuntungan
Meskipun secara umum ECCE lebih baik, tetapi ICCE mempunyai keuntungan:
a)
Kerugian
Insisi ICCE yang luas, 160o - 180o dihubungkan dengan resiko :
a)
Keterlambatan penyembuhan
b)
c)
d)
Inkarserasi iris
e)
f)
Inkarserasi vitreus
g)
Edema kornea
h)
Trauma endotel kornea, yang dapat terjadi karena kornea yang terangkat dan menonjol
selama pemasangan lensa atau dari cryoprobe yang digunakan pada waktu operasi.
i)
j)
Cystoid Makular Edema (CME) (lebih sering setelah ICCE daripada ECCE) transien
CME terjadi pada 50 % pasien, sedangkan CME persisten terjadi pada 2 % - 4 % pasien.
k)
c.
Ablasio retina
Fakoemulsifikasi
Merupakan teknik ekstrakapsular yang berbeda dengan teknik ECCE konvensional. Teknik
ini menggunakan ultrasonic untuk memecah nucleus dan mengaspirasi lensa. Hasilnya berupa
komplikasi luka yang jarang, penyembuhan yang lebih cepat dari cara lain dengan lapangan
insisi yang lebih besar. Teknik ini juga merupakan teknik tertutup baik selama
Phacoemulsifikasi dan aspirasi, sehingga mengontrol kedalaman bilik anterior dan mencegah
tekanan positif dari vitreus humor dan perdarahan koroid.
Indikasi operasi
Indikasi operasi katarak di bagi menjadi :
1. indikasi sosial : jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan
2. indikasi medis : kondisi katarak di bawah ini harus segera dioperasi walaupun
prognosis penglihatnnya tidak menjanjikan atau pasien tidak berminat pada perbaikan
penglihatnnya :
-
katarak hipermatur
ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya dimana diagnosis atau
tata laksananya akan terganggu dengan adanya opasitas lensa
3. indikasi optik : jika hasil dari pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m di
dapatkan hasil visus 3/60
Komplikasi
Komplikasi Intraoperative
Edema kornea
Kerusakan pada endotel kornea
Ruptur kapsula posterior
Prolaps dan kehilangan vitrous
Hyphema
Perdarahan atau efusi suprakoroid
Pendarahan suprakoroid ekspulsif
Disrupsi vitreus
Dislokasi nukleus kedalam vitreus
Komplikasi postoperative
Segera
Edema kornea
Kebocoran luka
Prolaps iris
COA dangkal atau datar
Hyphaema
Glaukoma
Endophtalmitis
IOL berpindah tempat, tidak di tengah lagi
Lambat
- Glaukoma
- Posterior Capsular Opacification
- Vitreous touch syndrome
- UGH syndrome (Uveitis, Glaukoma, Hymphaema Syndrome)
- Bullous keratopathy
- Ablasio retina
PTEREGIUM
Pterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk
segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada
daerah interpalpebra.
Insidensi didaerah tropik dan subtropik, usia 20-30 tahun (terbanyak), Laki-laki >
perempuan, referensi lain: Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan
perempuan. Umumnya bilateral tapi data penelitian di RS.
Dr.Soedarso pterigium unilateral (58,96%) lebih sering terjadi
dibandingkan pterigium bilateral (41,04%). Kasus terbanyak pasien pterigium terdapat pada
derajat 2 (44,10%).
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar matahari.
Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan
proliferasi sel. Genetikkemungkinan diturunkan secara autosom dominan. Infeksi: HPV,
faktor resiko lain kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir
1.Secara Klinis Pterigium terbagi atas:
Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea
Grade II : Pterigium sudah melewati tepi limbus kornea, tapi tidak lebih dari 2 mm
Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm, tapi tidak melewati
pinggiran
Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah ada gangguan
penglihatan
2.Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :
Progressif pterygium: memiliki gambaran tebal, berdaging, padat dan vascular dengan
beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium
Regressif pterygium/inaktif/stasioner : dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi,
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang
3.Berdasarkan Jenisnya
Vaskuler : pterygium tebal, merah, progresif, ditemukan pada anak muda (tumbuh cepat
karena banyak pembuluh darah.
Membrannaceus : pterygium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah, terdapat pada orang
tua.
Diagnosis banding meliputi pseudopterigium, penguikula, pannus, neovaskularisasi,
neoplasma, simblefaron. Pseudopterigium: merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring
atau Terriens marginal degeneration. Pada pseudopteyigium tidak didapat
bagian head, cap dan body. Penguikulamerupakan massa kekuningan berbatasan dengan
limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Pinguekula
merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga dengan puncak di
perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabu-abuan merupakan degenerasi hialin
konjungtiva dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin, debu dan
sinar matahari yang berlebihan. Prognosis umumnya baik, namun pinguekula dapat
berkembang menjadi pterigium.
Pannus (neovaskularisasi): Merupakan pertumbuhan pembuluh darah ke dalam sekeliling
kornea. Pada individu normal, kornea seharusnya avaskuler, hipoksia lokal kronis (seperti
pada penggunaancontact lens berlebihan) atau inflamasi dapat menyebabkan vaskularisasi di
sekeliling kornea. Pannus juga dapat terjadi pada penyakit stem cell kornea seperti
aniridia. Neoplasia (karsinoma in situ, squamous cell carcinoma)/ CIN (conjunctival
intraepithelial neoplasia) dan tumor konjungtiva lain.
Perbedaan pterigium dengan pseudopterigium:
1. Pseudopterigium didahului riwayat kerusakan permukaan kornea seperti ukak kornea,
sedangkan pterigium tidak.
2. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea
sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain letaknya tidak harus pada celah kelopak
mata atau fisura palpebra.
3. Puncak pterigium menunjukkan pulau-pulau Fuchs pada kornea sedang
pseudopterigium tidak.
4. Pseudopterigium dapat diselipkan sonde di bawahnya, sedangkan pterigium tidak.
5. Jumlah pembuluh darah pada pseudopterigium sama dengan keadaan pembuluh darah
normal.
6. Pterigium bersifat pregresif, pseudopterigium tidak.
Pterigium
Jaringan fibrovaskular
Pinguekula
Benjolan pada
Pseudopterigium
Perlengketan konjungtiva
konjungtiva bulbi
konjungtiva bulbi
berbentuk segitiga
cacat
Warna
Putih kekuningan
Putih-kuning keabu-
Putih kekuningan
Letak
abuan
Celah kelopak mata
proses kornea
kornea
>
Sedang
Tidak ada
=
Tidak
Tidak ada
sebelumnya
=
Tidak
Ada
Lebih menonjol
Menonjol
Normal
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh
darah
konjungtiva
Sonde
Dapat diselipkan di
bawah lesi karena tidak
Puncak
Ada pulau-pulau
Tidak ada
Funchs (bercak
Histopatologi
kelabu)
Epitel ireguler dan
Degenerasi hialin
Perlengketan
BAB II
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS
Nama
: Ny. A
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 68 tahun
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: 475788
2. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 18 Agustus 2014
Keluhan utama
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Soreang dengan keluhan mata kiri gatal sejak 1
minggu SMRS. Keluhan disertai dengan gejala mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah
dioperasi katarak pada mata kirinya. Pasien juga mengeluh penglihatan mata kirinya buram
namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi katarak keluhan mata kiri bengkak dan
nyeri tidak ada. Pada mata kananya pasien mengeluh buram dan seperti melihat asap dan
silau ketika melihat cahaya matahari .
Pasien menjalani operasi katarak pada mata kirinya sekitar 4 minggu yang lalu, Saat ini
pasien datang ke poliklinik Mata RSUD Soreang untuk kontrol ke empat kalinya post operasi
katarak pada mata kirinya.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kanan dan kirinya tidak jelas sejak 1
tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat. Pasien
juga mengatakan mata kanan dan kiri terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih
nyaman pada tempat yang gelap.
Riwayat trauma pada mata kiri sebelumnya disangkal. Riwayat memiliki penyakit mata lain
disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Saat sebelum operasi, pasien mengaku pernah menggunakan obat tetes mata selama 6 bulan
yang dibelinya sendiri di apotek, namun pasien lupa nama obatnya. Pasien merasa keluhan
tidak membaik, maka pasien berobat ke Poliklinik Mata RSUD Soreang.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/90 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,70C
Pemeriksaan fisik lain kesan dalam batas normal
Status Oftalmologi
Ocular Dextra (OD)
Orthoforia
Posisi Hirtcsburg
Gerakan Bola Mata
1/
N/palpasi
Tidak Ada
Tidak Ada
Visus
Tekanan Intra Okular
Super Cilia
Madarosis
Sikatrik
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Palpebra Superior
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Ptosis
Blefarospasme
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Palpebra Inferior
Edema
Hiperemis
Entropion
Ektropion
Tumor/Massa
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Konjungtiva Tarsal
Superior
Sekret
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Konjungtiva Tarsal
Inferior
Sekret
Hiperemis
Anemis
Folikel
Papil
Sikatrik
Benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Keruh
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Regular, Central,
3 mm
Tidak Ada
Positif
Positif
Konjungtiva Bulbi
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Subconjunctiva Bleeding
Pterigium
Pinguekula
Kornea
Kejernihan
Sikatrik
Infiltrat
Ulkus
Keratik Presipitat
Edema
COA
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Iris/Pupil
Bentuk
Keruh
(-)
Tidak diperiksa
Sinekia Anterior
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak
Langsung
Lensa
Kejernihan
Shadow Test
Vitreus Humour
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Jernih
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Sedang
Tidak Ada
Tidak Ada
Bulat, Reguler, Central,
3 mm
Tidak Ada
Positif
Positif
IOL (+)
(-)
Tidak diperiksa
Tidak dilakukan
4. RESUME
Seorang wanita berusia 68 tahun datang dengan keluhan mata kiri sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan disertai dengan mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah dioperasi katarak pada
mata kirinya keluhan tidak disertai nyeri dan bengkak pada mata kirinya. Pasien juga
mengeluh penglihatan mata kirinya buram namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi
katarak. Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4 minggu yang
lalu.
Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kirinya dan kanannya tidak jelas
sejak 1 tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat.
Pasien juga mengatakan mata kanan terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih
nyaman pada tempat yang gelap.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, status generalis dalam batas normal, sedangkan status
oftlamologis sebagai berikut:
VOD 1/
VOS
5. DIAGNOSIS BANDING
Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD
6. DIAGNOSIS KERJA
Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD
7. USULAN PEMERIKSAAN
-Pemeriksaan TIO dengan Tonometri Schiotz
8. PENATALAKSANAAN
Umum
Banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin
A,C,E
Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan oleh dokter
Disarankan untuk tidak boleh batuk keras, mengedan terlalu keras,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg.
Mata yang pasca operasi katarak tidak boleh terkena air, digosok-gosok.
Khusus
Kontrol kembali 1 minggu kemudian
Dexametasone 0,1%, neomycin 3,5 mg, Polymixin 6000 IU (6 dd I gtt OD)
9. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan :
Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4
yang gelap.
Berdasarkan teori, pseudofakia adalah :
Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan tepat
ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan
Pada katarak didapatkan gejala berupa :
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan
penglihatan yang muncul secara bertahap.
terjadi setelah operasi. Dimana setelah terjadi luka operasi maka akan terjadi
fase penyembuhan yang diawali dengan fase inflamasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Pemeriksaan Visus
o VOD 1/
o VOS
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui adakah perbaikan tajam
penglihatan setelah operasi katarak.
o Konjungtiva bulbi OS ditemukan Pteregium
Pemeriksaan konjungtiva dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat tanda inflamasi pada
sekitar luka operasi. Pada sekitar luka post operasi akan terjadi reaksi inflamasi diantaranya
vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva
konjungtiva tarsalis superior dan inferior dan konjungtiva bulbi biasa ditemukan injeksi
konjungtiva bulbi namun tidak ditemukan pada pasien ini, selain itu juga pada konjungtiva
bulbi OS pada pasien ini ditemukan Pteregium yaitu jaringan fibrovaskular yang bersifat
invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal
konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
o Lensa OS ditemukan pseudofakia (+)
Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri didapatkan lensa mata kanan lebih mengkilat saat
disinari dengan lampu senter yang menandakan telah terpasang IOL.
o Lensa OD keruh
Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan lensa keruh dan kekeruhan pada lensa sudah
menyeluruh.
2. Prinsip Pengobatan
o Pemberian obat tetes mata steroid, berguna untuk mengurangi reaksi radang akibat
tindakan bedah.
3. Prognosis pada pasien ini
Quo ad vitam
: ad bonam
Dilihat dari status generalis, tanda vital, pemeriksaan fisik pada pasien ini masih dalam batas
normal.
Quo ad functionam
: ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Shidarta Prof,Dr. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 2003.
Jakarta : Balai penerbit FKUI
2. Paul R.E, John P.W. Vaughan & Asburys General Opthalmology Sixteenth Edition.
United States Of America. 2004.
3. Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto
4. Suhardjo, Sundari S, Sasongko, MB. 2007. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,
Sklera dan Sistem Lakrimal dalam Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: FK UGM