Professional Documents
Culture Documents
Investigasi
Medikolegal
kematian pada suatu institusi. Ada berbagai variasi untuk kategori ini, tergantung
pada yuridikasi lokal.
medikolegal.
Pengumpulan
organ-organ
pada
waktu
itu
dapat
Penundaan Kematian
Banyak orang menyadari bahwa violent death (kecelakaan, bunuh diri
dan pembunuhan) berada dibawah juridikasi sistem medikolegal. Apa yang sering
tidak terpikirkan oleh mereka adalah bahwa yuridikasi ditahan meskipun terdapat
penundaan yang lama antara terjadinya perlukaan dan kematian, selama kematian
tersebut merupakan hasil dari perlukaan. Jadi, jika seorang menderita trauma
kepala
yang
mendatangkan
keadaan
koma
yang
ireversibel,
kemudian
mendapatkan perawatan di rumah, dan meninggal dua atau tiga tahun kemudian
karena pneumonia, ini masih menjadi kasus medical examiner karena kondisi medis
tersebut merupakan hasil dari trauma. Pada satu kasus, dimana seseorang
meninggal karena gagal ginjal kronik dalam beberapa jam setelah masuk rumah
3
sakit. Gagal ginjal tersebut disebabkan oleh pielonefritis kronik, dengan komplikasi
paraplegia, yang kemudian penyebabnya menjadi luka tembak pada tulang
belakang yang telah terjadi 25 tahun yang lalu. Kasus ini sudah tidak menjadi kasus
medical examiner, tetapi merupakan
kejadian dari kematian adalah luka tembak. Pada kasus ini, ada suatu masalah
hukum, karena pelaku telah meninggal 10 tahun lebih dulu daripada korban.
tersebut diartikan bahwa jantung berhenti atau jantung dan paru berhenti.
Bagaimanapun, pengalaman mengajarkan kita, bahwa ketika seseorang meninggal,
jantung dan paru berhenti. Itu bukan merupakan penyebab kematian dan, juga
bukan merupakan derajat dari mekanisme kematian. Kemudian, para dokter akan
melanjutkan membuat daftar diagnosis pada surat kematian, dan beberapa
organisasi pemerintahan menerimanya sebagai penyebab kematian.
Cara kematian menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang.
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan,
bunuh diri, kecelakaan, dan yang tidak dapat dijelaskan. Para penulis juga
menggunakan kategori tidak terklasifikasi. Hanya pada mekanisme kematian yang
dapat memiliki banyak penyebab dan penyebab yang memiliki banyak mekanisme,
penyebab kematian dapat memiliki banyak cara. Seseorang dapat meninggal karena
perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada jantung
(penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang
menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh),
atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi).
Cara kematian seperti yang dijelaskan oleh patologi forensik adalah
suatu opini yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada yang menjadi perhatian di
lingkungan sekeliling tempat kematian, dalam hubungannya dengan penemuan
pada saat otopsi dan tes laboratorium. Penemuan pada otopsi mungkin dapat
menjadi penyangkalan atau penyetujuan dengan nilai dari bagaimana kematian
terjadi. Jadi, jika ceritanya adalah bahwa seseorang itu menembak dirinya sendiri
dan otopsi menyatakan adanya luka tembak pada punggung yang datang dari jarak
jauh, secara jelas bahwa nilai tersebut tidak benar. Begitu juga, jika ada hubungan
luka tembak pelipis, maka penemuan saat otopsi harus sesuai. Ini harus dipikirkan
bahwa penyebab kematian dapat berubah jika ada informasi berikutnya yang
merubah lingkungan sekeliling dimana kematian di temukan. Jadi, jika kami
memiliki penemuan seseorang dengan luka tembak pelipis, dengan tidak
ditemukannya senjata dan tidak ada riwayat dari usaha bunuh diri, kemungkinan
yang mungkin adalah bahwa kasus ini adalah pembunuhan. Jika, selanjutnya
diketahui bahwa individu ini telah menggelapkan setengah juta dollar dari
kantornya dan telah didakwa oleh juri ketua, dan mayatnya ditemukan oleh
istrinya, yang memindahkan senjata dan catatan bunuh diri dari lokasi kejadian,
penyebab kematian akan berubah menjadi bunuh diri.
Hanya karena patologi forensik membuat jalur dari cara kematian tidak
berarti bahwa itu akan diterima oleh keluarga dan lembaga yang lain. Penulis telah
menyatakan bunuh diri pada beberapa kasus yang mana kantor-kantor polisi telah
menuliskannya sebagai kecelakaan. Terkadang, keluarga akan menentang putusan
dan pergi ke pengadilan untuk mengubah cara kematian. Pada banyak kejadian,
pengadilan akan mendukung medical examiner. Medical examiner jangan merasa
terganggu jika pengadilan memutuskan cara kematian yang lain, karena juri-juri,
khususnya pada kasus bunuh diri, yang terkenal dinilai tidak imparsial atau objektif.
Jadi, jika seorang janda, menentang keputusan bunuh diri dari medical examiner
supaya dia dapat mendapatkan asuransi, dan dengan membawa dua atau tiga
anaknya untuk tindakan ini, maka tidak akan mengejutkan jika juri memutuskan
cara kematian sebagai sebuah kecelakaan, tidak peduli berapa banyak bukti objektif
yang telah dimunculkan. Alasan mereka adalah bahwa janda ini membutuhkan
uang dan perusahaan asuransi memiliki banyak untuk itu.
Saat ini, ada kasus-kasus yang mana penyebab kematian dianggap alami
,tetapi caranya ternyata pembunuhan. Jadi, kami mendapatkan pemilik rumah yang
didatangi oleh pencuri, yang melibatkan dia dengan perkelahian yang sengit,
kemudian jatuh dan meninggal karena serangan jantung. Mekanisme dari kematian
adalah aritmia jantung dan penyebab kematian adalah aterosklerosis koronaria
berat, tetapi cara kematiannya adalah pembunuhan, dimana aritmia dipicu atau
dipercepat oleh perkelahian. Beberapa individu akan menyatakan kasus ini sebagai
pembunuhan walaupun tidak ada perkelahian fisik, hanya cukup adanya
ketegangan psikologi untuk mempercepat aritmia dan meninggal. Hal ini sangat
kontroversional.
Pada satu kasus, apa yang biasanya dipertimbangkan sebagai suatu
kematian alami yang didasarkan oleh sebab kematian diklasifikasikan sebagai
bunuh diri. Seorang perempuan tua melakukan usaha bunuh diri dengan menikam
dirinya sendiri. Dia menggunakan pisau dapur yang tumpul dan yang tidak dapat
merobek kulitnya. Kemudian dia mengambil palu dan memukul kepalanya dua atau
tiga kali, yang menghasilkan beberapa kontusio minor pada kulit kepalanya.
Ketegangan dalam usaha bunuh diri mempercepat terjadinya aritmia jantung fatal
yang dikarenakan aterosklerosis koronaria berat. Salah satu penulis menyatakan
bahwa penyebab kematian adalah aterosklerosis dan caranya dengan bunuh diri.
Pada awalnya keluarganya menentang putusan ini. Ketika alasan untuk pututsan ini
dijelaskan kepada mereka, banyak penulis terkejut, keluarga setuju bahwa itu
adalah bunuh diri. Pada kasus yang lain, seorang perempuan muda berdiri di ujung
dermaga, meletakkan sebuah pistol di dadanya, dan menarik pemicunya. Peluru
menembus dadanya dan dia jatuh kebelakang ke arah pelabuhan. Tubuhnya
kemudian dikeluarkan dari air dengan perahu polisi. Pada otopsi, pada tubuhnya
didapatkan banyak luka tembak pada dada sebelah kirinya, dengan peluru yang
hanya melukai jaringan lunak dan tidak menembus rongga dada. Penyebab
kematian yang sebenarnya adalah tenggelam. Cara kematian diputuskan sebagai
bunuh diri.
Suatu cara kematian dinyatakan tidak dapat ditentukan ketika informasi
yang ada tentang lingkungan sekitar kematian untuk membuat putusan tidak
cukup, atau pada beberapa kejadian, adalah ketika penyebab kematian tidak
diketahui. Dengan demikian, jika ada penemuan tulang dari seorang laki-laki muda
tanpa bukti adanya trauma, tidak dapat dikatakan apakah cara kematiannya adalah
kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri, karena penyebab kematiannya tidak
diketahui. Pada kejadian yang lain, mungkin ada informasi yang tidak cukup yang
menyangkut lingkungan sekitar kematian untuk menjelaskan cara kematian. Situasi
seperti ini sering terjadi pada kematian yang disebabkan karena kelebihan dosis
obat. Jadi, seorang individu meninggal akibat kelebihan dosis obat depresan sistem
saraf pusat. Individu tersebut memilik riwayat yang lama pada pengobatan, tetapi
pada waktu yang sama, memiliki riwayat tentang usaha bunuh diri. Apakah kasus ini
bunuh diri atau hanya karena terlalu banyak medikasi yang diminum dengan kurang
larutan garam hipertonik. Anaknya bertahan hidup selama satu setengah jam dan
tanpa bantuan mekanik, kemudian meninggal. Kematian tersebut dengan jelas
bukan suatu bunuh diri, tetapi apakah itu suatu kematian yang wajar, suatu
kecelakaan, atau suatu pembunuhan? Anda dapat kemukakan suatu pendapat yang
benar untuk ketiga putusan tersebut. Cara kematian dimasukkan ke dalam kategori
tidak terklasifikasi. Penulis juga menaruhnya dalam kasus kategori tidak
terklasifikasi yang pada beberapa individu menyebutnya medical misadventure.
Jadi, pada kasus perforasi jantung yang disebabkan kateter intravaskular, dan suatu
emboli udara menyulitkan spinal fusion diklasifikasikan ke dalam tidak terklasifikasi.
Satu hal yang juga harus dimengerti bahwa terkadang klasifikasi dari
cara kematian adalah berdasarkan pada kebiasaan. Hingga, jika ada dua orang
bermain-main dengan sebuah senjata dan salah satu individu mengarahkan senjata
ke yang lain dan menarik pemicunya, pada beberapa tempat, ini diklasifikasikan
sebagai kecelakaan, yang lain sebagai pembunuhan. Seorang individu yang sedang
berjalan di jalan tertabrak mobil; kemudian pengendaranya berhenti. Itu adalah
sebuah kecelakaan. Jika pengendara melanjutkan perjalanannya, pada pasal dalam
yuridikasi, ini diklasifikasikan sebagai pembunuhan. Jika seseorang minum terlalu
banyak alkohol dan meninggal karena intoksikasi alkohol akut, itu adalah sebuah
kecelakaan. Jika seseorang minum terlalu banyak alkohol setiap hari selama 15
tahun dan menderita sirosis hati dan kegagalan hati kronis dikarenakan alkohol,
kemudian cara kematian diklasifikasikan sebagai kematian yang wajar.
Naturals
Homicides
Suicides
Accidents
Other
31,502
14,718
4,893
3,440
7,693
758
(100%)
(46.7%)
(15.6%)
(10.9%)
(24.4%)
(2.4%)
Ada seorang individu yang tidak bekerja, yang meninggal secara tidak
terduga, jatuh dan meninggal mendadak. Ketegangan harus diletakkan pada suatu
ketiba-tibaan yang wajar dari kematian, sebagaimana banyaknya riwayat penyakit
serius yang dimilikinya.
Kantor-kantor medical examiner juga akan melihat individu yang
meninggal karena penyakit kronis atau penyakit yang sudah pada tahap terminal,
kecuali yang meninggal di rumah. Individu ini mungkin sedang berada di rumah
sakit darurat atau sedang dalam perawatan rumah sakit darurat. Beberapa individu
usia lanjut dengan penyakit kronis tahap akhir mungkin telah dirawat di rumah
untuk beberapa tahun tanpa dilihat dokter. Ketidakadaan pengawas medis berarti
bahwa kematian ini menjadi kasus medical examiner. Pada kasus individu dari
rumah sakit darurat, salah satu penulis (VJMD) telah mengambil sebuah polis dari
pre-registration di kantornya. Personil rumah sakit darurat mengirimkan
informasi kantor pada pasien ketika mereka masih hidup. Ini termasuk
pencantuman nama dari dokter yang telah setuju menandatangani surat kematian
yang sesuai dengan penyebab kematian. Ketika pada akhirnya individu tersebut
meninggal, rumah sakit darurat hanya memberitahu kantor tentang kematiannya;
waktu kematian; dan siapa yang membuat pernyataannya.
Kematian yang mendadak dapat terjadi dengan segera; mendadak
tetapi tidak segera, atau kasus dimana individu ditemukan sudah meninggal.
Banyak orang, ketika membicarakan tentang kematian yang mendadak, berpikiran
bahwa hal tersebut adalah kematian yang terjadi segera. Ilustrasi yang paling baik
dari hal tersebut adalah seorang individu sedang berjalan kemudian tiba-tiba jatuh
dan meninggal membentur tanah. Penyebab yang paling sering untuk kasus
10
tersebut adalah aritmia ventricular yang disebabkan oleh penyakit arteri koronaria.
Pada individu tersebut sering memperlihatkan luka lecet geser pada wajahnya, yang
menunjukkan bahwa dia telah terjatuh, dia tidak sadar dan tidak mampu untuk
menaruh tangan di depan wajahnya untuk mencegah benturan ke tanah. (Gambar
1.1).
Kematian yang mendadak tetapi tidak segera dapat diilustrasikan
dengan individu yang mulai mengeluhkan nyeri dada, sulit bernapas, lemah,
berkeringat, mual dan muntah, dan kemudian jatuh. Dia kemudian dibawa ke
rumah sakit. Pada perjalanan ke rumah sakit, dia mengalami henti jantung dan pada
saat dia mencapai ruang gawat darurat dia tidak sempat diresusitasi. Individu yang
lain dengan gejala yang sama datang dengan sadar ke rumah sakit mengalami
aritmia jantung yang fatal 2 jam setelah kedatangannya. Apakah ini tetap disebut
kematian yang mendadak? Ini tergantung pada salah satu definisi dari kematian
mendadak. Banyak, tetapi tidak sebagian besar, medical examiner membatasi
klasifikasi dari kematian mendadak sebagai kematian yang terjadi dengan segera
atau dalam waktu 1 jam setelah onset dari gejala.
Gambar 1.1 Luka lecet pada wajah mengindikasikan individu dalam keadaan tidak
sadar atau tidak mampu untuk melindungi wajahnya saat jatuh ke tanah. Luka lecet
ini cenderung overlie bony ridges.
11
Sistem Coroner
Ada dua tipe umum dari sistem medikolegal investigasi di Amerika
Serikat: sistem coroner dan sistem medical examiner. Pada tahun 2000, 12 negara
bagian memiliki sistem coroner; 19 negara bagian memiliki sistem medical
examiner; 3 negara bagian memiliki kantor medical examiner wilayah atau daerah
tetapi tidak ada kantor coroner; dan 16 memiliki gabungan dari medical examiner
dan sistem coroner.2 Lewat dari tahun tersebut, ada suatu peningkatan yang
bertahap pada jumlah dari sistem coroner, dengan penggantian oleh sistem medical
examiner, walaupun nampaknya terlihat penurunan yang lambat. Bagaimanapun,
sistem coroner masih menyusun suatu bagian penting dari ulasan medikolegal pada
populasi Amerika.
12
Sistem coroner, berdasarkan feudal Inggris, adalah yang paling tua dari
kedua sistem medikolegal. Referensi terdahulu muncul dalam The Articles of Eyre
(1194).3 Pada bentuk yang asli dari sistem ini, seseorang yang bukan seorang dokter
adalah coroner yang terpilih. Dia kemudian membuat pernyataan tentang penyebab
dan cara kematian pada kasus yang berada dibawah hukum coroner. Sebagai satu
ketentuan umum, kasus ini merupakan kematian yang disebabkan karena
kekerasan, kematian mendadak dan/atau kematian tidak terduga, kematian yang
mencurigakan, dan kasus dimana seorang dokter tidak hadir pada saat kematian.
Dalam pembuatan suatu alur, coroner tidak wajib untuk berkonsultasi ke dokter
untuk minta pendapat, boleh atau tidak boleh meminta suatu otopsi, dan mungkin
atau tidak mungkin memutuskan suatu kesepakatan pada penemuan otopsi jika
ada yang sudah ditemukan. Pelatihan pada coroner untuk penerimaan suatu posisi
dapat bervariasi dari sama sekali tidak ada sampai beberapa jam atau sampai 1-2
minggu. Berdasarkan pelatihan ini atau kekurangannya, coroner membuat
pernyataan suatu penyebab dan cara kematian mungkin memiliki tindak kriminal
yang jelas dan konsekuensi sipil.
Pada beberapa daerah dari suatu Negara, sistem ini telah dimodifikasi,
misalnya coroner harus seorang dokter, walaupun tidak harus seorang ahli patologi.
Ini memberikan lapisan ilmiah pada sistem ini. Sekarang kami memiliki dokterdokter untuk membuat pernyataan dalam satu bidang medis yang biasanya sama
sekali tidak ada yang dapat dilakukan dengan keahlian mereka. Jadi, kami memiliki
coroner dokter obstetrik, coroner dokter umum, dan seterusnya. Adakalanya,
secara kebetulan, seorang coroner adalah juga seorang ahli patologi, walaupun
hampir tidak pernah seorang ahli patologi forensik.
Banyak orang tidak menyangka bahwa pengetahuan tentang patologi
forensik pada kebanyakan program pelatihan patologi umum bervariasi dari tidak
ada sampai hanya beberapa jam, atau kadang-kadang hanya dalam putaran yang
singkat (2-4 minggu) selama menjalani sistem medikolegal. Jadi, sertifikat sebagai
ahli patologi anatomi (umum) tidak berarti bahwa seseorang itu tahu banyak
tentang patologi forensik. Dokter-dokter yang mengikuti pelatihan diluar bidang
13
keahliaannya atau dengan sedikit pelatihan yang bertindak seperti orang yang
banyak tahu seperti dokter coroner akan terbuka untuk perkara hukum malpraktek
dan hukuman dari masyarakat, kolega, dan khususnya komunitas hukum. Tidak ada
perusahaan asuransi yang mau memberikan jaminan pada tindak malpraktek.
Bagaimanapun, dokter coroner bekerja untuk organisasi pemerintahan yang tidak
peduli atau tidak mengetahui tentang kualifikasi untuk pekerjaan ini.
California sering menunjukkan sesuatu yang ekstrim dari negaranya.
Jadi, pada beberapa wilayah di California, seorang coroner adalah juga seorang
kepala kepolisian wilayah itu. Jadi, wakil kepala kepolisian mungkin membunuh
seorang ahli hukum dan bos-nya, kepala kepolisian, berlaku sebagai penyebab dan
cara kematian. Kepala kepolisian juga mengurusi tentang penjara. Kepala kepolisian
bertindak sebagai coroner, sehingga dapat membuat putusan tentang penyebab
kematian dari narapidana yang meninggal di dalam penjaranya. Semestinya, untuk
setiap orang kecuali badan legislative California, ada suatu masalah antara memiliki
organisasi yang tunggal dengan kewajibannya adalah untuk memperkuat hukum
dan menangkap dan mengadakan investigasi objektif dari kematian yang mana
putusannya dapat menuduh atau bermasalah dengan setengah yang lain dari
organisasi.
Pada banyak wilayah di suatu negara, coroner adalah juga seorang
kepala pemakaman. Dan lagi disini, ada sedikit masalah. Coroner-kepala
pemakaman
mendapatkan
nafkah
penghidupannya
dengan
mengadakan
pemakaman, tidak sebagai coroner. Beberapa coroner yang tidak cermat lebih
tertarik untuk mengurusi ijin keluarga untuk mengadakan pemakaman dari pada
membuat putusan tentang penyebab dan cara kematian. Mereka dapat
memberikan perhatian yang lebih tidak untuk membuat putusan tentang penyebab
dan cara kematian yang dapat menyakiti hati sebuah keluarga dan kemudian
membayar bisnis mereka atau memberikan suara yang kuat dalam pemilihan yang
berikutnya.
Sistem coroner dibuat pada saat situasi masyarakat mengetahui banyak
tentang ilmu kedokteran seperti yang dokter pelajari. Waktu telah berubah.
14
Kedokteran menjadi bidang yang lebih rumit, terspesialisasi dan ilmiah. Ilmu
spesialisasi harusnya tidak hanya mempelajari kedokteran secara umum, tetapi juga
mempelajari subspesialisnya. Jadi, seorang ahli kulit tidak akan mengerjakan bedah
saraf, juga tidak seorang bedah saraf berlatih obstetric/ginekologi. Pelatihan dari
patologi forensik juga menjadi suatu spesialisasi. Tidak ada rumah sakit patologi
ataupun dokter yang bukan ahli patologi dapat secara adekuat mempraktekkan
bidang ini, tidak peduli bagaimana baiknya tujuan mereka dan mereka sering
memiliki tujuan yang sangat baik.
Beberapa patologi yang bukan forensik menegaskan bahwa banyak ahli
patologi anatomi dengan pengetahuan dasar dari patologi dapat menangani 85%
dari kasus medical examiner, dengan sisa 15% membutuhkan seorang ahli patologi
forensik yang dilengkapi dengan fasilitas medikolegal yang cukup. Oleh karena itu,
hanya satu kesatuan kecil dari ahli patologi forensik yang dibutuhkan, yang mana
ditujukan untuk 15% kasus yang sulit.
Walaupun untuk
sepenuhnya diperlengkapi oleh kantor medical examiner? Bahkan tidak satu ahli
patologi forensik-pun mengetahui dengan pasti pada tiap-tiap kasus. Tidak ada yang
akan tahu ketika suatu otopsi yang sederhana akan berubah menjadi kasus yang
rumit dengan perbedaan yang sangat bertolak belakang. Suatu kesaksian dari
kecelakaan mobil muncul pada saat otopsi, menjadi suatu pembunuhan yang
timbul dengan suatu perampokan. Bunuh diri yang sederhana dengan karbon
monoksida di dalam suatu garasi yang akhirnya diselesaikan dengan penuntutan
perkara satu juta dollar dan menjadi berbelit-belit seperti karakteristik terbang dari
pesawat cahaya. Suatu kasus yang sederhana dari kematian bayi yang mendadak
diakhiri sebagai kematian akhir pada suatu dekade yang panjang dari pembunuhan
bayi.
15
16
suatu pembunuhan; itu berarti ahli patologi forensik memiliki hak untuk melakukan
suatu otopsi hanya pada kasus-kasus yang mana benar-benar pembunuhan.
Sayang sekali, suatu pembunuhan tidak selalu dapat diketahui sampai
suatu otopsi dilakukan. Pada 10% dari anak yang meninggal karena dipukul, tidak
ditemukan adanya bukti trauma eksternal. Dan lagi, tanpa suatu otopsi, penyebab
kematian yang akurat, keberadaan dan tingkatan dari penyakit atau perlukaan,
ketidakmampuan yang dihasilkannya, dan pengetahuan tentang apakah ada nyeri
atau penderitaan yang muncul pada suatu perlukaan (pertanyaan penting pada
kasus perdata) menjadi pertimbangan yang sia-sia.
Beberapa badan hukum telah membentuk kantor-kantor medical
examiner dan tidak membiayai mereka secara cukup. Pada keajadian yang lain,
kantor-kantor ditempatkan dibawah lembaga pemerintahan daerah yang tidak
diawasi oleh kantor medical examiner. Tidak ada kantor medical examiner yang
harus berfungsi dibawah suatu lembaga kepolisian. Ada suatu masalah dalam
penilaian, tujuan dan filosofi. Polisi menginginkan untuk melakukan penangkapan
dan menyelesaikan kasusnya. Kantor medical examiner menginginkan untuk
menentukan penyebab dan cara dari kematian, tidak tergantung pada siapa yang
melakukannya. Biasanya fungsi ini bekerja dengan tepat, tetapi pada beberapa
kasus, tidak. Satu dari tipe kematian yang paling diperdebatkan adalah bahwa
seorang sipil membunuh seorang polisi. Dalam menjadi subdivisi dari lembaga
kepolisian, imparsialitas dari kantor medical examiner pada beberapa kasus dapat
terbuka untuk pertanyaan yang serius.
Pada beberapa daerah, fungsi kantor medical examiner berada di bawah
departemen kesehatan masyarakat. Hal ini dapat atau tidak dapat berjalan.
Departemen kesehatan masyarakat sering hanya suatu konsep yang tidak jelas dari
kewajiban dan fungsinya sebagai kantor medical examiner, yang mana lebih ke arah
suatu lembaga medikolegal daripada lembaga yang murni kesehatan. Tambahan
dari kantor pemeriksa kesehatan kepada kesehatan masyarakat hanyalah suatu
hubungan yang lemah. Menempatkannya pada suatu departemen kesehatan
masyarakat cenderung meningkatkan birokrasi antara kantor dan tanggung jawab
17
18
pada
pemilihan
berikutnya
untuk
digantikan
oleh
suatu
19
examiner, tidak mengunjungi fasilitas, dan memperlihatkan daya tarik yang sangat
kecil pada kantor begaimanapun, kematian tidak dapat memilih. Hanya satu
waktu untuk mendengar dari politisi adalah ketika di situ adalah penuntutan
perkara melawan pemerintah karena ketidakmampuan pada sistem medikolegal.
Masyarakat sering tidak tahu tentang dari rendahnya mutu dari sistem medikolegal
pada daerah mereka karena mereka mengasumsikan apa yang mereka lihat dari
televisi yang memperlihatkan tindak kriminal adalah juga benar di komunitas
mereka sendiri.
Sebagian polisi dalam keadaan bersalah karena mereka tidak menyadari
jumlah dari pertolongan suatu sistem medical examiner yang berkualitas yang
tersedia. Dalam beberapa peristiwa, mereka tidak menyukai data yang disediakan
oleh suatu sistem medical examiner yang baik. Mereka lebih memilih dukun yang
memberitahu mereka apa yang mereka mau dengar daripada pakar yang
memberitahu mereka kebenaran yang tidak mengenakkan mereka atau bahwa
kesimpulan tidak dapat dibuat. Salah satu karakteristik dari pakar yang tak
memenuhi syarat di ilmu penyakit forensik adalah suatu kemampuan untuk
menginterpretasikan suatu kasus secara rinci. "Pakar" ini menentukan waktu dari
kematian, lebih atau kurang beberapa menit, dengan teliti menetukan posisi
kematian, dan memberikan analisis terperinci dari peristiwa sekitar kematian dan
kesimpulan yang tepat tentang penyerangan. Jika polisi telah mengemukakan
pendapat yang utama, ini tidak biasa untuk pendapat dari pakar agar
sependapat pada perincian yang hampir lengkap dengan hipotesis dari polisi. Ahli
patologi forensik yang berpengalaman cenderung membatasi, karena tahu bahwa
di situ dapat terdapat lebih dari satu penafsiran dari seperangkat fakta, dan menjadi
lebih plin-plan dibandingkan dukun.
Karena kualitas yang buruk dari kedokteran forensic pada banyak bagian
dari negara ini, ada individu yang menderita di penjara untuk pembunuhan yang
sebenarnya bunuh diri dan pembunuh berjalan di jalanan setelah melakukan suatu
pembunuhan yang diinterpretasikan sebagai suatu kecelakaan atau kematian yang
alami.
20
21
pengarang, 10% dari semua anak-anak yang meninggal karena trauma tumpul tidak
memperlihatkan bukti dari cedera eksternal. Jika tidak dapat melaksanakan suatu
otopsi dalam kasus demikian, pembunuhan ini akan menghilang dan kematian
dianggap berasal dari penyebab alami. Kasus yang jelas pembunuhan lebih memiliki
sedikit masalah dibandingkan yang pada awalnya tampak sebagai kematian yang
alami atau kecelakaan.
Ini juga sangat diinginkan bahwa medical examiner mempunyai
beberapa pelayanan perlindungan perdata. Ini adalah karena medical examiner
membuat keputusan yang tak disukai, keputusan yang politisi, agen kepolisian, dan
terkadang publik tidak mau mendengar. Selalu ada kecenderungan yang alami dari
kemanusiaan yang mau membunuh pembawa berita duka.
Kebutuhan kedua untuk suatu sistem medical examiner yang adekuat
adalah karyawan yang berkualitas. Ketua medical examiner harus menjadi suatu
ahli patologi forensik yang berijazah dengan pengalaman beberapa tahun.
Dibawah ketua medical examiner, di sana harus ada asisten medical examiner yang
juga seorang ahli patologi forensik yang berijazah.Jika awalnya tidak berijazah,
seseorang harus diberikan satu batas waktu tertentu (2-3 tahun) untuk
memperoleh sertifikasi.Untuk memperoleh dan menggaji karyawan yang
berkualitas, mereka harus memberikan gaji yang bersaing.
Apa itu sertifikat ahli patologi forensik? Sertifikat ahli patologi adalah
seorang dokter yang dengan sukses menyelesaikan suatu program pendidikan
medis tentang anatomi atau patologi anatomi dan patologi klinik diakui oleh
Keresidenan Komite Pemeriksa (Residency Review Committee) dan diakresitasi oleh
Dewan Akreditasi untuk Lulusan Pendidikan Medis (Accreditation Council for
Graduate Medical Education ACGME) atau Perguruan Tinggi Kerajaan dari Dokter
dan Ahli Bedah dari Kanada (The Royal College of Physicians and Surgeons of
Canada); telah disahkan oleh direktur program pelatihan dan dengan sukses
melewati satu ujian tertulis dan ujian praktek yang direncanakan dan diurus oleh
Dewan Patologi Amerika (American Board of Pathology) dalam bidang kedokteran,
diikuti apa yang mereka ambil selama 1 tahun penuh dari tambahan pelatihan di
22
patologi forensik pada suatu program yang terakreditasi untuk pelatihan seperti itu
oleh `ACGME`, dan melewati satu ujian tertulis dan ujian praktek yang direncanakan
dan diurus oleh Dewan Patologi Amerika (American Board of Pathology) untuk
bidang ini.
Ketiga, kantor medical examiner memerlukan susunan kepegawaian
cukup. Medical examiner tidak sendirian menguasai suatu kantor. Di sana harus ada
pegawai penyelidik, administratif, kesekretariatan, dan dukungan teknis yang
berkompeten.
Ke-empat, di sana harus suatu fasilitas yang cukup. Sesuatu tidak dapat
mempraktekkan patologi forensik pada suatu dasar dari suatu rumah sakit daerah
atau di belakang suatu rumah pemakaman. Fasilitas tersebut harus memiliki ruang
yang cukup, sesuai dengan denah rencana, listrik, pipa ledeng, dan kemampuan
untuk mendinginkan, dan perlengkapan lain.
Ke-lima, di sana harus ada peralatan yang cukup untuk siap untuk
investigasi ilmiah dari kematian. Pada beberapa daerah, peralatan rontgen
dipertimbangkan sebagai suatu kemewahan, tetapi ini adalah perlengkapan dasar
untuk suatu otopsi. Di sana harus ada perlengkapan pada laboratorium toksikologi
yang akurat, analisa tepat untuk keberadaan dari obat-obatan. Perlengkapan harus
berkwalitas tinggi dan berada dalam kuantitas yang cukup untuk menangani suatu
kasus. Komputerisasi dari suatu kantor yang sekarang menjadi wajib.
Terakhir, di sana harus pembiayaan yang tetap dan cukup dari institusi.
Tanpa ini, suatu pegawai tidak mungkin berkualitas, begitu juga tidak ada fasilitas
atau perlengkapan yang cukup.
Bagaimana medical examiner (ahli patologi forensik) mendekati suatu
kasus? Mereka mendekati ini seperti halnya dokter lain mendekati seorang pasien.
Pada sekolah kedokteran, sesuatu yang dipelajari adalah bahwa, untuk membuat
suatu diagnosa yang benar, harus mencari riwayat, melakukan pemeriksaan fisik,
dan melakukan tes laboratorium yang relevan Berdasarkan itu, suatu diagnosa
dapat dibuat. Ahli patologi forensik melaksanakan semua fungsi ini tetapi dengan
beberapa perbedaan. Dengan demikian, riwayat bukan diperoleh dari pasien, tetapi
23
dari saksi, dari keluarga korban, agen polisi, dokter yang mengobati, dan / atau
rekaman (medis, non-medis, polisi, bidang pemerintahan, dsb.). Ini adalah satu
laporan dari peristiwa mengarahkan ke dan sekitar kematian.
Pada sistem medical examiner paling utama di negara ini, laporan dari
kematian tidak datang secara langsung ke medical examiner, tetapi menempatkan
ahli investigasi yang dipekerjakan oleh kantor medical examiner, yang terlatih untuk
menyaring kasus dan membuat suatu penentuan apakah suatu kematian itu adalah
kasusnya medical examiner. Jika bukan, ini kemudian adalah dikembalikan ke
dokter yang membuat laporan. Jiak kasus berada dibawah Hukum Medical
examiner atau jika di situ adalah tidak ada dokter untuk menandatangani surat
kematian, kasus dapat diterima. Apakah suatu kasus diterima atau tidak, suatu
laporan terperinci harus dituliskan. Pada kasus yang tidak diterima, laporan harus
sudah diperiksa oleh satu medical examiner secepat mungkin. Jika ada ketidaksetujuan dengan kesimpulan dari ahli penyelidikan, tubuh mayat akan dibawa
masuk dari rumah pemakaman kemana akan dikirimkan. Dengan latihan yang baik,
ahli penyeldikian yang bermotivasi tinggi, hal ini adalah sangat jarang terjadi.
Alasan bahwa dokter tidak dipergunakna untuk menyaring panggilan
adalah karena keekonomisan dan logistik. Pada suatu komunitas dari satu juta
orang, sesuatu mungkin dapat terjadi dimanapun dari 4000 sampai 6000 somasi
kematian dalam satu tahun. Untuk mempunyai satu dokter yang secara pribadi
menyaring
masing-masing
somasi
ini
memanggil
dokter
yang
lain,
24
kematian. Jika tubuh mayat telah dipindahkan dari lokasi ke suatu rumah sakit,
keputusan yang telah dibuat untuk mereka dan tubuh mayat dapat secara langsung
dimasukkan. Jika mereka memutuskan untuk pergi ke lokasi, pekerjaan mereka
adalah
untuk
mendokumentasikan
semua
penemuan
pada
lokasi
yang
mempengaruhi tubuh mayat dan untuk memperoleh satu riwayat terperinci dari
keadaan
mengarahkan
ke
dan
sekitar
kematian.
Penyelidik
akan
25
26
toksikologi. Darah harus diperoleh dari tulang paha. Jika ini tidak mungkin, lakukan
di tempat lain yang lebih rendah dari tempat yang ditunjuk, yaitu pembuluh darah
subklavia, percabangan dari aorta, arteri pulmoner, vena cava superior dan jantung.
Darah harus dikumpulkan dengan menggunakan jarum yang bersih dan tabung
yang baru. Darah jangan pernah diambil dengan menginsisi pembuluh darah atau
jantung dan mencoba untuk menampung cairan saat ini keluar. Semua cairan tubuh
harus ditempatkan dalam tabung gelas atau botol, bukan plastik. Jika tubuh
membusuk, yang tersisa adalah hati, ginjal, dan otot paha. Ketika ada kecurigaan
bunuh diri yang disebabkan karena kelebihan dosis obat, isi lambung harus
disimpan. Beberapa laboratorium menyimpan bagian dari hati dan ginjal pada
semua kematian yang dicurigai karena kelebihan dosis obat apakah terurai atau
tidak. Dengan peralatan dan cara analsis yang modern, walaubagaimanapun, hal
tersebut terlalu perlu untuk meneliti materi ini.
Urin pada umumnya digunakan hanya untuk pemeriksaan obat
tertentu. Deteksi dari satu obat pada urin diindikasikan hanya pada individu yang
pernah menggunakan obat pada beberapa waktu di masa lalu, bukan karena
mereka sedang berada dekat kematian. Hal ini penting untuk mengetahui
keberadaan dalam darah. Karena hal tersebut, prosedur toksikologi harus
dipusatkan pada darah. Ketidakadaan dari suatu obat pada urin juga tidak pasti
menunjukkan bahwa itu tidak ditemukan dalam darah. Dengan demikian, suatu
injeksi heroin intravena dapat menyebabkan kematian sebelum ada metabolisme
yang tampak pada urin.
Pada saat otopsi, tisu harus disimpan untuk pemeriksaan mikroskopik
mungkin, walau ini tidak diperlukan pada tiap-tiap kasus. Dengan demikian, pada
kematian oleh karena trauma, seperti suatu penembakan atau kecelakaan
kendaraan bermotor, sementara satu medical examiner mungkin memilih untuk
melakukan pemeriksaan mikroskopik dari tisu, ini jarang diperlukan. Sekalipun slide
mikroskopik tidak dibuat, tisu harus tetap disimpan untuk suatu kemungkinan. Ini
adalah pendapat dari pengarang yang mengatakan bahwa spesimen toksikologi dan
tisu disimpan untuk kemungkinan pemeriksaan mikroskopik harus disimpan untuk
27
35 tahun. Semua slide mikroskopik dan parafin blok harus disimpan untuk jangka
waktu yang tak terbatas.
Pada kasus pembunuhan dan kasus dimana mengharapkan suatu proses
pegadilan yang lebih lanjut, dokumentasi fotografi dari perlukaan adalah
direkomendasikan.
Fasilitas
Keamanan dari polis, prosedur dan peralatan
Karyawan
Pemberitahuan, penerimaan dan pengeluaran
Penyilidikan
Pemeliharaan mayat
Pemeriksaan postmortem
Identifikasi
Pengumpulan bukti dan specimen
Pelayanan dukungan
Laporan dan rekaman
Rencana penanganan bencana masal
Kualitas asuransi
Satu daerah yang dituju adalah medical examiner yang memiliki teralu
banyak kasus. Jika seorang medical examiner melaksanakan lebih dari 250 otopsi
per tahun, ini dipertimbangkan sebagai satu kekurangan Fase I; jika lebih dari 400,
menjadi kekurangan dari Tahap II (ada rencana untuk menurunkan jumlah 400 ke
350 dan jika mungkin 300).
28
Referensi
1. Defining Death: A Report on the Medical, Legal and Ethical Issues in the
Determination of Death. Presidents Commission for the Study of Ethical
Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research. Washington
D.C., U.S. Government Printing Office, 1981.
2. Hanzlick R and Combs D: Medical examiner and coroner systems: history and
trends (special communication). JAMA 1998 279(11): 870-874.
3. Mant AK: The evaluation of the coroners system and the present status in
Great Britain. Forensic Sci Gazette 1971; 2(4):1-6.
4. The Office of the Medical Examiner of the City of New York: Report by the
Committee on Public Health, New York Academy of Medicine. Bull NY Acad Med
1967. 43: 241-249.
5. National Medicolegal Review Panel: Death Investigation: A Guide for the Scene
Investigator.
National
Institute
of
Justice,
November
1999.
(http://www.ncjrs.org/txtfiles/167568.txt)
6. American Board of Medicolegal Death Investigators: St. Louis, MO.
29
Waktu Kematian
atau
memperkirakan
mengkonfirmasi atau tidak menerima suatu alibi. Pada kasus sipil, waktu dari
kematian mungkin dapat menentukan siapa yang menjadi pewaris dari barangbarang atau apakah suatu polis asuransi memiliki kekuatan. Sebenarnya, saat ini
semua metode digunakan untuk menentukan waktu kematian adalah untuk melihat
derajat masuk akal atau tidak dan keakuratan. Mereka biasanya memberikan
jawaban yang tidak jelas atau meragukan. Jarak waktu yang terpanjang setelah
kematian, yaitu waktu antara kematian dan usaha untuk menentukan waktu
kematian, perkiraan ketepatan yang paling rendah dari jangka waktu. Suatu
tampilan
yang
nyata
dari
penetuan
waktu
kematian
sering
tidak
30
Livor Mortis
Livor mortis (lebam, hipostasis postmortem) adalah perubahan warna
merah keunguan pada daerah tubuh yang terjadi karena akumulasi darah dari
pembuluh darah kecil yang dipengaruhi oleh gravitasi (Gambar 2.2A). Lebam
postmortem seringkali disalah interpretasikan sebagai memar oleh orang-orang
yang tidak mengenal fenomena ini.
Area dependent melawan permukaan yang kuat maka akan muncul
kepucatan yang kontras disekeliling livor mortis dikarenakan kompresi dari
pembuluh darah di daerah tersebut, yang menghambat akumulasi dari darah. Hal
terjadi pada daerah yang menunjang berat badan, sebagai contoh, tulang belikat,
Gambar 2.1 Contact wound pada pelipis kanan dengan .357 Magnum. Kematian
terjadi dalam 1 jam 34 menit tanpa sitem life support.
31
bokong, dan betis pada seseorang yang berbaring dengan punggungnya, tidak
menunjukkan livor mortis, tetapi tampak sebagai daerah kepucatan (Gambar 2.2B,
C). Pakaian yang ketat, contohnya, bra, korset, atau ikat pinggang, yang menekan
jaringan lunak, menekan pembuluh darah, juga menghasilkan daerah kepucatan.
Livor mortis biasanya, tetapi tidak selalu, memiliki warna merah ceri
sampai merah muda pada kematian karena karbon monoksida. Ini dikarenakan
terjadinya karboksihemoglobin. Perubahan warna yang identik mungkin disebabkan
oleh terpaparnya tubuh mayat oleh suhu yang dingin, dan kematian disebabkan
karena menjadi sianosis. Daerah yang terlokalisasi dengan livor mortis merah
terang
adalah
32
Gambar 2.2 (sambungan) (B) Daerah kepucatan pada bokong dan bahu
dikarenakan kompresi pada pembuluh darah oleh berat badan. (C) Bayi dengan
wajah pucat karena terjatuh ke bawah dari tempat tidur bayi.
33
juga terlihat pada perbatasan rongga dada. Pada ketiga hal yang disebutkan,
perubahan warna yang utama disebabkan oleh karena oksigenasi hemoglobin.
Livor mortis biasanya muncul antara 30 menit sampai 2 jam setelah
kematian. Pada individu yang meninggal dengan proses yang lambat dengan gagal
jantung terminal, livor mortis mungkin akan muncul antemortem. Livor mortis
muncul bertahap, biasanya mencapai perubahan warna yang maksimal dalam 8-12
jam. Pada waktu-waktu tersebut, dapat dikatakan sudah menjadi fixed. Sebelum
menjadi fixed, livor mortis akan berpindah bila tubuh mayat dipindahkan. Jadi,
jika seseorang meninggal dengan posisi berbaring, livor mortis muncul di bagian
posterior, yaitu pada punggung. Jika seseorang memutar tubuhnya dengan wajah
dibagian bawah, darah akan turun ke permukaan anterior dari tubuh mayat. Livor
mortis menjadi fixed tidak lama setelah perpindahan atau turunnya darah, atau
ketika darah keluar dari pembuluh darah ke sekeliling jaringan lunak yang
dikarenakan hemolisis dan pecahnya pembuluh darah. Fiksasi dapat terjadi setelah
8-12 jam jika dekomposisi terjadi cepat, atau pada 24-36 jam jika diperlambat
dengan suhu dingin. Jadi, pernyataan bahwa livor mortis menjadi fixed pada 8-12
jam adalah hanyalah sebuah ketidakjelasan yang umum. Untuk mengetahui bahwa
livor mortis tidak fixed dapat didemostrasikan dengan melakukan penekanan ke
daerah yang mengalami perubahan warna dan tidak ada kepucatan pada titik
dimana dilakukan penekanan.
Walaupun livor mortis mungkin membingungkan dengan memar,
memar sangat jarang dibingungkan dengan livor mortis. Penekanan pada daerah
yang memar tidak akan menyebabkan kepucatan. Insisi pada daerah yang
mengalami kontusio atau memar menunjukkan perdarahan yang menyebar ke
jaringan
livor
mortis
34
petekie (perdarahan dalam menit atau bintik Tardieu) dan purpura (perubahan
warna keunguan yang kecil) (Gambar 2.3). Ini biasanya memakan waktu 18-24 jam
dan sering menunjukkan bahwa dekomposisi terjadi cepat. Fenomena ini lebih
sering pada keadaan asfiksia atau kematian yang terjadi lambat. Tetapi sayang
sekali, sejalan dengan waktu, itu tidak selalu dapat dijelaskan dengan pasti apakah
purpura dibentuk saat ante- atau postmortem. Keberadaan dari petekiae dan
purpura hanya pada daerah yang terkena dapat diperkirakan asalnya dari
postmortem. Pada anggota badan yang bergantung di sisi tempat tidur atau kaki
dan lengan dari seseorang yang bergantung, bintik Tardieu mungkin terbentuk lebih
cepat, muncul pada awal 2-4 jam setelah kematian.
Livor mortis dapat menyebabkan kesulitan dalam menginterpretasi
perlukaan kepala pada mayat yang terdekomposisi. Pada mayat yang terbaring
dengan punggung dibelakangnya, akumulasi darah pada bagian posterior atau
setengah dari kulit kepala dikarenakan gravitasi. Pada dekomposisi yang berlanjut,
dengan lisis dari sel darah merah dan memecahkan pembuluh darah, ada rembesan
dari darah yang menuju jaringan lunak dari kulit kepala. Ini memberikan
penampakan seperti memar dan tidak selalu dapat dibedakan dari memar
antemortem yang sebenarnya. Tentunya tidak ada abrasi atau laserasi dari kulit
kepala, tetapi semua patologi forensik sudah melihat kontusio kulit kepala yang luas
tanpa abrasi atau laserasi. Pada mayat yang terdekomposisi, pengumpulan darah di
daerah oksipital dari otak di karenakan oleh daya gravitasi yang melalui pembuluh
darah kecil, menghasilkan lapisan terlokalisasi yang sangat tipis dari darah pada
daerah subaraknoid atau subdural yang menutupi lobus oksipital. Bagian lain dari
otak tidak menunjukkan perdarahan subaraknoid atau subdural. Pada kasus
tenggelam dimana mayat terapung dengan kepala dibawah, dekomposisi
menghasilkan gambaran dari penyebaran perdarahan kulit kepala.
Jarang terjadi, pada postmortem kebocoran darah ke jaringan lunak dan
otot pada bagian anterior dari leher juga mungkin terjadi pada kasus tenggelam.
Perdarahan disini minimal.
35
B
Gambar 2.3 Bintik Tardieu. (A) Petekiae di daerah dengan livor mortis. (B) Petekiae
dan purpura pada tangan yang bergantung pada sisi tempat tidur.
36
Rigor Mortis
Rigor mortis, atau kekakuan dari tubuh mayat setelah kematian,
dikarenakan menghilangnya adenosine trifosfat (ATP) dari otot. ATP adalah sumber
utama dari energi untuk kontraksi otot. Otot memerlukan pemasukan yang
berkelanjutan dari ATP untuk berkontraksi karena jumlah yang ada hanya cukup
untuk menyokong kontraksi otot selama beberapa detik. Ada tiga sistem metabolik
yang bertanggungjawab untuk mengatur berkelanjutannya pemasukkan ATP pada
otot yaitu sistem fosfagen, sistem glikogen- asam laktat, dan sistem aerob. Dibawah
kondisi yang optimal, sistem fosfagen dapat menyediakan kekuatan otot yang
maksimal untuk 10-15 detik, sistem glikogen- asam laktat untuk 30-40 detik, dan
sistem aerob untuk periode waktu yang tak terhingga.1 Setelah berolahraga, ketiga
sistem ini membutuhkan waktu untuk mengisi kembali. Setelah kematian, generasi
dari ATP terhenti, walaupun kebutuhan terus berlanjut. Pada ketiadaan dari ATP,
filament aktin dan myosin menjadi kompleks yang menetap dan terbentuk rigor
mortis. Kompleks ini menetap sampai terjadi dekomposisi.
Penggunaan
yang
banyak
dari
otot
sebelum
kematian
akan
menimbulkan penurunan pada ATP dan mempercepat onset terjadinya rigor mortis,
hingga tidak ada ATP yang diproduksi setelah kematian. Beberapa faktor yang
menyebabkan penurunan yang bermakna pada ATP menjelang kematian adalah
olahraga yang keras atau berat, konvulsi yang parah, dan suhu tubuh yang tinggi.
Semua faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan onset yang cepat dari rigor
mortis, dengan onset munculnya dalam hitungan menit pada beberapa kasus, dan
pada keadaan yang jarang, dapat terjadi seketika. Kejadian yang seketika dari rigor
mortis diketahui sebagai kadaverik spasme. Ada suatu kejadian, seorang laki-laki
mengejar istrinya dengan pisau cukur lurus kemudian istrinya berbalik dan
menembakkan satu tembakkan, menyerang, dan membunuh suaminya seketika.
Suaminya mati dengan posisi berlutut, memegang pisau cukur pada tangan
kanannya dengan posisi menjulur ke atas. Pada lokasi, suaminya ditemukan
meninggal, berlutut, dengan lengan tangan kanannya menjulur ke atas dengan
37
memegang pisau cukur. Pada kadaverik spasme, objek akan tergenggam kuat di
tangan (Gambar 2.4).
Rigor mortis menghilang dengan timbulnya dekomposisi. Pendinginan
atau pembekuan akan menghambat onset dari rigor mortis selama dibutuhkan.
Rigor mortis dapat broken dengan peregangan yang pasif dari otot-otot. Setelah
rigor mortis broken, itu tidak akan kembali. Jika hanya sebagian rigor mortis yang
dilakukan peregangan, maka masih akan ada sisa rigor mortis yang unbroken.
Rigor mortis biasanya muncul 2-4 jam setelah kematian, dan muncul
keseluruhan dalam 6-12 jam. Ini dapat berubah-rubah. Pada satu kasus yang dilihat
oleh penulis, seorang wanita muda meninggal dikarenakan dosis yang berlebihan
dari aspirin. Unit EMS dipanggil ketika dia sedang berada dalam keadaan menderita.
Pada saat kedatangan, dia masih bernapas dan masih ada denyut nadi. Hampir
seketika itu juga, dia mengalami henti kardiopulmoner. Usaha resusitasi dilakukan
dan berlanjut sampai kurang lebih 15-20 menit. Tidak lama setelahnya, dia
dinyatakan meninggal. Mayatnya kemudian siap untuk diantarkan ke kantor
medical examiner. Pada waktu itu, telah disadari bahwa dia telah dalam keadaan
rigor mortis yang menyeluruh, hanya dalam beberapa menit setelah kematian. Dua
jam kemudian, pada kamar mayat, dia memiliki suhu rektal 106oF.
Ketika rigor mortis terjadi, menyerang semua otot-otot pada saat yang
bersamaan dan kecepatan yang sama. Bagaimanapun, itu menjadi lebih jelas pada
otot-otot yang lebih kecil. Jadi, rigor mortis dikatakan muncul pertama kali pada
otot-otot yang lebih kecil, seperti rahang, dan berurutan menyebar ke kelompok
otot besar. Penampakan awal dari rigor mortis adalah pada rahang, ektremitas atas
dan ekstremitas bawah. Rigor mortis menghilang pada saat muncul dekomposisi.
Pada iklim yang dingin, rigor mortis menghilang dalam 36 jam, tetapi dapat
mencapai sampai 6 hari. Pada iklim panas, seperti di Texas, tubuh mayat mengalami
kecepatan sedang untuk mencapai dekomposisi yang sempurna dalam 24 jam,
dimana di lain kasus, didapatkan tidak adanya rigor mortis.
38
Gambar 2.4 Kadaverik spasme pada laki-laki berusia 43 tahun dengan pisau cukur di
tangan kanannya.
Pada kasus yang dilihat oleh salah satu penulis (VJMD), dekomposisi dari
tubuh mayat seorang anak laki-laki berusia 14 tahun, ditemukan mengapung pada
danau yang dingin. Dia mengalami tenggelam 17 hari yang lalu. Tubuh mayat
tersebut berada pada keadaan awal sampai pertengahan dari dekomposisi
eksternal: wajah membengkak, perubahan warna kulit yang licin dan seperti
pualam. Organ-organ dalam berada pada tahap awal dari dekomposisi
dekomposisi tidak sama seperti yang terlihat pada perubahan eksternal. Aspek yang
paling tidak biasa dari kasus tersebut adalah bahwa tubuh mayat masih dalam
keadaan rigor mortis yang menyeluruh. Ada satu pemikiran bahwa perendaman
dalam air dingin adalah alasan masih adanya rigor mortis.
Rigor mortis dapat berjalan lambat atau sangat lemah pada individu
yang kurus. Onsetnya juga dapat sangat cepat pada bayi. Racun, seperti striknin,
39
Gambar 2.5 Mayat awalnya ditemukan dengan posisi kepala dibawah, tetapi
sekarang sudah dibalikkan ke belakang. Tangan kiri berada di atas. Tampak
kepucatan pada wajah sebelah kanan, bagian belakang dari lengan dan tangan
kanan, dan bagian belakang pergelangan tangan kiri.
Pada kematian karena tenggelam, rigor mortis dapat muncul menyeluruh
hanya dalam 2 sampai 3 jam. Ini dikarenakan pembuangan dari ATP melalui usaha
yang keras selama tenggelam. Seseorang yang mengalami pengejaran sebelum
kematiaannya dapat memperlihatkan rigor mortis yang lebih cepat pada kakinya
daripada keseluruhan otot-ototnya yang tersisa. Ini, lagi-lagi dikarenakan
pembuangan dari ATP oleh otot-otot kaki karena berlari. Seperti livor mortis, rigor
mortis dapat mengindikasikan apakah tubuh mayat telah dipindahkan (Gambar
2.5).
40
Suhu Tubuh
Beberapa dokter mencoba untuk menentukan berapa lama seseorang
telah meninggal dari suhu tubuhnya. Beberapa penjelasan membuat dua asumsi
yang mungkin tidak benar: yang pertama, bahwa suhu tubuh pada saat kematian
adalah normal, dan yang kedua, bahwa tubuh mendingin diikuti pola pengulangan
yang progresif seperti sesuatu dapat menunjukkan apa yang utama dari suhu tubuh
dan apa yang akan terjadi.
Penentuan waktu kematian dari suhu tubuh biasanya ditegakkan
dengan menggunakan rumus. Nomor dari rumus tersebut telah ditemukan,
beberapa mungkin sedikit membingungkan. Ada dua rumus yang paling mudah
digunakan adalah:
(1) Waktu sejak kematian = 37oC Suhu rektal (C) + 3
98.6oF Suhu rektal (F)
(2) Waktu sejak kematian =
1.5
Masalah pada semua rumus-rumus yang menggunakan suhu tubuh
untuk menetukan waktu kematian adalah bahwa mereka berdasarkan dari asumsi
bahwa suhu tubuh pada saat waktu kematian adalah normal. Apa itu normal?
Suhu tubuh normal adalah suatu rata-rata. Beberapa orang memiliki nilai tertinggi
dan beberapa memiliki nilai terendah dari suhu tubuh. Biasanya, nilai rata-rata suhu
oral dapat dikatakan 98.6oF (37.0oC). Gambaran tersebut berdasarkan pada tes
yang dilakukan selama abad ke-19. Beberapa penelitian terdahulu mengindikasikan
bahwa nilai rata-rata suhu oral, untuk dewasa sehat usia 40 tahun atau lebih muda,
adalah 98.2oF (36.8oC) dengan 99.9oF (37.7oC) pada nilai tertinggi pada rentang
normal suhu.2 Suhu tubuh juga bervariasi dari hari ke hari, dengan titik terendah
pada pukul 6 pagi dan titik tertinggi pada pukul 4-6 sore. Wanita menunjukkan suhu
sedikit lebih tinggi dari normal.
Masalah yang kedua: Walaupun jika kita tahu berapa suhu normal
itu, apakah pada waktu kematian, suhu dalam keadaan normal? Olahraga berat
41
dapat meningkatkan suhu rektal sampai 104oF. Infeksi secara nyata dapat
meningkatkan suhu tubuh. Perdarahan intraserebral atau perlukaan otak dapat
membuat sistem termoregulasi dari batang otak tidak berfungsi, yang
menyebabkan peningkatan dari suhu tubuh. Paparan oleh dingin dapat
menyebabkan hipotermia, yaitu penurunan suhu tubuh.
Dengan kata lain, suhu tubuh bervariasi dari lokasi dimana suhu
diperiksa (oral atau rektal, otak atau hati), dari orang yang satu ke orang yang lain,
dari hari ke hari, dari aktifitas yang dilakukan seseorang, dan juga dari kesehatan
seseorang. Untuk membuat tidak membuat keadaan lebih buruk, Hutchins, dalam
membandingkan suhu rektal premortem dengan suhu rektal postmortem, observasi
peningkatan suhu tubuh rektal pada awal periode postmortem dan merasakan
bahwa ini mungkin sudah tepat.3 Kegunaan dari anilisis regresi linear dari
perbedaan suhu rectal pre- dan postmortem sejalan dengan fungsi waktu, dia
menyimpulkan bahwa, nilai rata-rata, suhu rektal postmortem memakan waktu
sekitar 4 jam untuk mengembalikan ke tingkat premortem setelah kematian. Dia
berhipotesis bahwa aktifitas metabolik yang berkelanjutan dari jaringan lunak
tubuh dan dari bakteri dalam saluran pencernaan adalah penyebab dari efek
tersebut.
Faktor lain yang dipertimbangkan adalah bahwa kematian mungkin
tidak terjadi segera setelah penyerangan. Pasien-pasien akan terluka dan terbaring
dalam koma untuk beberapa jam. Mereka dapat menderita pneumonia,
peningkatan suhu tubuh, atau meninggal perlahan dalam koma, menjadi
hipotermia. Jadi, walaupun diketahui secara pasti kapan seseorang meninggal,
waktu dapat tidak sesuai dengan waktu terjadinya penyerangan.
Jika patologi forensik memutuskan untuk mengambil suhu rektal,
rektum harus selalu diperiksa sebelum memasukkan thermometer. Pada kasuskasus dimana terjadi penyerangan secara seksual, pengusapan harus diambil
sebelum memasukkan thermometer.
Sebagai tambahan untuk masalah suhu tubuh normal tersebut,
kami memiliki masalah bahwa pendinginan tubuh tidak dibutuhkan, demikian pula
42
pola yang berulang sehingga orang dapat memproyeksikan berapa suhu tubuhnya.
Pada tubuh mayat, panas tubuh hilang oleh karena konduksi (absorpsi dari panas
oleh objek yang bersentuhan dengan tubuh), radiasi (hilang oleh karena pemanasan
sinar infra merah, dan konveksi (perpindahan air). Jadi, kami dapat melihat bahwa
hilangnya panas tubuh terjadi secara pasif. Jika suhu dari lingkungan sekitar tubuh
mayat adalah lebih dari 98.6oF, tubuh mayat akan hangat; jika sama, pada tubuh
mayat akan tetap pada 98.6oF; dan jika lebih dingin, tubuh mayat juga akan dingin.
Tetapi buruknya, tidak ada mengkontrol suhu lingkungan tersebut.
Pada tempat kejadian, ada kemungkinan udara menjadi dingin atau
menjadi panas. Tubuh mayat yang terbaring di bawah sinar matahari akan menahan
panas lebih lama dari pada tempat yang teduh. Tetapi jika matahari berpindah,
kondisi tersebut akan berubah menjadi terpapar matahari, dan menjadi panas.
Tubuh mayat yang basah menghantarkan panas lebih cepat. Apakah tubuh mayat
berbaring di batu, yang mana lebih baik untuk konduksi, atau di tempat tidur, yang
mana bertindak sebagai insulator? Apakah individu tersebut gemuk atau kurus?
Berpakaian atau telanjang? Pakaian dan kegemukan bertindak sebagai insulator
yang akan menahan panas. Anak-anak dan bayi lebih cepat dingin karena mereka
memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan beratnya. Kebalikannya terjadi
pada individu yang obesitas, yaitu mereka memiliki permukaan yang lebih kecil
dibandingkan beratnya. Individu yang kakhetik (kurus), tentu saja, lebih cepat
dingin daripada individu yang obese.
Untuk merekapitulasi masalah pada penggunaan suhu tubuh
postmortem, untuk menentukan waktu dari kematian adalah tidak satupun yang
mengetahui berapa suhu tubuh ketika terjadi kematian dan tidak satupun tahu
perkiraan kapan dia mendingin.
Dekomposisi
Dekomposisi terbentuk oleh dua proses: autolisis dan putrefaction.
Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia aseptik yang
43
disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini, dipercepat oleh panas,
diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh pembekuan atau penginaktifasi
emzim oleh pemanasan. Organ-organ yang kaya dengan enzim akan mengalami
autolisis lebih cepat daripada organ-organ dengan jumlah enzim yang lebih sedikit.
Jadi, pankreas mengalami autolisis lebih dahulu daripada jantung.
Bentuk kedua dari dekomposisi, yang mana pada setiap individu
berbeda-beda adalah putrefaction. Ini disebabkan oleh bakteri dan fermentasi.
Setelah kematian, bakteri flora dari traktus gastrointestinal meluas keluar dari
tubuh, menghasilkan putrefaction. Ini mempercepat terjadinya sepsis seseorang
karena bakteri telah meluas keseluruh tubuh sebelum kematian.
Ketika kami membicarakan tentang dekomposisi, yang kami maksudkan
biasanya putrefaction. Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama:
lingkungan dan tubuh. Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor tersebut
adalah lingkungan. Banyak penulis akan memberikan rangkaian dari kejadiankejadian dari proses dekomposisi dari tubuh mayat. Yang pertama adalah
perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah abdomen, sisi kanan lebih
daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam pertama. Ini diikuti oleh perubahan
warna menjadi hijau pada kepala, leher, dan pundak; pembengkakan dari wajah
disebabkan oleh perubahan gas pada bakteri; dan menjadi seperti pualam. Seperti
pualam ini dihasilkan oleh hemolisis dari darah dalam pembuluh darah dengan
reaksi dari hemoglobin dan sulfida hydrogen dan membentuk warna hijau
kehitaman sepanjang pembuluh darah (Gambar 2.6). Lama kelamaan tubuh mayat
akan menggembung secara keseluruhan (60-72 jam) diikuti oleh formasi vesikel,
kulit menjadi licin, dan rambut menjadi licin. Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat
kehijauan menjadi warna hijau kehitaman.
Kegembungan pada tubuh mayat sering terlihat pertama kali pada
wajah, dimana bagian-bagian dari wajah membengkak, mata menjadi menonjol dan
lidah menjulur keluar antara gigi dan bibir. Wajah berwarna pucat kehijauan,
berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi hitam (Gambar 2.7A). Cairan
dekomposisi (cairan purge) akan keluar dari mulut dan hidung (Gambar 2.8). Hal ini
44
dekomposisi
akan
berakumulasi
pada
rongga
tubuh
dan
akan
45
B
Gambar 2.7 (A) Dekomposisi dengan perubahan warna dan awal seperti pualam.
(B) Individu yang sama setelah 12 jam. Tubuhnya sesegera mungkin dibekukan
setelah ditemukan, supaya dekomposisi tidak berlanjut.
Gambar 2.8 Dekomposisi tahap awal dengan cairan pembersihan bercampur darah
mengalir dari lubang hidung.
46
47
lokasi. Ketika tubuh mayat datang untuk otopsi 6-12 jam kemudian, setelah berada
di dalam lemari es sepanjang waktu, wajah menjadi membengkak dan berwarna
hijau kehitaman.
Sejalan dengan kemajuan dekomposisi, rambut akan terlepas dari
kepala dan kulit tangan terkelupas. Sehingga akan ditemukan gloves pada kulit.
Rambut mungkin akan diambil oleh burung-burung dan digunakan untuk membuat
sarang. Sejalan dengan tubuh mayat yang telah terdekomposisi dan membengkak,
seseorang mungkin ada yang mendapat pengaruh paling berat. Ketika tubuh mayat
ditimbang, berat badan akan ditemukan secara signifikan lebih rendah daripada
yang diperkirakan pada pemeriksaan secara kasar. Pada proses dekomposisi, berat
dari organ-organ akan menurun.
Pada lingkungan panas, iklim kering, tubuh mayat akan mengalami
dehidrasi secara cepat dan akan lebih mengalami mumifikasi daripada
dekomposisi. Pada saat kulit mengalami perubahan dari coklat menjadi hitam,
organ-organ interna akan berlanjut memburuk, seringkali konsistensinya menurun
menjadi berwarna seperti dempul hitam kecoklatan.
Tubuh mayat diawetkan untuk memperlambat dekomposisi.
Keberhasilan pengawetan bervariasi dan bergantung pada kualitas dari pengawetan
tersebut, iklim, dan keadaan alamiah tanah dimana tubuh mayat tersebut
dikuburkan. Jarang sekali, tubuh akan dapat secara sempurna awet selama setahun.
Salah seorang penulis menggali kuburan dari mayat seorang wanita tua berkulit
putih yang sudah dikubur selama 6 tahun yang telah berada dalam kondisi yang
sempurna dan dapat terlihat pada tempat pemakaman. Tidak berbau, tidak ada
perubahan yang terlihat pada luar tubuhnya, dan tidak ada jamur yang muncul.
Pada pemeriksaan mikroskopik dari organnya sudah secara sempurna diawetkan.
Tubuh mayat dari wanita yang lain yang dikuburkan pada waktu yang sama, tetapi
pada tanah dimana air merembas masuk ke dalam peti jenazah, sudah secara
sempurna menjadi tulang. Penulis sudah melihat tubuh mayat yang terkubur
selama beberapa tahun telah secara sempurna menjadi awet, kecuali beberapa
sidik jari yang mengalami kekeringan dan ditempeli oleh jamur-jamur, ketika tubuh
48
mayat yang lain terkubur selama 2-3 minggu berada dalam keadaan dekomposisi
yang lanjut.
Waktu yang diperlukan untuk menulang pada tubuh mayat
bervariasi. Pada daerah dimana tubuh terpapar elemen-elemen dan binatang
pemakan bangkai, itu akan membuat prosesnya menjadi lebih cepat, terjadi dalam
9-10 hari. Pada keadaaan yang lebih jarang, ini mungkin dapat akan lebih cepat lagi.
Uterus dan prostate adalah dua organ-organ yang terakhir terdekomposisi.
Adakalanya, tubuh mayat yang terdekomposisi akan bertransformasi ke
arah adiposera (Gambar 2.9). Adiposera adalah suatu bentuk tetap, berwarna putih
keabu-abuan sampai coklat lilin seperti bahan yang membusuk dan berminyak,
asam stearat. Ini dihasilkan oleh konversi dari lemak yang netral selama perbusukan
ke asam yang tidak dapat dijelaskan. Hal tersebut lebih nyata pada jaringan
subkutan, tetapi dapat terjadi dimana saja bila terdapat lemak. Adiposera adalah
benar-benar suatu variasi dari putrefaction.
49
Hal ini terlihat paling sering pada tubuh yang dibenamkan dalam air
atau dalam keadaan lembab, lingkungan yang hangat. Pada adiposera, lemak
mengalami hidrolisis untuk melepaskan asam lemak jenuh dengan peranan dari
lipase endogen dan enzim bacterial. Enzim bakterial, umumnya berasal dari
Clostridium perfringens, yang mengubah asam lemak jenuh ini menjadi asam lemak
hidroksi.4 Adiposera dikatakan memakan waktu beberapa bulan untuk berkembang,
walaupun perkembangannya juga dapat terjadi singkat hanya selama beberapa
minggu. Hal ini bergantung pada tingkat perlawanan dari bakteriologik dan
degradasi dari kimia.
Penjelasan yang singkat harus dibuat pada maserasi pada bayi yang
meninggal dalam kandungan. Ini bukan putrefaction yang sesungguhnya, tetapi
lebih kepada sebuah proses autolitik aseptik.
Perubahan mata postmortem adalah sesuatu yang sulit untuk
diinterpretasikan. Perubahannya tergantung pada apakah mata itu terbuka atau
tertutup dan tergantung pada lingkungan. Tache noire dapat terlihat tetapi sering
tidak diobservasi. Hal ini adalah sebuah artifak dari kekeringan yang terdiri dari
perubahan warna sklera dari coklat menjadi hitam dimana mata setengah terbuka
dan terpapar oleh udara (Gambar 2.10). Pada mata tertutup, dalam 24 jam,
biasanya ditemukan penumpukan busa putih pada kornea, yang dapat dikatakan
cloudy.
B
Gambar 2.10 Tache noire. (A dan B) Kekeringan pada sclera mata postmortem.
51
Arus Sitometri
Arus sitometri telah diteliti sebagai sebuah alat dalam menentukan
berapa lama seseorang telah meninggal, dan sehingga dapat menentukan waktu
kematiannya. Prosedur ini masih terus diteliti, dan apakah ini cukup dapat
dipercaya atau seberapa mudah, juga masih terus diteliti. Analisis terdahulu
dikembangkan dengan menggunakan jaringan limpa. Pada arus sitometri, ada satu
korelasi dengan derajat dari degradasi DNA pada jaringan dari kematian dengan
jaringan dari individu yang lain yang mana waktu kematiaannya diketahui yaitu
dengan pengecekkan. 6
52
dan orang tua, serta perlambatan pengosongan cairan telah diobservasi terdapat
pada orang tua.9
Metode radionuklir ganda berkerja secara simultan non invasive dari
pengosongan lambung makanan cair dan padat telah digunakan untuk menentukan
pengaruh dari berat dan kandungan kalori dari makanan dalam pengosongan
lambung. Metode ini telah menyatakan bahwa, jika air dicerna dengan makanan
padat, air akan kosong lebih cepat dan terpisah dan tidak dipengaruhi oleh berat
atau total kalori yang terkandung dalam makanan padat. Kecepatan pengosongan
adalah suatu keterangan dan identik dengan pencernaan makanan cair non-nutrien
tanpa bagian yang padat. Ada perbedaan, lama pengosongan dari kalori yang
berupa cairan adalah lebih lambat dan lebih sejajar, yang mana mengindikasikan
kecepatan pengosongan yang lebih konstan. Jadi, pada suatu penelitian oleh
Brophy et al., rata-rata waktu paruh pengosongan cairan untuk 150 g jus jeruk
adalah 24 + 8 menit (rentang 12-37 menit).10
Jika kandungan kalori dari makanan tetap stabil tetapi beratnya
meningkat, hasilnya adalah peningkatan kecepatan pengosongan; dengan kata lain,
kecepatan pengosongan (dinyatakan dalam gram dari pengosongan makanan padat
dari lambung per menit) meningkat mengikuti berat makanan. Hal ini dirasakan
karena aktivasi dari peregangan dinding lambung atau volume reseptor yang
menstimulasi peristaltik dari antrum oleh peningkatan berat dan isi makanan. Ada
perbedaan, jika berat makanan adalah tetap dan kandungan kalori meningkat,
terdapat kecepatan pengosongan yang lambat secara progresif.11,12
Banyak penelitian telah dilakukan pada pengosongan lambung dengan
menggunakan suatu struktur makanan yang palsu, tidak sama dengan apa orang
biasa akan makan. Makanan ini didisain untuk memastikan berat dan / atau jumlah
dari kalori. Yang menjadi Favorit dari beberapa pelaku percobaan adalah daging
sapi
yang
direbus, meskipun
demikian
terkadang
dipergunakan
selada.
53
materi tersebut diperbolehkan untuk dimakan sebanyak yang mereka inginkan dan
berhenti ketika mereka merasa kenyang. Makanan dikonsumsi dalam 30 menit.
Total dari semua makanan yang dicerna berkisar dari 1024 sampai 2408 g dengan
rata-rata 1692 g. Berat dari makanan padat yang dikonsumsi berkisar dari 693
sampai 1279 g dengan rata-rata 865.5 g. Waktu paruh pengosongan lambung (T
1/2) untuk makanan ini berkisar dari yang terrendah 60 sampai yang maksimum
338 menit dengan rata-rata waktu paruh pengosongan adalah 277 44 menit. Di
sana terdapat variasi pada makanan yang memiliki perkiraan berat yang sama.
Dengan demikian, makanan 1474 - g pada seseorang yang mempunyai waktu paruh
pengosongan 195 menit, pada yang lain makanan 1549 - g waktu paruhnya 126
menit, makanan 1562 - g waktu parunya 60 menit lebih sepertiga, makanan 1260 g waktu paruhnya 143 menit, dan makanan 1923 - g waktu paruhnya 124 menit.
Penelitianan ini juga mengungkapkan bahwa, pada beberapa subyek, terdapat satu
keterlambatan yang panjang pada proses pencernaan makanan selama tidak ada
proses pengosongan. Yang diharapkan, pengosongan cairan secara significant lebih
cepat dibandingkan makanan padat. Untuk cairan, rata-rata waktu paruh
pengosongan adalah 178 22 menit, dibandingkan dengan 277 44 menit untuk
yang padat. Banyak penelitian telah dilakukan pada pengosongan lambung dengan
menggunakan suatu struktur makanan yang palsu, tidak sama dengan apa orang
biasa akan makan. Makanan ini didisain untuk memastikan berat dan / atau jumlah
dari kalori. Yang menjadi Favorit dari beberapa pelaku percobaan adalah daging
sapi
yang
direbus, meskipun
demikian
terkadang
dipergunakan
selada.
54
1/2 ) untuk makanan ini berkisar dari yang terrendah 60 sampai yang maksimum
338 menit dengan rata-rata waktu paruh pengosongan adalah 277 44 menit. Di
sana terdapat variasi pada makanan yang memiliki perkiraan berat yang sama.
Dengan demikian, makanan 1474 - g pada seseorang yang mempunyai waktu paruh
pengosongan 195 menit, pada yang lain makanan 1549 - g waktu paruhnya 126
menit, makanan 1562 - g waktu parunya 60 menit lebih sepertiga, makanan 1260 g waktu paruhnya 143 menit, dan makanan 1923 - g waktu paruhnya 124 menit.
Penelitianan ini juga mengungkapkan bahwa, pada beberapa subyek, terdapat satu
keterlambatan yang panjang pada proses pencernaan makanan selama tidak ada
proses pengosongan. Yang diharapkan, pengosongan cairan secara significant lebih
cepat dibandingkan makanan padat. Untuk cairan, rata-rata waktu paruh
pengosongan adalah 178 22 menit, dibandingkan dengan 277 44 menit untuk
yang padat.
Sebagai bagian dari penelitian ini, individu yang sama diberikan
makanan 900 - dan 300 - g. Hal tersebut diamati bahwa makanan yang lebih besar
dihubungkan dengan waktu pengosongan yang lebih panjang.
Rata-rata waktu pengosongan adalah 277 44 menit untuk makanan
yang biasa adalah lebih panjang dibandingkan pada kebanyakan penelitian pada
literatur.11 Bagaimanapun banyak penelitian, biasanya melibatkan makanan lebih
kecil yang komposisinya palsu. Penelitian memperlihatkan bahwa semakin panjang
waktu pengosongan dihubungkan dengan makanan yang lebih besar dan bahwa
pengosongan lambung tampak lebih dekat hubungannya dengan jumlah total kalori
pada makanan dibandingkan dengan berat makanan. 11,12
Brophy dan kawan-kawan menyelidiki perbedaan pada rata-rata
kecepatan pengosongan pada subyek yang sehat yang diberi makan makanan yang
sama pada hari yang terpisah.10 Baik waktu makanan padat dan cair, keduanya
dipelajari. Makanan yang terdiri dari 150 g daging sapi rebus dan 150 g jus jeruk,
dengan kedua unsur diberi label
55
dari hari ke hari pada individu yang sama dan pada individu berbeda. Dengan
demikian, untuk cairan, waktu paruh pengosongan adalah rata-rata 24.88 8.66
menit. Bagaimanapun, pada satu orang, selama 4 hari, waktu paruh pengosongan
untuk 150 g jus jeruk adalah 30, 12, 28, dan 12 menit. Rentang dari waktu paruh
pengosongan untuk keseluruhan kelompok adalah dari 12 sampai 38 menit. Untuk
makanan padat, waktu paruh pengosongan adalah 58.58 17.68 menit. Rentang
keseluruhannya adalah dari 29 sampai 92 menit. Dengan demikian, penelitian ini
memperlihatkan bahwa pengosongan lambung dari makanan cair atau padat secara
relatif memiliki perbedaan yang luas pada individu yang sama ataupun berbeda,
sekalipun yang dicerna adalah makanan yang sama. Sebagai tambahan, jika kita
menambahkan perbedaan pada berat, kandungan kalori, dan komposisi dari
makanan, kita akan melihat perbedaan yang lebih besar pada waktu paruh
pengosongan.
makan
dengan
seketika
setelah
kematian.
Sebagai
tubuh
yang
57
yang ada pada tubuh, dapat diasumsikan bahwa durasi dari kematian telah
berlangsung sekitar 12 hari. Bagaimanpun, hal ini sangat bervariasi, bergantung
kepada suhu dan kelembaban, begitu juga jenis dari lalat. Setelah bertelur, belatung
tumbuh semakin besar hingga mereka mencapai stadium kepompong. Ini dapat
terjadi kapanpun dalam 610 hari dalam kondisi yang biasa. Benuk dewasa muncul
pada hari ke 12-18. Bagaimanapun, semua bentuk ini, sangat bervariasi dan sangat
tergantung pada jenis dan suhu dari lingkungan. Karena itu, ada pendapat dari
penulis bahwa banyak cara untuk menentukan waktu dari kematian yang
mempergunakan bukti entomologi dari tubuh harus dilakukan dengan bantuan dari
ahli entomologi. Untuk keterangan yang lebih terperinci tentang metode dan teknik
yang dipergunakan dan perbedaan jenis serangga, penulis merekomendasikan A
Manual of Forensic Entomology oleh `Kenneth G.V.Smith.13
Makanan apa yang keluar atau mengotori piring dalam tempat pencuci
piring
Kwitansi penjualan atau tanggal yang terdapat pada kertas yang terdapat
pada dompet korban.
58
berjalan kaki setiap sore dan tiba-tiba tidak pernah terlihat lagi, kemudian
satu kesimpulan yang mungkin adalah bahwa kematian terjadi pada atau
sekitar hari-hari dimana dia tidak berjalan kaki.
Referensi
1. Guyton AC and Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 10th ed. WB Saunders
Co. Phil. 2000.
2. Mackowiak PA, Wasserman SS, and Levine MM. A critical appraisal of 98.6
degrees F, the upper limit of the normal body temperature and other legacies of
Carl Reinhold. JAMA 1992. 268(12):1578-80.
3. Hutchins GM: Body temperature is elevated in the early postmortem period.
Hum Pathol 1985;16:560 561.
4. Cotton GE, Aufderheide AC, and Goldschmidt VG: Preservation of human tissue
immersed for five years in fresh water of known temperature. J Forensic Sci
1987;32:1125-1130.
5. Sturner WO, Gantner GE: The postmortem interval: A study of potassium in the
vitreous humor. Am J Clin Pathol 1964;42:134-144.
6. Di Nunno N, Costantinides F, and Melato M. Determination of the time of death
in a homicide-suicide case using flow-cytometry. Am J Forensic Med Path 1999
20(3):228-231.
7. Spitz WV and Fisher RS, (Eds): Medicolegal Investigation of Death, ed 2.
Springfield, IL, Charles C Thomas, 1980.
8. Adelson L: The Pathology of Homicide. Springfield, 111, Charles C Thomas, 1974.
9. Moore JG, Tweedy C, Christian PE, et al.: Effect of age on gastric emptying of
liquid-solid meals in man. Digestive Dis Sci 1983; 28:340.
10. Brophy CM, Moore JG, Christian PE, et al: Variability of gastric emptying
measurements in man employing standardized radiolabeled meals. Digestive Dis
Sci 1986;31:799-806.
59
11. Moore JG, Christian PE, Brown JA, et al: Influence of meal weight and caloric
content on gastric emptying of meals in man. Digestive Dis Sci 1984;29:513519.
12. Moore JG, Christian PE, and Coleman RE: Gastric emptying of varying meal
weight and composition in man. Digestive Dis Sci 1981;26:16-22.
13. Smith KGV: A Manual of Forensic Entomology. London, British Museum (Natural
History); Ithaca, NY, Cornell University Press, 1986.
60
Kematian
Yang Disebabkan Karena
Penyakit Alami
Ring around the rosy
33
Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian yang paling sering di
Amerika Serikat. Kematian tiba-tiba karena penyakit jantung menyebabkan antara
300,000 dan 400,000 kematian per tahun. Ini adalah penyebab yang utama pada
laki-laki yang berusia antara 20 dan 65 tahun. Zipes dan Wellens memperkirakan
bahwa hampir 80% dari individu yang meninggal tiba-tiba oleh karena penyakit
jantung meninggal karena penyakit arteri koroner.1 Dari 853 individu, yang berusia
18 tahun atau lebih, datang untuk otopsi di San Antonio, Texas, 591 (69.3%)
meninggal karena penyakit kardiovaskuler; 76.3 % (451) dari 591 penyakit arteri
koroner. Perhitungan kardiomiopati cukup signifikan tetapi dalam jumlah yang kecil
61
(13%), dengan kejadian kematian dari penyakit katup jantung, miokarditis, dan
banyak bentuk yang lebih jarang dari penyakit jantung.
Ada variasi pada insiden dari kematian yang tiba-tiba, dengan punck
insiden yaitu pada pagi hari. Willich et al. melaporkan puncak insiden dari kematian
yang tiba-tiba adalah antara pukul 7 dan 9 pagi (setelah penemuan individu yang
meninggal dalam waktu-waktu tersebut), yang mana 70% lebih tinggi daripada nilai
rata-rata dari waktu 1 harian.2 Mereka berpendapat bahwa ada satu penjelasan
yang mungkin adalah peningkatan aktifitas dari system saraf simpatis, yang
diketahui terjadi pada pagi hari, yang mana dapat menjadi predisposisi dari aritmia
jantung.
Arterosklerosis Koroner
Penyebab kematian yang paling banyak dari penyakit jantung adalah
arterosklerosis koroner. Hampir setengah dari individu dengan penyakit arteri
koroner, meninggal secara tiba-tiba. Suatu fakta dari kematian yang tiba-tiba, gejala
yang utama pada hampir 25% dari individu yang meninggal karena arterosklerosis
koroner. Pada pengalaman dari penulis, penyakit arteri koroner berjumlah 76.3%
dari dewasa yang meninggal tiba-tiba dan tidak terprediksi dari penyakit jantung
yang datang untuk otopsi. Frekuensi akan berubah dalam berbagai derajat
tergantung pada populasi yang diurusi oleh kantor-kantor pemberi keterangan dan
criteria yang digunakan untuk kasus-kasus yang terpilih untuk otopsi.
Pada perbedaan dari jumlah individu-individu yang meninggal di rumah
sakit karena penyakit arteri koroner, pada sebuah kantor pemeriksaan medis,
thrombosis koroner akut dan infark miokardiak akut adalah pengecualian
dibandingkan dengan urutan yang ada. Pada sebuah penelitian dari 500 otopsi yang
berurutan dari individu yang berusia 20-99 tahun yang meninggal tiba-tiba dan
tidak diperkirakan dari penyakit arteri koroner, hanya 67 (13.4%) yang
memperlihatkan thrombosis yang akut, secara global.3 Arteri koroner kiri dan
percabangannya memperlihatkan insiden yang sedikit meningkat dari thrombosis
62
yang dibandingkan dengan sisi kanannya. Insiden yang rendah dari thrombosis pada
individu yang meninggal tiba-tiba sudah disetujui oleh penulisp-penulis yang lain.
Ada perbedaan, pada penelitian dari pasien yang di rawat inap di rumah sakit
memperlihatkan nilai yang tinggi dari thrombosis 87.3% oleh DeWood dan kawankawan.4 Secara global jejas miokardial menunjukkan daerah yang terdahulu dari
infark yang lama telah dilaporkan sebanyak 34.8% dari individu yang meninggal
tiba-tiba, dengan 8.4% fakta yang ditunjukkan dari infark miokardial akut.
Apa yang terdapat pada semua kematian yang disebabkan karena
arterosklerosis koroner adalah arterosklerosis yang berat dari pembuluh darah
koroner. Obstruksi yang nyata dari lumen arteri koroner biasanya terdapat sekitar
75% dari keseluruhan lumen (Gambar 3.1). Pada individu-individu dengan penyakit
hipertensi kardiovakular, sering tidak terlihat classical eccentric yang diakibatkan
karena formasi plak dari arterosklerosis koroner, tetapi lebih terlihat penebalan
pada dinding oleh karena penumpukan arteroslerosis. Pada individu yang lebih tua
dari 60 tahun, arteri-arteri koroner dapat menunjukkan gambaran yang berbeda.
Saat lumina menetap, pembuluh darah adalah sebuah tabung kaku yang
terkalsifikasi karena penumpukan kalsium pada dinding dari pembuluh darah.
Pada beberapa individu, saat arteri koroner pericardial tidak
menunjukkan kemacetan, pemeriksaan mikroskopik dari miokardium menunjukkan
keparahan, dysplasia oklusi dari arteri koroner intramural.5 Displasia adalah
dikarakteristikkan oleh penebalan medial yang berat, dengan disorganisasi otot
halus dan ditunjukkan di keseluruhan luminal. Burke dan Virmani menjelaskan
empat kematian yang tiba-tiba yang disebabkan oleh hal tersebut pada individu
usia muda (12-31 tahun).5
Pada banyak individu yang meninggal tiba-tiba dan tidak diperkirakan
dari arterosklerosis dari arteri koroner, paling sedikit dua pembuluh darah yang
terkena.
63
Gambar 3.1 Arteri koroner desendens anterior kiri pada laki-laki berusia 21 tahun
dengan 75% pelebaran dari lumen yang disebabkan karena arterosklerosis.
Saat ini, individu akan meninggal dengan penyakit pembuluh darah kecil
dengan plak arterosklerosis tunggal yang terletak pada lokasi yang strategis. Plak
ini, yang mana memproduksi paling sedikit 75 % pelebaran dari lumen, biasanya
hampir ditemukan segera pada bagian proksimal dari arteri koroner desendens
anterior kiri (the widow-maker). Ini adalah suatu titik yang sangat kritis pada
pembuluh darah tersebut, pada saat itu arteri koroner kiri mulai menyediakan
jaringan miokard yang berhubungan segera setelah asalnya. Perbedaannya, arteri
koroner kanan tidak menyediakan sejumlah apapun yang signifikan pada jaringan
miokard sampai itu berhenti memberikan kepada pembuluh darah desenden
posterior. Pada satu penetilian dari 451 kematian yang disebabkan karena CAD,
pada 54 kasus (11. 9%) penyakit yang signifikan satu pembuluh darah. PAda 40
kasus, pembuluh darah tersebut adalah koroner desendens anterior kiri; 4 kasus
pada sirkumfleksa dan 10 kasus pada koroner kanan.
64
Bridging
Kematian mendadak telah membuat suatu kondisi yang disebut
bridging.6,7 Pada kesatuan ini, arteri koroner desendens kiri (koroner kanan
sangat jarang), sebagai pengganti dari lemak epikardial pada jantung, turun ke
miokardium(Gambar 3.2). Angiografi koroner telah menunjukkan brigding mulai
dari 0.5 sampai 1.6% dari seseorang.7 Pada orang dewasa dengan kardiomiopati
hipertrofi, bridging terjadi pada 3050% dari individu.7 Pada bridging, ada
tekanan dari pembuluh darah selama sistol dengan menghambat lumen secara
parsial ataupun lengkap. Pada umumnya, ini adalah suatu fenomena yang tidak
berbahaya, karena hampir semua aliran darah koroner ke ventrikel kiri terjadi
selama diastol. Bagaimanapun, dengan takikardi, terdapat sebuah pemendekan dari
perfusi diastolik.Ini memungkinkan tekanan sistolik untuk menjadi signifikan. Ini
akan menjelaskan pengamatan bahwa kematian mendadak pada brigding lebih
sering terlihat pada yang berhubungan dengan latihan. Septal fibrosis dari
pengulangan tekanan sistolik mungkin dapat terjadi. Kematian karena bridging,
jarang.
65
66
Gambar 3.3 Pecahnya aneurisma postpartum pada arteri koroner desendens kiri.
67
"pasien" terus hidup segera setelah henti jantung, dengan 67% bertahan untuk
kemudian keluar dari rumah sakit.16 Hampir tidak ada sequelae neurologik. Henti
jantung yang disebabkan karena trauma adalah kasus yang utama pada pasienpasien muda.
Sesungguhnya, keberhasilan jangka pendek dari CPR (tekanan darah dan
nadi kembali ke keadaan normal untuk pasien dalam 1 jam) adalah, paling banyak,
40%, dengan ketahanan hidup sampai keluar dari rumah sakit dengan variasi dari 2
30 % untuk henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit.1516 Sementara itu 83%
pasien pada televisi adalah belum usia tua, pada kenyataannya, yang lebih tua
adalah golongan yang paling umum. Pada TV, 28% dari penyakit yang mendasari
adalah penyakit jantung primer, pada kenyataannya, 7595% adalah penyakit
jantung itu sendiri. Untuk yang lebih tua, ketahanan hidup jangka panjang setelah
henti jantung di luar rumah sakit adalah 5% atau kurang. Pada henti jantung yang
berhubungan dengan trauma, ketahanan hidup jangka panjang bervariasi dari 0
30%.16
Schneider menelaah 19,955 pasien pada 98 penelitian yang dilakukan
CPR setelah henti jantung di rumah sakit.17 Resusitasi yang berhasil terjadi pada
15% kasus. Rata-rata keberhasilan RJP tidak berubah dari waktu ke waktu. Sifat
alami ritme suara jantung mempengaruhi kecepatan kesuksesan RJP dengan 20%
sukses dengan fibrilasi atau tachycardia ventrikel; 7% dengan bantuan
electromechanical; 6% dengan asistol; dan yang lain, 10%. Sejumlah kecil dari
pasien (2%) dengan keberhasilan resusitasi mengalami kerusakan sistem saraf
pusat.
darah kecil dari miokardium. Berbeda dengan individu dengan hipertensi yang
datang ke otopsi di rumah sakit, banyak individu meninggal tiba-tiba dan secara
tidak terduga dari suatu aritmia jantung dengan suatu riwayat klinis dari hipertensi
tidak memperlihatkan perubahan yang besar dari hipertensi pada ginjal mereka,
yang mana, permukaan kortikalnya masih memiliki granular yang baik, meskipun
demikian, secara mikroskopik, ada bukti dari arteriosklerosis.
Dalam hubungannya dengan hipertrofi ventrikular sebelah kiri pada
seseorang
dengan
hipertensi,
penelitian
electrokardiografi
menunjukkan
peningkatan pada masa ventrikular sebelah kiri pada individu muda 1220 tahun,
sebelum tekanan arterial mencapai tingkatan dimana dipertimbangkan abnormal
pada orang dewasa.27 Ini sependapat dengan observasi dari penulia yang pada
individu pada usia belasan tahun akhir dan awal duapuluhan di suatu populasi yang
terutama peka terhadap hipertensi (misalnya, orang kulit hitam) telah
memperlihatkan ventrikular kiri hipertrofi yang konsisten dengan hipertensi tanpa
memiliki riwayat klinis dari hipertensi kecuali dengan riwayat sekeluarga dengan
hipertensi.
Kardiomiopati
Kardiomiopati mendasari suatu kelompok berbeda dari penyakit yang
etiologinya
miokardial, yang mana, penyakit yang bukan merupakan hasil dari arteriosklerotik,
hipertensi, kongenital, atau penyakit valvular.28 Kardiomiopati dapat digolongkan
ke dalam tiga kategori umum: membesar atau congestive, hipertrofi , dan
obliterative bersifat membatasi. Kategori terakhir biasanya jarang dihadapi oleh
ahli patologi forensik, sejak kesepakatan ini dengan kesatuan seperti amiloidosis,
hemokromatosis, sarkoidosis, penyakit penyimpanan glycogen, dan sindrom
hipereosinofilik, kondisi tidak biasanya dihubungkan dengan kematian mendadak
dan kebanyakan dari suatu infiltrative alami ke miokardium. Pengecualiannya
adalah sarcoidosis, yang mana, sementara ini tidak umum, adalah adakalanya
70
dihadapi. Tentu
71
kongestif, kematian mendadak terjadi dan dapat dikenali oleh ahli patologi forensik
dan klinisi. Aritmia, secara klinis, sesungguhnya berhubungan dengan kondisi ini.
Yang paling menarik perhatian dari ketiga kardiomiopati adalah
kardiomiopati hipertrofi. Ini juga telah dikenal sebagai stenosis hipertrofi subaorta
idiopatik dan kardiomiopati hipertrofi obstruktif. Kardiomiopati hipertrofi pada
prinsipnya adalah suatu kelainan jantung familial, dengan satu bentuk autosomal
dominan yang diturunkan, dapat dikatakan muncul kira-kira 0.2% dari populasi.30
Pada kondisi ini, ada hipertrofi miokardial masif tanpa dilatasi ventrikular, pada
ketidakadaan dari penyakti jantung atau penyakit sistemik apapun yang dapat
menghasilkan perubahan ini. Jantung biasanya memperlihatkan suatu hipertrofi
asimetris yang tidak seimbang pada septum interventrikular dibandingkan dengan
dinding bilik jantung kiri (Gambar 3.4B). Bagaimanapun pada beberapa kasus,
hipertrofi ventrikular kiri adalah simetris, dengan penebalan dari septum dan
dinding bilik. Sembilan puluh lima persen dari kasus kardiomiopati hipertrofi
memperlihatkan kekacauan pada serabut miokardial ventrikular, dengan serabut
berantakan ke semua arah pada bentuk berantakan dan dengan sel miokardial
hipertrofi dan aneh. Bentuk aneh dan berantakan ini menyusun sel miocardial
yang secara khas terlihat pada septum. Jarang terjadi pada dinding bilik. Bentuk
yang berantakan ini menyusun sel-sel aneh yang
kardiomiopati hipertrofi, tetapi telah dicatat pada sejumlah kondisi lain yang
biasanya dihubungkan dengan ketegangan ventrikular kiri. Bagaimanapun,
kekacauan, adalah tidak mudah dikenal atau sangat meluas. Aritmia ventricular dan
supraventricular adalah umum pada individu dengan kondisi ini.
72
B
Gambar 3.4 (A) Kardiomiopati kongestif. Berat jantung 1050 g. Dengan catatan,
berat jantung berhubungan dengan otak orang dewasa dalam ukuran normal. (B)
Kardiomegali hipertrofik dengan hipertrofi asimetris dari septum interventrikular.
73
Penyakit Valvular
Kematian mendadak karena penyakit valvular biasanya melibatkan
prolaps katup mitral (kegagalan katup mitral; degenerasi miksomatosa dari katup
mitral) atau stenosis aorta. Jarang, kematian mendadak akan menjadi suatu
valvulitis bacterial akut (Gambar 3.5). Katup yang terlibat biasanya katup trikuspid
dan seseorang dengan penyalahgunaan obat secara intravena.
Gambar 3.5 Endokarditis bacterial akut yang melibatkan katup mitral dan aorta
pada pecandu obat berusia 32 tahun.
74
75
76
Gambar 3.6 Kegagalan katup mitral. (A) Dilihat dari atrium. (B) Dibuka pada dua
pertiga bawah dari pemotongan ventrikel kiri.
77
Pada saat ini, penyebab paling umum penyebab dari stenosis aorta stenosis
adalah kalsifikasi dari katup bikuspid. Ini harus dicatat bahwa katup bikuspid aorta,
tanda dari kalsifik stenosis aorta, mucul kira-kira 0.4% dari populasi.
Aspek dari stenosis aorta stenosis yang menarik untuk ahli patologi forensik
adalah adanya kecenderungan untuk kematian mendadak. Mekanisme dari
kematian kemungkinan adalah insufisiensi miokardial akut sekunder sampai
obstruksi dari aliran ventrikular kiri. Kasus yang paling mengganggu itu yang telah
penulis lihat dengan kalsifik stenosis aorta adalah bahwa seorang pilot komersial
pada empatpuluhan akhir yang jatuh dan meninggal saat jogging. Kondisi ini
kelihatannya tidak terdeteksi pada setiap pengujian fisiknya.
78
naik ke bagian proksimal dari arteri koroner kanan; arteri koroner kiri yang utama
naik dari sinus Valsalva kanan dengan jalan lintasan dari arteri di antara aorta dan
arteri pulmoner; arteri koroner kanan naik dari sinus Valsalva kiri; hipoplasia arteri
koroner, dsb.
Miokarditis
Manifestasi klinis dari miokarditis akut dapat terbentang dari tidak ada
sampai kegagalan jantung kongestif fulminan akut sampai kematian mendadak. 28
Kasus yang menarik untuk ahli patologi forensik adalah yang melibatkan individu
yang asimptomatik atau hanya telah mempunyai keluhan kecil dan kemudian tibatiba jatuh dan meninggal.
Miokarditis dapat disebabkan oleh penyebab infeksi (bakterial, rickettsial,
virus, protozoa, fungal), penyakit jaringan konektif (misalnya, demam rematik,
reumatoid artritis), agen fisik (racun kimia, atau obat-obatan) atau dapat idiopatik.
Dengan miokarditis infeksius, cedera pada miokardium mungkin terjadi secara
langsung berhubungan dengan invasi oleh organisme atau oleh toksin yang
dihasilkan oleh organisme. Secara mikroskopik, ada sebagian kecil atau menyebar,
daerah yang mengalami nekrosis inflamasi interstitial. Inflamasi mungkin setempat
dan kecil atau menyebar dan parah. Degenerasi dan nekrosis dari serat otot
biasanya nampak. Infiltrat dapat bervariasi dari kebanyakan neutrofil sampai
limfosit, sel plasma, dan eosinofil. Nyata sekali, penampakan dari jantung mungkin
normal atau pucat dan kendur dengan pembesaran bilik.
Pada kebanyakan kasus dengan miokarditis infeksius adalah mungkin karena
virus. Pada awalnya, ada infiltrasi oleh neutrofil dan limfosit yang disertai nekrosis
dari serat-serat otot. Sesudah itu, limfosit dan makrofag menonjol. Di sana dapat
atau tidak dapat terjadi fibrosis interstitial yang berikutnya pada proses
penyembuhan. Jika fibrosis berkembang, ini mungkin dapat terjadi minor atau
ekstensif dan dapat berhubungan atau tidak dengan aritmia yang berikutnya. Pada
satu kasus yang dilihat oleh salah satu penulis, seorang laki-laki usia 17 tahun pada
usia 13 memiliki catatan satu episode dengan miokarditis karena virus. Mengikuti
79
hal tersebut, dia mengalami aritmia dengan episode yang jarang dari ekstrasistol
ventrikular dan takikardi. Dia diberitahu untuk jangan pernah terlibat pada aktivitas
berat apapun. Pada usia 17, ketika berpartisipasi pada satu game bolabasket, dia
jatuh dan meninggal. Selama 4 tahun mengikuti episode dari miokarditis yang
dialaminya, dia telah diikuti oleh seorang ahli jantung, yang mempunyai banyak
catatan dari episode aritmia-nya. Ini adalah harapan dari ahli jantung bahwa
jantung akan memperlihatkan jaringan parut interstitial yang luas. Pada otopsi,
jantung tampak nyata sekali normal. Beberapa bagian mikroskopik dari jantung
yang diambil dari semua area, meliputi sistem konduksi, adalah sama sekali tidak
baik. Ini memperlihatkan bahwa suatu inflamasi karena virus dari jantung dapat
menyebabkan cedera ke sistem konduksi dari jantung itu tidak dapat jadilah
dideteksi atau dievaluasi melalui mikroskop. Kondisi ini mungkin menjadi penyebab
pada beberapa kejadian dari kematian mendadak dimana penemuan otopsi adalah
sama sekali negatif.
Adakalanya pada kasus dengan miokarditis fatal, miocarditis tidak tersebar
luas, tetapi terdiri dari lesi tunggal dengan lokasi strategis. Dengan demikian, kasus
dari seorang ibu rumah tangga 32 tahun yang ditemukan meninggal pada lantai
dapur, yang mengotopsi dan memeriksa toksikologi dengan sepenuhnya hasilnya
negatif. Bagian mikroskopik dari jantung menunjukkan fokus tunggal dari
miokarditis pada sistem konduksi. Kematian dalam hal ini berhubungan dengan
lokasi yang buruk dari satu lesi yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan kepentingan
dari pengambilan multipel bagian dari jantung, terutama melalui sistem konduksi,
pada semua pemeriksaan lengkap dari jantung untuk penyakit jantung. Ini harus
dipikirkan bahwa pengumpulan kecil dari sel mononuklear tunggal pada
miokardium tidak selalu menandai bahwa seseorang sedang menderita miokarditis.
Ini adalah suatu penemuan normal pada beberapa jantung jika seseorang
melakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cukup. Pada kasus dimana penyakit
miokardial adalah dicurigai, penulis merekomendasikan pengambilan sedikitnya
enam bagian mikroskopik dari miokardium untuk mengevaluasi miokardium. Paling
tidak salah satu dari itu harus melibatkan sistem konduksi.
80
Diseksi Aorta
Diseksi aorta terjadi ketika darah memmotong antara bagian tengah
dan dua pertiga bagian luar dari aorta media, membuat darah mengisi saluran yang
ada dalam dinding aorta.37 Proses yang terjadi biasanya naik ke aorta asendens dan
mengakibatkan suatu robekan intimal, suatu komponen yang mungkin akan
menimbulkan diseksi pada aneurisma aorta. Robekan ini memiliki tepi yang tidak
rata dan lebih ke arah transversal atau longitudinal daripada oblik. Kombinasi
robekan transversal dan longitudinal mengakibatkan bentuk robekan T atau tanda
silang. Robekan cenderung berasal dari daerah yang relative normal dari aorta.
Pada beberapa kasus, robekan terlihat pada arah bawah perifer dari aorta.
Bagaimanapun, mungkin terjadi ruptur pada kantung pericardial. Factor
predisposisi adalah hipertensi, herediter dan inflamasi. Pada sindrom Marfan,
dilatasi dan diseksi aorta, terjadi bersamaan.38 Sindrom Marfan mempengaruhi
fibrilin, suatu glikoprotein yang terlihat pada adesi dan sejajar dengan kolagen pada
aorta. Fragmentasi dari serat elastic menghasilkan kelemahan dan diseksi pada
dinding. Area focal dari nekrosis kistik medial mungkin terlihat.
Istilah diseksi aorta sering digunakan untuk menjelaskan ruptur aorta yang
disebabkan oleh dilatasi ringan daripada dilatasi keseluruhan. Abnormalitas genetic
dari kolagen, seperti yang ditemukan pada osteogenesis imperfekta dan EhlersDanlos, memicu dilatasi aorta. Kemudian, ini akan mengakibatkan ruptur pada sisi
dimana terdapat aneurisma.
Degenerasi familial dari aorta media dengan ketidakadaan suatu penyakit
dari jaringan konektif dapat terjadi. Kasus ini menunjukkan nekrosis kistik medial.
Bagaimanapun, pada kebanyakan individu dengan diseksi, memiliki kondisi yang
tidak jelas. Apa yang mereka punya adalah hipertensi. Hipertensi adalah factor
resiko yang paling penting dalam terjadinya diseksi aorta.
Peningkatan berat badan dan penggunaan kokain juga berhubungan dengan
diseksi aorta.38,39 Sehubungan dengan kokain, individu yang cenderung memakai
adalah laki-laki, dengan penggunaan jangka panjang, dan memiliki riwayat
hipertensi atau nekrosis kistik medial idiopatik.39 Diseksi terjadi segera setelah
81
82
Epilepsi
Mungkin penyebab yang paling umum dari kematian mendadak yang
dikarenakan suatu lesi intrakranial adalah epilepsi. Kematian karena epilepsi
mendasari kira-kira 34% diantara semua kematian alami yang datang untuk otopsi
pada suatu kantor pemeriksa medis. Insiden yang diperkirakan dari kematian
mendadak yang tidak dapat dijelaskan antara epilepsi adalah 2-17%.43 Sangat
sedikit individu ini meninggal pada status epileptikus.
Secara khas, individu yang meninggal mendadak dan tidak terduga dari
epilepsi adalah orang muda dan menunjukkan taraf subterapi atau absensi dari
pengobatan epilepsi pada analisa toksikologi. Biasanya, tetapi tidak selalu, kematian
demikian tidak disaksikan, dengan korban sering ditemukan meninggal di tempat
tidur pada pagi hari. Kalau suatu kematian disaksikan, di sana mungkin tidak ada
kejang atau hanya satu kejang dan jatuh.43,44 Pada seseorang yang ditemukan mati
di tempat tidur, biasanya tidak ada bukti dari adanya kejang, pada lingkungan
(seperai dan selimut tak terganggu, tidak pengeluara urin) atau pada tubuh (tanda
gigitan dari lidah tidak ada pada 75% kasus). Seseorang itu biasanya ditemukan
meninggal di tempat tidur mungkin karena tidur mempengaruhi serangan epilepsi
dan, sesungguhnya, dipergunakan sebagai suatu teknik diagnostik yang propokatif.
Tidur telah ditemukan untuk memiliki pengaruh untuk memudahkan jantung
mengalami aritmia pada kematian mendadak sekunder karena aritmia sering terjadi
pada pagi hari, dengan seketika sebelum atau pada saat bangun.
83
ada penemuan, nyata sekali, secara mikroskopik, atau secara toksikologi, untuk
menjelaskan kematian.
Kebanyakan kematian karena epilepsi adalah alami. Walaubagaimanapun,
jika epilepsi yang berhubungan dengan trauma, dicatat, dan tidak bisa dibantah,
kemudian cara kematian akan lebih digolongkan sebagai kecelakaan. Beberapa
penderita epilepsi meninggal karena kecelakaan berarti dipicu oleh suatu serangan
epilepsi; antara lain, seseorang yang mungkin mengalami suatu serangan epilepsi
ketika berada dalam air dan tenggelam (Gambar 3.8). Tidak peduli bagaimana cara
dari kematian, ini adalah sangat umum untuk kematian epilepsi yang mendadak
untuk
mempunyai
tingkat
subterapeutik
atau
absensi
dari
pengobatan
antikonvulsif. Pemeriksaan yang hati-hati dari otak pada kebanyakan kejadian tidak
mengungkapkan bahwa suatu lesi tersebut telah menyebabkan epilepsi. Insiden
yang nyata dari penemuan lesi seperti ini sangat bervariasi, bergantung kepada
otoritas, tetapi, sampai batas tertentu, dipengaruhi oleh jenis dari populasi yang
sedang ditangani. Satu-satunya hal yang dapat dikatakan adalah bahwa, pada
mayoritas luas dari kasus, tidak ada lesi untuk menjelaskan gangguan kejang akan
ditemukan saat otopsi. Jika lesi ditemukan, mereka mungkin foci dari sklerosis,
malformasi arteriovenous, atau adhesi di antara korteks dan dura. Lagi, ini harus
dipikirkan bahwa penemuan dari lesi seperti itu tidak umum. Suatu penemuan,
sklerosis dari Ammon's horn, adalah suatu fenomena sekunder yang paling mungkin
yang berhubungan dengan edema serebral selama serangan epilepsi, dengan
tekanan dari pembuluh darah yang menyediakan darah untuk wilayah ini (cabang
dari arteri serebral posterior) melawan tepi dari tentorium oleh suatu herniasi girus
hipokampus.
84
Gambar 3.8 Seseorang berusia 27 tahun penderita epilepsi tenggelam dalam bak
mandi.
Karena diagnosa dari kematian karena epilepsi berada pada suatu dasar
exclusionary, insiden yang nyata dari kematian seperti ini mungkin diremehkan.
Dengan demikian, jika seseorang meninggal karena suatu gangguan kejang terjadi
memiliki pengaruh yang nyata dari aterosklerosis koroner, penyebab kematian
mungkin dianggap berasal dari penyakit arteri koroner dibandingkan epilepsi.
Mekanisme
dari
kematian
pada
epilepsi
adalah
paling
mungkin
berhubungan dengan suatu aritmia jantung yang dipicu oleh suatu perubahan
autonomik.4345 Perubahan pada aktifitas jantung dan pernapasan telah
didokumentasikan pada seseorang yang meninggal selama serangan epilepsi.
Bagaimanapun, ini tidak diketahui, kenapa suatu kejang, kelihatannya tidak ada
perbedaan dari pasien yang mempunyai kejadian di masa lalu, harus ada bukti fatal
pada waktu tertentu ini. Sistem saraf autonom, terutama bagian simpatik, adalah
penting pada regulasi dari fisiologi jantung dan vaskuler. Cortical loci mendesak
suatu kontrol otonom spesifik lagi dari perubahan kardiovaskuler dibandingkan
pada tingkat yang lebih rendah dari otak. Rangsangan kortical dapat menghasilkan
85
Aneurisma Berry
Pada kantor medical examiner, ruptur dari suatu aneurisma Berry
adalah penyebab yang paling umum dari perdarahan subaraknoid nontraumatik.
Aneurisma Berry yang didalam adalah tidak umum aneurisma yang tidak ruptur
telah dilaporkan 4.9% diantara semua otopsi rutin ketika mencarinya. 46 Sementara
itu aneurisma Berry adalah jarang pada anak-anak, mereka bertambah dalam
frekuensi sejalan dengan umur. Sebagian besar, terlokasi pada titik bifurfikasi dan
cabang dari arteri serebral, dengan kira-kira 90% ditemukan pada serebral anterior,
serebral media dan arteri karotis interna. Aneurisma Berry dipikirkan menghasilkan
kelemahan dari dinding pembuluh darah. Kelainan ini umumnya terdiri dari suatu
defek pada formasi dari pertengahan pada titik percabangan. Lamina dan
muskularis intima elastis berakhir pada leher dari aneurisma, dengan dinding dari
kantung yang menyusun dari penebalan hialin intima dan adventitia. Arteri
embrionik persisten yang terbentuk tidak sempurna dengan meninggalkan
kelemahan medial adalah penjelasan yang diajukan untuk aneurisma yang jauh dari
titik bifurfikasi.
Hipertensi dan rokok adalah faktor yang mempengaruhi. Aterosklerosis juga
memainkan satu peran sekunder, memicu ke destruksi focal dan kelemahkan
dinding pembuluh darah. Aneurisma yang multipel adalah sangat jarang, beberapa
aneurisma dilaporkan 12 sampai 31.4% kasus darimanapun.47
Aneurisma Berry hampir tanpa kecuali membuat apex ruptur. Ketika ruptur
terjadi, pada umumnya perdarahan memasuki daerah subaraknoid. Perdarahan
juga dapat terjadi pada unsur dari otak. Pasien biasanya mengeluhkan suatu sakit
kepala yang menyiksa dan kehilangan kesadaran hampir dengan seketika. Kematian
pada umumnya adalah dikarenakan vasospasme terpicu oleh karena perdarahan
subaraknoid, dengan menghasilkan cedera iskemik pada otak. Kebocoran kecil dari
87
88
89
Gambar 3.9 (A) Perdarahan subaraknoid massif dari ruptur aneurisma pada arteri
serebral media kanan. (B) Anerurisma Berry
90
91
mencapai puncaknya. Karena suatu peningkatan yang cepat pada limfosit dan
makrofag, bagaimanapun, hanyalah setengah dari sel tersebut yang muncul. Granul
hemosiderin dapat dilihat di dalam makrofag. Dalam 7 hari, tidak ada lagi reaksi
polymorphonuclear yang terjadi. Pada saat ini, infiltrasi limfositik adalah yang
paling terlihat, dengan makrofag dan hemosiderin. Masih ada beberapa sel darah
merah yang utuh. Fibrosis dari pia matter berkembang dalam 10 hari. Sejak fibrosis
ringan dari pial dan membran araknoid muncul sebagai suatu aspek normal dari
membran ini, terutama dengan berjalannya umur, interpretasi dari fibrosis yang
minimal adalah sulit.
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral secara klinis dikarakterisktikan oleh suatu
onset yang tiba-tiba dan perkembangan yang cepat. Perdarahan intraserebral
terjadi lebih sering pada laki-laki dan memperlihatkan insiden yang lebih tinggi pada
orang kulit hitam dibandingkan orang kulit putih, mungkin berhubungan dengan
semakin besarnya insiden dari hipertensi. Orang kulit hitam yang meninggal karena
perdarahan intraserebral pada umumnya lebih muda dibandingkan teman kulit
putih mereka yang seumuran.
Perdarahan intraserebral jarang terjadi pada kelompok umur muda.
Perdarahan biasanya terjadi pada seseorang yang bangun dan aktif dibandingkan
dengan orang yang tertidur. Hipertensi hampir selalu ada. Biasanya hanya satu
episode dari perdarahan pada saat terjadi serangan. Kekambuhan dari perdarahan
umumnya tidak ditemukan. Pasien biasanya mulai timbul gejala setelah satu
periode berlangsung selama 2 jam. Tempat primer dari perdarahan intraserebral
adalah putamen dan kapsula internal yang berdekatan, thalamus, hemisfer
serebellar, pons, dan white matter(Gambar 3.10).
Pada perdarahan di putamen, kemampuan berbicara menjadi slurred dan
otot dari wajah, lengan, dan kaki secara berangsur-angsur menjadi lemah.
Perdarahan thalamus, hemiparesis terjadi sekunder karena tekanan pada kapsula
92
93
Gambar 3.10 Perdarahan intraserebral primer yang melibatkan (A) basal ganglia
dengan rupture ke dalam sistem ventricular (bersambung).
Usia dari individu berkisar dari 30 sampai 88 tahun, dengan rata-rata
55.5 tahun. Freytag menyatakan bahwa lebih dari 50% hematom terjadi pada usia
antara 40 dan 60 tahun. Bagaimanapun, sebelas persen dari pasien, terjadi pada
usia 30 tahun. Waktu ketahanan hidup secara relative pendek. Dengan demikian,
35% dari individu yang ditemukan meninggal atau meninggal pada saat tiba di
rumah sakit, 75% tidak meninggal pada saat tiba di rumah sakit atau meninggal
dalam waktu 24 jam pertama. Hanya 10% yang dapat hidup lebih lama dari 3 hari.
Ketika perdarahan terjadi pada pons, 95 % dari pasien meninggal dalam waktu 24
jam pertama. Tujuh puluh lima persen dari hematom yang ruptur melewati dinding
ventricular ke dalam ventrikel. Perdarahan pada tempat yang dekat dengan
ventrikel, menembus ke dalam ventrikel lebih sering daripada tempat yang jauh.
Jadi, 95% dari perdarahan thalamus ruptur ke dalam ventrikel, dibandingkan
dengan hanya terdapat 40% dari hematom serebral white matter. Pada 6% kasus,
hematoma intraserebral menembus melewati korteks dan membran subaraknoid
ke dalam ruang subdural. Hal ini paling sering bersamaan dengan perdarahan
serebelar.
Hanya
15%
dari
intraserebral
menembus
melewati
korteks,
Gambar 3.10 (sambungan) Perdarahan intraserebral primer pada (B) pons, dan (C)
serebelum.
95
Gambar 3.11 Kematian mendadak yang disebabkan oleh kista koloid yang tidak
terduga pada ventrikel ketiga.
97
Meningitis
Meningitis kadang-kadang juga menjadi suatu penyebab dari kematian
mendadak yang tidak terduga.54 Sampai pada akhir 1980an, banyak dari korban
adalah anak-anak di antara umur dari 3 bulan dan 3 tahun, dengan organisme yang
terlibatk adalah Hemophilus influenza. Inokulasi besar pada anak-anak dengan
vaksin Hemophilus telah menghasilkan pada penghilangan yang tidak nyata dari
kasus seperti ini. Sekarang, meningitis bakterial akut adalah suatu penyakit yang
menyerang dewasa. Hal ini berhubungan dengan infeksi dari telinga dan sinus;
pecandu alkohol; splenectomy, pneumonia, dan septikemia. Organisma yang
sekarang ini paling sering dihadapi adalah Streptococcus pneumoniae (4060%);
Neisseria meningitis (1525%); Listeria monocytogene (1015%) dan Haemophilus
influenzae (510%).54 Pada neonatus, yang terutama adalah basil coliform dan
streptokokus group B.
Kasus meningitis paling banyak dari adalah yang berkembangk sekunder dari
septikemia.
pneumonia pneumococcal. Organisme ini juga organisme yang paling sering dalam
hubungannya dengan trauma kepala dimana dura terganggu. Meningitis
hemophilus, pneumococcal, dan meningococcal, semua itu dapat berkembang dari
infeksi telinga tengah.
Pada otopsi, otak dengan jelas membengkak. Meninges tampak berawan
pada permukaan ventral dari otak dan, pada derajat yang lebih rendah sedikit,
berhubungan dengan eksudat purulen (Gambar 3.12). Eksudat juga dapat sangat
ringan, sehingga tidak nyata terlihat, atau dapat menjadi parah jika dalam kuantitas
yang berlimpah. Pada semua kasus meningitis, telinga tengah harus dibuka dan
diperiksa untuk memmastikan bahwa ini bukan sumber dari meningitis.
Bakteri penyebab meningitis adalah Neisseria meningitides.55 Nasofaring
posterior adalah reservoir alami untuk organism ini, dengan 2-15% orang sehat
membawa organism ini pada saat yang non-epidemik. Saat ini meningokokal
merupakan yang kedua setelah pneumokokus yang menyebabkan meningitis dan
lebih sering dari pada Hemophilus influenza pada anak-anak dan dewasa. Tingkat
98
kegawatannya sekitar 3%. Infeksi mungkin muncul sebagai meningitis yang purulen,
meningokosemia (septicemia), atau keduanya.
99
Sindrom Reye
Sindrom Reye adalah suatu sindrom dengan etiologi yang tidak
diketahui yang menyerang anak-anak, yang mana terdapat infeksi traktus
respiratorik atas, cacar air, dan yang jarang adalah gastroenteritis yang diikuti
muntah, konvulsi, koma, hipoglikemia, peningkatan ammonia darah, dan nilai
serum transaminase yang abnormal. Individu yang meninggal menunjukkan
metamorphosis lemak pada hepar, dengan vesikel sitoplasma lemak yang kecil pada
hepatosit, serat miokardial, dan sel tubuler pada ginjal. Disini terdapat perbedaan
vesikel yang besar dengan deposit yang kasar yang terlihat pada metamorphosis
lemak alkoholik pada hepar. Sindrom Reya dapat dibingungkan dengan kelainan
metabolism yang ada pada bayi baru lahir yang memiliki karakteristik klinis yang
sama. Satu-satunya cara untuk memastikan diagnosis adalah dengan mencari
perubahan mitokondrial yang spesifik pada jaringan lunak.
100
B
Gambar 3.13 Meningokosemia. (A dan B) Blotchy erythematous rash dengan
petekiae dan purpura (bersambung).
101
Hidrosefalus
Kematian mendadak dan tidak terduga juga terlihat berhubungan
dengan hidrsefalus. Disini, pasien biasanya memiliki riwayat yang panjang dari
hidrosefalus, sering dengan shunt procedure yang dilakukan pada masa lalu. Pasien
mungkin asimptomatik, kemudian tiba-tiba meninggal. Pada otopsi, mungkin
ditemukan hidrsefalus kronis, tanpa terlihat proses akut. Kematian seperti ini
bermanifestasi sebagai final straw that broke the camels back. Individu ini dalam
keadaan stabil borderline seperti pada tekanan intracranial, ketika beberapa
perubahan fisik kecil berpengaruh meningkatkan tekanan intracranial yang
menyebabkan kematian.
Pasien Psikiatrik
Kematian mendadak, adakalanya terlihat pada pasien psikiatrik,
biasanya pada skizofrenia kronis yang mendapat pengobatan fenotiazin, yang mana
mendapat dosis terapetik atau lebih tinggi, tetapi bukan dosis letal dari obat ini.
Pada kematian seperti ini dipercaya disebabkan karena satu atau lebih penyebab
berikut ini: aritmia jantung yang diinduksi oleh obat ini, yang mana telah diteliti
potensial untuk menyebabkan aritmia; hipertermia; hipotensi yang menyebabkan
102
takikardi dan kegagalan kardiovaskular; diskinesia respiratorik; distonia laringfaring; sindrom neuroleptik malignan; dan kejang.58 Penjelasan kematian yang
disebabkan karena penggunaan fenotiazin hanya dapat ditentukan setelah
memperoleh riwayat medis-nya, memeriksa lingkungan yang mengarah dan
lingkungan di sekitar kematian, pemeriksaan lokasi, otopsi yang lengkap, dan juga
analisis toksikologi. Hal tersebut untuk menyingkirkan kematian karena sebab lain.
Subpopulasi yang lain dari skizofrenia yang meninggal bukan karena
medikasi fenotiazin walaupun banyak penjelasan penggunaan obat ini di masa lalu,
kematian terjadi mendadak dan tidak terduga. Pada otopsi, individu ini tidak
menunjukkan adanya kelainan anatomis yang menjadi penyebab kematian. Analisis
toksikologi
lengkap
yang
menggunakan
teknik
yang
paling
baik
akan
mengungkapkan bahwa obat tidak berada dalam level toksik dan pada kebanyakan
kasus, tidak ditemukan obat sama sekali. Pada beberapa kasus, ada riwayat dari
seseorang yang menunjukkan bahwa mereka telah berhenti selama beberapa bulan
sebelum kematian. Kematian ini terjadi mendadak dan tidak terduga dan pada
beberapa peristiwa disaksikan oleh orang lain.
Sistem Respiratorik
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit pada sistem
respiratorik hanya mengambil sedikit bagian dari semua kasus kematian mendadak.
Hal ini tidak selalu menjadi kasus. Jadi, di dalam buku yang ditulis oleh Gonzales dan
kawan-kawan yang dikeluarkan pada tahun 1937, penyakit traktus respiratorik
dilaporkan sekitar 23% dari kematian yang tidak terduga.59 Gonzales dan kawankawan mengelompokkan kematian karena penyakit sistem respiratorik ke dalam
empat kelompok besar: asfiksia, perdarahan jalan napas, penumothoraks, dan
infeksi pada paru-paru.
Saat ini, kematian mendadak dan tidak terduga karena penyakit paru
relative tidak sering. Kelompok yang dinyatakan Gonzales dan kawan-kawan
sebagai asfiksia meliputi asma dan emboli pulmoner. Kematian yang disebabkan
karena gabungan dari hal tersebut juga masih terlihat. Inflamasi difteri atau luetik
103
dari laring tidak terlihat lagi. Yang juga termasuk dalam kategori ini adalah bahwa
kematian diduga karena inhalasi dari vomitus. Sekarang, hal ini dipikirkan bahwa
vomitus dari batang trakeobronkial adalah hampir menjadi suatu kejadian yang
menyakitkan.60 Hal ini terjadi hanya bila jalan napas seseorang terhambat
seluruhnya oleh benda asing yang telah memiliki gangguan neurologik yang mana
sebelum meninggal, dia melakukan aspirasi yang massif.
Epiglotitis
Ketika kondisi seperti laryngitis luetik atau difteri tidak lagi terlihat,
beberapa kali kasus dari epiglotitis akut mulai terlihat di kantor pemeriksa medis.
Banyak orang berpikiran bahwa penyakit ini adalah penyakit pada anak kecil.
Bagaimanapun, hal tersebut meningkat, dan menjadi penyakit pada orang
dewasa.61,62 Pada epiglotitis akut, selalu ada kemungkinan untuk terjadinya
obstruksi jalan napas fatal secara mendadak, yang dapat terjadi sangat cepat.
Seseorang mungkin hanya memiliki gejala yang sangat kecil seperti sakit
tenggorokan, kesulitan menelan, dan suara serak. Dari keadaan ini, secara cepat
pasien dapat mengalami obstruksi jalan napas, meskipun sedang berbicara dengan
seorang dokter. Epiglotitis akut sering menjadi suatu kegawatdaruratan medis, yang
memerlukan trakeostomi sesegera mungkin atau insersi pada saluran endotrakeal
jika seseorang itu mulai mengalami obstruksi jalan napas akut.
H. influenza biasanya menjadi penyebab yang paling sering dari kondisi pada
anak-anak maupun dewasa. Pada dekade terakhir, telah ada perubahan yang
signifikan pada epidemiolodi epiglotitis, yang mana saat ini terjadi lebih banyak
pada dewasa, dan dengan insiden infeksi H. influenza yang rendah.61,62 Sejak
penemuan vaksin H. influenza di Sweden pada tahun 1992-1993, ada >90%
penurunan pada insiden dari epiglotitis akut pada kelompok usia muda.
Penyebab yang lain dari obstruksi pada laring oleh penyakit alami, sangat
jarang terjadi. Adakalanya, sejumlah besar polip yang bergabung dengan edema
yang terjadi mendadak menyebabkan suatu obstruksi temporer oleh polip yang
104
dapat mengakibatkan kematian. Pada suatu kasus yang dilihat oleh penulis, seorang
inividu dengan karsinoma sel skuamosa yang tidak terdiagnosis pada laring dapat
menyumbat jalan napas. Individu yang memiliki gejala, tetapi menolak untuk
bertemu dengan dokter, ketika tiba-tiba mengalami edema, yang menutup jalan
napad secara keseluruhan, dan kemudian meninggal.
Tromboemboli Pulmoner
Gonzales dan kawan-kawan memasukkan asma dan emboli pulmoner
sebagai penyebab dari asfiksia.59 Dua kondisi ini tidak fatal seperti apa yang sering
terjadi, tetapi tetap menunjukkan suatu angka kematian yang signifikan yang
disebabkan karena penyakit respiratorik. Kematian pada tromboemboli pulmoner
massif disebabkan karena pengaruh dari lepasnya thrombus ke dalam arteri
pulmoner atau pada percabangan utamanya (Gambar 3.14). Trombosis telah
dijelaskan sebagai suatu penyebab oleh tiga factor: stasis, cedera pada vena, dan
hiperkoagulabilitas. Kebanyakan tromboemboli pulmoner berasal dari vena yang
dalam pada ekstremitas bawah. Adakalanya, mereka akan naik ke vena pelvis,
khususnya pada wanita hamil. Pada satu kasus, embolus yang bersumber dari vena
pelvis pada wanita yang mengalami serocystaenoma berukuran bola basket yang
menekan vena. Banyak trauma pada ektermitas bawah atau pelvis dapat
mencederai vena dan menyebabkan pembentukan thrombus, yang selanjutnya
akan dikeluarkan.
Stasis disebabkan oleh karena pembentukan thrombus, dengan contoh
klasik pada seseorang yang berbaring di tempat tidur. Thrombus dapat terbentuk
pada individu yang berbaring di tempat tidur karena suatu trauma yang melibatkan
vena pada ekstremitas bawah atau pelvis. Dengan demikian, seorang individu yang
diistirahatkan saat mengalami cedera kepala, dapat mengalami thrombosis pada
vena ektremitas bawah, dan membentuk suatu tromboemboli pulmoner massif. Di
sini, walaupun mekanisme kematian ini adalah alami, yaitu suatu tromboemboli
pulmoner, cara kematiannya mungkin adalah suatu kecelakaan karena seseorang
105
itu sedang ditahan di tempat tidur karena suatu trauma. Jika seseorang itu telah
mengalami
penyerangan,
maka
kasus
tersebut
diklasifikasikan
sebagai
pembunuhan.
106
tromboemboli
pulmoner.
Bagaimanapun,
ada
sejumlah
penelitian
yang
menunjukkan bahwa insiden dari faktor V Leiden dan alel faktor II/20210A pada
pasien dengan tromboemboli pulmoner yang fatal adalah tidak sebesar insiden dari
factor tersebut pada populasi umum.63,64
Asma
Asma, yang mana diderita sebanyak 3% dari populasi, adalah juga
merupakan suatu penyebab dari kematian mendadak dan tidak terduga pada
populasi yang diteliti oleh pemeriksa medis.65 Kematian karena sebab ini, walaupun
jarang, tetapi pernah terjadi, dengan angka rata-rata kematian yang dilaporkan
berkisar dari 1.1% sampai 7%. Sejak 1960, telah ada suatu peningkatan pada insiden
kematian karena asma, karena peningkatan prevalensi penyakit ataupun
peningkatan pada tingkat keparahan. Kematian pada orang kulit hitam adalah dua
kali daripada orang kulit putih. Kematian mendadak dan tidak terduga dapat terjadi
pada asmatik tanpa penurunan yang berkepanjangan atau serangan yang
berkepanjangan. Frekuensi pada kematian karena asma meningkat pada malam
hari atau pada pagi hari, kemungkinan disebabkan karena adanya variasi diurnal
atau limitasi dari aliran udara. Lebih dari satu perempat dari kematian karena asma
terjadi dalam waktu 30 menit setelah terjadi serangan.
Pada serangan asma akut, ada penurunan kecepatan aliran udara, udara
yang tersumbat, dan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang memicu penurunan
oksigenasi darah, peningkatan karbondioksida, peningkatan resistensi vascular
pulmoner, muatan yang berlebihan pada sistolik ventricular kanan, dan
peningkatan usaha bernapas. Reduksi pada aliran udara disebabkan karena
kombinasi dari kontraksi otot polos, sekresi mucus tenacious pada bronkus, dan
infiltrate yang menginflamasi dinding bronkus. Hal ini mungkin terjadi secara
bertahap atau dalam waktu yang sangat singkat. Jika obstruksi aliran udara tidak
menghilang, akan ada terus bergerak maju sehingga meningkatkan karbondioksida,
asidosis metabolic, kelelahan, dan kematian.
107
Pneumonia
Medical
examiner
akan
melihat
sejumlah
individu
dengan
108
demikian, individu yang dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari atau beberapa
jam karena mengalami trauma kepala dari suatu kecelakaan, kemungkinan akan
mengalami bronkopneumonia. Kematian mendadak yang disebabkan karena
pneumonia primer sangat jarang terjadi. Ketika mereka terjadi, seseorang melihat
pneumonia lobaris atau bronkopneumonia ditemukan paling sedikit pada satu
lobus. Kematian mendadak seperti ini melibatkan alkoholisme. Adakalanya,
seseorang melihat kasus-kasus dari pneumonitis tuberkulosa fulminan akut
bilateral. Pada kasus ini, kematian biasanya terjadi pada alkoholik atau yang
mengalami ketidakseimbangan sistem imun. Adakalanya, seseorang melihat
seorang anak kecil dengan riwayat yang tidak jelas dari beberapa gejala respiratorik
untuk lebih dari dua hari, dengan interpretasi dari orang tua-nya, tidak terjadi apaapa tetapi hanya kedinginan. Anak seperti ini sering ditemukan memiliki
bronkopneumonia patchy yang terdapat pada semua lobus atau bronkiolitis.
Hemoptisis
Tipe keempat dari kematian mendadak yang tidak terduga yang
dikarenakan penyakit pulmoner adalah hemoptisis akut (Gambar 3.15). Biasanya
ada dua kasus, tergantung dari populasi. Yang pertama adalah tumor mengikis
dalam pembuluh darah pulmoner dengan selanjutnya hemoptisis massif dan
exsanguinations. Pada suatu populasi dengan sejumlah besar alkoholik atau
individu dengan gangguan sistem imun, bagaimanapun, seseorang akan mengalami
suatu hemoptisis yang fatal yang disebabkan oleh tuberculosis kavernosa.
109
110
Gambar 3.16 Pneumothoraks pada bayi baru lahir dengan tension pneumothoraks
kiri dan jantung yang tidak pada tempatnya dan paru-paru kiri masuk ke rongga
dada kanan.
111
dosis besar yang dapat menutupi gejala dari kondisi ini dan pasien tidak sadar akan
penyakitnya.
Limpa
Pembesaran limpa yang massif yang disebabkan leukemi yang tidak
terdiagnosis, ada kemungkinan ruptur, sehingga menyebabkan exsanguinations.
Ketidakadaan
limpa,
karena
pembedahan
ataupun
congenital,
dapat
Pankreas
Kematian mendadak karena penyakit pada pancreas secara keseluruhan
disebabkan karena dua entities, pancreatitis fulminan akut dan diabetes mellitus.
Kematian karena pancreatitis akut pada pasien yang aktif dan sedang berjalan
jalan, jarang terjadi. Sebagaimana pada kejadian peritonitis tidak terduga, mereka
mungkin berhubungan dengan alkoholisme dan individu yang menggunakan dosis
tinggi pada medikasi antipsikotik, yang dapat menutupi gejala.
Kematian mendadak dan tidak terduga karena onset akut dari diabetes
mellitus, jarang terjadi.69 Gejala klasik dari diabetes adalah polidipsi, poliuri, polifagi
dan penurunan berat badan. Bagaimanapun, pada beberapa keadaan, koma
diabetikum menjadi gejala yang utama. Jika seseorang meninggal tanpa perhatian
medis atau jika penyebab dari kona tidak terdiagnosis sebelum kematian, kasus ini
menjadi kasus medical examiner.
Diabetes adalah suatu gangguan metabolic yang dikarakteristikkan
dengan hiperglikemia dan suatu kegagalan yang berat atau ringan dari sekresi
insulin. Sekitar satu pertida dari semua penderita diabetes adalah diabetes dengan
onset remaja. Pada kondisi ini, terjadi ketidakadaan insulin. Tipe diabetes ini
berbeda dari diabetes onset dewasa adalah bahwa diabetes juvenile dapat
112
113
Indikator yang paling masuk akal untuk diabetes mellitus pada waktu
postmortem adalah peningkatan glokusa pada vitreous humor. Vitreous humor
memungkinkan penilaian yang mudah untuk diagnosis koma diabetikum
postmortem. Peningkatan nilai glukosa pada vitreous humor adalah suatu cerminan
yang akurat dari suatu peningkatan nilai glukosa darah antemortem. Sebenarnya,
petunjuk peningkatan nilai glukosa darah yang mengganggu, tidak selalu terjadi,
juga tidak bermanifestasi pada dirinya sendiri sebagai peningkatan glukosa vitreous.
Jadi, pada penelitian dengan 102 nondiabetik yang mana konsentrasi glokusa darah
meningkat pada postmortem sebesar 500 mg/dL, dihasilkan dari peningkatan
terminal gula darah dari sebab yang lain, Coe menemukan glukosa vitreous pada
semua kasus adalah di bawah 100 mg/dL.71 Walaupun jika infuse glukosa intravena
diberikan pada beberapa jam menjelang kematian, nilai glukosa vitreous normal,
kurang dari 200 mg/dL. Jadi, nilai glukosa di bawah 200 mg/dL secara signifikan
adalah diagnosis dari diabetes mellitus walaupun infuse glukosa intravena
diberikan. Tentu saja, sejalan dengan kemajuan waktu antara kematian dan otopsi,
akan ada penurunan nilai glucose dalam vitreous. Bagaimanapun, penurunan ini,
secara umum berlangsung bertahap pada penderita diabetes karena peningkatan
yang berarti dari nilai glukosa dan secara signifikan peningkatan glukosa akan
memakan waktu yang lama.72
Hepar
Kematian mendadak yang disebabkan karena penyakit hepar, jarang
terjadi. Jarang sekali, seseorang akan meninggal dengan nekrosis hepatis massif
yang disebabkan karena hepatitis fulminan. Satu hal yang perlu diwaspadai pada
beberapa kasus adalah bahwa ada suatu toksin alami seperti yang disebabkan
karena suatu kelebihan dosis dari asetaminofen. Pada anaka-anak, sindrom Reye
dapat menyebabkan kematian relative lebih cepat, tetapi kondisi ini biasanya
didiagnosa mendekati kematian.
Kasus yang lain dari nekrosis hepatis massif adalah karena makan jamur
berracun. Amanita phalloides adalah salah satu jamur berracun yang paling sering
114
di Amerika Serikat. Ini adalah yang paling berbahaya, dari semua kemungkinan. Ini
ditemukan di pada banyak wilayah di A.S., termasuk California, Pacific Northwest,
dan
Northeast.
ini
mengandung
toksin
siklopeptida,73
yang
merupakan
hepatotoksin yang tetap yang tidak memiliki rasa atau bau yang tidak menghilang
dengan pemasakan. Memakan satu jamurpun dapat menimbulkan kematian. Dalam
prosesnya, tidak ada gejala yang timbul dalam beberapa jam. Kemudian, korban
akan mengalami mual, muntah, kram perut yang parah, dan diare yang berair.
Keadaan mereka mungkin akan membaik, ketika mereka menderita gangguan
hepar dan gagal ginjal, mereka mengalami jaundice, dan mengalami suatu
koagulopati dan gangguan status neurologic. Tanda-tanda dari nekrosis hepatis
fulminan mungkin tidak muncul dalam satu atau dua hari. Angka mortalitas ratarata untuk keracunan Amanita phalloides adalah 20-30%.
Pada pecandu alkohol dengan sirosis hati, ada suatu kesatuan karakteristik
yang tidak jelas dari perdarahan intra-abdominal non-traumatik yang massif.
DiMaio melaporkan ada tiga kasus74 yang mana tidak memiliki sumber untuk
terjadinya perdarahan. Dari ketiga kasus tersebut, satu diantaranya pernah di rawat
di rumah sakit dalam waktu yang singkat menunjukkan bukti adanya suatu
penyebaran koagulopati intrvaskular. Hal tersebut adalah pendapat dari penulis
yang mana penyebabnya lebih mirip dengan perdarahan intra-abdominal pada dua
kasus yang lain dan mengakibatkan suatu sirosis pada hepar. Dua dari kematian ini
terjadi secara mendadak dan tidak terduga, dengan salah satunya seorang wanita
44 tahun yang diamati menjadi kaku dan jatuh ketika sedang duduk di kursi di
dalam rumah. Dia ditemukan memiliki 2750 mL darah yang tidak membeku di
dalam rongga abdomen-nya dan ada sirosis mikro-nodular stadium lanjut. Pada
individu yang kedua adalah seorang pria berusia 38 tahun yang terjatuh ketika
sedang berjalan dari suatu took ke tempat parker. Lagi-lagi, tidak ada bukti terjadi
trauma, dan 4800 mL darah yang tidak membeku ditemukan di rongga abdominalnya. Hepar-nya menunjukkan sirosis mikro-nodular pada tahap lanjut. Pada individu
yang ketiga, yang telah berada di rumah sakti selama 21 jam, memiliki darah yang
tidak membeku antara 2500 dan 3000 mL pada rongga abdominal-nya.
115
perlemakan
yang
berat.
Pemeriksaan
toksikologi
tidak
menunjukkan adanya alcohol. Hal tersebut pertama kali dijelaskan oleh Le Count
dan Singer pada tahun 1926.75 Biasanya, kematian ini telah dilaporkan sebagai
metamorphosis perlemakan pada hepar.
Alcohol, dalam dosis sedang maupun berat, memiliki efek toksik yang
langsung pada metabolism trigliserida hepar, yang menghasilkan akumulasi dari
trigliserida dan fofolipid pada sel-sel hepar.76 Vakuola-vakuola yang besar dan kecil
dari lemak terdapat dalam sel sel hepatosit dan sel Kupffer. Ketika penyebab yang
paling sering dari akumulasi lemak di hepar adalah penyalagunaan alcohol yang
kronis, kondisi ini juga dapat terlihat pada obesitas, diabetes, dan infeksi virus
sebagaimana sehubungan dengan senyawa toksik dari fosfor dan hidrokarbon
klorinat.
Ketika kematian disebabkan oleh metamorphosis perlemakan, tidak ada
satupun yang percaya bahwa itu adalah penyebab kematian yang sesungguhnya.
Tetapi hali tersebut dapat menjadi suatu tanda dari penyalahagunaan alcohol.
Pemikiran yang ada adalah bahwa kematian tersebut disebabkan karena sebab
kardiovaskular.76 Pecandu alcohol memiliki kecenderungan mengalami aritmia.
Pada penelitian yang terdahulu juga telah memperlihatkan suatu peningkatan dari
interval QT dan peningkatan norepinefrin plasma.77,78 Ini adalah suatu pemikiran
bahwa efek dari alkoholisme yang kronis terhadap jantung adalah aritmia yang fatal
dan kematian.
Adrenal
Adrenal jarang menjadi suatu penyebab utama kematian mendadak.
Perdarahan bilateral korteks adrenal terlihat pada sepsis (sindrom WaterhouseFriderichsen), biasanya dengan meningococcemia, walaupun organisme yang lain
juga dapat menggambarkan yang sama. Ada juga kematian mendadak yang
116
Lain-lain
Kematian mendadak yang tidak terduga dapat disebabka oleh ruptur
dari suatu tuba kehamilan. Wanita mungkin hanya merasakan gejala yang tidak
nyata dari nyeri abdomen, sering dianggap sebagai gastroenteritis. Ruptur dari tuba
kehamilan dapat menghasilkan hemoperitoneum masif dengan terdapat 23 L
darah (Gambar 3.17). Penyebab yang lain dari kematian mendadak yang tidak
terduga adalah karena penyakit alami yang dilihat oleh penulis meliputi
hemosiderin pulmoner idiopatik, mielinosis pontin pusat, sistiserkosis, suatu ulkus
stasis dari ankle dengan erosi ke dalam pembuluh darah, suatu aneurisma dari
arteri femoral dengan erosi menembus dinding pembuluh darah and kulit dengan
eksanguinasi masif (Gambar 3.18), dan tumor ganas yang tidak terdiagnosa.
117
diragukan lagi, dengan paparan yang berulang, seorang individu dapat mengalami
suatu tumor ganas.80
Gambar 3.17 Ruptur dari tubal pregnancy dengan hemoperitoneum massif pada
wanita berusia 28 tahun. Ditemukan: teratoma pada ovarium ipsilateral.
Gambar 3.18 Aneurisma pada arteri femoral kanan dengan erosi pada kulit
sekitarnya, perforasi, dan exsanguinations pada pria berusia 75 tahun. Second
uneroded aneurysm terlihat pada region inguinal kiri.
118
Referensi
1. Zipes DP and Wellens HJJ. Sudden cardiac death. Circulation 1998; 8(21):23342351.
2. Willich SN, Levy D, Rocco MB, et al.: Circadian variation in the incidence of
sudden cardiac death in the Framingham heart study population. Am Cardiol
1987; 60:801-806.
3. Di Maio V.J.M. and Di Maio DJM, Incidence of coronary thrombosis in sudden
death due to coronary artery disease Am J Med & Path 1993; 14(4):273-5.
4. De Wood MA, Spores J, Notske R et al. Prevalence of total coronary occlusion
during the early hours of transmural myocardial infarction. NEJM 1980 303:897902.
5. Burke AP and Virmani R. Intramural coronary dysplasia of the ventricular
septem and sudden death. Hum Path 1998; 29(10):1124-7.
6. Morales AR, Romanelli R, Boucek R, The mural left anterior descending coronary
artery, strenuous exercise and sudden death. Circulation 1980;62(2):230-237.
7. Cutler D and Wallace J M, Myocardial bridging in a young patient with sudden
death Clin. Cardiol 1997; 20:581-583.
8. DiMaio VJM, DiMaio DJ, Postpartum dissecting coronary aneurysm. NY State J
Med 1971; 71:767-769.
9. Smith JC, Dissecting aneurysms of coronary arteries. Arch Pathol 1975;99:117121.
10. Basso C, Morgagni GL, and Thiene G., Spontaneous coronary artery dissection: a
neglected cause of acute myocardial ischaemia and sudden death Heart 1996;
75:451-454.
11. DeMaria AN, Lee G, Amsterdam EA, et al., The anginal syndrome with normal
coronary arteries. JAMA 1980; 244:826-828.
12. Manzar KJ, Padder FA, Conrad AR, Freeman I, and Jonas EA. Acute myocardial
infarction with normal coronary artery: a case report and review of the
literature. Am J Med Sci. 1997; 314(5):342-345.
119
13. Yasue H and Kugiyama K. Coronary spasm: clinical features and pathogenesis.
[Review] Intern Med. 1997; 36(11):760-5.
14. Bigger JT and Coromilas J, Identification of patients at risk for arrhythmic death:
Role of Holter ECG recording, in Josephson ME (Ed): Sudden Cardiac Death
Cardiovascular Clinics 1513. Philadelphia, FA Davis Co, 1985; pp 131-143.
15. Weaver W, et al., Use of the automatic external defibrillation in the
management of out-of-hospital cardiac arrest. NEJM 1988; 319:661- 665.
16. Diem SJ, Lantos JD, and Tulsky JA, Cardiopulmonary resuscitation on television
Miracles and misinformation NEJM 1996; 334(24) 1578-1582.
17. Schneider AP II, Nelson DJ, Brown DD, In-hospital cardiopulmonary
resuscitation: a 30-year review J Am Board Fam Prac. 1993; 6(2):91-101.
18. Kavanagh T, A cold weather jogging mask for angina patients. Can Med Assoc J
1970;103:1290-1291.
19. Coplan NL, Gleim GW, Nicholas JA, Exercise and sudden cardiac death. Am J
Heart 1988; 1 15:207-212.
20. Mittleman MA, Maclure M, Tofler GH et al., Triggering of acute myocardial
infarction by heavy physical exertion NEJM 1993; 329:1677-1683.
21. Willich SN, Lewis M, and Lowel H et al., Physical exertion as a trigger of acute
myocardial infarction. NEJM 1993; 329:1684-1690.
22. Maron BJ, Cardiovascular risks to young persons on the athletic field. Ann Intern
Med. 1998; 129(5): 379-386.
23. Kragel AH and Roberts WC, Sudden death and cardiomegaly unassociated with
coronary, valvular congenital or specific myocardial disease. Am J Cardiol 1988;
61:659-660.
24. Messerli FH, Ventura HO, Elizardi DJ, et al., Hypertension and sudden death. Am
J Med 1984; 77:18-22.
25. Haider AW, Larson MG, Benjamin EJ, and Levy D, Increased left ventricular mass
and hypertrophy associated with increased risk for sudden death. JACC 1998;
32(5):1454-9.
120
26. Frolich ED, Left ventricular hypertrophy and sudden death (Editorial Comment)
JACC 1998; 32(5):1460-2.
27. Wagner BM, Left ventricular hypertrophy and sudden death. Hum Pathol 1986;
17: 1.
28. Wynne J and Braunwald E, The cardiomyopathies and myocarditis: toxic
chemical and physical damage to the heart, in Braunwald E (Ed): Heart Disease
4th ed. WB Saunders, Philadelphia 1992.
29. Brown CS and Bertolet B, Peripartum cardiomyopathy: a comprehensive review.
Am J Obst Gynec 1998; 178(2):4091414.
30. Maron BJ, Hypertrophic cardiomyopathy. Lancet 1997; 350 (9071):127-133.
31. Freed LA, Levy D, Levine RA, et al., Prevalence and clinical outcome of mitral
valve prolapse NEJM 1999; 341(1):1-7.
32. Kligfield P, Levy D, Devereux RB, et al., Arrhythmias and sudden death in mitral
valve prolapse. Am Heart J 1987; 1 13:1298-1307.
33. Scala-Bamett DM, Donoghue ER: Sudden death in mitral valve prolapse. J
Forensic Sci 1988;33:84-91.
34. Selzer A, Changing aspects of the natural history of valvular aortic stenosis.
NEJM1987; 317:91-98.
35. Perloff JK, Congenital heart disease in the adult, in Braunwald E (Ed): Heart
Disease 4th ed. WB Saunders, Philadelphia 1992.
36. Sharbough AH and White RS, Single coronary artery. JAMA 1974; 230:243.
37. Davies MJ, Treasure T, and Richardson PD, The pathogenesis of spontaneous
arterial dissection. Heart 1996; 75:434-435.
38. Fikar CR and Koch S. Etiologic factors of acute aortic dissection in children and
young adults. Clin Ped 39(2): 71-80.
39. Rashid J, Eisenberg MJ, and Topol EJ, Cocaine-induced aortic dissection. Am
Heart J. 1996; 132(6):1301-1304.
40. Dreifus LS, Haiat R, Watanobey, et al., Ventricular fibrillation, a possible
mechanism of sudden death in patients with Wolff-Parkinson-White syndrome.
Circulation 1971; 43:520-527.
121
41. Insner JM, Roberts WC, Heymsfield SB, et al., Anorexia nervosa and sudden
death. Ann Intern Med 1985; 102:49-52.
42. Insner JM, Sours HE, Paris AL, et al., Sudden unexpected death in dieters using
the liquid-protein modified-fast diet. Circulation 1979; 60:14011412.
43. Ficker DM, Sudden unexplained death and injury in epilepsy. Epilepsia 2000; 41
Suppl 2:S7-12.
44. Hirsch CS, Martin DL, Unexpected death in young epileptics. Neurology 1971;
21:682-690.
45. Jay GW, Leestma JE, Sudden death in epilepsy. Acta Neurol Scand 1981;
63(suppl 82):1-66.
46. Chasson JL, Hindman WM, Berry aneurysms of the circle of Willis. Neurology
1958; 8:41-44.
47. Freytag E, Fatal rupture of intracranial aneurysms. Arch Pathol 1966; 81:418424.
48. Dinning TAR, Falconer MA, Sudden or unexpected natural death due to
ruptured intracranial aneurysms: Survey of 250 forensic cases. Lancet 1953;
2:799-801.
49. The
Arteriovenous
Malformation
Study
Group,
Current
Concepts:
122
55. Samore MH and Karchmer AW, Infections due to Neisseria. In Dale DC and
Federman (Eds) Scientific Amer. Medicine. Sci Amer. NY.
56. Challener RC, Morrissey AM, and Jacobs MR, Postmortem diagnosis of
meningococcemia by detection of capsular polysaccharides. J Forensic Sci 1988;
33:336-346.
57. Belay ED, Bresee JS, Holman RC, et al., Reyes Syndrome in the United States
from 1981 through 1997. NEJM 1999; 340(18): 1377-1382.
58. Laposata EA, Hale P Jr, Poklis A, Evaluation of sudden death in psychiatric
patients with special reference to phenothiazine therapy: Forensic pathology. J
Forensic Sci 1988; 33:432-440.
59. Gonzales TA, Vance M, Helpern M: Legal Medicine and Toxicology. New York,
Appleton-Century, 1937.
60. Knight BH, The significance of the postmortem discovery of gastric contents in
the air passages. Forensic Sci 1975; 6:229-234.
61. Mayo-Smith MF, Spinale JW, Donskey CJ, Yukawa M, Li RH, Schiffman FJ, Acute
epiglottitis: An 18-year experience in Rhode Island. Chest 1995; 108:1640-7.
62. Garpenholt O, Hugosson S, Fredlund H, et al., in Sweden before and after
introduction of vaccination against Haemophilus influenzae type b. Ped Infect
Dis J 1999; 18(6):490-3.
63. Slovacek KJ. Harris AF. Greene JF Jr, et al., Fatal pulmonary embolism: a study of
genetic and acquired factors. Molec Diag 2000; 5(1):53-8.
64. Kohlmeier RE, Cho CG, Bux RC, et al., Prothrombin gene mutation uncommon in
pulmonary embolism. SMJ 2000; 93(11):1073-1077.
65. Benatar SR, Fatal asthma. NEJM 1986; 314:423-439.
66. Chan-Yeung M. Malo JL, Occupational asthma. NEJM,1995; 333(2):107-12.
67. Norton LE. DiMaio VJ. Zumwalt RE, Spontaneous pneumothorax in the newborn:
a report of two fatalities. J Forens Sci. , 1978 Jul; 23(3):508-10.
68. Mayo P, Saha SP, Spontaneous pneumothorax in the newborn. Am Surg. 1983
Apr; 49(4):192-5.
123
69. DiMaio VJM, Stumer WQ, Coe J, Sudden and unexpected deaths after the acute
onset of diabetes mellitus. J Forensic Sci 1977; 22:147-151.
70. Sulway JJ, Trotter W, Trotter MD, et al., Acetone in uncontrolled diabetes.
Postgrad Med J 1971; June Suppl, pp 382-387.
71. Coe JI, Peripheral blood glucose and cardiopulmonary resuscitation. Forensic Sci
Gazette 1975; 6(4):1-2.
72. Coe JI, Postmortem chemistries on human vitreous humor. Am J Clin Pathol
1969; 51:741-750.
73. Pomerance HH, Barness EG, Kohli-Kumar M, et al., A 15-year-old boy with
fulminant hepatic failure. J Pediat 2000 Jul; 137(1):114-8.
74. DiMaio VJM, Sudden unexpected deaths due to massive non-traumatic
intraabdominal hemorrhage in association with cirrhosis of the liver. Am J
Forensic
75. Med Pathol 1987; 8:266-268.
76. Le Count ER and Singer HA, Fat replacement of the glycogen in the liver as a
cause of death. Arch Path. 1926; 1:84-89.
77. Chejfec G, Fat replacement of the glycogen in the liver as a cause of death. Arch.
Pathol. Lab Med 2001; 125:21-24.
78. Bernardi M, Calandra S, Colantoni A, et al., Q-T interval prolongation in cirrhosis:
prevalence, relationship with severity, and etiology of the disease and possible
pathogenetic factors. Hepatology 1998; 27(1):28-34.
79. Day CP, James OFW, Butler TJ, et al., Q-T prolongation and sudden cardiac death
in patients with alcoholic liver disease. Lancet 1993; 341:1423-1428.
80. Primhak RA, Spicer RD, Variend S, Sudden death after minor abdominal
trauma:An unusual presentation of phaeochromocytoma. Br Med J 1986;
292:95-96.
81. Monkman GR, Orwoll G, Ivins JC, Trauma and oncogenesis. Mayo Clinic Proc
1974; 49:157-163.
82. Schiffer L, Avidan D, Rapp A; Post-traumatic meningioma. Neurosurgery 1985;
17: 84-87.
124
Luka Akibat
Trauma Tumpul
Waktu yang telah lewat ketika kekuatan atau daya sampai ke tubuh
Luasnya permukaan tubuh yang terkena ketika daya atau kekuatan sampai
ke tubuh.
125
yang datar dari permukaan tubuh, seperti punggung, dimana akan lebih banyak
area yang terkena dan kekuatan akan lebih menyebar.
Luka tumpul terdiri dari empat kategori:
1.
2.
Kontusio
3.
Lesaresi
4.
Harus disadari bahwa perlukaan dapat terlihat lebih dari satu jenis
perlukaan. Sehingga, salah satunya dapat memiliki laserasi dengan tepian berupa
goresan yang terbentang di tengah area kontusio.
adalah
suatu
perlukaan
pada
kulit
dimana
terdapat
pengangkatan pada lapisan epitel permukaan dari kulit (epidermis) karena adanya
pergeseran yang melawan permukaan kasar, atau penghancurkan dari lapisan
superfisial oleh tekanan. Abrasi antemortem memiliki tampilan coklat-kemerahan
dan sembuh tanpa jaringan parut. Abrasi dihasilkan setelah kematian yang
berwarna kuning dan translusen dengan penampakan seperti kertas dari kulit. Halhal ini sangat penting untuk ahli patologi forensik dimana mereka memperkirakan
dimana instrumen tumpul atau kekuatan tumpul telah berinteraksi dengan tubuh.
Ada kemungkinan hanya petunjuk eksternal dari trauma suatu tubuh.
Abrasi tidak selalu terjadi pada area dari perlukaan tumpul.
Ada tiga jenis abrasi :
1. Goresan atau abrasi sikat
2. Luka lecet tekan
3. Luka lecet serut
126
Pada abrasi goresan atau abrasi sikat, goresan benda tumpul pada
lapisan superfisial kulit, meninggalkan permukaan yang gundul atau tipis. Pada saat
itu, abrasi ini bisa cukup dalam, terus ke bawah ke lapisan dermis. Pada beberapa
keadaan, bisa terjadi kebocoran cairan dari pembuluh darah dengan deposit dari
cairan serosa pada permukaan abrasi. Jika kering, akan membentuk keropeng
coklat kemerahan. Salah satu jenis goresan yang paling umum dari abrasi bentuk
goresan adalah abrasi linear yang dikenal sebagai luka garutan (scratch). Abrasi
seperti goresan yang luas (abrasi graze atau sliding) dapat dilihat pada pejalan kaki
yang melintasi jalan aspal yang tertabrak kendaraan dan tergilas (gbr 4.1A). Partikel
seperti kerikil, tanah, atau kaca biasanya meninggalkan perdarahan pada jaringan
lunak yang terbuka (gbr 4.1B). Serupa dengan abrasi goresan yang dapat terjadi
ketika tubuh korban terseret pada permukaan yang kasar. Simpul/jerat atau tali
juga bisa menyebabkan luka lecet goresan.
Pada Textbook sering dijumpai bacaan mengenai timbunan
epidermis pada bagian ujung distal dari abrasi goresan, yang memungkinkan untuk
menentukan arah pergerakan dari benda tumpul atau tubuh yang melintasi
permukaan yang kasar. Fenomena ini lebih teoritis dibandingkan dengan kenyataan
dan biasanya tidak terjadi pada tingkat-tingkat tertentu.
(A)
127
(B)
Gambar 4.1 (A) Abrasi menyerupai goresan / parutan (scrape-like abrasion) dari gilasan jalan yang beraspal.
(B) Insisi menunjukkan perlukaan sampai batas epidermis.
128
serangga
postmortem
dan
diaper
rash
biasanya
(A)
129
(B)
Gambar 4.3 Pola abrasi. (A) Tanda galur dari saluran (laserasi di bawah abrasi). (B) Tanda pemanggang pada
seseorang yang loncat dari ketinggian lantai delapan sebuah gedung, yang mendarat di pemanggang berbahan
logam.
(A)
130
(B)
Gambar 4.4. A. Stimulasi gigitan semut postmortem. B. Diaper rash (continued).
(c)
Gambar 4.4. (sambungan) C. Skrotum yang mengering.
131
132
Gambar 4.5 Luka memar tak berpola. Pelaku melompat pada dada dada orang mati, merobek paru kiri
dan liver.
133
134
(B)
Figure 4.6 Pola luka menyambunga yang disebabkan oleh (A) petir (B) Jejas dari tangan kiri(continued).
(C)
135
(D)
Gambar 4.6 (sambungan) Pola menyambung (C) pakaian (D) pool cue.
136
mudah karena hilangnya kulit lembut terlebih dahulu dan diikuti hilangnya jaringan
suportif subkutaneus kemudian. Purpura senile (ecchymosis) pada lengan bawah
yang sudah tua/lama dapat disalahartikan sebagai luka memar. Wanita, biasanya
yang mengalami kegemukan, terlihat lebih mudah untuk memar. Pada keadaan
yang baik, keadaan otot seseorang menjadi lebih resisten utuk menjadi memar.
Jaringan yang lunak, longgar seperti di kelopak mata, lebih cenderung untuk
menjadi memar daripada area seperti di telapak tangan. Peminum alkohol dengan
sirosis,
seseorang
dengan
perdarahan
diatheses,
dan
seseorang
yang
137
138
(A)
139
Gambar 4.7 (A)Perdarahan pada kelopak mata yang mengikuti pengangkatan kornea. (B)Perdarahan sclera
yang mengikuti pengangkatan vitreous.
140
Laserasi
Laserasi adalah robekan pada jaringan yang disebabkan baik karena
potongan atau kekuatan yang menghantam (gambar 4.8). Sama seperti
kontusio/luka memar, yang dapat terjadi laserasi pada organ internal sama seperti
kulit. Laserasi pada kulit cenderung ireguler dengan batas luka memar lecet.
Laserasi tersebut disebabkan oleh hantaman dari benda tumpul, terjatuh, atau
hantaman kendaraan. Jadi, kawat besi dapat menyebabkan tidak hanya leserasi
linear pada kulit kepala, tetapi juga laserasi berbentuk Y. Seperti pada umumnya,
benda yang panjang dan tipis, seperti pipa dan tongkat pembersih kolam renang,
cenderung akan menyebabkan laserasi linear, sementara benda dengan permukaan
rata cenderung menyebabkan laserasi iregular, kasar, atau laserasi bentuk Y.
Seperti halnya dengan kontusio, menentukan lamanya luka laserasi sangat sulit.
Laserasi paling sering terjadi pada tulang-tulang pada tempat yang
tinggi, seperti kepala, dimana kulit tidak begitu kuat lekat dan lebih sering dapat
dengan mudah teregang dan robek. Karena kulit jaringan lunak memiliki kekuatan
yang berbeda, seperti pembuluh darah, biasanya ada pemisahan yang tidak lengkap
antara elemen yang lebih kuat, seperti pembuluh darah dan saraf, sehingga ketika
melihat ke kedalaman laserasi, ada yang terlihat seperti jembatanjaringan yang
melewati bagian satu ke bagian lainnya (gambar 4.9). Adanya penjembatanan
membuktikan secara tegas bahwa jembatan luka tersebut tidak berhubungan
dengan luka iris. Kedalaman leserasi harus dipantau apakah ada benda asing yang
dapat tertinggal karena senjata atau permukaan yang menyebabkan laserasi.
Jika hantaman atau tumbukan yang menyebabkan laserasi terkena
pada suatu sudut lebih banyak daripada permukaan yang lebih tinggi dari tubuh,
maka harus dicari jaringan pada sisi sebelahnya, yang menunjukkan arah dimana
pukulan tersebut diarahkan (Gambar 4.10). Pada daerah laserasi yang lainnya, sisi
dimana pukulan datang, akan miring dan tergores.
Laserasi menjadi ireguler, tergores dan bahkan sampai terdapat
kontusio pada bagian pinggirnya ketika seseorang tertumbuk oleh benda yang
berat, dengan tepi yang tajam pada seluruh permukaan yang mengenai orang
141
tersebut, maka luka yang dihasilkan menyerupai luka iris (Gambar 4.11).
Pemeriksaan yang teliti pada luka tersebut, biasanya menunjukkan adanya luka
lecet pada bagian pinggir, dan juga terdapat jembatan jaringan di kedalaman luka.
Biasanya pisau yang tumpul dapat menyebabkan luka iris dengan tepian yang
tergores. Pemeriksaan yang teliti pada pinggiran dasar luka dengan diseksi secara
mikroskopis
biasanya
menunjukkan
adanya
perbedaan
142
Gambar 4.10 Laserasi dengan pengangkatan pada kulit. Pukulan datang dari kanan korban ke kiri korban.
antara luka iris dan laserasi yang relatif mudah. Pada beberapa keadaan, sulit sekali
untuk membedakannya. Membedakan laserasi dari luka insisi pada kepala dari
tubuh yang sudah mengalami pembusukan biasanya sulit.
143
Gambar 4.11
Laserasi tajam, hamper kekotong tepian.
144
ekstremitas dan bahkan kepala dapat robek dan terlepas dari tubuh. Organ bagian dalam
dapat terlepas dan robek atau in toto dari perlekatan mereka.
Variasi dari leserasi avulsi salah satunya disebabkan adanya suatu kekuatan
yang memotong dimana kulit menujukkan tidak adanya tanda perlukaan tetapi jaringan
lunak yang mendasari telah teravulsi/terangkat dari fascia dasar atau jaringan
penyambung, membentuk suatu kantung yang dapat terisi oleh darah. Perlukaan ini
biasanya terdapat pada bagian belakang paha pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan
bermotor. Ketika bagian kepala mobil terkena dibagian belakang paha dan sampai
menyebabkan korban terangkat, sehingga kekuatan seluruhnya bertumpu pada regio ini,
mengavulsi kulit dan jaringan subkutan fascia dan membentuk kantung dimana darah akan
berakumulasi.
145
Gambar 4.12 Abrasi dan kontusio pada punggung tangan menunjukkan adanya luka pembelaan diri.
menunjukkan
bahwa
luka
antemortem
masih
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan umur luka tersebut. Selain enzym, marker lainnya seperti DNA, Faktor C 3,
amin vasoaktif dan katekolamin juga pernah digunakan. Sehingga, baik histamin dan
serotonin meningkat pada luka antemortem.
146
147
Gambar 4.13
Fraktur wajah: LeFort I, LeFort II, LeFort III.
Fraktur Ekstremitas
Fraktur tulang ekstremitas dapat disebabkan baik karena kekuatan langsung
maupun kekuatan tak langsung pada tulang.6
148
149
Gambar 4.14
Fraktur direk. (A) Fokal (B) Retak.Tanda panah menunjukkan arahdatangnya kekuatan.
150
1. Traksi
2. Angulasi
3. Rotasi
4. Kompresi vertikal
5. Angulasi dan kompresi
6. Angulasi, rotasi, dan kompresi fraktur
151
Gambar 4.15
Fraktur Indirect. (A) Traksi. (B) Angulasi. (C) Rotasi. (D)
Kompresi vertikal. (E) Angulasi and kompresi. (F) Angulasi, rotasi,
dan kompresi.
152
Pada fraktur angulasi dan kompresi, garis fraktur berbentuk kurva dengan
komponen oblique disebabkan karena kompresi, dan komponen transverse yang
disebabkan karena angulasi. Kategori terakhir adalah angulasi, rotasi dan kompresi fraktur.
Angulasi dan rotasi menyebabkan fraktur. Angulasi dan rotasi menyebabkan fraktur
oblique, dengan peningkatan kompresi yang cenderung menyebabkan fraktur.
Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis biasanya mendapat sebutan khusus karena dua aspek yang tidak
biasanya, Yang pertama, jumlah yang besar dari kekuatan dibutuhkan untuk untuk merusak
lingkaran pelvis. Kedua, karena pelvis berupa lingkaran, kerusakan pada bagian apapun dari
pelvis biasanya berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain dari lingkaran tersebut.
Kerusakan pada bagian pelvis atau fraktur dibagi berdasarkan arah kekuatan9,10 Terdapat
empat kategori:
1. Kompresi anterior-posterior
2. Kompresi lateral
3. Shear
4. Fraktur kompleks
153
Luka potongan pada daerah pelvis disebabkan karena kekuatan yang parah.
Terdapat aplikasi dari kekuatan yang memotong salah satu atau kedua sendi sakroiliaka.
Kekuatan perpendikuler pada pola trabekular dari kompleks pelvis posterior, yang
menyebabkan kerusakan baik ligamen anterior dan ligamen superior sakroiliaka dengan
kerusakan besar pada persendian. Dengan kekuatan yang masif, kerusakan dari symphisis
pubis dapat terlepas dari tubuh. Di bagian anterior, mungkin terdapat kerusakan pada
symphysis pubis, dua ramus pubis, atau semua ramus pubis.
Pada fraktur kompleks, kekuatan multiple dari sudut yang berbeda mendesak
pelvis dan tidak bisa diklasifiksikan secara sederhana karena ketiga cara tersebut diatas.
Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur tergantung dari usia seseorang dan status gizi mereka. Setelah
dewasa, umur tidak memainkan peran yang penting. Fraktur tulang cancellous menyatu
lebih cepat daripada tulang kortikal. Pada anak-anak, kalus dapat dilihat secara radiologis
dalam 2 minggu terjadinya fraktur. Tulang tergabung dalam 4-6 minggu, meskipun biasanya
membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk menyembuh secara solid. Pada orang dewasa,
penggabungan kira-kira membutuhkan waktu 3 bulan, meskipun pada kasus femur,
membutuhkan waktu sampai 4-5 bulan. Waktu tersebut adalah beberapa periode waktu
yang umum dikenal.
Pada penyembuhan, fraktur tulang mengalami sejumlah tahapanyang berakhir dengan
perbaikan tulang. Pada awalnya terdapat perdarahan pada titik fraktur sekunder karena
ruptur pembuluh darah dengan produksi hematom yang fusiform mengelilingi dan
membatasi pangkal tulang. Periosteum robek dari permukaan luar tulang; endosteum dari
sumsum, Fibrin berkumpul dalam hematom. Keadaan ini diikuti dalam 24 sampai 48 jam
oleh respons inflamasi dengan edema, yang terus melanjutkan deposit fibrin dan kumpulan
sejumlah sel polimorfonuklear (PMN). Semakin hari peningkatan makrofag akan
menghilang.
Tahap selanjutnya setelah terjadi perlukaan dan ditandai dengan munculnya fibroblas
dan sel messechym dengan perkembangan yang sedikit-demi sedikit pada jaringan
granulasi. Nekrosis pada perlekatan tulang fraktur menjadi jelas, dengan ruang lakunar
yang kosong akibat osteosit yang sudah mati. Garis demarkasi antara tulang yang mati dan
154
lakuna yang kosong dan tulang hidup sangat jelas. Terdapat proliferasi sel dari lapisan
dalam periosteum dan, sampai tingkatan yang berkurang dari sel endosteum.
Semakin hari, proliferasi periostal menyebabkan bentuk kerah keliling yang akan
menjadi callus. Pada saat yang bersamaan, sel periostal berproliferasi, kapiler mulai
berkembang menjadi hematom. Osteoblast mulai nampak dan membentuk trabekula baru.
Kira-kiara seminggu setelah perlukaan, jaringan granulasi, fibroblas, osteoblas, kondroblas
dan pulau kecil dari kartilago pada stroma fibrosa mulai nampak. Osteoblas menghasilkan
matriks kolagen dan polisakarida, yang menjadi subur dengan kalsium untuk menghasilkan
tulang woven immatur. Kalus mencapai ukuran maksimal dalam 2-3 minggu. Tahap
selanjutnya dalam 3-4 minggu dan ditandai dengan adanya kalus tulang yang keras, dengan
tulang terbentuk dari osifikasi periostial dan endokondral. Pada tahap akhir, ada
remodelling tulang baru dari tulang matur.
References
1.
Robertson I and Hodge PR, Histopathology of healing abrasions. Forensic Sci 1972;1:17-25.
Medical Letter, Jan.8, 1993. Vol 35 (Issue 887) p 1.
2.
Robertson I, Antemortem and postmortem bruises of the skin: Their differentiation. J. Forensic
Med 1957; 4:2-10.
3.
Langlois NEI and Gresham GA, The aging of bruises: a review and study of the color changes
with time. Forensic Sci. Int 1991 50:227-238.
4.
Hernandez-Cueto C, Girela E, and Sweet DJ, Advances in the diagnosis of wound vitality: a
review. Am J. Forensic Med. Path. 2000. 21(1):21-31.
5.
Harkness JW, Ramsey WC, and Ahmadi B, Principles of fractures and dislocations, in Rockwood
CA, Green DP (Eds): Fractures in Adults, Vol 1. Philadelphia, JP Lippincott, 1984.
6.
Kress TA, Porta DJ, Snider JN, et al., Fracture pattern of human cadaver long bones. Presented
1995 International IRCOBI Conference on the Biomechanics of Impact. Sept 13-15, 1995.
Brunnen Switzerland.
7.
Porta DJ, Kress TA, Fuller PM, et al., Spiral fractures definition and determination of torsional
direction from radiographs. Presented at the Annual Meeting of the American Academy of
Forensic Science, Nashville, February 19-24, 1996.
8.
Pennal GF, Tile M, Waddell JP, et al, Pelvic disruption. Clin Orthoped Related Res 1980; 151:1221.
9.
Tile M, Fractures of the Pelvis and Acetabulum. Baltimore: Williams & Wilkins, 1984.
155
156
Pada orang yang lebih tua, secara berkesinambungan lebih lemah atau orang yang
malnutrisi, tulang rusuk rapuh dan dengan mudah patah ketika tekanan minimal
atau kekerasan terjadi di dada. Fraktur ini biasanya pertama kali terjadi pada enam
tulang rusuk pertama, cenderung lebih ke arah kiri daripada kanan, dan bisa
anterolateral atau anterior.
3. Fraktur tulang rusuk disebabkan oleh kekerasan langsung yang terlokalisir.
Tergantung pada letak kekuatan, satu atau lebih tulang rusuk dasar mungkin
fraktur. Jika lokalisasi lebih parah,kekuatan langsung terkena di bagian dada, rusuk
yanga patah dapat merusak parenchym dasar paru-paru atau fragmen tulang iga
yang tajam yang dapat mengarah pada rongga pleural, merobek pleura, paru, atau
jantung, menyebabkan pneumotorax atau hemopneumothorax. Fraktur pada tiga
tulang rusuk pertama sering berhubungan dengan perlukaan yang parah pada
saluran udara tracheobronchial dan pembuluh darah besar dinding anterior atas,
sedangkan fraktur tulang rusuk 10 sampai 12 disebabkan karena perlukaan
diafragma, hati, dan limpa.
4. Patah tulang rusuk yang disebabkan oleh kekerasan tak langsung
Pada kekerasan tidak langsung, kompresi anteroposterior (depan ke belakang)
dada, sepertinya dapat disebabkan oleh jatuh dari ketinggian atau mobil yang
menggilas dada, dapat mematahkan tulang rusuk, paling sering pada bagian kurva
lateral. Jika kekuatan tekanan dari belakang ke depan, tulang rusuk cenderung
fraktur dekat tulang belakang dan sternum. Fragmen yang tajam berasal dari tulang
iga yang patah, dapat merobek dasar pleura, paru-paru, dan jantung.
157
Flail chest
Tulang Dada
Cedera dari tulang dada dapat terjadi baik iatrogenic, misalnya, selama RJP,
atau karena kekerasan langsung. Fraktur biasanya berupa garis melintang dan terjadi paling
sering pada sternum/tulang dada. Biasanya disebabkan oleh satu kekuatan dahsyat pada
dinding dada anterior, misalnya, tergilas roda kendaraan, seseorang yang melompat pada
dada orang lain, atau dari tekanan anteroposterior yang kuat pada dada, yang mungkin
disebabkan oleh mobil yang menggilas korban. Fraktur sekunder karena RJP biasanya
terjadi setinggi sela iga ketiga atau keempat.
Jantung
Trauma tumpul pada toraks dapat menyebabkan sebuah spektrum yang
mengancam nyawa atau perlukaan jantung yang fatal yang berakibat mulai dari commotio
cordis sampai ruptur jantung.
Commotio Cordis
Kematian mendadak dari henti jantung yang terjadi secara tiba-tiba, tumpul,
tekanan non-penetrasi pada dada pada seseorang dengan jantung normal dan tidak
berhubungan dengan struktur perlukaan pada jantung, dapat terjadi, meskipun jarang.
Kejadian yang paling sering dilaporkan pada situasi yang berhubungan dengan aktivitas
olahraga dan atlit muda. Urutan peristiwa pada seseorang yaitu terbentur di bagian dada
ketika bermain baseball, tendangan karate, dsb. Yang kemudin roboh dengan segera.
Pukulan tidak terlihat cukup besar untuk menyebabkan henti jantung. Bukti adanya
tekanan tidak nampak pada sejumlah kasus substansial (kira-kira separuh). Dampak utama
158
terlihat pada ventrikel kiri yang membesar. Kematian ini diyakini disebabkan karena
ventricular dysrhythmia primer yang dipicu kekuatan yang kasar, tumpul, pre kordial yang
menjalar dengan kekuatan listrik yang mudah pada fase eksatibilitas ventrikular, contohnya
upstroke atau puncak dari gelombang T. RJP, sekalipun dilakukan dengan segera atau pada
satu periode tepat waktu, tampaknya tidak memberikan hasil. Peristiwa ini telah diuji coba
pada percobaan dimana bola baseball dilemparkan pada berkecepatan tinggi pada dada
binatang.3
159
cedera/perlukaan. Dengan perlukaan seluler, ada perubahan EKG dan pembentukan enzim
seluler (cth troponin). Trauma primer pada jantung pasti, tetapi tidak selalu dapat
dibedakan dari perlukaan iatrogenik karena RJP, pijatan jantung terbuka, atau suntikan
intracardiac, khususnya jika resusitasi berlangsung lama. Kontusio Myocardium biasanya
menyembuh tanpa sequele atau perlukaan residual. Biasanya terjadi melalui nekrosis
dengan ruptur kedalam kantung pericardial beberapa hari setelah perlukaan, tetapi jarang.
Dapat juga terjadi penempatan fibrotik dari myocarduim yang memar dan membentuk
aneurisma, tetapi jarang. Killen et al. Dilaporkan kasus dari posttraumatik pseudoaneurisma dari ventrikel kiri. Biasanya sebanyak 12 kasus dari seluruh literatur.
Komplikasinya adalah aritmia, gagal jantung, dan emboli.
Laserasi jantung terjadi secara primer ketika kekuatan yang besar dan bisa
menghancurkan terkena pada dinding anterior dada. Dapat melibatkan satu atau lebih
lokasi pada jantung. Yaitu atrium, septum interatrium, ventrikel, septum interventrikuler,
muskulus papillary, chorda tendinae atau katup jantung. Laserasi cardiac tidak sering
terjadi sebagai perlukaan yang tertutup. Kebanyakan terjadi dengan perlukaan dada yang
berat (gambar 5.1). Gagal jantung yang cepat terjadi ketika katup jantung, chorda tendinae,
atau otot papillary mengalami robekan, Bolooki et al., dilaporkan dua kasus dari kerusakan
septum ventrikel yang disebabkan karena pentrasi perlukaan dada, yang disebabkan oleh
trauma tumpul telah dilaporkan terjadi sangat sering pada literetur dibandingkan dengan
trauma penetrasi.
Pada 1971, Simson menguraikan sindroma dagu-sternum-jantung.
Sindroma ini diketahui terjadi pada para tentara yang mengenakan helm pelindung ketika
ada penyebaran yang tidak lengkap pada kerusakan parsial dari parasut. Pola perlukaan
jantung, atrial multiple, endocardial dan laserasi myocardial, berhubungan dengan
kompresi sternal oleh dagu dengan laserasi dari dagu. Salah satu pengarang (DJD) telah
menemukan persamaan sindrom pada seseorang yang jatuh dari tangga, menderita
perlukaan fleksi pada leher. Terdapat perlukaan pada dagu, kompresi atau fraktur pada
sternum, perlukaan jantung, dan fraktur cervical spine dengan perlukaan korda spinalis.
Pada beberapa kasus trauma tumpul di dada, tulang iga fraktur, dengan ujung fraktur
menusuk jantung.
Jika kantung pericardiac tidak sobek, leserasi dari jantung akan
menyebabkan kematian karena sumbatan jantung. Sedikitnya 150 ml darah dapat
160
Gambar 5.1
Pria berusia 62 tahun dengan ruptur ventrikel kanan jantung pada septum interventrikuler karena tumbukan
yang kuat dada pada setir mobil. Tidak ada perlukaan eksternal yang tampak.
Salah satu situasi yang jarang terjadi yaitu, trauma tumpul pada dada
anterior yang menyebabkan perlukaan langsung pada arteri coronaria, hampir tanpa
kecuali cabang desenden anterior kiri. Pembuluh darah aterosklerosis sangat mudah
menyebabkan trauma. Perlukaan pada arteri koronaria dapat menyebabkan sumbatan
coronaria dari trombus intraluminal, perdarahan plaque aterosklerosis, laserasi intimal atau
161
Perlukaan pada dinding dada/ atau jantung (fraktur sternum dan /atau tulang iga
sangat mungkin menyebabkan trombosis arteri coronaria, dan/ atau perlukaan
perbatasan otot jantung pada trombosis arteri coronaria
Robekan yang tidak sempurna dari dinding dada arteri pada arteri coronaria yang
mengalami trombosis, biasanya daya tahan hidupnya lebih besar dari 8-12 jam dan
desertai dengan infark myocardial.
bagaimanapun juga bahwa trombosis arteri coronaria posttraumatik dapat terjadi tidak
hanya sebagai komplikasi trauma tetapi kemungkinan menyebabkan trauma dan stasis
pembuluh darah dalam darah, faktor yang menyebabkan formasi trombus pada korban
dengan arterosklerosis coronaria.
Aorta
Jantung diselubingi dengan kantung pericardial oleh aorta, arteri pulmonary,
dan vena cava superior. Berbagai kekuatan yang berbahaya yeng menekan dada anterior
sehingga menekan jantung kebawah dapat mendesak traksi yang tidak cukup pada aorta
sampai merobek secara transversal. Vena cava superior dan arteri pulmonari sangat jarang
terjadi robekan. Laserasi aorta sering terlihat pada kecelakaan kendaraan, daripada terjadi
pada orang yang terjatuh. Pada kecelakaan kendaraan, laserasi aorta terjadi baik pada
kepala dan sisi yang terkena tumbukan akibat kecelakaan.
Sebenarnya semua laserasi dari aorta torasicus melibatkan bagian descending,
langsung ke distal ke daerah asal dari arteri subclavia kiri (Gambar 5.2). Lengkung aorta
dibentuk oleh pembuluh darah besar yang dimulai dari lengkung aorta, yang bermula dari
ligamentum arteriosum (yang berhubungan dengan arteri pulmonary kiri ke cabang aorta).
162
Laserasi parsial atau lengkap dari aorta descending terjadi pada hampir di lokasi yang sama
dari daerah distal ke daerah asal dari arteri subclavia, pada pertemuan dari lengkung
aorta dan aorta descenden (gambar 5.2-5.3)
Mekanisme yang tepat dari perlukaan ini tidak diketahui. Lokasi yang relatif
konstan dari leserasi aorta, fiksasi relatif dari aorta descending dibawah isthmus aorta,
fiksasi relatif dari lengkung aorta oleh pembuluh darah, dan gabungan yang konstan dari
laserasi aorta dengan perlambatan perlukaan, seperti tabrakan kendaraan, yang mengarah
pada perlambatan yang tiba-tiba dari tubuh dan menyebabkan kompresi yang sangat kuat
dari dada anterior dan mendasari struktur mediastinal menyebabkan jantung dan
pembuluh darah besar tersentak menjauh dari dinding dada posterior dimana aorta
torasicus berdempet. Traksi ini pada ligamentum duktus arteriosus dan aorta descending
pada titik dari fiksasi cukup untuk menyebabkan laserasi aorta secara cepat di bawah
daerah asal dari arteri subclavia kiri.
Sangat jarang ditemukan hematoma periaortia yang disebabkan karena
laserasi aorta yang melibatkan aneurisma palsu. Darah pada hematoma perifer, yang terdiri
dari
jaringan
lunak
periaorta
dan
mediastinal,
mengalami
penyatuan
sampai
163
Gambar 5.2
(A dan B) Pengendara kendaraan bermotor dengan kontusio minor dada dan transeksi aorta yang lengkap
Gambar 5.3
Laserasi kecil aorta, dari distal ke tempat asal di arteri subclavia kiri.
164
Pecahnya ruptur dari bagian ascending dan lengkung aorta terjadi ketika
kekuatan yang kuat menekan jantung dan bagian intrapericardial dari aorta ascending
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intracardiac dan intraluminal yang terjadi
secara tiba-tiba pada robekan transversal aorta
5.4).10,11 Hal ini biasanya melibatkan hanya bagian dari lingkaran aorta. Kematian cepat
terjadi karena perdarahan hebat. Perlukaan ini berhubungan dengan fraktur dari tulang iga
atas dan sternum.
Jika ruptur transmural aorta yang disebabkan oleh trauma sangat sering
terjadi, sedangkan aorta yang secara traumatik terpotong sangatlah jarang.12 Bahkan lebih
jarang pemotongan traumatik dari aorta ascending dan lengkung aorta.
13,14
Dengan
165
Gambar 5.4 Kecelakaan kendaraan bermotor dengan kompresi dada dan laserasi aorta
ascending.
166
Diafragma
Ruptur traumatikum pada diafragma sering disebabkan oleh trauma
tumpul pada dinding dada anterior sebelah bawah. Keadaan ini sering berhubungan
dengan fraktur pada tulang iga dan perlukaan torakoabdominal. Kompresi hebat
yang terkena pada dada anterior bawah akan menyebabkan tarikan berlebihan dan
berputar pada lembaran difragmatikum, yang menyebabkan ruptur. Dengan adanya
pemindahan isi rongga perut yang melawan permukaan atas dari diafragma juga
dapat membentuk tekanan yang cukup untuk terjadinya ruptur diafragma.
Kesalahan letak dari kekuatan yang besar dari viscera abdominalis melawan
permukaan bawah dari diafragma. Kekuatan besar yang terkena pada dada bagian
bawah diatas abdomen dapat menyebabkan defek hemidiafragmatikum dengan
pinggiran yang tidak rata. Defek biasanya terjadi cukup besar untuk suatu kasus dari
viscera abdominal ke ruang torasikus. Ruptur traumatik dari diafragma lebih sering
terjadi pada sisi sebelah kiri. Menurut dugaan, hal ini merupakan perlindungan yang
kuat dari diafragma kanan yang ditutupi hepar.
Ruptur hemidiafragmatikum kiri menyebabkan lambung, intestinal,
omentum atau limpa masuk dan berherniasi ke cavitas pleural. Paru kiri tertekan
dan jantung mengalami dislokasi ke sebelah kanan. Herniasi terjadi karena
perbedaan antara tekanan positif dalam ruang abdomen dan tekanan negatif dari
rongga torax. Adanya liver pada sisi kanan berperan sebagai penyumbat ketika
167
rongga diafragma dibuka. Sangat jarang, bagian dari liver dapat melewati dan
menjadi konstriksi pada pinggiran yang terdapat celah seperti hernia strangulasi.
Paru-paru
Pneumotorax dapat disebabkan karena penyakit, prosedur madis, atau
trauma. Pnemotorax spontan dapat terjadi setelah ruptur bula emfisema.
Pneumotorax iatrogenik dapat disebabkan karena pemijatan jantung eksternal,
yang secara percutaneus dimasukkan dengan catheter dan continuous ventilatory
support.18,19 Sehingga, dalam 168 kasus dari pneumotorax, 54 terjadi selama atau
segera setelah pemijatan dinding jantung yang tertutup (49 pada sisi kiri dan 5
pada sisi kanan).18 Ada fraktur anterolateral bagian ipsilateral pada 43 orang dari
pasien-pasien ini. Dari 54 pasien, 45 diantaranya juga mengalami pengobatan
intracardiac yang dikelola perkutaneus melalui sisi kiri dari dada. Walaupun kasus
yang memperbesar pneumotorax tidak diketahui. Pada 51 pasien, pneumotorax
terjadi setelah insersi kateter dari vena subclavia. Sebagai tambahannya, 61 pasien
berkembang menjadi pneumotorax selama continuous ventilatory support, dan dua
pasien selama trakeostomi. Pada tahun 1982, Newman et al. menunjukkan
peningkatan frekwensi komplikasi cateter yang terlibat secara subclavia dan vena
jugularis internal sekunder sampai nutrisi parenteral total.19
Ruptur trauma dari trakea intratorakal dan bronkus biasanya
menghasilkan perlukaan kompresif yang berat pada dada. Sisi yang paling sering
terkena ruptur dari batang trakeobronkial dalam 2,5 cm dari carina, khususnya
bronchi utama. Kasus dari kombinasi perlukaan trakea dan bronkus sangat jarang
terjadi. Kira-kira 30% dari korban mengalami fraktur anterior tulang iga kedua dan
ketiga. Winter dan Baum20 membahas ulang berbagai jenis mekanisme yang diduga
bertanggung jawab terhadap perlukaan ini:
169
170
yang dapat merobek paru dan pleura yang mendasarinya. Saat pemeriksaan postmortem, fraktur yang berasal dari ujung patahan tulang iga bisa tidak terbukti
karena mungkin telah terpantul, sehingga memberi gambaran seperti fraktur
sederhana/simple fracture.
rongga
pleura
tidak
signifikan
jika
laserasi
kecil
karena
Gambar 5.5
Perforasi arteri pulmonary dengan kateter Swan-Ganz dengan perdarahan diseksi massif ke parenkim paru dan
rupture ke rongga dada
kontraktilitas dari elastisitas paru dan kompresi dari laserasi yang disebabkan
karena luasnya hemotorax. Perdarahan intrapleural yang masif terjadi, sehingga jika
laserasi luas dan melibatkan pembuluh darah besar. Hemotoraks dapat menambah
171
172
173
tanda awal dari terjadinya perlukaan intra abdominal, dan demikian segera
dilakukan operasi untuk menyelamatkan nyawa.
Gambar 5.6
(A)Transeksi liver lengkap (B) Tanpa adanya tanda trauma eksternal pada dinding abdomen anterior.
174
175
dibuktikan oleh penulis. Beberapa ratus mililiter darah terdapat pada rongga
abdomen yang ditemukan pada beberapa kasus, meskipun hal tersebut merupakan
perlukaan postmortem.
Pada tahun 1983, Ducatman et al. Menguraikan tiga kasus dari
hematom pada pembungkus rektus yang fatal.22 Hal ini merupakan suatu kesatuan
yang nampak sebagai perdarahan nontraumatik ke kantung rectus, biasanya terjadi
setelah terapi antikoagulan. Hal ini dapat terjadi baik secara langsung atau yang
memberikan faktor kontribusi sehingga menyebabkan kematian.
Hepar
Hepar terdapat di kuadran kanan atas rongga abdomen. Hepar
dilindungi oleh iga paling bawah dan processus xipoideus dari sternum. Bagian ini
merupakan organ abdomen terbesar dan salah satu organ yang paling sering
terkena trauma tumpul abdomen. Trauma tumpul abdomen yang berat dan terkena
pada kuadran kanan atas akan sering merobek hanya bagian hepar, dimana secara
umum trauma tumpul cenderung mengalami perlukaan tidak hanya pada hepar,
tetapi juga pada organ abdomen lainnya, meskipun dengan frekwensi yang
berkurang. Fraktur pada tulang iga yang berdekatan bisa saja dapat atau tidak
dapat terjadi, tergantung pada usia seseorang dan kalsifikasi pada tulang.
Hepar sangat mungkin terkena trauma karena ukurannya yang besar, posisi
anatomis di atas abdomen, kemungkinan yang diberikan karena adanya trauma, dan
bentuk asal yaitu jaringan yang solid. Adanya penyakit hepar yang mendasari, seperti
metamorfosis lemak atau hepatitis, dapat membuat hepar menjadi lebih rapuh sehingga
lebih mudah terkena perlukaan. Sebagai tambahan, metamorfosisi lemak sering
berhubungan dengan gagalnya koagulasi darah. Perlukaan hepar dapat dikategorikan
dalam laserasi transkapsular, dimana baik kapsul dan parenkim menjadi robek, dan laserasi
subkapsular, dimana kapsul tetap utuh dan perlukaan di bawah kapsul ataupun
intraparenkim juga tetap utuh. Lobus kanan mengalami perlukaan lima kali lebih sering
dibandingkan sebelah kiri, dengan lesi yang terjadi lebih sering pada permukaan yang
cembung. Beberapa cedera lokal yang terjadi langsung di depan hepar akan menyebabkan
liver bergeser ke arah posterior, menghancurkannya karena bertumburan dengan columna
176
intrahepatik pada pembuluh darah dan pohon bilier tidak ada. Jika energi
meningkat dari 106-134 ft lb, ada celah dari hepar eksternal, tetapi hanya gangguan
tertentu dari duktus biliaris kecil atau arteri hepatikum. Tidak ada gangguan pada
pembuluh darah mayor atau pohon bilier. Peningkatan energi dari 285-360 fl lb
menyebabkan pulpifikasi hepar yang luas, perlukaan yang diakibatkan karena hepar
yang pecah, dan gangguan berat pada cabang arteri hepatika, vena porta, dan
duktus biliaris, meskipun bagian mayor tetap intak/utuh.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tidak semua perlukaan
pada hepar merupakan trauma primer. Sehingga, seseorang bisa mengalami
perlukaan yang disebabkan karena resusitasi jantung paru, biopsi hepar, penelitian
vaskular angiografi, dan agen kemoterapi melalui arteri hepatikum. Pengarang telah
melihat beberapa kasus dimana biopsi jarum yang dilakukan pada pasien setelah
beberapa jam kemudian mengalami perdarahan masif intra abdominal dari sisi
tempat dilakukan biopsi. Perdarahan intraperitoneal juga dapat disebabkan karena
ruptur tomur hepatika.
Ruptur trauma yang terisolasi pada kandung empedu karena trauma
tumpul sangat jarang ditemukan. Jika ada ruptur yang pecah pada kandung empedu
biasanya berhubungan dengan perdarahan masif pada hepar. Ruptur yang terisolasi
pada kandung empedu dikatakan sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,
yang disebabkan karena dada sangat mudah terkompresi. Kebocoran empedu pada
rongga abdomen dapat menyebabkan peritonitis kimia.
Pankreas
Pankreas terletak retroperitoneal, dekat dengan dinding dada. Pankreas
terdiri dari kepala, leher, badan dan ekor, dengan kepala terkait pada kurva
duodenum. Leher dan badan dekat dengan vena porta, vena cava inferior, dan
aorta, terletak di lumbar kedua tulang vertebra. Ekor melewati kutub atas pada
ginjal kiri, berakhir di permukaan gastrik limpa, bersentuhan dengan fleksura kiri
colon. Perlukaan tumpul pankreas sangat jarang karena lokasinya terletak di
sebelah posterior dan juga dilihat dari jarak anterior dinding abdomen. Jika ada
178
kekuatan yang terkena pada regio epigastrium dari abdomen dan perlukaan juga
terjadi pada bagian pankreas, secara umum kekuatan tersebut terkena pada bagian
dimana pankreas tersebut berada yaitu lumbar kedua dari tulang vertebra.
Kontusio, leserasi dan transeksi dapat terjadi pada titik ini. Dengan adanya laserasi
pankreas, ada perlukaan duktus pankreatikum, disertai hilangnya sekresi pankreas
ke rongga abdomen dan peritonitis kimiawi.
Trauma pada pankreas dapat menyebabkan pseudokista residual,
baik peripankreatik atau intrapankreatik. Pada kista peripankreatik, darah dan
seksresi pankreatikum berakumulasi di sekitar pankreas, dibawah peritonium yang
intak, membentuk hematom peripankreatik. Resolusi menyebabkan trauma kista
terisi dengan cairan. Dinding kista tidak mengandung lapisan epitelial, tetapi
mengandung makrofag hemosiderin
Limpa
Limpa terdapat pada kuadran kiri atas abdomen, di sepanjang regio
epigastrium diantara fundus lambung dan diafragma. Limpa tidak sering mengalami
perlukaan seperti halnya dengan hepar, karena terlindungi dengan baik oleh posisi
limpa yang berada di kuadran atas abdomen. Ruptur limpa yang terjadi secara
spontan, tidak berhubungan dengan trauma-trauma tertentu, yang berhubungan
dengan kondisi yang menyebabkan splenomegali dan dapat meningkatkan
kerapuhan parenkim. Kondisi yang paling sering terjadi adalah mononukleosis yang
infeksius, malaria, dan leukimia. Sementara ruptur dikatakan terjadi secara
spontan, ruptur juga dapat terjadi karena hal sepele, kemungkinan merupakan
episode traumatik yang sangat tidak signifikan pada orang yang normal.
179
Ruptur limpa iatrogenik yang terjadi saat resusitasi jantung paru sangat
jarang terjadi. Jika terjadi demikian, kemungkinan disebabkan karena limpa
tersebut tiak normal, tetapi membesar.
Trauma berat pada kuadran kiri atas abdomen dapat menyebabkan
laserasi atau ruptur yang pecah pada limpa. Luasnya perlukaan tergantung pada
besarnya kekuatan, apakah pukulan bersifat lokal atau general. Perlukaan dapat
bervariasi dari laserasi kapsular superfisial kecil sampai disintegrasi limpa
sesungguhnya. Pada beberapa contoh, ketika kekuatan terkena pada limpa dan
cukup kuat menimbulkan laserasi parenkim limpa, tetapi tidak melukai kapsul. Jika
perdarahan bagian dalam terus berlangsung, dapat terbentuk hematoma
subcapsular. Hal ini dapat menghentikan pembengkakan setelah terjadi kerusakan
dan menyebabkan jaringan parut pada daerah tersebut. Jika perdarahan
berlangsung terus menerus, dapat terjadi peningkatan tekanan subcapsular dengan
ruptur dari kapsul dan perdarahan intraperitoneal. Ruptur kapsul dapat terjadi
dalam beberapa jam atau bahkan beberapa hari setelah trauma. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya peningkatan tekanan yang ditimbun oleh trauma
lainnya, bahkan trauma minor sekalipun. Pembedahan mikroskopik menunjukkan
salah satunya berhubungan dengan ruptur subkapsular hematom yang terjadi
secara lambat. Selama masa perkembangan hematom subkapsular dan menjadi
penyebab terjadinya ruptur, pasien dapat tidak merasakan adanya gejala atau
merasakan nyeri perut yang tersamar saja.
Saluran Pencernaan
Perlukaan traumatik pada esofagus sekunder karena trauma tumpul
sangatlah jarang dan sedikit hubungannya dengan patologi forensik, karena jarang
menyebabkan kematian. Yang paling memungkinkan adalah agonal atau
esofagogastromalasia postmortem (auotodigesti dari esofagus bawah dan perut).
Fenomena ini adakalanya terlihat pada pasien yang sangat lemah yang akhirnya
meninggal setelah koma yang berkepanjangan. Jika esofagus bagian bawah terlibat,
pada prinsipnya perut juga terlibat. Jaringan tampak berwarna putih keabu-abuan
180
sampai berwarna hitam dan sangat rapuh. Secara mikroskopis, tidak tampak
adanya inflamasi. Fenomena ini bisa terjadi cepat dan menyebabkan kematian atau
yang lebih mungkin lagi, segera setelah terjadinya kematian dan tanpa arti klinis.
Muntah yang berulang dan parah dapat menyebabkan laserasi
esofagus, bahkan perforasi, pada ujung bagian bawah, dimana bagian ini langsung
bertemu dengan lambung. Laserasi ini biasanya tunggal, longitudinal, dan pada
dinding posterior atau lateral. Dapat mulai dari daerah superficial, yang hanya
melibatkan mukosa, hingga laserasi lengkap pada dinding dengan perforasi. Laserasi
esofagus pada area ini paling sering terlihat pada seseorang yang kecanduan
alkohol, kemudian seseorang dengan penyakit yang sering mengalami muntahmuntah hebat (Sindroma Mallory-Weiss). Normalnya, saat muntah, sfinkter pylori
berkontraksi dan sfinkter esofagus bagian bawah dan atas relaksasi dan
menyebabkan kontaksi muskularis gastrikum. Sehingga dapat disimpulkan, selama
muntah spasmodik yang berat, jika sfinkter esofageal bagian atas gagal berelaksasi,
kekuatan kontraksi muskulus gastrikum, yang dibantu oleh kontraksi dindong
abdomen, akan mendorong isi lambung ke esofagus, dengan ruptur esofagus pada
bagian yang paling lemah, yaitu dinding posterior. Ini terjadi akibat emfisema
mediastinal, hidrotorax bilateral, hidropneumotoraks, atau perdarahan masif, yang
akhirnya menjadi sindroma Mallory-Weiss.
Ruptur pada rongga abdomen yang lemah, contohnya perut dan usus,
sangat jarang karena mobilitas dari segmen individu, yang memungkinkan bagianbagian tersebut dengan mudah terdislokasi oleh kekuatan yang kuat. Ketika terjadi
ruptur, kematian biasanya disebabkan karena peritonitis karena tumpahnya isi usus
ke rongga peritoneal. Lambung terdapat di kuadran kiri atas abdomen, sampai ke
epigastrium dan daerah umbulikus. Semakin besar bagian lambung, fundus dan
badan dilindungi oleh tulang iga. Perlukaan lambung sebenarnya disebabkan karena
trauma tumpul lokal yang terkena pada daerah epigastrium atau kuadran atas
kanan, contohnya tendangan atau pukulan dengan kepalan tangan. Akibatnya
dapat merusak lambung antara dinding abdomen anterior dan columna vertebral
posterior. Berdasarkan tingkat kaparahan perlukaan, dapat terjadi kontusio atau
181
182
saat
mengalami
penekanan,
bisa
terjadi
ruptur
pada
fleksura
duodenoyeyunal. Titik dari ruptur biasanya kecil, dengan pinggiran yang tidak rata
dan ekimotik.
Bagian yeyunal dari usus halus pada prinsipnya menempati regio
umbilikal dan regio iliaka kiri, sementara ileum terutama menempati daerah
umbilikal, hipogastrium, iliaka kanan dan regio pelvis. Bagian akhir dari ileum
biasanya terletak pada daerah pelvis di regio iliaka kanan, dan terbuka ke daerah
caecum. Jejunum dan ileum melekat pada bagian posterior dinding abdomen oleh
lipatan peritonium, mesenterium, yang memungkinkan adanya gerakan bebas dari
jejunum dan ileum. Pembuluh darah dan saraf melewati mesenterium. Ada
peningkatan insidens perlukaan yeyunum dan ileum jika dibandingkan dengan
lambung dan duodenum, dengan perlukaan yeyunum lebih sering daripada ileum. 25
Pada beberapa contoh tekanan abdomen yang berat, usus kecil
terdesak diantara dinding abdomen anterior dan kolumna vertebralis atau
pelvis.Akibatnya adalah lesi, kontusio, perforasi, atau transeksi, yang tergantung
pada beratnya trauma tumpul dan area yang terkena. Kontusio yang berat dapat
berkembang menjadi perforasi yang lambat beberapa jam atau hari setelah
perlukaan. Transeksi pada yeyunum biasanya terjadi pada daerah distal dari
ligamentum Treitz, dimana jejunum melekat kuat pada dinding ebdomen posterior.
Pada transeksi usus halus, juga terdapat hubungan perlukaan dengan mesenterium.
Ruptur secara spontan dari usus halus dapat terjadi karena infark sekunder sampai
183
terkena trauma karena hubungannya dengan kolumna vertebra dan posisinya dekat
dengan bagian tengah dari rongga abdomen. Kekuatan yang berat pada dinding
anterior abdomen dapat mendesak bagian tengah colon transversum diantara
dinding abdomen anterior dan lumbal. Lesi traumatik bergantung pada beratnya
kekuatan tumpul dan dapat berkisar dari kontusio, laserasi, sampai transeksi,
Ruptur kolon juga dapat terjadi setelah adanya insersi benda asing, tangan atau
binatang akibat rangsangan seksual.26 Ruptur iatrogenik dari kolon dapat terjadi
selama sigmoidoskopi, prostoskopi, atau enema kolon yang tinggi. Biasanya barium
enema akan menyebabkan peforasi kolon.
Ginjal
Ginjal terletak di bagian posterior abdomen pada sisi lain kolumna
vertebralis dibelakang peritonium,dimana ginjal kanan biasanya lebih rendah sedikit
dibandingkan ginjal kiri. Permukaan posterior dan bagian atas ginjal kanan berada
setinggi tulang iga ke 12; ginjal kiri biasanya terletak setinggi antara tulang iga ke 11
dan 12. Permukaan anterior pada ginjal kanan berhubungan dengan kelenjar
adrenal kanan, hepar, dan fleksura kolik kanan. Permukaan anterior ginjal kiri
184
berhubungan dengan kelenjar adrenal kiri, lambung, limpa, yeyunum, colon, dan di
bagian medial adalah pankreas.
Ruptur spontan pada ginjal normal tidak pernah terjadi. Trauma tumpul
pada ginjal sangatlah jarang. Biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami
kecelakaan kendaraan atau jatuh dari ketinggian tertentu ketika ada kekuatan
trauma tumpul yang masif pada rongga abdomen. Trauma tumpul pada daerah
panggul dapat mendesak ginjal diantara dinding abdomen dan vertebra lumbal.
Perlukaan yang paling sering adalah kontusio. Disamping kontusio, besarnya luka
pada ginjal berupa luka laserasi kecil yang berada di bawah kapsul intak dengan
perdarahan minimal. Perlukaan yang menyebabkan laserasi masif dari ginjal sampai
berbentuk fragmen biasanya jarang terjadi dan jika terjadi disebabkan karena
perlukaan masif sampai ke organ abdomen.
Kandung Kemih
Pada orang dewasa, kandung kemih yang kosong terletak di dalam
pelvis dibelakang symphisis pubis. Ketika mengalami distensi, kandung kencing
dapat melebar ke rongga abdomen. Pada anak-anak, permukaan anterior kandung
kencing berhubungan dengan dua pertiga dinding abdomen bawah diantara
symphisis pubis dan umbilikus. Dimulai saat pubertas, dengan lambat mulai turun
sampai posisi akhir pada pelvis. Ruptur iatrogenik pada kandung kencing dapat
tejadi saat pemasangan alat untuk pemeriksaan diagnostik atau tujuan terapi
tertentu. Biasanya trauma tumpul yang berat terjadi sampai ke pelvis dan abdomen
bawah dan menyebabkan ruptur. Derajat dan jenis perlukaan yang terjadi biasanya
bergantung pada volume urine pada kandung kencing.
Ada dua jenis ruptur : ekstraperitoneal dan intraperitoneal.
Ekstraperitoneal terjadi ketika kandung kencing kosong atau terdiri hanya dari
sejumlah kecil urine. Pada ruptur ekstraperitoneal, kandung kencing terletak
didalam pelvis dan terlindungi oleh tulang pelvis yang kuat. Laserasi dari kandung
kencing ini berhubungan dengan fraktur pelvis. Sangat jarang ditemukan ruptur
ekstraperitoneal yang terjadi tanpa fraktur pelvis. Keadaan ini terjadi ketika
185
kekuatan tumpul terkena pada dinding abdomen bagian bawah dengan arah
langsung menuju ke bagian bawah.
Ruptur intraperitoneal pada kandung kencing terjadi ketika kandung
kencing terdistensi karena adanya urine. Pada saat ini, tendangan, pukulan atau
kekuatan tumpul lainnya pada dinding abdomen dapat menekan dinding posterior
kandung kencing yang berhadapan dengan sacrum, sehingga meningkatkan
tekanan didalam lumen kandung kemih dan menyebabkan ruptur, dan urine
memasuki organ abdomen.
Genitalia Internal
Perlukaan pada uterus yang tidak dalam keadaan hamil sangatlah jarang.
Ketika terjadi perlukaan, biasanya berhubungan dengan fraktur pelvis yang luas.
186
Syok disebabkan oleh hantaman yang berat, perlukaan jaringan lunak, dan/atau
fraktur gabungan
Peradarahan - Terjadi karena amputasi traumatik, fraktur gabungan (compound
fracture) dengan perdarahan hebat pada pembuluh darah, laserasi multipel, atau
beberapa luka berat
187
Gambar 5.7
(A) Perlukaan avulsi bilateral dari perlukaan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh roda truk yang menggilas
kaki. (B) Perlukaan avulsi pada paha kiri dengan (C) transeksi arteri femoralis.
Gambar 5.8
Rongga yang terisi darah (diinsisi) di belakang paha yang disebabkan karena kekuatan yang berasal dari
bagian kepala/depan mobil, dengan kulit dan jaringan subkutaneus terpisah dari otot.
188
189
References
1. Maron BJ, Poliac LC, Kaplan JA, and Mueller FO, Blunt impact to the chest
leading to sudden death from cardiac arrest during sports activities. NEJM
(1995) 333:337-42.
190
2. Viano DC, Andrzejak DV, Polley TZ, and King AI, Mechanism of fatal chest injury
in baseball impact: development of an experimental model. Clin J Sport Med
(1992) 2:166-71.
3. Link MS, Wang PJ, Natesa GP, Bharati S. et al., An experimental model of sudden
death due to low-energy chest-wall impact (commotio cordis). NEJM1998
338:1805-1811.
4. Bharati S and Levi M, The pathology of sudden death, in Josephson ME (Ed):
Sudden Cardiac Death (Cardiovascular Clinics) 15/3. Philadelphia, FA Davis Co,
1985, pp 1-27.
5. Killen DA, et al., Posttraumatic aneurysm of left ventricle. Circulation 1969;
39:101-108.
6. Bolooki H, Karlson KE, Garzon AA, et al., Ventricular septal defects produced by
penetrating chest injuries. NY State J Med 1969; 69:24712474
7. Simson LR Jr, Chin-sternum-heart syndrome: Cardiac injury associated with
parachute mishaps. Aerospace Med 1971; 42:1214-1218.
8. Suzuki I, Sato M, Hoshi N, and Manjo H, Coronary arterial laceration after blunt
chest trauma. NEJM 2000; 343(10):742-3.
9. Cherng WJ, Bullard MJ, Chang HJ et al., Diagnosis of coronary artery dissection
following blunt chest trauma by transesophageal echocardiography. J Trauma
1995; 39:772-74.
10. Arajarvi E, Santavirta S and Tolonen J, Aortic ruptures in seat belt wearers. J.
Thorac Cardiovasc Surg. 1989; 98:355-61.
11. Symbas PJ, Horsley WS and Symbas PN, Rupture of the ascending aorta caused
by blunt trauma (Review). Ann Thorac Surg 1998; 66(1):113-7.
12. Rogers F, Osler TM and Shackford SR, Aortic dissection after trauma: Case
report and review of the literature. J. Trauma 1996; 41(5):906-908.
13. Ono M, Yagyu K, Furuse A, Kotsuka Y and Kubota H, A case of Stanford Type A
acute aortic dissection caused by blunt chest trauma. J Trauma 1998; 44(3):543544.
191
14. Gammie JS, Katz WE, Swanson ER and Peitzman AB, Acute aortic dissection after
blunt chest trauma. J Trauma 1996; 40(1): 126-7
15. Papadopoulos CD, Potter RT, Manoli AN, et al., Chronic traumatic dissecting
aortic aneurysms. NY State J Med 1975; 75:2181-2184.
16. Heggtveit HL, Campbell JS, and Hooper GD, Innominate arterial aneurysms
occurring after blunt trauma. Am J Clin Pathol 1964; 42:69-74.
17. Harkin DW, Kirk G, and Clements WDB, Abdominal aortic rupture in a child after
blunt trauma on a soccer field. Injury, 1999; 30:303-304.
18. Steier M, Ching N, Bonfils-Roberts E, et al., Iatrogenic causes of pneumothorax:
Increasing incidence with advances in medical care. NY State J Med 1973;
73:1296-1298.
19. Newman LL, San Filippo JA, Halata MS, et al., Pneumothorax and hydrothorax
following placement of central catheter. NY State J Med 1982; 82:341-343.
20. Winter B and Baum R, Complete traumatic rupture of the bronchus with
minimal trauma. JAMA 1968; 206:370-372.
21. Osborn GR, Findings in 252 fatal accidents. Lancet September 4, 1943; pp 277284.
22. Ducatman BS, Ludwig J, and Hurt RD, Fatal rectus sheath hematoma. JAMA
1983; 249:924-925.
23. Mays ET, Bursting injuries of the liver. Arch Surg 1966; 93:92-106.
24. Semel L and Frittelli G, Gastric rupture from blunt abdominal trauma. NY State J
Med 1981; 81:938-939.
25. Vance BM, Subcutaneous injuries of the abdominal viscera. Arch Surg 1928;
16:631-679
26. Reay DT, Sexual abuse and death of an elderly lady by fisting, Am J Forensic
Med Path. 1983; 4:347-349.
27. Rothenberger D, Quattlebaum FW, Perry JF, et al., Blunt maternal trauma: A
review of 103 cases. J Trauma 1978; 18:173-179.
28. Crosby WM, Traumatic injuries during pregnancy. Clin Obstet Gynecol 1983;
26:902-912
192
193
Trauma Impact
Trauma Jaringan Lunak
Ketika kepala didekati sebuah objek atau mendekati tanah, trauma
pertama terjadi pada kulit kepala, dimana akan terjadi laserasi, kontusi, atau abrasi.
Laserasi dapat menyebabkan pendarahan banyak karena adanya vaskularisasi yang
banyak di kulit kepala. Namun hanya pada beberapa kondisi yang amat jarang, hal
ini dapat mengancam jiwa.
Fraktur Tengkorak
Pada umumnya ketika kepala didekati atau mendekati sebuah objek
yang memiliki permukaan rata dan lebar, tengkorak pada daerah kontak akan
mengalami pendataran kea rah luar sesuai dengan permukaan objek yang
mengenai. Ketika tengkorak mengalami pendataran dan terpatah kea rah dalam,
pada area sekitar yang terkait akan terpatah ke luar sesuai dengan gelombang
deformasi yang mencakup masuknya area sentral dan keluarnya area tepi atau
perifer.
194
Gambar 6.1 Tengkorak pada area kontak trauma dengan daerah tepi melekuk ke
luar.
Melekuknya area tepi kontak ini hanya terjadi pada jarak tertentu dari
area sentral kontak. Pada daerah tengkorak yang melekuk tajam, perluasan lekukan
ke dalam dan luar tidak seberat pada daerah tengkorak dengan lekukan yang
kurang. Apabila terjadi fraktur tulang tengkorak, fraktur tidak terjadi mulai dari titik
kontak, tapi pada titik yang melekuk ke luar. Fraktur linear terjadi pada permukaan
eksternal tengkorak oleh gaya yang terbentuk dari melekuk keluarnya tulang.
Setelah melekuk ke dalam, tengkorak akan berusaha untuk mengembalikan bentuk
seperti semula. Ketika bagian tengkorak yang tertekuk ke dalam melakukan hal ini,
garis fraktur meluas dari titik asal ke arah titik kontak dan kearah yang
berseberangan. Garis fraktur bisa mencapai titik kontak dan dapat melewatinya
atau tidak dapat. Pada kasus jatuh atau kasus kepala yang terhempas, ada beberapa
factor yang mempengaruhi derajat deformasi tengkorak, terbentuknya fraktur, dan
perluasan raktur, yaitu :
Jumlah rambut
Ketebalan kulit kepala
Konfigurasi dan ketebalan tengkorak
Elastisitas tulang pada titik kontak
Bentuk, berat, dan konsistensi objek
Kecepatan hempasan
195
196
penulis adalah tidak adanya korelasi antara derajat cedera otak dengan fraktur
linear tulang tengkorak yang terbentuk. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi
tanpa cedera otak yang signifikan atau pasien menjadi tidak sadar. Sebaliknya
kematian dapat terjadi dari cedera otak luas tanpa adanya fraktur tulang tengkorak.
197
karena kegagalan dari permukaan dalam tulang tengkorak. Fraktur ini terjadi pada
kepala seseorang yang dipukul dengan palu (gambar 6.3). tidak terbentuk garis
fraktur yang beradiasi ke atau dari depresi sirkular pada tengkorak. Apabila energi
yang diperlukan untuk menyebabkan fraktur pada bagian dalam dan luar tengkorak
tidak cukup besar, maka akan terbentuk fraktur depresi pada permukaan luar
tengkorak dengan permukaan dalam tengkorak yang tetap intak. Fraktur yang
terjadi pada permukaan luar tengkorak selalu lebih besar daripada fraktur pada
permukaan dalam tengkorak. Pada sebagian besar kasus fraktur depresi hampir
selalu terdapat laserasi kulit kepala. Komplikasi fraktur depresi ini adalah epilepsy
pada sebagian kecil kasus.
Gambar 6.2 Fraktur sirkular cranial yang melompat dan mengenai puncak kepala.
198
Gambar 6.3
Kepala yang dipukul palu, dengan (A) laserasi stelata kepala.
(sambungan)
yang lemah. Hampir semua benturan difus terhadap verteks tengkorak akan
mengakibatkan fraktur dasar tengkorak. Fraktur dasar tengkorak dapat terjadi
karena hempasan dari setiap sirkumferensia tengkorak di bawah kubah cranial.
Hempasan yang terjadi dapat secara anterior-posterior, posterior-anterior, samping
kanan-kiri, dan kombinasi dari ketiganya. Fraktur asar tengkorak dapat tidak terlihat
pada foto X-ray tengkorak. Dengan adanya fraktur dasar tengkorak, tube
nasogastrik atau nasofaring dapat menembus intracranial.
200
Gambar 6.3 (sambungan Palu yang dipukul ke kepala, dengan (B dan C) fraktur
sirkular tengkorak yang terdepresi
201
Gambar 6.4 (A) Fraktur hinge: Tipe I, II and III; (B) fraktur lingkaran.
202
terdorong ke bawah kea rah kolumna vertebralis, jatuh teruduk pada pantat yang
mendorong spinal ke arah dasar tengkorak, dan cedera pada ujung dagu. Pada
kasus fraktur cincin karena cedera di bagian ujung dagu, hamper tidak dapat
dipastikan adanya laserasi pada dagu. Walau gaya trauma ditransmisikan melalui
mandibula ke dasar tengkorak, pada umumya fraktur mandibula tidak terjadi.
Percobaan membuktikan bahwa dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk
menyebabkan fraktur mandibula daripada fraktur dasar tengkorak. Humping et al
menganalisa 86 kasus fraktur dasar tengkorak. Mereka menemukan bahwa tidak
ada korelasi antara daerah kontak dn terjadinya fraktur hinge ata fraktur cincin.
Fraktur hinge dan fraktur cincin dapat terjadi karena trauma di setiap bagin
sirkumferensia kepala.
Pada tengkorak dengan sutura yang belum fusi secara lengkap, garis
sutura adalah daerah lemah dimana fraktur dapat terjadi sepanjang garis tersebut
(fraktur diastatik). Pada bayi dan anak-anak kecil, fraktur diastatik dapat terjadi
karena edema serebrl hebat. Penulis pernah mendapat sebuah kasus anak laki-laki
usia 18 bulan dibawa ke unit luka bakar dengan luka bakar hampir seluruh tubuh.
Anak tersebut tidak pernah sadar dan meninggal seminggu setelah masuk rumah
sakit. Pada otopsi ditemukan terpisahnya sutura koronal, sagital, dan lambdoideal
karena edema (gambar 6.5).
Fraktur kontrakup dari fossa aantrior adalah fraktur yang sifatnya
terisolasi. Fraktur ini dihubungkan dengan trauma kontrakup otak, dengan titik
trauma pada daerah tengkorak yang berlawanan. Pada sebuah studi kasus kematian
sebanyak 171 akibat trauma kranioserebral karena jatuh, Hein dan Shulz
menemukan bahwa fraktur kontrakup fosa anterior terjadi pada 12% kasus. Pada
seluruh kasus terdapat fraktur pada daerah kontak, yaitu daerah oksipital.
203
Gambar 6.5 Anak 18 tahun dengan pemisahan sutura karena edema serebral berat.
Kontusio Otak
Trauma kontak dapat menyebabkan kontusi dan laserasi jaringan otak.
Lesi traumatic pada jaringan otak yang sering terjadi adalah kontusi. Kontusi
melibatkan girus otak, namun juga dapat meluas sampai massa putih otak sebagai
lesi berbentuk baji. Kontusio yang terjadi lebih hebat apabila terjadi bersaman
dengan fraktur tengkorak daripada dengan cedera aksonal difusa. Kontusi kortikal
melibatkan pendarahan dan nekrosis yang terjadi saat kontak. Biasanya
pendarahan dapat terjadi tanpa nekrosis atau terjadi nekrosis dengan sedikit atau
tanpa pendarahan. Pendarahan pada kontusi terletak pada atau di dekat puncak
girus. Bentuk pendarahannya biasanya multipel, seperti bergaris-garis, dan
204
205
Gambar 6.7 Kontusio konterkop pada kutub temporal karena jatuh pada bagian
belakang kepala.
206
pada tengkorak terjadi. Kontusi ini sering terjadi pada kasus jatuh. Seperti
namanya (dari bahasa Perancis yang berarti seberang), kontusi kontra kup
terjadi pada daerah yang berseberangan atau berlawanan dari titik kontak. Jadi
bila seseorang jatuh pada bagian kiri belakang kepala, akan terjadi kontusi
kontra kup pada lobus frontal dan temporal kanan. Terjatuh pada bagian atas
kepala akan menyebabkan kontusi permukaan ventral dari hemisfer serebrum.
Kontusi kontra kup tidak pernah ditemukan pada lobus oksipital karena jarang
seseorang terjatuh pada bagian wajah. Seseorang dapat hanya memiliki cedera
kontra kup tanpa cedera kup setelah terjatuh, dan dapat mengalami kontusi
kontra kup dan kup secara bersamaan (gambar 6.8). Apabila terjadi bersamaan,
kontusi kontra kup yang terjadi akan lebih hebat dan luas daripada kontusi kup.
Ketika kepala terhempas dan terjadi kontusi, maka bentuknya kontusi kup.
Biasanya kontusi kontra kup yang terjadi tidak sehebat kontusi kup. Jadi dapat
disimpulkan apabila sebuah kepala terhempas, jika tidak terjadi kontusi kup,
maka tidak akan terjadi kontusi kontra kup. Namun hal ini tidak sepenuhnya
benar. Penulis pernah menemukan beberapa kasus yang jarang, dimana ketika
kepala ditabrak oleh objek, terdapat kontusi konta kup kecil tanpa kontusi kup.
Hal ini mungkin terjadi ketika setelah kepala ditabrak oleh objek, kemudian
orang tersebut pingan dan terjatuh pada bagian kepala yang berlawanan
sehingga mengakibatkan kontusi kontra kup karena proses jatuh.
3. kontusi fraktur
Sering dihubungkan dengan fraktur tulang tengkorak. Kontusi ini tidak harus
berkaitan dengan lokasi kontak sebagaimana garis fraktur juga dapat terjadi
pada beberapa jarak dari lokasi kontak
4. kontusi kup intermediet
Adalah kontusi pada struktur otak bagian dalam, misalnya massa putih, ganglia
basalis, korpus kalosum, batang otak, dan sepanjang area kontak, yaitu area
antara titik kup dan kontra kup. Kontusi ini hanya terjadi pada kasus terjatuh.
Kontusi intermediet sebaiknya tidak disalahartikan dengan kontusi gliding
5. kontusi gliding
207
adalah pendarahan fokal pada korteks dan massa putih dari permukaan dorsal
hemisfer serebrum, yang pada umumnya di daerah frontal. Kontusi ini sering
dijumpai pada kasus jatuh dan kecelakaan bermotor. Kontusi gliding terjadi
bergantung tempat dan arah kontak, serta sering dihubungkan dengan cedera
aksonal difus.
6. kontusi herniasi
Disebabkan trauma pada lobus temporalis media yang melawan ujung
tentorium atau tonsil serebelum melawan foramen magnum. Kontusi ini juga
terjadi bergantung tempat dan arah kontak.
Gambar 6.8
208
(A) Fraktur tengkorak pada fossa posterior kiri dengan, (B) kontusio kup pada
hemisfer serebelar kiri dan kontusio konterkur pada kutub temporal kanan
bertahan 8 hari.
yang tidak
berhubungan
dengan
permukaan
otak.
Hematom
intraserebral pada umumnya terjadi pada massa putih dari lobus fronto-temporalis
dan sering disebabkan oleh trauma. Hematom ini berbeda dari kontusi kup
intermediet dengan pendarahan, karena pada hematom intraserebral terdapat
pengumpulan darah yang homogen dan berbatas tegas. Sedangkan pada kontusi
terdapat darah dengan parenkim serebrum yang mengalami kontusi. Menurut
penulis, pembatasan ini bersifat relative dan dapat hanya menggambarkan survival
time yang lebih panjang dari hematom intraserebral dengan pendarahan kontinyu.
Salah satu hal yang menarik dari hematom intraserebral adalah dapat terlihat
beberapa jam sampai beberapa hari setelah trauma. Pada beberapa kasus, tidak
tampak hematom intraserebral pada CT Scan ketika pasien masuk rumah sakit,
namun pada pengambilan CT Scan berikutnya, setelah beberapa jam sampai hari
menunjukkan adanya hematom intraserebral. Pada beberapa instansi kesehatan,
progresifitas hematom intraserebral diikuti dengan pengambilan CT Scan serial.
Pendarahan intraserebral primer pada ganglia basalis ditemukan kurang lebih pada
10% dari kasus cedera kepala yang fatal. Hal ini terjadi karena gaya akselerasi atau
deselerasi dan sering dihubungkan dengan cedera aksonal difus dan kontusi gliding.
Pada kurang lebih 90% kasus, penyebab cedera adalah kecelakaan kendaraan
209
bermotor atau jatuh. Pada sebuah studi oleh Adam et.al, sebanyak 43 dari 63
pasien mengalami hematom kecil (kurang dari 20 mm).
210
Gambar 6.9 Pria berusia 33 tahun dengan transaksi korpus kalosum. Dampaknya
pada kepala. Tidak ada fraktur tengkorak.
211
Gambar 6.10
Avulsi lengkap pada batang otak pada persambungan pontomedullary.
Pendarahan Epidural
Lapisan dura adalah membran abu-abu yang tersusun atas jaringan
penyambung yang berhubungan dengan lapisan dalam tengkorak. Banyak arteri
berjalan sepanjang permukaan dalam dura pada daerah perlekatannya dengan
212
tengkorak. Ruang epidural adalah ruang potensial yang terletak di antara tengkorak
dan lapisan dura, sedangkan ruang subdura terletak di antara lapisan dura dan otak.
Sedangkan otak terbungkus oleh dua lapisan transparan tipis, yaitu lapisan pia yang
terletak lebih dalam dan lapisan arakhnoid di atasnya. Ruang subarakhmoid terletak
di antara lapisan arakhnoid dan lapisan pia. Ruang subarakhnoid dan subdura berisi
cairan. Cairan dalam ruang subarakhoid adalah cairan serebrospinal yang
diproduksi oleh pleksus koroid, dimana cairan serebrospinal mengalir ke ruang
subarakhmoid melalui foramen Magendi dari ventrikel ke 4.
Hematom epidural adalah cedera kontak primer. Hematom epidural
jarang terjadi dan lebih sering dikarenakan proses jatuh dan kecelakaan lalu lintas.
Hematom epidural jarang terjadi pada orang tua dan anak-anak (kurang dari 2
tahun) karena perlekatan erat dari lapisan dura pada dua kelompok ini.
Gambar 6.11
(A) Fraktur skuamosa tulang temporal dengan laserasi pada arteri meningea media
(sambungan).
213
214
215
besar dan pada dewasa muda. Hal ini berhubungan dengan kemudahan lapisan
dura untuk dipisahkan dari tulang tengkorak pada individu-individu tersebut.
Biasanya sebuah hematom epidural digilongkan kronik apabila waktu dari cedera
sampai identifikasi adalah 48 72 jam. Pada beberapa individu interval waktu ini
mencapai 18 hari.
216
Hematom Subdural
Hematom subdural adalah cedera kepala yang paling mematikan
(gambar 6.12). mortalitas yang tinggi dihubungkan dengan adanya kerusakan
jaringan otak. Kontusi kontra kup sering ditemukan bersamaan dengan hematom
subdural karena sebagian besar hematom subdural ditemukan pada kasus jatuh.
Tidak seperti hematom epidural, hematom subdural jarang dihubungkan dengan
cedera otak lain seperti kontusi. Hematom subdural sering terjadi pada orang tua
dan peminum alkohol. Sebanyak 72% dari kasus hematom subdural terjadi karena
jatuh dan percobaan bunuh diri, sedangkan 24% diantaranya karena kecelakaan
kendaraan bermotor. Hal ini berkebalikan dengan cedera aksonal difus, dimana
pada cedera ini 89% terjadi karena kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan
10% karena jatuh dan percobaan bunuh diri. Hematom subdural sifatnya dapat
akut, subakut, atau kronis. Hematom subdural akut menunjukkan gejala klinis
dalam 72 jam setelah trauma; hematom subdural subakut antara 3 hari sampai
dengan 2 3 minggu; dan kronik bila lebih dari 3 minggu. Hematom subdural
disebabkan karena teregang dan robeknya vena jembatan parasagital yang
mengalirkan darah dari permukaan hemisfer serebrum ke sinus venosus dura.
Cedera ini terjadi ketika kepala terbentur permukaan yang luas dan jaringan otak
mengalami akselerasi. Akselerasi cepat ini menyebabkan robeknya vena jembatan.
Semakin cepat dan semakin singkat waktu terjadinya akselerasi atau deselerasi,
maka seseorang akan cenderung mengalami hematom subdural daripada cedera
aksonal difus. Hematom subdural lebih jarang terjadi pada kecelakaan kendaraan
bermotor karena pada kasus ini kepala membentur permukaan keras yang
menyerap energi, sehingga memperpanjang interval waktu terjadinya akselerasi
atau deselerasi. Hal ini bertolak belakang dengan hematom subdural yang
memerlukan akselerasi atau deselerasi maksimal dalam waktu yang singkat. Namun
hal ini dapat menjadi predisposisi terjadinya cedera aksonal difus pada otak.
Kematian pada hematom subdural sebagian disebabkan oleh cedera parenkim otak
oleh gaya akselerasi atau deselerasi yang menyebabkan hematom subdural akut.
Gaya akselerasi atau deselerasi ini juga dapat menyebabkan terjadinya cedera
217
aksonal difus. Derajat cedera ini bervariasi mulai dari dapat sembuh total sampai
timbulnya kematian. Tidak ada korelasi antara adanya frkatur tengkorak dengan
hematom subdural. Fraktur dapat terjadi pada sisi yang sama atau kontralateral
dari hematom atau bisa tidak terdapat fraktur (lebih sering pada orang tua).
Hematom subdural dapat terjadi pada sisi yang sama atau kontralateral dari titik
kontak atau terjadi bilateral. Hematom subdural dapat terjadi pada cedera kepala
yang sangat ringan terutama pada orang tua, individu dengan antikoagulan, atau
dengan adanya diskrasia pendarahan. Sering ditemukan pada pecahnya aneurisma
atau pendarahan intraserebral akan mengakibatkan pendarahan subdural yang
nantinya menyebabkan terjadinya hematom subdural. Pada hematom subdural
onset gejala biasanya timbul cepat. Pada orang tua, gejala dapat berkembang
setelah beberapa hari. Dapat juga terjadi relaps gejala karena pendarahan berulang.
Pada orang dewasa hematom subdural (akut) yang berkembang cepat dapat
mengancam jiwa bila ukurannya melebihi 50 ml. pada pendarahan yang lambat,
hematom subdural besar dapat ditoleransi tanpa menimbulkan gejala yang berarti.
Pada bayi, volume yang lebih kecil sudah mengancam jiwa. Pendarahan baru pada
hematom subdural lama dapat terjadi. Hal ini dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma baru dari kepala. Berasal dari pembuluh-pembuluh darah pada
lapisan luar neo membrane yang terbentuk selama organisasi dari hematom awal.
Perkembangan hematom subdural yang cepat dengan dislokasi otak dengan atau
tanpa edema serebral mengakibatkan kompresi batang otak dan terjadinya
pendarahan sekunder (Durets). Hal ini dapat terjadi minimal 30 menit pasca
trauma. Pada hematom subdural, darah menekan pada puncak dan kedalaman
girus sehingga lekukan serebrum dapat mempertahankan kontur normalnya.
Hematom yang terjadi menyebabkan dislokasi dari hemisfer serebrum dengan
membuat datar lekukan-lekukan serebrum pada hemisfer yang berseberangan
karena hematom menenkannya kearah lapisan dura dan tulang. Apabila terjadi
pendarahan kembali dalam sebuah hematom subdural, maka lekukan otak pada sisi
hematom akan semakin mendatar karena membrane fibrosa yang terbentuk
menekan puncak girus. Apabila seseorang dapat bertahan hidup walau mengalami
218
hematom subdural, maka hematom secara bertahap akan terbungkus oleh sel-sel
dura. Lapisan arakhnoid tidak terlibat dalam proses ini. Maka dari itu kapsul yang
terbentuk melekat pada lapisan dura dan tidak pada lapisan arakhnoid. Setelah
terbentuk, kapsul yang berisi darah akan menekan girus di bawahnya,
mendatarkannya, dan mendeformasi permukaan jaringan otak di bawahnya. Oleh
sebab itu tidak terjadi perpindahan hemisfer kearah berlawanan seperti yang
terlihat pada hematom subdural akut. Terbentuknya sebuah hematom subdural
melalui sebuah proses yang panjang. Ruang subdural hanya memiliki kemampuan
menyerap yang terbatas, jadi hematom subdural akan hilang oleh proses organisasi
dari lapisan dura. Pada hari-hari pertama terjadinya pendarahan subdural, bekuan
darah yang terjadi melekat pada lapisan dura. Pada hari ke 4 5, bekuan darah
mulai melekat pada beberapa tempat. 24 jam setelah terbentuknya hematom
subdural, satu lapis fibrin tersusun pada lapisan dura di bawah hematom subdural.
Aktivitas fibroblastic terjadi setelah 36 jam pada lapisan dura dengan adanya
lapisan fibroblast yang tebalnya 2 5 sel dan berlangsung selama 4 5 hari. Invasi
hematom subdural oleh kapiler dan fibroblast dapat ditemukan pada hari ke 5 10.
Makrofag dengan muatan hemosiderin jelas terlihat. Eritrosit mulai menurun. Pada
hari ke 8, lapisan dengan tebal 12 14 sel terbentuk pada lapisan dura.
Pembentukan kapiler baru pada membrane adalah sumber pendarahan kembali
pada hematom subdural. Permukaan arakhnoid pada daerah hematom subdural
dilapisi oleh fibrin saja. Pada hari ke 14 mulai terbentuk membrane yang melapisi
permukaan arakhnoid pada daerah hematom, sedangkan pada lapisan dura,
membran yang terbentuk bertambah tebal dari sepertiga menjadi setengah tebal
lapisan dura. Pada minggu ke -3 sampai ke 4 setelah trauma, hematom dilapisi
sebuah membrane yang terdiri dari jaringan fibrosa yang tumbuh ke dalam mulai
dari ujung bekuan darah. Pada minggu ke 4 5, membrane lapisan arakhnoid
memiliki ketebalan setengah dari tebal lapisan dura. Bekuan darah mencair
sepenuhnya dan makrofag dengan muatan hemosiderin terbentuk pada
membrane. Pada bulan 1 3, membrane yang terbentuk terhialinisasi pada sisi
dalam dan luar dengan kapiler-kapiler besar menginvasi bekuan. Hal ini diikuti oleh
219
resorbsi lengkap bertahap, dengan residu berupa warna keemasan pada membrane
yang melekat pada lapisan dura. Pada beberapa individu tidak terdapat gejala
signifikan setelah beberapa minggu sampai bulan mengalami hematom subdural
karena cedera kepala. Hal ini menimbulkan hematom subdural kronik. Proses yang
terjadi ialah ketika hematom subdural akut terorganisasi kemudian mengecil karena
proses reabsorbsi, lalu kembali membesar. Hal ini berlanjut sampai hematom
subdural kronik menimbulkan gejala. Penderita hematom subdural kronik biasanya
anak-anak dengan usia kurang dari 6 bulan dan pada orang tua. Pada kedua
kelompok usia terdapat kemampuan rongga cranial untuk mengakomodasi
akumulasi sejumlah besar darah secara perlahan-lahan. Pada bayu hal ini terjadi
karena fusi yang belum lengkap, pada orang tua ruang intracranial relative lebih
besar karena adanya atrofi jaringan otak. Pada bayi hematom subdural kronik
menyebabkan pembesaran kepala. Orang dewasa dengan hematom subdural
kronik biasanya merupakan pengguna alkohol. Karena interval waktu antara trauma
dan gejala yang relatif panjang, pada beberapa orang dengan hematom subdural
kronik, tidak ada riwayat trauma yang bisa diperoleh. Hematom subdural kronik
jarang terjadi dalam dunia medikolegal. Etiologi terjadinya hematom subdural
kronik diperkirakan karena pendarahan ulang dari pembuluh-pembuluh darah
sinusoid dengan dinding tipis pada neomembran yang mulai terbentuk dari
hematom subdural akut yang mulai berkurang. Lee et.al menyatakan bahwa
hematom subdural kronik berasal dari higroma subdural. Higroma subdural adalah
akumulasi cairan spinal pada ruang subdural. Cedera jaringan otak menyebabkan
efusi cairan spinal melalui lapisan arakhnoid dengan berkembangnya higroma.
Higroma juga dapat terjadi sekunder terhadap meningitis. Bila higroma tidak
tereabsorbsi dan terus berkembang, maka akan memiliki efek space-occupying yang
sama dengan hematom subdural.
220
221
teoritis, cedera otak tidak selalu dikarenakan adanya kontak antara kepala dengan
objek yang keras. Sedangkan pada kenyataannya, dibutuhkan adanya kontak dan
tidak hanya akselerasi atau deselerasi saja. Untuk lebih praktisnya, dikatakan bahwa
cedera atau kontak yang menyebabkan cedera akselerasi atau deselerasi pada otak.
Cedera aksonal difus adalah suatu rangkaian kejadian yang bervariasi
mulai dari cedera dan disfungsi otak ringan, cedera dan difsungsi otak berat,
bahkan sampai kematian. Tingkat atau derajat cedera ditentukan oleh jumlah
akselerasi atau deselerasi jaringan otak, lama waktu kejadian, dan arah pergerakan.
Percobaan membuktikan bahwa hanya pergerakan pada bidang korona yang
mengakibatkan cedera berat. Pergerakan kepala pada bidang sagital hanya
menyebabkan cedera aksonal difus ringan atau sedang.
Pada akselerasi atau deselerasi yang sangat ringan tidak ada kerusakan
aksonal secara anatomi namun hanya terjadi disfungsi fisiologis. Perubahan ringan
ini dapat sembuh secara sempurna atau terjadi degenerasi. Ketika tekanan fisik
meningkat, akan terjadi peningkatan luas akson yang cedera secara fisiologis dan
ireversibel (cenderung terjadi deselerasi) serta peningkatan jumlah akson yang
rusak disertai dengan berhentinya aktivitas akson tersebut.
Konkusi didefiniskan oleh Kelly et al. sebagai trauma uang menyebabkan
perubahan status mental, dimana dapat terjadi hilangnya kesadaran. Pada konkusi
ringan terjadi konfusi dan disorientasi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Amnesia
retrograd bisa saja terjadi. Amnesia terjadi 5 10 menit pasca trauma, dan ketika
proses ini berkurang pasti akan meninggalkan gejala sisa. Pada konkusi serebral
akan terjadi hilang kesadaran mendadak yang timbul dalam beberapa menit dan
dapat bertahan selama beberapa jam (kurang dari 6 jam) seperti pada konfusi dan
amnesia retrograd post trauma. Secara klinis konkusi berarti manifestasi cedera
otak difus tanpa cedera otak bermakna secara fisik. Blumberg et al. melaporkan
penemuan otopsi pada lima individu yang meninggal setelah mengalami konkusi
serebral. Mereka menemukan adanya cedera kasonal multifokal dengan
menggunakan pewarnaan imunitas dengan precursor protein B amyloid (B-APP).
222
cedera
aksonal
difus
digunakan
secara
klinis
untuk
223
APP ini tidak spesifik untuk cedera aksonal difus. Perubahan yang dapat terlihat
dengan penggunaan B-APP ini adalah hipoksia serebral. Derajat cedera aksonal
difus meningkat sejalan dengan waktu.
Pada cedera aksonal difus, pertama kali akan terlihat berdilatasi seperti
rangkaian sosis. Kemudian berbentuk seperti tabuh dan dalam 18 24 jam akan
berbentuk seperti lingkaran yang sering disebut bola-bola retraksi. Bola-bola
retraksi menunjukkan adanya transeksi akson yang terlihat pada massa putih
serebrum, korpus kalosum, dan batang otak atas. Jumlah bola-bola retraksi
bertambah dalam beberapa minggu pertama post trauma. Hal ini terjadi karena
setelah trauma terjadi transeksi pada beberapa akson yang diikuti oleh
pembentukan bola-bola retrkasi, sedangkan pada akson lain terjadi cedera
ireversibel yang masih berfungsi sebelum terjadi penghentian fungsi dan
degenerasi. Setelah 2 3 minggu post trauma, jumlah bola-bola retraksi akson
mulai berkurang dan membentuk kumpulan sel-sel mikroglia. Hal ini juga akan
diikuti oleh proses astrositosis dan demyelinisasi.
Percobaan membuktikan bahwa pada cedera aksonal difus tidak hanya
besar kecepatan yang menyebabkan cedera, namun juga waktu terjadinya
akselerasi. Akselerasi angular hebat dalam waktu singkat menyebabkan
terbentuknya hematom subdural, sedangkan akselerasi dalam waktu yang panjang
menyebabkan cedera aksonal difus. Hal ini sering terjadi pada kecelakaan
kendaraan bermotor, dimana waktu kontak diperpanjang oleh objek yang
menyerap gaya. Dan jarang didapatkan setelah proses jatuh, maka dapat dipikirkan
bahwa ketinggiannya tidak ekstrim.
membentur kaca mobil depan. Anak tersebut meninggal beberapa menit setelah
kecelakaan. Pada otopsi tidak ditemukan cedera pada kulit kepala, tulang
tengkorak, jaringan otak, maupun diseksi anterior-posterior pada leher. Semua
pemeriksaan otopsi dan toksikologi negatif.
Kelompok kedua terlihat pada kasus laki-laki 20 tahun yang terjatuh
dari ketinggian 20 kaki dari sebuah tangga. Pada otopsi ditemukan laserasi kulit
kepala region temporal tanpa fraktur tulang kepala dan tanpa cedera otak lain.
Pendarahan-pendarahan perivaskular kecil ditemukan pada batang otak. Tidak ada
lagi cedera lain yang ditemukan. Leher diperiksa bagian anterior dan posterior.
Kematian pada dua kelompok ini diduga karena adanya cedera aksonal difus.
Kategori kematian kedua mencakup individu-individu yang terintoksikasi
alcohol secara akut kemudian terpukul pada bagian kepala oleh tinju dan
tendangan (gambar 6.13). individu-individu tersebut pingsan atau tidak sadar dan
kemudian ditemukan meninggal. Pada otopsi ditemukan cedera jaringan lunak yang
luas. Tidak ditemukan pendarahan intrakranial (subdural,subarakhnoid, atau
intracranial). Fraktur tulang tengkorak tidak ada namun fraktur nasal dapat terjadi.
Diseksi leher anterior dan posterior tidak terlihat. Jalan napas tetap paten. Kadar
alcohol darah tinggi namun tidak pada level yang mematikan, misal lebih dari 0,15%
dan kurang dari 0,400%. Analisa humor vitreus mengindikasikan walaupun pasien
selamat, kadar alcohol darah tidak pernah mencapai tingkat letal.
Milovanovic dan Di Maio melaporkan lima kematian. Pada lima kasus
kematian ini terjadi cedera jaringan lunak luas pada wajah dan kepala, tidak ada
pendarahan intracranial, tidak ada cedera leher, tidak ada obstruksi jalan napas,
dan tidak ada fraktur tulang tengkorak. Pada 3 dari 5 pasien ditemukan fraktur
nasal. Kelima pasien terintoksikasi alcohol dengan kadar alcohol darah 0,22 0,33
gr/dL. Tiga dari lima pasien meninggal dalam beberapa menit, sedang dua lainnya
ditemukan telah dalam keadaan meninggal. Penyebab kematian kasus-kasus dalam
kategori ini adalah apneu post trauma karena kombinasi konkusi dan intoksikasi
alcohol akut. Konkusi dengan atau tanpa intoksikasi alcohol dapat menyebabkan
apneu post trauma. Namun jika terjadi konkusi saja, apneu post trauma yang terjadi
225
jarang, ringan, dan tidak mengancam jiwa. Konkusi dengan kombinasi alkohol dapat
menyebabkan apneu yang berakibat kematian. Hal ini dibuktikan oleh Zinc dan
Feustel pada percobaan hewan. Mereka menyimpulkan bahwa efek apneu post
trauma oleh cedera otak diperkuat dengan adanya alcohol.
Gambar 6.13 Pria berusia 35 tahun terpukul dibagian wajah dipukul dengan kepalan
tangan. Kadar alkohol darah 280 g/dL. Tidak ada perlukaan otak yang terlihat.
226
Pendarahan Subarakhnoid
Pendarahan subarakhnoid adalah cedera kepala yang paling sering
menimbulkan sekuele. Pendarahan subarakhnoid dapat bersifat fokal atau difus,
serta minor atau hebat. Pendarahan subarakhnoid bersifat multifokal pada
kematian-kematian yang sangat cepat. Pada umumnya pendarahan ini terjadi
secara difus, meliputi hemisfer-heisfer serebral, dan dengan pooling pada bagian
vebtral jaringan otak. Pengumpulan darah dalam jumlah besar pada ruang
subarakhnoid di bagian dasar jaringan otak lebih sering terjadi pada penyakit
seperti rupture aneurisma Berry daripada trauma.
Pendarahan subarakhnoid pada dasar jaringan otak karena trauma
dapat disebabkan oleh laserasi arteri karotis interna, arteri serebralis, atau arteri
basilris. Cedera ini dapat berakibat fatal. Hiperekstensi dapat menyebabkan
pendarahan dengan laserasi yang terjadi pada arteri basilaris atau vertebralis.
Hempasan pada bagian wajah dapat menyebabkan laserasi arteri karotis interna
atau pembuluh darah pada sirkulus Willisi. Hempasan pada leher dapat
mengakibatkan laserasi arteri vertebralis dengan diseksi pendarahan pada ruang
subarakhnoid. Pada beberapa keadan dapat hanya ditemukan pendarahan
subarakhnoid sebagai tanda adanya trauma jaringan otak. Misalnya pada kasus
seorang dengan pukulan berulang pada kepala oleh senjata api, akan terjadi laserasi
multiple pada kulit kepala, namun tidak ditemukan fraktur tulang tengkorak. Pada
jaringan otak ditemukan pendarahan subarakhnoid tanpa kontusi atau laserasi.
Pendarahan subarakhnoid sendiri dapat menyebabkan kematian seperti pada
rupture aneurisma Berry atau pada laserasi arteri vertebralis.
Pendarahan subarakhnoid biasanya berasal dari vena, namun pada
kebanyakan kasus disebabkan oleh laserasi arteri vertebralis atau salah satu arteri
basilaris. Bila kematian terjadi cepat bisa didapatkan cedera berat pada jaringan
otak dengan pendarahan subarakhnoid fokal. Misalnya pada cedera kepala setelah
terjatuh dari tempat yang tinggi. Dalam kasus tersebut terdapat fraktur compound
pada tulang tengkorak yang massif dengan avulsi jaringan otak yang parsial atau
lengkap. Pada otak terdapat pendarahan subarakhnoid tanpa kontusi. Tidak
227
terjadinya kontusi dalam hal ini sering ditemukan. Pada kasus seorang dipukuli
dengan tongkat baseball, pada jaringan otak tidak ditemukan pendarahan
subarakhnoid dan kontusi, namun hanya ditemukan laserasi luas. Tidak
ditemukannya pendarahan setelah laserasi otak dilaporkan terjadi 1 jam setelah
trauma,
dan
dipikirkan
karena
adanya
spasme
pembuluh
darah
yang
trombosis dengan iskemia. Pada dua kasus sisanya terjadi rupture, namun telah
terjadi kematian sebelum timbul pendarahan subarakhnoid.
Penyebab tersering cedera arteri vertebralis adalah cedera leher,
kecelakaan lalu lintas, jatuh, dan manipulasi servikal. Pada kasus-kasus yang
dilaporkan oleh Opeskin dan Burke, sejumlah gaya diperhitungkan. Manipulasi
chiropraktik menyatakan bahwa cedera arteri vertebralis yang menjadi penyebab
kematian. Cedera arteri vertebralis harus dipikirkan bila ada individu yang
meninggal segera setelah mengalami trauma leher.
229
230
231
232
Gambar 6.15. (1) herniasi tonsilar; (2) herniasi transtentorial; (3) herniasi subfalcial
233
234
Cedera Oksipito-servikal
Vertebra servikal dibagi atas bagian atas yaitu C1 C2, dan bagian
bawah yaitu C3 C7. Tulang oksipital, C1, dan C2 membentuk sebuah unit
fungsional yang diikat oleh ligament. Tidak terdapat discus intervertebra antara
oksipital dan C1, serta antara C1 dan C2. Arteri vertebralis berjalan melewati
foramen pada prosesus transverses mulai dari C1-C6, sehingga rentan terhadap
fraktur yang terjadi pada bagian lateral.
Dislokasi atalnto-oksipital (oksipitoservikal) karena terpisahnya ligament
kranioservikal sering berakibat kematian. Dislokasi dapat terjadi anterior, posterior,
vertikal, dan lateral. Cedera ini sering terjadi pada pejalan kaki yang tertabrak oleh
kendaraan bermotor, dan pada pengendara kendaraan bermotor pada kecelakaan
lalu lintas. Pada studi 100 kasus kematian kecelakaan lalu lintas, 24 diantaranya
mengalami cedera servikal dengan 8 orang mengalami dislokasi atlanto-oksipital.
Cedera yang lain melibatkan C1 pada 3 kasus, C2 pada 9 kasus, dan C3 C7 pada 4
kasus.
Dari 8 orang dengan dislokasi atlanto-oksipital, hanya 3 orang
mengalami cedera osseus (2 melibatkan kondilus, 1 fraktur C1). Adam mempelajari
235
236
Fraktur-fraktur ini bervariasi sifatnya mulai dari ringan sampai berat. Hanya bentuk
yang berat akan dibahas karena hal ini menarik bagi ahli patologi forensik.
Distraksi fleksi = cedera fleksi disertai dengan disrupsu ligament
posterior dengan dislokasi vertebra ke anterior.
Kompresi fleksi = ini adalah versi distraksi flaksi dengan sifat lebih berat.
Terjadi disrupsi ligament posterior dengan dislokasi vertebra kearah anterior dan
inferior dengan disertai kompresi dan fraktur vertebra di sekitarnya.
Distrakasi ekstensi = cedera ekstensi yang berkebalikan dari cedera
distraksi fleksi. Tidak terdapat fraktur vertebra, namun terjadi disrupsi anterior
discus disertai dislokasi vertebra kearah posterior.
Kompresi ekstensi = bentuk yang lebih berat dari distraksi ekstensi
dengan fraktur pada posterior korpus vertebra dan terpisahnya ruang diskus pada
anterior yang lebih hebat.
Kompresi vertikal = mencakup kompresi dan fraktur vertebra.
237
Palsi Serebral
Kematian karena palsi serebral sering terjadi pada dunia medikolegal.
Pneumonia atau kejang sering didapat pada kasus-kasus tersebut. Kasus-kasus ini
sering diekspos karena kematian sering terjadi di rumah. Palsi serebral bukan
penyakit tunggal, namun merupakan satu kelompok penyakit yang mengakibatkan
238
kegagalan motorik non progresif karena adanya lesi atau kelainan pada
perkembangan otak tahap awal. Sebanyak 25% pasien tidak dapat berjalan; 30%
mengalami retardasi mental; dan 33% menderita epilepsy. Sejalan dengan
perkembangan dunia kebidanan dan perinatal, tetap tidak ditemukan penurunan
prevalensi palsi serebral pada bayi-bayi yang lahir cukup bulan. Pada kenyataannya
jumlahnya bertambah karena adanya peningkatan survival bayi-bayi premature.
Semakin rendah berat badan lahir dan semakin dini usia kehamilan, maka resiko
terjadi palsi serebral semakin meningkat. Opini medis aktual menyatakan bahwa
palsi serebral bukan akibat trauma lahir atau trauma hipoksia pada proses
kelahiran, namun lebih merpakan akibat intrauterine.
References
1. Graham DI and Gennarelli TA, Pathology of brain damage after injury. In Cooper
PR and Golfinos JG(Eds), Head Injury, 4th ed McGraw-Hill, NY 2000.
2. Gurdjian ES, Webster JE, and Lissner HR, The mechanism of skull fractures.
Radiology 1950:54:313-338.
3. Lissner HR and Evans FG, Engineering aspects of fractures. Clin Orthoped 1958;
8:310-322.
4. Evans FG, Lissner HR, and Lebow M, The relation of energy, velocity and
acceleration to skull deformation and fracture. Surg Gynecol Obstet 1958;
107:593-601.
5. Castiglione AG et al., Intracranial insertion of a nasogastric tube in a case of
homicidal head trauma, Am J Forens Med Path. 1998; 19(4): 329-334.
6. Hopper RH, McElhaney JH, and Myers BS, Mandibular and basilar skull
tolerance. Experiments carried out under the auspices of Duke University.
7. Humphrey J, Di Maio VJM, Bux R et al., Basal skull fractures in relationship to
head impact site (in preparation).
239
240
21. Gennarelli TA et al., Diffuse axonal injury and traumatic coma in the primate.
Ann Neurol 1982; 12:564-574.
22. Adams IH, Graham DI and Gennarelli TA, Head injury in man and experimental
animals: neuropathology. Acta Neurochirugica Suppl 1983; 32:15-30.
23. Le Roux PD, Choudhri H, and Andrews BT, Cerebral concussion and diffuse brain
injury. In Cooper PR and Golfinos TA.(Eds): Head Injury, 4th ed McGraw-Hill, NY
2000, Chap 7.
24. Gennarelli TA and Thibault LE, Biomechanics of acute subdural hematoma. J
Trauma 1982 22(8): 680-686
25. Weiner HL and Weinberg JS, Head injury in the pediatric age group In Cooper PR
and Golfinos TA (Eds): Head Injury, 4th ed McGraw-Hill, NY 2000.
26. Lee KS et al., Origin of chronic subdural haematoma and relation to traumatic
subdural lesions (Review). Brain Injury; 1998 12(11):901-910.
27. Kelley JP et al., Concussion in sports: Guidelines for the prevention of
catastrophic outcome. JAMA 1991; 226: 2867-69
28. Blumberg PC et al., Staining of amyloid precursor protein to study axonal
damage in mild head injury. Lancet 1994; 344:1055-56.
29. Cantu RC, Second-impact syndrome. Clin Sport Med 1998 17:37-60.
30. Gultekin SH and Smith TW, Diffuse axonal injury in craniocerebral trauma. Arch
Path. Lab Med. 1994; 118:168-171.
31. Geddes JF, Whats new in the diagnosis of head injury? J Clin Path 1997; 50(4):
271-274.
32. Oehmichen M et al., Axonal injury a diagnostic tool in forensic
neuropathology? (Review). Forensic Sci. Inter. 1998; 95(1):67-83.
33. Oehmichen M et al., Pontine axonal injury after brain trauma and nontraumatic
hypoxic-ischemic brain damage. Int. J. Legal Med. 1999; 112:261-267.
34. Adams JH et al., Diffuse axonal injury in head injuries caused by a fall. Lancet,
December 22/29, 1984; pp 1420-1422.
35. Milovanovic A. and Di Maio VJM, Death due to concussion and alcohol. Am J
Forens Med Path. 1999; 20(1):6-9.
241
36. Zink BJ and Feustel PJ, Effects of ethanol on respiratory function in traumatic
brain injury. J Neurosurg 1995; 82:822-8.
37. Opeskin K. Burke MP, Vertebral artery trauma. Am J Forens Med Path..
19(3):206-17, 1998.
38. Martin RF et al., Blunt trauma to the carotid arteries. J. Vasc Surg. 1991; 14(6):
789-93.
39. Cogbill TH et al., The spectrum of blunt injury to the carotid artery: a
multicenter prospective. J Trauma 1994; 37(3):473-479.
40. Rutherfoord GS, Dada MA and Nel J.P., Cerebral infarction and intracranial
dissection in closed head injuries. Am J Forens Med Path1996; 17 (1): 53-57.
41. Kobrine AI et al., Demonstration of massive traumatic brain swelling within 20
minutes after injury. Case report. J Neurosurg 1977; 46(2):256-8.
42. Bruce DA et al., Diffuse cerebral swelling in children: The syndrome of
malignant brain edema J Neurosurg 1981; 54:170-178.
43. Snoek IW et al., Delayed deterioration following mild head injury in children.
Brain 1984;107:15-36.
44. Lang DA et al., Diffuse brain swelling after injury: more often malignant in adults
than children. J Neurosurg 1994; 80: 675-680.
45. Martland HS, Punch drunk. JAMA 1928; 91:1003-1007.
46. Morrison RG, Medical and public health aspects of boxing. JAMA 1986:
255:2475-2480.
47. Corsellis J, Burton CJ, and Freeman-Browne D, The aftermath of boxing. Psychol
Med 1973; 3:270-303.
48. Lampert PW and Hardman JM, Morphological changes in brains of boxers. JAMA
1984; 251: 2676-2679.
49. Bucholz RW et al., Occult cervical spine injuries in fatal traffic accidents. J
Trauma 1979; 19(10): 768-771.
50. Adams VI, Neck injuries, I occipitoatlantal dislocations a pathologic study of
12 traffic fatalities J Forens Sci 1992; 37(2):556-564.
242
243
Luka Akibat
Senjata Berujung
Runcing dan Tajam
Luka tikam
Luka tusuk dihasilkan oleh senjata berujung runcing. Kebanyakan
dari kasus pembunuhan. Pada luka tusuk, kedalaman luka melebihi panjang luka
pada kulit. Tepi luka biasanya tajam tanpa adanya abrasi atau kontusi (gambar 7.1).
dalam menggambarkan luka tusuk sebaiknya dihindari penggunaan istilah laserasi.
Laserasi adalah robeknya kulit karena trauma tumpul. Senjata yang sering dipakai
untuk menghasilkan luka tusuk adalah pisau yang memiliki sisi tajam, sehingga juga
akan menghasilkan luka tusuk. Senjata yang dimaksud antara lain pisau datar, pisau
dapur, pisau lipat, atau pisau dengan ukuran 4 5 inci. Selain itu terkadang juga
digunakan besi pengambil es, gunting, obeng, pecahan kaca, garpu, bolpoin, dan
pensil. Gaya yang diperlukan sebuah pisau untuk melukai kulit bergantung dari
konfigurasi dan ketajaman ujung pisau. Bila sebuah pisau memiliku ujung semakin
tajam dan semakin mirip jarum, maka gaya yang diperlukan semakin sedikit untuk
menghasilkan luka. Bila ujung pisau telah menembus kulit, maka seluruh bagian
pisau sisanya akan dengan mudah masuk menembus tubuh. Selama tidak terhalang
oleh tulang, maka pisau akan menembus organ dengan memerlukan hanya sedikit
gaya. Jadi walaupun seluruh bagian pisau telah menembus tubuh, tidak berarti
bahwa luka dihasilkan dengan gaya yang besar.
244
Gambar 7.1. Luka tusuk pisau bermata satu. Tepi luka atas berbentuk persegi, tepi
luka bawah berbentuk seperti huruf v
245
diperiksa oleh Conor et al. menggunakan CT Scan. Tidak ada perbedaan signifikan
jarak kulit organ baik pada pria (44 kasus) maupun wanita (27 kasus).
Grip
Guard
Ricasso
Back
Spine
Edge
Point
Bentuk luka tusuk dipengaruhi kedalaman pisau yang ditusukkan dan
246
247
Gambar 7.3. (A) Luka tusuk multiple akibat pisau yang sama. Bentuk luka yang
bervariasi disebabkan garis Langer. (B) Luka tusuk yang tegak lurus terhadap garis
Langer. (C) Luka tusuk yang parallel terhadap garis Langer.
Penjelasan pertama, ketika ujung pisau menembus kulit, kemudian
pisau ditarik ke bawah dengan sisi tajam pisau mengiris kulit. Sedangkan sisi tumpul
pisau tidak berhubungan sama sekali dengan kulit. Yang kedua, terjadi pada pisau
bermata satu yang memiliki sisi tajam pada pucak pisau. Jadi bila ditusukkan pisau
jenis ini akan menghasilkan luka tusuk dengan kedua tepi luka runcing. Dan bila
seluruh pisau telah menembus kulit, dan pisau tertarik sedikit ke bawah, bagian sisi
tumpul pisau tidak kontak langsung ke kulit. Jadi secara teoritis seseorang tidak
dapat mengatakan apakah suatu luka tusuk terjadi akibat pisau bermata satu atau
dua, bila hanya satu luka tusuk saja yang diperiksa. Akan dapat diungkapkan bahwa
suatu luka tusuk adalah akibat pisau bermata satu, bila pada korban ditemukan
banyak luka tusuk dan telah dilakukan kajian pada luka-luka tersebut.
Sewaktu pisau akan ditarik keluar dari tubuh, dapat terjadi
pergerakan baik pada pisau maupun tubuh korban. Pada kasus ini akan didaptkan
luka berbentuk huruf Y atau L (gambar 7.4). Akan terbentuk luka primer yang diikuti
luka sekunder. Variasi bentuk luka ini dapat terjadi dengan pergerakan pisau atau
tubuh korban yang hanya sedikit saja. Luka tusuk yang dihasilkan akan berbentuk
huruf V terbalik atau berbentuk seperti garpu (gambar 7.5). Jadi pada kasus terakhir
pada luka tusuk akibat pisau bermata satu akan ditemukan salah satu ujung luka
248
berbentuk persegi atau tumpul, sedang pada ujung luka lain berbentuk garpu. Luka
ini dapat dibedakan dari luka tusuk garpu, dimana pada luka tusuk garpu bentuknya
tidak tajam dan rapi serta cenderung terjadi pada lapisan superficial kulit saja
(gambar 7.6). Alasan terbentuknya luka tusuk yang besar dan ireguler adalah
pergerakan tubuh korban sewaktu pisau ditarik. Selain itu para penjahat biasanya
memutar arah pisau setelah menusukkannya.
Apabila sebuah pisau ditusukkan dengan gaya yang besar sehingga
seluruh panjang pisau masuk, pola abrasi akan mengikuti bentuk guard (gambar
7.7). Guard adalah bagian logam dari pisau yang terletak antara mata pisau dan
handle yang didesain untuk melindungi tangan pengguna pisau. Penggunaan istilah
hilt kurang tepat karena istilah ini biasanya dipakai untuk pedang. Bekas guard
pada kulit simetris bila pisau ditusukkan dengan arah lurus (gambar 7.7A). apabila
pisau ditusukkan miring ke bawah, maka bekas guard pada kulit akan lebih jelas
terlihat di atas luka tusuk dan sebaliknya. Pada luka tusuk oblik, pisau yang
ditusukkan dari kanan akan memiliki bekas guard di sebelah kanan luka (gambar
7.7(B,D)). Pada beberapa pemeriksaan luka tusuk, dapat ditemukan luka tusuk
dengan kedua ujung luka berbentuk persegi atau tumpul. Hal ini terjadi karena
pisau ditusukkan seluruhnya sampai ke bagian guard. Pada kebanyakan senjata,
diantara ujung pisau dan guarg, terdapat bagian yang tidak tajam yang sering
disebut ricasso. Ricasso ini memiliki konfigurasi persegi dan sama pada bagian
belakang pisau dan ujung sisi iris pisau. Jadi bisa saja terjadi sebuah luka tusuk
memiliki satu ujung bentuk persegi dari sisi back yang tumpul dan satu ujung yang
juga berbentuk persegi dari ricasso.
A
249
C
Gambar 7.4. (A, B, dan C) Konfigurasi luka tusuk yang ireguler akibat pisau atau
tubuh korban yang bergerak.
250
B
Gambar 7.5. (A) Luka tusuk pisau bermata satu dengan ujung luka berbentuk garpu.
(B) Luka tusuk pisaun bermata dua dengan ujung luka berbentuk garpu.
dan melukai paru-paru. Namun yang lebih sering terlihat adalah pola abrasi atau
perlukaan kulit superficial akibat garpu makan (gambar 7.9 B,C).
Gambar 7.6. Robekan kulit berbentuk persegi akibat bagian back pada pisau
bermata satu.
B
Gambar 7.7. Pola abrasi di sekeliling luka tusuk pisau bermata satu dengan guard.
(A) Tepi superior dan inferior yang simetris. (B) Pisau ditusukkan kearah bawah
dengan bekas guard pada ujung luka berbentuk persegi.
252
D
Gambar 7.7 lanjutan. Pola abrasi sekitar luka tusuk pisau bermata satu dengan
guard. Pisau ditusukkan kearah atas dengan bekas guard pada ujung inferior. (D)
Luka tusuk oblik dengan bekas guard pada ujung inferior.
Penulis pernah menjumpai luka tusuk akibat bolpoin, pensil, tonkat
bilyar patah, dan lain-lain. Pada satu kasus ditemukan luka tusuk bolpoin pada
samping leher kiri. Bolpoin menembus kulit, otot, dan ligament, kemudian masuk
ke pertemuan atlanto oksipital dan melukai medulla spinalis (gambar 7.10).
Luka tusuk gunting bergantung pada posisi gunting saat menusuk
tubuh korban, apakah terbuka atau tertutup (gambar 7.11).
Apabila posisi gunting tertutup, maka sewaktu proses menusuk akan
membentuk luka tusuk linear dengan tepi abrasi. Apabila sekrup gunting menonjol
maka dapat membentuk laserasi angular pada bagian tengah. Sedangkan bila posisi
gunting terbuka, maka akan dihasilkan dua luka tusuk pada tiap kali proses tusukan.
253
Gambar 7.8. Luka tusuk multiple akibat alat penusuk es yang pada awalnya diduga
karena peluru pistol.
Gambar 7.9. (A) Luka tusuk akibat garpu barbekiu. (B dan C) Luka tusuk superficial
akibat garpu makan.
254
Gambar 7.10. Luka tusuk bolpoin yang menembus medulla spinalis pada pertemuan
atlanto oksipital.
255
B
Gambar 7.12. (A dan B) Luka tusuk obeng Philip.
256
257
258
Gambar 7.13. Pecahan gelas menembus sternum dan aorta. Korban terjatuh
pada jendela kaca.
Identifikasi Senjata
Ahli patologi forensic sering dimintai pendapat mengenai senjata yang
digunakan pada kasus pembunuhan berdasarkan karakteristik luka. Apakah pisau
yang digunakan bermata satu atau dua? Berapa panjang mata pisau? Lebar?
Apakah mata pisaunya berberigi? Apakah lebih dari satu pisau digunakan?
Seseorang harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini. Pada kebanyakan kasus yang dapat dijawab hanyalah lebar maksimal mata
pisau, perkiraan panjang mata pisau, dan bila pisau bermata satu. Apabila luka
tusuk tegak lurus atau oblik terhadap garis Langer, maka ujung luka harus
ditemukan untuk mencari tahu bentuk mata pisau yang digunakan. Seseorang tidak
dapat memastikan apakah sebuah pisau sebagai penyebab luka, kecuali ujung pisau
patah dan tertancap pada tubuh korban (gambar 7.14). Apabila pisau ditemukan
maka dapat dicocokkan dengan patahan ujung pisau menggunakan alat mark
comparison. Perbandingan fisik pada kasus ini sevalid perbandingan balistik sebuah
peluru. Tidak dapat dipastikan dari luka tusuk yang ada apakah pisau penyebab luka
bergerigi (gambar 7.15). Setiap pisau yang dicurigai sebagai penyebab luka atau
kematian seseorang harus diperiksa apakah ada jaringan atau darah yang
menempel. Setiap jaringan atau darah dapat diperiksa DNA. Mungkin didapat pisau
tanpa adanya bercak pendarahan mikroskopik setelah digunakan untuk menusuk
259
seseorang. Pada luka tusuk yang mengenai organ solid, pendarahan akan terjadi
sewaktu pisau ditarik keluar, karena adanya pisau yang menancap pada tubuh
menghambat pendarahan. Sewaktu pisau dicabut, jaringan elastic dan muscular
organ yang tertusuk atau jaringan elastic kulit berkontraksi sehingga menghapus
darah yang menempel pada mata pisau. Sewaku pisau dicabut, darah pada mata
pisau juga dapat terhapus oleh pakaian korban. Apabila tidak tampak terdapat
darah pada sebuah pisau, maka handle pisau harus dilepas untuk melihat apakah
ada darah disana. Bahkan pada sebuah pisau lipat harus dicari dengan teliti apakah
ada darah atau jaringan dari tubuh korban yang menempel, sehingga dapat
dilakukan analisa DNA.
Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, ditemukan pisau tertancap
pada tubuh korban. Untuk mencabut pisau yang tertancap tersebut, pemeriksa
harus memegang bagian sisi handle yang langsung berhubungan pada kulit dengan
ibu jari dan jempol. Hal ini akan mencegah pemeriksa dari menyentuh bagian
handle pisau yang mungkin terdapat sidik jari penjahat.
Jarang ditemukan senjata tergenggam oleh tangan korban yang telah
meninggal (gambar 2.4). Spasme kadaverik akibat kontraksi otot tangan yang terjadi
saat kematian, membuktikan bahwa korban memegang senjata sesaat sebelum
kematian terjadi.
260
B
Gambar 7.14. (A) Patahan mata pisau menancap pada humerus. (B) Dibandingkan
dengan senjata.
Pada kasus bunuh diri biasanya senjata yang digunakan ditemukan pada
jarak dekat dari tubuh korban. Adanya darah pada tangan menunjukkan proses
bunuh diri dengan merobek tenggorokan. Namun pada tusukan di dada atau
abdomen, mungkin tidak ditemukan darah. Tidak ditemukannya senjata pada lokasi
kejadian mengarah pada kasus pembunuhan. Jarang ada korban bunuh diri yang
dapat bertahan hidup cukup lama untuk membersihkan dan menyembunyikan
senjata yang digunakan. Namun juga mungkin bagi penjahat meniggalkan senjata di
dekat tubuh korban untuk membuat seolah-olah seperti kasus bunuh diri.
261
Cara Kematian
Pada umumnya kematian karena luka tusuk adalah kasus pembunuhan,
dimana sering ditemukan luka multiple pada tubuh korban. Sebagian luka tidak
memiliki kedalaman yang dapat mengancam nyawa. Luka yang mengancam nyawa
biasanya didapati di dada dan abdomen. Kematian yang ditimbulkan biasanya
terjadi cepat.
Bunuh diri dengan cara menusuk diri sendiri jarang terjadi. Sewaktu
seseorang memutuskan untuk menusuk diri mereka sendiri, mereka biasanya
melepas baju untuk mengekspos area tubuh yang akan ditusuk. Kebanyakan luka
tusuk pada kasus bunuh diri terdapat pada daerah tengah dan kiri dada dengan
jumlah multiple. Luka-luka yang dihasilkan bersifat penetrasi menimal dengan
hanya perlukaan pada kulit saja atau luka percobaan (gambar 7.16 A). Luka-luka
tusuk pada kasus bunuh diri biasanya bervariasi dalam ukuran dan kedalaman
dengan satu atau dua luka tusuk final yang menembus dinding dada dan mencapai
organ dalam. Dapat juga ditemukan kasus tanpa luka percobaan (gambar 7.16 B).
Bahkan pada beberapa kasus, pisau ditinggalkan menancap pada tubuh. Penulis
pernah menemukan satu kasus bunuh diri dimana korban meninggalkan dua pisau
menancap pada abdomennya. Ada tradisi Samurai Jepang yang disebut seppuku
(sering juga disebut hara-kiri), merupakan bentuk bunuh diri dengan membuat luka
tusuk pada abdomen. Sebuah luka tusuk dengan ukuran besar sengaja dibuat di
abdomen.
Eviserasi
organ
internal
mengakibatkan
penurunan
tekanan
262
Gambar 7.16. (A) Luka tusuk multiple pada kasus bunuh diri dengan hanya satu luka
tusuk yang menembus rongga dada. (B) Luka tusuk tunggal pada dada sebelah kiri
dengan pisau tertancap.
Trauma tembus jarang terjadi dan sebagian besar karena terjatuh dan
kecelakaan lalu lintas. Biasanya korban terjatuh di atas objek yang sedang dibawa
seperti pensil. Selain itu juga sering terjadi korban jatuh atau lompat ke atas objek
dengan ujung runcing seperti pagar. Pipa dan batang besi yang jatuh juga bisa
menyebabkan luka tembus. Pada kecelakaan lalu lintas sebuah mobil menabrak
pagar dan menyebabkan pagar menembus kaca depan mobil sehingga menembus
tubuh pengendara (gambar 7.17). Pada mobil pembawa barang dengan muatan
pipa besi pada bagian belakang mobil, bila mobil berhenti maka muatan pipa besi
dapat meluncur ke depan dan menembus pengendara mobil. Ketika angin tornado
dating, seseorang dapat tertembus batang kayu yang terbawa angin, walaupun
kasus ini jarang terjadi.
kanan tangan. Sehingga apabila seorang akan menusuk korban, maka ia cenderung
menusuk bagian kiri dada korban tempat jantung berada. Luka tusuk pada daerah
ini akan mencederai jantung dan aorta. Kematian karena sebuah luka tusuk pada
paru-paru jarang terjadi. Luka tusuk fatal pada bagian kanan dada melibatkan
cederanya ventrikel kanan, aorta, atau atrium kanan. Apabila tusukan di daerah
parasternal kiri maka akan mencederai ventrikel kanan. Dan bila tusukan berada
lebih lateral dan inferior maka akan mencederai ventrikel kiri. Hemoperikardium
terjadi, namun bukan hal ini yang menyebabkan kematian seseorang. Pada
tamponade jantung, kematian dapat terjadi setiap saat bila terdapat lebih dari 150
mL darah terakumulasi pada kantung pericardium. Namun kematian yang terjadi
biasanya karena efek gabungan dari hemotoraks, kehilangan darah eksternal, dan
hemoperikardium. Luka tusuk yang mencederai arteri koroner desenden anterior
kiri berakibat fatal. Cedera atrium dan pembuluh darah besar lebih berbahaya
daripada cedera ventrikel, karena otot ventrikel dapat berkontraksi sehingga
memperlambat atau menghentikan pendarahan yang terjadi. Arah luka tusuk pada
jantung dapat berasal dari depan, samping, dan jarang dari belakang. Sebagian
besar luka tusuk pada bagian kiri dada juga menembus paru-paru. Beberapa orang
dapat bertahan hidup akibat luka tusuk jantung.
Luka tusuk pada paru, seperti halnya pada jantung sering terjadi dari
arah depan dada. Jarang dari arah samping dan belakang. Luka tusuk pada paru
juga sebagian besar melibatkan jantung. Kematian karena luka tusuk paru murni
biasanya terjadi karena adanya hemotoraks massif. Pneumotoraks juga dapat
terjadi karena luka tusuk paru. Luka tusuk pada dada bagian bawah selain
mencederai paru dan jantung, juga bisa melibatkan organ dalam abdominal. Luka
tusuk abdominal fatal biasanya melibatkan hati dan pembuluh darah mayor seperti
aorta, vena cava, iliaka, atau mesenterika. Biasanya tidak terjadi kematian segera
karena luka tusuk abdomen. Korban cenderung mengalami peritonitis karena
perlukaan pada usus. Para ahli patologi forensic mengamati bahwa sebanyak dua
pertiga kasus luka tusuk perut benar-benar terjadi tusukan menembus rongga
264
abdomen. Sedangkan setengah dari jumlah ini mengalami cedera organ abdomen
secara signifikan.
Luka tusuk bagian leher dan kepala lebih jarang terjadi. Luka tusuk leher
dapat menyebankan kematian segera karena terjadinya emboli udara atau asfiksia
akibat pendarahan massif jaringan lunak dengan kompresi trakea dan pembuluh
darah leher. Kematian yang timbul lambat dikarenakan selulitis atau thrombosis
arterial dengan emboli dan infark serebral. Pada kasus luka tusuk leher dan kepala
sebaiknya dilakukan foto X-ray untuk menyingkirkan emboli udara. Pada luka tusuk
leher biasanya pisau akan melukai pembuluh darah mayor, trakea, dan
menyebabkan pendarahan pulmonary tree.
Luka tusuk pada jaringan otak jarang terjadi dan dapat terjadi melalui
mata atau region temporal karena tulang yang tipis pada daerah ini. Biasanya
korban tidak akan mengalami kematian karena luka tusuk tunggal pada otak,
bahkan korban masih dapat melarikan diri dari penjahat. Pada beberapa kasus
korban tidak menyadari bahwa dirinya telah ditusuk. Luka tusuk pada otak dapat
ditemukan setelah beberapa tahun. Terkadang mata pisau masih tertinggal. Pada
korban luka tusuk pada otak yang masuk perawatan di rumah sakit, terkadang tidak
ditemukan luka karena tertutup oleh rambut, atau pada lipatan mata. Kematian
terjadi karena pendarahan atau infeksi kontinyu. Pada otopsi akan dicocokkan
antara luka dengan senjata penyebab. pendarahan akibat luka tusuk ini dapat
berupa pendarahan subdural, subarachnoid, intraserebral, atau kombinasi
ketiganya.
Luka tusuk pada tulang belakang juga jarang terjadi. Seperti pada luka
tusuk kepala, mata pisau dapat patah dan ditemukan di tulang belakang korban.
Cedera medulla spinalis akan mengakibatkan paralisis komplit atau parsial pada
level di bawah luka. Kecacatan yang timbul lambat jarang terjadi, namun tercatat
sampai 30 tahun setelah kejadian. Kecacatan yang melibatkan trunkus, kepala, atau
leher biasanya mengalami luka tusuk yang mematikan pada daerah ekstrimitas.
Pembuluh darah yang sering terlibat adalah arteri femoralis. Pada kasus ini korban
tusuk tidak menyadari kefatalan cedera yang mereka alami.
265
266
Gambar 7.18. Luka tusuk akibat alat penusuk es di depan telinga. Alat penusuk es
melukai arteri vertebralis.
Biasanya tidak dapat diketahui arah tarikan pisau hanya melalui
pemeriksaan luka. Satu-satunya jalan adalah mencari konfigurasi berbentuk garpu
pada salah satu ujung luka. Apabila ada maka hal ini mengindikasikan bahwa mata
pisau ditarik kearah tersebut.
267
individu. Penulis pernah menemukan kasus dimana korban masih dapat bertahan
hidup beberapa jam setelah mendapat luka tusuk pada pembuluh-pembuluh darah
mayor.
Gambar 7.19. Luka tusuk iris pada leher sisi kanan. Si penjahat tepat berada di
depan korban saat luka dibuat.
Karger et al. mengevaluasi 12 kasus bunuh diri dengan senjata
berujung tajam untuk mengetahui kamampuan aktivitas fisik setelah perlukaan.
Tujuh diantaranya memiliki luka tusuk pada jantung. Tujuh kasus ini dibagi menjadi
tiga kelompok berdasarkan waktu survival dan aktivitas fisik. Pada 1 kasus terdapat
inkapisatiasi segera, 2 kasus terdapat waktu survival jangka pendek, dan pada 4
kasus terdapat waktu survival panjang. Kelompok dengan waktu survival jangka
pendek, korbannya kolaps dalam waktu 10 detik, sedangkan pada kelompk waktu
survival jangka panjang dalam waktu 2 10 menit. Pada individu yang terjadi kolaps
segera, ditemukan luka sebesar 15 mm pada jantung dan 450 ml cairan tamponade.
Pada kelompok waktu survival jangka pendek, kedua korbannya kolaps dalam
268
waktu 10 detik dan salah satu korbannya memiliki tamponade sebanyak 250 ml,
sedang korban lainnya tidak spesifik. Besar luka tusuk pada kelompok ini adalah 14
dan 20 mm. Sedang pada kelompok waktu survival jangka panjang ditemukan besar
luka 7 10 mm dengan jumlah tamponade 300 dan 400 ml. Pada dua kasus lainnya
tidak disebutkan. Individu dengan tamponade sebanyak 400 ml bertahan hidup
paling lama yaitu dalam waktu 10 menit. Terdapat 8 kasus luka tusuk jantung
menggunakan kanula. Individu pada kasus ini dapat bertahan hidup selama 2 jam
dan memiliki tamponade sebanyak 600 ml. Pada 6 kasus luka tusuk jantung,
ventrikel kanan ditusuk sebanyak 3 kali dan ventrikel kiri sebanyak lima kali. Semua
luka tusuk jantung hanya menembus dinding anterior. Pada kasus dengan korban
yang masih dapat melakukan aktivitas fisik selama 2 jam dan tiga dari empat orang
pada kelompok aktivitas jangka panjang, ditemukan luka tusuk pada ventrikel kiri.
Sedangkan dua kasus pada kelompok waktu survival jangka pendek ditemukan luka
tusuk pada ventrikel kanan. Pada kasus lain, ditemukan seseorang menusuk dirinya
sendiri di daerah kanan dada sehingga mencederai paru-paru dan hatinya. Orang
tersebut dapat bertahan hidup selama 2 jam dan ditemukan adanya hemotoraks
kanan sebanyak 2200 ml dan hemoperitoneum sebanyak 700 ml.
269
Pendarahan Postmortem
Pendarahan postmortem dari luka iris atau tusuk biasanya minimal
karena jumlah darah yang sedikit pada pembuluh darah terluka. Namun bila
pembuluh darah besar pada area yang dependen dilukai setelah kematian, maka
jumlah pendarahan postmortem akan lebih besar. Posisi dependen memungkinkan
jaringan pembuluh darah yang berhubungan dengan pembuluh yang terluka untuk
berdarah. Pada percobaan postmortem dilakukan perlukaan pembuluh darah besar
pada rongga dada dan abdomen untuk menentukan jumlah darah yang dapat
keluar. Sebanyak 300 500 ml darah merembes keluar ke rongga tersebut. Jumlah
darah ini kecil bila dibandingkan jumlah darah pada perlukaan antemortem. Bila
seseorang ditusuk berkali-kali dan berdarah hebat, luka tusuk terakhir akan nampak
270
Luka Iris
Luka iris dibentuk oleh senjata atau alat dengan tepi yang tajam.
Pisau adalah contoh klasik untuk menghasilkan sebuah luka tusuk walaupun benda
lain dengan tepi tajam seperti potongan kaca, besi, atau kertas juga dapat
menghasilkan luka iris. Sisi tajam dari instrument yang digunakan ditekan ke kulit
dan ditarik sepanjang permukaan kulit, sehingga membentuk luka dengan panjang
lebih daripada kedalaman luka. Pada luka iris, panjang dan kedalaman luka tidak
memberikan informasi yang bermakna mengenai senjata yang digunakan. Luka iris
dengan panjang 3 inci dapat dibuat oleh mata pisau berukuran 6 inci, mata pisau
berukuran 2 inci, alat cukur, ataupun pecahan kaca.
Luka iris tidak boleh disamakan dengan laserasi. Luka iris memiliki
ujung luka yang lurus, bersih, dan bebas dari abrasi atau kontusi (gambar 7.20).
Tidak ada jembatan luka pada bagian dalam luka. Laserasi adalah robekan kulit
akibat trauma tumpul biasanya memiliki tepi bergerigi dan terabrasi dengan
jembatan jaringan pada dasar luka. Harus disadari bahawa instrument dengan tepi
tumpul dan ireguler dapat membentuk luka iris dengan tepi luka berbentuk ireguler
dengan kontusi. Hal ini terjadi karena tekanan yang besar diperlukan alat tersebut
untuk menghasilkan luka iris. Tidak terdapat jembatan jaringan pada luka tersebut.
271
Gambar 7.20. Luka iris wajah karena alat cukur. Perhatikan tepi yang tajam dan
bersih.
Objek berat yang terbuat dari logam dengan tepi tajam dapat
membuat laserasi pada kulit kepala dengan tepi luka yang tajam dan tidak terabrasi,
sehingga luka ini harus dibedakan dari luka iris. Apabila pada bagian dalam sebuah
luka ditemukan jembatan jaringan, maka hal ini menunjukkan laserasi. Pada
beberapa kondisi tidak dapat disimpulkan apakah sebuah luka adalah laserasi atau
luka iris hanya dengan memeriksa luka saja. Luka lain dari tubuh korban dapat
membantu. Luka iris memiliki sifat dangkal pada awal luka, kemudian semakin
dalam, dan menjadi dangkal kembali. Apabila luka dibuat dengan sudut oblik dari
kulit, maka arah luka akan menyerong atau miring. Bila sudutnya ekstrim maka
dapat terjadi skin flap. Pada umumnya, sekali sayatan yang dilakukan dengan
instrument bertepi tajam akan membentuk lebih dari satu luka iris. Luka ini disebut
luka berkerut, karena kulit dalam keadaan terlipat ketika luka dibentuk. Tepi kulit
dari ujung ke ujung membentuk irisan (gambar 7.21). Bila kulit dalam keadaan
terlipat ireguler, maka luka dengan tepi bentuk zigzag ireguler terbentuk dari
sayatan sebuah mata pisau.
272
Gambar 7.21. Luka iris berkerut oleh pisau yang mngiris kulit dari ujung ke ujung.
273
Luka iris pada kasus bunuh diri, individu yang menggunakan tangan
kanan akan membentuk luka iris pada lengan atau pergelangan tangan kiri, dan
sebaliknya. Luka iris ini sering ditemukan pada permukaan fleksor dan aspek radialis
(gambar 7.24 A dan B). Jadi bila terdapat jaringan parut berbentuk linear pada
274
semakin dalam, dan berakhir dangkal pada sisi leher yang berlawanan. Luka iris
berawal dari bawah telinga; kemudian mengarah ke bawah, melintasi midline leher,
dan berakhir kearah atas pada sisi leher yang berlawanan dengan titik yang lebih
rendah daripada titik awal (gambar 7.26).
Gambar 7.23. (A) Tiga luka iris pada permukaan fleksor lengan bawah, dua pada
pergelangan dengan arah vertical. (B) Luka iris pada fosa kubiti menunjukkan
cedera parsial dari arteri dan vena.
276
Gambar 7.24. (A) Demonstrasi luka iris permukaan fleksor pergelangan tangan
pada percobaan bunuh diri. (B) Luka iris aspek radial lengan bawah.
277
Gambar 7.25. (A dan B) Luka pertahanan pada telapak tangan karena usaha
menggenggam pisau.
Gambar 7.26. Luka iris pada kasus pembunuhan yang bermula di bawah telinga kiri
(A) kemudian kearah bawah dan melintasi midline leher, kemudian kearah atas
pada sisi leher berlawanan, dan berakhir pada titik yang lebih rendah dari titik awal
(B).
278
kematian,
maka
korban
sempat
memiliki
waktu
untuk
menyembunyikan senjata sesaat sebelum kematian. Luka iris leher dapat terjadi
sangat dalam dan meluas sampai kolom vertebra. Pola ini sering terjadi pada kasus
pembunuhan dimana luka dibuat dari arah belakang. Kematian disebabkan tidak
hanya oleh pendarahan, namun juga oleh emboli udara. Foto X-ray untuk
mendeteksi udara pada system vena dan jantung dapat dilakukan. Kecepatan
terjadinya waktu kematian setelah timbul luka iris leher bergantung pada system
arteri atau vena yang cedera dan apakah terdapat emboli udara.
Lain-Lain
Pecahan kaca dapat digunakan untuk mengiris pergelangan tangan
dan tenggorokan. Objek ini terdapat baik pada kasus bunuh diri maupun
pembunuhan. Kematian karena kasus kecelakaan juga dapat terjadi karena pecahan
kaca ini. Penulis sering mendapat kasus dimana seseorang dengan intoksikasi
memukul pecah sebuah jendela kaca dengan kepalan tangan. Ketika tangan
279
memukul jendela kaca atau ketika tangan ditarik kembali maka pecahan kaca
terlempar yang terlempar dapat mengiris lengan dan melukai pembuluh darah
mayor sehingga terjadi pendarahan (gambar 7.29).
280
281
Pada mayat yang lama terendam di air, darah pada luka tusuk dan
iris dapat hilang tercuci, sehingga memberikan kesan bahwa luka terjadi setelah
kematian (gambar 7.30). Baik pada luka tusuk atau iris, harus dilakukan
pemeriksaan terhadap pakaian korban untuk mencari jejak luka. Hal ini dilakukan
untuk menyingkirkan bahwa pakaian dipakaikan pada tubuh korban setelah
ditusuk.
Luka Potong
Luka potong disebabkan oleh instrument berat dengan sisi
pemotong seperti kapak dan golok daging. Adanya luka iris pada kulit dengan
fraktur kominutiva atau lekukan yang dalam pada tulang mengindikasikan adanya
luka potong (gambar 7.31). Ketika senjata yang digunakan dicabut, maka dapat
terjadi putaran sewaktu pencabutan sehingga membuat fraktur tulang yang
berkaitan. Pada luka tangensial tulang tengkorak, instrument pemotong dapat
memotong lempeng tulang.
282
Gambar 7.30. Luka iris antemortem pada lengan bawah kanan dengan bekas darah
yang hilang karena terendam air.
A
Gambar 7.31. (A) Luka potong kepala. Terlihat luka iris disertai cedera tulang.
B
Gambar 7.31 lanjutan (B) Luka potong kepala. Terlihat luka iris disertai cedera
tulang.
283
Sebagian besar luka potong terlihat seperti luka iris. Tapi ketika
terdapat kombinasi antara potong dan penghancuran, maka bisa terjadi luka iris
dan laserasi. Instrument potong dapat menghasilkan cedera tulang yang khas sesuai
bentuk instrument. Humprey dan Hutchinson mempelajari trauma tulang yang
disebabkan oleh golok dan kapak. Trauma tulang yang ditimbulkan memiliki
karakteristik halus dan datar pada satu permukaan. Dan bila terjadi kontak bersufut
maka dapat menyebabkan fraktur pada sisi yang lain. Golok menimbulkan luka yang
sempit dan bersih tanpa fraktur. Sedangkan kapak membuat luka yang
berfragmentasi dan hancur dengan fraktur. Tucker et al. melakukan pemeriksaan
mikroskopis terhadap luka-luka tersebut dan menyatakan bahwa luka potong kapak
berbentuk tipis, dengan perlukaan tulang bersih dan tajam. Sedangkan luka potong
karena kapak tidak menyebabkan perlukaan tulang. Penulis berpendapat bahwa
pemeriksaan mikroskopis terhadap tulang dapat membedakan instrument
penyebab luka. Bahkan mereka yakin dapat digunakan untuk mengetahui suatu
instrument penyebab luka secara spesifik. Baling-baling kapal atau pesawat dapat
menyebabkan luka berbentuk seperti luka potong pada tubuh manusia. Pada suatu
kasus ditemukan tubuh dengan luka potong multiple sewaktu ditarik dari air
(gambar 7.32). Kemudian mucul pertanyaan untuk kasus ini apakah luka terjadi
ante atau post mortem. Bila pada pemeriksaan ditemukan pendarahan jaringan
lunak di tempat luka, maka dapat dipastikan luka terjadi ante mortem. Tidak
adanya pendarahan pada luka potong tidak membuktikan bahwa luka terjadi post
mortem karena darah dapat tercuci bila jenazah terendam dalam air.
284
Gambar 7.32. Jenazah yang ditarik dari air dengan luka akibat baling-baling kapal.
dikirim pada ahli forensic; daftar harus dievaluasi sebelum otopsi; dan bila ada
pertanyaan harus melalukan konsultasi dengan dokter yang merawat korban.
Referensi
1. Knight B, The dynamics of stab wounds. Forens Sci 1975; 6:249-255.
2. Connor SEJ, Bleetman A, and Duddy MJ, Safety standards from stabresistant body armour: a computer tomographic assessment of organ to skin
distances. Injury 1998; 29(4):297.299.
3. Missliwetz, J, Fatal impalement injuries after falls at construction sites. Am J
Forens Med Path 1995; 16 1):81-3.
4. Wilson RF and Bassett JS, Penetrating wounds of the pericardium or its
contents. JAMA 1966; 195:513-518.
5. Moore EE and Marx JA, Penetrating abdominal wounds: Rationale for
exploratory laparotomy. JAMA 1985; 253:2705-2708.
6. DiMaio VJM and DiMaio DJ, An unsuspected stab wound of the brain.
Military Med 1972; 137:434-435.
7. Deb S et al., Stab wounds to the head with intracranial penetration J.
Trauma 2000. 48(6):1159-1162.
8. Kulkani AV et al., Delayed presentation of spinal stab wounds: case report
and review of the literature. J. Emerg. Med 2000; 18(2):209-213.
9. Karger B, Niemeyer J, and Brinkmann B, Physical activity following fatal
injury from sharp pointed weapons. Int. J. Legal. Med 1999; 112:188-191.
10. OCallaghan PT et al., Dynamics of stab wounds: force required for
penetration of various cadaveric human tissues. Forens Sci. Int 1999;
104:173-178.
11. Humphrey, JH and Hutchinson, DL, Characteristics of hacking trauma. J
Forens Sci 2001; 46 92 0 228-233.
12. Tucker BK et al., Characteristics of microscopic hacking trauma on bone. J
Forens Sci 2001; 46(2) 234-240.
286
Asfiksia
85
287
Sianosis adalah tanda yang tidak spesifik dan timbul karena penurunan
kadar hemoglobin. Sianosis baru dapat terlihat bila telah ada pengurangan
hemoglobin minimal 5 g/dL. Bertambah encernya darah juga tidak spesifik pada
kematian asfiksia atau pada penyebab kematian lain. Hal ini terjadi karena
peningkatan fibrinolisis yang terjadi cepat setelah kematian, mungkin akibat
peningkatan kadar katekolamin. Kematian asfiksia dapat dikelompokkan menjadi
tiga :
1. Sufokasi
2. Strangulasi
3. Asfiksia kimia
Kematian tersebut dapat terjadi karena kecelakaan, pembunuhan,
maupun bunuh diri. Kasus pembunuhan dengan cara asfiksia paling jarang
ditemukan di Amerika Serikat. Pada kematian ini paling sering ditemukan kasus
strangulasi baik secara manual atau dengan alat. Pada 10 tahun terakhir ditemukan
kasus pembunuhan karena strangulasi sebanyak 286 kasus per tahun dengan
rentang 211 366 kasus. Terdapat penurunan jumlah kasus secara gradual tiap
tahunnya. Pembunuhan dengan cara asfiksia (di luar strangulasi) sebanyak 107
kasus per tahun, dan terjadi konstan dalam 10 tahun terakhir.
Sufokasi
Pada kematian akibat sufokasi, darah gagal mencapai peredaran darah.
Ada enam bentuk sufokasi :
1. Sufokasi lingkungan / entrapment
2. Smothering
3. Choking
4. Asfiksia mekanis
5. Asfiksia mekanis dengan smothering
6. Sufokasi gas
288
289
Smothering
Asfiksia akibat smothering terjadi karena obstruksi dan oklusi
mekanis terhadap jalan napas eksternal, seperti mulut dan hidung. Kematian
karena smothering ini biasanya terjadi pada kasus pembunuhan atau bunuh diri,
dan jarang karena kecelakaan (gambar 8.1). Bentuk yang paling sering terjadi pada
kasus bunuh diri adalah dengan memasukkan kepala le dalam kantung plastic
(gambar 8.1 A). Apabila plastic yang digunakan berat, maka untuk menimbulkan
kematian perlu memperketat plastic pada bagian leher. Namun pada umumnya
sering digunakan plastic dry clean yang bersifat tipis dan mengandung lapisan film.
Bila menggunakan plastic jenis ini maka tidak perlu memperketat plastic pada
bagian leher, karena plastic akan melekat erat pada wajah dan mengoklusi jalan
napas. Plastic ini juga menjadi penyebab kasus kematian karena kecelakaan pada
anak kecil yang menggunakan bantal terbungkus plastic dengan lapisan film ini.
Penulis tidak menemukan penemuan khusus pada kasus kematian dengan kepala
terbungkus oleh plastic. Tidak terdapat petekie pada wajah, sclera, dan konjungtiva.
Terkadang ditemukan petekie pada epikardium dan pleura viseralis, namun hal
inipun tidak spesifik. Apabila plastic pembungkus sudah terlebih dahulu dilepaskan
dari korban, maka pemeriksa tidak dapat menentukan penyebab kematian melalui
otopsi. Ada dugaan bahwa pada kasus smothering bayi di tempat tidurnya,
dikarenakan adanya selimut tebal dan sprei. Penulis berpendapat bahwa kasus ini
adalah bagian dari sudden infant death syndrome (SIDS).
290
Gambar 8.1. (A) Kasus bunuh diri seorang wanita lanjut usia dengan kepala
dimasukkan ke dalam kantung plastic dan ikatan pada bagian leher. (B) Kasus
smothering kecelakaan pada seorang laki-laki retardasi mental berusia 43 tahun
yang membungkus kepala dalam plastic dan menempelkan tape. Hal ini
sebelumnya pernah dilakukan oleh korban.
Pecandu alcohol sering ditemukan meninggal dalam posisi kepala
menghadap ke bawah pada bantal. Ditemukan kepucatan sekitar mulut dan hidung
sehingga dianggap bahwa kematian terjadi karena smothering. Namun kepucatan
ini dapat juga disebabkan oleh penekanan bantal pada bagian dependen kepala
post mortem. Jadi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasar bukti tersebut.
Untuk terjadinya smothering semacam ini, seorang pecandu alcohol seharusnya
sedang dalam koma alkoholik. Dan koma alkoholik sendiri dapat membahayakan
nyawa korban, dan ini lebih dianggap sebagai penyebab kematian daripada sekedar
sufokasi.
Pada kasus smothering kecelakaan dapat terjadi pada tempat tidur
bayi. Dalam kasus ini seorang anak terperangkanp dengan wajah menghadap ke
matras diantara matras dan tempat tidur bayi (gambar 8.2). Anak tersebut tidak
dapat bergerak kemudian terbekap. Mulut dan hidung yang terobstruksi dapat
menimbulkan kematian. Kematian tersebut walaupun tidak disengaja dapat
291
Gambar 8.2. Seorang anak usia 9 bulan yang terjebak diantara matras dan frame
tempat tidurnya. Wajah menghadap kea rah matras.
292
Gambar 8.3. Wanita usia 75 tahun sebagai korban perampokan. Mengalami asfiksia
karena handuk yang menutup hidung dan mulut.
Pada smothering kasus pembunuhan biasa digunakan objek berupa
bantal, sprei, dan tangan. Korban bayi sering ditemukan dalam kantung plastic.
Korban biasanya otang tua, anak, cacat, atau mudah diikat, memiliki penyakit, dan
pengguna obat-obatan. Tidak mudah untuk membekap seorang dewasa dalam
keadaan normal.
Apabila digunakan bantal, maka untuk menimbulkan asfiksia bantal
diletakkan di atas wajah dan didorong kea rah wajah. Hal ini akan menyebabkan
obstruksi mulut dan hidung sehingga menimbulkan asfiksia dan kematian. Tidak ada
tanda-tanda yang akan ditemukan pada wajah. Tidak terbentuk bendungan pada
wajah dan tidak ada petekie pada sclera dan konjungtiva (gambar 8.4). Cedera
berupa abras iakan timbul bila korban berusaha melawan. Dari 15 kasus kematian
smothering anak di bawah 2 tahun, hanya satu kasus yang dapat ditemukan tanda
petekie. Anak ini memiliki petekie tunggal pada konjungtiva dan daerah tunggal
pendarahan pada sclera. Ada kemungkinan anak tersebut mengalami choking
berdasarkan beberapa keadaan yang ditemukan. Penekanan wajah pada sprei juga
akan menyebabkan kondisi yang sama. Smothering juga dapat dilakukan dengan
tangan. Hidung ditutup oleh satu tangan, dan tangan lain mendorong rahang
293
supaya tetap tertutup. Pada anak kecil hal ini dapat dilakukan dengan satu tangan.
Pada anak-anak dan orang deasa yang tidak mampu memberikan perlawanan,
maka otopsi tidak dapat menemukan cedera apa pun. Pada orang dewasa yang
hanya dapat memberikan sedikit perlawanan, dapat terbentuk abrasi pada hidung
dan pipi karena kuku tangan, dan kontusi bibir karena tekanan telapak tangan
(gambar 8.5). Kelainan fisiologis yang terjadi pada smothering adalah :
Gambar 8.4. Bayi usia 2 bulan mengalami smothering oleh orang tua sendiri. Tidak
ada petekie pada sclera, konjungtiva, maupun wajah.
294
Choking
Asfiksia akibat choking terjadi bila ada obstruksi di dalam jalan
napas. Cara kematian bisa alamiah, pembunuhan, atau kecelakaan. Kematian
choking alamiah terjadi pada individu dengan epiglotitis fulminan akut, dimana
terdapat obstruksi jalan napas karena inflamasi epiglotis dan jaringan lunak terkait.
Beberapa orang akan mengalami kegawatdaruratan medis. Korban akan mengalami
sakit tenggorokan, suara serak, kesulitan bernapas, kesulitan bicara, dan bahkan
menjadi tidak sadar bila jalan napas terobstruksi komplit. Inhalasi uap akan
menyebabkan gambaran serupa, yaitu mukosa laring yang kemerahan dan
edematous disertai adanya obstruksi (gambar 8.6).
Gambar 8.5. Wanita usia tua mengalami smothering dengan tangan. Terdapat jejas
kuku pada hidung.
295
Gambar 8.7. (A) Dot dimasukkan ke dalam mulut oleh ayah korban.
296
pensil yang digigitnya. Pada orang dewasa kasus choking biasanya terjadi karena
makanan (gambar 8.9). Hal ini sering dikaitkan dengan intoksikasi alcohol akut, gigi
palsu yang kurang baik, cedera neurologis, atau proses penuaan. Potongan
makanan akan menyumbat laringofaring dan laring sehingga mengobstruksi jalan
napas. Kematian seperti ini sering disebut caf coronary. Biasanya korban choking
karena makanan didapati sedang makan, kemudian berhenti tiba-tiba, berdiri, dan
menjadi tidak sadar. Resusitasi jantung paru dilakukan karena korban dianggap
mengalami serangan jantung. Pada kenyataannya korban mengalami choking
dengan makanan menyumbat total jalan napasnya. Jadi resusitasi jantung paru
tidak bermanfaat. Adanya obstruksi jalan napas dapat diketahui bila seorang
meniupkan napas ke mulut korban, maka dada korban tidak naik.
Gambar 8.7. (lanjutan). (B) Kasus choking dengan sumbatan yang diamankan
dengan bandana.
Gambar 8.8. Seorang anak usia 2 tahun meninggal karena sumbat botol anggur.
297
Gambar 8.9. Seorang laki-laki usia 39 tahun mengalami choking karena ham
sandwich.
Batuk sewaktu korban tidak sadar dapat digunakan untuk
menyingkirkan choking, karena masih ada jalan napas yang terbuka sehingga terjadi
batuk. Proses batuk melibatkan inspirasi 2 2,5 L udara, diikuti dengan penutupan
epiglotis dan pita suara. Kemudian terjadi kontraksi otot perut untuk mendorong
diafragma ke atas dan pada saat yang bersamaan otot pernapasan eksternal
berkontraksi. Epiglotis dan pita suara membuka dan mengakibatkan keluarnya
udara dan benda asing dari paru-paru. Kecepatan keluarnya udara sebesar 75 100
mil per jam. Biasanya kematian terjadi karena seseorang tertelan serbuk kayu atau
jagung sehingga mengoklusi total jalan napasnya. Penemuan materi makanan pada
jalan napas melalui otopsi tidak membuktikan bahwa seseorang mengalami
kematian karena choking. Sebanyak 20 25% kasus aspirasi makanan menjadi
penyebab kematian. Seseorang dapat dikatakan meninggal karena aspirasi bila
ditemukan okulsi total jalan napas dari laring ke bawah oleh makanan. Kematian
karena aspirasi makanan massif jarang ditemukan. Dan bila ada biasanya korban
memiliki kelainan fungsi system saraf pusat.
Diagnosis kematian karena choking dibuat bila pada otopsi
ditemukan oklusi jalan napas. Beberapa petugas medis berpendapat bahwa sebuah
298
kematian terjadi karena choking walau tidak didapatkan jalan napas yang teroklusi
total. Mereka berpikir bahwa penyebab kematiannya adalah spasme laring. Tidak
ada bukti kuat mengenai terjadinya spasme ini. Apabila terjadi spasme laring, maka
akan didaptkan relaksasi laring setelah pasien menjadi tidak sadar. Sehingga hal ini
akan membuka jalan napas dan korban akan menjadi pulih. Pendapat lain
mengatakan terjadi reaksi vagal atau reflex kematian jantung, yang dimediasi
system saraf parasimpatis karena adanya hipersensitifitas laring terhadap aspirasi
makanan. Hal ini pun tidak dapat dibuktikan.
Asfiksia Mekanis
Pada asfiksia mekanis ada tekanan luar yang menghambat respirasi.
Asfiksia mekanis hamper selalu ditemukan dalam kasus kecelakaan. Asfiksia jenis ini
dapat dibagi menjadi tiga tipe :
1. Asfiksia traumatic (sebuah istilah yang sering digunakan bergantian dengan
asfiksia mekanis)
2. Asfiksia posisional
3. Riot-crush atau kematian human pile
Asfiksia Traumatik
Asfiksia traumatic terjadi bila benda derat ditimpakan pada dada
atau perut bagian atas sehingga timbul kesulitan respirasi. Salah satu bentuk yang
sering terjadi yaitu ketika seseorang sedang memperbaiki mobil dari bawah,
kemudian pengungkit terlepas dan mobil menimpa orang tadi (gambar 8.10). Pada
otopsi akan ditemukan bendungan tungkai atas sampai kepala dengan petekie pada
area ini serta pada sclera, konjungtiva, dan kulit periorbita. Pendarahan retina juga
bisa terjadi. Tidak ada bukti trauma ditemukan dari dalam tubuh korban selain
tekanan benda berat pada bagian dada. Seseorang yang dapat bertahan hidup dari
asfiksia traumatic biasanya menderita gangguan penglihatan karena pendarahan
retina.
299
Asfiksia Posisional
Asfiksia posisional terjadi pada kecelakaan dan dihubungkan dengan
intoksikasi alcohol atau obat-obatan. Dalam kasus ini seseornag terperangkap
dalam suatu tempat sempit dan karena posisi, korban tidak dapat melepaskan diri.
Hal ini membatasi manghalangi napas korban sampai timbul kematian (gambar
8.12). Pada tubuh korban biasanya ditemukan bendungan, sianosis, dan petekie.
Asfiksia posisional terjadi bila seseorang terjatuh dan terperangkap diantara
dinding. Setiap kali korban mengeluarkan napas, akan semakin terperosok keantara
dua dinding tersebut, sehingga terjadi kesulitan napas.
Riot-Crush
Riot-crush seperti namanya terjadi pada kerusuhan dimana terjadi
kompresi dinding dada oleh orang-orang yang menindih tubuh korban. Pergerakan
napas terhambat oleh hal ini.
300
301
Gambar 8.10. Asfiksia traumatic. (A) Kematian karena tertimpa kendaraan. (B)
Bendungan wajah dan petekie.
Gambar 8.11. Seorang bayi 5 bulan dibunuh ular piton. Tidak ditemukan petekie,
pendarahan, dan memar. Terdapat bekas tusukan berbentuk semisirkular seperti
gigi ular tersebut pada wajah bayi.
302
Sufokasi Gas
Kematian karena sufokasi gas tidak hanya disebabkan oleh sifat
toksik gas, namun juga karena kurangnya oksigen yang beredar. Dua jenis gas yang
paling sering menyebabkan sufokasi adalah karbondioksida dan metana. Kedua
303
jenis gas tersebut tidak bersifat toksik dan tidak berbau. Keduanya dapat ditemukan
di daerah pertambangan dan pipa pembuangan. Metana adalah gas alam (94
96%) yang digunakan untuk memasak. Gas metana murni tidak berbau.
Berkurangnya kandungan oksigen di bawah 25% (volume sebesar 5 6%) oleh
karena digantikan dengan gas karbondioksida atau metana akan menyebabkan
seseorang menjadi tidak sadar dalam hitungan detik dan kematian dalam hitungan
menit. Penentuan penyebab kematian dalam kasus ini dengan mempelajari
lingkungan sekitar korban. Tidak ada penemuan spesifik pada otopsi. Analisa
toksikologi tidak membantu karena karbondioksida adalah kandungan normal dari
darah.
Gas metana juga dapat dideteksi dari darah. Karena gas metana tidak
bersifat toksik, maka hanya dapat dikatakan bahwa seseorang terekspos pada
udara yang mengandung metana, dan bukan gas metana sebagai penyebab
kematian.
Strangulasi
Strangulasi adalah bentuk asfiksia yang terjadi karena penutupan
pembuluh darah dan jalan napas karena tekanan eksternal pada leher. Ada tiga
bentuk strangulasi, yaitu :
1. Gantung
2. Strangulasi ligature
3. Strangulasi manual
Secara garis besar dikatakan bahwa kasus gantung adalah bunuh diri,
dan kasus ligasi dan strangulasi manual adalah pembunuhan. Pembunuhan karena
strangulasi jarang terjadi tiap tahunnya, dengan jumlah 286 kasus tiap tahun dan
memiliki rentang jumlah kasus 211 366. Penyebab kematian dari ketiga bentuk
strangulasi adalah hipoksia serebral yang terjadi sekunder terhadap kompresi
dimana terjadi oklusi pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak. Arteri yang
menyuplai darah ke otak adalah :
304
Karotis interna
Vertebralis
Arteri karotis akan dengan mudah terkompresi dengan tekanan pada leher bagian
depan. Sebaliknya arteri vertebralis lebih tahan terhadap penekanan, namun dapat
teroklusi dengan fleksi lateral atau rotasi leher. Kondisi serupa dapat terjadi pada
kasus gantung. Besar tekanan yang diperlukan untuk mengoklusi arteri karotis
adalah 11 lb, sedangkan arteri vertebralis sebesar 66 lb. penekanan arteri karotis
akan menyebabkan seseorang menjadi tidak sadar dalam 10 detik. Bila tekanan
segera dilepaskan maka kesadaran akan pulih dalam 10 12 detik. Perubahan EKG
yang ditimbulkan sangat minimal. Pergerakan napar terhambat pada fase inspirasi.
EEG menunjukkan peningkatan amplitude gelombang seperti pada kejang yang
terjadi pada penderita epilepsy. Pola EEG akan kembali normal dalam waktu 20
detik. Rosen at el melakukan studi dengan mengoklusi arteri karotis, arteri
vertebralis, dan cabang anastomosis arteri karotis eksternal dan subklavia.
Penekanan dihasilkan dengan memasang cuff yang dapat dikembangkan dan
diletakkan pada sepertiga bawah leher. Tekanan dihasilkan sebesar 600 mmHg
dalam waktu seperdelapan detik. Hanya arteri spinalis kecil yang tidak teroklusi.
Sukarelawan terdiri atas 126 pria dengan rentang usia antara 17 31 tahun. Tes
dilakukan berulang pada 85 orang. Oklusi akut pada sirkulasi arterial menyebabkan
terjadinya pandangan kabur, menyempitnya lapang pandang, hilang kesadaran, dan
kejang hipoksik. Bila subjek menjadi tidak sadar maka cuff segera dikempeskan dan
kesadaran akan kembali dalam waktu 1 2 menit dan tidak ada sekuele. Kejang
terjadi setelah subjek tidak sadar dengan bentuk kejang tonik klonik dan
berlangsung 6 8 detik. Gelombang EEG bentuknya besar dan lambat sehubungan
dengan hilangnya kesadaran. Perubahan EKG yang terjadi minimal. Separuh
sukarelawan menjadi tidak sadar dalam waktu 6 6,5 detik dengan rata-rata 5 11
detik. Kemudian Rosen et al melakukan studi efek oklusi sirkulasi serebral yang
305
berkepanjangan pada 11 orang. Tidak terjadi oklusi total terhadap aliran darah otak
pada semua sukarelawan. Tekanan servikal dipertahankan selama 100 detik. Subjek
tidak sadar selama 30 40 detik dan dapat kembali berjalan dalam 2 menit. Setelah
subjek tidak sadar terjadi beberapa hal seperti kejang, sianosis, defekasi dan urinasi
involunter, bradikardia, dan dilatasi pupil. Kejang terjadi mengikuti hilangnya
kesadaran dengan sifat kejang yang ringan. Tidak terjadi perubahan denyut jantung
sesaat setelah hilangnya kesadaran. Tapi setelah beberapa saat akan muncul
bradikardi dengan menurunnya denyut jantung sampai 50%. Frekuensi napas
bertambah.
Drainage dari kepala dilakukan oleh vena jugularis dan vertebralis.
System vena vertebralis terdiri dari pleksus vena eksternal yang terletak di dalam
jaringan otot leher yang melekat pada kolumna vertebra dan pleksus internal yang
terletak di dalam kanalis spinalis. Pleksus vertebra internal memiliki kapasitas
transport darah yang terbatas namun tidak dapat dipengaruhi oleh tekanan pada
leher. Sebaliknya besar tekanan yang diperlukan untuk mengoklusi vena jugularis
adalah 4,4 lb.
Pendarahan pada laring bagian belakang dan jaringan lunak terkait
vertebra servikal harus diartikan sebagai cedera traumatic. Pada sebagian besar
kasus tidak terjadi karena trauma leher, tapi karena overdistensi dan rupturnya
sinus vena yang membentuk pleksus faringolaringeal. Pendarahan tersebut
biasanya terjadi peri atau post mortem awal.
Pada kasus ligasi dan strangulasi manual yang fatal akan terdapat
petekie pada konjungtiva korban. Tidak semua petekie terjadi karena strangulasi
karena juga dapat ditemukan pada beberapa penyakit. Petekie terjadi pada korban
strangulasi yang tidak mengalami asfiksia derajat berat. Pada 79 korban yang
selamat dari strangulasi (ligasi dan manual), didapatkan petekie konjungtiva pada
14 orang, dan 8 orang mengalami hilang kesadaran, serta 4 orang mengalami
inkontinensia. Jadi hal ini menunjukkan bahwa petekie bukan petunjuk adanya
asfiksia yang mengancam nyawa, namun hanya reaksi local bendungan vena.
306
Gantung
Asfiksia pada kasus gantung terjadi karena kompresi atau konstriksi
leher oleh struktur berupa ikatan tali yang dibentuk oleh berat tubuh korban. Dapat
terjadi penggantungan tubuh baik secara lengkap maupun tidak lengkap (gambar
8.13). Penggantungan tidak lengkap terjadi bila kaki, lutut, atau pantang
menyentuh tanah. Penggantungan jenis ini sering terjadi. Hamper semua kasus
gantung adalah bunuh diri. Kasus gantung pembunuhan dan kecelakaan jarang
terjadi. Kematian terjadi karena kompresi pembuluh darah leher sehingga jumlah
darah beroksigen yang dialirkan ke otak berkurang. Obstruksi jalan napas terjadi
melalui kompresi trakea dan dislokasi lidah dan dasar mulut kearah posterior.
Kompresi jalan napas bukan merupakan penyebab kematian dalam kasus gantung.
Fraktur leher tidak memiliki kepentingan dalam kasus gantung. Kematian karena
gantung dapat terjadi pada individu dengan penyakit degenerative servikal lanjut
seperti osteoarthritis, dengan kombinasi penggantungan tubuh secara lengkap,
proses gantung mendadak, dan obesitas. Tekanan yang dibutuhkan untuk
mengkompresi vena jugularis adalah 4,4 lb; arteri karotis 11 lb; arteri vertebralis 66
lb; dan trakea 33 lb. Karena jumlah tekanan yang diperlukan untuk menekan arteri
karotis kecil, maka seseorang dapat tergantung dengan posisi duduk, berlutut, atau
tidur. Berat kepala (10 12 lb) yang tergantung pada tali sudah cukup untuk
mengoklusi arteri karotis dan menyebabkan kematian. Penulis pernah menemukan
kasus dimana korban menggantung dirinya pada tiang kasur dalam posisi tidur.
Sering ditemukan kasus gantung dengan posisi berlutut dan duduk.
307
A
Gambar 8.13. (A) Proses gantung lengkap.
308
Gambar 8.13 (B dan C) Kasus gantung tidak lengkap dengan tangan terikat ke
belakang (B)
Titik gantung paling sering terjadi di samping leher, diikuti bagian
belakang dan depan. Saat tergantung, tali penggantung biasanya tertarik ke atas
laring dan berada tepat di bawah rahang (gambar 8.14). Bagian leher akan terlihat
jejas luka beralur. Alur ini tidak melingkari leher sepenuhnya, biasanya kearah atas
menuju simpul tali dan lama kelamaan memudar pada bagian bawah (gambar
8.15). Apabila simpul terletak di bawah rahang maka akan ditemukan abrasi atau
indentasi di bawah rahang. Konfigurasi dan kejelasan alur bergantung bahan tali
penggantung yang digunakan. Sebuah tambang akan menyebabkan alur yang
dalam, nyata, terpisah jelas, dan dengan gambaran kaca (gambar 8.16 A). Alur ini
akan berwarna pucat kekuningan dengan bendungan pada tepinya. Dengan
berjalannya waktu alur akan mongering dan berwarna coklat tua. Pada materi tali
penggantung tipe lunak, alur yang dihasilkan tidak jelas, pucat, serta tanpa adanya
memar dan abrasi. Bagian bawah alur berwarna pucat dan tepi atas alur berwarna
merah akibat bendungan pembuluh darah post mortem. Tali penggantung berupa
handuk akan memberikan gambaran daerah abrasi superficial yang buruk. Pada
309
kebanyakan kasus bunuh diri dengan metode gantung ditemukan penggunaan tali
tunggal atau single loop. Kasus dengan tali ganda jarang ditemukan. Pada tali ganda
akan ditemukan dua alur yang parallel atau overlap, atau bahkan memiliki arah
yang berbeda sama sekali, seperti oblik dan horizontal. Kedua alur dapat melukai
kulit yang berada diantaranya sehingga pernyebabkan terjadinya pendarahan
(gambar 8.17). Bila digunakan ikat pinggang maka akan terbentuk dua bekas tali
parallel dimana tepi atas dan bawah ikat pinggang tertanam ke kulit (gambar 8.18)
Gambar 8.14. Gantung dengan titik gantung pada (A) samping leher dan (B) depan
leher.
310
Gambar 8.15. Alur tali penggantung kearah atas pada titik berat gantung.
Gambar 8.16. (A) Gambar tali pengganutng dengan dasar pucat kekuningan dan
bendungan pada tepinya. (B) Alur lebar dan pucat karena tali penggantung bersifat
lunak.
311
Gambar 8.17. Bunuh diri dengan tali penggantung ganda yang melukai kulit.
312
Gambar 8.19. Kasus gantung bunuh diri dengan protrusi lidah yang mongering.
lain, atau karena pembunuhan. Pada pemeriksaan setengah dari jumlah kasus tidak
ditemukan cedera struktur internal leher. Hanya 10 (12%) dari 83 kasus mengalami
fraktur pada pemeriksaan retrospektif. Fraktur kartilago tiroid terjadi pada 9 kasus
khususnya di superior horns dan 1 terjadi fraktur vertebra spinal. Kasus terakhir
terjadi pada wanita obese dengan arthritis vertebra servikal yang terjatuh dari
tangga sebelum tergantung sepenuhnya. Dari sembilan kasus fraktur kartilago
tiroid, 7 diantaranya bersifat unilateral dan dua sisanya bersifat bilateral. Dari 7
kasus unilateral terdapat fraktur kontralateral dari titik gantung pada 4 kasus, dua
kasus ipsilateral, dan 1 kasus tidak diketahui. Sebanyak 17 (20,5%) dari 83 kasus
diluar kasus dengan fraktur, terdapat pendarahan pada otot leher. Petekie
konjungtiva dan sclera terjadi pada 21 kasus (25,3%) termasuk empat kasus dengan
fraktur dan 6 dengan pendarahan leher. Petekie tidak ditemukan pada kasus
gantung bila terjadi obstruksi komplit dari system arterial sehingga tidak terjadi
pooling darah di kepala, tidak ada peningkatan tekanan intracranial, maka tidak ada
petekie. Saliva kering mengalir dari sudut mulut dan menetes ke dada. Cairan
mengandung darah dapat ditemui di lubang hidung.
314
fraktur servikal hanya ditemukan pada 29 kasus (9,5%) dari 307 kasus. Tiga kasus
diantaranya mengalami fraktur servikal C1 C6, 14 kasus mengalami fraktur
kartilago tiroid, 9 mengalami fraktur hyoid, dan tiga mengalami baik fraktr kartilago
tiroid dan hyoid. Tidak pernah terjadi lebih dari dua fraktur pada satu individu.
Fraktur tidak dipengaruhi factor ketinggian, jenis kelamin, dan lebar tali
penggantung. Kejadian fraktur meningkat dengan usia. Cara terbaik memeriksa
struktur leher pada kematian strangulasi oleh sebab apapun, adalah dengan
memindahkan organ dari rongga dada, abdomen, maupun memindahkan otak.
Setelah organ dipindahkan maka dapat dilakukan diseksi leher dengan lapang
pandang yang relative bersih dari darah. Bila terdapat darah pada kartilago tiroid,
kartilago krikoid, maupun kartilago hyoid maka dapat disimpulkan bahwa fraktur
terjadi antemortem. Namun menurut penulis baik darah yang ditemukan secara
mikroskopis pada fraktur tidak cukup kuat untuk mengatakan bahwa fraktur terjadi
antemortem.
Kasus gantung pembunuhan jarang terjadi. Secara logis akan sulit
bagi seorang dewasa untuk menggantung orang dewasa lain dengan ukuran tubuh
hamper sama, kecuali korban tidak sadar atau dalam keadaan terintoksikasi.
Apabila terdapat dua orang atau lebih pelaku kejahatan, maka mungkin juga
ditemukan kontusi lengan yang terjadi karena korban diikat paksa. Namun bila
pelaku kejahatan memiliki ukuran tubuh jauh lebih besar daripada korban, maka
tanda kejahatan mungkin tidak dapat ditemukan. Korban juga bisa diikat terlebih
dahulu baru kemudian digantung. Namun pada kasus terakhir tidak ada tanda klasik
berbentuk huruf
menemukan kasus gantung tidak komplit dengan bunuh diri, tanda tali
penggantung melingkar laring secara horizontal dan tidak mengarah ke atas (titik
gantung) seperti konfigurasi huruf V terbalik. Pada kasus gantung yang dicurigai
karena bunuh diri sebaiknya dilakukan pemeriksaan otopsi dan pemeriksaan
toksikologi lengkap untuk menyingkirkan tindakan kejahatan lain yang tidak terlihat
dan untuk menyingkirkan kemungkinan korban terintoksikasi suatu zat. Kasus
gantung kecelakaan biasanya melibatkan anak-anak yang sedang bermain dengan
315
tambang atau orang dewasa yang sedanag melakukan praktik asfiksia seksual.
Jarang ditemukan bayi yang tidak sengaja tergantung oleh tali pengikat dot yang
digantungkan pada leher bayi tersebut.
Polisi harus segera melaporkan kasus gantung pada ahli forensic
dengan segera. Bila korban telah dipastikan meninggal, maka mayat jangan
diturunkan langsung. Sebaiknya dibuat dokumentasi dan investigasi lokasi kejadian
dengan lengkap terlebih dahulu. Tali penggantung jangan dipotong dan sebaiknya
dikirim utuh melekat pada tubuh korban. Bila pemeriksa akan melepas tali
penggantung sebaiknya simpul tidak dilepaskan. Tali penggantung sebaiknya
dilepaskan melewati kepala korban atau dipotong pada titik berlawanan dari simpul
dan ditandai pada masing-maing ujung potongan. Penelitian sudah dilakukan pada
kasus gantung. Antara tahun 1817 1855, Casper melakukan 23 percobaan untuk
menentukan efek gantung pada mayat. Casper menarik kesimpulan bahwa bekas
tali penggantung di leher yang dibuat antemortem juga dapat dibuat 2 jam
postmortem. Jadi tanda bekas tali penggantung tidak mengindikasikan bahwa
korban hidup sebelum digantung.
Pada kasus hukuman gantung, kematian disebabkan oleh fraktur
atau dislokasi vertebra servikal atas dengan rusaknya medulla spinalis. Simpul tali
diletakkan di bawah telinga kiri atau di bawah rahang. Ketika lantai tempat kaki
korban menginjak disingkirkan maka korban akan jatuh tergantung pada suatu jarak
yang ditentukan oleh berat tubuh korban sendiri. Bila korban jatuh pada jarak
pendek, maka korban akan mengalami strangulasi dan tidak leher yang patah; dan
bila terjatuh pada jarak yang panjang maka korban akan mengalami dekapitasi.
Pada kasus hukuman gantung dapat ditemukan fraktur Hangman dimana terjadi
fraktur pedikel C2 dangan arkus posterior tetap terfiksasi pada C3. C1, prosesus
odontoid, dan arkus anterior C2 tetap berada pada artikulasi dasar tulang
tengkorak.
Cedera
terjadi
karena
hiperekstensi
dan
distraksi
sehingga
316
tulang oksipital, korpus servikal C2, dan prosesus transverses C1 3 dan C5. Dari
laporan Hartshome dan Reay pada dua kasus gantung terakhir, mereka menemukan
laserasi arteri vertebralis bilateral dengan pendarahan subarakhoid basilar; fraktur
kartilago hyoid dan tiroid serta pendarahan otot servikal. Pada salah satu kasus juga
ditemukan fraktur atau terpisahnya C2 dan C3 dengan transeksi medulla spinalis
lengkap, robeknya lapisan intima arteri karotis, dan hematom subdural. Pada kasus
terakhir jarak ketinggian adalah 5,5 feet dengan simpul tali di daerah subaural.
Pada kasus hukuman gantung, kesadaran hilang dengan segera,
walaupun jantung tetap berdenyut selama 8 20 menit kemudian, dan terdapat
kontraksi otot wajah, twithing, kejang tubuh dan tungkai, serta pergerakan napas di
dada. Pada kasus gantung diluar hukuman, mekanisme kematiannya adalah
strangulasi. Bila terdapat penggantungan lengkap dan oklusi arteri karotis dan
vertebralis, maka korban kehilangan kesadaran dalam waktu 5 11 detik seperti
pengamatan Rossen at al. Bila hanya terjadi oklusi arteri karotis, korban menjadi
tidak sadar dalam waktu 10 15 detik
317
318
Gambar 6.8. Fraktur fosa posterior kiri dengan kontusi kup hemisfer serebelum kiri
serta kontusi kontra kup pada lobus temporal kanan. Korban bertahan hidup
selama 8 hari.
319
Gambar 6.11. (A) Fraktur tulang temporal dengan laserasi arteri meningea media.
(B dan C) hematom epidural.
320
Gambar 8.11. Bayi usia 5 bulan yang dibunuh oleh ular piton. Tidak ada petekie,
pendarahan, atau memar. Tanda tusukan pada wajah yang berbentuk semisirkular
adalah bekas gigitan ular.
321
Gambar 8.24. Strangulasi manual dengan bekas kuku dan goresan pada samping
leher.
Gambar 9.19. Seorang anak usia 3 tahun terlindas truk dengan bekas ban pada
punggung.
322
Gambar 16.1. Luka sengatan listrik pada tangan menunjukkan titik masuk.
323
Gambar 19.2. Gelembung udara pada vena epikardium sebagai penyebab kematian
karena emboli udara.
Strangulasi Ligasi
Tekanan leher pada strangulasi ligasi dihasilkan oleh konstriksi tali
yang dieratkan, dan bukan berat tubuh. Hamper seluruh kasus strangulasi ligasi
adalah kasus pembunuhan. Berdasarkan pengalaman penulis, ligasi adalah metode
pembunuhan atas dasar asfiksia yang paling sering ditemukan, diikuti oleh
strangulasi manual. Dari 133 kasus pembunuhan atas dasar asfiksia, 48 kasus
diantaranya karena ligasi dan 41 diantaranya karena strangulasi manual. Wanita
adalah sebagian besar korban kasus strangulasi ligasi. Dari 48 korban strangulasi
ligasi, 27 diantaranya adalah wanita dan 21 adalah pria. Motivasi dilakukannya
strangulasi ligasi pada wanita sebagian besar adalah pemerkosaan. Mekanisme
kematian sama dengan kasus gantung yaitu oklusi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan berkurangnya oksigen ke otak. Dengan kompresi konstan maka
hilangnya kesadaran akan terjadi dalam 10 15 detik. Berbeda dari kasus gantung,
pada strangulasi ligasi ditemukan bendungan wajah dan leher, pendarahan sclera,
dan petekie konjungtia pada korbannya. Petekie sering ditemukan pada kulit
daerah periorbital. Menurut pengalaman penulis, petekie dapat ditemukan pada
86% korban kasus ligasi. Adanya bendungan pada wajah, petekie, dan pendarahan
sclera disebabkan oleh oklusi parsial dari pembuluh darah. Oklusi parsial ini
menyebabkan masih adanya aliran darah menuju ke otak melalui arteri vertebralis.
324
Darah yang telah mengalir ke otak ini tidak dapat dialirkan kembali ke jantung
karena adanya kompresi system vena. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
intravaskular, kongesti, dan rupture pembuluh darah. Tali yang digunakan untuk
ligasi antara lain kabel listrik, dasi, tambang, kabel telepon, sampai seprei. Bekas
ligasi pada leher menunjukkan jenis tali ligasi, besarnya tahanan dari korban, dan
jumlah gaya yang ditimbulkan oleh pelaku kejahatan. Bekas ligasi bisa tidak jelas
terlihat, bahkan tidak tampak pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak
berdaya dengan tali ligasi yang bersifat lunak seperti handuk dan dilepaskan segera
setelah terjadi kematian (gambar 8.21). Bila digunakan jenis tali ligasi yang tipis dan
keras, maka bekas yang ditimbulkan akan jelas mengelilingi leher. Awalnya akan
berwarna kuning dan berubah menjadi coklat tua setelah beberapa saat. Biasanya
bekas jeratan melingkari leher dalam bidang horizontal setinggi laring atau di atas
trakea (gambar 8.22). Sering didapatkan bekas jeratan yang terputus terutama di
belakang leher, tempat tangan pelaku memegang tali jerat dan mengeratkannya.
Abrasi dan kontusi jarang didapatkan, namun tetap dapat terjadi bila pelaku
menekankan tangan pada leher korban ketika mengeratkan jerat. Selain itu juga
bisa diakibatkan oleh korban sendiri ketika mencoba melepaskan jerat dari
lehernya. Jika digunakan dua jerat maka dapat terjadi memar pada kulit diantara
kedua jerat. Cairan edema dapat ditemukan pada lubang hidung.
325
Gambar 8.21. (A) Jeratan menggunakan kain. Bekas ligasi pada leher depan dan
samping. (B) Gambar close-up memperlihatkan pola kain vertical. (C) Bekas jerat
yang kurang jelas pada seorang anak perempuan. Digunakan kaos T-shirt untuk
menjerat.
326
327
Gambar 8.22. Korban terjerat (A) kabel telepon dan (B) tali sepatu boot. Terdapat
bendungan pada wajah korban dengan petekie. Bekas jerat pada laring horizontal
mengelilingi leher.
Bunuh diri dengan metode jerat jarang terjadi. Bila ada, biasanya korban
mengikat jerat secara erat di leher (gambar 8.23 A). Karena seseorang masih tetap
sadar selama 10 15 detik setelah oklusi komplit arteri karotis, maka korban
memiliki waktu untuk mengikat paling tidak satu simpul jerat lagi. Dapat juga
dilakukan penambahan jerat yang dililitkan pada leher beberapa kali. Beberapa
korban menggunakan metode torniket : sebuah tali dililitkan longgar pada leher,
dibuat simpul, kemudian menyisipkan sebuah tongkat di dalam lingkar jerat dan
memutar tongkat tersebut beberapa kali. Pada satu kasus digunakan plastic
pengikat untuk menjerat dirinya sendiri (gambar 8.23 B). Kasus jerat karena
kecelakaan jarang terjadi. Bisa terlihat bila aksesoris pakaian seperti dasi, scarf, dan
kaos terlilit pada mesin yang berputar. Seorang penari bernama Isadora Duncan
meninggal karena skarfnya terjerat pada roda automobile. Bekas jerat tetap terlihat
meskipun terjadi proses dekomposisi karena jerat telah menekan pembuluh darah
sehingga bakteri pembusuk tidak dapat mencapai area tersebut. Pada bayi, orang
tua, dan mayat dalam proses dekomposisi, dapat terbentuk pseudo-ligature marks
yang mirip strangulasi.
328
Gambar 8.23. (A) Strangulasi jerat dengan stoking. Telah mencoba bunuh diri enam
kali sebelumnya. (B) Strangulasi bunuh diri menggunakan plastic penutup.
Lipatan kulit leher bayi harus dibedakan dari bekas jeratan. Petekie juga
dapat secara normal ditemukan pada bayi yang lahir per vaginam. Sedangkan
tanda-tanda serupa yang dapat terjadi secara normal pada orang tua adalah garis
lipatan kulit leher yang pucat, petekie pada sclera dan konjungtiva (karena gagal
jantung), dan pendarahan retrofaringeal. Petekie sering terjadi pada gagal jantung
akut yang bukan penyebab kematian yang umum terjadi pada orang tua. Ada satu
329
kasus seeorang wanita tua yang ditemukan meninggal di kasur dengan bantal di
kepala sehingga membuat rahang mendorong ke dada. Pada wanita tersebut
terdapat riwayat penyakit jantung. Pada tubuh korban ditemukan bekas horizontal
pada leher depan yang dianggap sebagai bekas jerat. Bagian wajah diatas bekas
jerat mengalami bendungan dan terdapat petekie di sclera, konjungtiva, dan kulit
periorbital serta terdapat juga pendarahan retrofaringeal. Saat tubuh korban
diotopsi, tidak ada informasi mengenai situasi dan riwayat dari korban. Tidak
diketahui bahwa kepala korban terganjal bantal, korban memiliki riwayat gagal
jantung, dan korban meninggal dalam satu kamar dengan satu pintu masuk yang
diganjal. Pada kasus ini kerban meninggal karena penyakit koronernya. Bekas
seperti jerat yang terlihat pada leher hanyalah artefak karena posisi kepala korban
saat meninggal. Bekas seperti jerat juga dapat terlihat pada mayat yang
terdekomposisi dengan kerah baju ketat. Saat mayat dalam proses dekomposisi,
terdapat pembengkakan di sekitar bagian pakaian ketat yang menekan leher
sehingga menimbulkan alur dalam seperti bekas jeratan. Pada korban pembunuhan
dengan strangulasi ligasi, sering ditemukan rambut tergenggam di tangan. Rambut
tersebut harus dibandingkan dengan rambut korban. Dari bawah kuku korban dicari
jaringan tubuh pelaku. Namun pada kenyataannya hal ini tidak banyak membantu
penyelidikan sampai ditemukannya teknik STR dan mitokondria DNA untuk
memeriksa jaringan tersebut.
Strangulasi Manual
Strangulasi manual diakibatkan oleh tekanan tangan, lengan bawah
atau bagian tungkai lain terhadap leher sehingga menekan struktur internal leher.
Mekanisme kematian yang ditimbulkan karena oklusi pembuluh darah yang
menyuplai otak, misalnya arteri karotis. Oklusi jalan napas memiliki peranan kecil
dalam menimbulkan kematian. Hamper seluruh kasus strangulasi manual adalah
kasus pembunuhan. Menurut penulis kasus strangulasi manual adalah kasus
330
331
332
Harm dan Rajs melaporkan insiden terjadi pada 70% dari 20 kasus; Simpson dan
Knight melaporkan 92% dari 25 kasus. Dari 14 kasus wanita yang dilaporkan oleh Di
Maio memiliki rincian : 5 kasus terjadi hanya fraktur hyoid, 4 kasus kombinasi
fraktur hyoid dan tiroid, 3 kasus kombinasi fraktur hyoid dan krikoid, dan 2 kasus
kombinasi fraktur hyoid, tiroid, dan krikoid. Fraktur hyoid unilateral terjadi 3 kali
lebih banyak daripada fraktur bilateral, dengan kejadian pada sisi kiri disbanding sisi
kanan adalah 11 : 7. Semua fraktur kartilago tiroid melibatkan superior horn
daripada korpus tiroid. Cedera pada korpus tiroid biasanya vertical dan disebabkan
oleh cedera kartilago tiroid.
Gambar 8.24. (A dan B). Strangulasi manual dengan bekas kuku dan goresan kulit
samping leher.
333
334
jari pada leher depan samping. Sedangkan tanda kontusi dan eritema yang lain
dapat ditemukan pada sisi berlawanan sebagai akibat cedera oleh ibu jari. Bila
pelaku menggunakan tangan kanan, maka bekas ibu jari akan tampak pada sisi
kanan leher. Bila pelaku menggunakan kedua tangan dan menyerang korban dari
depan, akan terbentuk kontusi dan bekas eritema kuku pada kedua sisi depan leher,
biasanya pada posterior otot sternokleidomastoideus. Pada ksus dimana pelaku
menggunakan dua tangan dan menyerang korban dari depan, maka tekanan
dibentuk oleh kedua ibu jari pada bagian tengah leher. Tekanan yang dihasilkan
oleh pelaku akan langsung menekan sepanjang laring dan trakea. Hal ini berakibat
kontusi dan eritematosa pada aspek anterior leher. Daerah pendarahan terjadi
pada bidang parasagital bilateral atau midline leher. Sedangkan bekas kuku,
kontusi, dan tanda eritema terbentuk pada aspek lateral leher. Sedangkan bila
menyerang dari belakang, kontusi dan tanda eritema dari ujung kuku akan
ditemukan pada bagian depan leher antara laring dan sternokleidomastoideus.
Tanda tersebut akan terjadi dua sisi bila digunakan dua tangan dan sebaliknya pada
satu sisi bila digunakan satu tangan. Memar karena penekanan ibu jari akan terlihat
di belakang leher.
Metode strangulasi manual yang lebih jarang digunakan adalah
menggunakan telapak tangan untuk menekan leher tanpa melibatkan ujung jari.
Penulis menemukan kasus ini dengan semua korbannya adalah orang dewasa
dengan intoksikasi alcohol akut atau anak-anak. Tidak ditemukan trauma eksternal
baik oleh ujung jari atau kuku. Selain itu juga ditemukan bendungan wajah dan
petekie pada konjungtiva, sclera, dan kulit periorbita. Tidak ditemukan pendarahan
internal dan cedera struktur internal leher. Tanda bekas kuku dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis menurut Harm dan Rajs, yaitu impression mark, claw marks, dan
scratch mark. Impression mark berbentuk lengkungan rata seperti koma, oval,
dengan cedera epidermis rectangular berukuran panjang 10 15 mm dan lebar
beberapa millimeter. Impression mark ini terjadi bila ujung jari menekan kulit leher
dari sudut kanan dengan kuku menembus sampai lapisan dermis. Bila terbentuk
lengkungan, maka permukaan konkaf tidak berhubungan dengan permukaan jari,
335
dan bisa hanya merupakan gambaran cermin saja. Claw mark berebntuk seperti
huruf U dengan cedera pada lapisan epidermis dan dermis serta memiliki panjang 3
4 mm sampai beberapa cm. pada claw mark, kuku menembus kulit dengan sudut
tangensial dan memotong epidermis sampai dermis. Scratch mark adalah abrasi
linear sejajar dengan eritema pada epidermis dengan lebar 1 cm. Scratch mark
terbentuk bila kuku menembus epidermis dengan sudut vertical kemudian merobek
kulit sehingga terbentuk cedera yang lebih panjang.
Pada beberapa kasus strangulasi manual terdapat baik cedera
eksternal dan internal, dan pada beberapa kasus lain tidak didapatkan keduanya.
Salah satu penulis menemukan tiga wanita menjadi korban strangulasi manual
dalam tiga bulan. Pada korban pertama tidak ditemukan cedera internal maupun
eksternal; sedang pada korban kedua ditemukan bendungan pada wajah dengan
petekie konjungtiva dan sclera tanpa cedera internal maupun eksternal leher. Pada
korban ketiga ditemukan abrasi dan goresan kulit dengan pendarahan luas sampai
ke otot leher. Ketiga korban dibunuh oleh pelaku yang sama dan sewaktu kejadian
ketiganya memiliki kadar alcohol darah lebih dari 0,3 g/dL. Modus operandi pelaku
adalah menemui korban di bar, mentraktir minuman beralkohol sampai korban
terintoksikasi, kemudian mengajak keluar dan berhubungan seksual. Kemudian
pelaku mencekik korban. Saat dilakukan strangulasi, korban sudah tidak sadar
karena intoksikasi alcohol, jadi diperlukan sedikit tekanan saja. Pelaku menekan
tangannya pada leher korban dan mengkompresi pembuluh darah leher. Pada
kasus terakhir korban menjadi sadar kembali dan terjadi perlawanan sehingga
korban mengalami lebih banyak cedera. Kemudian pelaku mengaku telah
melakukan pembunuhan dengan cara yang sama pada beberapa wanita dalam
kurun waktu beberapa tahun di beberapa negara. Korban kasus strangulasi
biasanya wanita. Bila korbannya adalah laki-laki, biasanya korban sedang dalam
intoksikasi berat. Hal ini menunjukkanbahwa pemeriksaan toksikologi dalam
pemeriksaan kasus strangulasi diperlukan.
Inkontinensia sfingter dipikirkan sebagai tanda khas kematian pada
strangulasi. Harm dan Raj mengamati hal ini pada 37 korban meninggal dan 79
336
korban yang bertahan hidup dari kasus strangulasi. Dari 37 korban strangulasi yang
meninggal, 60% (22 korban) diantaranya ditemukan kandung kencing yang kosong
dibandingkan dengan 54 otopsi (14%) dengan kasus kematian diluar strangulasi.
Dari 79 korban yang bertahan hidup, 5% (4 orang) mengalami inkontinensia
sfingter. Jadi walaupun inkontinensia sering ditemukan pada kasus strangulasi, hal
ini bukan tanda yang khas. Fraktur laring atau hyoid hanya mengindikasikan bahwa
ada tekanan pada leher dan tidak menyebabkan kematian. Penulis pernah
menenmukan kasus dimana pelaku kejahatan mencekik korban hanya untuk
melumpuhkan saja, kemudian korban dipukuli hingga meninggal. Fraktur harus
dipastikan terjadi antemortem karena jarang terjadi fraktur laring saat dilakukannya
otopsi. Pendarahan massif pada lokasi fraktur harus ditemukan untuk menunjukkan
bahwa fraktur terjadi antemortem. Bila pendarahan ditemukan sebatas mikroskopis
maka hal ini bisa merupakan artefak postmortem. Pendarahan pada sisi depan dan
samping laring dapat menjadi dasar diagnosis adanya trauma, misalnya strangulasi
atau benturan. Sedangkan pendarahan retroesofageal dan paravertebraservikal
sering ditemukan pada kematian alamiah, terutama pada orang tua yang meninggal
perlahan karena hipoksia. Selain itu, petekie mukosa epiglotis atau laring juga
bukan criteria diagnosis spesifik untuk strangulasi.
337
Pada beberapa korban ditemukan abrasi kulit leher, petekie pada wajah, dan
petekie konjungtiva. Terjadinya petekie dipikirkan akibat kompresi dada selama
resusitasi.
Asfiksia Kimia
Bahan kimia penyebab asfiksia yang paling sering ditemukan adalah
karbon monoksida. Keracunan karbon monoksida dibahas pada bab 14.
Garam hydrogen sianida seperti kalium dan natrium sianida adalah
racun poten dengan kerja cepat. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan cara
berikatan dengan ion besi yang merupakan atom dalam sitokrom oksidasi
338
intraseluler. Tidak ada efek kumulatif dengan menelan atau menghirup sianida.
Seluruh kematian karena sianida adalah kasus bunuh diri yang sering ditemukan
pada petugas laboratorium yang sering menggunakan bahan kimia ini. Garam
sianida tidak berbahaya sampai garam tersebut beeikatan dengan asam sehingga
terbentuk gas hydrogen sianida. Bila seseorang menghirup gas ini dalam
konsentrasi tingga pada sebuah ruangan kecil tertutup, maka dapat terjadi
hilangnya kesadaran dan kematian dengan cepat dalam beberapa menit. Bila
seseorang menelan garam sianida maka juga dapat terjadi kematian dengan cepat
bila garam sianida berikatan dengan asam lambung dan perut dalam keadaan
kosong. Dengan perut terisi penuh, kematian dapat tertunda beberapa menit
sampai satu jam. Menurut Baslt dan J. Garriott dosis letal garam sianida untuk
orang dewasa adalah 200 mg. Pada otopsi korban meniggal karena menelan garam
sianida, tercium bau almon pahit dari mulut dan lambung. Namun tidak banyak
orang dapat mencium bau tersebut. Mukosa lambung dan darah korban akan
berwarna merah terang. Lebam mayat berwarna merah jambu muda. Pewarnaan
ini terjadi karena sianida menghambat system sitokrom oksidase sehingga
mencegah penggunaan oksihemoglobin yang beredar. Bila solusi tinggi garam
sianida tertelan, dapat terjadi luka bakar alkali pada mukosa lambung. Bila korban
memuntahkannya, dapat terlihat luka bakar pada kulit mulut. Bila hanya terjadi
penghirupan gas sianida, perubahan yang terjadi hanya berupa warna merah jambu
muda pada darah dan lebam mayat. Analisis sianida dalam darah harus dilakukan
sedini mungkin karena sianida akan didekomposisi. Sebaliknya sianida juga
diproduksi oleh tubuh dan secara normal terdapat dalam darah. Sianida
didetoksikasi oleh hati dan dirubah ke bentuk tiosianat. Kadar normal tiosianat
dalam darah adalah 1 4 mg/L pada orang yang tidak merokok dan 3 12 mg/L
pada perokok. Menurut J. Garriott kadar fatal sianida darah adalah diatas 1,1 mg/L
sedangkan nilai normalnya adalah 0,016 0,041 mg/L. Pekerja industry yang
terpapar sianida kronis memiliki rata-rata nilai normal 0,232 mg/L pada perokok
dan 0,183 mg/L pada bukan perokok. Hydrogen sulfide (H2S) dihasilkan dari
fermentasi bahan organic. Bahan ini ditemukan di selokan, tumbuhan selokan,
339
septic tank, dan bahan kimia dan minyak industry. Yang dimaksud dengan gas
selokan antara lain hydrogen sulfide yang bergabung dengan CO2 dan metana. Cara
kematian akibat H2S adalah kecelakaan. Dalam kadar rendah gas ini tercium seperti
telur busuk. Pada konsentrasi yang lebih tinggi (150 ppm) dapat menyebabkan
paralisis nervus olfaktorius.
Dalam konsentrasi rendah H2S adalah iritan local hebat. Pada
konsentrasi 1000 2000 ppm(0,1 0,2%) dapat terjadi kematian segera. Pada
otopsi ditemukan korban sianotik dengan darah berwarna gelap. Hal ini terjadi
karena
berkurangnya
oksihemoglobin
dan
terbentuknya
methemoglobin.
Sulfhemoglobin tidak dibentuk saat terjadi eksposur akut pada H2S. Sejumlah kecil
sulfhemoglobin dapat ditemukan dalam darah normal. Namun juga dibentuk pada
proses dekomposisi post mortem. Menurut J. Garriott, kadar fatal sulfide dalam
darah adalah 0,9 3,8 mg/L.
340
baik pada peralatan atau konstruksi peralatan serta kegagalan korban dalam
melepaskan diri maka kematian dapat terjadi.
Gambar 8.26. Seorang pria usia 21 tahun dengan asfiksia seksual. Terdapat handuk
diantara tali dan kulit.
Penyaliban
Bentuk asfiksia yang jarang ditemukan salah satunya adalah
penyaliban. Korban biasanya dipaku ke sebuah papan salib dengan paku menembus
pergelangan tangan dan kaki. Kematian timbul akibat beberapa hal yaitu syok
karena hipovolemia dan sekunder karena nyeri, dehidrasi, dan asfiksia. Berat tubuh
dengan lengan terpancang mengganggu proses ekshalasi karena otot interkostal
diposisikan terus menerus dalam fase inhalasi. Ekshalasi menjadi bergantung
sepenuhnya pada diafragma. Dalam beberapa waktu akan terjadi kegagalan
respirasi dan asfiksia.
341
342
Referensi
1. Ely SF and Hirsch CS, Asphyxial deaths and petechiae: a review. J Forens Sci
2000; 45(6):1274-1277.
2. Gordon I and Mansfield RA, Subpleural, subpericardial and subendocardial
hemorrhages. J Forens Med 1955; 2:31-50.
3. Gilg T et al., Investigations on postmortem coagulation and fibrinolytic reactions
in blood. Beitr Gericht Med 1986; 44:399-405.
343
344
18. Harm T and Rajs J, Types of injuries and interrelated conditions of victims and
assailants in attempted and homicide strangulations. Forens Sci Int 1981;
18:101-123.
19. Feigin G. Frequency of neck organ fractures in hanging. Am J Forensic Med. Path
1999; 20(2):128-130.
20. DiMaio VJM, Accidental hangings due to pacifiers. JAMA 1973; 226:790.
21. Rauchschwalbe R and Mann NC, Pediatric window-cord strangulations in the
United States, 1981-1995. JAMA. 1997; 277:1696-1698.
22. Petruk J et al., Fatal asphyxiations in children involving drawstrings on clothing.
Can. Med. Assoc. J. 1996; 155(10):1417-1419.
23. Casper JL, Handbook of the Practice of Forensic Medicine, vol 2, ed 3, GW
Balfour (trans). London, New Syndenham Society, 1982, pp 169-182.
24. Spence MW et al.,. Craniocervical injuries in judicial hangings: an anthropologic
analysis of six cases. Am J Forens Med Pathol 1999; 20 (4):309-322.
25. Hartshorne NJ, Reay DT, Judicial Hanging (letter), Am J Forens Med Pathol 1995;
16 (1):87.
26. DiMaio VJM, Homicidal Asphyxia, Am J Forens Med Pathol, 2000; 21(1):1-4.
27. Habal M, Meguid MM, and Murray JE, The long scarf syndrome A potentially
fatal and preventable hazard. JAMA 1972; 221:1269,1270.
28. Weiss S, Baker JP, The carotid sinus reflex in health and disease. Medicine 1933;
12:297-354.
29. Thomas JE, Hyperactive carotid sinus reflex and carotid sinus syncope. Mayo
Clin Proc 1969; 44:127-139.
30. Simpson K and Knight B, Forensic Medicine, ed 9. Baltimore, Edward Arnold,
1985.
31. Paparo GP and Siegel H, On the significance of posterior crico-arytenoid muscle
hemorrhage. Forens Sci 1976; 7:61-65.
32. Raven KP, Reay DT, and Harruff RC, Artifactual injuries of the larynx produced by
resuscitative intubation. Am J Forens Med Pathol, 1999; 20(1):31-36.
345
33. Baselt RC, Disposition of Toxic Drugs and Chemicals in Man, 5th ed, Chemical
Toxicology Institute, Foster City, 2000.
34. Chandra H et al, Chronic cyanide exposure A biochemical and industrial
hygiene study. J Anal Toxicol 1980; 4:161-165.
35. Uva JL, Review: autoerotic asphyxiation in the United States, J Forens Sci, 1995;
40(4):574-581.
36. Byard RW, Hucker SJ, and Hazelwood RR, Fatal and near-fatal autoerotic
asphyxial episodes in women. Am J Forens Med Pathol, 1993; 14(1):70-73.
37. Edwards WD, Gabel WJ, and Hosmer FE, On the physical death of Jesus Christ.
JAMA 1986; 255:1455-1463.
38. Reay DT and Eisele JW, Death from law enforcement neck holds. Am J Forens
Med Pathol, 1982; 3:253-258.
39. Reay DT and Holloway GA, Changes in carotid blood flow produced by neck
compression. Am J Forens Med Pathol, 1982; 3:199-202.
40. Koiwai EK, Deaths allegedly caused by use of choke holds (ShimeWazal). J
Forens Sci 1987; 32:419-432.
41. Kornblum RN, Medical analysis of police choke holds and general neck trauma:
I, II. Trauma, February 1986; 27(51:7-60; June 1986;28(l):13-64.
346
dari:
Tubrukan yang kuat dari individu pada beberapa bagian depan dari mobil
Kebakaran
347
alkohol.
Apabila
mempertimbangkan
hanya
pengemudi
yang
menyebabkan kecelakaan, hal ini akan lebih aman dikatakan bahwa 65-75% adalah
beberapa tingkat dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.1 Obat-obatan
tersebut tidak harus karena penyalahgunaan obat, tetapi dapat diperoleh dengan
resep. Selain itu, sedikitnya 15,9% pengemudi, pada beberapa daerah, yaitu
dibawah pengaruh marijuana pada saat tabrakan, meskipun berarti tingkat spesifik
dari kadar aktif marijuana tidak diketahui pada saat sekarang, hanya bahwa kadar
aktif marijana dideteksi dalam darah.1
Penyebab kedua yang umum terjadi pada kecelakaan kendaraan
bermotor adalah kesalahan manusia mengendarai dengan kecepatan tinggi, ugalugalan, dan tidur pada saat membawa kendaraan. Kecepatan yang tinggi,
merupakan penyebab yang paling sering, yang mana kejadian ini hanya merupakan
faktor kecil sebagai penyebab kecelakaan. Keadaan ini, sesuai dengan fakta, selalu
dihubungkan dengan intoksikasi alkohol, yang mana merupakan penyebab utama
kecelakaan. Sekarang ini kendaraan bermotor, dimana tabrakan pada kecepatan 55
dan 75 mph tidak berbeda secara significan dalam menyebabkan keadaan yang
fatal.
Penyebab ketiga yang paling sering terjadi adalah bahaya lingkungan,
seperti cuaca yang buruk, jalan yang licin, jalan dengan penanda yang buruk, dan
jalan dengan konstruksi yang jelek. Setelah ini, terdapat bermacam-macam
penyebab seperti kendaraan yang kurang baik dan penyakit fisik yang lazim.
Sebagai contoh terakhir yang mana seseorang yang menderita serangan jantung
yang parah saat mengendari kendaraan.
348
349
350
351
Tabrakan dengan tekanan yang kasar pada kaca depan, yang mana tidak
menyebabkan luka terbuka yang serius, dapat, dengan tekanan yang cukup,
menyebabkan perlukaan jaringan lunak yang berat. Terdapat partial avulsion pada
kulit dengan menempel pada bagian posterior (Gambar 9.2). Luka ini, karena
lokasinya, sering mengalami perdarahan yang sangat hebat, nampaknya sangat
hebat dan mengancam hidup. Hal ini disebabkan dokter di unit gawat darurat
memusatkan semua perhatiannya pada kasus yang kelihatannya berat, tetapi
sesungguhnya perlukaan kepala tidak mengancam hidup, dan mengabaikan
perlukaan pada dada dan perut yang sesungguhnya menyebabkan kematian
(Gambar 9.3). Tambahan pada perlukaan eksternal, tabrakan kepala dengan
kerangka mobil pada bagian atas kaca dapat menyebabkan fraktur basis tulang
tengkorak, luka tertutup di kepala, dan fraktur pada leher. Fraktur basis tulang
tengkorak cenderung berjalan sepanjang petrous ridges melalui sella turcica (hinge
fracture). Jarang merupakan fraktur ring dan garis fraktur multiplr pada dasar
tulang tengkorak.
Pada perlukaan di bagian leher, perlukaan fatal yang paling umum
adalah fraktur tulang servical bagian atas atau dislokasi pada atlanto-occipital
junction (Gambar 9.4). Ini dapat menyebabkan transeksi seluruhnya atau hancurnya
medula spinalis. Contoh yang lain, medula spinalis dipukul dengan keras, dengan
avulsion sebagian atau seluruhnya dari batang otak, bagian ventral, pada pontomedullary junction.
Dada pengemudi dapat bertubrukan dengan setir mobil; dada
penumpang bertubrukan dengan dashboard. Bukti dari perlukaan yang berasal dari
suatu tabrakan dari bekas luka gores atau luka memar pada setir atau dashboard
menunjukkan adanya perlukaan eksternal (Gambar 9.5). berikutnya perlukaan
internal merupakan tipe yang jelas, tergantung pada besarnya tekanan dan usia
korban:
Luka tusuk pada paru-paru yang disebabkan oleh fraktur tulang iga.
352
Luka memar, luka robek bagian dalam, dan ruptur pada parenkim paru.
Transeksi aorta.
Oleh karena bentuk alami yang elastis pada sternum atau tulang iga pada
orang yang masih muda, terdapat adanya perlukaan yang luas tanpa adanya
fraktur. Perlukaan bagian dada yang berat karena tabrakan dengan setir menjadi
kurang sering dengan pendahuluan pada penyerapan energi akibat tekanan setir
pada akhir tahun 1960an.
Kasus yang paling umum dalam perlukaan dada yang berat adalah transeksi
aorta (Gambar 5.2 dan 5.3). Secara khas, terjadi di bagian distal dari arteri subclavia
kiri. Kadang-kadang, akan tampak pada pemeriksaan autopsi pada orang yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor yang pada akhirnya meninggal. Pada
pembukaan bagian aorta, tidak jelas, bagian horizontal, jaringan parut linear pada
permukaan intimal dari aorta bagian distal ke arteri subclavia kiri dapat terlihat.
Adanya luka robek yang tidak lengkap pada bagian intima yang kemudian
disembuhkan. Meskipun etiologi dari luka robek pada aorta secara klasik dianggap
menurun dengan cepat, banyak pendapat yang terbaru mengatakan bahwa hal itu
disebabkan oleh adanya tekanan pada dada.5
Perlukaan pada jantung kurang umum dibandingkan dengan perlukaan pada
aorta. Perlukaan yang paling umum adalah luka memar pada miokardium, luka
robek pada kantung perikardium, ruptur atrium kanan, ruptur ventrikel kanan
anterior pada septum interatrial (Gambar 9.6). kadang-kadang, orang yang
meninggal akibat perdarahan paru intraparenkim disebabkan oleh luka memar
pada paru yang masif.
Tambahan perlukaan pada dada, terdapat luka robek pada hati dan limpa.
Perlukaan pada daerah hati berasal dari luka robek bagian permukaan capsul
sampai ruptur pecah. Dengan traum tumpul yang masiv, mungkin terdapat ruptur
pada bagian hemi-diafragma kiri. Dengan perlukaan di hati dan limpa, perlukaan
353
yang luas mungkin awalnya tidak disadari, ketika terdapat hanya menghasilakn
hematom subcapsular. Orang akan melakukan pemeriksaan dan berpikir hanya
suatu perlukaan yang kecil.
perdarahan. Pasien akan meninggal dalam beberapa jam, apabila bukan beberapa
hari, ketika ruptur hematom limpa atau hati subcapsular. Penulis memperlihatkan
kematian seseorang dimana dokter memusatkan perhatian pada perlukaan yang
lain yang mana mereka mengabaikan kemungkinan adanya perlukaan pada bagian
perut. Dalam satu kasus, memperlihatkan peritonel tap tanpa ditemukannya
perdarahan. Meskipun setelah itu pasien mengeluh nyeri pada bagian perut dan
hematokrit yang menurun, dokter tetap memusatkan perhatian pada perlukaan
yang lain yang mana akhirnya pasien meninggal akibat perlukaan di hati.
Kadang-kadang, akan ada kecelakaan kendaraan bermotor yang mana
pengemudi menabrak setir dan tidak ada penyebab kematian yang berhubungan
dengan anatomi yang tampak pada pemeriksaan autopsi yang lengkap dan
screening toksikologi. Mungkin terdapat trauma jaringan lunak pada dada dan
fraktur sternum atau tulang iga, tetapi perlukaan tidak cukup menjelaskan
kematian. Kematian serupa disebabkan oleh aritmia jantung berat sekunder untuk
luka memar pada jantung. Pemeriksaan pada jantung mungkin gagal untuk
memperlihatkan bukti adanya tabrakan karena kematian yang mendadak. Beberapa
orang tidak mengalami aritmia jantung hingga di bawa ke rumah sakit. Pada orang
ini, adanya luka memar pada jantung dapat dikonfirmasi oleh pemeriksaan enzim
dan EKG. Pasien selalu sembuh, meskipun kadang-kadang, mereka akan meninggal
akibat aritmia. Jarang, penulis memperlihatkan diseksi trauma aneurisma pada
arteri coronary descending anterior kiri disebabkan oleh trauma tumpul pada dada.
Sebelum kematian dapat dianggap luka memar jantung, pertama kali harus
dipertimbangkan sebagai asfiksia traumatic atau posisi. Suatu pembedahan yang
hati-hati pada bagian leher, anterior dan posterior, di bagian cervical atas harus
juga dilakukan. Penulis memperlihatkan suatu kematian yang disebabkan oleh
fraktur posterior atau dislokasi servical bagian atas, meskipun tidak ada perdarahan
tampak dari bagian anterior atau bagian subarachnoid pada batang otak. Perlukaan
354
ini tidak akan diketahui apabila bagian posterior dari medula spinalis bagian cervical
tidak di periksa. Perlukaan ini disebabkan oleh hiperfleksi pada kepala. Pada setiap
kematian yang berhubungan dengan mobil yang mana tidak ditemukan penyebab
kematian pada pemeriksaan autopsi, maka bagian belakang dari leher harus
diperiksa.
Pada orang yang lebih tua, kematian dapat terjadi dengan perlukaan yang
mana orang yang lebih muda mungkin dapat bertahan hidup. Jadi, fraktur tulang
iga, luka memar jantung yang kecil, leka memar pada paru, dan beberapa perlukaan
intraabdomen dan intratorak yang kecil yang mana orang yang lebih muda mungkin
akan bertahan hidup dapat menyebabkan kematian pada orang yang lebih tua
dengan riwayat jantung tidak stabil.
Apabila lutut bertabrakan dengan dashboard, mungkin akan terdapat
fraktur pada patella atau femur distal. Terdapat juga dislokasi pada sendi panggul
atau fraktur pada femur dibagian lehernya. Pada satu kasus yang dilihat oleh
penulis, seorang wanita pada usia awal lima puluhan merupakan penumpang yang
duduk di kursi depan mobil. Ia mengalami benturan pada lutut dan dashboard
dalam suatu tabrakan kecil. Ia dibawa ke unit gawat darurat pada suatu pusat
trauma yang mana ia mengeluh nyeri pada kaki dan luka memar yang jelas pada
lutut. Dilakukan pemeriksaan radiologi pada lutut, tetapi tidak ada fraktur yang
tampak. Wanita tersebut mengatakan bahwa ia tidak dapat berjalan, jadi ia
memakai tongkat dan pulang ke rumah. Suatu hari dan beberapa hari setelahnya, ia
ditemukan meninggal di tempat tidur. Pada pemeriksaan autopsi, ditemukan
fraktur pada leher femur kanan, dengan perdarahan yang masiv hingga otot dan
jaringan lunak pada paha. Dokter di unit gawat darurat, meskipun melakukan
pemeriksaan radiologi pada lutut, tidak melakukan pemeriksaan pada femur dan
fraktur di tempat lain yang menyebabkan kematian.
Kadang-kadang,
bagian
yang
dilanggar,
perlukaan
kecil,
namun
355
Pada orang yang tidak terkendalikan, susunan dan bentuk perlukaan adalah
lutut femur panggul dada kepala. Pada orang yang dapat dikendalikan
(menggunakan sabuk pengaman), perlukaan tergantung pada besarnya tekanan
tubrukan. Kontak dengan lutut selalu masih terjadi. Pada tabrakan dengan
kecepatan sedang (30 mph dan lebih), gerakan ke depan pada kepala yang mana
mungkin menyebabkan tubrukan pada setir. Pada semua tubrukan, orang akan
mengalami titik benturan pada arah ke depan. Hal ini benar pada tabrakan sudut
benturan depan. Jadi dalam suatu tubrukan dari depan kiri kendaraan, kepala
pengemudi bergerak ke kiri depan dan mungkin menabrak suatu tiang meskipun
penumpang mungkin menubruk bagian belakang kaca.6
Apabila pengemudi dan penumpang dikendalikan oleh sabuk pengaman dan
tidak ada gangguan dari bagian penumpang, kemungkinan bertahan hidup lebih
baik. Tambahan untuk pencegahan, atau setidaknya meperkecil, tubrukan pada
bagian penumpang, sabuk pengaman sesungguhnya mengurangi resiko tubrukan
sekalipun dalam tubrukan rollover. Penggunaan sabuk pengaman menurunkan
resiko tabrakan sebanyak 45%.
Sabuk pengaman dan kantong udara, meskipun efektif menurunkan insiden
kematian dan perlukaan, dapat, keduanya, menyebabkan perlukaan, dan kematian
sekalipun. Sabuk pengaman dapat menyebabkan robekan pada mesenterium dan
omentum dan kadang-kadang luka robek pada usus. Penggunaan sabuk pengaman
(bagian bahu) mungkin ada sebagai luka gores berbentuk garis yang berjalan ke
bawah dan pada bagian medial dari sisi kiri leher pengemudi atau sisi kanan leher
pada penumpang (Gambar 9.7A). Buruknya daerah luka gores dan luka memar
menunjukkan distribusi sabuk pengaman yang tampak pada kulit dari perut bagian
bawah (Gambar 9.7B).
Tambahan pada perlukaan yang telah disebutkan terlebih dahulu, juga
tampak luka iris, yang memotong superfisial pada kulit yang disebabkan oleh
fragmen kaca yang terjadi ketika jendela bagian samping dan belakang dari mobil
pecah (Gambar 9.8). Kaca yang digunakan pada jendela merupakan kaca yang
mempunyai design khusus, yang mana didesign khusus untuk tabrakan yang kuat.
356
Hal ini untuk mencegah seseorang di dalam mobil terjadi luka iris yang serius akibat
pecahan kaca. Luka tersebut dihasilkan oleh pecahan kaca yang kecil yang
berbentuk garis, sudut kanan, dan sangat superficial. Hal tersebut tidak mengancam
jiwa. Pengemudi umumnya dipengaruhi pada wajah sisi kiri dan dahi dan lengan
kiri; penumpang dipengaruhi pada wajah sisi kanan dan dahi dan lengan kanan.
357
358
359
360
361
362
sisi pengemudi, tergantung pada sisi kaca yang didorong ke pengemudi; pengemudi
menubruk kaca, atau keduanya. Tabrakan dari bagian samping dapat juga terjadi
ketika mobil tergelincir ke samping, suato objek yang menarik perhatian seperti
mobil atau tiang dengan bagian sampingnya.
Pada tubrukan antara mobil dan mobil, dimana membentur bagian
pengemudi, tekanan ditetapkan berasal dari arah bahu. Kepala dapat membengkok
ke arah lateral melalui sisi jendela. Mungkin juga menubruk tiang A atau B. Apabila
kendaraan yang ditabrak adalah truk, tekanan berasal dari bagian tertinggi dari
lantai, dan gangguan kendaraan dapat menyebabkan kontak langsung dengan
kepala. Sabuk pengaman atau kantung udara bagian depan dalam situasi ini
sesungguhnya tidak mempunyai keuntungan. Perlukaan eksternal luka gores, luka
robek, luka iris, dan fraktur akan muncul pada sisi kiri dari bagian tubuh, dan
lengan kiri dan kaki mungkin mengalami fraktur. Umumnya, fraktur tulang iga pada
bagian kiri lebih dominan. Meskipun textbook selalu membahas transeksi aorta dari
tabrakan di kepala, perlukaan ini dapat berasal dari suatu tabrakan pada bagian
samping. Tambahan, mungkin terdapat rupture jantung, dengan jenis perlukaan
yang sama. Luka robek pada hepar dan, derajat yang lebih kecil, limpa, dapat
muncul, seperti halnya luka robek pada ginjal kiri. Fraktur basilar dan fraktur leher
mungkin terjadi. Pengeruh keseluruhan dengan tiap kasus, bagaimanapun, bahwa
perlukaan pada sisi kiri dari bagian tubuh lebih berat dibandingkan pada sisi kanan.
Pada kasus penumpang dalam kecelakaan ini, perlukaan akan terjadi pada sisi
sebelah kiri. Penumpang di bagian depan yang tidak terkendali mungkin terlindungi
oleh pengemudi, menurunkan beratnya perlukaan dalam beberpa derajat.
Penggunaan sabuk pengaman oleh penumpang dapat menurunkan beratnya
derajat atau setidaknya mengurangi perlukaan oleh pencegahan penumpang akibat
kontak dengan penegmudi, pengaruh kendaraan, atau struktur dalam bagian
penumpang.
Apabila tubrukan berasal dari sebelah kanan (misalnya dari bagian
penumpang), perlukaan akan lebih berat pada sisi sebelah kanan dari tubuh.
transeksi aorta mungkin terjadi, meskipun kurang umum dibandingkan tabrakan
363
yang berasal dari sisi sebelah kiri. Luka robek pada jantung, hepar dan limpa; fraktur
pada leher; dan fraktur basal dapat juga terjadi.
Rollovers
Tabrakan rollover umumnya kurang menyebabkan kematian dibandingkan
dengan tabrakan dari sisi depan dan sisi samping, asalkan orang tersebut tidak
terlempar keluar atau kecelakaan berputar dan membentur suatu benda seperti
pohon. Segala sesuatu yang mencegah terlempar keluarnya orang di dalam mobil
dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup. Oleh karena design terbaik,
sekarang ini pintu mobil selalu tidak terbuka saat kecelakaan rollovers. Sebagai
penggantinya, orang yang tidak terkendalikan dapat terlempar keluar melalui
jendela. Jadi, penggunaan sabuk pengaman sangat menguntungkan pada
kecelakaan seperti ini. Apabila seseorang tidak menggunakan sabuk pengaman,
orang tersebut mungkin terlempar kearah yang berlawanan dengan penumpang.
Pengeluaran mungkin lengkap dengan mobil yang berputar, atau hanya kepala dan
tubuh bagian atas yang menjulur ke luar dari kendaraan. Keadaan ini sering terjadi
pada kecelekaan rollover terlihat cekungan dengan pewarnaan darah pada atap
mobil yang berdekatan dengan jendela (Gambar 9.9). Kepala dari salah satu orang
menonjol keluar melalu jendela mobil, dengan kepala menyebabkan depresi akibat
tabrakan.
Pola perlukaan pada kecelakaan rollover yang mana terjadi pada orang yang
tidak terkendalikan lebih banyak variasi karena orang tersebut terlempar, mau tidak
mau mempengaruhi permukaan. Tidak ada pola perlukaan yang spesifik. Apabila
seseorang menonjol keluar dan mobil memutar badannya tetapi bukan kepalanya,
mungkin tidak terdapat bukti trauma external (Gambar 9.10). Pemeriksaan autopsy
setelah itu, bagaimanapun, dapat menyebabkan rupture yang massif pada paruparu, jantung, hepar, limpa dan mesenterium.
Jumlah kecelakaan rollover diperkirakan sekitar 18,8% dari semua
kecelakaan kedaraan bermotor yang fatal.3 Pada mobil penumpang, arah tabrakan
yang paling umum berasal dari bagian depan, dengan jumlah rollovers sebanyak
364
15,1% dari kecelakaan yang fatal. Perbedaannya, rollovers berjumlah sebanyak 36%
dari kecelakaan fatal meliputi kendaraan; 24,5% mobil pickup; 20,3% mobil
pengangkut barang dan 13,*% untuk truk berukuran besar.3
365
366
Kesimpulan
Dalam diskusi yang telah disebutkan sebelumnya pada bentuk perlukaan
dihubungkan dengan macam-macam jenis tabrakan, kita membaginya dengan jelas
semua kecelakaan menjadi empat kategori : tabrakan pada bagian depan, tabrakan
bagian samping, rollover, dan tabrakan dari bagian belakang. Hal ini, tentunya,
mempunyai distribusi yang berarti. Terdapat kombinasi dari jenis tersebut. Jadi,
mungkin terdapat tabrakan bagian depan dimana mobil berubah arah, berputar
dan terhempas ke samping ke arah pohon,
Satu hal yang kecil, tidak sering, tetapi menyebabkan perlukaan yang
telah disebutkan diatas. Kadang-kadang, seseorang dibawa ke tempat penyimpanan
mayat dengan muka yangberwarn pucat dan texture kulit yang keras (Gambar
9.11). hal ini disebabkan apabila aki mobil pecah dan menyemprot muka korban
dengan asam.
367
Kantong Udara
Kantong udara diperkenalkan untuk menurunkan perlukaan serius dan
kematian pada tabrakan mobil, khususnya pada orang yang tidak menggunakan
369
sabuk pengaman. Dibandingkan dengan lap shoulder belts, kantong udara kurang
efektif. Jadi, kantong udara sendiri diperkirakan kurang efektif pada 10% dalam
menurunkan beratnya benturan pada pengemudi dari semua jenis dibandingkan
dengan 45% untuk lap shoulder belt apabila digunakan sendiri. Perkiraan
berkurang dalam beratnya saat digunakan bersama-sama adalah 50%.7
Untuk menjalani fungsinya, kantong udara akan memenuhi ruangan
sebanyak yang mungkin ada antara pengemudi dan setir atau penumpang dan
dashboard. Tambahan, kantong udara harus memenuhi bagian tersebut secepat
mungkin. Seperti halnya setiap barang atau obat dapat menyelamatkan hidup,
terdapat kemungkinan adanya efek samping. Jadi, kantong udara dapat
menyebabkan perlukaan, dan, pada keadaan yang jarang menyebabkan kematian.
Perlukaan yang fatal saat pengisisan kantong udara termasuk dislokasi
atau fraktur servical, fraktur basal tulang tengkorak, dan perlukaan dada dan perut
bagian dalam. Orang yang mengalami perlukaan mungkin menunjukkan
karakteristik luka gores pada leher bagian depan dan bagian bawah dari rahang
(Gambar 9.12). luka gores pada dada mungkin juga ada. Pada suatu kecelakaan kecil
yang diperlihatkan oleh penulis, terdapat adanya trauma tumpul pada arteri karotis
interna kanan bagian distal dari percabangan pada arteri karotis.
370
Kecelakaan Motor
Motor, berdasarkan designnya, secara umum berbahaya. Suatu kecelakaan
mobil yang mungkin menyebabkan perlukaan kecil dapat menyebabkan kematian
pada kecelakaan motor. Sekitar 6% dari semua kecelakaan yang fatal termasuk
motor.12 Kecelakaan yang melibatkan mobil, banyak hal yang berbahaya yang dapat
terjadi pada seseorang yang terhempas dari kendaraan. Kecelakaan motor selalu
menyebabkan terhempasnya pengemudi atau penumpang. Seseorang yang
meninggal karena kecelakaan motor umumnya menyebabkan jenis perlukaan pada
leher dan kepala yang menyebabkan kematian, yang mana kepala perlukaan pada
kepala lebih umum terjadi. Selalu ada fraktur tulang tengkorak yang berat,
khususnya bagian basal. Perlukaan terjadi dari benturan tanah atau benda lain.
Apabila orang tidak menggunakan pakaian pelindung, meskipun mereka
menggunakan, terdapat gesekan yang berat seperti luka gores yang mengenai
trotoar. Robekan pada daerah khusus menunjukkan tidak adanya perdarahan
371
subcutaneous, karena perlukaan sangat superficial dan terbatas pada kulit (Gambar
4.1).
Penulis memperlihatkan gambaran suatu pengendara motor dengan
benturan kepala dan lengan yang putus karena kabel atau kawat yang berada di
sepanjangjalan atau yang digunakan sebagai penyangga tiang atau menara (Gambar
9.13). Perlukaan terjadi ketika pengemudi tidak melihat kabel atau kawat.
372
373
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengemudi mobil sering tidak melihat
pengendara motor, karena kemampuan yang kurang, atau karena pengendara
motor mengendarai mototr tidak sesuai dengan standar.
374
References
1. Garriott JC, DiMaio VJM, and Rodriguez RG, Detection of cannabinoids in
homicide victims and motor vehicle fatalities. J Forens Sci 1986;
31:12741282.
375
376
377
Tabrakan
Pesawat Terbang
10
metatarsal dan pada tulang tibia dan fibula bagian distal. Berdasarkan suatu
makalah dari kematian pada 100 pesawat terbang, bagaimanapun, Campman dan
Bexfield menemukan insiden yang tinggi dari perlukaan pada penumpang. Mereka
berpendapat bahwa adanya perlukaan cukup mengurangi sensitifitas dan
spesifisitas untuk indikasi bahwa individu yang mereka datangkan adalah pilot yang
mengontrol pesawat terbang.
Seperti pada semua tabrakan di udara, ahli patologi harus mengidentifikasi
badan yang gosong dan terpotong-potong, membuktikan perlukaan, dan
menentukan apakah penyakit alamiah, obat-obatan atau peranan dari suatu
kekerasan. Oleh karena jumlah tubuh lebih sedikit, identifikasi selalu mudah
dilakukan. Kebanyakan identifikasi didasarkan pada laporan sidik jari dan gigi,
kadang-kadang dilakukan berdasarkan perbandingan radiologi antemortem dan
postmortem, dan menggunakan tes DNA meskipun jarang dilakukan.
379
merencakan adanya bencana pada tempat yang digunakan apabila suatu tabrakan
di udara terjadi.
Tambahan pula dalam mengidentifikasi jenazah penumpang, ahli patologi
forensik akan melakukan autopsi awak pesawat terbang dalam percobaan untuk
menentukan apakah penyakit alamiah atau obat-obatan mungkin memperbesar
terjadinya tabrakan, meskipun, oleh karena ukuran awak pesawat terbang dan
instrumen yang berpengalaman pada pesawat terbang komersial, hal ini sangat
tidak mungkin. Ahli patologi forensik akan mencari trauma yang dihubungkan
dengan tabrakan yang mungkin menjelaskan mengapa tabrakan itu terjadi. Jadi,
akan tampak luka tembakan dan bukti dari suatu ledakan. Tubuh korban yang
dilakukan pemeriksaan radiologi akan tampak pecahan bom. Autopsi yang
dilakukan pada penumpang akan selalu selektif dan dimaksudkan untuk
mengetahui bagaimana pesawat ditabrak, apakah gas diproduksi oleh api dari suatu
bagian dalam kematian, dan apakah ada bukti dari perlukaan oleh karena bahan
bakar.
Penyebab Tabrakan
Apakah dalam tabrakan pesawat terbang komersial atau pesawat terbang
api, pilot (awak pesawat dalam pesawat terbang komersial) harus melakukan
sreening toksikologi yang lengkap untuk adanya pengaruh alkohol; asam, basa, dan
obat-obat yang terkenal; obat-obat alkali; narkotik; karbon monoksida dan,
kemungkinan marijuana. Pada umumnya, salah satu petunjuk untuk obat-obatan,
bukan dalam kadar toksik, tetapi dalam kadar terapi yang dapat merusak refleks
dan memikirkan untuk suatu derajat yang cukup untuk memberikan kontribusi atau
penyebab kecelakaan. Oleh karena itu, metode analisis yang sangat sensitiv dan
spesifik harus dimanfaatkan dalam pemeriksaan screening toksikologi. Keadaan
yang jarang dimana penyakit alamiah atau karena obat-obatan yang berperan
dalam tabrakan pesawat terbang. Kebanyakan kasus, tabrakan pesawat terbang
oleh karena kesalahan pilot, kerusakan mesin, apakah, atau suatu kombinasi dari
380
faktor-faktor tersebut. Pada pesawat api, sering melakukan keputusan yang buruk,
seperti penerbangan pada cuaca yang tidak sesuai.
Tempat Tabrakan
Mayotitas kecelakaan pesawat terbang terjadi saat pesawat terbang sedang
melakukan keberangkatan dan pendaratan. Pada pemeriksaan 473 tabrakan udara
sipil di seluruh dunia, ditemukan bahwa 34,9% tabrakan terjadi pada saat
pendaratan; 36,9% pada saat menurun dan mendarat; 26,4% pada pertengahan
penerbangan dan 1,8% pada saat parkir. Jumlah kematian setiap tabrakan relatif
sedikit. Jadi, dalam 50,7% tabrakan, ada sedikitnya lima kematian, dan dalam 72,7%
terdapat kurang dari 20.
Tindakan utama yang paling penting pada suatu tempat tabrakan adalah
untuk mengamankan tempat, buat dokumen, dan lindungi setiap barang bukti
untuk diberikan kepada kelompok investigasi yang akan datang. Bagian tubuh
sebaiknya tidak dipindahkan secara indiskriminan, tetapi sebaiknya ditempatkan di
sebelah kiri dan didokumentasikan dimana mereka akan memperbaiki hubungan
bagian tubuh yang lain dan segala sesuatu berada di sebelah kiri dari pesawat
terbang. Sayangnya, pada tabrakan pesawat komersial, sering berurusan dengan
tempat dari pada dengan bagian tubuh. Juga, sayangnya, tabrakan pesawat terbang
menyebabkan pemburuan dan perampasan souvenir.
Pegangan yang aktual dari identifikasi tubuh dan proses tubuh akan
bervariasi pada tiap daerah. Identifikasi kemudian dapat membuat hubungan
secara langsung dengan adegan. Contoh yang lain, badan mungkin di transportasi
ke suatu rumah mati. Lagi pula, penggunaan truk pendingin selalu perlu karena
dalam jumlah yang besar dari seluruh tubuh dan penggunaan alat yang aman.
Terdapat juga suatu kombinasi identifikasi pada tempat dan pada rumah mati. Jika
ada kecurigaan keterlibatan bom, pemeriksaan radiologi tubuh akan diambil dan
pemeriksaan luar untuk sisa bahan peledak yang ditimbulkan.
Seorang ahli patologi forensik akan realistik dan menyadari bahwa dalam
suatu bencana pesawat terbang komersial, mereka mempunyai peranan yang relaif
381
kecil. Investigator yang lain, termasuk ahli rekonstruksi kejadian, ahli faktor
manusia, ahli meteorologi, ahli bio-mekanik, ahli kekuatan bangunan, ahli
metalurgi, dan ahli aero-dinamik, mempunyai peran yang lebih baik dibandingkan
ahli patologi forensik. Hal ini terjadi karena tujuan utama kecelakaan pesawat
terbang adalah untuk menentukan mengapa kecelakaan tersebut terjadi. Ahli
tersebut mempunyai tiga bagian utama yang diperhatikan yaitu pilot (atau awak
pesawat terbang), pesawat terbang, dan lingkungan (cuaca, pegunungan atau
pesawat yang lain, dan lain-lain).
Pola Tabrakan
Terdapat enam pola dasar tabrakan pesawat terbang: 3
1. The hole in the ground
2. The spin impact
3. The spiraling impact
4. The small angle of impact
5. In-flight disintegration
6. The wire strike
Pola the hole in the ground disebabkan oleh karena terjun dengan
kecepatan tinggi ke tanah dengan sikap menukik pada sudut antara 45 dan 90.
Komponen padat pada pesawat terbang, seperti mesin, akan ditemukan atau
terkubur pada dasar lubang. Pada setiap kecelakaan, pilot dengan jelas tidak dapat
mengkontrol pesawat.
Pada The spin impact, pesawat terbang terjun ke tanah, selalu dengan
sikap menukik, sementara berputar. Karena kecepatan yang relatif rendah yang
dihubungkan dengan putaran, lubang yang dihasilkan lebih dangkal dibandingkan
lubang yang terjadi pada pola the hole in the ground. Sayap pesawat akan
membentuk bekas tipis pada lubang. Bagian dalam sayap dari putaran pesawat
merupakan penemuan pertama di tanah, dengan sayap bagian luar menghasilkan
suatu bekas di tanah yang secara langsung berlawanan dengan bekas yang
382
dihasilkan oleh sayap bagian dalam. Bekas pada tanah akan menjadi indikasi dalam
hubungannya dengan rotasi. Walaupun kebanyakan tabrakan pesawat terbang
terjadi berdasarkan tipe ini dengan sikap menukik, kadang-kadang beberapa
kejadian terjadi dalam sikap flat atau datar.
Ketika suatu pesawat terbentur tanah saat berputar, menyebabkan bentuk
atau pola spiral impact. Pada pola ini, sayap bagian dalam membentur tanah
pertama kali dan kemudian sayap bagian luar. Tidak seperti pola the spin impact,
tetapi, rongsokan menyebar relatif luas. Sayap pesawat mungkin terkoyak dari
pesawat tetapi kembali berhenti tidak jauh dari badan pesawat. Mesin pesawat
selalu terpisah dari tempatnya ketika ditempelkan pada sayap dan tinggal dekat
dengan titik utama tabrakan.
Kecelakaan dengan pola small angle of impact mungkin terjadi dengan
kecepatan tinggi atau rendah. Pada kecepatan rendah, pola kecelakaan small angle
of impact selalu diakibatkan oleh pendaratan yang terpaksa. Pada kecepatan
rendah menyebabkan kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tabrakan
dengan kecepatan tinggi dan juga manusia yang mungkin hidup. Pada kecepatan
tinggi, pola small angle of impact, terdapat kuat, pola runtuhan berbentuk kipas,
dengan pesawat terbang pecah menjadi banyak potongan. Awal dari tabrakan
pesawat terbang, tanda pertama dapat terlihat keadaan memutar apabila alat-alat
pendaratan jatuh, atau baling-baling, apabila pesawat merupakan pesawat yang
mempunyai baling-baling. Pada daerah yang berpohon-pohon, sayap pesawat
dapat dirusakkan oleh bagian atas pohon sebelum jatuh ke tanah. Pada kecepatan
yang tinggi, pola small angle of impact pada dasarnya disebabkan oleh
penerbangan yang dibatasi di atas tanah karena terbang rendah.
Pada pola in-flight disintegration, bagian utama pesawat terbang disebar
pada daerah yang luas tanpa suatu bentuk logis yang nyata. Pola jenis ini kurang
menyebar tampak dalam ledakan pesawat, kegagalan struktur utama dan tabrakan
di udara. Kecelakaan pertengahan penerbangan berjumlah 26,4% dari semua
kecelakaan. Apabila hanya melibatkan satu pesawat, kasus akan ditangani sebagai
suatu tindakan bom pada saat penerbangan. Tubuh akan dilakukan pemeriksaan
383
radiologi untuk fragmen bom atau fragmen dari baling-baling pesawat ke tubuh
oleh suatu ledakan. Kebakaran disebabkan oleh dekatnya suatu letusan bom yang
akan dicari. Pakaian akan disimpan untuk menganalisis sisa dari bahan peledak.
Pemeriksaan swab kulit juga akan dilakukan untuk beberapa tujuan.
Pada pola wire strike selalu melibatkan penerbangan dengan tingkat
rendah oleh helikopter. Hal ini terjadi ketika pesawat terbang rendah kemudian
menghantam suatu kawat.
Tabrakan Helikopter
Keadaan ini mungkin melibatkan suatu tabrakan dengan benda yang tidak
bergerak (misalnya bangunan menara atau tiang listrik), dan juga suatu ledakan di
udara, tabrakan di udara dengan pesawat terbang yang lain, kehilangan kekuatan
secara mendadak atau tabrakan dengan tanah. Aspek yang tidak biasa dari
tabrakan ini, dibandingkan dengan tabrakan yang melibatkan pesawat terbang yang
lengkap, adalah bahwa, apabila helicopter kehilangan kekuatan atau bagaimanapun
juga hilangnya kendali dalam penerbangan (misalnya tabrakan di udara), helicopter
mungkin akan jatuh lurus ke bawah. Perlukaan yang terjadi mungkin lebih serupa
dibandingkan dengan tabrakan pesawat terbang tradisional.
384
Lightning Strike
Halilintar dihubungkan dengan pesawat terbang merupakan kejadian yang
sangat jarang terjadi. Jadi, Cherington dan Mathys mengidentifikasi hanya sekitar
40 kejadian pada tahun 1963 1989.5 Keadaan ini menyebabkan 290 kematian.
Terdapat 30 kasus melibakan pesawat terbang milik perorangan dan 10 kasus
melibatkan pesawat terbang komersial. Halilintar dapat menyebabkan kecelakaan
oleh karena (1) masuknya kompartemen bahan bakar dan meledaknya bahan
bakar, (2) pilot tidak dapat melihat sementara oleh karena kilatan cahaya, atau (3)
gangguan system mesin. Oleh karena peningkatan bahan bakar, listrik dan system
control otomatis, Cherington dan Mathys merasa bahwa kecelakaan disebabkan
oleh karena halilintar akan menjadi kurang umum. Dengan menggunakan bahan
campuran dalam konstruksi pesawat terbang, permasalahan yang lain timbul.
Bahan tersebut tidak mengalami konduksi. Jadi, apabila mereka berhenti oleh
karena halilintar, halilintar dapat membakar sebuah lubang melalui bahan tersebut.
385
References
1.
2.
Rutherford WH, An analysis of civil air crash statistics 1977-1986 for the
purposes of planning disaster exercises. (1988) Injury 19:384-388.
3.
Horton NL, cited by Schiff B: After the fall. AOPA Pilot 1988; 31:67-70.
4.
5.
386
11
Sudden Infant
Death Syndrome
Sudden
Infant
Death
Syndrome
(SIDS),
atau
crib
death,
death sering dipikirkan sebagai mati lemas karena selimut, seprei atau kasur. Jadi,
Abramson, dalam makalah yang dibuat pada tahun 1944, dilaporkan 139 kematian
oleh karena mati lemas yang terjadi selama periode 5 tahun di kota New York,
jumlahnya lebih bnesar dibandingkan jumlah total kematian oleh karena measles,
scarlet fever dan diphtheria.2 Gafafer menyatakan bahwa mati lemas dihitung lebih
dari 0,3 dari semua kematian pada bayi dibawah usia 1 tahun.3 Wooley, dalam
makalah yang ditulis pada tahun 1945, telah mengkritik konsep ini.4 Ia berpikir
bahwa pemeriksaan autopsy yang lengkap harus dilakukan pada setiap kematian
bayi yang tidak dijelas dan, ketika penyebab kematian tidak dapat ditentukan, ahli
medis harus mengakui bahwa hal ini merupakan kekurangan dari penyebab
kematian dibandingkan alasan bahwa anak mati lemas dalam seprei. Wooley
menunjukkan bahwa ia telah menganalisis udara atmosmpher bayi yang dilindungi
dalam berbagai variasi oleh jenis yang berbeda dari seprei. Di seprei yang biasa,
terdapat perasaan yang tidak nyaman pada bayi. Ia juga berusaha untuk
menyebabkan anoksia dengan hidung dan mulut tertutup yang ditekan oleh bantal
dan selimut. Meskipun anak lebih kecil, bagaimanapun, telah mampu
menyingkirkan ke samping untuk menghasilkan jalan napas yang bebas. Woolet
menyimpulkan bahwa hal yang penting dari mati lemas sebagai suatu penjelasan
dari kematian bayi secara mendadak yang tidak dapat diperkuat.
punggung. Modifikasi ini dibuat untuk mencegah bayi ditempatkan di bagian yang
dapat menyebabkan berguling ke bagian dekat lambung.
Presentasi Kasus
Seperti dinyatakan dahulu, SIDS diperkirakan 3000 4000 kematian
pertahun di Amerika Serikat. Banyak terjadi pada usia antara 2 4 bulan , dengan
menurun pesat setelah usia ini. Dalam suatu penelitian pada 187 kematian oleh
karena SIDS di kota New York, sekitar 92% terjadi pada anak usia 6 bulan atau anak
lebih muda dan sekitar 74% pada anak usia 1 4 bulan. Tidak adak kematian yag
dianggap oleh karena SIDS terjadi pada anak usia 12 bulan ke atas. Pada
kenyataannya, usia 10 bulan merupakan usia yang lebih akurat. Penulis, sesuai
dengan kebiasaan umum, tidak dipersalahkan kematian SIDS teradi dibawah usia 1
bulan, khususnya terjadi pada satu atau dua minggu pertama kehidupan. Meskipun
juga tidak diketahui etiologinya, mereka paling mungkin tidak menyebabkan kondisi
yang sama yang menyebabkan kematian setelah usia 1 bulan. Paling mungkin, oleh
karena gangguan yang disebabkan oleh perkemabangan neonatal dan adaptasi di
lingkungan atau dunia baru.
Bayi premature kelihatannya mempunyai resiko yang lebih tinggi dalam
menyebabkan SIDS. Bagaimanapun, mayoritas kematian SIDS terdiri dari bayi yang
lahir cukup bulan. Seperti kebanyakan penyakit, laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Ras rupanya tidak menjadi faktor yang mempengaruhi, tetapi status
sosialekonomi mempengaruhi keadaan tersebut. Kematian SIDS tampaknya
bervariasi dengan suhu lingkungan. Dengan penurunan suhu, cenderung kematian
SIDS meningkat.
Kematian SIDS terjadi dengan tetap meskipun anak dalam keadaan tidur.
Kebanyakan anak ditemukan meninggal dalam tempat tidur bayi di pagi hari ketika
orang tuanya hendak memberikan susu. Insiden tinggi untuk kematian di tempat
tidur tampak terjadi antara tengah malam dan sarapan di pagi hari. Kematian SIDS,
bagaimanapun, terjadi sepanjang hari dan tidak hanya di tempat tidur bayi, tetapi
389
juga di kereta bayi, di punggung, dan saat anak sedang di bawa oleh orang tuanya.
Bagaimanapun, anak selalu tampak tertidur saat meninggal.
Suatu kasus yang ketiga, berdasarkan pendapat kami, hal ini tidak
mungkin terjadi dan merupakan suatu kasus pembunuhan. Pada kasus yang kedua
yang diberi label tidak dapat ditentukan lebih tepat dibandingkan SIDS untuk
kasus hiasan, yang mana, dapat dibuat sebagai referensi yang akan datang.
Pada kasus pembunuhan SIDS yang multiple dengan percobaan, pembelaan
yang dilakukan kadang-kadang bahwa anak menderita yang berasal dari beberapa
penyakit jarang nonherediter yang tidak dapat didiagnosis yang menyebabkan
390
Diagnosis SIDS
Oleh karena SIDS merupakan suatu diagnosis dari pengecualian, diagnosis
tidak dapat dibuat apabila tidak dilakukan pemeriksaan autopsy secara lengkap, dan
tidak ada dokter akan memberikan tanda suatu bukti kematian sebagai SIDS tanpa
adanya pemeriksaan tersebut. Apabila dokter bekerja pada pengadilan dimana
keluarga dapat mencegah pemeriksaan autopsy pada suatu kasus yang dicurigai
sebagai kasus SIDS, mereka akan memberikan label penyebab dan cara kematian
sebagai tidak dapat ditentukan, bukan sebagai SIDS, dan bukan juga wajar.
Pemeriksaan autopsy harus meliputi, tidak hanya pemeriksaan organ secara
garis besar, tetapi juga mikroskopik dan toksikologi. Penulis memperlihatkan kasus
yang jelas SIDS yang dilakukan screening toksikologi rutin menunjukkan kematian
yang disebabkan oleh suatu obat. Bagian pemeriksaan screening toksikologi terdiri
dari pemeriksaan elektrolit yang diambil dari cairan vitreous. Pada pemeriksaan ini
menunjukkan elektrolit yang abnormal atau dehidrasi.
Diagnosis SIDS dibuat ketika suatu investigasi pada keadaan terpaksa sekitar
kematian ditambah pemeriksaan autopsy gagal untuk menunjukkan penyebab
kematian atau beberapa proses penyakit yang berhubungan dengan zat. Dari luar,
gambaran tubuh anak tidak ada yang istimewa. Mungkin terdapat beberapa darah
dicampur dengan cairan edema dalam lubang hidung atau mulut. Sering, feses
terdapat pada popok. Pada bagian dalam, sering terdapat adanya kongesti paru
dengan edema. Sering terdapat adanya petekie pada timus, epikardium, dan
permukaan pleura pada paru. Keadaan ini, seperti edema dan kongesti, merupakan
suatu keadaan yang tidak spesifik dan mungkin ada pada kasus yang jelas SIDS dan
391
ada pada kasus yang bukan SIDS. Petekie disebabkan oleh anoksia agonal yang tidak
spesifik. Sisa pemeriksaan autopsy akan bernilai negative. Terdapat adanya laporan
hipertrofi dan hyperplasia otot dari arteri pulmonal kecil, hipertrofi ventrikel kanan,
dan gliosis batang otak.10 Penemuan tersebut, bagaimanapun, telah dibuktikan atau
memberikan dugaan yang tinggi.
Dalam beberapa pemeriksaan autopsy, akumulasi kecil dari sel inflamasi
kronik mungkin tampak pada laring dan trakea, dengan beberapa endapan yang
tersebar disekeliling bronki atau alveoli. Dalam setiap kasus, selalu terdapat adanya
suatu kemungkinan bahwa keadaan tersebut dihubungkan dengan kematian oleh
karena bronchiolitis. Mereka akan memutuskan apakah besarnya inflamasi disekitar
bronki atau di alveoli cukup untuk menjelaskan kematian.
Etiologi SIDS
Etiologi SIDS barangkali multifocal dan termasuk tidak hanya penyebab
wajar, tetapi kecelakaan dan, lebih jarang, pembunuhan. Teori baru sebagai etiologi
berkembang dalam beberapa tahun, kemudian menghilang hanya untuk digunakan
pada beberapa tahun yang akan datang. Teori termasuk perpanjangan interval QT;
immunopatogenesis; control homeostatic tidak stabil, dll. Dua hipotesis akan
disebutkan. Teori pertama bahwa kematian SIDS dapat dihasilkan oleh penyuntikan
DPT (diphtheria pertussis tetanus). Suatu penelitian oleh National Institute of
Child Healt and Human Development menunjukkan bahwa dari 716 kasus SIDS, 40%
telah menerima vaksin DPT.11 Dalam suatu kelompok control yang sesuai
berdasarkan umur, ras, dan berat badan lahir, 53% anak telah diberikan imunisasi.
Jadi, tidak ada hubungan yang ditemukan antara penyuntikan DPT dan SIDS.
Teori kedua bahwa SIDS disebabkan oleh apneu idiopatik herediter. Pada
tahun 1972, Steinschneider menjelaskan lima bayi yang menderita sianosis multiple
dan episode apneu dengan etiologi yang tidak diketahui selama tidur. 12 Dua anak,
saudara kandung, setelah itu meninggal. Steinschneider berhipotesa bahwa sleep
apneu yang berlangsung sangat lama dapat menyebabkan SIDS. Kemudian
berkembang literature yang luas tentang topic ini. Menyebabkan penonjolan kasus
392
SIDS hampir hilang. Hal ini dikarakteristikkan oleh bayi yang berhasil diresusitasi
setelah dibawa ke ruang gawat darurat dengan adanya episode apneu dan sianosis.
Pada beberapa anak, terdapat pengakuan berulang selama keadaan ini. Hal ini
harus disadari bahwa observasi utama pada apneu dan sianosis di rumah oleh
orang observer nonmedis dan kebenaran dari observasi ini terbuka pada setiap
pertanyaan. Dalam contoh lain, tidak diragukan dengan mutlak bahwa episode
hampir hilang ini muncul kembali dalam episode yang multiple sebagai
ancaman pada bayi oleh karena pencekikan, jadi beberapa disebut Munchausen
Syndrome oleh Proxy.13-15 Pada tahun 1995, kematian dijelaskan dalam makalah
oleh Steinderschneider yang menemukan pembunuhan oleh karena pencekikan.16
Setelah penelitian yang lama, masih tidak ada bukti yang pasti bahwa apneu
yang singkat yang umumnya tampak pada bayi premature dan SIDS mempunyai
hubungan.17,18 Southall dkk. Meneliti pola pernapasan pada 6914 bayi lahir cukup
bulan dan 2337 bayi premature setelah periode 24 jam lebih dahulu ke rumah sakit
dalam suatu usaha untuk melihat apabila mereka dapat mendeteksi kasus SIDS.
Kematian mendadak terjadi pada 29 bayi yang diteliti. Tidak ada yang mempunyai
episode apneic yang berlangsung sangat lama sewaktu diteliti. Tidak ada bayi yang
mengalami apneu yang berlangsung sangat lama selama pemeriksaan periode
kematian.
Oleh karena SIDS dipikirkan oleh beberapa ahli disebabkan apneu sekunder
pada perkembangan immature dari batang otak, dan bersifat herediter,
menggunakan kembali monitor apneu menjadi suatu kebiasaan. Tidak ada bukti
bahwa monitor dapat mencegah setiap kematian dari SIDS.
Penyelidikan Kematian
Pada setiap kematian SIDS, ketika dalam setiap kematian yang diselidiki oleh
kantor penguji medis, terdapat tiga komponen untuk penyelidikan : penyelidikan
tempat kejadian, autopsy, dan pemeriksaan laboratorium. Apabila tubuh tidak
dapat digerakkan, penyelidik harus pergi ke tempat kejadian dan melakukan
dokumentasi. Orang tua atau orang yang merawat anak tersebut harus ditanya
393
sebagai petunjuk dalam keadaan terpaksa dan seputar kematian: saat terakhir anak
masih tampak hidup, saat terakhir anak diberi susu, dan saat terakhir anak
diletakkan di atas tempat tidur. Hal tersebut harus ditentukan posisi bayi pada saat
ditemukan, muka dibawah atau muka diatas. Apakah kepala bayi ditutup oleh
selimut atau mengganjal antara kasur dan plastic yang tipis dan panjang? Apabila
tubuh telah digerakkan sebelum dilakukan penyelidikan, orang yang menggerakkan
tubuh bayi tersebut harus ditanyakan untuk memperoleh informasi tersebut.
Pertanyaan pada orang tua harus dilakukan dengan sensitive, rasa simpatik,
dan pedekatan dengan rasa iba. Orang tua yang kehilangan bayi merupakan
seorang yang mempunyai trauma psikologi yang berat dengan, tidak jarang, merasa
bersalah bahwa mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan kematian bayi.
Banyak orang yang tidak mengetahui apa yang dikenal sebagai SIDS atau crib death.
Usahakan untuk membuat keadaan dukacita agar menjadi lebih tenang dan
mencegah adanya reaksi yang oenuh dengan rasa bersalah. Penyelidik, sebagai
tambahan dalam menyelidiki tempat kejadian, harus melakukan yang terbaik untuk
meyakinkan orang tua bahwa mereka sama sekali tidak bersalah atau tidak bersalah
dalam kematian anaknya dan bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai cara
untuk mencegah kejadian tersebut. Apabila, sesudah itu, kasus tidak dihubungkan
dengan SIDS, atau ada sesuatu bahwa orang tua dapat melakukan pencegahan
terhadap kematian, tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh pendekatan ini.
Kadang-kadang, lebam mayat (postmortem lividity) dianggap keliru sebagai
luka memar oleh polisi atau dokter. Kemudian mereka menjadi curiga bahwa orang
tua telah membunuh anaknya. Buh bercampur darah dari mulut dan hidung
kadang-kadang dianggap keliru sebagai darah dan trauma yang dicurigai. Diaper
rash juga kadang-kadang dianggap salah sebagai trauma.
Di tempat kejadian, penyelidik akan mendekati orang tua dengan sensitive,
tanpa sikap menuduh dan melakukan wawancara, bukan interogasi. Orang tua
harus diberikan kesempatan untuk menceritakan tentang riwayat kejadian tanpa
melakukan interupsi. Mereka harus diberikan sebanyak-banyaknya waktu yang
mereka perlukan untuk menjelaskan keadaan seputar kematian bayinya. Sering,
394
bagian utama dari informasi yang diperlukan akan dipastikan oleh pendengaran
yang sederhana pada orang tua yang sedih. Apabila memerlukan klarifikasi pada
keadaan yang sebelumnya atau seputar kematian bayi, pertanyaan pemeriksa harus
tidak berkobar-kobar juga tidak menuduh. Selain itu, mereka akan memperkuat
perasaan bersalah yang sering muncul pada orang tua dan menyebabkan mereka
menjadi jengkel dan tidak kooperatif.
Umur, tanggal lahir, berat badan lahir apabila diketahui, ras, dan jenis
kelamin.
Siapa orang terakhir yang melihat bayi masih hidup (tanggal dan waktu)?
Tempat bayi meninggal (tempat tidur atau ranjang bayi, tempat tidur orang
tua, atau yang lainnya)?
Apakah bayi sedang sakit akhir-akhir ini? Apakah sakit demam atau pilek?
Atau penyakit kecil lainnya?
Kapan anak terakhir bertemu dengan dokter? Mengapa dan oleh siapa?
Apakah anak minum ASI atau susu botol? Kapan anak terakhir makan? Apa
yang dimakan?
Apakah ada perbedaan dalam penampilan atau tingkal laku anak dalam
beberapa hari terakhir?
395
Apabila ada orang lain selain orang tua yang merawat bayi, apakah ada anak
lain yang meninggal dalam pengawasan orang tersebut?
SIDS tidak dapat diprediksi juga tidak dapat dicegah meskipun oleh
seorang dokter.
SIDS terjadi sangat cepat, tanpa penderitaan, distress, atau peringatan, dan
diduga terjadi saat bayi sedang tidur.
Orang tua juga harus diberitaukan bahwa sekitar 15% kasus yang
kelihatannya sebagai SIDS, suatu penyebab kematian yang berbeda akan ditemukan
pada autopsy. Oleh karena itu, mereka harus memastikan dengan lembaga untuk
menentukan apakah diagnosis akhirnya. Hal itu akan menunjukkan bahwa
pemeriksaan autopsy yang lengkap tidak hanya mengkonfirmasi atau membantah
diagnosis SIDS, tetapi juga menentukan apakah anak meninggal akibat penyakit
menular atau turunan.
396
397
References
1. Willinger M, et al., Factors associated with the transition to nonprone sleep
positions of infants in the United States: The national infant sleep position
study. JAMA 1998; 280(4):329-335.
2. Abramson H, Accidental mechanical suffocation in infants. J Pediatrics 1944;
25:404-413.
3. Gafafer WM, Time changes in mortality from accidental mechanical
suffocation among infants under one year in different geographical regions
of the United States, 1925-32; Studies on fatal accidents of children. Pub
Health Rep 1936; 51:1641-1646. 2001 by CRC Press LLC
4. Wooley PV, Mechanical suffocation during infancy. J Pediatr 1945; 26:572575.
5. American Academy of Pediatrics Task Force on Infant Positioning and SIDS,
Positioning and SIDS, Pediatrics 1992; 89:1120-1126.
6. Oren J, Kelly DH, and Shannon DC, Familial occurrence of sudden infant
death syndrome and apnea of infancy. Pediatrics 1987; 80:355-358.
7. Ramos V, Hernandez AF and Villanueva E, Simultaneous death of twins: an
environmental hazard or SIDS, Amer. J. Forensic Med. Path 1997; 18(1):7578.
398
399
12
400
asfiksia, sekitar 29 kasus; benda tumpul, 10 kasus; senjata api, 4 kasus; dan pisau
dan alat pemotong lainnya, 6 kasus; lainnya atau tidak diketahui, sekitar 51 kasus
beberapa anak yang dilahirkan hidup hanya sedikit bernapas dan tidak dicampuri
dengan gas di paru-paru cukup untuk terapung. Oleh karena kedua hal tersebut,
dokter memilih untuk melakukan pemeriksaan mikroskopik pada paru-paru. Apabila
alveoli mengalami colaps, kemudian hal ini dianggap bahwa anak tidak dicampuri
dengan gas. Apabila adanya penekanan yang sempurna dan seragam (kemungkinan
oleh udara), dimana anak dengan nyata telah bernapas. Sayangnya, pemeriksaan
mikroskopik lebih tidak akurat dibandingkan dengan tes hidrostatik. Apabila telah
diberikan resusitasi, kemungkinan terdapatnya distensi pada jalan napas dan alveoli
oleh udara dan hal ini tidak mungkin untuk menentukan apakah anak tersebut lahir
hidup atau lahir mati. Satu dari beberapa penulis mempunyai suatu kasus seorang
anak yang meninggal 10 jam intrauterine, pada pemeriksaan mikroskopik paruparu, ditunjukkan distensi yang seragam pada semua alveoli, yang mana sesuai
dengan anak yang bernapas selama berapa lama. Meskipun paru-paru tidak
terapung.
Pada saat sekarang, penulis lebih percaya pada pemeriksaan hidrostatik.
Kita tentukan apabila kedua paru terapung in toto dan kemudian kita mencoba
bagian terapung dari paru-paru. Apabila semuanya terapung, berdasarkan
pendapat kami, anak bernapas dan oleh karena itu lahir hidup. Hal ini, tentunya,
asumsikan bahwa tidak ada percobaan resusitasi dan bahwa tidak ada
pembusukan. Penemuan lain digunakan untuk menentukan apakah anak yang
hidup mempunyai petekie pada paru-paru atau jantung dan udara dalam lambung
pada pemeriksaan radiologi. Tidak ada dari criteria ini bernilai valid. Petekie tidak
spesifik dan dapat terjadi dari stress intrauterin, dan udara dalam lambung dapat
terjadi karena usaha pernapasan seperti pada bayi yang lahir melalui jalan lahir.
Saat telah ditentukan bahwa bayi lahir hidup, kemudian setelah itu
tentukan bagaimana bayi tersebut dibunuh. Metode pembunuhan yang paling
sederhana, paling tepat, dan paling umum pada usia ini adalah dengan cara mati
lemas (suffocation). Tindakan ini dapat dilakukan secara langsung dengan
menggunakan tangan pada seluruh wajah, oleh karena sumbatan pada hidung dan
mulut dengan suatu benda seperti bantal, atau memasukkan anak ke dalam
402
kantong plastic. Metode yang paling jarang dilakukan adalah dengan cara
pencekikan, memasukkan tissue toilet ke dalam mulut, menenggelamkan anak ke
dalam toilet, melemparkan anak dari suatu bangunan, dan dengan bebas, dengan
kematian disebabkan oleh kurangnya perhatian.
Kematian yang mungkin tidak disengaja yang mana ibu menempatkan
anak pada daerah dimana ia mengahrapkan untuk ditemukan, tetapi tidak untuk
beberapa alasan, atau perubahan yang radikal dari kondisi lingkungan (seperti
suhu). Pada suhu yang sedang, bayi baru lahir dapat bertahan hidup selama 7 10
hari tanpa makanan atau minuman. Hal ini diilustrasikan pada saat gempa bumi di
Mexico City pada bulan September 1985 dimana 44 bayi baru lahir terkubur dalam
puing-puing ketika rumah sakit runtuh.2
Metode pembunuhan yang lebih kejam dilakukan pada anak yang lebih
tua yang jarang digunakan pada bayi baru lahir. Orang-orang umumnya tidak
memukul kepala kearah dinding atau menghentakkan kaki bayi. Sayangnya,
suffocation pada bayi baru lahir selalu tidak meninggalkan tanda fisik. Jadi, ahli
patologi dapat membuat diagnosis ini hanya apabila ibu meninggalkan bayi di
dalam kantong plastic, meninggalkan tissue toilet di dalam mulut, atau adanya
pengakuan. Apabila hal ini tidak terjadi, maka seseorang hanya dapat memikirkan
sebagai penyebab kematian.
Apabila tubuh bayi baru lahir ditempatkan pada atmsofer kering hangat,
hal ini sering menyebabkan terjadinya mumifikasi. Keadaan ini ditambah oleh
kondisi bebas bakteri pada bayi baru lahir. Bayi yang mengalami mumifikasi kadangkadang ditemukan di peti di atas loteng dan dibawah lantai pada sebuah rumah tua.
secara bertahap pada tahun kedua. Pada tahun 1999, sebanyak 280 anak antara
umur 1 4 tahun dibunuh di Amerika Serikat. Senjata yang paling sering digunakan
adalah tangan, kaki, dan kepalan, sebanyak 123 kasus; senjata api, sebanyak 39
kasus; benda tajam, sebanyak 33 kasus; asfiksia dan pencekikan, sebanyak 16 kasus
dan pisau, sebanyak 10 kasus; benda yang lain dan tidak disebutkan, sebanyak 59
kasus.
Pembunuhan pada anak yang muda dapat diklasifikasikan dalam
beberapa kategori. Terdapat kategori klasik anak dibenturkan berulang-ulang,
dengan variasinya anak dibuang atau dibuat kelaparan; kategori pembunuhan
impulse atau angry, dengan variasinya anak punished (sering anak-anak
dengan luka bakar); dan pembunuhan gentle, pembekapan, dengan variasi lain
berbentuk Munchausens Syndrome oleh Proxy. Terdapat juga bermacam-macam
kategori untuk kematian yang tidak cocok dengan kategori apapun.
Berlawanan pada apa yang telah disimpulkan dari bacaan literatur
medical klinik dan pers terkenal, kematian anak tidak selalu melibatkan sindrom
bayi dengan kategori klasik yang dibenturkan berulang-ulang, tetapi lebih sesuai
dengan pembunuhan kategori impulse atau angry. Berdasarkan pengalaman
penulis, pembunuhan anak paling tinggi pada kategori ini.
Pada 184 kasus pembunuhan yang berurutan pada anak berusia 5 tahun
atau yang lebih muda yang dibunuh karena perlukaan akibat kekerasan tumpul,
dalam 10% kasus, anak tersebut menunjukkan secara pasti tidak adanya bukti
perlukaan eksternal. Sisanya, perlukaan eksternal terdapat relative ringan dan
diikuti hingga kepala dan leher. Pada 184 anak, sebanyak 42,4% berusia 12 bulan
atau kurang, sebanyak 78,3% berusia 24 bulan kurang. Perlukaan kraniocerebral
dihitung sebanyak 64,1%, perlukaan perut sebanyak 23,4%, perlukaan perut dan
kepala sebanyak 4,4%, dan pelukaan pada dada, perut dan kepala sebanyak 2,2%
(Tabel 12.2). Apabila menghubungkan umur dengan penyebab kematian:
Pada anak usia 12 bulan atau kurang, dimana perlukaan terbatas pada
kepala dijumlahkan sebanyak 85,8% dari kematian, masing-masing sebanyak
404
2,6% pada setiap perlukaan dada dan perut, dan sebayak 2,6% untuk
perlukaan pada kepala, dada dan perut.
Berbeda, pada anak usia 13 24 bulan yang perlukaan berat yang terbatas
pada kepala berjumlah 53% dari kematian dan perlukaan perut saja
sebanyak 34,9%.
405
406
407
408
409
subdural kronik dan jumlah diantaranya 23 fraktur pada tulang panjang. Pada masa
yang lalu, itu merupakan contoh textbook klasik dari ancaman berulang pada bayi.
Caffey, bagaimanpun, gagal untuk mengenali sifat dasar dari kasus; dia tidak
memahami etiologi dari trauma ini, bahkan setelah ia menyisihkan secara sistematis
dari semua proses penyakit yang mungkin terjadi.
Pada tahun 1953, Silverman menentukan bahwa, pada anak yang ada
dalam keadaan ini, riwayat trauma dapat diperoleh, bahkan apabila riwayat awal
tidak ada, ditetapkan keluarga yang diwawancara dengan hati-hati.4 Riwayat
diperoleh dari orang tua yang selalu cenderung sebagai seseorang yang memukul
anak dengan keras; bayi dijatuhkan dari lengan; orang tua menjatuhkan bayi dari
tangga; lengan dan kaki bayi ditahandi tempat tidur bayi; orang tua merampas anak
untuk menyelamatkan nya dari keranjang bayi yang rusak; orang tua melempar
anak ke udara; bermain game, dan dipukul; dan seterusnya. Silverman tidak
menyadari bahwa riwayat perlukaan tidak adekuat dan tidak cocok dan merasa
bahwa ada kemungkinan suatu factor individu yang cenderung terjadi perlukaan
pada beberapa anak lebih dari yang lain.
Hal ini dijeskan oleh Kempe dkk pada tahun 1962 dalam artikelnya The
Battered Child Syndrome untuk menghasilkan pengakuan seluruh dunia untuk
syndrome ini.5 Penulis menjelaskan etiologi trauma pada bayi dan dokter dengan
kewajiban untuk melihat bahwa pengulangan pada tiap perlukaan tidak terjadi.
Sejak itu, terdapat banyak literature yang luar biasa tentang kekerasan terhadap
anak, seperti keadaan itu telah menjadi masalah social yang baru dalam lingkaran
pasti. Jadi, salah satu stiker menyatakan It Shouldnt Hurt To Be A Child.
Ketenaran kebenaran ini dalam lingkaran social yang pasti telah dibuat dalam suatu
diagnosis dari bentuk yang lain pada kekerasan dan pembunuhan anak. Hal ini
terjadi karena setiap orang melihat classic Battered baby Syndrome, yang sering
tidak menunjukkan suatu pembunuhan anak.
Pada pemeriksaan autopsy, bayi yang dipukul dengan kuat berulangulang (battered baby) akan tampak adanya luka memar dengan umur luka yang
bervariasi di seluruh tubuh, khususnya disekitar kepala dan dada. Kebanyakan anak,
410
ketika hal itu mendatangkan luka memar secara kebetulan, seperti jatuh saat
bermain. Battered children senderung mempunyai perlukaan pada kepala. Mungkin
ada dalam bentuk luka memar pada ekstremitas yang disebabkan oleh pegangaan
yang kuat pada anak dengan menggunakan jari atau bentuk luka memar pada
badan yang disebabkan oleh pemukulan pada anak dengan menggunakan ikat
pinggang atau gantungan mantel (Gambar 12.1). Dalam beberapa hal,
bagaimanapun, luka memar tidak tampak pada pemukulan yang dendam. Jadi,
dalam kasus kematian yang dicurigai kekerasan anak, insisi yang panjang dibuat di
bagian bawah punggung, bokong, dan ekstremitas memperlihatkan perdarahan
jaringan lunak (Gambar 12.2). Seseorang harus berhati-hati untuk tidak
dibingungkan
dengan
Mongolian
spot,
suatu
daerah
di
kulit
dengan
411
terbuka (Gambar 12.4, 12.5). Pada kenyataannya, keduanya ada pada perdarahan
kepala bagian dalam. Kepala yang mengalami tubrukan flat, permukaan yang tidak
keras dengan kekuatan yang cukup untuk terjadinya perlukaan otak tetapi tanpa
terjadinya luka memar pada kulit kepala, baik eksternal atau internal.
Perlukaan kepala yang berat sering dihubungkan dengan perdarahan
retina. Apabila anak dapat bertahan hidup, mungkin menyebabkan luka pada
retina. Perdarahan retina dapat terjadi secara wajar dari trauma saat lahir, tetapi
dalam hal ini, kerusakan retina terjadi.6 Walaupun perdarahan retina lebih umum
terjadi pada pembunuhan, hal ini dapat terjadi pada perlukaan kepala yang berat
yang terjadi secara kebetulan. Perdarahan retina juga tampak pada gangguan
perdarahan, sepsis, vasculopathies, peningkatan perdarahan intracranial dan, pada
keadaan yang jarang, saat terjadi penekanan pada dada yang berat dan
mendadak.7,8
Setelah perlukaan kepala, penyebab kematian berikutnya yang paling
umum pada battered children adalah perlukaan pada bagian perut. Anak sering
dipukul atau ditendang pada bagian perut. Mungkin tidak terdapat adanya tanda
perlukaan eksternal pada semua dinding perut, namun demikian, terbatas pada
rongga perut, mungkin terdapat adanya robekan pada hepar, pecahnya limpa,
robeknya mesenterium, pecahnya usus dan perdarahan peritoneum yang massif.
Pukulan yang keras pada bagian perut mungkin menyebabkan transaction pada
hepar pada titik dimana melebihi columna vertebralis. Berdasarkan pengalaman
penulis, organ dalam tubuh yang paling sering robek, berdasarkan tingakt
keseringan, adalah hepar, mesenterium dan usus. Dalam kasus yang terbatas pada
perlukaan usus, kematian mungkin disebabkan karena terjadinya peritonitis.
Beberapa
pengacara
menggunakan
sebagai
pembelaan
bahwa
perlukaan pada bagian perut disebabkan oleh resusitasu cardiopulmonal. Price dkk
membahas 324 anak dengan keadaan yang buruk disebabkan oleh penyakit alami
yang mengalami tindakan resusitasi.9 Tidak terdapat adanya perlukaan pada bagian
perut. Penyebaran berdasarkan usia adalah: usia dibawah satu tahun, 75,93%;
antara usia 1 4 tahun, 19,75% dan antara usia 5 10 tahun, 4,32%. Resusitasi
412
cardiopulmonal yang dilakukan oleh seorang dokter dalam 70,06% dari kasus;
saudara dalam 18,21%; teman dalam 5,25% dan yang lain dalam 6,48%.
Bush dkk membahas 211 anak dengan keadaan yang buruk pada anak
dibawah usia 12 tahun yang meninggal dengan penyebab nontraumatik, yang
mendapatkan tindakan resusitasi cardiopulmonal.10 Sebanyak 15 anak medapatkan
perlukaan yang kecil; 7 anak yang diperhatikan secara significant. Tidak ada
perlukaan pada organ di bagian perut. Hanya 3 anak yang mengalami perlukaan
yang mengacam jiwa; pneumothorax, hematom epicardial, dan perdarahan
interstitial paru dihubungkan dengan hemoperitoneum.
413
414
416
lama setelah pencelupan.11 Sementara suhu air menurun, waktu dibutuhkan untuk
mengakibatkan meningkatnya luka bakar yang penuh dengan ketebalan.
Saat menurunkan anak ke dalam air, kaki anak akan bersentuhan
langsung pertama kalinya dengan air. Hal ini menyebabkan suatu keadaan
involuntary withdrawl dari kaki seperti terdapatnya fleksi pada lutut dan pinggul.
Jadi, anak ditenggelamkan dalam posisi jongkok. Pada banyak kasus, air tidak
sangat dalam, yang mana berada diantara 6 sampai 12 in. karena posisi anak seperti
yang di tempatkan di dalam air, akan ada distribusi luka bakar yang sangat
karakteristik (Gambar 12.6). Kulit di bagian fosa poplitea dan daerah lutut akan
ramping karena anak mengalami fleksi pada kakinya seperti lutuy menonjol diatas
air dan paha difleksikan dan betis melindungi kulit pada bagian fosa poplitea.
Table 12.3 menunjukkan hubungan antara suhu air dan waktu yang
diperlukan untuk menyebabkan kerusakan epidermal dan luka bakar yang penuh
ketebalan. Hal ini didasarkan pada percobaan manusia.11 Karena seseorang
termasuk orang dewasa, hal ini mungkin akan terjadi bahwa waktu yang diperlukan
lebih singkat pada anak yang lebih muda sejak mereka menjadi lebih kurus, kulit
menjadi lebih mudah pecah.
417
418
419
420
badan kepolisian yang bekerja lebih waktu dan tidak dapat menyediakan waktu
untuk investigasi pada semua kasus.
Meskipun kebanyakan pembunuhan bayi terjadi di sana-sini, jumlah
sedikit dari seseorang, sesungguhnya oleh ibu, praktek letal bentuk Munchausens
Syndrome oleh Proxy, bentuk dari kekerasan pada anak yang mana anak dibawa ke
dokter dan rumah sakit dengan tanda dan gejala penyakit yang dihubungkan
dengan riwayat yang mengada-ada.14 Jadi anak yang dibawa ke rumah sakit dengan
hipoglikemia karena ibu kekurangan insulin atau terdapatnya darah dalam urin
karena ibu mencakar dengan jarinya dan menambahkan darah ke dalam urin bayi.
Dengan bentuk yang paling umum dari Munchausens, diagnosis selalu
dibuat setelah banyak pengakuan karena tanda dan gejala selalu tidak melihat klinik
dan kelihatannya aneh. Anak pria dan wanita dipengaruhi sama dan, dalam setiap
hal yang sesungguhnya, pelakunya adalah ibu. Ayah selalu mendukung tindakan
ibu, yang tidak peduli akan apa yang dilakukan oleh ibu, dan selalu berdiri bersama
dengannya setelah ia dimarahi. Pada mulanya, diagnosis dianggap meragukan yang
banyak dan bervariasi. Ibu dan anak tampak sangat tertutup sekali dan hal ini
menjadi kesulitan untuk dokter dan pekerja social untuk menyadari apa yang
dilakukan oleh ibu.
Ahli patologi forensic terlalu dekat dengan versi letal yang lebih banyak
dari keberadaan seseorang, sekali lagi selalu oleh ibu, mencekik anak berulang kali
hingga tidak sadar. Kemudian anak dilakukan resusitasi oleh orang tua atau
membawanya ke unit gawat darurat pada derajat setengah mati, dengan riwayat
apneu, sianosis, dan penurunan kesadaran. Keadaan ini berlanjut hingga anak
dengan jelas di bawa ke rumah sakit. Setelah pengakuan, anak bekerja dengan luas,
dengan tidak ada penemuan abnormal. Selalu, anak tersebut tidak pernah
mengalami episode apneu dan sianosis sewaktu di rumah sakit.
Variasi letal dari Munchausens syndrome oleh Proxy tidak diakui oleh
spesialis anak, walaupun telah dijelaskan pada literature patologi forensic, tanpa
menggunakan terminology ini, oleh Di Maio dan Bernstein pada tahun 1974. 15
Rosen dkk pertama kali menjelaskan dua saudara kandung dengan recurrent
422
423
dimana tampak bahwa anak melawan dengan kuat adanya pembekapan. Pada 1
menit, terdapat adanya gambaran seri pernapasan dalam yang terjadi dengan laju
yang relative lambat dengan suatu perpanjang fase expirasi, dengan kata lain,
bentuk pernapasan gasping. Selama waktu ini, EEG menunjukkan gelombang
lambat yang besar sebagai proses dari indikasi dasar isoelektrik pada hipoksemia
serebral.
Penulis mengalami kesulitan dalam mengetahui jumlah kasus yang
berat dari Munchausens Syndrome oleh Proxy, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya kasus dijelaskan oleh Di Maio dan Bernstein, dimana ibu yang dihukum
pada pembekapan anak adopsinya setelah episode berulang mengaku di rumah
sakit selama sianosis dan apneu.15 Ia juga dihubungkan dengan enam kasus
kematian lainnya. Seorang penulis juga dikonsultasikan kasus yang terjadi di
Houston, seorang anak, yang berulang tidak dapat disangkal adanya episode
sianosis dengan pemeriksaan negative yang penting, sesudah itu meninggal dan
muncl sebagai suatu variasi dari SIDS. Ketika saudara kandung datang dengan
riwayat yang sama dari episode sianosis yang multiple, video kamera merekan ibu
yang membekap anaknya (M. Munier, komunikasi personal).
Kematian dari bentuk Munchausens syndrome oleh Proxy mungkin
didiagnosis sebagai kasus yang hampir mirip dengan SIDS (suatu keadaan yang
mungkin tidak terjadi). Jadi, Berger menjelaskan dua kasus kekerasan anak oleh
karena mati lemas sebagai kasus yang hampir mirip dengan SIDS.17 Sekali lagi, anak
tidak meninggal. Ibu dengan jelas menutup hidung anak, menyebabkan anak
menjadi sianosis dan apneu.
sianosis dengan etiologi yang tidak dapat ditentukan. Dua bayi berikutnya
meninggal yang kemudian disebut dengan SIDS; tiga dapat bertahan hidup. Satu
dari dua anak berusia 29 hari tampak karena episode sianosis recurrent. Pertama
terjadi pada hari ke 8 sampai hari ke 9 kehidupan; kedua 5 hari setelahnya. Ia
dengan jelas dibawa ke rumah sakit pada saat itu dan dikeluarkan pada usia 25 haru
tanpa suatu diagnosis. Ia kemudian kemudian dengan jelas mengalamin episode
sianosis yang berat lainnya. Pola pengakuan ini, pengeluaran dan pengakuan
kembali terjadi hingga kematiannya di rumah pada usia 79 hari. Selama
pemeriksaannay oleh Steinschneider, anak diduga menderita episode multiple dari
gambaran apneu yang panjang.
Anak yang kedua, diteliti dari usia 5 hari sampai 33 hari. Pada pagi hari,
ia mengalami suatu episode apneu dan sianosis yang panjang. Episode yang sama
terjadi pada 15 samoai 20 menit setelahnya. Anak dimasukkan ke dalam rumah
sakit selama 34 hari dan kemudian dikelurkan. Ia dijelaskan kembali kemudian
selama periode
dikeluarkan dan, pada pagi berikutnya, mengalami episode apneu, menjadi sianosis
dan meninggal.
Dua kematian dilaporkan oleh Steinschneider bahwa bentuk dasar dari
perdebatan yang mana episode apneu dihubungkandengan kasus SIDS yang terdiri
seorang anak laki-laki dan perempuan. Tambahan untuk dua kematian ini,
disebutkan dalam artikel bahwa tiga anak yang lain dalam keluarga juga meninggal.
Pada anak laki-laki yang pertama muncul sianosis berulang dalam waktu yang
singkat dan meninggal secara mendadak pada usia 102 hari; pada anak wanita yang
kedua, berubah menjadi biru dan meninggal pada usia 48 hari. Tidak satupundari
kedua anak tersebut dilakukan pemeriksaan autopsy. Anak ketiga meninggal secara
mendadak pada usia 28 bulan. Pemeriksaan bernilai negative, kecuali faktanya
bahwa kelenjar adrenal dianggap menjadi ukuran kecil.
Artikel Steinschneider menjadi satu dari banyak artikel yang membahaa
SIDS dengan luas.18 Petunjuk ini untuk penggunaan monitor apneu untuk mencegah
SIDS. Tambahan, indikasi artikel bahwa ada dasar herediter untuk SIDS. Kemudian
425
hal ini dipublikasikan, suatu artikel dimunculkan dalam artikel kedokteran yang
menjelaskan kasus multiple SIDS dalam keluarga, jadi gambaran untuk konfirmasi
bahwa SIDS sesungguhnya herediter.
Ahli patologi forensic ragu-ragu tentang artikel, kuatnya kecurigaan
pembunuhan. Pada edisi pertama dari buku ini, penulis menyatakan bahwa
kematian dalam artikel ini merupakan pembunuhan dan bahwa artikel
Steinschneider menjelaskan suatu variasi letal dari Munchausens syndrome oleh
Proxy. Pada bulan Maret tahun 1994, ibu dari dua anak yang meninggal dalam
artikel Steinschneider mengakui melakukan pembekapan pada kelima anaknya
karena ia tidak dapat mendengar anak-anaknya menangis. Ia kemudian mencoba
dan dihukum akibat pembunuhan.19
gangguan jiwa, tetapi hanya ingin mengakhiri kehidupan anak dengan beberapa
alasan atau yang lain. Karena itu, hal ini merupakan ide yang sangat bagus untuk
melakukan analisis toksikoligi lengkap pada anak muda yang penyebab kematian
yang berhubungan dengan anatomi tidak tampak. Hal ini khususnya pada kasus
SIDS. Penulis mempunyai suatu gambaran kematian SIDS yang dilakukan analisis
toksikologi memperlihatkan kematian yang disebabkan oleh overdosis obat. Dalam
jangka waktu 2 tahun, satu pembunuhan jelas terjadi, satu lagi merupakan
kecelakaan pada kesalah pahaman ibu terhadap dispensasi pengobatan, dan kasus
yang ketiga tidak dapat ditentukan caranya, tetapi kemungkinan besar sebagai
suatu pembunuhan. Pada kasus yang keempat, dimana anak meninggal karena
asfiksia saat kain katun ditekan ke tenggorokan, terdapat juga adanya kadar toksik
dari propyl alcohol dalam darah.
Kadang-kadang, bayi dan anak dibunuh oleh saudara kandungnya
sendiri. Mereka mungkin memukulnya atau membekapnya. Motive yang mungkin
ada yaitu rasa cemburu dari saudara kandung.
427
428
yang lain.24 Bayi yang jatuh dari tempat tidur, sofa, atau kursi yang tinggi paling
berat mengalami suatu gegar otak yang ringan. Dicoba untuk menjelaskan suatu
perlukaan intracranial dengan situasi yang tidak viable. Kesimpulan ini konsisten
dengan suatu penilitian oleh Helfer dkk yang mana dari 85 anak yang jatuh dari
tempat tidur bayi, tempat tidur, atau meje pemeriksaan saat di rumah sakit.25 Jatuh
dari ketinggian sekitar 35 in (90 cm). 85 kasus dihasilkan dari 57 kasus yang tidak
menampakkan adanya perlukaan, 20 anak yang mana terdapat benjolan dan luka
memar, 17 kasus yang terdapat luka terbuka yang kecil, goresan, atau keluar darah
dari hidung, dan 1 kasus yang terdapat fraktur pada tulang tengkorak. (Jumlah total
dari penemuan menjadi lebih 85 karena terdapat lebih dari satu penemuan pada
beberapa kasus). Pada anak dengan fraktur tulang tengkorak, terdapat gambaran
sequelae yang serius. Pada kenyataannya, tidak terdapat tanda pada perlukaan
jaringan lunak diluar bagian fraktur.
Jenis perlukaan yang umum tampak pada kekerasan anak adalah fraktur
tulang iga.20,21 Fraktur tulang iga diluar periode neonatal pada anak tanpa riwayat
yang jelas dari trauma pada suatu kecelakaan yang wajar, seperti kecelakaan mobil,
dan penyakit tulang intrinsic sesungguhnya merupakan kasus kekerasan pada
anak.20,21,26,27 Mereka terjadi secara mendadak, penekanan yang kuat pada bagian
dada. Pada anak yang dipukul berulang-ulang, mereka sering ada dengan jumlah
yang banyak, bilateral, dan paling sering dibagian posterior berdekatan dengan
costo-vertebral junction. Banyak terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Pada
pemeriksaan radiologi, mungkin terdapat adanya bukti dari penyembuhan fraktur
dengan umur yang berbeda-beda. Fraktur tulang iga bagian posterior pada kasus
kekerasan anak dipercaya karena trauma langsung pada tulang iga. Fraktur lateral
pada tulang iga dikarenakan penekanan anterior-posterior yang kuat pada dada.
Kadang-kadang, usaha untuk penjelasan fraktur tulang pada anak
disebabkan oleh resusitasi. Feldman dan Brewer yang meneliti 50 pasien, pada usia
bayi baru lahir sampai 97 bulan (usia rata-rata 27 bulan) yangmenerima resusitasi
cardiopulmonal.26 Hanya satu dari bukti yang ditunjukkan pada suatu fraktur tulang
iga dan anak ini kemudian menunjukkan adanya penderitaan dari kekerasan anak.
430
Betz dan Liebhardt membahas 94 kasus kematian non traumatic pada anak berusia
beberapa hari samapi 7 tahun yang mendapatkan resusitasi cardiopulmonal.27
Dalam dua kasus, terdapat fraktur tulang iga. Kasus yang pertama anak berusia 2
bulan dengan diagnosis SIDS. Anak tersebut mengalami fraktur tulang iga 2 5
bagian midclavicula dan bilateral. Kasus yang kedua anak berusia 5 tahun dan
mengalami fraktur tulang iga 2 6 pada garis midclavicula kanan. Kedua anak
tersebut diberikan resusitasi oleh dokter. Anak yang diresusitasi oleh orang non
medis tidak mengalami fraktur. Betz dan Lienbhardt menunjukkan bahwa fraktur
terjadi pada bagian anterior, meskipun banyak fraktur dibagian posterior akibat
kekerasan. Hal ini disetujui dengan pengamatan Bush dkk, yang membahas 211
kasus non traumatic yang fatal pada anak usia dibawah 12 tahun yang menerima
resusitasi cardiopulmonal.10 Hanya satu kasus yang mengalami fraktur tulang iga.
Kasus tersebut terjadi pada bayi berusia 3 bulan, berhubungan dengan SIDS, yang
mengalami fraktur tulang iga bilateral pada tulang iga 8 dan 9 pada sterno-chondral
junction. Jadi, pada anak, khususnya bayi, fraktur akibat resusitasi jarang terjadi
dan, ketika ada, lokasinya di anterior, pada sterno-chondral junction dan garis
midclavicula.
Fraktur pada klavikula relative tidak umum pada kasus kekerasan anak.
Banyak terjadi pada bagian tengah dan lokasi yang sama yang disebabkan oleh
trauma kecelakaan. Fraktur pada clavicula distal kurang umum dan disebabkan oleh
traksi yang mendadak pada ekstremitas.21
References
1. Federal Bureau of Investigation, Crime in the United States 1999. Washington,
D.C.
2. Time, October 7, 1985;126(14):38.
3. 3. Caffey J, Multiple fractures in the long bones of infants suffering from chronic
subdural hematoma. Am J Roentgenol Radiat Ther 1946; 56:163173.
4. Silverman F, The roentgen manifestations of unrecognized skeletal trauma in
infants. Am J Roentgenol Radiat Ther 1953; 69:413-426.
431
432
19. Firstman R and Talan J, The Death of Innocents. New York-Bantam Books, 1997.
20. Merten DF, Radkowski MA, and Leonidas JC, The abused child: A radiological
reappraisal. Radiology 1983; 146:37-381.
21. Leonidas JC, Skeletal trauma in the child abuse syndrome. Pediatr Ann 1983;
12:875-881.
22. Kleinman PK, Marks SC, and Blackbourne B, The metaphyseal lesion in abused
infants: A radiologic-histopathologic study. Am J Radiol 1986; 146:895-905.
23. Brogdon BG, Forensic Radiology. 1998 CRC Press. Boca Raton, FL.
24. Billmire ME and Myers PA, Serious head injury in infants: Accident or
abuse.Pediatrics 1985; 75:340-342.
25. Helfer RE, Slovis TL, and Black M, Injuries resulting when small children fall out
of bed. Pediatrics 1977; 60:533-535.
26. Feldman KW and Brewer DK, Child abuse, cardiopulmonary resuscitation and rib
fractures. Pediatrics 1980; 73:339-342.
27. Betz P and Liebhardt, Rib fractures in children resuscitation or child abuse?
Int J Leg Med 1994. 106:215-218.
28. Caffey J, On the theory and practice of shaking infants. Am Dis Children 1972;
124:161-169.
29. Duhaime A, et al., The Shaken Baby Syndrome: A clinical, pathological and
biomechanical study. J. Neurosurg. 1987; 66:409-415, 1987.
30. Bruce DA and Zimmerman RA, Shaken impact syndrome. Ped. Ann. 18:482- 94,
1989.
31. Thibault LE and Gennarelli TA, Biomechanics of diffuse brain injury in: Proc 4th
Exper Safety Vehicle Conf, New York: American Association of Automotive
Engineers. 1985
32. Duhaime A-C, et al., Nonaccidental head injury in infants The Shaken- Baby
Syndrome, NEJM 1998 338(25): 1822-1829. 2001 by CRC Press LLC
33. Knight B, Forensic Pathology. 2nd ed. 1996 Hodder Headline Group, London,
Oxford University Press. New York. 1996.
433
34. Harris LS and Adelson L, Spinal injury and sudden infant death. J. Clin Path.
1969; 52:289-295.
35. Plunkett J, Sudden death in an infant caused by rupture of a basilar artery
aneurysm. Am J Forens Med Path 1999; 20(2):211-214.
36. Rutty GN, Smith CM, and Malia RG, Late-form hemorrhagic disease of the
newborn: A fatal case report with illustration of investigations that may assist in
avoiding the mistaken diagnosis of child abuse. Am J Forens Med Path 1999;
20(1):48-51.
434
Kematian
Akibat terbakar
13
Luka Bakar
Pada luka bakar tipe nyala api, terdapat kontak yang sesungguhnya dari
tubuh dan lidah api dengan melepuhnya kulit yang kemudian berprogres pada
pengelupasan kulit.
435
436
437
438
Dapat ditemukan vesikel. Apendiks kulit (rambut & kelenjar keringat) tetap terjaga
dan berfungsi sebagai sumber dari epidermis yang beregenerasi. Luka bakar derajat
dua dapat sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut.
439
440
441
ditemukan kemudian, bahwa lukanya ternyata hanyalah luka bakar derajat dua
profunda (setengah ketebalan).
Ketebalan dari kulit pada area yang cedera dapat memiliki efek pada
penampilan luar luka. Oleh sebab itu pada kulit yang tebal seperti telapak tangan,
luka yang tampak seperti luka bakar derajat tiga dapat hanya merupakan luka bakar
derajat dua (setengah ketebalan), sedangkan pada area kulit lain, apa yang tampak
sebagai luka bakar derajat dua dapat ternyata merupakan luka bakar derajat tiga
(ketebalan penuh).
Pakaian
Ignisi yang tidak disengaja dari pakaian seseorang menyebabkan kurang
lebih 150 hingga 200 kematian per-tahun. Korban biasanya merupakan orang tua
atau anak kecil. Luka bakar nyala api pada wanita tidaklah jarang terjadi sewaktu
memasak ketika mereka mendekati kompor ketika mengenakan gaun malam
lengan panjang, kimono atau gaun dan pakaian terignisi oleh nyala api dari
pembakar gas.
Pakaian dapat menyediakan proteksi dari luka bakar, terutama pada
jenis flash & panas radiasi, dengan cara merefleksi dan mengabsorpsi panas. Luka
bakar dapat dikurangi dalam ekstensi dan kedalamannya. Jika pakaian terbakar,
bagaimanapun juga terjadi luka bakar nyala api. Kualitas protektif dari pakaian
tergantung dari tipe paparan panas (mis, nyala api, flash, dll), properti fisik dari
bahan kain dan ketatnya pakaian seseorang. Beratnya luka bakar dapat dikurangi
jika pakaian berwarna terang atau longgar, karena pakaian seperti itu menyediakan
sebuah ruang udara antara materi pakaian dan kulit; kering dan berlapis-lapis.
Keparahan luka bakar bertambah pada pakaian yang berwarna gelap yang basah
oleh keringat dan ketat di tubuh.
442
443
444
445
dari tungkai. Oleh sebab itu ekstremitas atas mengambil posisi petinju yang
mengangkat tangannya didepan tubuhnya. Sikap ini tidaklah berhubungan dengan
apakah individu masih hidup atau meninggal ketika kebakaran terjadi.
Sebuah artifak yang sering terjadi pada tubuh yang terbakar parah
dengan kegosongan dari kepala merupakan keberadaan dari hematoma epidural
postmortem. Seharusnya tidak terdapat kesulitan dalam membedakan hal ini dari
hematoma epidural antemortem. Epidural postmortem akibat terbakar berwarna
coklat dan memiliki penampilan yang rapuh atau honeycomb.Ukurannya besar,
cukup tebal (hampir 1,5 cm) dan biasanya terdapat di area frontal, parietal dan
temporal, pada beberapa kasus dapat berekstensi hingga area oksipital.
446
Inhalasi Asap
Tidak semua tubuh yang terbakar api akan hangus dan tidak dapat
dikenali. Beberapa tidak menunjukkan bukti dari cedera sama sekali, sedangkan
beberapa hanya menampillkan luka terpanggang. Tidak lama setelah itu, kulit akan
berwarna coklat muda dengan konsistensi yang kaku. Vesikel lepuhan juga dapat
terjadi. Vesikel tidak mengindikasikan bahwa mayat masih hidup ketika terbakar,
karena mereka dapat diproduksi postmortem. Sebuah anggapan yang keliru
tentang kelim eritema sekitar vesikel atau luka bakar yang diduga mengindikasikan
bahwa individu tersebut masih hidup ketika terbakar. Hal ini tidaklah benar. Vesikel
lepuhan dengan kelim kemerahan disekitarnya dapat diproduksi oleh tubuh yang
telah meninggal. Panas yang diberikan pada kulit menyebabkan kontraksi dari
kapiler dermis dan memaksa darah menuju perifer dari vesikel atau luka,
menstimulasi hiperemik antemorte, atau respon inflamasi.
Untuk korban kebakaran yang tubuhnya tidak tidak menunjukkan atau
hanya menunjukkan bukti minimal dari cedera thermal, penyebab dari kematiannya
seringkali disebabkan oleh inhalasi asap. Seringkali digunakan bersinonim dengan
istilah keracunan / intoksikasi karbon monoksida. Pemeriksaan dari individu yang
selamat dari inhalasi asap biasanya menunjukkan partikel debu pada lubang hidung
dan mulut sebagaimana ditemukan menyelimuti laring, trakea dan bronkus.
Ketiadaan dari partikel debu, bagaimanapun juga tidaklah berarti bahwa individu
tersebut telah meninggal pada saat kebakaran. Penulis telah melihat banyak kasus
dimana tidak ditemukan adanya partikel debu pada laring atau trakea, tetapi
analisis dari darah untuk karbon monoksida menunjukkan level letal.
447
448
Sebuah kolorasi cherry-red pada livor mortis sering ditemukan pada tubuh yang
terpapar pada suhu rendah untuk jangka waktu yang lama. Sebagai tambahan,
seorang individu dapat memiliki level karbon monoksida yang fatalk, tetapi kolorasi
cherry-red yang nyata tidak ditemukan. Mengkarakterisasi penyebab kematian dari
inhalasi asap dengan intoksikasi karbon monoksida merupakan sebuah simplifikasi
dari sebuah proses yang pelik. Mekanisme sebenarnya dari kematian pada individu
yang meninggal akibat inhalasi asap tidaklah selalu jelas. Pada individu yang
meninggal akibat terbakar, level karbon monoksida sesungguhnya, meskipun toksik,
seringkali tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Level ini secara
karakteristik lebih rendah 20% daripada kematian yang disebabkan oleh inhalasi
dari gas karbon monoksida yang bocor. Oleh sebab itu, dalam pengalaman penulis,
pada individu yang kematiannya disebabkan oleh inhalasi oleh kebocoran otomotif,
level karbon dioksida rata-rata adalah 79%, dengan 82% kasus memiliki level
hingga 70% atau lebih tinggi. Pada kebakaran, konsentrasi karbon monoksida ratarata adalah 57%, dengan level karbon monoksida sebesar 30 atau 40% umumnya
dan terkadang pada rentang 20%. Pada beberapa kasus, hal ini diperberat oleh
penyakit penyerta. Oleh sebab itu, seseorang dengan aterosklerosis koroner berat
dapat meninggal pada level karbon monoksida yang lebih rendah daripada individu
sehat lainnya. Pada kasus lain, narkotika atau alkohol dapat berperan sebagai faktor
penkontribusi.
Sejumlah faktor lain selain karbon monoksida telah diperkirakan sebagai
penyebab kematian pada kaus inhalasi asap. Diantara lain deprivasi oksigen,
sianida, radikal bebas dan subtansi toksik non spesifik. Deprivasi oksigen yang
dikatakan disebabkan oleh konsumsi oksigen oleh api tidaklah realistik sebagai
sebuah penyebab dari kematian dalam kebakaran rumah. Jika tidak terdapat
oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup, maka api juga akan padam.
449
zat sintetik yang terbakar. Faktanya, jumlah sianida yang diproduksi pada saat
kebakaran adalah relatif kecil, dengan konsentrasi sebenarnya pada situasi
kehidupan sehari-hari yang sangat rendah. Bahkan pada ruang yang tertutup
450
dengan pemberian dari gas sianida konsentrasi tinggi, sebagaimana yang terjadi
pada kamar kematian Nazi, proses kematiannya tidak terjadi segera dan kematian
baru terjadi hingga beberapa menit setelahnya.
Deteksi dan kuantitasi dari sianida dalam darah dipenuhi dengan
kesulitan. Sianida dapat diproduksi postmortem dalam darah, baik dalam tubuh
maupun pada tabung testnya, melalui proses pembusukan, Sebagai tambahan, jika
metode analisisnya tidaklah benar-benar spesifik, subtansi lain dalam darah
(sulfida) dapat bereaksi seperti sianida, memberikan peningkatan level sianida yang
palsu. Radikal bebas telah diusulkan sebagai salah satu kemungkinan penyebab
kematian karena mereka dapat menginaktivasi surfaktan, oleh sebab itu, mencegah
oksigen dari menyeberang dari alveoli ke dalam darah.
Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi sering kali dikaitkan dengan inhalasi dari gas panas
dengan pembakaran dari jalan nafas. Awal tahun 1945, Moritz dkk menemukan
bahwa inhalasi dari udara kering panas yang cukup untuk menyebabkan kebakaran
instan dari kulit, tidak memilki atau sedikit memiliki efek terhadap paru. Pada
penelitian mereka, binatang percobaan dibuat untuk menginhalasi udara kering
ruangan yang dipanaskan hingga 350 dan 500C. Udara kering ini kehilangan
kebanyakan dari panas mereka sebelum mencapai paru sehingga tidak dapat
cedera pada paru maupun trakea bagian bawah. Cedera pada trakea bagian hanya
dideskripsikan sebagai cedera ringan. Jika udaranya panas dan lembap,
bagaimanapun juga terdapat luka bakar dari jalan nafas.
Luka bakar termal dari traktus trakeobronkial jarang ditemukan,
kebanyakan disebabkan oleh pengukusan yang mengandung panas 4000 kali lebih
besar dari pada udara. Udara panas, baik kering maupun lembap, dapat secara
cepat memproduksi edema obstruktif laring yang fatal. Hal ini bagaimanapun juga,
jarang sekali ditemukan. Cedera inhalasi dari paru merupakan cedera kimia yang
disebabkan oleh produk sampingan dari pembakaran tidak sempurna. Hal ini
menyebabkan
endotelial serta kolaps alveolar akibat dari penurunan produksi dari surfaktan dan
cedera bronkosiliar. Konsep dari laringospasme oleh inhalasi dari gas yang sangat
panas telah dipertimbangkan. Laringospasme dimaksudkan untuk mencegah
inhalasi dari gas yang diproduksi dari kebakaran. Konsep ini bagaimanapun juga
hanya merupakan suatu spekulasi.
identifikasi dental. Pada semua tubuh yang terbakar parah dimana sidik jari sulit
untuk didapatkan, tabel dental harus disiapkan dan dilakukan x-ray tulang rahang.
Hal ini dapat digunakan untuk membandingkan x-ray dental dengan tabel dental
dari individu yang dianggap sebagai korban. Meskipun tabel dental dan x-ray dental
dapat dibuat dengan gigi in situ, akan lebih mudah untuk melepas rahang, terutama
untuk pencitraan yang adekuat. Rahang dapat dipotong di tengah dan pencitraan xray lateral yang lebih akurat dapat diperoleh. Prosedur ini tidaklah menimbulkan
masalah dengan sanak keluarga karena tubuh korban tidak dapat dilihat akibat
rusak parah oleh kebakaran. Pada beberapa kasus, adalah bijak untuk menyimpang
rahang bagi referensi masa depan. Harus disadari bahwa identifikasi dental yang
menggunakan x-ray tidaklah memerlukan pengisian, tetapi dapat dilakukan dari
struktur tulang dari rahang dan orientasi, struktur serta penampilan dari giginya
saja. Malahan, identifikasi dental yang positif dapat digunakan dengan
menggunakan satu gigi saja. Jika digunakan dan diinterpretasi dengan tepat,
identifikasi dental sama terpercaya dengan sidik jari.
Metode lain dari identifikasi yang dapat dipercaya seperti identifikasi
dental, tetapi lebih jarang digunakan adalah perbandingan dari x-ray postmortem
452
dan antemortem dari korban yang dicurigai. Jika terdapat keraguan dalam
mengidentifikasi suatu tubuh, tanyakan apakah individu tersebut pernah mendapat
trauma atau bahkan sebuah x-ray rutin. X-ray ini dapat diperoleh dan kemudian
digunakan sebagai perbandingan dengan tubuh yang tidak terindentifikasi.
Pencitraan dari hampir semua bagian tubuh dapat digunakan sebagai
perbandingan. Identifikasi dapat didasarkan tidak hanya pada individualitas dari
tulang tetapi juga dari kalsifikasi jaringan lunak, akumulasi enterik (mis, batu
empedu, batu ginjal, dll) dan regangan opak, filter, klip atau pen operasi, dll.
Identifikasi positif dapat dibuat berdasarkan grup dari perubahan yang relatif
serupa atau pada sebuah penemuan unik tunggal.
Jika identifikasi tidak dapat dibuat dengan sidik jarik, catatan atau x-ray
dental, maka identifikasi positif dapat diperoleh dengan menggunakan teknik DNA.
Jika tidak ada dari teknik yang telah disebutkan sebelumnya yang dapat dilakukan,
maka hanya identifikasi spekulasi yang dilakukan berdasarkan dari keadaan, milikmilik pribadi atau karakteristik nonspesifik seperti tatto, bekas luka atau keabsenan
organ.
Kremasi
Penelitian tersistematik dari perubahan tubuh yang mengalami pembakaran
dilakukan oleh Bohnert dkk yang mengobservasi kremasi dari 15 tubuh. Lima belas
tubuh tersebut, baik dalam peti kayu oak atau kayu jati, dikremasi antara
temperature 670 & 810C. Dibutuhkan antara 2 hingga 3 jam untuk mereduksi
tubuh hingga menjadi debu dan serpihan tulang. Kremasi dari sebuah tubuh pada
sebuah crematorium terjadi dibawah kondisi yang terkontrol dimana tubuh secara
continue terpapar pada sumber panas yang sama. Hal ini tidaklah demikian pada
kebakaran yang aksidental, dimana paparan terhadap api dapat intermiten dan
temperature dapat berfluktuasi, tidak pernah mencapai suhu crematorium. Oleh
sebab itu, dalam artikel oleh Bohnert dkk, waktu yang diperlukan untuk mencapai
satu stadium ke stadium lainnya tidaklah begitu penting, tetapi lebih ditekankan
terhadap urutan dari perubahan yang terjadi ketika tubuh terbakar.
453
454
menit, dengan kepala dari humerus yang dapat terlihat dan kalsinisasi humeri
dengan fraktur longitudinal ekstensif. Untuk kaki, setelah 30 menit femur bagian
distal dan tibia kebanyakan telah bebas dari jaringan lunak, dengan kalsinisasi
tulang yang terpapar dan fraktur longitudinal dengan tepi yang melingkar. Setelah
50 menit, lengan telah tiada dan femur tereduksi menjadi serpihan yang
terkalsinisasi.
Penyebab Kebakaran
Merokok adalah salah satu penyebab kebakaran tersering pada
kebakaran rumah. Pada beberapa situasi, seseorang dapat tidak mengetahui
apakah seseorang individu merupakan perokok atau bukan dan jika demikian,
apakah hal tersebut merupakan kemungkinan penyebab dari kebakaran atau tidak
diragukan. Dalam hal ini dapat dilakukan analisa urin untuk mencari keberadaan
nikotin, yang dapat mengindikasikan bahwa korban merupakan seseorang perokok.
Anak kecil sering kali merupakan inisiator dan juga korban dari kebakaran. Hal ini
seringkali diasosiasikan dnegan kurangnya supervisi. Seringkali, anak menyalakan
api yang mencelakakan mereka. Ketika kebakaran terjadi, anak cenderung untuk
panik dan bersembunyi di lemari, bawah ranjang atau di kamar mandi. Di daerah
perkotaan, dimana terdapat perumahan substandard yang ekstensif, kebakaran
dengan kematian anak dalam jumlah besar seringlah terjadi. Reaksi dari pihak
pemerintah adalah untuk menangkap orang tua untuk tuduhan criminal bunuh diri
akibat penelantaran dan membahayakan kesejahteraan dari anak yang telah
meninggal. Hal ini biasanya mengurangi hati nurani dari para pejabat yang biasanya
bertanggung jawab untuk kondisi social yang mengarah kepada situasi yang
menyebabkan kebakaran dan kematian.
455
diri. Pada kasus dimana terdapat kecurigaan dari bahan kombustio, keputusan
terhadap cara kematian harus ditunda hingga investigasi yang komplit dari
departemen kebakaran telah diturunkan.
Kebakaran biasanya dibuat terjadi untuk beberapa alasan tertentu. Yang
paling sering adalah untuk keuntungan, mis penipuan asuransi. Kebakaran juga
dapat dinyalakan untuk balas dendam, karena instabilitas mental (piromania), atau
untuk menyembunyikan kejahatan seperti pencurian atau bunuh diri.
Bahan
ditemukan di lokasi kejadian. Hal tersebut harus diperiksa sidik jarinya. Biasanya,
individu mendapatkan luka bakar derajat dua atau tiga diseluruh tubuhnya, dengan
luka bakar yang lebih terkonsentrasi pada bagian depan tubuh. Kematian dapat
tidak terjadi dengan segera; malahan individu meninggal akibat komplikasi dari luka
bakar mereka. Dalam penelitian dari 32 kasus, hal ini berkoresponden hampir sama
dengna penelitiha dari Leth dan Hart-Madsen, yang menemukan bahwa 56% dari
kemetian pada 43 kasus yang mereka temukan terjadi di tempat.
Petugas patologi forensik harus menyimpan bagian dari pakaian untuk
menganalisis adanya substansi volatil. Pakaian harus di tempatkan dalam sebuah
kontainer dari gelas yang memiliki penutup model baut diatasnya. Ia tidak boleh
ditempatkan dalam sebuah kantong plastik, karena material volatil tersebut dapat
keluar melalui plastik. Cara lain untuk menjaga pakaian untuk pemeriksaan
substansi volatil adalah dengan menempatkannya pada sebuah kaleng cat bersih
dan kemudian menutupnya. Tanah di tempat individu tersebut pertama kali
membakar dirinya sendiri juga perlu diambil untuk dianalisa keberadaan substansi
volatilnya.
Pada kematian yang disebabkan oleh pembakaran diri sendiri, seringkali
dikatakan bahwa konsentrasi karbon monoksida darah seringkali ter-elevasi, tetapi
masih dalam rentang normal, karena hal ini masih dikategorikan kebakaran kilat
(flash fire). Apa yang sering kali tidak dihargai ialah, dalam kebanyakan kematian
yang disebabkan oleh pembakaran diri sendiri dan pada kebanyakan kematian yang
disebabkan oleh kebakaran kilat, karbon monoksida ter-elevasi. Hanya ketika
pembakaran diri sendiri terjadi diluar ruangan atau pada sebuah ruang yang luas
seseorang baru cenderung mendapatkan level karbon monoksida yang rendah atau
bahkan negatif. Skum dan Johnston menganalisa 32 kasus dari kasus pembakaran
diri sendiri, 18 diantaranya meninggal pada tempat kejadian. Sebelas dari 18 orang
meninggal dalam kendaraan bermotor. Akselerator yang digunakan pada 11 kasus
tersebut adalah bensin pada 9 kasus, kerosin pada satu kasus dan propan pada satu
kasus. Ke-sebelas individu memiliki peningkatan karbon monoksida yang bervariasi
antara 28% hingga 80% dengan nilai rata-rata 58%.
457
Scalding Burns
Scalding burns atau luka baker akibat cairan panas dibagi menjadi 3 tipe:
luka baker imersi yang diakibatkan imersi secara sengaja ataupun tidak sengaja
pada cairan panas, biasanya air; luka bakar cipratan atau tumpahan, biasanya
aksidentall dan juga luka bakar uap yang disebabkan oleh paparan terhadap uap
superpanas. Air panas bertanggung jawab untuk kebanyakan luka bakar imersi,
tumpahan dan cipratan. Hal ini dapat disengaja atau aksidental. Luka bakar in pada
anak-anak merupakan bentuk yang sering dari child abuse. Meskipun kebanyakan
luka bakar cipratan merupakan kecelakaan, penulis pernah melihat kasus dimana
individu yang membawa air panas, melemparkan hal tersebut secara sengaja pada
seorang korban. Biasanya ini merupakan kekerasan domestik dengan korban
merupakan suaminya. Keparahan dari luka bakar akibat air mendidih baru dihargai
ketika seseorang menyadari bahwa air yang dipanaskan hingga 70C dapat
menyebabkan luka bakar ketebalan penuh pada kulit orang dewasa dengan sekali
kontak.
458
459
cairan bergerak menuruni tubuh, luka bakar secara progresif menjadi berkurang
keparahannya.
Seorang individu yang terpapar pada uap panas tetap memiliki luka
bakar menyerupai scalding yang berat di tubuhnya. Dengan inhalasi, terdapat luka
bakar laringeal, trakeal dan respiratorik. Hal terakhir dapat berprogres pada ARDS.
Pada beberapa kasus, terdapat edema masif dari laring dengan kematian akibat
asfiksia.
kimia
mengkoagulasi
protein
dengan
reduksi,
oksidasi,
dari asam sulfat terkonsentrasi atau asam nitrat. Pada kasus ini, lapisan kulit
cenderung untuk lebih gelap, seperti bahan kulit dan kering. Asam hidrofluorik
memberikan luka bakar lebih dalam dari kebanyakan asam lain. Warna dari jaringan
mati terg antung dari derajat asam. Asam nitrat memproduksi sebuah lapisan
kuning, sulfur, hitam atau coklat; hidroklorida, putih atau keabuan; dan fenol, abu
muda atau coklat terang.
Beberapa agen, seperti fenol, fosfor kuning dan ammonium sulfida,
penyebabnya tidak hanya luka bakar kimia tetapi juga keracunan sestemik. Oleh
karena itu fenol diasosiasikandengan nekrosis tubuler akut; fosfor dengan nekrosis
hati dan ginjal.
Beberapa komponen yang dikenal umum dapat memproduksi luka
bakar kimia. Kontak lama dengan bensin atau semen dapat menyebabkan luka
bakar kimia. Semen memiliki pH 12,5 hingga 14 dan oleh sebab itu merupakan
komponen alkali yang sangat kuat. Kontak jangka lama dengan hidrokarbon, seperti
bensin, dapat menyebabkan luka bakar kimia melalui efek iritasi mereka dan
solubilitas terhadap lemak mereka yang tinggi. Hal terakhir kemudian
menyebabkan disolusi dari jaringan lemak. Luka bakar kimia akibat bensin
merupakan luka bakar setengah ketebalan.
461
Luka bakar yang disebabkan oleh oven mikrowave, sebagaimana yang dilporkan
oleh literatur, cenderung tidak langsung. Biasanya hal ini merupakan kasus dimana
462
mikrowave menghangatkan cairan hingga suhu yang sangat tingga dan orang
tersebut mengingesti cairan tersebut tanpa menyadari seberapa panas cairan
tersebut. Cedera mikrowave secara langsung jarang ditemukan. Mereka yang
memiliki relasi forensik bahkan lebih jarang lagi. Alexander dkk melaporkan dua
anak yang mengalami luka bakar ketebalan penuh dan parsial akibat di tempatkan
di oven mikrowave. Luka bakarnya berbatas jelas tanpa kegosongan. Biopsi dari
luka bakar pada satu kasus menunjukkan pengecualian dari jaringan yang berbeda,
dengan penampilan luka bakar tipe sandwich. Oleh sebab itu, terdapat luka bakar
dari kulit, yang mengecualikan lemak subkutan dan pembakaran dari otot. Luka
bakar didasarkan pada distribusi air pada jaringan tersebut.
SERBA-SERBI
Flash Fire: Kebakaran Yang Melibatkan Cairan Hidrokarbon Yang
Mudah Terbakar
Titik kilasan dari hidrokarbon adalah temperature dimana bahan bakar yang
cukup telah terevaporasi untuk mempertahankan kilatan yang singkat dari api. Api
yang dibuat, bagaimanapun juga, tidak akan terus terbakar hingga hidrokarbon
mencapai temperatur yang lebih tinggi, yaitu titik nyala atau titik api. Disini, api
akan terus terbakar hingga bahan bakar habis dikonsumsi. Dengan bahan bakar
hidrokarbon, adalah uap dari evaporasi yang terbakar, bukan bahan bakarnya.
Ketika uap terbakar, ia meningkatkan temperatur dari hidrokarbon, menyebabkan
peningkatan dan evaporasi cepat dari bahan bakar dan oleh karena itu
mempertahankan api.
Bahan bakar hidrokarbon memiliki rentang karakteristik dari konsentrasi
dimana mereka akan menguap dan terbakar. Hal ini merupakan rentang sifat
mudah terbakar mereka. Sebagai contoh, untuk gas alam (methana), berkisar
antara 4 &15%. Pada konsentrasi penguapan dibawah 4% tidak terdapat cukup
bahan bakar penguap untuk mempertahankan kombustio. Dibawah 15%, terdapat
463
cukup oksigen untuk mempertahankan oksigen. Oleh sebab itu gas alami hanya
akan terbakar ketika konsentrasi penguapannya antara 4 & 15%. Nyala api pada
flash fire bergerak ke semua arah dari titik ignisi. Setelah kilatan awal, api yang
tercetus
menyebabkan
evaporaasi
dari
bahan
bakar
yang
kemudian
mempertahankan api. Temperatur pada flash fire dari bahan bakar hidro karbon
berkisar antara 500 hingga 975C.
Pada flash fire di ruangan, dalam detik ke-45 dari ignisi, oksigen turun
drastic dan CO2 naik berkala. Produksi CO jatuh pada detik ke 15 hingga 30 setelah
temperature maksimum, terjadi setelah oksigen terdeplesi. Oksigen dapat jatuh
hingga 8,5% pada menit ke 1,5 hingga menit ke 3, dimana CO2 dapat meningkat
hingga 12 16% dalam kurang dari 1,5 menit. Pada porsi awal dari kebakaran, CO
dapat mencapai konsentrasi 9500 ppm dalam waktu 1,5 hingga 2 menit. Jika flash
fire dibatasi pada tempat yang sempit seperti pada satu kamar dan jika tidak
terdapat introduksi signifikan dari udara baru, api akan padam karena kekurangan
oksigen.
Flashover
Kebakaran di tempat tertutup seperti sebuah kamar dapat menciptakan
sebuah fenomena yang disebut flashover. Sekali api menyala, meskipun hanya kecil,
ia memproduksi panas radiasi, gas panas dan asap. Gas dan asap segera naik,
membentuk sebuah lapisan dibawah langit-langit. Sebagaimana asap dan gas panas
berakumulasi, lapisan ini menebal, mengarah kebawah menuju lantai. Awalnya gas
panas memanasi langit-langit dan dinding atas yang bersebelahan. Panas radiasi
dari kebakaran dan gas panas mulai untuk memanasi objek pada bagian bawah dari
ruangan. Material yang mudah terbakar dalam ruangan mulai untuk menyediakan
gas yang mudah terbakar (proses ini disebut pirolisis). Jika api asal terbakar habis,
atau jika oksigen yang cukup tidak dapat masuk kedalam ruanagan, api akan mati.
Jika, api terus menyala, pada titik tertentu objek yang mudah terbakar di ruangan
akan mencapai temperatur ignisi mereka. Jika hal ini terjadi secara bersamaan, api
akan meliputi seluruh ruangan, melibatkan kebanyakan objek yang mudah terbakar.
464
Hal ini disebut flashover. Periode flashover berlangsung 5-20 menit pada
kebanyakan keadaan. Waktu untuk flashover tidak dapat diperkirakan dengan pasti,
karena itu tergantung pada banyak faktor (mis bahan bakar, suplai oksigen).
Temperature dalam ruangan pada waktu flash over berkisar antara 500600C atau
9321112F.
Referensi
1. National Safety Council, Accident Facts (1998) Itasca. IL.
2. Moritz AR and Henriques FC, Studies of thermal injury: II. The relative
importance of time and surface temperature in the causation of cutaneous
burns. Am J Pathol 1947; 23:695-720.
3. Ripple GR, Torrington KG, and Phillips YY, Predictive criteria for burns from brief
thermal exposures. J Occ Med. 32(3):215-9, 1990.
4. McAnnalley BH, et al., Determination of inorganic sulfide and cyanide in blood
using specific ion electrodes: Application to the investigation of hydrogen
sulfide and cyanide poisoning. J Anal Toxicol 1979; 3:111-114.
5. Silverman SH, et al., Cyanide toxicity in burned patients. J Trauma 1988; 28:171176.
6. Lowry WT, et al., Free radical production from controlled low energy fires:
Toxicity consideration. J Forens Sci 1985; 30:73-85.
7. Moritz AR, Henriques FC, and McLean R. The effects of inhaled heat on the air
passages and lungs. Am J Pathol 1945; 21:311-331.
8. Zajtchuk R, (Ed.), Textbook of Military Medicine, Part I, Volume 5, Conventional
Warfare: Ballistics, Blast and Burn Injuries. U.S. Government Printing Office,
Washington, D.C. 1991.
9. Norton LE, The Norton technique for dental identification. Forens Sci Gaz 1978;
9(4):1-2.
10. Bohnert M, Rost T, and Pollak S, The degree of destruction of human bodies in
relation to the duration of the fire. Forens Sci. Intern, 1998 95:11-21.
465
11. Shkum MJ and Johnston KA, Fire and suicide: a three year study of
selfimmolation deaths. J. Forens Science. 1992 37(1):208-221.
12. Leth P and Hart-Madsen M, Suicide by self-incineration. Am J Forens Med
13. Path, 1997 18(2):113-118.
14. Jelenko C, Chemicals that burn. J Trauma 1974; 14:65-72..
15. Alexander RC, Surrell JA, and Cohle SD, Microwave oven burns to children: An
unusual manifestation of child abuse. Pediatrics 1987; 79:255-260.
16. Deltaan JD, The Dynamics of Flash Fires Involving Flammable Hydrocarbon
liquids Am J Forens Med Path, 17 (1): 24-31, 1996.
466
14
KarbonMonoksida
Mekanisme Aksi
Karbonmonoksida menghasilkan hipoksia jaringan melalui kompetisi
dengan oksigen untuk berikatan dengan protein heme yang membawa oksigen
(hemoglobin,
mioglobin,
sitokrom
oksidase,
sitokrom
P-450).2 Ikatan
ikatan
karboksihemoglobin
hemoglobin
mengubah
pada
ikatan
karbonmonoksida,
oksigen
pada
kehadiran
hemoglobin
dengan
467
memiliki efek toksik yang langsung pada tingkat selular dengan mengganggu fungsi
respirasi mitrokondria, yang disebabkan karena karbonmonoksida berikatan dengan
kompleks sitokrom oksidase.4 Tidak seperti hemoglobin, ikatan sitokrom oksidase
lebih besar terhadap oksigen. Bagaimanapun juga, dalam keadaan anoksia selular,
karbonmonoksida mingkin diikat. Ketika atmosfer oksigen kembali, penggantian
karbonmonoksida berlangsung lambat.
Persentase
saturasi
karbonmonoksida
didefinisikan
sebagai
Karena
afinitas
hemoglobin
yang
besar
terhadap
The
468
469
yang sedang sekarat.12 Berdasarkan hal ini, penentuan harus dibuat berdasarkan
seberapa lama orang bertahan. Almarhum adalah seorang pria berusia 36 tahun
ditemukan duduk di mobil dengan mesin yang menyala dan selang karet
kemasukan
pembuangan
gas
melalui
jendela
belakang
dari
mobil.
yang Disebabkan
Pembuangan Gas
Karbonmonoksida dialihkan masuk ke ruangan penumpang di
kendaraan dapat secara siknifikan meningkatkan suhu di ruangan. Akhirnya, wanita
471
dapat
terjadi
jika
seseorang
dekat
pada
sumber
472
473
UGD masih hidup, oximeter nadi tidak dapat diandalkan untuk menentukan kadar
oksigen yang akurat. Alat ioni tidak dapat membedakan karboksihemoglobin dari
oksihemoglobin pada panjang gelombang yang diterapkan.17,18
475
Temuan Autopsi
Temuan otopsi pada kematian karena CO memiliki karakteristik yang
nyata. Di kaukasia, kesan pertama yang tampak pada tubuh seseorang yaitu sangat
sehat. Corakan berwarna merah muda disebabkan pewarnaan jaringan melalui
karboksihemoglobin, yang dikarakteristikan dengan livor mortis berwarna merah
cherry dugaan diagnosis sebelum dilakukan autopsi. Harus disadari, warna
bagaimanapun juga dapat ditiru dengan pemaparan yang lama terhadap lingkungan
dingin ( baik di TKP atau mesin pendingin)atau keracunan sianida. Pada orang
berkulit hitam, perubahan warna tampak pada konjungtiva, kuku, dan mukosa bibir.
Di bagian dalam, otot-otot dan organ dalam akan tetap ada meskipun
jika jaringan dipindahkan dan ditempatkan pada formaldehid. Bahkan pengawetan
juga tidak dapat mengubah warna organ dalam. Darah berdiam di pembuluh darah
memiliki warna yang khas. Bagaimanapun juga hal ini tidak bervariasi. Salah satunya
di autopsi pada seseorang dengan kadar karboksihemoglobin 45 % dimana warna
yang khas tidak tampak. Pertama kali kematian disebabkan oleh penyakit jantung.
Seseorang yang memiliki penampakan sehat. Bagaimanapun juga cukup
membuat curiga untuk menentukan karbonmonoksida. Kematian yang disebabkan
oleh CO, dihasilkan oleh alat pemanas yang rusak pada tempat tinggal.
Ketika peningkatan kadar CO tampak pada rumah yang terbakar,
mungkin tidak terdapat peningkatan kadar pada orang yang mati karena kilatan api
di lingkungan terbuka. Seseorang yang yang meninggal pada kecelakaan kendaraan
bermotor dimana tangki bensin meledak, secara teori tidak akan menunjukkan
peningkatan karbonmonoksida. Yang terakhir ini sangat jarang terjadi, biasanya
terkait dengan keadaan yang tidak biasa.
Pada beberapa orang, kematian akibat keracunan karbonmonoksida
tidak langsung. Pada kasus ini, apabila produksi karbonmonoksida berhenti setelah
onset
koma
irreversibel,
seseorang
secara
bertahap
menghilangkan
telah
melihat
seseorang
yang
meninggal
karena
keracunan
476
477
perifer, dan inkontinensia. Pada penelitian oleh Choi, sebesar 11,8 % orang
memerlukan perawatan rumah sakit karena keracunan karbonmonoksida
menghambat penurunan mental.22 Secara nyata semuanya menunjukkan
penurunan mental, yanmg mayoritas mengalami inkontinensia dan gangguan gaya
berjalan. Usia pertengahan menunjukkan penghambatan kemunduran lebih dahulu
dibandingkan orang yang dirawat di rumah sakit dengan gangguan yang sama.
Interval lusid dari 2 4 minggu seringkali mendahului onset sekuel neurologis. Tiga
per empat pasien-pasien mengalami penyembuhan dalam waktu setahun, diduga
beberapa menunjukkan kerusakan neurologis ringan yang persisten. Tidak terdapat
tanda-tanda klinis yang membuat dokter untuk memberi kesimpulan bilamana
pasien akan mengalami kerusakan neurologis di waktu yang akan datang.
Telah ditunjukkan pada beberapa sel, sebagai contoh, CAI sel piramidal
pada
hipokampus,
dapat
mengembalikan
fungsinya
setelah
pemaparan
karbonmonoksida yang mati satu hari kemudian.23 Telah dibuat hipotesis bahwa
kerusakan yang tertunda ini disebabkan oleh keruskan perfusi ulang setelah iskemik
dan pengaruh CO di endotel vaskuler dan radikal oksigen yang diperantarai
reoksigenasi pada oksigen otak.
Penundaan sindrom neurologis pada keracunan karbonmonoksida
berhubungan dengan lesi pada substansia alba otak.21 Lesi ini tidaklah spesifik, dan
dapat ditemukan pada kondisi yang berhubungna dengan hipoksia dan hipotensi.
Lesi seperti ini memerlukan gabungan antara hipotensi dan hipoksia.
Referensi
1. National Safety Council: Accident Facts (1998 edition). Itasca IL.
2. Caughey WS, Carbon monoxide bonding in hemeproteins. Ann NY Acad Sci
1970; 174:148-153.
3. Wald G and Allen DW, The equilibrium between cytochrome oxidase and carbon
monoxide. J Gen Physiol 1957; 40:593-608.
4. Dolan MC, Carbon monoxide poisoning. Can Med Assoc 11985; 133:392399.
478
for
Carbon
Monoxide,
http:/www.oshaslc.
gov/SLTC/healthguidelines/carbonmonoxide/recognition.html.
6. Ernst A and Zibrak JD, Carbon monoxide poisoning (Current concepts). NEJM
1998; 339(22):1603-1608.
7. Radford EP and Levine MS, Occupational exposure to carbon monoxide in
Baltimore firefighters. J Occup Med 1976; 18:628-632.
8. Baker SP, et al., Fatal unintentional carbon monoxide poisoning in motor
vehicles. Am J Public Health 1972; 62:1463-1467.
9. Tsunenari S, et al., Suicidal carbon monoxide inhalation of exhaust fumes. Am J
Forens Med Pathol 1985;6:233-239.
10. Morgen C, et al., Automobile exhaust as a means of suicide: an experimental
study with a proposed model. J Forens Sci, 1998; 43(4):827-836.
11. Atkinson P, et al., Suicide, carbon dioxide and suffocation. Lancet. 1994;
344:192-3.
12. Flanagan NG, et al., An unusual case of carbon monoxide poisoning. Med Sci
Law 1978; 18:117-119.
13. DiMaio VJM and Dana SE, Deaths caused by carbon monoxide poisoning in an
open environment (outdoors). J Forens Sci 1987; 32:1794-1795.
14. Dominguez A, Halstead JR, and Domanski TJ, The effect of postmortem changes
on carboxyhemoglobin results. J Forens Sci 1964; 9:330-341.
15. Haldane J, Carbon monoxide poisoning Brit Med J 1930; ii 16-18.
16. Killick EM, The acclimatization of the human subject to atmospheres containing
low concentration of carbon monoxide. J Physiol 1936; 87:41-55.
17. Buckley RG, et al., The pulse oximetry gap in carbon monoxide intoxication. Ann
Emerg Med 1994; 24:252-255.
18. Vegfors M and Lennmarken C, Carboxyhemoglobinaemia and pulse oximetry. Br
J Anesth 1991; 66:625-6.
19. Farrow JR, et al., Fetal death caused by nonlethal maternal carbon monoxide
poisoning. J Forens Sci, 1990; 35(6):1448-1452.
479
20. Werner B, et al., Two cases of acute carbon monoxide poisoning with delayed
neurological sequelae after a free interval. J Toxicol-Clin Toxicol 1985; 23(46):249 265.
21. Ginsberg MD, Carbon monoxide intoxication: Clinical features, neuropathology
and mechanisms of injury. J Toxicol-Clin Toxicol 1985; 23(46):281-288.
22. Choi HS, Delayed neurologic sequelae in carbon monoxide intoxication. Arch
Neurol 1983;4:433-435.
23. Seisjo BK, Oxygen deficiency and brain damage: Localization, evaluation in time
and mechanisms of damage, J Toxicol-Clin Toxicol 1985;23(46):267-280.
480
Mati Tenggelam
15
481
mungkin meningkat, menghasilkan sumbatan pada bagian ini. Jadi, air tidak pernah
masuk ke dalam paru. Penulis tidak pernah melihat adanya physical plug yang
dikatakan terjadi pada laring dan laringospasm tidak dapat diperlihatkan pada
pemeriksaan autopsy, kematian menyebabkan relaksasi otot. Saat penjelasan
pertama untuk dry drowning menarik, itu merupakan suatu hipotesis dan tidak
terbukti. Jadi, penulis tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan bentuk
atau konsep ini. Hal ini mungkin bahwa dry drowning hanya merupakan akhir dari
suatu spectrum pada perubahan yang tampak pada paru yang dihasilkan oleh
sumbatan air pada jalan napas, dengan peran akhir yang lain, paru-paru boggy
yang mengandung cairan edema dalam jumlah yang besar.
Fisiologi Tenggelam
Ketika seseorang berada di bawah permukaan air, reaksi utama yang terjadi
adalah berhenti napas sementara. Hal ini berlanjut sampai pada suatu titik istirahat
dicapai, saat dimana seseorang kembali bernapas. Titik istirahat ditentukan oleh
suatu kombinasi dari kadar karbon dioksida yang tinggi dan konsentrasi oksigen
yang rendah. Persetujuan Pearn, titik istirahat terjadi pada kadar PCO 2 55 mmHg
ketika dihubungkan dengan keadaan hipoksia, dan kadar PaO2 100 mmHg ketika
PCO2 tinggi.3
Saat sedang mencapai titik istirahat, seseorang secara tidak sengaja menarik
napas, menghirup air dalam jumlah yang besar. Beberapa air juga diteguk dan akan
ditemukan dalam lambung. Selama interval pernapasan saat menyelam ini, pasien
mungkin juga akan muntah dan aspirasi beberapa isi lambung. Pengeluaran napas
tanpa sengaja selama berada di bawah air akan berlanjut selama beberapa menit,
sampai pernapasan berhenti. Hipoksia cerebral yang berkembang akan berlanjut
sampai bersifat irreversible dan terjadi kematian.
Titik dimana anoksia cerebral menjadi irreversible tergantung pada dua hal
yaitu usia dan suhu air. Pada air hangat atau panas, keadaan ini terjadi antara 3 10
menit.3 Perendaman anak pada air es atau air dingin disebabkan resusitasi yang
lengkap dengan hasil neurologi yang utuh selama 66 menit setelah tenggelam. 5
482
Tidak peduli berapa lama interval, kesadaran akan selalu hilang dalam waktu 3
menit pada saat tenggelam.3
Jenis air yang dihirup, segar dan asin, kemungkinan mempunyai pengaruh
yang sangat kecil pada apakah sesorang akan dapat bertahan hidup. Pada air yang
segar, seperti data sebelumnya, air dalam jumlah yang besar dapat masuk melalui
membrane alveolar kapiler. Air yang segar dapat berubah atau mengubah
surfaktan paru, saat air laut mengalami dilusi atau membersihkan jalan napas. 3,6
Adanya klorin atau sabun dalam air segar menyatakan tidak adanya efek dari
kepemilikan ini.3 Denaturasi surfaktan dapat berlanjut setelah seseorang
menyatakan resusitasi lengkap. Kehilangan atau inaktifasi surfaktan paru dan kolaps
paru menurunkan kemampuan mengembangnya paru, menghasilkan perfusi
ventilasi dalam yang tidak sebanding hingga 75% perfusi darah pada daerah tanpa
ventilasi.7 Ketika air dihirup, reflex vagal menyebabkan peningkatan resistensi jalan
napas perifer, dengan vasokonstriksi paru, berkembangnya hipertensi pulmonal,
483
484
gangguan neurologi yang irreversible, pada air dingin, waktu perendaman selama
66 menit dilaporkan dengan perbaikan neurologi.5
Penemuan Autopsi
Pada autopsy, tidak ditemukan adanya patologi untuk indikasi diagnosis
tenggelam. Diagnosis didasarkan pada keadaan pada saat kematian, ditambah
dengan jenis penemuan anatomi yang tidak spesifik. Tes kimia untuk membuat
diagnosis adalah tidak spesifik dan tidak dapat dipercaya. Suatu diagnosis
tenggelam tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan autopsy yang lengkap, khususnya
suatu screen ingtoksikologi yang lengkap, karena diagnosis ini sangat susah
ditetapkan. Apabila seseorang ditemukan dalam air dan hal-hal yang lain
menyebabkan kematian, mereka dianggap ditenggelamkan. Hal ini harus di ingat,
bagaimanapun, bahwa seseorang mengalami serangan jantung yang berat, dan
bahwa korban pada overdosis obat yang fatal jarang terjadi dumped ke air dalam
tubuh. Peranan berat badan di bawah air adalah sama antara tenggelam bunuh diri
dan tenggelam yang dihubungkan dengan pembunuhan, seperti pembuangan
tubuh seseorang yang dibunuh oleh karena penyebab lain yang kemudian
ditenggelamkan.
Ketika seseorang tenggelam, bentuk tubuh, memperkirakan posisi kepala,
bokong, dan ekstremitas. Kalau terdapat arus yang kuat, tubuh tidak akan terbawa
arus sangat jauh dari posis utamanya. Pada air yang relative dangkal, ekstremitas
atau wajah mungkin akan menonjol atau melawan tarikan tubuh pada air, sering
menyebabkan perlukaan postmortem pada muka, punggung tangan, lutut dan jari
kaki. Puncak kepala dan pantat dapat terlihat pada permukaan air. Pada air yang
dalam, tubuh berada di bawah permukaan air hingga mulai mengalami
pembusukan dan pembentukan gas; kemudian tubuh akan naik ke permukaan.
Pada air yang sangat dingin, tubuh mungkin tetap berada di dalam air selama
beberapa bulan sebelum pembusukan membentuk cukup gas untuk membawanya
ke permukaan. Tergantung pada berapa lama tubuh terdapat didalam air, yang
mungkin menjadi bukti dari aktivitas makhluk hidup, contohnya, ikan, kura-kura,
485
kepiting atau udang. Penulis memperlihatkan gambaran tubuh yang relative utuh
tetapi, ketika dibuka, menyatakan bahwa isi perut dan dada tidak lengkap.
Pemeriksaan luar tubuh akan menyatakan suatu defek pada tubuh yang
berhubungan dengan rongga dada atau perut.
Jenis tangan dan telapak kaki seperti gambaran seorang washerwoman
apabila kematian berlangsung didalam air selama lebih dari 1 2 jam (Gambar
15.1). Percobaan menunjukkan bahwa apabila kamu memasukkan tangan jenazah
ke dalam air dengan suhu sekitar 10 18C,
486
487
Perdarahan mungkin terlihat pada tulang mastoid atau petrous. Jadi, hal ini
merupakan keadaan yang tidak spesifik dan, apabila dicari, dapat ditemukan pada
seseorang yang meninggal dengan penyakit jantung, overdosis obat, atau penyebab
kematian yang lain. Jadi, korban over dosis obat yang dibuang ke dalam air dan
korban serangan jantung yang jatuh ke dalam air akan tampak gambaran
washerwoman pada telapak tangan dan telapak kaki, daging angsa, edema paru,
dan perdarahan pada tulang petrous dan mastoid. Adanya tumbuh-tumbuhan dan
batu seperti yang ditemukan pada bagian bawah tubuh yang ditemukan pada
tangan menunjukkan bahwa penyebab kematian yang sesungguhnya adalah
tenggelam, karena keadaan ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kematian
adalah hidup ketika dimasukkan ke dalam air.
488
Ketika korban dikeluarkan dari air, tubuh mungkin akan penuh dengan kaku
mayat, meskipun hanya memerlukan waktu yang singkat sejak tenggelam. Hal ini
disebabkan oleh kekerasan pada saat tenggelam, dengan penurunan kadar ATP dan
cepatnya pembentukan kaku mayat. Penurunan suhu terjadi lebih cepat pada air
dibandingkan dengan udara. Jadi, saat mulai pembusukan akan lebih lama didalam
air.
Pembenaman tubuh pada air dalam waktu yang lama mungkin
menyebabkan keluarnya darah dari luka antemortem. Jadi, seseorang mungkin
ditemukan dengan beberapa luka postmortem tanpa perdarahan yang merupakan,
dalam fakta yang actual, antemortem dan penyebab kematian. Hal ini dapat
menyebabkan masalah ketika tubuh dikeluarkan dari air menghambat potongan
baling-baling. Mungkin tidak terdapat adanya perdarahan disepanjang perlukaan,
tujuan utama untuk kesimpulan bahwa merupakan perlukaan postmortem, pada
kenyataannya, merupakan antemortem, yang mana darah keluar oleh karena efek
air. Penulis melihat pengeluaran darah secepatnya 3 4 jam setelah pembenaman.
dari 500 m. Organisme ini mempunyai satu tulang silica pada potongan kedua
katup. Organisme ini ditemukan pada semua jenis air (tawar, air asin, payau), pada
tanah yang lembab, dan pada atmosfir. Beberapa penulis berpendapat bahwa
identifikasi diatom pada organ manusia merupakan bukti jelas pada tenggelam,
meskipun beberapa yang lain mengatakan bahwa keadaan ini tidak mungkin untuk
dibuat kesimpulan karena distribusi yang luas dari organisme ini pada seluruh
lingkungan.11,12 Semua pertanyaan berkisar pada apakah diatom normalnya selalu
ada pada setiap organ manusia, densitasnya apabila ada, dan termasuk dalam jenis
apa. Paru-paru, hati, ginjal dan sumsum tulang dianalisis untuk diatom dan
kesimpulannya didapat berdasarkan atau tidak adanya organism itu. Beberapa ahli
medis menemukan diatom pada organ yang tidak tenggelam, sementara yang
lainnya tidak menemukan.
Apabila terdapat diatom pada tubuh, ada tiga cara yang mungkin keadaan
tersebut. Pertama oleh karena inhalasi diatom di udara, kedua oleh karena
penyerapan materi yang mengandung diatom, dan ketiga oleh karena aspirasi air
yang mengandung diatom, dengan sirkulasi berikutnya melalui tubuh. Komplikasi
dari semua fakta ini adalah bahwa diatom terdapat dimana-mana yang beberapa
menganalisis mungkin dikontaminasi oleh barang pecah belah dan bahan reaksi.
Sekarang ini, orang-orang yang menggunakan analisis diatom cenderung
menggunakan system organ tertutup, seperti sumsum tulang femur atau ginjal
encapsulated dari tubuh yang tidak membusuk. Kontak sampel dengan air dibatasi
menjadi tiga lapis air suling. Instrument khususnya dibersihkan untuk mencegah
kontaminasi dengan atom. Material, seperti sumsum tulang, dicerna dalam
konsentrasi asam. Barang simpanan diperiksa dengan suatu mikroskop standar
untuk melihat adanya diatom. Air yang mana seseorang diduga ditenggelamkan
diambil contohnya untuk melihat tipe diatom yang ada dan membandingkan antara
yang ditemukan di air dan ditemukan di tubuh. Meskipun hasil perbandingan positif
dapat menolong, namun hasil yang negative tidak dapat menyingkirkan tenggelam.
490
Tenggelam di Bathtub
Tenggelam di bathtub relative tidak umum terjadi, selalu terjadi pada anak
yang masih kecil yang mana tidak diperhatikan oleh orang tuanya. Beberapa kasus
nisacaya merupakan suatu pembunuhan. Orang dewasa yang sedang mengalami
kejang dapat menenggelamkan diri dalam bathtub (gambar 3.8). Kurang jelasnya
kejadian dimana seseorang ditemukan di dalam kamar mandi yang mempunyai
kadar obat yang toksik atau menyebabkan kematian. Apakah mereka pingsan dan
menenggelamkan diri, meninggal akibat obat-obatan dan akhirnya masuk ke dalam
air, atau apakah mereka berada di dalam kamar mandi pada saat mengalami
overdosis pada suatu usaha yang sia-sia untuk mempertahankan hidupnya?
Pertanyaan serupa muncul dalam hubungan seseorang dengan penyakit jantung
yang berat yang ditemukan di bathtub di bawah air. Apakah mereka meninggal
akibat serangan jantung dan kemudian tergelincir ke dalam air atau apakah mereka
mempunyai serangan jantung yang tidak mempunyai kapasitas, tergelincir ke dalam
air dan menenggelamkan diri? Adanya edema paru tidak dapat menolong, keadaan
itu mungkin ada pada kasus overdosis obat, gagal jantung atau tenggelam.
Pada keadaan yang jarang, pembunuhan melibatkan orang dewasa. Apabila,
sementara mandi, satu kaki digenggam dan satunya lagi tarik ke dalam air oleh
merka, dapat terjadi pernapasan involunter di dalam air sebagai desakan air ke
dalam nasofaring. Keadan ini, diperburuk oleh keadaan panik dan pada dinding
yang halus, basah, dapat menghasilkan suatu ketidakmemampuan menyelamatkan
diri sendiri, dengan penurunan kesadaran yang cepat dankematian. Kemungkinan
tidak adanya perlukaan akan tampak pada pemeriksaan autopsi. Pada keadaan
yang jarang, penulis melihat kasus yang didokumentasikan baik dimana seseorang
dimasukkan ke dalam bathtub, diserang kepalanya, dan di tenggelamkan.
Penyelam
Kematian yang terjadi dengan menggunakan peralatan menyelam dapat
disebabkan oleh:
491
Penyakit alami
Sebagai konsekuensi yang terjadi di bawah air pada tekanan tinggi
Suatu resiko lingkungan
Sebagai akibat rusaknya perlengkapan
Referensi
1.
Swann HG and Spafford NR, Body salt and water changes during fresh and
sea water drowning. Texas Rep Biol Med 1951; 9:356-382.
2.
Swann HG, et al., Fresh- and sea-water drowning: A study of the terminal
cardiac and biochemical events. Texas Rep Biol Med 1947; 5:423-437.
3.
4.
5.
6.
7.
Ornato JP, The resuscitation of near-drowning victims. JAMA 1986; 256: 7577.
492
8.
9.
10.
11.
Peabody AJ, Diatoms and drowning A review, Med Sci Law 1980; 20(4):
254-261.
12.
Foged N, Diatoms and drowning Once more. Forens Sci Int 1983; 21: 153159.
493
16
A = V/R
Voltase pada tempat tinggal di Amerika Serikat kira-kira 110 120 V dari
batas ke tanah. Listrik tegangan tinggi di desa dan kota kira-kira 7500 7800 V
batas menuju tanah dengan listrik tegangan tinggi transcontinental 100.000 V atau
lebih besar. Untuk kematian tersengat listrik tegangan rendah (110 120 V) aliran
listrik rumah tangga, harus terjadi kontak langsung dengan sirkuit listrik dengan
kematian yang terutama disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Pada kecelakaan
tegangan tinggi, kontak langsung dengan kabel tidak diperlukan. Ketika tubuh
mendekati batas tegangan tinggi, aliran listrik dapat melompat dari batas ke tubuh.
Kematian karena tersengat listrik tegangan tinggi biasanya disebabkan karena
elektrotermal yang dihasilkan oleh aliran listrik, atau henti pernapasan. Suhu yang
dihasilkan oleh arus listrik dapat setinggi 40.000 oC.
Pada daerah kota, batas tegangan tinggi biasanya 7000 8000 V, batas ke
tanah. Mati tersengat listrik dari batas ini terjadi ketika itu rusak, jatuh ke tanah dan
494
tersentuh, atau ketika utuh atau batas hidup disentuh oleh benda logam yang
panjang seperti tangga, tiang, derek dimana seseorang kontak dengan logam tadi.
Tahanan manusia terhadap sengatan listrik termasuk kulit. Dengan tegangan
120 V, kulit yang kering memiliki tahanan 100.000 Ohm; kulit kering dan kasar
berada diatas jutaan ohm; kulit lembab memiliki tahanan 1000 ohm atau lebih
rendah, dan kulit yang tipis dan lembab tahanannya lebih rendah dari 100 ohm.
Aliran listrik tegangan tinggi, kondisi kulit tidak memiliki peranan yang
bermaknadalam memberikan tahanan terhadap sengatan listrik.
Mekanisme kematian
Amper merupakan faktor yang paling penting dalam mati tersengat listrik.
Dikarenakan voltase yang biasanya konstan, faktor utama yang menentukan jumlah
amper yang masuk ke dalam tubuh adalah tahanan, yang diekspresikan dalam ohm.
Jumlah minimal dari amper yang diterima oleh manusia sebesar 1 mA (0,001 A).
Arus sebesar 5 mA akan menyebabkan tremor pada otot dimana 15 17 mA akan
menyebabkan kontraktur dari otot-otot, yang mencegah pelepasan dari sumber
listrik. Arus yang terakhir ini adalah ambang lepas tidak lepas. Pada saat 50 mA,
terjadi kontraktur pada semua otot, paralisis pernapasan dan kematian apabila arus
tetap dipertahankan. Fibrilasi ventrikel terjadi pada arus 75 100 mA. Arus yang
ekstrim tinggi, ~1 A dan lebih tinggi, tidak mengakibatkan fibrilasi ventrikel, tapi
lebih mengarah ke henti ventrikel. Apabila arus kemudian dimatikan, dan tidak akan
495
terjadi cedera elektrotermal dari jantung, jantung akan kembali berdetak dengan
normal.
Ketika arus listrik mengalir di dalam tubuh, arus berjalan dari titik awal
kontak menuju titik yang bersentuhan dengan tanah, mengikuti jalur terdekat.
Seringkali, jejak berasal dari tangan menuju kaki atau tangan menuju tangan. Waktu
yang diperlukan oleh suatu arus untuk menyebabkan kematian bergantung pada
besarnya amper. Akhirnya, pada sengatan listrik dengan amper yang sangat rendah,
kematian disebabkan oleh paralisis dari otot dengan asfiksia sekunder, kontak jangka
panjang (misal. beberapa menit) dengan arus listrik diperlukan. Dengan arus rumah
tangga, dimana mekanisme kematiannya adalah fibrilasi ventrikel, lama kontak
diperlukan untuk menghasilkan fibrilasi yang diukur dalam 1 atau 10 detik,
bergantung pada besarnya amper. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh tahanan kulit
sebsesar 1000 ohm, dimana sebanyak 120 V mencapai tubuh. Pada kasus seperti ini,
kontak selama 5 detik diperlukan untuk menghasilkan fibrilasi ventrikel. Jika titik
kontak berasal dari kulit tipis yang lembab, tahanan akan menjadi rendah, yaitu 100
ohm. Pada kasus ini, arus masuk ke dalam tubuh kira-kira 1200 mA (1,2 A) dan
fibrilasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,1 detik. Melalui sengatan listrik tegangan
tinggi, terjadinya henti jantuing dapat terjadi dengan cepat.
Sengatan listrik tegangan rendah dengan fibrilasi ventrikel, kesadaran
mungkin tidak hilang secara capat. Faktanya, seringkali orang mendapat tegangan
listrik yang fatal namun tidak kehilangan kesadarannya, namun untuk menyoraki
atau menyatakan bahwa ia baru saja membakar dirinya sebelum roboh. Hal ini
terjadi oleh karena otak memiliki cadangan oksigen kira-kira 10 15 detik,tidak
seperti jantung. Akhirnya, seseorang dapat mempertahankan kesadarannya sekitar 10
15 detik setelah henti jantung sebagai organ pemompa. Pada kasus sengatan listrik
tegangan rendah, resusitasi dan defibrilasi dapat mencegah kematian. Harus tetap
diingat bahwa fibrilasi ventrikel kadang-kadang dapat reversibel dimana jantung
akan kembali ke ritme spontan setelah fibrilasi dalam waktu yang pendek.
Pada sengatan listrik tegangan tinggi, dapat terjadi cedera elektrotermal yang
ireversibel. Ketika jantung berdetak kembali secara spontan setelah henti jantung,
respirasi mungkin tidak dapat kembali oelh karena paralisis pusat pernapasan. Hal ini
496
mungkin disebabkan oleh kerusakan dari pusat pernapasan dari batang otak oleh efek
hipertermis dari arus listrik.
Efek hipertermis dari arus listrik tegangan tinggi dapat dilihat pada eksekusi
kursi listrik, dimana luka bakar derajat 3 terjadi pada daerah kontak antara elektroda
dengan kulit, sama seperti pengamatan oleh Werner, setelah eksekusi, temperatur
otak menjadi sebesar 63 oC.
497
Wright dkk. Merasa bahwa ini merupakan kontraksi otot, jika cukup berat,
dapat mendorong seseorang ke depan atau ke belakang, bergantung pada posisi
awalnya.
Temuan Autopsi
Pada semua kasus sengatan listrik tegangan tinggi namun hanya setengah
(50 %) dari kasus tersengat listrik tegangan rendah., luka bakar listrik tampak pada
tubuh. Pada sengatan listrik tegangan rendah, hal ini dapat terjadi pada titik masuk
atau titik keluar, bisa kedua-duanya atau tidak sama sekali. Jika arus listrik masuk
melalui area yang luas yang memberikan tahanan yang kecil, mungkin tidak
terdapat luka bakar listrik. Contoh yang baik adalah seseorang yang tersengat listrik
di bak mandi. Tidak nampaknya luka bakar pada sengatan listrik tegangan rendah,
bagaimanapun juga dapat terjadi pada kontak hanya pada area kecil. Sengatan
listrik dapat menghasilkan onsset yang cepat dari rigor mortis yang disebabkan oleh
kontraksi otot-otot dan penurunan kadar ATP. Apabila hal ini terjadi, dapat
eksentrik, mencerminkan jalur masuk aliran listrik melalui tubuh.
Luka bakar listrik cenderung pada telapak tangan dan ujung-ujung jari (jalur
masuk) dan telapak kaki (jalur keluar) (Gambar 16.1). Pada sengatan listrik tegangan
rendah, jejas tersebut tampak sebagai area eritematosa yang melepuh atau lesi
putih pucat yang tidak berbatas tegas, seringkali terdapat tepi yangf meninggi dan
bagian tengah yang berlubang. Disana tampak sebagai perobahan warna
kekuniongan atau hitam pada daerah luka bakar karena panas. Secara umum, luka
bakar memiliki ukuran kecil, yang berukuran beberapa milimeter sampai lebih dari
1 1,5 cm. Secara mikroskopis, epidermis menunjukkan penampakan keju swiss.
Apabila hanya terjadi kontak singkat dengan kabel langsung, mungkin tidak
terdapat luka bakar. Orang yang roboh karena fibrilasi ventrikel dan jatuh menjauh
dari kabel. Ketika terjadi kontak yang lama, maka akan terjadi luka bakar yang berat
diakibatkan oleh timbulnya panas oleh karena arus listrik. Kita tidak dapat
membedakan luka bakar listrik antemortem dengan postmortem. Luka bakar
menyatakan hanya apabila arus listrik masuk melalui kulit. Partikel-partikel menit
498
besi yang berasal dari daerah yang mengalami konduksi dapat tersimpan dalam
luka bakar, khususnya pada sengatan listrik tegangan tinggi. Kejadian ini dapat
dilokasikan dan diidentifikasi skaning denga mikroskop elektron.
Berlawanan dengan luka bakar tegangan rendah, luka bakar tegangan tinggi
dapat menjadi sangat berat, dapat menghanguskan tubuh. Jika luka bakar terjadi
dari kontak atau dekat dengan batas tegangan tinggi, sejumlah orang dan daerah
pertemuan tampak luka bakar derajat 3 (Gambar 16.2). Luka bakar kecil multipel
disebabkan oleh membusurnya arus. Jika terjadi kontak dengan arus listrik
tegangan tinggi namun tidak langsung, namun aliran arus listrik melalui benda
perantara seperti tiang atau tangga, luka bakar yang besar dan tidak teratur,
berwarna putih pucat, seringkali tepi yang tinggi dan bagian tengah yang berlubang
dengan perubahan warna luka bakar panas menjadi kuning atau hitam. Jika
seseorang mengenakan sepatu, dan jalan keluar adalah kaki, ini mungkin saja luka
bakar keluar membusur. Dengan tegangan yang sangat tinggi, dapat terjadi
kerusakan yang hebat dari jaringan dengan hilangnya ekstremitas dan pecahnya
organ-organ.
499
Pada seluruh kasus yang diduga tersengat listrik, dimana harus ada
pemeriksaan dari sumber yang diduga menghasilkan arus listrik termasuk peralatan
listrik yang dipegang korban pada saat meninggal. Pada sengatan listrik tegangan
rendah, pemeriksaan alat lebih daripada pemeriksaan tubuh lebih sering
menunjukkan penyebab kematian, karena luka bakar dapat tidak tampak. Akhirnya,
kita dapat membuat diagnosis sengatan listrik tanpa luka bakar listrik, berdasarkan
keadaan meninggal, temuan negatif otopsi dan pemeriksaan peralatan listrik yang
500
digunakan. Pada sengatan listrik tegangan tinggi, jaringan korban dapat melekat
pada titik kontak dengan sumber dari arus listrik (misalnya tangga besi).
Cara Kematian
Kematian kebanyakan disebabkan oleh sengatan listrik merupakan
kecelakaan. Seringkali, hal inidapat disalahkan pada peralatan yang tidak baik atau
alat-alat listrik rumah tangga. Sengatan listrik yang disebabkan oleh kabel listrik
tegangan tinggi sekunder terjadi kontak karena tidak hati-hati dengan batas
tegangan tinggi ketika mengoperasikan atau kontak dengan peralatan seperti
Pemetik Cherry. Penyebab lain sengatan listrik karena menyentuh kabel listrik
yang jatuh atau tidak hati-hati sehingga membuat kontak dengan dengan batas
501
melalui antena radio atau layang-layang. Penulis juga menemukan kasus seksual
dimana elektroda-elektroda ditempatkan pada anus atau dilekatkan pada penis.
Kasus bunuh diri jarang, meskipun seringkali seseorang membuat alat yang
rumit untuk menyetrum dirinya sendiri. Pembunuhan lebih jarang lagi. Metode
pembunuhan yang tersering dengan arus listrik adalah menjatuhkan peralatan yang
mengandung listrik di bak mandi ketika ada yang sedang mandi. Biasanya pada
kasus ini tidak terdapat luka bakar listrik, apabila alat yang mengandung listrik tadi
dipindahkan maka penyebab kematian tidak dapat diketahui.
Tersengat listrik dio bak mandi, pembunuhan maupun kecelakaan, menjadi
tidak sering, karena penggunaan hampir secara luas Low-Voltage ground-Fault
Current Interupters (GFCI). Ini diperlukan di dapur-dapur, kamar mandi dan stop
kontak di luar. Alat ini memonitor aliran lsitrik.Apabila terdapat perbedaan arus
listrik lebih dari 5 mA, sirkuit akan menjadi rusak, maka akan mencegah terjadinya
sengatan lsitrik. Alat mengerem sirkuit normal tidak berfungsi sampai terdeteksi
perbedaan 15 A. Akhirnya, pada kebanyakan kasus sengatan listrik, sekering rumah
tidak berpengaruh oleh sengatan listrik. Sengatan listrik pada air dapat disebabkan
oleh lampu yang rusak pada kolam renang. GFCI dapat mencegah kejadian ini.
502
Kilat
Kilat dihasilkan ketika permukaan bawah dari awan gelap yang memiliki
muatan listrik mengirimkan arus listrik ke tanah. Oleh karena permukaan bawah
biasanya bermuatan negatif, secara tampak semua pelepasan juga negatif. Kira-kira
5 % dari kilatan cahaya, dapat menghasilkan pelepasan bermuatan positif. Kejadian
ini sering terdapat pada daerah pegunungan.
503
504
mengenai petugas yang berdiri di tanah yang menyentuh derek. Perlukaan yang
diakibatkan sama seperti apabila derekan menghantam batas listrik tenaga tinggi,
luka bakar yang terjadi pada jalan masuk dan keluar sering multipel dan berat.
Pada serangan kilatan di sisi lain, kilatan cahaya mengenai obyek, seperti
pohon dan kemudian memantul pada orang. Pada serangan langsung atau serangan
kilat di sisi lain dimana seseorang berada dekat pada obyek dimana kilatan
melompat, arus dapat menyebar ke seluruh tubuh dahulu atau langsung
memasukinya, atau dapat terjadi keduanya. Pada kebanyakan kasus yang dinilai ahli
patologi forensik, arus listrik menyebar ke seluruh permukaan tubuh dan masuk.
Pada kasus ini, cukup sering ditemukannya cetakan gumpalan darah, sepatu yang
meledak, rambut terbakar, kulit yang terbakar yang disebabkan oleh resleting dan
benda logam lainnya yang dipanaskan oleh kilat, dan luka bakar yang disebabkan
oleh arus masuk dan keluar. Kulit yang terbakar tidaklah berat namun selalu ada. 11
Pada pemeriksaan histologis, epidermis terpisah dari papilaris dermis. Pada 81 %
kasus terjadinya ruptur membrana timpani.11 Benda yang terbuat dari logam besi
dapat menjadi magnet. Logam lain, seperti koin dapat terbakar. Cetakan gumpalan
dan sepatu yang meledak kadang kala membawa interpretasi yang salah penyebab
alami perlukaan. Seseorang yang terkena kilat dan kemudian ditemukan di jalanan
diduga korban tabrak lari. Jika seseorang berada dalam sebuah kendaraan berlapis
besi, kemudian terkena kilat maka kemungkinan untuk mengalami perlukaan cukup
kecil. Pada keadaan yang jarang, dimana orang meninggal atau terluka ketika
kabelnya terkena kilat pada waktu menelpon.12
Kematian karena kilat disebabkan arus langsung tegangan tinggi. Kematian
disebabkan oleh henti kardiopulmonar atau cedera elektrotermal. Berkaitan enggan
serangan langsung dari kilat, kematian kemungkinan tidak dapat dielakkan, karena
luka bakar dan cedera pada pusat pernapasan di otak. Nilai amper pada kasus ini
dapat dalam kisaran kiloampere. Jika sengatan listrik sekunder dari tempat
terdekat, maka kemungkinan hidup masih ada. Faktanya, kebanyakan orang terluka
karena kilat tetap hidup. Salah satu lesi yang menjadi kekhasan dari luka karena
kilat adalah luka seperti paku atau tanaman menjalar pada kulit yang disebut
505
gambaran Lichtenberg (Gambar 16.3). Lesi ini adalah daerah jejak dari kemerahan
sementara yang tampak dalam 1 jam setelah kecelakaan dan secara berangsur
meghilang dalam 24 jam. Tanda-tanda kemerahan tidak terbakar,. Ten Duis dkk.
Meyakini bahwa lesi ini disebabkan oleh pelepasan muatan listrik pada tubuh. 13
Mereka memberikan hipotesis bahwa lesi terjadi ketika seseorang terkena kilat
bermuatan negatif yang kemudian terkena lagi secara sekunder oleh dari benda
yang terdekat yang bersentuhan dengan tanah. Kemungkinan yang lain bahwa
tampak titik masuk pada seseorang yang terkena kilat bermuatan positif. Kedua
penjelasan, tidak juga yang lainnya dapat menjelaskan kejadian yang relatif jarang
sekali dari lesi taman menjalar pada seseorang yang terkena kilat.
Referensi
1. Sornogyi E and Tedeschi CG, Injury by electrical force, in Tedeschi CG, Eckert WG,
Tedeschi LG (Eds): Forensic Medicine. Philadelphia, WB Saunders Co, 1977, pp
645-676.
2. Bruner JMR, Hazards of electrical apparatus. Anesthesiology 1967; 28: 396-425.
3. Ferris LP, et al., Effect of electroshock and health. AIEE Trans 1936; 55:498.
506
507
Hipertermia
dan Hipotermia :
Efek Dari Panas dan Dingin
17
Suhu tubuh normal pada umumnya adalah 98,6 0F (37 0C) di mulut dan kira
kira suhu rektum 10F (0,6 0F) lebih tinggi. Suhu tubuh, bagaimanapun juga,
bervariasi dari orang ke orang, sesuai dengan usia, waktu harian, aktivitas fisik, dll.
Akhirnya, bayi baru lahir dan orang tua memiliki suhu rata rata 1 0C lebih tinggi.
Siklus perubahan suhu tubuh terjadi dengan penurunan 0,5 0C pada pagi dini hari (
kira kira jam 01:00 sampai 02:00 pagi) dan sedikit peningkatan pada pagi hari dan
sore hari. Latihan yang berat dapat meningkatkan suhu rectum diatas 104 0F.1 Suhu
rectum 39 40 0C sering pada pelari marathon setelah balapan.2
Untuk mengetahui lebih lajut hal ini, suhu mulut normal berdasarkan data
dari abad ke 19. Hasil penelitian yang lebih maju oleh Mackowiak dkk.
Menandakan bahwa suhu 98,2 0F (36,8 0C) merupakan nilai rata rata dari suhu
mulut yang normal, dengan 99,9 0F (37,7 0C) batas atas.3 Suhu maksimum bervariasi
sesuai dengan waktu seharian dimana lebih rendah pada dini hari. Mereka
menduga bahwa suhu 98,9 0F (37,2 0C) pada pagi hari dan 99,9 0F (37,7 0C) secara
keseluruhan harus dianggap sebagai batas atas suhu mulut pada orang dewasa.
Akhirnya, kita melihat bahwa tidak ada suhu tubuh yang pasti Normal, namun
lebih cenderung ke batas jarak.
Mempertahankan suhu tubuh yang normal adalah kesulitan dalam menjaga
keseimbangan antara menyimpan panas dan kehilangan panas. Penyimpanan panas
adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh produk oksidasi dan metabolik dan panas
yang diperoleh dari lingkungan. Panas menjadi hilang disebabkan karena 3
mekanisme, yaitu : Konduksi, radiasi, dan evaporasi.1
Kehilangan panas melalui konduksi, baik konduksi langsung dari permukaan
tubuh pada benda lain atau melalui konduksi dengan udara. Kehilangan panas
melalui konduksi langsung pada benda terjadi relatif kecil. Sebagai contoh, apabila
508
seseorang sedang duduk di kursi, panas yang dikonduksikan oleh tubuh akan
meningkatkan suhu dari kursi sama atau kurang dengan tubuh. Ketika hal ini terjadi,
kehilangan panas akan berhenti.
Secara kontras untuk membatasi kehilangan panas oleh karena konduksi
langsung, panas dalam jumlah yang cukup besar dapat hilang melalui konduksi
dengan udara. Molekul molekul yang menyusun kulit menyalurkan panas untuk
berhubungan dengan molekul udara, menghasilkan zona yang tipis dari udara yang
dipanaskan yang berdekatan dengan kulit. Zona ini biasanya relatif seimbang. Sekali
lapisan udara ini menyerap panas sampai sama dengan suhu tubuh, kehilangan
panas berhenti. Apabila lapisan udara yang menyerap panas ini dihilangkan dan
udara yang bari diberikan (oleh kipas atau angin), kehilangan panas melalui
konduksi akan terus berlanjut. Gerakan udara ini di sekitar tubuh, akan
mengakibatkan kehilangan panas yang berlanjut, yang diketahui sebagai konveksi.
Angin akan menghembuskan lapisan udara yang ada disekitar kulit, akhirnya
menyebabkan perasaan dingin dan meningkatkan kehilangan panas ketika angin
berhembus. Bagaimanapun juga proses ini memiliki batasan. Sekali angin
mendinginkan kulit pada temperatur tertentu, jumlah dimana panas yang mengalir
dari pusat tubuh menuju kulit adalah faktor pembatas hilangnya panas, daripada
jumlah dari konduksi dan konveksi.
Metode kedua kehilangan panas yaitu dengan radiasi. Disini, panas tubuh
hilang dalam bentuk sinar infrared. Sinar ini memancar dari tubuh dalam segala
arah. Sinar panas, bagaimanapun jugamemancar dari semua massa. Akhirnya,
dinding, kantai, tanah, dll. Semua memancarkan simar panas. Apabila lingkungan
menjadi lebih panas dibandingkan tubuh, pancaran panas akan diberikan oleh
sekitarnya akan memperbesar kehilangan panas tubuh karena radiasi.
Metode ketiga kehilangan panas tubuh, yaitu melalui evaporasi. Ini adalah
metode primer untuk mendinginkan tubuh yang terlalu panas. Air yang diuapkan
dari tubuh, sebanyak 0,58 kalori panas hilang setiap gram air yang diuapkan.1+
kedua mekanisme kehilangan panas melalui evaporasi adalah kehilangan panas
yang tidak disadari dan berkeringat. Kehilangan panas yang tidak disadari adalah
509
hilangnya kelembaban dari seseorang yang tidak berkeringat. Ini adalah air yang
menguap dari kulit dan paru paru. Hal ini terjadi dengan jumlah 600 ml per hari,
itu mengapa kehilangan panas yang berlanjut sebesar 12 16 kalori / jam.1
Kehilangan panas yang tidak disadari oleh karena difusi yang terus menerus
molekul air melalui permukaan kulit dan paru paru yang belum dapat mengatur
suhu tubuh.
Dua hal yang penting dari dua metode evaporasi yang mendinginkan tubuh
dari keringat. Pada musim dingin, jumlah keringat secara esensial adalah nol. Pada
musim panas, jumlah maaksimal produksi keringat bervariasi dari 700 ml / jam pada
seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan iklim sampai 1,5 2 Liter /
jam pada orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan panas. 1 Pada
orang orang yang berkeringat banyak, dehidarsi dapat berkembang dengan cepat.
Dehidrasi, dapat memicu seseorang untuk mengalami hipertermia dan heat stroke.
Untuk mencegah hal ini, seseorang yang terpapar dengan suhu yang tinggi harus
segera meminum banyak air. Hal ini khususnya diperlukan pada orang orang yang
sedang melakukan aktivitas yang beratseperti partus normal dan joging. Beberapa
orang meminum banyak air dan berkembang hiponatrimea.4 Gejala gejala ini
tidaklah spesifik, seperti mual, muntah, sakit kepala, lemat otot, bingung, dan
kejang. Gejala gejala mulai timbul setelah kadar sodium menurun < 130 mmol / L,
menjadi kadar yang lebih rendah < 125 mmol / L. Ketika serum sodium turun
dibawah 120 mmol / L, lebih dari 50 % orang mengalami kejang.
Ketika orang orang terpapar dengan cuaca yang panas selama beberapa
minggu, mereka mulai berkerngat lebih progresif dan lagi. Pertama meraka akan
berkeringat sebanyak 700 ml / jam. Jumlah ini kan menjadi dua kali lipat dalam 10
hari, peningkatan menjadi tiga kali lipat terjadi dalam waktu 6 minggu. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan kapasitas berkeringat oleh kelenjar keringat. Keringat
terdiri dari sodium klorida atau garam. Ketika jumlah sekresi keringat sangat
rendah, konsentrasi sodium klorida dari keringat juga sangat rendah oleh karena
sodium dan klorida diserap kembali sebelum mereka mencapai permukaan tubuh.
Seiring dengan jumlah sekresi makin bertambah besar, jumlah sodium klorida yang
510
diserap kembali tidak sama meningkat, jadi dimana konsentrasi sodium di keringat
dapat meningkat hampir sama dengan kadar plasma. Berkeringat yang hebat dapat
menurunkan elektrolit dari cairan ekstraselular, khususnya sodium dan klorida.
Akhirnya, sodium dan klorida harus ditambahkan dalam makanan pada iklim tropis.
Seseorang yang berkeringat banyak dapat kehilangan sodium klorida sebanyak 15
30 gram setiap harinya sampai meraka dapat menyesuaikan diri dengan iklim
tersebut.1 Setelah 4 sampai 6 minggu, terdapat penurunan hilangnya sodium dan
mungkin sekecil 3 5 gram per hari. Seseorang yang hidup pada daerah tropis sejak
masih anak anak biasanya memiliki kelenjar keringat yang lebih aktif dibandingkan
dengan anak yang tinggak pada iklim yang dingin. Orang orang yang lahir dengan
kelebihan kelenjar keringat. Ketia ia hidup pada zona iklim sedang, kebanyakan
menjadi tidak aktif secara permanen pada saat kanak kanak. Namun apabila ia
tinggal di daerah tropis maka akan tetap berfungsi sepanjang hidup.
Kulit, jaringan subkutan, dan lemak bertindak sebagai isolasi panas tubuh.
Lemak khususnya penting karena ia menghantarkan panas hanya 1 / 3 daripada
jaringan jaringan lain. Ketika tidak ada lagi darah yang mengalir dari organ organ
dalam menuju kulit, sifat isolasi tubuh pria adalah kira kira sama dengan 3 / 4 dari
sifat isolasi setelan pakaian biasanya. Pada wanita, karena jumlah lemak tubuh yang
banyak, isolasi masih lebih baik.
Peningkatan hilangnya panas dari tubuh dapat disebabkan oleh peningkatan
aliran darah menuju kulit. Secara cepat dibawah kulit ada anyaman vena yang
disuplai oleh aliran darah ke dalam. Pelebaran penuh dari pembuluh pembuluh
darah ini dapat meningkatkan jumlah dari panas yang dihantarkan pada lipatan
lipatan kulit. Peningkatan jumlah aliran darah menyebabkan panas dihantarkan dari
bagian dalam tubuh menuju kulit dengan efisiensi yang besar. Penurunan jumlah
aliran darahmenurunkan efisiensi dari hantaran panas. Akhirnya kulit digunakan
sebagai sistem radiator, dengan aliran darah ke kulit mekanisme pemindahan panas
dari pusat tubuh ke kulit. Selama suhu tubuh lebih besar daripada sekitarnya,
kehilangan panas terutama berasal dari radiasi dan konduksi. Akhirnya orang
telanjang yang diduduk dalam ruangan dengan suhu ruangan yang normal akan
511
kehilangan kira kira 3 % dari panas terjadi konduksi dengan benda, 15 % konduksi
dengan udara, 60 % radiasi, dan 22 % evaporasi (kehilangan panas yang tidak
disadari)1
Ketika suhu sekitarnya lebih besar dari kulit, malah panas akan hilang, tubuh
mengambil panas dari radiasi dan konduksi dari sekitarnya. Pada situasi ini, yang
berarti baha tubuh dapat mengeluarkan panas tubuhnya melalui evaporasi. Setiap
faktor yang mencegah evaporasi yang adekuat pada lingkungan yang seperti itu
akan mengakibatkan peningkatan temperatur tubuh. Jika hal ini tetap terus
berlanjut makan seseorang akan mengalami heat stroke dan meninggal.
Kelembaban yang tinggi bercampur dengan hilangnya panas melalui
keringat. Kelembaban yang tinggi, udara menahan kelembaban seanyak dan sebisa
mungkin. Akibatnya, jumlah evaporasi banyak menurun atau dicegah secara
keseluruhan keringat yang dikeluarkan tetap menjadi cair. Konsekuensinya, suhu
tubuh mencapai suhu sekitarnya atau melebihi suhu ini, bahkan keringat berlanjut
menjadi lebih banyak.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa zona tipis udara yang berdekatan
dengan kulit biasanya relatif tetap stabil dan tidak berubah pada udara yang baru
pada jumlah yang cepat kecuali kalau adanya konveksi aliran udara. Adanya
pergerakan udara yang kurang mencegah evaporasi yang efektif sama dengan
caranya mencegah pendinginan yang efektif melalui konduksi panas dengan udara.
Udara lokal menjadi tersaturasi dengan uap air dan evaporasi lanjut tidak dapat
terjadi. Ketika aliran konveksi terjadi, udara tersaturasi terusap dari kulit dan udara
yang tidak tersaturasi menggantikannya. Konveksi lebih penting dengan hilangnya
panas dari tubuh melalui evaporasi dibandingkan konduksinya dengan udara. Hal
ini yang menjelaskan mengapa kipaas sangat menolong dalam menjaga suhu tubuh
rendah.
Adanya pakaian memiliki efek yang berlawanan. Hal itu memerangkap udara
disekitar tubuh, menurunkan alur konveksi dari aliran udara. Akhirnya, jumlah
panas yang hilang dari tubuh melalui konveksi dan konduksi menurun secara besar.
Biasanya, baju menurunkan jumlah hilangnya panas dari tubuh sekitar setengah
512
dari tubuh yang telanjang.5 Baju kutub dapat menurunkan hilangnya panas sampai
sekecil 1 / 6 dari tubuh yang telanjang. Ketika baju menjadi basah, jumlah transmisi
panas meningkat sebanyak 20 kalilipat karena konduktivitas panas yang tinggi oleh
air. Hal ini mengapa pakaian yang basah begitu mematikan di daerah kutub.
Seseorang yang berpakaian, keefektifan hilangnya panas melalui evaporasi
bergantung pada bahannya. Kain tembus terhadap kelembaban, sama seperti
katun, kebanyakan membiarkan hilangnya panas yang normal dari tubuh melalui
evaporasi. Hal ini disebabkan, ketika berkeringat, keringat membasahi baju dan
evaporasi kemudian terjadipada permukaan baju. Proses ini mendinginkan pakaian
, dimana mengubah kulit menjadi dingin. Akhirnya, pada daerah tropis, pakaian tipis
tembus keringat namun tahan pada pancaran panas dari matahari mencegah tubuh
mengambil panas dari sinar, dimana pada saat yang sama membiarkannya
kehilangan panas karena evaporasi, kebanyakan pada mereka yang tidak
berpakaian.
514
Kematian karena heat stroke juga terjadi pada anak yang ditinggal di mobil
untuk waktu yang lama pada musim panas. Pada penelitian oleh Zumwalt dkk.,
termometer dengan suhu berkisar antara 100 320 0F ditempatkan diluar dan
berhadapan langsung dengan sinar matahari di tempat duduk belakang dan pada
tempat barang 2 mobil penumpang, satunya putih dan lainnya biru terang. 7 Mobil
mobil kemudian ditinggal langsung dibawah sinar matahari. Pembacaan dilakukan
pada 39 hari yang terbagi pada jam 12 siang, 3 sore, dan 5 sore., dengan
temperatur diluar juga dicatat. Tabel 17.2 meringkaskan hasil dari uji yang
dilakukan. Suhu di luar berkisar antara 82 sampai 97 0F; kompartemen penumpang
yang terlibat memiliki suhu yang berkisar dari 82 136 0F. Disana tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna antara suhu pada kompartemen penumpang dari mobil
putih dan biru. Suhu tempat barang mobil biru secara esensial identik dengan
kompartemen penumpang, ketika suhu tempat barang pada mobil putih konsisten
lebih rendah daripada suhu kompartemen. Ini merupakan spekulasi, pada
kompartemen penumpang, pancaran panas sudah masuk melalui kaca, dengan
warna mobil tidak memiliki peran, dimana pada tempat barang, kualitas
memantulkan cahaya pada mobil putih lebih berperan dalam menurunkan suhu.
Pada penelitian kedua oleh oleh Surpure, dua mobil, satunya besar dan
satunya kecil, yang diparkir di bawah sinar matahari langsung dan teduh. 8 Pada
515
sinar matahari langsung, suhu maksimum di mobil kecil dan besar sekitar 70 dan 65
0
Mobil ditinggalkan dengan kaca yang sebagian terbuka tidak cukup membantu.
Akhirnya, di mobil kecil, dengan jendela depan terbuka 2. Suhu maksimum adalah
70 0C. Jika, jendela jendela depan dibiarkan terbuka penuh, suhu maksimum
matahari mencapai 50 0C. Ketika mobil yang kecil diparkir di tempat teduh, ada
perbedaan yang bermakna, dengan suhu maksimal hanya 44 0C.
Gejala gejala heat stroke dapat datang secara tiba tiba atau didahului
oleh gejala prodormal, seperti mual, muntah, vertigo, kram otot, dyspnea, perasaan
hangat. Uji coba yang telah dikeluarkan untuk menentukan kesan subyektif dari
orang yang terpapar strass karena panas.9 Awalnya, adanya kehilangan
kemampuanuntuk berkonsentrasi dan perasaan tidak jelas penurunan fisiologis
yang akan datang. Kesadaran panas tubuh dan keringat berlebihan digantikan
dengan realisasi bahwa kurangnya berkeringat dan tiba tiba berhenti. Wajah
terasa kering dan panas, ketika di waktu yang sama, seseorang tercatat film dari
garam kering pada pipi, dahi, sudut mulut. Kemudian menjadi nyata bahwa sedikit
pergerakan dari tubuh menghasilkan peningkatan denyut jantung dan pertanda
akan pingsan. Parastesia terjadi di tangan, kaki, dan pergelangan kaki. Wajah,
dimana sampai sekarang merah muda, tiba tiba berubah menjadi abu abu,
diduga karena kolaps kardiovaskular. Pemaparan pada sukarelawan berakhir pada
poin ini, untuk mencegah mereka menjadi stupor dan perubahan menjadi koma
dari heat stroke.
516
Suhu sirkulasi darah meningkat pada tingkat lebih besar dari 42,4 0C, disana
terdapat vasodilatasi umum, dengan akibat pengurangan efektif volume darah.
Pengurangan tahanan perifer menuntun pada peningkatan kecepatan aliran balik
vena dan meningkatkan curah sekuncup jantung. Sisi kiri jantung tidak dapat
menjaga denyut dengan sisi kanan. Peningkatan aliran balik venamenghasilkan
peningkatan tekanan vena yang memicu gagal jantung curah tinggi dan sirkulasi
kolaps.9,
10
Peningkatan yang sama tekanan vena adalah akhirnya diduga yang bertanggung
jawab dalam penghentian berkeringat tampak pada puncak dari sindrom heat
stroke. Akhirnya telah dicatat bahwa jika terjadi peningkatan tekanan vena,
keringat menjadi berkurang; karena penurunan tekanan vena, akan berkeringat
kembali.
Diagnosis heat stroke antemortem relatif mudah karena karakteristik tanda
dan gejala, sama seperti peningkatan suhu tubuh. Pada temuan autopsi dari heat
stroke, tidaklah spesifik. Seseorang yang dapat bertahan lebih dari 24 jam dapat
menunjukkan pnemonia lobularis, tubular nekrosis akut pada ginjal, pendarahan
adrenal, atau nekrosis hati. Juga dicatat adanya pendarahan subendokard,
degenerasi serabut miokard, dan koagulopati intravaskular tersebar. Apabila
diagnosis heat stroke tidak dapat ditegakkan sebelum kematian, diagnosis, jika
dapat dibuat seringkali tidak langsung, berdasarkan riwayat, menyingkirkan
penyebab kematian lainnya dan memeriksa suhu pusat tubuh dan rektum. Apabila
waktu kematian orang itu diketahui dan jika pengukuran suhu rektum dilakukan
setelah menunjukkan hipertermia, diagnosis heat stroke dapat dibuat jika pada saat
autopsi tidak ada penjelasan lagi hipertermia, seperti karena pendarahan susunan
saraf pusat atau overdosis salisilat. Jika waktu kematian tidak diketahui, suhu
rektum dapat menolong dalam menegakkan diagnosis heat stroke. Apabila
seseorang ditemujkan pada pukul 8 pagi, ketika suhu lingkungan adalah 78 0F dan ia
memiliki suhu rektum 103 0F, dan tidak ada penjelasan medis pada saat autopsi
ditemukan peningkatan suhu, seseorang dapat didiagnosis dengan heat stroke.
Orang yang sama ditemukan meninggal pada pukul 3 sore dengan suhu lingkugan
517
105 0C dan suhu rektum 105 0C tidak dapat didiagnosis karena sekarat akibat heat
stroke, karena peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan karena pancaran panas
dan konduksi dari permukaan panas yang berdekatan. Sayangnya, tidak ada kriteria
diagnosis pada autopsi untuk heat stroke.
Hipertermia Maligna
Hipertermia maligna merupakan gangguan akibat turunan dari membran sel
otot yang sebagian besar berhubungan dengan pemberian agen anastesi
terhalogenasi (halotan) dan suksinilkolin.2,11 Pada gangguan ini, agen pemicu
meningkatkan kadar mioplasma kalsium, dengan akibat peningkatan suhu tubuh
dan rigiditas otot. Tiga miopati klinis yang menjadi predisposisi terjadinya
hipertermia maligna telah diketahui. Miopati yang paling sering adalah miopati
Evans, dimana diturunkan sebagai dominan Mendelian. Manifestasi dari kondisi ini
dapat tersembunyi atau ganas dapat tidak terjadi setiap kali anastesia diberikan.
Pada kebanyakan presentasi yang dramatis, setelah pemberian suksinilkolin atau
anastesi halogen yang mudah menguap, disini terdapat peningkatan yang menetap
pada suhu. Obat obatan tadi dapat menciptakan rigiditas otot, takikardi, aritmia
jantung atau henti jantung. Komplikasi termasuk :
Asidosis
518
yang keras pada lingkungan yang panas dapat menyebabkan serangan. Agen
neuroleptik dapat memicu serangan dengan meningkatkan kadar mioplasma
terhadap Ca2+ (Sindroma malignan neuroleptik). Sindrom ini terjadi kira kira 0,2 %
dari pasien yang menerima agen neuroleptik, biasanya dalam 30 hari pertama
setelah memberikan terapi.2
yang
dibentuk
oleh
fosforilasi
oksidatif
di
mitokondria
muskuloskeletal.
Sauna
Di sauna, pemaparan terhadap lingkungan yang sangat panas dan relatif
kering dengan suhu udara berkisar dari 170 250 0F (60 120 0C).12 Orang yang
mandi biasanya mampu untuk bertahan dalam lingkungan ini selama 10 30
menit. Suhu pusat tubuh mulai meningkat dalam 1 3 menit dengan jumlah
peningkatan yang konstan setelah 3 menit. Suhu rektum, yang kira kira
mencerminkan suhu pusat tubuh, meningkat dari 37,6 sampai 40,0 0C. Sekali keluar
dari sauna dan kembali ke dalam suhu ruangan yang normal, maka suhu pusat
tubuh kembali ke dalam keadaan normal kira kira 30 menit. Pada lingkungan
kering dan panas seperti sauna, berkeringat hanya untuk mendinginkan. Jumlah
keringat akan meningkat 0,8 sampai 2,0 kg / jam. Seseorang dengan penyakit
519
jantung yang berat memiliki resiko ketika berada di sauna karena tegangan pada
sistem kardiovaskular dari tubuh yang mencoba untuk beradaptasi dengan suhu
lingkungan yang tinggi dan resiko yang berpotensi menderita hipotermia
520
lembab, kelelahan tertumpuk dan aktivitas fisik berhenti dengan suhu pusat tubuh
kira kira 40 0C, tubuh merasakan bahaya. Akhirny, seseorang di sauna, terpapar
dengan lingkungan yang panas kering tanpa aktivitas listrik, meninggalkan sauna
ketika suhu pusat tubuh kira kira 40 0C.
Hipotermia
Kata hipotermia digunakan ketika suhu tubuh seseorang dibawah 95 0F (35
0
C). Hal ini terjadi ketika tubuh kehilangan panas melebihi produksi panas.
Penyebab hipotermia yang paling sering pemaparan terhadap suhu yang rendah.
Hipotermia karena kecelakaan terjadi pada peminum alkohol yang tertidur atau
terjatuh pada lingkungan yang dingin, seseorang yang tersesat ketika hiking atau
bermain ski, dan seseorang yang telah terbenam di air es yang dingin. Pada keadaan
yang terakhir ini, hipotermia terbenam, sangatlah berbahaya karena lebih cepat
kehilangan panas di air dibandingkan udara. Panas tubuh lebih cepat hilang tiga kali
lipat dibandingkan di lingkungan yang kering, udara dingin pada suhu yang sama, air
menhantarkan panas 20 sampai 25 kali lebih besar dari udara.15
Pertahanan tubuh melawan dingin melalui vasokonstriksi pembuluh darah
pada kulit dan otot juga menyimpan panas, digabungkan dengan pembuatan panas.
Produksi panas meningkat dalam 2 jalan : Pertama, dengan menggigil. Pada saat
sangat menggigil maksimal, produksi panas dapat meningkat setinggi lima kali suhu
normal. Kedua, termogenesis kimia, contohnya peningkatan yang cepat jumlah
metabolisme seluler.
dengan jumlah lemak cokelat. Pada orang dewasa, yang kebanyakan tidak memiliki
lemak cokelat, jarang bahwa termogenesis kimia meningkatkan jumlah produksi
panas lebih dari 10 15 %. Pada bayi, yang memiliki lemak cokelat dalam jumlah
yang besar, peningkatan produksi panas sebanyak 100 %. Ketebalan lemak
subkutan seseorang juga berpengaruh. Dimana hipotermia akan berkembang
secepatnya. Seseorang yang berlemak dapat mentoleransi dingin lebih baik
521
dibandingkan orang yang kurus. Karena tebalnya lapisan lemak subkutan, wanita
lebih tahan dingin dibandingkan pria.
Peningkatan kompensasi dengan produksi panas tubuh, seperti menggigil,
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 90 0F (32 0C), dimana terjadi gangguan
fungsi otak, dimanifestasikan dengan analgesia, gangguan kesadaran, halusinasi,
penurunan refleks, dimulai. Menggigil berhenti pada suhu 90 dan 85 0F. Pernapasan
menjadi berkurang dan lebih dangkal dan terjadi penurunan denyut nadi. Dibawah
85 0F, kemampuan hipotalamus untuk mengatur suhu hilang sepenuhnya. Narkosis
dingin tampak pada suhu 85 0F dan refleks menghilang pada suhu 81 0F. Seiring
dengan timbulnya hipotermia, elektrokardiograf menunjukkan pemanjangan
gelombang PQRS dengan inversi gelombang T. Pada suhu sekitar 86 0F, fibrilasi
atrium seringkali muncul. Antara suhu 82 dan 77 0F, kematian dapat terjadi karena
fibrilasi ventrikel.
Hipotermia dapat menyebabkan hemokonsentrasi dengan dua mekanisme.
Pertama adalah diuresis dingin.16 Pemaparan terhadap suhu lingkungan 59 0F (15
0
ke dalam intertitial. Hal ini dikenal sebagai edema dingin. Hiperglikemia terjadi
pada fase awal hipotermia.17 Hal ini disebabkan aksi glukokortikoid dan epinefrin
pada hati, dengan akibat penurunan glikogen. Hipotermia yang semakin lama,
dapat terjadi hipoglikemia.16,18-19 Hal ini lebih sering terjadi pada peminum alkohol.
Hipoglikemia dapat diiringi dengan peningkatan kadar insulin.19
Banyak kasus hipotermia tampak oleh ahli patologi forensik yang berkaitan
dengan seseorang yang meninggal dengan paparan ketika berada di bawah
pengaruh alkohol. Alkohol dikatakan memberikan peran dalam hasil yang fatal
disebabkan karena dilatasi pembuluh darah kulit dan akhirnya hilangnya panas
tubuh. Kemerahan hangat yang dialami oleh seseorang ketika meminum alkohol.
Jumlah orang yang dilaporkan selamat dari hipotermia yang dalam karena asupan
alkohol. Orang yang selamat ini dilengkapi dengan perlindungan terhadap fibrilasi
jantung oleh alkohol. Efek perlindungan ini telah ditirukan di anjing sama seperti
seseorang pada saat pembedahan dengan penurunan suhu tubuh 25 26 0C.20 Pada
522
orang ini, alkohol diberikan untuk mempertahankan konsentrasi darah kira kira
400 mg%. Peningkatannya dalam sirkulasi dan penurunan konsumsi oksigen pada
otak dapat menjelaskan beberapa efek protektif dari alkohol.
Hipotermia di Air
Hampir sejumlah data mengenai waktu bertahan di air dingin diketahui dari
pengalaman perang dunia kedua, sama seperti penelitian yang dibawa keluar dari
tempat pemusatan.15,17,21 Pada tempat pemusatan, ditemukan bahwa diperlukan
waktu selama 70 90 menit untuk meninggal ketika dibenamkan pada air dengan
suhu 4 9 0C.17 Data dari korban kapal yang rusak menunjukkan waktu bertahan
orang orang ini, yang dipelihara dengan baik dibandingkan korban tempat
pemusatan selama 2 jam.15
Pada waktu pembenaman di air dingin, ketebalan lemak di bawah kulit
menjadi faktor internal yang paling penting untuk mempengaruhi jumlah tubuh
kedinginan. Pada air bersuhu 15 0C, sulit menentukan waktu kedinginan pada orang
yang gemuk, saat suhu tubuh orang yang kurus dapat turun 2,5 0C dalam setengah
jam pertama.22 Pada anak, rasio area permukaan kulit dengan massa tubuh lebih
besar daripada orang dewasa, akhirnya waktu tubuh menjadi dingin lebih cepat.
Anak laki laki dibawah 10 tahun, di air dengan suhu 20,4 0C, sering menunjukkan
penurunan temperatur tubuh dibawah 35
ventrikel kiri. Kedua ventrikel dan atrium berdenyut ektopik paling sering pada
beberapa menit pertama dibenamkan di air.25 mereka biasanya berhenti setelah
beberapa menit, setelah reseptor suhu di kulit beradaptasi dengan suhu yang
rendah. Keadaan yang jarang, dimana aritmia berkembang menjadi fibrilasi
ventrikel, diikuti oleh kematian tiba tiba. Fibrilasi ventrikel disebabkan oleh
mekanisme ini yang mungkin dihitung sebagai kasus yang kadang terjadi pada
perenang yang menyelam di air yang dingin hanya untuk mengapung atau
tenggelam pada dasar, meninggal. Orang orang yang lebih tuakhususnya lebih
mudah untuk mengalami mekanisme kematian kardiovaskular setelah dibenamkan
pada air dingin.
Gangguan reflek pernapasan dapat dihitung sebagai kematian yang cepat
setelah terbenam di air dingin. Pendinginan yang tiba tiba dari kulit setelah
terbenam di air dengan suhu mencapai 0 0C menyebabkan rangsangan reflek
pernapasan yang nyata untuk beberapa menit seperti bernafas sering tidak dapat
dikontrol secara sadar.26 Pada suatu tempat dimana airnya berombak, gelombang
menutupi kepala orang dan berakibat air masuk ke saluran pernapasan dan
tenggelam sebelum hipotermia menyebabkan kematian.
Kematian setelah terbenam dapat terjadi setelah diselamatkan dari air
dingin dimana seseorang tidak tampak sekarat. Orang dapat sadar ketika ditarik
keluar dari air, hanya kehilangan kesadaran ketika dibawa ke fasilitas yang hangat.
Hal ini tampak berkaitan dengan fenomena setelah keadaan menurun.27 Setelah
dipindahkan dari air dingin, suhu tubuh orang turun dalam beberapa lama sebelum
kembali meningkat. Hal ini terjadi bahkan jika subyek dihangatkan kembali dengan
cepat. Grafik pertama mencatat percobaan setelah keadaan menurun di Dachau.
Pengamatan ini setelah itu dilakukan kembali percobaan, diduga pendinginan tubuh
dibatasi untuk batas aman. Mekanisme sebenarnya yang menyebabkan
kematiantidak diketahui, namun tampak dimanifestasikan dengan henti jantung.
Suhu kritis untuk mempertahankan kesamaan suhu pada air ditentukan
sekitar 35 0C (95 0F) oleh Burton dan Bazett.28
524
Hipotermia di Tanah
Menentukan waktu bertahan pada keadaan dingin kering di tanah lebih
rumit dibandingkan di air dingin karena banyak faktor yang ambil bagian dalam
menentukan suhu tubuh yang sebenarnya terpapar. Di tanah, faktor utama yang
menentukan seseorang menjadi hipotermia karena suhu lingkungan, kecepatan
angin, dan pakaian. Angin, dengan menghapuskan udara hangat yang melingkupi
tubuh, menyebabkan efek menggigil dengan memperbesar efek dari suhu
lingkungan. Pengamatan ini menuntun pembuatan indeks angin menggigil. Indeks
ini menghitung gabungan efek dari suhu udara dan kecepatan angin. Akhirnya pada
suhu 10 0F, jika angin bertiup pada 2 mph, seseorang akan merasakan dingin; pada 5 mph
merasa sangat dingin; pada 10 mph amat sangat menggigil dan 15 mph daging yang
terpapar akan membeku. Jika pakaian seseorang basah, suhu udara yang dipakai
pada indeks angin menggigil harus diturunkan 6 0C (11 0F) dari suhu yang sudah
ditentukan sebelum menggunakan indeks.29
Suhu kritis untuk mempertahankan keseimbangan suhu pada udara kering
ditentukan menjadi 25 0C (77 0F) oleh Wilkerson, Raven dan Horvath.30
Seseorang yang mengalami hipotermia di tanah dapat menunjukkan tanda
merah pada kulit atau area yang pucat pada edema subkutan. Disorientasi mental
seringkali terjadi. Mereka sering sering tidak sadar dengan tekanan darah yang
rendah atau tidak ditemukan, nadi yang tidak teratur, lambat. Dan pernapasan yang
dangkal dan pelan. Mereka mungkin tampak meninggal. Bunyi suara jantung dapat
tak terdeteksi dengan stetoskop pada suhu 86 0F (30 0C). Refleks pupil dapat hilang
pada suhu 77 0F (25 0C).31 Apabila seseorang ditemukan meninggal, pada autopsi
lebam mayat akan berwarna merah seperti buah cherry. Hal ini disebabkan karena
peningkatan jumlah oksihemoglobin yang disebabkan oleh pengikatan oksigen pada
hemoglobin antemortem. Pada beberapa kasus, tubuh dapat berwarna putih
keseluruhan. Area yang mengalami perubahan warna menjadi biru dapat dilihat
pada tangan, siku, lutut, dan kaku, mungkin menunjukan daerah frosbite yang kecil.
Secara histologis, lesi ini dikarakteristikan dengan edema dan hiperemia dermis
dengan kadang kadang fokus fokus dari infiltrasi sel sel peradangan.
525
Referensi
1. Guyton AC and Hall JE, Textbook of Medical Physiology. 10th ed, Philadelphia, WB
Saunders, 2000.
2. Simon HB, Hyperthermia: Review article NEJM 1993; 329(7): 483-487.
the
upper limit of the normal body temperature, and other legacies of Carl
Reinhold August Wunderlich. JAMA 1992; 268:1578-1580.
4. Backer HD, Shopes E, Collins, and Barkan H, Exertional heat illness and
hyponatremia in hikers. Am J Emerg Med 1999; 17:532-539.
5. Pugh LGC, Clothing insulation and accidental hypothermia in youth. Nature 1966;
209:1281-1286.
6. Knochel JP, Heat Illness, in Callahan ML (Ed): Current Therapy in Emergency
Medicine. Philadelphia, BC Decker Inc, 1987.
526
7. Zumwalt RE, Petty CS, and Holman W, Temperature in closed automobiles in hot
weather. Forens Sci Gazette 1976; 7:7-8.
8. Surpure JS, Heat-related illness and the automobile. Ann Emerg Med 1982;
11:263-265.
9. Gold J, Development of heat pyrexia. JAMA 1960; 173:1175-1182.
10. Daily WM and Harrison TR, Study of mechanism and treatment of heat pyrexia.
Am J Med Sci 1948; 215:42-55.
11. Denborough M, Malignant hyperthermia: Seminar, Lancet 1998; 352: 11311136.
12. Hasan J, Karvonen MJ, and Piironen P, Special Review. Part 1:Physiological
Effects of Extreme Heat , as studied in the Finnish sauna bath. Am J. Physical
Med, 1966; 45: 296-314.
13. Nielsen B, et al., Human circulatory and thermoregulatory adaptations with heat
acclimation and exercise in a hot, dry environment, J Physiol, 1993; 460:467485.
14. Nielsen B, et al., Acute and adaptive responses in humans to exercise in a warm,
humid environment, Eur J Physiol 1997; 434:49-56.
15. Molnar GW, Survival of hypothermia by men immersed in the ocean. JAMA
1946; 131:1045-1050.
16. Paton BC, Accidental hypothermia. Pharmacol Ther 1983; 22:331-377.
17. Simpson K, Exposure to cold-starvation and neglect, in Simpson K (Ed): Modem
Trends in Forensic Medicine. St Louis, MO, Mosby Co, 1953.
18. Fitzgerald FT, Hypoglycemia and accidental hypothermia in an alcoholic
population. West J Med 1980; 133:105-107.
19. Stoner HB et al., Metabolic aspects of hypothermia in the elderly. Clin Sci 1980;
59:19-27.
20. MacGregor DC et al., The effects of ether, ethanol, propanol and butanol on
tolerance to deep hypothermia. Dis Chest 1966; 50:523-529.
21. Cooper KE, Hunter AR, and Keatinge WR, Accidental hypothermia. Int
Anesthesia Clin 1964; 2:999-1013.
527
22. Keatinge WR. The effects of subcutaneous fat and of previous exposure to cold
on the body temperature, peripheral blood flow and metabolic rate of men in
cold water. J Physiol 1960; 153:166-178.
23. Sloan REG and Keatinge WR, Cooling rates of young people swimming in cold
water. J Appl Physiol 1973; 35:371-375.
24. Keatinge WR, Role of cold and immersion accidents. In Adam JM (Ed)
Hypothermia Ashore and Afloat. 1981, Chapter 4, Aberdeen Univ. Press, GB.
25. Keatinge WR and Evans M, The respiratory and cardiovascular responses to
immersion in cold and warm water. QJ Exp Physiol 1961; 46:83-94.
26. Keatinge WR and Nadel JA, Immediate respiratory response to sudden cooling
of the skin. J Appl Physiol 1965; 20:65-69.
27. Golden F. St C. and Hurvey GR, The After Drop and death after rescue from
immersion in cold water. In Adam JM (Ed). Hypothermia Ashore and Afloat,
Chapter 5, Aberdeen Univ. Press, GB 1981.
28. Burton AC and Bazett HC, Study of average temperature of tissue, of exchange
of heat and vasomotor responses in man by means of bath coloremeter. Am J
Physiol 1936; 117:36-54.
29. Adam JM, Cold Weather: Its characteristics, dangers and assessment, In Adam
JM (Ed). Hypothermia Ashore and Afloat Chapter 1, Aberdeen Univ. Press,
GB1981.
30. Wilkerson, Raven and Horvath (1972). Cited in Adam JM (Ed). Hypothermia
Ashore and Afloat, Aberdeen Univ. Press 1981.
31. Stewart TM, Mountain rescue and the exposure syndrome, some case reports
and observations. In Adam JM (Ed). Hypothermia Ashore and Afloat, Chapter
3, Aberdeen Univ. Press, GB 1981.
32. Bedin B, Vangaard L and Hirvonen J, Paradoxical undressing in fatal
hypothermia. J Forens Sci. 1979; 24:543-553.
33. Kavanagh T, A cold-weather jogging mask for angina patients. Can Med Assoc
J 1970; 103:1290-1291.
528
Pemerkosaan
18
529
Pertanyaan yang sama menyangkut hubungan kelamin anal dan oral harus
ditanyakan. Korban ditanyakan apakah menyiram, memandikan dalam bak mandi,
memandikan dengan pancuran, defekasi, atau kencing sebelum diperiksa. Semua
530
faktor faktor yang sudah disebutkan tadi dapat mempengaruhi kejadian fisik yang
diperlukan untuk mencatat adanya hubungan kelamin. Aliran vertikan dari vagina
adalah musuh yang paling parah dalam mengumpulkan barang bukti. Karena hal ini,
telah dicatat bahwa pemeriksa menahan celana dalam korban yang telah dipakai.
Akhirnya, setiap pengaliran semen di celana dalam dapat dicatat.
Setelah melakukan wawancara, pasien dilakukan pemeriksaan. Dokter atau
perawat forensik
531
Apabila disana terdapat tanda gigitan pada pasien atau jika pasien mengaku
bahwa pelaku menjilat bagian tubuhnya (contohnya puting susu), daerah ini harus
dilakukan swab untuk mendapatkan air liur. Swab ini dapat dilakukan analisa DNA.
Identifikasi DNA positif telah dibuat dalam sejumlah kasus dari air liur pada tubuh
korban. Setelah melakukan swab pada bekas gigitan, pengambilan foto harus
dilakukan. Penggaris harus disertakan di dalam foto. Idealnya, salah satunya harus
memiliki ahli gigi forensik melalui telepon agar dapat memeriksa dan mencatat
bekas gigitan. Ia mungkin dapat bekas gigitan pelaku sebagai tambahan untuk foto.
Pada saat pemeriksaan fisik, kejadian akan dikumpulkan untuk mencatat
pemerkosaan. Perbedaan yang bermakna dalam mengumpulkan kejadian antara
korban pemerkosaan yang hidup dan mati, pada orang hidup, kultur dilakukan pada
servix untuk mendeteksi adanya penyakit kelamin, dan swab dari mulut dan rektum
tidak dilakukan apabila tidak ada penetrasi pada lubang.
Tidak adanya trauma pada korban perkosaan tidak menyingkirkan bahwa
korban telah diperkosa. Akhirnya, pada analisa 451 korban pemerkosaan di rumah
sakit Parkland di Dallas oleh staff ginekologi, Stone menemukan bahwa hanya 34 %
yang menunjukkan adanya trauma (lecet, kontusi, atau robekan). Pemeriksaan
cairan vagina mengungkapkan adanya spermatozoa pada 19,3 % pasien, den
spermatozoa motil dan non-motil diamati pada 47 % dari seluruh pasien.
Pemeriksaan yang kemudian dari usap vagina pada laboratorium kriminal
menunjukkan sebanyak 62 % spermatozoa dari semua usapan.
Setelah pemeriksaan, pasien dirawat dengan cederanya, sama seperti
memberikan pengobatan untuk mencegah kehamilan, dan medikasi untuk
pencegahan penyakit kelamin. Pasien harus dilihat 2 minggu setelah serangan pada
pemeriksaan follow up. Tes ulang untuk A.I.D.S harus dilakukan setelah beberapa
bulan.
532
Pemerkosaan - Pembunuhan
Pemerkosaan Pembunuhan ralatif tidak sering. Namun apabila terjadi,
mereka biasanya lebih sadis dibandingkan dengan pembunuhan yang rutin yang
terjadi dan menciptakan tangisan masyarakat. Mereka seringkali sulit untuk
menyelesaikan karena seringkali tampil bentuk yang paling murni dari kejahatan
yang sangat aneh Itulah mengapa, korban dan penyerang tidak dapat dikenali
satu sama lainnya. Biasanya hanya satu penyerang, jadi tidak ada yang mengadu
pada polisi. Sebagai tambahan, hal ini bukanlah merupakan tipe dari kejahatan yang
dilakukan oleh orang di bar.
Pada pemerkosaan Pembunuhan, penyebab kematian biasanya jeratan,
tikaman, atau cedera karena kekerasan tumpul. Korban korban pemerkosaan
jarang tertembak. Kekerasan yang berat dan kekejaman yang tidak perlu sering
pada pemerkosaan Pembunuhan. Kadangkala, terdapat mutilasi tubuh (gambar
18.2).
Pada kasus pemerkosaan pembunuhan, dokter, sebagai tambahan untuk
menentukan penyebab kematian, harus mencatat kejadian penyerangan seksual
dan mengumpulkan barang bukti yang dapat digunakan kemudian untuk percobaan
menghukum pelaku. Pada pemerkosaan pembunuhan, sama seperti pada semua
pembunuhan, dokter yang terkait dengan pemeriksaan tubuh harus memulai pada
tempat kejadian. Hal ini bukan berarti mereka harus datang sendirian, namun
penyidik dari kantor mereka harus datang. Pada tempat kejadian, tubuh harus
dimanipulasi dan disentuh sesedikit mungkin. Tempat kejadian bukanlah tempat
untuk memeriksa tubuh mayat, baik dokter maupun penyidik. Manipulasi pada
tubuh pada tempat kejadian dapat merusak barang bukti.
533
dicengkeram atau di bawah kuku. Kantong kertas yang digunakan harus plastik,
karena disana terdapat kondensasi dari kelembaban di dalam kantong plastik ketika
tubuh berunah dari lingkungan yang dingin ke hangat. Sebagai tambahan untuk
melindungi tangan, tubuh harus dibungkus kertas putih yang bersih atau
ditempatkan pada kantong tubuh yang bersih. Hal ini mengandung 2 tujuan :
mencegah hilangnya barang bukti dari tubuh yang dipindahkan pada rumah duka,
dan mencegah tubuh dari pengambilan debris dari mobil transpotasi ke tubuh yang
kemudian dapat dibingungkan dengan keabsahan barang bukti.
534
535
Pemeriksaan Tubuh
Pada saat datang ke rumah duka, tubuh jangan pernah ditelanjangi atau
terkena tangan sebelum dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Sejumlah otoritas
sekarang mencoba untuk mengambil sidik jari dari kulit tubuh dimana terdapat
kontak jarak dekat antara penyerang dan korban. Pemerkosaan Pembunuhan
secara ideal cocok untuk setiap percobaan karena kontak fisik diperlukan dalam
setiap serangan. Prosedur ini, secara nyata selalu tidak produktif. Apabila
percobaan untuk mengambil sidik jari dari tubuh untuk dibuat, kulit tidak boleh
disentuh dengan tangan kosong. Apabila mungkin, disana disana harusnya tidak ada
pegangan pada kedua paha, buah dada, dan lengan atas. Sayangnya, prosedur
digunakan sebagai percobaan untuk memperoleh sidik jari mungkin terkait dengan
pengasapan kulit dengan berbagai macam zat kimia. Hal ini dapat mengaburkan
cedera. Karena hal ini, ahli patologi forensik harus memeriksa area untuk diasapi
sebelum percobaan untuk memperoleh sidik jari.
Sebelum autopsi, dokter harus cukup memiliki pengetahuan yang baik dan
teliti untuk melihat keadaan yang melingkupi kematian, sama seperti uji khusus
yang dipertimbangkan polisi. Sebuah autopsi, jangan pernah dilakukan sampai
dokter benar benar mengetahui keadaan yang terjadi tentang kematian korban
dengan baik.
536
mengambil sampel rambut korban pada saat melakukan pemeriksaan fisik untuk
kontrol.
Setelah memeriksa tangan untuk barang bukti, kuku dipotong dan
ditempatkan pada kantung berlabel. Pemotongan dan retensi dari kuku
direkomendasikan dari pada hanya mengeruk atau mengambil material di bawah
kuku. Pemotongan kuku yang kemudian diperiksa oleh labotatorium forensik dari
materi asing yang mungkin datang dari penyerang. Materi yang paling penting yang
dicari adalah jaringan yang mungkin tersimpan dibawah kuku jika korban yang mati
mencakar penyerangnya. Jaringan ini dapat diambil untuk DNA. Sejumlah
identifikasi untuk penyerang telah dibuat melalui menentukan tipe DNA jaringan
yang diperoleh dibawah kuku. Sepasang gunting atau gunting kuku yang bersih
harus digunakan untuk mencegah kontaminasi dari pemotongan materi DNA dari
sumber yang tidak berhubungan.
Pemeriksaan Pakaian
Setelah memeriksa tangan, salah satunya harus memeriksa pakaian ketika
masih menempel di tubuh. Dokter harus berhati hati dalam mencari serat,
rambut, kaca, cat, atau setiap benda asing yang mungkin telah dipindahkan pada
tubuh yang meninggal dari penyerang, senjatanya, atau kendaraan yang digunakan
untuk memindahkan tuuh korban. Dokter harus mencatat bilaman terdapat
kerusakan pakaian yang berhubungan dengan luka pada mayat untuk menentukan
apakah seseorang diserang ketika sedang berpakaian atau tidak. Setiap material
yang yang dipindahkan dari pakaian harus dimasukkan ke dalam amplop dan diberi
label dengan nama mayat, jumlah kasus, tanggal, apa yang tampak di amplop,
darimana asalnya, dan siapa yang memperolehnya.
Tubuh
Pakaian sekarang boleh dilepaskan. Pakaian diiperiksa kembali setelas
melepaskan untuk penambahan barang bukti. Dokter dapat memulai memeriksa
537
tubuh, mencatat ada tidaknya trauma di catatan, gambar, x-ray, atau fotografi.
Pada waktu yang sama, dokter akan memulai mengumpulkan barang bukti dari
tubuh. Sampel sampel dari rambut kepala akan harus diambil dan ditahan. Ini
dapat dibandingkan dengan rambut yang ditemukan pada genggaman tangan; pada
kendaraan yang digunakan untuk transpor tubuh; pada dugaan penyerangan atau
jika adanya trauma tumpul di kepala, rambut diambil dari senjata yang diduga
digunakan untuk membunuh. Rambut kemaluan disisir untuk menemukan adanya
benda asing yang tertinggal dari rambut kemaluan penyerang. Hasil sisiran dan sisir
ditempatkan pada amplop yang berlabel. Pada kasus korban yang meninggal, 15
20 rambut kemaluan yang ditarik dengan forsep dan ditempatkan dalam ampop
yang berbeda sebagai kontrol ketika memeriksa rambut yang hilang. Pada korban
hidup, rambut kemaluan dengan jumlah yang sama dipotong, bukannya ditarik.
Rambut
Sebelum perkembangan teknologi DNA, analisis rambut, pada bagian yang
paling penting, terbatas untuk pemeriksaan mikroskopik. Salah satu yang harus
ditentukan adalah warna rambut, ras, asalnya dari tubuh dan karakteristik
umumnya. Salah satunya tidak pernah membuat identifikasi yang positif pada
rambut yang datang dari seseorang yang spesifik. Pada seluruh kareakteristik yang
ditentukan, dua rambut identik. Sekarang sudahmungkin untuk melakukan analisa
DNA pada rambut. Jika salah satunya memiliki rambut yang utuh, kedua duanya
diulangi analisis pada akar dapat dilakukan. Apabila tidak tampak akar, menentukan
tipe DNA mitokondria dapat dilakukan pada batangnya. Pemeriksaan mikroskopik
pada rambut hanya dilakukan sebagai metode skrening untuk menentukan apabila
analisa DNA digaransi dan tipe tes DNA yang akan dilakukan.
Percobaan telah disebarkan untuk menentukan frekuensi dari pemindahan
rambut kemaluan pada saat hubungan kelamin. Exline dkk. Menentukan bahwa,
dibawah kondisi yang optimal, terdapat pemindahan rambut kemaluan pada pria
dalam 23,6 % dari kasus dan wanita dalam 10,9 %.1
538
539
hanya satu sperma pada satu atau dua potongan harus membuat pemeriksa
waspada akan kemampuan sperma untuk bertahan lama, itu adalah sperma dari
mukus servikal. Pada kebanyakan kasus pemerkosaan, sejumlah sperma akan
tampak pada setiap usapan. Adanya beberapa sperma pada potongan, dengan
riwayat hubungan kelamin yang diinginkan 2 sampai 3 hari sebelumnya, akan
menjadi tidak konsisten dengan pemerkosaan yang sedang berlangsung.
Angka bertahan spermatozoa pada vagna orang hidup dilaporkan pada
literatur medis cukup bervariasi. Ini telah dijelaskan oleh 2 faktor : Dimana sampel
telah dikumpulkan, dan kriteria yang digunakan untuk identifikasi sperma. Swab
harus diambil dari lubang vagina, bukannya serviks karena sperma dapat bertahan
lama di mukus serviks lebih tahan di vagina. Akhirnya, sperma tampak pada swab
servikal tidak disebabkan oleh pemerkosaan namun karena hubungan kelamin 2
sampai 3 hari sebelumnya. Kriteria yang lebih penting yaitu identifikasi sperma.
Beberapa klinisi mengidentifikasi sperma hanya ketika mereka melihat spermatozoa
yang lengkap salah satunya dengan kepala dan ekor. Beberapa orang hanya
memerlukan adanya kepala. Perbedaan kriteria identifikasi ini menjelaskan
beberapa perbedaan yang dilaporkan dari sperma yang persisten.
Penelitian yang terbaik dari sperma yang persisten di vagina pada orang
hidup oleh Willot dan Allard.3 Memereka memeriksa 1332 swab vagina yang
diambil diduga kuat kasus pemerkosaan dan ditemukan 57 % sperma yang positif.
Waktu yang paling lama untuk identifikasi sperma dengan ekor adalah sekitar 26
jam. Kepala sperma diidentifikasi diatas 120 jam. Swab servikal memberikan hasil
yang positif pada 179 ham (7 hari).
Willott dan Allard juga diperiksa pada 225 swab anal dan 212 swab rektal. 3
Sperma diidentifikasi 37 % yang terlebih dahulu dan 32 % yang akhirnya. Mereka
menemukan bahwa jarang menemukan sperma dengan ekor, khususnya setelah 6
jam. Kepala sperma diidentifikasi pada swab anal 45 jam setelah hubungan kelamin
dan pada swab rektum 65 jam setelah berhubungan intim. Mereka juga memeriksa
74 swab oral, dimana 12 % positif. Sperma dengan ekor diidentifikasi diatas 3 jam
dan kepala sperma diatas 6 jam.
540
541
Bekas Gigitan
Suatu bentuk bukti yang menyinggung bekas gigitan ini (gambar 18.3). Bekas
gigitan dapat sebagai sidik jari seseorang. Sejumlah orang diidentifikasi positif dan
narapidana berdasarkan bekas gigitan. Akhirnya, setiap kasus dimana ada bekas
gigitan tampak pada seseorang, baik hidup maupun mati, tanda pertama kali harus
di swab untuk memperoleh saliva untuk tes DNA. Bekas gigitan harus dilakukan
fotografi, dengan skala yang tampak pada gambar. Jika ahli gigi forensik dihubungi
dengan telepon, ia harus dipanggil pada saat pemeriksaan langkah tersebut diatas
begiutu juga mengambil tambalan. Jika tersangka ditangkap, pengadilan akan
meminta dapatkah dilakukan perbandingan antara bekas gigitan pada korban
dengan gigi pelaku.
Pemerkosaan Homoseksual
Untuk kelengkapan, kita harus menyebutkan korban pemerkosaan
homoseksual. Korban biasanya anak anak atau orang yang meringkuk di penjara.
Hal yang perlu prosedur yang sama yang dilakukan pada korban pemerkosaan
wanita harus dilakukan pada laki laki.
Perhatian adalah pembunuhan yang berkaitan dengan homoseksual. Hal ini
cenderung jahat dibandingkan dengan hubungan heteroseksual. Dsini ada
pembunuhan besar besaran. Korban seringkali telanjang, jumlah perlukaannya
menjadi lebih besar.5 Penyebab kematian biasanya tikaman, pencekikan, kekerasan
tumpul, atau kombinasi semuanya. Kasus dapat sangat aneh, atau adanya siksaan
(Gambar 18.4).
542
Analisis DNA
Sampai akhir 1980 an, tes serologis pada kasus pemerkosaan menyangkut
penelitian enzim tradisional. Penentuan tipe DNA secara nyata menghilang pada
saat tes. Sidik jari DNA contohnya untuk keperluan forensik, dikembangkan oelh
Dr.Alec Jeffreys pada tahun 1985.6-8 Pada setiap untai DNA, ada ratusan rangkaian
DNA identik. Panjangnya, konstitusi, dan jumlah rangkaian berulang yang berbeda
pada setiap orang. Identifikasi dan penemuan rangkaian nukleotida dipunyai oleh
sel seseorang adalah dasar dari identifikasi DNA.
Pentingnya sidik jari DNA yaitu bahwa jaringan yang terdiri dari sel berinti
dapat terhubung dengan kuat, biasanya pada penyingkiran statistik pada orang
yang lain. DNA dapat diperoleh dari sperma, sel sel darah berinti, sel sel dari
jaringan lunak, gigi, tulang, kuku, saliva, urin dan rambut dasarnya, setiap jaringan
dimana terdapat sel sel berinti. DNA dapat diekstraksi dari spesimen ini, secara
kimia dibagi dalam fragmen fragmen, yang membentuk jejak yang digunakan
sebagai identifikasi profil. Jejak ini dapat dibandingkan dengan jejak DNA yang
dibuat dari contoh darah tersangka. Apabila ini cocok, dan uji dilakukan dengan
penyelidikan yang tepat, secara nyata tidak ada keraguan yang diduga sebagai
sumber jaringan untuk menyingkirkan orang lainnya, kecuali dengan identitas yang
kembar. Apabila pola tidak cocok, yang diduga bukanlah pelaku.
Sebagai tambahan identifikasi DNA alami yang mutlak, ada keuntungan yang
lain. DNA jauh lebih stabil daripada enzim dan protein yang biasanya digunakan
dalam identifikasi darah. Tidak adanya positif palsu disebabkan karena degradasi.
Apabila DNA berubah, maka akan gagal membentuk pola. DNA cukup tahan
terhadap penghancuran dan analisis dibuat pada manusia sisa ratusan tahun yang
lalu.
543
544
Jika profil DNA dari bukti DNA berbeda dari yang diduga pelaku
dalam setiap aspek, kemudian dugaan dapat disingkirkan dengan
mutlak.
2.
545
Bukti DNA datang dari orang lain yang memiliki profil DNA.
Hal ini mungkin jika orang kedua adalah kembar monozigot,
atau dikarenakan jumlah uji yang tidak cukup yang dilakukan
untuk membedakan tersangka dengan orang lain.
Banyak orang yang tidak mengetahui apa arti dari pencocokan DNA. Kecuali
untuk kembar monozigot, pola DNA adalah unik untuk setiap orang. Membuat
profil DNA, bagaimanapun juga tidak dengan membandingkan seluruh pola DNA
pada orang dan bukti DNA , hanya bagian hanya satu menit. Pencocokan dibuat
berdasarkan penyingkiran statistik pada semua orang. Untuk menentukan ini,
frekuensi terjadinya dari alel alel yang terpilih pada jumlah populasi yang besar
ditentukan, dan tes dilakukan untuk menentukan adanya alel yang dipilih. Apabila
bukti DNA dan DNA tersangka diuji pada alel yang terjadi pada satu dari sepuluh
orang, dan mereka cocok, kemudian 9 dari 10 orang dari populasi disingkirkan
sebagai asal dari DNA. Apabila alel kedua diuji juga terjadi dan cocok, maka 99 dari
100 orang dapat disingkirkan. Apabila alel alel cukup cukup untuk dilakukan uji,
maka kemungkinan untuk menyingkirkan dapat mencapai jutaan bahkan milyaran.
Akhirnya, pencocokan ini dibuat secara statistik.
Semua sel sel yang berinti terdiri atas 23 pasang kromosom kecuali untuk
sperma dan ovum, yang terdiri dari 23 kromosom daripada 23 pasang. Setiap
kromosom terdiri atas spiral ganda dari deoxyriboneucleic acid (DNA) dalam bentuk
tangga terpuntir atau rantai ganda. Sisi daeri tangga terdiri dari gula yang bertukar
tukar (deoxiribosa) dan molekul fosfat; penghubungnya terdiri atas cincin
nitrogen, dimana basa nitrogen yang terikat lemah dengan hidrogen. DNA terdiri
atas unit yang disebut nukleotida, yang terdiri atas gula, grup fosfat, dahn basa.
Jutaan nukleotida ini membentuk satu rantai tunggal. Meskipun terdapat jutaan
nukleotida, hanya 4 basa yang berbeda dipakai. Dua diantaranya adalah purin
(Adenin dan Guanin) dan dua lainnya adalah pirimidin (Timin dan Sitosin) . dalam
546
bentuk anak tangga, guanin selalu berikatan dengan sitosin dan adenin dengan
timin. Disini hanya terdapat 2 kemungkinan penggabungan dan ini disebut
pelengkap pasangan basa. Oleh karena jutaan nukleotida membentuk rantai
tunggal dan faktanya disana hanya terdapat 23 pasang kromosom pada setiap sel,
disana kebanyakan terdapat variasi yang tidak terbatas dalam susunan nukleotida.
Perintah atau urutan dari basa molekul DNA membentukkode untuk informasi
genetik sel sel.
Sebuah gen adalah rangkaian basa basa ini yang menempati lokasi yang
spesifik (lokus) pada kromosom, menghasilkan produk yang spesifik. Disana
biasanya lebih dari satu bentuk gen dari setiap lokus. Ini disebutalel. Kebanyakan
kromosom, tidak diketahui fungsinya. Area initerdiri dari banyak salinan dari urutan
basa yang lengkap, panjangya 50 60 pasang basa, tersusun satu dibelakang yang
lainnya, berdua duaan. Pengulangan urutan dikenal sebagai pengulangan
pasangan, dengan area yang dibuat dari pengulangan pasangan yang diketajui
sebagai VNTR (Variable Number of Tandem Repeats). Sama seperti gen, lokus dari
VNTR dapat memiliki banyak alel. Lokus lokus VNTR merupakan area pertama
yang digunakan dalam menentukan tipe DNA karena alel yang banyak.
Metode asli dari analisa DNA adalah RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism). Metode ini panjang, metode yang rumit yang memerlukan minimal
6 8 minggu untuk menghantarkannya. DNA secara kimia dikeluarkan dari
spesimen biologis yang diajukan dan dimurnikan. Kemudian dipotong dalam
fragmen fragmen melalui enzim restriksi. Substansi ini memotong molekul DNA
pada urutan basa yang spesifik. Jumlah fragmen DNA dan panjangnya dihasilkan
oleh enzim restriksi yang tepat bergantung pada seberapa sering urutan basa
enzimterjadi di spesimen DNA. Karena setiap urutan DNA seseorang berbeda,
fragmen fragmen di spesimen DNA dari satu orang ke orang lainnya berbeda
dalam jumlah dan panjangnya dari spesimen DNA yang berbeda.
Fragmen fragmen DNA dibagi menjadi pita pita oleh elektroforesis. DNA
membawa muatan negatif dan akhirnya menghantarkan ke arah kutub positif di
elektroforesis. Jarak setiap fragmen yang berjalan tergantung pada panjangnya.
547
yang sama. Akhirnya, hal ini tidak diharapkan saudara kandung menjadi cocok pada
lokus 4 5 STR. Kecocokan telah dilaporkan pada lokus 10.9 Oleh karena itu, jika
lokus terdapat pada jumlah yang terbatas atau dapat diuji, disini berpotensi untuk
terjadinya kesalahan identifikasi.
Penentuan tipe STR dari urin berdasarkan pada penemuan sel sel berinti
yang tampak pada urin. Disini terdapat sel sel epitel dari traktus genito urinaria
dan sel darah putih. Secara khas, wanita memiliki lebih banyak sel sel berinti di
urinnya daripada pria. Oleh karena itu, tiping STR dari urin dan pewarnaan urin
lebih sukses pada wanita dibandingkan pria. Dari hasil ini, tiping mitokondria
merupakan teknik analisa yang paling baik untuk menganalisa urin yang berasal dari
pria.
Pada analisa STR, DNA dikeluarkan dari spesimen yang diserahkan,
ditentukan kuantitas kemudian direpikasi oleh Polimerase Chain Reaction (PCR).
Identifikasi dari lokus STR dapat dilakukan dengan elektroforesis dengan metode
berbasis gel yang menggunakan celupan fluorosen. Keuntungan dari metode STR
pada analisa DNA adalah :
Dapat di automatisasi.
Kerugian utama adalah karena metode ini sensitif sekali, ia lebih mudah
terkena kontaminasi.
Pada waktu pemeriksaan harus disebutkan dugaan pada kasus dugaan kuat
pemerkosaan. Apabila seseorang menahan sebentar setelah kejadian, pengambilan
rambut kemaluan asing, swab dari penis harus selalu dibuat. Pada sejumlah kasus,
DNA dari korban telah diperoleh dari swab ini menggunakan STR. Cina dkk.
549
11,12
ditemukan pada jumlah yang kecil atau hilang. Tiping MtDNA dapat dilakukan pada
batang rambut tunggal. Hal ini bernilai dalam melakukan tiping pada tulang yang
tua dan jaringan busuk, dimana tiping DNA nuklir tidak mungkin. MtDNA berbeda
dari DNA nuklir dan lokasinya pada sel, jumlahnya dan cara peninggalannya. Saat
inti sel terdiri atas 2 set dari 23 buah kromosom, sel terdiri atas ratusan, bahkan
ribuan, dari mitokondria. Akhirnya lebih mtDNA yang dapat digunakan untuk
analisis daripada DNA nuklir.
Saat DNA nuklir diturunkan dari kedua orang tua, mtDNA diturunkan semata
mata dari ibu. Oleh karena itu, urutan mtDNA dari ibu dan anak cocok. Hal ini
berarti bahwa analisis mtDNA terbatas dimana bahwa hal itu tidak dapat
membedakan antara orang yang memiliki garis maternal yang sama. Tambahan ini,
juga berguna dalam hal menentukan tubuh yang tidak dikenal. MtDNA memiliki
550
jumlah mutasi yang besar dibandingkan DNA nuklir. Meskipun hal ini, transmisi dari
mtDNA adalah konsisten dari berbagai generasi.
Sebagai aturan, mtDNA tidak menjalani rekombinasi. Seseorang, dapat
memiliki lebih dari satu tipe mtDNA (heteroplasmi). Hal ini dapat terjadi pada
jaringan tunggal atau jaringan yang berbeda. Variasi pada tipe tipe ini biasanya
hanya satu basa, diduga variasi yang besar dapat terjadi. Heteroplasmi berlaku pada
penggunaan mtDNA untuk analisa forensik.
Analisis mtDNA membosankan dan sangat sulit. DNA diekstraksi, dan
dijelaskan oleh polimerase chain reaction, dimurnikan dan dijumlahkan, akhirnya
diurutkan. Pada pengurutan, DNA terlabel secara fluorosen dan dipisahkan
menggunakan elektroforesis gel. Detektor fluorosen automatis mencatat panjang
gelombang dari celupan fluorosen pada setiap basa ketika mereka berpindah
malaui gel lewat area deteksi dari peralatan, membuat kromatogram. Rangkaian
mtDNA kemudian dibandingkan dengan referensi DNA standar, Rangkaian
Anderson. Hasil laporannya dibuat jumlah dari perbedaan posisi dari rangkaian
Anderson dan perbedaan basa pada posisi ini. Oleh karena itu sangat sensitif, disini
selalu berbahaya untuk terkontaminasi pada tempat kejadian, dalam pengumpulan
dan analisis.
Referensi
1. Exline DL, Smith FP, and Drexler SG, Frequency of pubic hair transfer during
sexual intercourse. J Forens Sci, 1998; 43(3):505-508.
2. Graves HCB, Sensabaugh GF, and Blake ET, Postcoital detection of a malespecific
semen protein. NEJM, 1985; 312:338-343.
3. Willott GM and Allard JE, Spermatozoa their persistence after sexual
intercourse. Forens Sci Int 1982; 19:135-154.
4. Ricci LR and Hoffman SA, Prostatic acid phosphatase and sperm in the postcoital
vagina. Ann Emerg Med, 1982; 11: 530-534.
551
5. Bell MD and Vila RI, Homicide and Homosexual Victims: A Study of 67 cases from
Broward County Florida Medical Examiners Office (19821992), with Special
Emphasis on Overkill, Am J Forens Med Path 1996; 17 (1): 65-69.
6. Jeffreys AJ, Wilson V, and Thein SL, Individual-specific fingerprints of human DNA.
Nature 1985; 316:76-79.
7. Gill P, Jeffreys AJ, and Werret DJ, Forensic application of DNA fingerprints. Nature
1985; 318:577-579.
8. Merz B, DNA fingerprints come to court. JAMA 1988; 259:2193-2194.
9. Bourke MT et al., Sib pair identity at multiple STR loci: Implications for
interpretations of forensic DNA casework. Presented at the annual meeting of
the American Academy of Forensic Sciences, February 2000, Reno.
10. Cina SJ, et al., Isolation and identification of female DNA on postcoital penile
swabs. Am J Forens Med Path, 2000; 21(2):97-100.
11. Isenberg AR and Moore JM, Mitochondrial DNA Analysis at the FBI laboratory.
Forens Sci Comm, 1999; 1(2).
12. Bar W, et al., DNA Commission of the International Society for Forensic
Genetics: Guidelines for mitochondrial DNA typing. 2000; Int J Legal Med
113:193-196.
552
Emboli
19
Emboli Gas
Emboli gas berkaitan dengan sistem vena dan arteri. Pada banyak keadaan,
gas di udara, diduga dalam beberapa situasi diagnostik, dapat berupa
karbondioksida, nitrat oksida atau nitrogen.1 pada sistem vena, kematian karena
emboli udara bergantung pada ukuran bolus dan jumlah yang dihantarkan. Pada
emboli arteri, faktor-faktor ini tidak begitu penting, karena hanya sejumlah kecil
sedikit gelembung udara yang menyumbat arteri koroner atau pembuluh darah
otak dapat mengakibatkan kematian. Pada emboli udara vena, antara 75 dan 250
cm3 udara yang dihantarkan dengan cepat diperlukan untuk menyebabkan
kematian.
Emboli udara vena dapat terjadi saat terapi atau prosedur diagnostik
sekunder pada trauma, pada saat melahirkan anak atau aborsi, dan saat hubungan
seks oro-genital pada wanita hamil dimana pasangannya meniupkan udara ke
dalam vagina. Emboli udara arteri terjadi sekunder pada saat bypass
kardiopulmonar, keteterisasi jantung, prosedur bedah yang berkaitan dengan
arteri, atau kerusakan pada vena pulmonalis setelah trauma dada. Salah satunya
dapat mendatangkan emboli udara yang berlawanan, dimana udara menyebrang
dari vena ke sirkulasi arteri. Udara memasuki sistem vena dibawa menuju jantung
dan arteri pulmonalis, dengan akibat oklusi mekanik pada perdarahan arteri
pulmonal dengan gelembung udara. Kejadian ini diikuti oleh vasokonstriksi
sementara. Sumbatan pada aliran darah pulmonar menggabungkan udara dan
darah, memberikan penampakan berbusa pada darah yang tampak saat autopsi.
Campuran ini dapat mengakibatkan pembentukan kompleks gelembung udara,
fibrin, agregasi platelet, eritrosit, dan tetesan lemak, akhirnya menymbat pembuluh
darah.2 Kematian disebabkan penyumbatan terhadap aliran sistem arteri pulmonal
yang sekunder karena gelembung-gelembung udara, vasokonstriksi pulmonal,
553
agregasi sel. Adanya bolus udara yang sangat besar, sumbatan terjadi tidak hanya
pada pembuluh darah pulmonal namun juga pada ventrikel kanan.
Emboli udara paradoks terjadi ketika udara atau gas yang memasuki sistem
vena menyeberang sistem arteri. Secata tipikal, hal ini berhubungan dengan defek
septum atrium jantung. Keadaan ini membiarkan udara pergi dari sisi sebelah kanan
dari jantung menuju bagian kiri jantung tanpa melewati arteri pulmonalis. Apabila
emboli udara yang besar dibawa menuju jantung, peningkatan tekanan tiba-tiba
pada jantung sebelah kanan dan mengakibatkan jalan pintas dari kanan ke kiri
melalui pemeriksaan paten tidaknya foramen ovale dimana secara fisiologis
menutup. Peningkatan tekanan jantung kanan juga menyebabkan udara terdorong
menuju vena epikardial pada permukaan jantung. Emboli paradoks dapat pula
terjadi sekunder pada anastomosis arteri-vena di paru-paru. Sebagai tambahan,
dengan tekanan yang cukup tinggi dan pengantaran udara dalam jumlah yang
besar, kemampuan paru-paru untuk menyaring keluar udara dapat bertambah dan
gelembung-gelembung gas dapat melintasi sirkulasi pulmonal dan memasuki atrium
kiri. Hal ini telah didemonstrasikan oleh Butler dan Hills dengan eksperimennya
pada anjing.3 Udara memasuki sirkulasi arteri menyebabkan kematian dengan
penyumbatan pada arteri otak dan koroner. Hanya diperlukan udara dalam jumlah
yang sedikit.
Ahli patologi forensik menemui bahwa emboli udara paling sering luka
karena pisau di leher, dan sekunder karena prosedur bedah. Udara masuk melalui
vena yang terbuka dimana terdapat gradien tekanan negatif antaara vena dan
atrium kanan. Semakin lebar vena yang terbuka diatas atrium kanan, maka semakin
besar pula gradien tekanan dan menyebabkan lebih banyak udara yang masuk ke
dalam pembuluh darah. Ini sebagai penyebab mengapa luka pada leher dapat
mengakibatkan emboli udara. Akhirnya, pada seseorang yang mendapat tikaman
atau luka irisan pada leher dengan perlukaan pada vena, penuntut umum mungkin
ingin mencari adanya kemungkinan emboli udara pada saat autopsi.
Insiden sebenarnya emboli udara vena pada saat pembedahan dan prosedur
diagnostik tidak diketahui, dengan satu pengecualian Kraniotomi pada posisi
554
555
556
Resusitasi yang dilakukan tidak sukses. Pada saat autopsi, ada udara pada atrium
dan ventrikel kanan dengan manik-manik pada vena-vena epikardial dengan
gelembung-gelembung udara dalam jumlah yang besar.
Pada pasien hidup, diagnosis dari emboli udara vena pada jantung dapat
dibuktikan dengan auskultasi terhadap murmur roda yang ribut atau dideteksi
dengan ultrasonografi doopler atau ekokardiografi transesofageal. Pada seseorang
yang meninggal, untuk membuat diagnosis emboli udara, hal yang harus
diperhatikan adalah diagnosis sebelum autopsi. Langkah pertama yang dilakukan
adalah foto X-ray dada untuk melihat udara pada jantung (Gambar 19.1). Insisi
bentuk Y dibuat di kulit dan otot dada dan ditarik. Daripada kemudian membuka
dinding dada dengan cara yang biasa, sebuah jendela dibuat dengan memotong
sternum dan iga diatas jantung. Alat retraksi tulang haris ditarik dengan sangat hatihati, jadi bukan untuk mengenali udara dalam sistem vena. Kantung perikardium
dapat dipotong dan dapat melihat jantung. Vena-vena epikardial harus diperiksa
untuk melihat adanya udara. Satu atau dua gelembung pada vena epikardial tidak
dapat didiagnosis sebagai emboli udara.
557
558
pelvis, vena cava inferior diperiksa untuk menemukan gelembung udara. Satu hal
yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan 1 atau 2 gelembung pada
pembuluh darah pada kejadian emboli udara. Jika kematian dilakukan resusitasi
secara hebat dengan torakotomi dan pemijitan jantung di dalam, biasanya tidak
mungkin dibuat emboli udara berdasarkan autopsi, karena udara yang ada di
pembuluh darah disebabkan resusitasi. Udara di arteri koproner tidak dapat
diidentifikasi dengan autopsi karena gelembung-gelembung udara tidak dapat
dilihat melalui dinding dari pembuluh darah ini. Di otak, proses memindahkan
tempurung kepala, memotong melalui dura, dan meletakkan traksi di otak untuk
melihat sirkulasi otak dapat memperkenalkan gelembung-gelembung udara dalam
sirkulasi. Akhirnya, adanya beberapa gelembung udara pada sirkulasi otaktidak
menandakan adanya embolus. Apabila seseorang selamat dari serangan awal dari
udara yang ada pada sirkulasi koroner dan otak, maka meraka akan mengalami
infark miokard dan otak.
559
Kebanyakan
orang
mengetahui
terjadinya
dekomposisi,
dengan
560
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari emboli cairan amnion adalah dyspnea tiba tiba,
hipotensi, dan kejang yang diikuti henti jantung.18,22,23 Dari 40 orang yang diteliti
oleh Clark dkk. Dilaporkan bahwa 38 dari 46 pasien yang diteliti memiliki kejadian
koagulopati pada klinis maupun laboratori; delapan orang meninggal sebelum
status pembekuannya dievaluasi, baik tes klinis maupun laboratorium. Khasnya,
pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan kadar fibrinogen, peningkatan
kadar produk pemisah fibrin, pemanjangan tromboplastin parsial dan waktu
protrombin, dan trombositopenia.
562
Etiologi
Sindrom emboli cairan amnion telah ditambahkan pada emboli akut cairan
amnion dan debris fetus yang berasal dari sirkulasi vena ibu, dengan akibat
obstruksi mikrovaskular pulmonar. Pada waktu mencapai paru, bahan ini diduga
menghasilkan vasospasme sementara yang berat pembuluh darah pulmonal,
hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan, dan hipoksia. Clark dkk. tidak setuju
dengan hipotesis ini.17 Mereka merasa pada beberapa orang, tidak masalah betapa
kecilnya jumlah cairan amnion yang terkait, pemaparan sederhana terhadap
sirkulasi ibu pada cairan amnion memicu kaskade patofisiologi yang sama pada syok
anafilaktik atau septik menghasilkan kekacauan fisiologis yang merupakan
karakteristik sindrom ini. Hal ini menjelaskan pengamatan terhadap debris fetus
yang tidak tampak pada autopsi pada semua kasus dimana tidak diragukan , secara
klinis, bahwa pasien mengalami emboli cairan amnion. Akhirnya, pada 22 kasus
yang datang untuk autopsi pada penelitian Clark dkk., pada enam orang (27 %) tidak
ditemukan elemen fetus (sel squamosa, rambut, butiran lemak, musin atau
trofoblas) yang diidentifikasi di paru paru.17
Temuan Autopsi
Secara kuno, diagnosis emboli cairan amnion dibuat pada saat autopsi
dengan gabungan tanda klinis dan gejala gejala dan temuan pada musin yang
diperoleh dari mekonium, sel sel squamous fetus, rambut lanuga, gelembung
lemak verniks pada pembuluh darah pulmonar. Material material ini biasanya
dapat dilihat pada slide hematoksilin dan eosin, diduga pewarnaan khusus dapat
menentukan elemen seseorang dengan lebih baik. Musin biasanya tampak mata,
dengan elemen selular yang jarang.23 Seperti telah ditunjuk oleh Clark dkk. kasus
dalam jumlah yang banyak dimana tidak diragukan secara klinis bahwa pasien
mengalami emboli cairan amnion, tidak ada elemen elemen fetus yang
teridentifikasi.17 Hal ini benar dengan khususnya pada kematian saat hamil yang
563
sering
tampak pada sirkulasi pulmonal ibu dari seluruh wanita hamil, menunjukkan sel sel
squamosa pada dari 16 wanita hamil yang menjalani kateterisasi arteri pulmonal
untuk berbagai indikasi medis.24 Bahkan lebih menarik lagi dimana faktanya bahwa
sel sel squamosa juga diidentifikasi pada darah 17 pasien yang tidak hamil, diduga
perbedaan hitung sel antara pasien yang hamil maupun tidak, cukup siknifikan.sel
sel squamosa pada pasien pasien tidak hamil yang rupanya berasal sekunder dari
kontaminasi epidermis dari punksi vena. Akhirnya, deteksi dari sel sel squamosa
sendiri pada darah arteri pulmonal tidak akan bermanfaat untuk diagnosis emboli
cairan amnion. Hanya dengan kehadiran sel sel squamosa bukan merupakan
kekhasan dari emboli cairan amnion dan tidak juga dengan adanya sel sel
trofoblas. Sel sel trofoblas dapat ditemukan pada darah dan paru paru wanita
yang tidak memiliki emboli cairan amnion.
tampak pada 60 % wanita dan 75 % yang mampu bertahan lebiuh dari satu jam.
Tidak ada kematian yang terjadi pada kehamilan 12 minggu atau kurang. Pada
kehamilan 21 minggu atau lebih, resiko kematian 24 kali dari yang berusia 13
sampai 15 minggu. Pengamatan ini masuk akal apabila salah satu menyadari bahwa
rata rata volume cairan amnion adalah kira kira 50 ml pada saat 12 minggu dan
400 ml melalui kehamilan tengah.
Referensi
1. Muth CM and Shank ES, Gas embolism. NEJM 200; 342(7): 476-482.
2. OQuin RJ and Lakshminarayn S, Venous air embolism. Arch Intern Med 1982;
142:2173-2176.
3. Butler BD and Hills B, Transpulmonary passage of venous air emboli. J Appl
Physiol 1985; 59:543-547.
4. Hybels C, Venous air embolism in head and neck surgery. Laryngoscope 1980;
90:946-954.
5. Tateishi T, Prospective study of air embolism. Br J Anaesth 1972; 44:1306-1310.
6. Albin MS, Venous air embolism and lumbar disk surgery. JAMA 1978; 240:1713.
(Letter).
7. Yeakel A, Lethal air embolism from plastic blood-storage container. JAMA 1968;
204:267-268.
8. Davies DE, Digwood KI, and Hilton IN, Air embolism during cesarean section,
Med J Australia 1980; 1:644-646.
9. Nelson PK, Pulmonary gas embolism in pregnancy and the puerperium. Obstet
Gynecol Survey 1960; 15:449-4819.
10. Flannagan et al., Air embolism: A lethal complication of subclavian
venipuncture, NEJM 1969; 281:488489.
11. Bajanowski T, West A, and Brinkmann B, Proof of fatal air embolism. Int J Legal
Med, 1998; 111:208-211.
565
12. Bajanowski Tet al., Proof of air embolism after exhumation, Int J Legal Med
1998; 112:2-7.
13. ten Duis HJ, The fat embolism syndrome: Review, Injury 1997; 28(2):77-85
14. Fabian TC, Unraveling the fat embolus syndrome (Editorial). NEJM; 1993.
329(13): 961-963.
15. Bulger EM et al., Fat embolism syndrome: A 10-year review. Arch Surg. 1997;
132(4):435-9.
16. Steiner PE and Lushbough CG, Maternal pulmonary embolism by amniotic fluid
as a cause of obstetric shock and unexpected deaths in obstetrics. JAMA 1941;
117:1245-1254, 1340-1345.
17. Clark SL et al., Amniotic fluid embolism: Analysis of the national registry. Am J
Obstet Gynecol, 1995; 172(4):1158-1169.
18. Liban E and Raz S, A clinicopathologic study of fourteen cases of amniotic fluid
embolism. Am J Clin Pathol 1969; 51:477-486.
19. Cromley MG, Taylor PJ, and Cummings DO, Probable amniotic fluid embolism
after first trimester pregnancy termination. J Reprod Med 1983; 28:209.
20. Guidotti RJ, Grimes DA, and Cates W, Fatal amniotic fluid embolism during
legally induced abortion, United States, 1972 to 1978. Am J Obstet Gynecol
1981; 141:257-261.
21. Olcott CO, et al., Amniotic fluid embolism and disseminated intravascular
coagulopathy after blunt maternal trauma. J Trauma 1973; 13:737-740.
22. Clark SL, Amniotic fluid embolism. Clinics Perinatol 1986; 13:801-811.
23. Sperry K, Amniotic fluid embolism, JAMA 1986; 255:2183-2186.
24. Clark SL et al., Squamous cells in the maternal pulmonary circulation. Am J
Obstet Gynecol 1986; 154:104-106.
566
Topik-Topik dalam
Patologi Forensik
20
567
meningkat tujuh sampai sepuluh kali lipat dibandingkan nilai dasar dan epinefrin
meningkat tiga sampai delapan kali.3,4 Walaupun sepuluh menit setelah
penghentian aktivitas, tingkat katekolamin dalam serum diperkirakan dua kali dari
nilai sewaktu istirahat.5 Selama olahraga, tingkat kalium dalam serum meningkat.
Setelah penghentian olahraga, konsentrasinya menurun dengan cepat, mencapai
tingkat hipokalemia dalam 1-2 menit paska olahraga.4,5 Kombinasi turunnya kalium
dan peningkatan katekolamin selama lima menit pertama paska olahraga dapat
menyebabkan individu tersebut mengalami aritmia paska olahraga.
Episode-episode kematian mendadak yang terjadi setelah olahraga mungkin
disebabkan oleh fenomena ini, dengan iskemia meningkatkan sensitifitas jantung
terhadap sifat aritmogenik katekolamin dan hipokalemia.
Kematian jantung mendadak juga telah dideskripsikan dalam hubungan
dengan stress psikologis.6 Telah didokumentasikan bahwa stres psikologis dapat
menyebabkan aritmia jantung fatal atau berpotensi fatal dengan atau tanpa
penyakit jantung yang mendasarinya. Hal ini tampaknya disebabkan oleh stimulasi
simpatis yang diinduksi stress.
Kelaparan
Kematian yang disebabkan oleh kelaparan secara relatif langka ditemukan di
Amerika. Untuk sebagian besar kematian ini terjadi oleh akibat kekerasan pada
anak atau puasa (gambar 20.1). Laki-laki sekitar 70 Kg, yang tidur di ranjang, tidak
melakukan aktivitas, rata-rata membutuhkan sekitar 1650 kalori energi per hari.
Jika tertidur, ia menggunakan 65 kalori per jam dan, jika terbangun, menggunakan
77 kalori per jam.7 Jika ia berjalan perlahan, ia menggunakan 200 kalori per jam,
berlari 570 kalori per jam, dan berjalan menaiki tangga 1100 kalori per hari. Buruh
kasar akan membutuhkan sekitar 6000 7000 kalori per hari.
Makanan dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori umum: karbohidrat,
lemak, dan protein. Jaringan-jaringan cenderung lebih menyenangi menggunakan
karbohidrat untuk energi. Jumlah karbohidrat yang disimpan dalam tubuh (glikogen
dalam hati dan otot; glukosa dalam darah) memiliki kombinasi nilai kalori sekitar
568
1200 kalori, tidak mencukupi untuk menyediakan tenaga untuk laki-laki 70 Kg setiap
harinya. Karena itu, jika seseorang berhenti makan, tubuh harus menggunakan
lemak dan protein dalam 24 jam pertama kelaparan. Setelah puasa berlanjut, akan
terjadi pengosongan lemak dan protein secara progresif, dengan pengosongan
lemak memiliki progresifitas lebih cepat dibandingkan protein karena lemak
menyediakan lebih banyak kalori per berat jaringan. Seiring dengan penggunaan
lemak menjadi kalori, keton diproduksi dan muncul dalam darah. Karena itu,
setelah 12 jam berpuasa, konsentrasi aseton darah sekitar 1,0 mg/100 mL terjadi,
dengan konsentrasi 10-50 mg% dalam 36 jam (J.C. Garriott, komunikasi pribadi).
Dengan berkelanjutannya kelaparan, protein secara gradual dikosongkan
dalam tiga fase berbeda. Pertama-tama adalah mobilisasi cepat cadangan protein
yang diubah oleh hati menjadi glukosa, dengan glukosa digunakan secara utama
untuk menyediakan energi pada otak. Hal ini diikuti dengan berkurangnya
penggunaan protein. Ketika mendekati pengosongan total cadangan lemak, protein
kemudian digunakan lagi secara cepat sebagai sumber kalori. Kematian biasanya
terjadi beberapa saat kemudian. Jika seseorang berasumsi bahwa lemak
mengkonstitusi 20-25% berat badan pada laki-laki dan 25-30% pada wanita dan
kemudian mengsumsikan bahwa 2000 kalori dibutuhkan per harinya, untuk ratarata individu energi yang ada akan mencukupi untuk menyediakan tenaga selama
60-70 hari. Hal ini berkorelasi baik sekali dengan kondisi puasa aktual.
Frommel et al. mendeskripsikan empat individu yang menjalani puasa
sukarela untuk alasan politis.8 Dengan aktivitas yang ringan, tidak terdapat
permasalahan yang terjadi sampai pada kehilangan 18% berat badan sebenarnya
(puasa selama 28 sampai 35 hari). Ketika hilangnya berat badan melebihi 18%,
terjadi kelemahan otot, episode sinkop, dan penurunan kewaspadaan mental.
Puasa dihentikan pada hari ke 40 karena terjadinya sindroma Wernike pada salah
satu dari empat orang tersebut.
569
Hal ini tampak bahwa tidak terdapat tingkat kehilangan berat badan yang
definitif yang dapat dipertimbangkan letal.9 Ketika hilangnya berat badan orang
dewasa mencapai 40%, kematian mulai terjadi. Dengan semi-kelaparan dalam
waktu yang lama, tingkat ini dengan kata lain akan lebih tinggi. Untuk anak-anak,
tingkat dimana kematian mulai terjadi secara signifikan adalah lebih rendah.
Leiter dan Marlis melaporkan keadaan puasa sampai mati pada 10 laki-laki
muda sehat di Irlandia Utara.10 Informasi pada kasus ini didapatkan dari media,
yang kemudian melaporkan umur, berat badan, dan durasi puasa. Individu yang
tidak mengkonsumsi kalori atau vitamin, hanya air. Umur rata-rata mereka adalah
25,6 0,7 tahun. Satu orang mati setelah 45 hari puasa. Sembilan orang lainnya
selamat selama 57 sampai 73 hari. Rata-rata waktu keselamatan untuk kesepuluh
orang tersebut adalah 61,6 2,5 hari. Penulis-penulis ini menyimpulkan bahwa
batas maksimum puasa total pada individu sehat tidak mengalami obesitas pada
umur pertengahan hingga akhir 20-an adalah sekitar 60 hari. Kematian pada
570
individu-individu ini terjadi dengan perkiraan lemak tubuh 70-94% dan sekitar 1921% protein tubuh telah hilang.
Individu-individu yang telah mengalami kelaparan melaporkan pada awalnya
terasa lapar dan nyeri kelaparan, dengan keinginan untuk mencari makan kemudian
menurun secara cepat. Hal ini diikuti dengan letargi fisik dan mental, fatigue, dan
penurunan berat badan secara progresif.9,11,12 Setelah kelaparan berlanjut, letargi
menjadi berat sekali, dengan gangguan mental dan hilangnya daya tarik terhadap
apa saja.
Pada autopsi, ditemukan hampir tidak ada lemak subkutan dan deposit
lemak coklat. Kulit pucat seperti kadaver dalam 82,5% kasus dan coklat gelap dalam
17,5% kasus.12 Edema tampak pada satu per tiga dari kasus dan dapat
menyamarkan jumlah hilangnya berat badan. Efusi peritoneum dapat juga terjadi.
Edema jarang sekali terjadi pada individu dengan kulit berwarna coklat. Terdapat
atrofi berat otot-otot skeletal, hati, jantung, limpa, dan ginjal, tetapi tidak pada
otak.9,12 Dinding usus kecil tampak membengkak, dengan mukosa berwarna
kemerahan pada 27,2% kasus. Hampir setengah dari kasus pada satu penelitian
memiliki ulkus pada mukosa kolon, yang dideskripsikan sebagai pseudodisentri. 12
Kematian Anafilaksis
Sebagian besar kematian anafilaksis yang diperhatikan oleh pemeriksa
medis adalah disebabkan oleh gigitan serangga, obat-obatan, atau makanan.
Gejala-gejala serangan anafilaksis adalah pingsan, gatal pada kulit, urtikaria,
perasaan sempit pada dada, mengi, kesulitan bernapas, dan terjatuh. Pada
kematian anafilaksis, awal terjadinya gejala biasanya segera atau dalam 15 sampai
20 menit pertama. Lebih dari waktu tersebut, seseorang membutuhkan riwayat
medis yang didokumentasikan dengan baik akan adanya gejala-gejala yang
berkembang secara gradual untuk menyebabkan reaksi anafilaksis, seperti
perkembangan gatal-gatal atau bentol dan merah pada kulit. Kematian biasanya
terjadi dalam satu sampai dua jam. Pada beberapa serangga, seperti semut api,
racunnya bersifat toksik secara langsung dan kematian dapat terjadi tanpa reaksi
571
anafilaksis jika terdapat gigitan dalam jumlah yang banyak.13 Pada kasus seperti ini,
kematian pada umumnya terjadi setelah 24 jam.
Reaksi anafilaksis fatal menyebabkan terjadinya distress pernapasan akut
atau kolapsnya sirkulasi. Obstruksi saluran pernapasan atas dapat disebabkan oleh
edema faring atau laring; pada saluran pernapasan bawah, oleh bronkospasme
dengan kontraksi otot polos paru-paru, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas
kapiler.14 Henti jantung dapat disebabkan oleh henti napas; efek langsung dari
mediator kimia anafilaksis pada jantung atau syok disebabkan oleh sebuah
kombinasi hilangnya cairan intravaskular akibat edema dan vasodilatasi. Pumphrey
dan Roberts meneliti 56 kematian anafilaksis yang datang untuk autopsi.15 Mereka
menemukan bahwa, pada semua 16 kematian yang disebabkan oleh alergi
makanan, terdapat kesulitan dalam bernapas, dengan kematian pada 13 dari kasus
yang disebabkan oleh henti napas. Berlawanan dengan hal ini, syok tanpa kesulitan
bernapas terjadi pada 8 dari 19 kasus yang disebabkan oleh racun serangga dan 12
dari 21 disebabkan oleh reaksi iatrogenik.
Pada autopsi, temuan-temuan yang ditemukan seringkali tidak spesifik.
Seringkali terdapat edema laring, tetapi jarang sekali menyebabkan obstruksi penuh
saluran pernapasan. Pumphrey dan Roberts melaporkan edema laring atau faring
pada 8% dan 49%, secara berurutan, individu-individu yang langsung meninggal.15
Emfisema dan kongesti paru, edema paru, dan perdarahan paru dapat ditemukan,
tetapi bukanlah hal yang spesifik. Pada penelitian oleh Pumphrey dan Roberts, 23
dari 56 kematian anafilaksis tidak memiliki temuan makroskopis pada autopsi.
Untuk
membuat
diagnosis
sebuah
reaksi
anafilaksis,
seseorang
membutuhkan sebuah riwayat adanya alergi atau pingsan yang disaksikan dan
kematian setelah gigitan serangga, makan makanan, atau pemberian obat.
Sebagian besar kematian dihubungkan dengan agen terapeutik yang melibatkan
pemberian penisilin atau agen kontras yang mengandung iodin yang digunakan
untuk tujuan diagnostik. Kematian, akan tetapi, telah dapat dihubungkan dengan
obat-obat terapeutik lainnya. Introduksi kontras osmolar rendah dalam bidang
572
radiologi sepertinya dapat mengurangi jumlah efek samping atau reaksi fatal
terhadap agen kontras teriodinasi.
Pada kematian yang disebabkan oleh reaksi anafilaksis terhadap gigitan
serangga, memungkinkan untuk mendeteksi peningkatan antibodi IgE spesifik racun
pada darah postmortem.13,15,16 Peningkatan antibodi IgE spesifik tidak diperlukan
untuk mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi anafilaksis, hanya individu
tersebut adalah sensitif terhadap racun. Keberadaan antibodi seperti itu
merupakan bukti konfirmasi reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh sengatan
sebuah serangga. Satu persen dari donor darah normal memiliki antibodi IgE
spesifik racun pada serumnya. Tidak semua individu yang meninggal akibat reaksi
anafilaksis dapat memperlihatkan adanya antibodi terhadap serangga spesifik yang
menyengat mereka. Pada kasus-kasus seperti ini, sebuah reaksi silang terhadap
antigen dari serangga lain dimana individu yang meninggal alergi dapat dicurigai.
Ketika IgE berinteraksi dengan antigen spesifik, sel mast teraktivasi,
melepaskan sejumlah mediator kimia poten, termasuk beta triptase dan histamin,
dari granula sekretorik dalam sel. Tingkat triptase meningkat secara cepat, menjadi
dapat terdeteksi dalam 30 menit, dengan konsentrasi puncak dicapat dalam 2-3 jam
pertama. Waktu paruh triptase adalah 2 jam. Sel mast yang beristirahat
menyekresikan alfa triptase. Pada keadaan mastositosis, kandungan dalam darah
akan meningkat. Reaksi seperti anafilaksis pada individu dengan mastositosis
mungkin tidak membutuhkan antibodi IgE. Kedua IgE dan triptase dapat diukur dari
darah postmortem.
573
berhubungan dengan pH. Konsep bahwa larutan asam dengan pH di bawah 2,5
akan menghasilkan kerusakan berat pada kornea tidak selalu benar. Menunjang
konsep yang baru, asam hidroklorida dengan pH 1,28 tidak menghasilkan
kekeruhan kornea. Fenol dengan pH 7,7 dan asam asetat dengan pH 2,7
menghasilkan kekeruhan.17
PH larutan di bawah 2,5 dahulu dipercaya akan selalu menghasilkan
kerusakan kornea mata, hal ini secara umum dirasakan bahwa alkali, dengan pH
11,45 atau lebih, akan menyebabkan kerusakan okuler yang berat. Hal ini juga tidak
benar sepenuhnya. Larutan natrium hidroklorida dengan pH 12,8 dan 12,3 tidak
menghasilkan kekeruhan kornea, jika pH ditingkatkan menjadi 13,1 kekeruhan
dapat terjadi. Karena itu, kesimpulan derajat kerusakan mata tidak dapat
didasarkan pada pH saja dan nilai pH 2,5 dan 11,5 dapat digunakan hanya sebagai
pedoman prediksi cedera okuler saja. Konsentrasi bahan kimia dan paparan
terhadap mata sebelum pencucian harus dipertimbangkan juga.
anestesi
lokal
memiliki
kemungkinan
yang
kecil
sekali.20,21
Sebagian besar reaksi yang disebut sebagai menyerupai reaksi alergi mungkin
akibat overdosis anestesi lokal yang disebabkan oleh injeksi intravaskular, akibat
kelalaian melakukan aspirasi setelah penusukan jarum suntik; suntikan anestesi
lokal dosis besar terhadap daerah yang memiliki vaskularisasi tinggi atau absorbsi
cepat yang tidak lazim.20,22 Hal yang disebutkan terakhir dibantu dengan fakta
bahwa anestesi lokal dengan sendirinya memiliki sifat vasodilatasi yang
menyebabkan peningkatan absorbsi pada daerah-daerah vaskuler.
Naguib dkk. menghasilkan tinjauan ulang yang luas terhadap efek samping
dan interaksi obat dalam hubungannya dengan penggunaan anestesi lokal.20
Mereka menyimpulkan, seperti yang sebelumnya telah dicatat, bahwa efek samping
dari anestesi lokal disebabkan karena dosis yang berlebihan, absorbsi cepat yang
tidak lazim, atau injeksi intravaskuler, dengan yang terakhir adalah penyebab yang
paling umum. Efek samping yang berat disebabkan oleh karena toksisitas sistem
saraf pusat atau sistem kardiovaskuler. Jumlah anestesi lokal yang dapat
menyebabkan toksisitas kardiovaskuler adalah 3,5 sampai 6,7 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat. Anestesi
575
576
jelas gejalanya pada pasien yang tidak sadar. Permasalahan lainnya dengan anestesi
dalam praktek dokter gigi adalah kegagalan untuk memonitor fungsi vital pasien
dan kegagalan untuk menyediakan obat dan peralatan yang mendukung resusitasi
individu yang mengalami permasalahan.
Selama lebih dari periode lima tahun, salah satu dari penulis melihat empat
kematian yang berhubungan dengan praktek dokter gigi bukan merupakan kejadian
yang kebetulan. Satu kasus dalam ruang operasi dan tiga kasus dalam praktek
pribadi.24,25 Fatalitas pada ruang operasi adalah laki-laki berumur 36 tahun yang
dirawat di rumah sakit untuk membungkus gigi. Telah diputuskan untuk
membungkus 21 gigi secara bersamaan. Pasien menerima premedikasi meperidine,
promethazine, dan scopolamine 1 jam sebelum operasi. Anestesi umum diberikan
induksi dengan menggunakan barbiturat kerja sangat cepat, dengan anestesi umum
dirumat dengan halotan dan gas nitrogen oksida. Pada 2 jam 45 menit setelah
induksi anestesi, 10 menit setelah peletakan retraktor gusi sekeliling 21 gigi, pasien
menjadi sianosis, dengan pernapasan yang berat. Fibrilasi ventrikel ditemukan dan
resusitasi kardiopulmoner tidak berhasil. Pasien meninggal akibat aritmia jantung
disebabkan oleh kombinasi kerja halotan dan epinefrin.24 Epinefrin berasal dari
retraktor gusi. Retraktor ini diimpregnasi dengan epinefrin racemik 8%, yang
digunakan sebagai homeostasis. Retraktor tersebut mengandung sebanyaknya 1 mg
epinefrin per inci. Absorbsi epinefrin dari gusi dapat menyebabkan aritmia
signifikan, khusunya dengan keberadaan anestesi hidrokarbon terhalogenisasi
seperti halotan. Batas epitelial dari sulkus ginggiva bersifat semipermeabel, juga
memiliki vaskularisasi tinggi. Karena itu, di semua tempat yang menggunakan 24
sampai 92% epinefrin yang diberikan pada sulkus ginggiva akan diabsorbsi ke dalam
sirkulasi sistemik. Permasalahan potensial dengan menggunakan retraktor gusi
telah diketemukan.23
Dalam periode 14 bulan, penulis juga menemukan tiga korban lain yang
meninggal di praktek pribadi dokter gigi.25 Pasien adalah anak laki-laki berumur 7
tahun, perempuan berumur 38 tahun, dan perempuan berumur 25 tahun.
Ketiganya diberikan diazepam, pentazocaine, dan methohexital secara intravena.
577
578
Obat abortifacient
Obat ini digunakan dalam rangka usaha melakukan aborsi. Dalam dosis kecil,
obat-obat ini secara umum inefektif. Pada dosis besar, efek toksik dari obat ini, dan
bukan efek abortifacien seharusnya, dapat menyebabkan seorang wanita untuk
keguguran. Pada suatu kesempatan, efek toksik obat menyebabkan kematian
dengan atau tanpa menyebabkan abortus. Kategori pertama dari obat-obat ini
adalah minyak esensial (minyak pennyroyal, minyak rue, cantharides, dan purgatif).
Obat-obat ini tidak memiliki aksi stimulasi langsung terhadap otot uterus, tetapi
mereka bekerja secara tidak langsung dengan menyebabkan kongesti pelvis
bermakna di sekitar uterus, diikuti oleh ekspulsi fetus.
Kategori kedua obat-obat ini adalah ecbolis, yang memiliki efek stimulasi
langsung otot uterus. Contoh dari kategori obat ini adalah ergot, quinine, dan
oksitosin. Quinine pada wanita sehat jarang sekali menyebabkan aborsi. Oksitosin
secara umum digunakan oleh dokter. Pada kasus ergot, karena meraka
memungkinkan menyebabkan aborsi, lebih sering mereka menyebabkan keracunan
ergot, dengan kemungkinan hasil akhir yang fatal. Ketika obat-obat abortifacient ini
mungkin menyebabkan kontraksi otot uterus, mereka tidak merelaksasi atau
mendilatasi kanalis servicalis dan ostium serviks eksterna, yang merupakan langkah
awal yang dibutuhkan untuk mengeluarkan fetus. Karena itu, biasanya, obat-obat
ini tidak menyebabkan aborsi.
Lokal Abortifacient
Metode kedua dari induksi aborsi adalah dengan menggunakan obat
abortifacient lokal. Hal ini meliputi pemberian zat kimia tertentu secara intravaginal
atau dalam servik. Kalium permanganat pada umumnya digunakan. Tablet kalium
permanganat dimasukkan ke dalam servik, menyebabkan ulserasi servik atau fornik
dengan perdarahan. Metode aborsi ini tidak efektif.
579
Instrumentasi
Metode ketiga dan merupakan metode yang paling efektif aborsi ilegal
adalah dengan menggunakan instrumentasi. Prosedur instrumental pasti yang
digunakan tergantung dari apakah orang yang memberikan jasa aborsi adalah
dokter, bidan, perawat, atau orang awam, yang juga dibedakan lagi tergantung
latihan, pengalaman, dan keterampilan mereka. Abortus kriminal dengan
580
Aritmia jantung.
Sepsis.
Emboli udara.
581
Insersi ujung pembilas atau alat suntik melalui servik, dikombinasi dengan
penyuntikkan kuat dan cepat cairan atau pelepasan plasenta dari dinding uterus
secara cepat tampaknya menghasilkan reaksi vagal, dengan aritmia jantung dan
kematian. Sejumlah kematian seperti ini disaksikan oleh kerabat orang yang
meninggal. Pasien meninggal segera setelah insersi alat penyuntik atau tabung
kedalam ostium servikalis dan menyuntikkan cairan.
Sepsis terjadi sekunder karena penggunaan metode induksi aborsi yang
nonsteril. Endometritis korosif yang disebabkan oleh cairan adalah hal yang umum
terjadi. Pada satu kesempatan, cairan sabun atau larutan yang mengandung Lysol
akan memasuki pembuluh darah uterus, menyebabkan anemia hemolitik,
hemoglobinemia, dan nefrosis hemoglobinuria, dengan uremia dan kematian.
Emboli udara dapat terjadi melalui dua cara. Pertama adalah ketika udara
menjadi terperangkap dalam selang karet dan kemudian secara kuat disuntikkan ke
dalam rongga uterus dan merobek pembuluh darah. Kedua, dalam proses
pemisahan membran fetus dari dinding uterus, pembuluh darah ikut robek
sehingga udara dari atmosfir dapat tersedot masuk. Ketika sebagian besar kematian
disebabkan oleh emboli udara terjadi dalam beberapa menit prosedur dilakukan,
pada beberapa kasus, terdapat perlambatan hingga beberapa jam. Satu hipotesis
terjadinya perlambatan ini adalah cairan iritatif yang disuntikkan yang
menyebabkan pemisahan dan robekan tersebut juga menyebabkan kontraksi
uterus yang hebat. Kemudian, setelah uterus berelaksasi, udara dapat masuk ke
dalam sirkulasi.
Metode ketiga dari iduksi aborsi kriminal adalah dengan penggunaan
instrumen sehingga cara ini dinamakan induksi instrumen. Metode aborsi seperti ini
tidak dilakukan oleh diri sendiri, walaupun pada beberapa kesempatan, khususnya
pada perempuan multipara, dapat juga melakukannya dengan menggunakan jarum
rajut dan gantungan baju. Intinya, metode ini adalah variasi dari dilatasi dan
kuretase. Kateter, lembut atau keras, dan instrumen-instrumen lainnya telah
digunakan untuk mendilatasi kanalis servikalis atau paling sedikit memberikan
suatu rongga sehingga kateter dapat memasuki uterus melalui servik. Tampon
582
servikal kemudian diletakkan segera dekat dengan servik untuk menahan kateter
pada tempatnya dan menyerap darah yang dapat mengalir dari servik atau uterus
selama perempuan tersebut dalam perjalanan pulang ke rumah. Setelah
pemasangan tampon, perempuan itu kemudian diminta untuk pulang ke rumah dan
bersiap-siap untuk menghadapi kontraksi uterus yang kuat dan menyakitkan dan
perdarahan pervaginam dalam 24 jam, tetapi tidak lebih dari 48 jam. Hal ini
mengindikasikan telah terjadinya ekspulsi fetus dan plasenta. Jika kateter yang
dimasukkan telah melubangi atau merobek membran fetal, menyebabkan
hilangnya cairan amnion dan kontraksi segera, fetus dan plasenta dapat dikeluarkan
dalam hitungan beberapa jam. Perempuan tersebut diinstruksikan untuk
membuang kateter dan tampon jika ia mengeluarkan darah secara terus menerus
kemudian pergi ke dokter terdekat atau rumah sakit dan menceritakan bahwa
mereka telah mengalami perdarahan vaginal yang hebat. Ia kemudian dapat
mengusahakan bahwa kejadian ini adalah abortus spontan. (Semua orang yang
bekerja di rumah sakit bagian gawat darurat di daerah urban memperhatikan
bahwa terjadi peningkatan jumlah abortus spontan pada Kamis dan Jumat malam.
Hal ini disebabkan karena rawat inap pada kasus-kasus seperti ini hanya untuk tiga
hari saja. Karena itu, perempuan yang mengalami aborsi spontan pada kamis
malam hanya kehilangan satu hari kerja.
Kematian pada instrumentasi disebabkan oleh:
Emboli udara.
Emboli trombotik.
583
Salah satu dari penulis (DD) telah mendapatkan pengalaman otopsi atau
mengawasi otopsi 105 kasus aborsi kriminal di Brooklyn, New York, dari tahun 1960
sampai 1973. Penyebab kematian dari 105 kasus ini adalah:
Emboli udara: 3
Sepsis: 9
584
yang terpapar pada awalnya berwarna merah, kemudian akan mengering, menjadi
merah kecoklatan. Jaringan akan membentuk perubahan warna kemerahan
disebabkan terjadinya hemolisis. Cairan serosanguinus akan berkumpul di dalam
rongga torak dan abdomen. Organ-organ internal kemudian akan mengalami
dekomposisi. Jika bayi dipertahankan selama beberapa hari intrauteri, tulang
tengkorak akan kolaps dan otaknya akan menjadi semi cair.
587
umumnya tampak pada presentasi ubun-ubun kecil belakang dan biasanya luput
diperiksa pada otopsi.
Perdarahan subdural juga dapat terjadi akibat robekan vena-vena
penyebrang (bridging veins) dan, cukup jarang, lipatan dura. Robekan lipatan fura
membutuhkan deformitas kepala yang signifikan. Karena itu, kematian dapat
dihubungkan dengan robekan-robekan ini tanpa hematoma subdural, karena otak
itu sendiri dapat mengalami cedera akibat deformitas.
Pada persalinanyang tidak disaksikan di luar rumah sakit dimana bayi
dibawa dengan fraktur tulang tengkorak, sang ibu dapat menyatakan bahwa cedera
yang terjadi adalah akibat persalinan yang cepat dalam posisi berdiri sehingga
kepala bayi akan jatuh ke tanah setelah lahir. Kebetulan seperti ini dapat saja
terjadi, dalam teori, pada umumnya terjadi pada wanita multipara dengan jalan
lahir yang besar. Klein akan tetapi, merasa bahwa fraktur-fraktur seperti ini jarang
terjadi.31 Ia melaporkan dari 183 kasus partus presipitatus pada wanita dengan
posisi berlutut, duduk, atau berdiri dengan bayi yang terjatuh ke tanah. Hanya satu
anak yang meninggal dan tidak ada kasus yang mengalami fraktur tulang tengkorak
yang dideteksi secara eksternal. Harus tetap diingat bahwa ketika bayi dilahirkan,
tali pusat masih menempel. Tali pusat (rata-rata panjangnya 20 inci) akan
cenderung menarik bayi, karena itulah mencegah kepala menyentuh tanah dengan
kekuatan penuh.
Intoksikasi Air
Kematian yang disebabkan oleh intoksikasi air jarang terjadi. Sebagian besar
kejadian ini yang ditemukan oleh ahli patologi forensik adalah pada pasien-pasien
psikotik yang, oleh karena sebab tertentu, minum air dalam kuantitas yang besar. 32
Kematian juga telah ditemukan pada individu-individu di penjara dalam rangka
kontes minum air. Pada individu yang dirawat di rumah sakit, pemberian cairan
intravena dalam jumlah yang banyak tanpa pemberian elektrolit juga akan
menyebabkan intoksikasi air. Apapun etiologi dari intoksikasi air, kematian
588
Cairan Vitreus
Setelah darah, jaringan yang paling penting untuk pemeriksaan toksikologis
adalah cairan vitreus. Pada beberapa alasan, cairan vitreus memiliki kelebihan
dibandingkan darah adalah karena, sifat aseluler dan isolasi yang relatif, tidak
rentan terhadap perubahan biokimia dan kontaminasi. Karena itu, penelitian
elektrolit yang valid dapat dilakukan pada cairan vitreus yang tidak dapat dilakukan
pada darah. Pada kasus obat-obat tertentu, seperti alkohol, cairan vitreus dapat
memberikan gambaran konsentrasinya 1-2 jam sebelum kematian. Tidak seperti
cairan spinal, cairan vitreus lebih mudah didapat.
589
lemak
berap
pada
hati
atau
sirosis
mikronoduler.
Coe
mendeskripsikan enam kasus deplesi garam yang mencolok. Pada satu kasus,
natrium 106 meq/L; klorida 87 meq/L, dan kalium 6,2 meq/L akibat penggunaan
diuretik yang lama.35 Gambaran yang sama akan sindroma rendah garam dapat
disebabkan oleh overhidrasi, atau intoksikasi air. Pada kasus fatal intoksikasi air
yang ditemukan oleh salah satu penulis, natrium cairan vitreus 115 meq/L, klorida
105 meq/L, dan kalium 7,6 meq/L.32 Pada individu yang mengalami dehidrasi,
natrium akan lebih besar dari 155 meq/L, klorida lebih tinggi dari 135 meq/L. dan
urea lebih tinggi dari 40 mg/L. Pada uremia, natrium dan klorida pada umumnya
dalam batas normal, dengan urea cairan vitreus biasanya lebih tinggi dari 150
mg/dL.35
590
Penurunnya
cukup
gradual
untuk
memperkenankan
diagnosis
591
592
trisiklik dan metabolitnya telah dapat diidentifikasi dalam cairan vitreus. Kadar
obat-obat dan metabolitnya dalam cairan vitreus dapat digunakan dalam
hubungannya dengan kadar darah untuk mendapatkan penilaian cara kematian,
karena, sama seperti alkohol, kadarnya adalah cerminan kadar dalam darah satu
jam sampai dua jam sebelum kematian. Karena itu, seseorang dapat mengevaluasi
dengan lebih baik status bagaimana cara penggunaan obat, apakah akibat
pemakaian overdosis, overdosis akut dengan bertahan hidup lebih lama, atau
pengguna kronik.
Gangguan Elektrolit
Kematian akibat ketidakseimbangan elektrolit telah ditemukan oleh ahli
patologi forensik secara umum mengikutsertakan infeksi gastrointestinal pada bayi,
overdosis antidiuretik atau pil kalium klorida, intoksikasi air, dan usaha muntah
buatan berulang-ulang. Sudah jelas bahwa ketidakseimbangan elektrolit akan
muncul dalam banyak kasus pemeriksaan lainnya, tetapi mereka biasanya terjadi
akibat faktor sekunder dalam kematian, sedangkan, pada kasus-kasus yang sudah
disebutkan sebelumnya, terdapat mekanisme primer kematian.
Diagnosis postmortem kematian yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
elektrolit tergantung daripada analisis cairan vitreus akan natrium, klorida, dan
nitrogen urea. Dengan asumsi fungsi ginjal yang normal, seseorang dapat
mengharapkan peningkatan kadar natrium, klorida, nitrogen urea dan kreatini pada
cairan vitreus. Dengan asupan atau administrasi cairan dalam kuantitas yang besar
abnormal, dapat diharapkan terjadi penurunan kadar natrium dan klorida
bermakna. Penulis telah menyaksikan beberapa kasus yang disebabkan oleh
intoksikasi air dan beberapa yang disebabkan karena muntah disengaja berulangulang. Pada kedua kelompok, individu-individunya pada sebagian besar, psikotik.
Pada anak muda, infeksi gastrointestinal dapat menyebabkan muntah-muntah
hebat atau diare yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan
kematian dalam beberapa jam.
593
Jarang sekali, kematian disebabkan karena asupan kalium klorida atau obat
diuretik berlebihan. Overdosis pada keadaan ini mungkin disebabkan karena usaha
bunuh diri atau kecelakaan. Jelas, asupan pil kalium klorida dalam jumlah besar
dapat
menyebabkan
hiperkalemia,
sedangkan,
diuretik
berlebihan
akan
menyebabkan hipokalemia. Pada kedua keadaan, kadar kalium darah berada dalam
tingkat abnormal menyebabkan aritmia jantung dan kematian. Pada saat otopsi,
tidak dapat ditemukan bukti-bukti yang spesifik. Tidak beruntung bahwa diagnosis
kematian yang disebabkan oleh hiper atau hipokalemia pada beberapa keadaan
dapat ditegakkan hanya dengan dasar riwayat saja. Kadar kalium darah postmortem
tidak dapat dipakai untuk inteprestasi disebabkan karena degradasi sel. Kadar
kalium dalam cairan vitreus hanya dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya
hipokalemia. Ketidakberuntungan juga, penulis hampir tidak pernah melihat kadar
kalium yang rendah pada cairan vitreus, walaupun pada kasus dimana individu
mendapatkan asupan diuretik yang besar. Hal ini disebabkan karena hampir segera
setelah kematian, sel-sel mulai hancur dan melepaskan kalium. Hal ini
menyebabkan peningkatan kadar kalium dalam darah maupun cairan vitreus. Oleh
karena itu, dengan kadar kalium yang rendah dapat cairan vitreus sebelum mati,
kecuali jika cairan vitreus diambil segera setelah kematian, pelepasan kalium dapat
mengembalikan individu yang hipokalemik menjadi normal atau meningkat.
Cedera Ledakan
Cedera akibat ledakan dapat terjadi baik akibat pemaparan tunggal
gelombang tekanan berenergi tinggi atau paparan berulang tingkat impuls yang
lebih rendah. Cedera secara primer terjadi pada telinga tengah, paru-paru, dan
traktus gastrointestinal. Kematian pada umumnya disebabkan oleh emboli udara.
Paru-paru akan mengalami perdarahan dan edematosa. Seringkali juga terjadi
pneumotorak atau hemotorak.
594
Kematian Intraoperatif
Kematian sewaktu prosedur diagnostik atau terpeutik dapat dipisahkan
menjadi beberapa kategori berdasarkan etiologinya. Pertama adalah kematian yang
tidak berhubungan dengan prosedur yang dilakukan, tetapi disebabkan oleh
penyakit yang mendasari prosedur itu dilakukan. Sebagai contoh kelompok ini
adalah kateterisasi jantung pada orang yang mengalami nyeri dada. Ketika
dilakukan angiografi jantung, pasien mengalami aritmia yang fatal dan kemudian
meninggal. Secara pembedahan, kasus-kasus seperti ini seringkali terjadi selama
pembedahan pintas. Individu tersebut dipasangkan dengan pompa jantung pintas
dan kemudian pembedahan dilakukan, namun, denyut jantung pasien tidak kembali
ketika pompa dilepaskan.
Kategori kedua adalah yang berhubungan dengan anestesi, apakah itu lokal
maupun umum. Sebagian besar kematian yang berhubungan dengan anestesi
disebabkan karena kesalahan manusia, dengan permasalahan yang paling umum
berhubungan dengan ventilasi. Kematian selama operasi dapat disebabkan akibat
kesalah kecil seperti memasukkan selang intubasi kedalam esofagus. Dapat juga
terjadi ekstubasi yang tidak disadari, terputus dari ventilator, atau ventilasi yang
tidak mencukupi. Dapat juga terjadi reaksi alergi terhadap agen anestesi (jarang)
atau kontaminasi gas yang diberikan. Pada beberapa keadaan, karena terjadi
pencampuran dari tabung gas, gas yang salah telah diberikan. Pasien mengalami
hipertemia maligna.38 Hal ini berhubungan dengan anestesi terhalogenisasi dan
suksinilkolin. Individu biasanya memiliki predisposisi genetik, tetapi kondisi ini tidak
terjadi setiap kali anestesi diberikan. Awal mula munculnya tanda dapat tidak
diketahui (insidious) atau fulminan, dengan peningkatan cepat temperatur tubuh,
takikardia, aritmia dan rigiditas otot skeletal. Pasien mungkin kemudian mengalami
koagulopati intravaskular diseminasi, kelainan elektrolit khususnya hiperkalemia
dan rhabdomiolisis. Kematian akibat anestesi lokal telah dibahas pada bagian lain.
Kematian dapat disebabkan akibat pemberian obat-obatan yang salah atau
obat yang benar namun salah dosisnya. Hal ini hampir selalu terlewatkan kecuali
dilakukan pemeriksaan toksikologi. Dapat terjadi reaksi alergi terhadap zat pewarna
595
yang diberikan. Walaupun dengan kehati-hatian seperti saat ini, beberapa kali
golongan darah yang salah diberikan pada pasien, menyebabkan reaksi transfusi.
Kematian dapat juga disebabkan oleh gangguan mekanis organ vital. Dapat
terjadi perforasi arteri koroner sewaktu angioplasti atau angiografi, atau perforasi
yang tidak diketahui pada uterus sewaktu kuretase. Pada individu dengan
perlekatan perikardial ekstensif, prosedur yang mengikutsertakan pebelahan
sternum di bagian tengah seringkali menyebabkan perforasi jantung. Jumlah
kematian yang signifikan telah terjadi selama kateterisasi pembuluh darah. 39
Kateter telah merobek vena kava, atrium kiri dan ventrikel, dan arteri pulmonalis.
Penulis telah menyaksikan alimentasi intravena dimana selangnya telah secara
tidak sengaja masuk kedalam rongga pleura.
Gangguan
mekanik
pembuluh
darah
selama
pembedahan
dapat
menyebabkan masukknya udara ke dalam sistem vaskuler. Hal ini terjadi paling
umum selama laminektomi dan prosedur sistem saraf pusat. 40,41
Referensi
1. Mittleman MA and Siscovic KDS, Physical exertion as a trigger of myocardial
infarction and sudden cardiac death. Cardiology Clinics. 1996; 14(2): 263-70.
2. Wolthus RA et al., The response of healthy men to treadmill exercise.
Circulation. 1977; 55:153.
3. Dimsdale JE, et al., Post exercise peril: Plasma catecholamine and exercise.
JAMA. 1984; 252:630-632.
4. Young DB, et al., Potassium and catecholamine concentrations in the immediate
post exercise period. Am J Med Sci,1992; 304(3): 150-153.
5. Lindinger M, Potassium regulation during exercise and recovery in humans:
Implications for skeletal and cardiac muscle. J Mol Cell Cardiol. 1995; 27:10111022.
6. Brodsky MA, et al., Ventricular tachyarrhythmia associated with psychological
stress: Role of the sympathetic nervous system. JAMA. 1987; 257:2064-2067.
596
7. Guyton AC and Hall JE, Textbook of Medical Physiology. 10th ed. WB Saunders
Co. Philadelphia, 2000.
8. Frommel D, et al., Voluntary total fasting: a challenge for the medical
community, Lancet, 1984; 1:1451-29.
9. Keys A, et al., The Biology of Human Starvation. University of Minnesota Press,
1950. 10.
10. Leiter LA and Marlis EB, Survival during fasting may depend on fat as well as
protein stores. JAMA. 1982; 248:2306-2307.
11. Simpson K, Exposure to cold/starvation and neglect, in Simpson K (Ed): Modern
Trends in Forensic Medicine. St Louis, Mo, CV Mosby Co, 1953.
12. Winick M (Ed), Hunger Disease: Studies by the Jewish Physicians in the Warsaw
Ghetto. New York, John Wiley & Sons, 1979.
13. Prahlow JA and Barnard JJ, Fatal anaphylaxis caused by fire ant stings. Am J
Forens Med & Path. 1998; 19(2):137-142.
14. Delage C and Irey NS, Anaphylactic deaths: A clinicopathologic study of 43 cases.
J Forens Sci. 1972; 17:525-540.
15. Pumphrey RSH and Roberts IS, Postmortem findings after fatal anaphylactic
reactions. J. Clin Path. 2000; 53(4):273-276.
16. Schwartz HJ, et al., Studies in stinging insect hypersensitivity: Postmortem
demonstration of antivenom IgE antibody and possible sting-related sudden
death. Am J Clin Pathol 1986; 85:607610.
17. Murphy JC et al., Ocular irritancy responses to various pHs of acid and bases
with/without irrigation, Toxicology 1982; 23:281-291.
18. Christie A, An Overdose of Death, 1940.
19. Coplans MP and Curson I, Deaths associated with dentistry. Br Dental J 1982;
153:357-362.
20. Naguib M, et al., Adverse effects and drug interactions associated with local and
regional anaesthesia. Drug Safety 1998; 18(4):221-250.
21. Chen AH, Toxicity and allergy to local anesthesia. CDA Journal 1998; 26(9):683692.
597
598
599
21
Kematian
Pada Rumah Perawatan
Overdosis Obat
600
hal
yang
jarang
staff
dari
rumah
perawatan
cenderung
Pembunuhan
Pelaku-pelaku pembunuhan dapat seorang staff rumah perawatan,
anggota keluarga yang berkunjung, atau teman dari pasien. Pada dua kasus yang
terjadi, pasien dipukuli oleh kawannya yang mengalami penyakit Alzheimer. Senjata
yang digunaklan adalah tongkat dan bagian dari kursi roda.
Bunuh Diri
Hal ini sangat jarang terjadi. Lebih sering suami atau istri pasien dengan
penyakit fatal atau kronis yang dating, membunuh pasien, dan kemudian
membunuh dirinya sendiri.
601
Tanda-tanda kelalaian
Tanda-tanda kelalaian, antara lain :
Kontraktur
Malnutrisi
Dehidrasi
Ulkus dekubitus
dan hilangnya berat badan yang berat. Pencatatan dari pelaksanaan pemeliharaan
selalu dilakukan dengan hati-hati. Pencatatan akan menunjukkan sikap tubuh
pasien diubah setiap 2 jam, namun ulkus dekubitus tetap berkembang, dimana
mereka memakan semua makanannya namun tetap kehilangan berat badan.
Medikasi selalu diberikan, bahkan ketika itu terlambat dimana tidak memberikan
makna. Pada beberapa keadaan, pelayanan dicatat bahwa telah diberikan bahkan
setelah pasien itu meninggal.
Kontraktur
Kontraktur adalah keadaan abnormal, sering permanent, kondisi yang
dikarakteristikan dengan fleksi dan fiksasi dari anggota tubuh pada sendi.
Kontraktur meninggalkan sendi pada posisi yang tidak berfungsi, resisten pada
penarikan. Kelainan ini disebabkan oleh atrofi dan pemendekan serabut otot yang
abnormal. Penyebab utamanya adalah karena tidak digunakan. Tidur dalam jangka
panjang, bahkan pada seseorang yang normal, menyebabkan massa otot
berkurang karena penggunaannya yang jarang. Otot-otot menjadi lemah, atrofi,
berubah bentuk, dan pemendekan dengan tidak digunakannya. Diameter dan
jumlah sel-sel otot menjadi berkurang. Akhirnya, otot tadi akan digantikan dengan
jaringan ikat fibrosa, berubah menjadi fibrosis dan menjadi kontraktur.
Kontraktur tampak pada pasien-pasien NH dengan gangguan sensorik
yang membatasi tidur. Pada pasien sebaiknya perawat memberikan olahraga
dengan gerakan bergeser secara pasif setiap hari dengan dasar untuk mencegah
kontraktur. Seringkali, hal tadi tidak dilakukan sehingga menyebabkan terjadinya
kontraktur. Berkembangnya kontraktur menandakan bahwa perhatian yang sedikit
dari perawatan, sebagai contoh seseorang yang tidak memperoleh latihan sendi
yang tepat. Kira-kira 20 % pasien yang berada pada rumah perawatan di seluruh
negara mengalami kontraktur.
603
Malnutrisi
Malnutrisi
bermanifestasi
sebagai
deficit,
kelebihan,
atau
mengalami
Kondisi yang disebabkan penyakit kronis yang membuat sulit makan. Contoh
: paralysis yang disebabkan oleh stroke.
604
605
Dehidrasi
Dehidrasi sangat sering pada pasien-pasien rumah perawatan. Hal ini
disebabkan oleh penyakit (diare, demam, infeksi), efek dari pengobatan
(Cth.diuretik), dan penurunan asupan cairan. Ketika pekerja tidak memonitor
asupan cairan dan menyediakan kebutuhan cairan tambahan jika diperlukan, maka
terjadi dehidrasi.
Ulkus Dekubitus
Ulkus dekubitus (luka akibat tekanan) dapat dicegah, hal ini tidak
diperlukan dan sebaiknya tidak pernah terjadi. Faktor predisposisi dari ulkus
dekubitus, antara lain :
Malnutrisi
606
kehilangan oksigen pada area ini dan penumpukan hasil akhir metabolik. Jika hal ini
terus berlanjut sampai lebih dari 2 jam, maka akan terjadi kerusakan jaringan yang
ireversibel. Ketidakmampuan dalam mengganti ke sisi tubuh yang lain karena
penekanan
terhadap
sensoris
dan
fungsi
motorik
atau
ketidaksadaran
predisposisi
utama
berkembangnya
ulkus
dekubitus.
Kelembaban
607
Stadium 1
Lesi awal tampak mengikuti kompresi pada kulit dan jaringan
hyperemia reaktif (Kemerahan kulit). Kemerahan disebabkan oleh peningkatan
aliran darah secara tiba-tiba pada daerah yang mengalami tekanan, setelah
menghilangkan tekanan yang menekan. Jika disana tidak ada kerusakan jaringan,
kemerahan akan hilang dalam waktu kurang dari 1 jam. Jika tekanan cukup lama
untuk menyebabkan iskemia namun bukan edera yang ireversibel, dan akan
ditemukan hyperemia reaktif, yang dapat berlangsung selama beberapa jam. Jika
tekanan dipertahankan cukup lamasalah satunya memiliki ulkus dekubitus stadium
satu yang bermanifestasi sebagai eritemia yang bertahan selama 24 jam, tak hilang
dengan tekanan, dan menunjukkan indurasi dari jaringan yang disebabkan oleh
karena edema. Lesi ini dapat terjadi dalam keadaan beberapa jam. Menurut
pendapat kami, ketika ulkus dekubitus stadium 1 merupakan indikasi dari masalah
potensial, mereka tidak memasukkan dirinya sebagai indikasi kelalaian. Mereka
sudah dapat dirawat dan tidak berlanjut.
Stadium 2
Tingkat ini adalah beratnya dari lepuh menuju ulserasi dari kulit. Lesi
ini dapat mengenai kulit tebal yang utuh tapi tidak memasuki lemak subkutan. Lesi
ini merupakan zona abu-abu sebagai indikasi dari kelalaian. Kelaian sebenernya
tidak boleh terjadi. Lesi ini dapat diterapi.
Stadium 3
Pada keadaan ini
melalui kulit dan lemak subkutis dia atas fascia. Biasanya merusak kulit. Dasar dari
ulkus biasanya nekrosis, bau yang tidak sedap dan terinfeksi.
608
Stadium 4
Disini ulkus masuk ke bawah melalui fascia menuju otot, seringkali
menuju tulang. Osteomielitis dapat terjadi (Gb.21.1). Ulkus pada stadium 3 dan 4,
menurut pendapat kami, mengindikasikan perawatan rumah yang kurang dan
terlalaikan. Pencegahan menyangkut dasar dari teknik perawatan. Di tempat tidur,
pasien seharusnya diubah posisi tidurnya setiap 2 jam, di kursi roda, maka setiap
jam. Nutrisi dan hidrasi yang adekuat harus diberikan. Kulit harus dijaga tetap
kering dengan mencegah pasien berbaring di urine dan feses mereka. Bagian atas
dari tempat tidur jangan terlalu dinaikan dimana pasien akan merosot, dan jika
perlu bantal tambahan diatas penonjolan tulang dapat diberikan. Jika ulkus
terbentuk, dokter harus mengetahuinya dengan segera. Insiden dari ulkus
dekubitus pada seseorang di perawatan rumah bervariasi adri studi ke studi.
Perkiraan konservatif adalah 78%. Tsokos et al. menyampaikan studi prospektif
pada 10.222 mayat yang mengalami kremasi di Hamburg. Jerman, dari berbagai
macam sumber termasuk rumah-rumah perawatan, rumah sakit, dan Tempat
tinggal pribadi. Ulkus dekubitus diobservasi pada 11,2 % orang. Distribusi dari ulkus
dekubitus melalui tingkatan yaitu Stadium 16.1%; Stadium 23%; Stadium 31.1%
dan stadium 40.9%. Ulkus stadium 3 dan 4 ditemukan terutama pada
sacrum (69.6%). Sebanyak 73 % dari seluruh stadium 4 tampak pada orang berusia
80 tahun dan bahkan lebih tua. Untuk stadium 4, tempat meninggalnya :
36.2%: Rumah jompo atau Rumah perawatan senior citizen or nursing home
Tempat dimana ulkus itu berkembang adalah tidak sama dengan tempat
mereka meninggal.
609
610
Semakin berat lesinya, semakin banyak kehilangannya. Luka terbuka ini selalu
menjadi
tempat
perkembangbiakan
bakteri.
Infeksi
yang
terjadi
dapat
menyebabkan septikemia. Insiden yang tepat pada komplikasi ini tidak diketahui,
karena banyak dokter gagal untuk menyimpulkan sumber penyebab dari septikemia
fatal pada pasien ini.
kecenderungan untuk tidak menulis kematian dari pasien rumah perawatan tidak
dapat dielakkan. Beberapa individu dan institusi memperdebatkan hal itu, oleh
karena kondisi pasien (contohnya mereka terbaring di tempat tidur, tidak meiliki
kontrol terhadap ususnya, dan tidak dapat memberi makan dirinya sendiri), dan
kemudian diharapkan bahwa mereka akan mengalami kekurangan nutrisi dan akan
menjadi kontraktur dan ulkus dekubitus. Ada 2 buah masalah dengan pendapat ini.
Yang pertama, jika seseorang yang sama dipindahkan ke institusi lainnya dimana
disana diberikan perawatan yang baik dimana ulkus dekubitus akan sembuh;
Pasien-pasien dapat meningkatkan berat badan dan kesehatan seluruhnya akan
meningkat. Kedua, bayi terus berbaring di tempat tidur, tidak memiliki kontrol pada
ususnyadan tidak dapat makan sendiri. Jika pengasuh membuat anak itu menjadi
lapar, meninggalkannya dengan urin dan feses dimana dapat terbentuk luka dan
infeksi, pengasuh harus ditahan; dituduh melakukan kekerasan pada anak-anak,
dan dimasukkan ke dalam penjara. Kematian dalam lingkup yang tadi akan dikenai
pasal pembunuhan.
611
612
terhadap tubuh mereka. Apabila seseorang mencoba kabur dari alat itu, maka
mereka akan mengalami bahaya terjepit ikatan atau asfiksia traumatik atau posisi.
Miles dan Irvine melihat kembali 122
Kematian yang disebabkan oleh ikatan sabuk dan tali pengikat, dimana
85 % terjadi pada rumah perawatan. Dihalangi di tempat tidur 58 % dan di tempat
tidur sebanyak 42 %. Secara khas, ada riwayat terselip kebawah atau mencoba
meloloskan diri dari ikatan. Korban biasanya ditinggalkan sendiri dengan ikatan tali
atau sabuk. Korban terselip dari tempat tidur atau kursi, dengan ikatan yang yang
menjepit pada dada, atau yang agak jarang yaitu bertempat dibawah pipi.
Sayangnya mereka tidak cukup jauh terpeleset untuk menggapai pegangan. Jika
ikatan terdapat di bawah leher, maka akan tercekik. Apabila ikatan berhenti di
dada, berat ikatannya akan mengurangi pergerakan dada, menyebabkan asfiksia
traumatik.
Referensi
1. Long S, Death Without Dignity, Texas Monthly Press, Austin TX 1987.
2. State of Hawaii v. Bermissa, 2000.
3. State of Texas vs. Jo Ann Maddox, 1999.
4. Burger SG, Kayser-Jones J and Bell JP, Malnutrition and dehydration in nursing
homes: Key issues in prevention and treatment. June 2000. Research supported
by
the
Commonwealth
Fund.
http://www.cmwf.org/programs/elders/burger_mal_386.asp.
5. Neale G, Diet and disease. In Tomlinson S, Heagerty AM and Weetman AP (Eds).
Mechanisms of Disease. Cambridge University Press Cambridge, UK1997.
6. Tsokos M, Heinemann A, and Puschel K, Pressure sores: epidemiology,
medicolegal implications and forensic argumentation concerning causality. Int J
Legal Med, 2000 113:283-287.
7. Todd JF, Ruhl CE and Gross TP, Injury and death associated with hospital bed
side-rails: Reports to the U.S. Food and Drug Administration from 1985 to 1995.
Am J Pub Hlth, 1997; 87(10):1675-1677.
613
8. Parker K and Miles SH, Deaths caused by bed rails. J Am Geriatrics Soc. 1997;
45(7):797-802.
9. Di Maio VJ, Dana SE, and Bux RC, Deaths caused by restraint vests. JAMA 1986;
255:905.
10. Miles SH and Irvine P, Deaths cause by physical restraints. Gerontologist. 1992;
32:762-766.
614
22
615
badan, walaupun tidak ada cedera yang tampak. Belum boleh ditegakkan penyebab
kematian sampai seluruh pemeriksaan diselesaikan.
Delirium Tereksitasi
Penampilan umum pada kematian seperti ini adalah individu yang
mengalami delirium tereksitasi. Mereka mengalami kebingungan, irasional,
hiperaktif, dan biasanya menggunakan kekerasan. Pada usaha untuk menahan
mereka untuk tidak mencederai diri sendiri atau orang lain, biasanya terjadi
perlawanan yang sengit. Segera setelah perlawanan terhenti, individu tersebut
secara mendadak menjadi tidak responsif, terjadi gangguan kardiopulmoner, dan
tidak dapat merepons resusitasi kardiopulmoner. Pada kasus-kasus yang
melibatkan polisi, individu-individu biasanya tidak memiliki respons setelah diborgol
dan ditempatkan di tanah. Pada beberapa keadaan, hal ini terjadi setelah mereka
dipindahkan ke penjara atau rumah sakit. Pada otopsi, tidak ditemukan penyebab
anatomis kematian, walaupun terdapat cedera ringan, contohnya abrasi. Pada
kasus-kasus yang melibatkan polisi, tes toksikologik biasanya akan memunculkan
obat-obatan seperti kokain atau metamfetamin. Kokain atau stimulan lainnya
dipikirkan sebagai penyebab delirium tereksitasi. Penulis ingin menekankan bahwa
terjadinya penurunan respons dan berkembangnya gangguan kardiopulmoner
seringkali terjadi setelah perlawanan telah berakhir.
Pelepasan Katekolamin
Pada kasus-kasus seperti yang telah dijelaskan, sebagian besar kematian
disebabkan oleh efek kombinasi akibat fisiologis aktivitas fisik yang keras dan efek
obat. Selama latihan dengan intensitas tinggi, seperti perkelahian, terjadi pelepasan
katekolamin (norepinefrin dan epinefrin) dari kelenjal adrenal ke dalam sirkulasi.
Efek dari subtansi itu adalah meningkatkan laju dan kekuatan kontraksi jantung,
kecepatan konduksi dan tekanan darah. Hal ini menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen jantung. Tingkat katekolamin tertinggi dapat tercapai tidak
616
ketika melakukan aktivitas fisik (pada kasus ini perlawanan) tetapi sekitar 3 menit
setelah penghentian aktivitas.1,2
Kalium
Selama perkelahian, tidak hanya tingkat katekolamin yang meningkat
dalam darah tetapi juga konsentrasi kalium darah.2,4 Peningkatannya dapat
sebanyak 5 mEq/L atau lebih pada beberapa individu.4 Setelah penghentian latihan,
terjadi penurunan cepat kalium darah ke dalam konsentrasi yang mendekati 2
mEq/L.3-5 Lima menit setelah penghentian latihan fisik, tingkat kalium dapat lebih
rendah dibandingkan sewaktu istirahat. Terjadi hipokelemia yang dipertahankan
selama 90 menit atau lebih.3,5 Konsentrasi ekstrim kalium ini dapat menyebabkan
efek aritmogenik jantung. Efek aritmogenik dari hiperkalemia, akan tetapi,
dinetralisasi oleh efek kardioprotektif peningkatan katekolamin.6 Oleh karena itu,
waktu yang berbahaya terjadinya aritmia adalah setelah penghentian aktivitas fisik,
ketika konsentrasi katekolamin darah berlanjut meningkat ketika konsentrasi
kalium jatuh secara dramatis menjadi tingkat hipokelemia. Periode ini telah dirujuk
oleh Dimsdale et al. sebagai bahaya pasca-latihan, dimana terdapat resiko aritmia
jantung selama periode ini.1
efektor jantung. Oleh karena itu, baik epinefrin dan norepinefrin bereaksi dengan
reseptor beta-1 dengan akibat resultan peningkatan laju jantung, kontraktilitas, dan
kecepatan konduksi. Arteri koroner memiliki reseptor beta-1 dan reseptor alfa-1
dengan banyak sekali reseptor beta-2 pada dindingnya. Norepinefrin hanya
berinteraksi dengan reseptor alfa-1 menyebabkan vasokonstriksi, karena ini
menurunkan jumlah darah teroksigenisasi yang disediakan ke dalam miokardium
oleh arteri koroner. Karena itu, obat-obat apapun yang menyebabkan peningkatan
paparan reseptor terhadap norepinefrin memberian predisposisi konstriksi arteri
koroner pada saat jantung membutuhkan lebih bukan kurang oksigen. Pada saat
yang sama pada saat perubahan konsentrasi katekolamin terjadi, perubahan kalium
darah yang telah disebutkan juga terjadi.
Kerja Obat
Setelah penghentian perlawanan yang sengit, tingkat katekolamin tetap
meningkat selama sekitar tiga menin, sedangkan tingkat kalium menurun
dramatis.1-5 Kedua faktor ini memberikan predisposisi terhadap perkembangan
sebuah aritmia. Hal ini adalah bahaya pasca-latihan yang dideskripsikan oleh
Dimsdal.1 Stimulan seperti kokain dan metamfetamin dapat menyebabkan delirium
tereksitasi. Jika seorang individu telah menggunakan amfetamin, kokain, atau
stimulan lainnya, efek fisiologis perlawanannya dapat dilipatgandakan oleh obatobatnya sehingga aritmia fatal dapat lebih mudah terjadi. Kokain memiliki efek
ganda. Efek ini disebabkan oleh peningkatan pelepasan katekolamin dari kelenjar
adrenal dan menghambat ambilan kembali norepinefrin. Kerja obat yang
disebutkan terakhir menyebabkan norepinefrin terakumulasi pada jembatan
neuroefektor, meningkatkan efeknya. Oleh karena efek kerja ini, kokain berkerja
pada reseptor beta-1 untuk meningkatkan laju jantung, kekuatan kontraksi dan
kecepatan konduksi, sedangkan, pada saat yang sama, bekerja pada reseptor alfa
pada arteri koroner untuk menyebabkan kontraksi, mengurangi perfusi miokardial.
Oleh karena itu, ketika miokardium membutuhkan peningkatan jumlah oksigen,
akibat stimulasi reseptor beta-1, jumlah darah yang memberikan perfusi
618
miokardium dikurangi oleh kontriksi arteri koroner. Amfetamin memiliki efek yang
sama seperti kokain, tetapi bukan menghambat ambilan kembali norepinefrin,
melainkan menyebabkan pelepasan norepinefrin dari jaras simpatis.
Alkohol
Kematian mendadak individu dengan riwayat penyalahgunaan alkohol
dan orang yang menggunakan alkohol dapat terjadi selama melakukan perlawanan.
Alkohol adalah penyebab yang dikenal sebagai penyebab berbagai aritmia atrial dan
ventrikuler.7-9 Sebagai tambahan, pada alkoholik kronis telah ditemukan memiliki
interval QT yang memanjang yang dapat dihubungkan dengan kematian mendadak,
seperti juga peningkatan konsentrasi norepinefrin.10-12 Semua predisposisi aritmia
dapat mengagregasi pelepasan katekolamin selama perlawanan sengit. Oleh karena
itu, jika jantung telah memiliki predisposisi mengalami aritmia fatal akibat kerja
alkohol, kemudian pada keadaan seperti itu, kondisi seperti perlawanan sengit akan
melepaskan katekolamin yang dapat menyebabkan aritmia fatal.
Penyakit Mental Endogen: Episode Psikotik Akut
Delirium tereksitasi dapat juga terjadi pada ketidakberaadaan obatobatan stimulan seperti kokain, amfetamin, metamfetamin atau alkohol pada
indiidu dengan penyakit mental endogen. Secara klinis, hal ini biasanya dipikirkan
sebagai episode psikotik akut dan cenderung terjadi pada individu-individu dengan
skizofrenia, gangguan skizoafektif atau gangguan waham. Epsiode psikotik akut
terjadi dapat terjadi di luar maupun di dalam fasilitas mental. Episode ini dapat
terjadi akibat penghentian mendikasi atau perkembangan toleransi medikasi. Jika
eposodenya terjadi di luar fasilitas kesehatan mental, polisi biasanya dipanggil
untuk mengatasi orang itu; jika di dalam fasilitas mental, perawat atau personel
pendukung. Kematian mendadak dapat disebabkan oleh efek fisiologis katekolamin
dan hipokalemia setelah perlawanan atau kombinasi efek ini dan efek medikasi
yang digunakan pasien. Banyak pasien, pada saat ini, berada dalam pengobatan,
dimana beberapa memiliki potensi kardiotoksik. Antidepresan trisiklik, seperti
619
kokain, menghambat ambilan kembali norepinefrin. Kerja dari obat ini dapat
memberikan predisposisi pada individu terhadap aritmia jantung.
621
ditaruh dengan wajah menghadap bawah pada tanah, pergelangan tangan dan kaki
diikat ke belakang dan keduanya diikat menggunakan tali atau kawat. Tipe
pengekangan seperti ini kemudian tidak digunakan lagi karena telah ditegakkan
bahwa posisi hogtie dapat menyebabkan kematian mendadak. Terdapat banyak
tuntutan sipil yang diajukan dalam hal tahanan yang meninggal ketika dikekang
secara hogtie. Telah diduga bahwa mengamankan seserang dalam posisi hogtie
dapat menyebabkan gagal napas hipoventilasi, contohnya asfiksia posisional.
Penelitian oleh Chan dkk. menolak dugaan ini.14 Pada eksperimen yang
mendemonstrasikan akitivitas fisik dengan intensitas tinggi diikuti dengan
pengekangan hogtie, Chan dkk mendemonstrasikan bahwa, ketika terjadi gangguan
aktivitas respirasi, hal itu tidak menyebabkan perubahan yang relevan dengan
klinis pada oksigenisasi atau ventilasi. Eisele dkk. melanjutkan penelitian ini,
dengan penambahan beban seberat 25 dan 50 pon antara tulang belikat dengan
subjek pada posisi tengkurap dan diposisikan hogtie untuk menyimulasikan
seorang individu yang menekan ke bawah punggung seseorang yang dihogtie. Tes
ini menunjukkan tidak terdapat efek signifikan terhaap saturasi oksigen dalam
darah.15
Ketika secara virtual seluruh kematian pada delirium manik adalah
kemungkinan disebabkan oleh reaksi fisiologis terhadap perlawanan sengit (dengan
atau tanpa interaksi dengan obat-obatan), pada beberapa kasus, asfiksia posisional
dapat memiliki peran terhadap kematian. Karena itu, jika seseorang diposisikan
hogtie dan diletakkan di belakang kendaraan sehingga bagian perut menyentuh
benjolan transmisi, sebuah argumen yang beralasan akan terjadinya asfiksia
posisional dapat ditegakkan. Terjadi juga permasalahan pada individu yang sangat
obese. Terdapat potensi terjadi asfiksia posisional jika posisi hogtie digunakan
dengan wajah menghadap ke bawah. Pada kedua situasi, penekanan pada
abdomen dapat menggangu komponen abdomen pada respirasi juga menyebabkan
diafragma tertekan ke atas, mengurangi kapasitas pernapasan.
622
Sertifikasi Kematian
Pada kasus-kasus yang telah disebutkan di atas, penulis menyarankan
dua cara untuk memberikan sertifikasi kematian. Pertama-tama adalah menulis
penyebab kematian adalah delirium tereksitasi dan kemudian daftarkan
perlawanan, intoksikasi kokain, dan lain-lain, sebagai kasus yang mendukung. Cara
kedua adalah dengan menuliskan penyebab kematian dalam penulisan deskriptif
seperti gangguan kardiopulmoner selama perlawanan sengit pada individu di
bawah pengaruh kokain, alkohol, dan lain-lain. Pada individu dengan psikosis,
sertifikasi kematian dituliskan sebagai penyebab pendukung atau dituliskan pada
diagnosis deskriptif.
Kesulitan lebih besar pada penulisan cara kematian. Karena efek dari
perlawanan yang sengit, seseoranga tidak dapat mengklasifikasikan kasus tersebut
sebagai kematian alami. Pilihan yang ada adalah homisida atau kecelakaan. Karena
perlawanan yang sengit telah terjadi dengan interaksi antara dua atau lebih
individu, klasifikasi cara kematian yang paling mungkin adalah kemungkinan
homisida. Akan tetapi, sebuah argumen yang baik untuk mengatakan homisida
akibat kecelakaan dapat dibuat. Jika kasus itu disebut sebagai homisida, perlu
dijelaskan bahwa penamaan itu tidak mengindikasikan bahwa tidak terdapat
aktivitas kriminal yang terlibatkan. Perbedaan antara homisida dan pembunuhan
sebaiknya dijelaskan secara hati-hati.
Semprotan Merica
Oleoresin Capsaicin (Pepper Spray, OC, Semprotan Merica) adalah
sebuah ekstrak dari merica pedas yang mengandung capsaicin dan empat
derivatnya.16 Ketika disemprotkan pada wajah seseorang, ekstrak akan bekerja
dalam beberapa detik pada membran-membran mata menyebabkan perasaan
menyengat, robek dan blefarospasme dengan penutupan mata secara involunter.
Capsaicin
juga
mempengaruhi
membran
respirasi,
menyebabkan
batuk,
bronkokonstriksi, sekresi mukus, dan sesak, juga paralisis laring singkat dengan
623
Referensi
1. Dimsdale JE, et al., Post exercise peril: Plasma catecholamine and exercise.
JAMA. 1984; 252:630-632.
2. Young DB, et al., Potassium and catecholamine concentrations in the immediate
post exercise period. Am J Med Sci,1992; 304(3):150-153.
3. Lindinger MI, Potassium regulation during exercise and recovery in humans:
Implications for skeletal and cardiac muscle. J Mol Cell Card 1995; 27:10111022.
4. Medbo JI and Sejersted OM, Plasma potassium changes with high intensity
exercise. 1990. J Physiol;421:105-122.
624
5. Lindinger MI, et al, Blood ion regulation during repeated maximal exercise and
recovery in humans. Am J Physiol, 1992; 262:R126-136.
6. Paterson DJ, et al., Effect of catecholamines on the ventricular myocyte action
potential in raised extracellular potassium. Acta Physiol Scand. 1993; 148:177186.
7. Singer K and Lundberg WB, Ventricular arrhythmias associated with the
ingestion of alcohol. Ann Intern Med. 1972; 77:247-248.
8. Gould L et al., Cardiac effects of two cocktails in normal man. Chest. 1974;
63:943-947.
9. Ettinger PO et al., Arrhythmias and the holiday heart: Alcohol-associated
cardiac rhythm disorders. Am Heart. 1 1978; 95:555-562.
10. Day CP et al., QT prolongation and sudden cardiac death in patients with
alcoholic liver disease. Lancet. 1993 342:1425-1428
11. Bernardi M et al., Q-T interval prolongation in cirrhosis: Prevalence, relationship
with severity, and etiology of the disease and possible pathogenetic factors.
Hepatology. 1998; 27(1): 28-34
12. Newsome HH, Ethanol modulation of plasma norepinephrine response to
trauma and hemorrhage. J Trauma. 1988; 28:1-9.
13. Farrell SP, Harmon RB and Hastings S. Nursing management of acute psychotic
episodes. Nursing Clinics of North America 1998; 33(1):187-200.
14. Chan TC et al., Restraint position and positional asphyxia. Ann Emerg Med. 1997
30(5):578-586.
15. Eisele JW, et al., Comparison of respiratory function in the prone maximal
restraint position with and without additional weight force on the back.
Presented at the annual meeting of the American Academy of Forensic Science,
Reno NV, Feb.21-26, 2000.
16. Busker RW and van Helden HPM, Toxicologic examination of pepper spray as a
possible weapon for the Dutch police. Am J Forens Med Path. 1998; 19(4):309316.
625
Toksikologi Interpretasi:
Penyalahgunaan Obat
dan Kematian karena Obat
23
626
ruangan gawat darurat sadar dan koheren, dengan tingkat obat yang dapat
dihubungkan dengan kehilangan kesadaran atau kematian pada sebagian besar
orang.
Tidak penting apakah baik tidaknya laboratorium toksikologi seseorang,
tidak dapat berfungsi jika terdapat kesalahan dalam mengumpulkan spesimen yang
sesuai, dalam jumlah yang mencukupi, dan dalam kemasan yang sesuai.
627
628
629
selanjutnya. Kumpulkan sedikitnya 50 gram jaringan pada setiap organ yang telah
disebutkan. Dengan ilmu toksikologi yang mutakhir, pengumpulan jaringan
sebanyak itu tidak diperlukan lagi. Bila seseorang yang mengalami overdosis tidak
dapat mempertahankan hidup beberapa waktu, obat yang menyebabkan kematian
masih dapat ditemukan dalam darah. Walaupun dengan keselamatan yang lebih
lama, obat biasanya dapat ditemukan dalam cairan vitreus, empedu, atau urin.
Obat-obatan cenderung ditemukan dalam konsentrasi lebih tinggi dalam hati
dibandingkan darah, karena metabolisme obat terjadi di sana. Pada kasus-kasus
kecurigaan overdosis obat oral, seluruh isi lambung sebaiknya diambil.
Pada suatu keadaan, seperti terjadi trauma hebat pada badan, tidak ada
darah yang bisa dikumpulkan dari pembuluh darah, walaupun terdapat darah bebas
dan rongga badan. Jika darah itu dikumpulkan, dan dites terhadap alkohol dan
obat-obatan dan ditemukan hasil yang negatif, seseorang aman untuk
mengasumsikan individu itu tidak di bawah pengaruh alkohol atau obat pada saat
kematian. Tes yang positif, berlawanan dengan yang telah disebutkan, harus
dipikirkan terjadinya kontaminasi. Pada kasus seperti ini, materi lainnya seperti
cairan vitreus atau otot harus dianalisa untuk mengevaluasi ketepatan hasil tes
pada darah.
Jika ternyata tidak dilakukan otopsi, tetapi hanya pemeriksaan luar saja,
darah, urin, dan cairan vitreus sebaiknya dikumpulkan. Urin dapat dikumpulkan
dengan memasukkan jarum dari alat suntik yang bersih ke dinding bawah perut,
tepat di atas simfisis pubis. Darah dapat dikumpulkan baik dari pembuluh darah
femoral atau subklavia. Darah sebaiknya tidak pernah diambil dengan cara tusukan
buta kedalam dinding dada depan ke dalam jantung. Ini dilakukan untuk
menghindari kontaminasi darah dengan cairan esofagus, cairan perikardial,
lambung atau rongga pleura.
Analisis Jaringan
Jaringan yang paling penting dapat digunakan untuk analisis adalah
darah. Hal ini merupakan hal yang logis dimana telah disadari bahwa kadar obat
630
dalam darahlah yang memberikan efek terhadap suatu individu. Obat yang
terdeteksi dalam urin atau empedu memiliki pengaruh terhadap individu tetapi
belum dapat dikatakan bahwa obat itu memiliki efek pada saat pasien meninggal.
Oleh karena itu, analisis toksikologik sebaiknya diorientasikan kepada analisa darah.
Dengan jarangnya pengecualian, secara virtual seluruh obat dan metabolit
mayornya sekarang dapat dideteksi dalam darah pada laboratorium toksikologi
modern. Pemeriksaan untuk heroin adalah suatu pengecualian. Tetapi pada kasus
heroin, biasanya dapat dibuktikan secara konklusif obat itu telah digunakan. Pleh
karena itu, heroin (di-asetilmorphine) seringkali langsung dimetabolisasi menjadi
mono-asetilmorfin dan kemudian menjadi morfin dalam darah setelah penyuntikan.
Pada kematian akibat obat, terdeteksinya morfin dalam darah diasumsikan
mengindikasikan bahwa individu itu meninggal karena overdosis heroin. Pada
beberapa kematian di ruangan gawat darurat, telah terjadi seorang pasien yang
bukan pecandu obat diberikan morfin kemudian meninggal. Dengan kemampuan
terkini untuk secara mudah mendeteksi mono-asetilmorfin, telah memungkinkan
untuk membuktikan bahwa apakah individu itu meninggal akibat penggunaan
heroin. Mono-asetilmorfin seringkali dapat dideteksi dalam cairan vitreus setelah
menghilang dari darah. Pada kasus-kasus trauma kepala, dimana terjadi perdarahan
subdural dan kemudian korban selamat untuk beberapa hari, darah subdural dapat
dianalisa terhadap alkohol. Hasil yang didapatkan merupakan perkiraan kasar kadar
alkohol orang yang meninggal saat terjadi trauma kepala.
Setelah
darah,
jaringan
vitreus
memiliki
nilai
berikutnya.
Memperkenankan rasio distribusi yang sesuai, cairan vitreus mencerminkan obatobatan dan tingkatnya dalam darah 1-2 jam sebelum kematian. Secara virtual obat
manapun yang terdeteksi dalam darah akan terdeteksi dalam cairan vitreus jika
digunakan teknik analitik dan peralatan yang memiliki sensitifitas yang memadai.
Signifikansi kadar yang ditemukan adalah permasalahan lainnya. Cairan vitreus
dianalisa terhadap alkohol jika terdapat hasil positif tes alkohol darah, karena cairan
vitreus mencerminkan kadar alkohol dalam darah 1-2 jam sebelum kematian. Pada
beberapa kasus, penyaringan elektrolit rutin akan natrium, klorida, nitrogen urea
631
dan kreatinin dilakukan pada cairan vitreus. Jika analisa cairan vitreus atau elektrolit
dilakukan, cairan vitreus sebaiknya dipusing dan dianalisa supernatan yang
didapatkan atau materi berprotein dalam vitreus akan merusak alat analisa.
Sebagian besar obat-obatan diekskresi dalam urin. Analisa urin akan
obat-obatan mudah dilakukan karena tidak terdapat protein pengikat yang
menyulitkan ekstraksi dan banyak obat terkonsentrasi dalam urin. Perlu untuk
disadari, akan tetapi, bahwa kadar obat dalam darah biasanya tidak memiliki
signifikansi dalam interpretasi penyebab kematian. Adalah kadar dalam darah yang
menentukan apakah individu akan mati atau hidup.
Empedu dahulu berguna ketika prosedur toksikologik masih relatif kasar
karena empedu mengkonsentrasikan obat yang akan dieksresikan, karena itu
pembuatan analisis obat-obatan itu relatif lebih mudah. Pada masa kini, sangat
jarang
penggunaannya
selain
untuk
mendeteksi
penggunaan
obat
dan
632
letal, telah teridentifikasi dan dikuantifikasi dalam otot. Kadar obat dalam otot lebih
akurat mencerminkan kadar darah dibandingkan hati atau ginjal.
Penulis percaya spesimen residual sebaiknya disimpan selama
sedikitnya dua tahun, dan lebih baik lagi 5 tahun, setelah spesimen dianalisa.
Analisa terhadap serangga, contohnya larva lalat, yang memakan tubuh
terdekomposisi telah mendemonstrasikan keberadaan obat-obat seperti barbiturat,
benzodiazepin, opiat dan kokain. Pada beberapa kasus, serangga telah dapat
digunakan untuk diagnosis penyebab kematian. Oleh karena itu, pada kasus yang
dilaporkan oleh Levine dkk. secobarbital telah ditemukan dalam larva lalat yang
didapat dari tubuh yang terdekomposisi.4 Berdekatan dengan tubuh adalah sebuah
botol secobarbital.
Sebagai kesimpulan, penulis ingin memberikan beberapa saran
mengenai analisis toksikologis. Pada tubuh dimana hanya dilakukan pemeriksaan
luar, disarankan untuk mengambil darah, cairan vitreus, dan urin; pada otopsi rutin,
darah, cairan vitreus, urin, dan empedu; pada kecurigaan overdosis obat oral,
darah, cairan vitreus, urin, empedu, dan isi lambung, dengan hati, otot dan ginjal
sebagai pilihan lain; pada overdosis obat bukan karena asupan oral, darah, cairan
vitreus, urin, empedu, dengan hati, otot dan ginjal sebagai pilihan; pada tubuh
terdekomposisi, darah, cairan vitreus dan empedu jika ada (biasanya tidak) juga
otot, hati, dan ginjal. Cairan tubuh dan jaringan sebaiknya disimpan walaupun
sudah dianalisa selama 2-5 tahun, tergantung dari kemampuan penyimpanan.
Analisis
Analisis jaringan biologis untuk keperluan toksikologis meliputi tiga
tahap dasar yang diaplikasikan pada semua spesimen :
1. Pemisahan obat dari jaringan biologis.
2. Pemurnian obat.
3. Deteksi analitik dan kuantifikasi.
Dengan beberapa obat, spesimen dan metodologi, tahap 1 dan 2 dapat
disingkirkan dan dilakukan analisis analitik langsung. Oleh karena, analisis obat-obat
633
dengan
menggunakan
pelarut.
Pemurnian
dilakukan
dengan
imunoassay.
Terdapat
empat
tipe:
radioimmunoassay,
enzyme
atau
semiotomatis
akan
mempercepat
laju
analisis.
Ketika
634
barbiturat,
dan
kanabinoid
dalam
urin.
Hasil
negatif
635
Penyaring Toksikologi
Pada umumnya, penyaringan-penyaringan toksikologi dapat dipisahkan
menjadi empat kelompok umum. Pertama adalah penyaring untuk alkohol rendah.
Penyaringan
ini
melibatkan
analisis
oleh
kromatografi
gas
dan
akan
636
semua
homisida,
kecelakaan,
atau
bunuh
diri,
penulis
telah
dicurigai
penggunaan
narkotik,
penyaring
narkotika
juga
637
alkohol, asam dan netral, penyaring dasar, dan penyaring narkotika. Pemeriksaan
penyaring kanabis secara kuat telah direkomendasikan pada semua kematian yang
berhubungan dengan pengemudi kendaraan bermotor atau kerja.
Kematian
Kematian disebabkan oleh asupan, injeksi, atau penghirupan obatobatan yang jatuh pada empat kategori sesuai dengan urutan : homisida, bunuh
diri, kecelakaan, dan tidak dapat ditentukan. Kategori terakhir digunakan ketika
sebuah keputusan untuk mekanisme kematian tidak dapat ditentukan. Untuk
sebagian besar, kategori kecelakaan ditegakkan untuk kematian yang disebabkan
oleh
penyalahgunaan
obat.
Pada
abad
kesembilanbelas,
tiga
kutukan
kemanusiaan dikatakan adalah alkohol, morfin, dan kokain. Sedikit sekali yang
telah berubah setelah itu, kecuali adanya opiat yang lebih kuat, yaitu heroin yang
telah menggantikan morfin.
Obat yang paling umum disalahgunakan di Amerika Serikat adalah
alkohol. Obat ini bertanggung jawab untuk sepuluh ribu kematian setiap tahun baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ketika kematian disebabkan oleh overdosis
alkohol akut jarang terjadi, kematian yang disebabkan oleh efek kronik alkohol
tampak terjadi setiap hari. Karena itu, antara 25000 dan 30000 orang per tahun
mati akibat penyakit hati kronis yang disebabkan oleh alkohol. Alkohol adalah
penyebab tertinggi kecelakaan kendaraan bermotor. Sekitar setengah dari seluruh
kecelakaan bermotor berhubungan dengan penggunaan alkohol. Alkohol juga telah
dihubungkan dengan anomali kongenital dan perkembangan tumor ganas.
Intoksikasi alkohol akut adalah sebuah faktor dalam bunuh diri dan homisida.
Setelah alkohol dan marijuana, obat-obatan yang paling umum
disalahgunakan adalah kemungkinan heroin dan kokain. Terdapat beberapa obat
lainnya yang disalahgunakan, seperti narkotik sintetik, fenisiklidin, amfetamin dan
metamfetamin, propoksifen, cairan mudah menguap, dan lain-lain. Obat-obatan ini,
akan tetapi, muncul dan berlalu dalam daftar obat, tetapi ketiga kutukan selalu
menetap. Pada bagian berikutnya, kita akan mendiskusikan tiga obat dasar yang
638
Etil Alkohol
Etil alkohol adalah obat yang paling sering disalahgunakan komunitas di
Amerika dan kemungkinan di dunia. Segala macam minuman yang mengandung 0,5
sampai 95% alkohol dipertimbangkan sebagai minuman beralkohol.5 Penamaan
proof digunakan untuk mendeskripsi kekuatan minuman beralkohol. Proof
didefinisikan sebagai dua kali persentase kandungan alkohol dalam minuman.
Karena itu, sebuah minuman dengan proof-80 mengandung alkohol 40%.
Kandungan alkohol dalam bir berkisar antara 3,2 sampai 4%, anggur meja makan
7,1 sampai 14%, wiski 40 75%, vodka 40 50%, gin 40 85%, dan rum 40 95%.5
Alkohol secara cepat diabsorbsi dari semua permukaan mukosa traktus
gastrointestinal. Pada individu yang berpuasa, dosis alkohol 20 25% diabsorbsi
dari lambung dan 75 80% dari usus kecil.6 Makanan menghambat absorbsi
alkohol. Setelah asupan alkohol dengan lambung yang kosong, konsentrasi alkohol
puncak dalam darah terjadi dalam satu setengah sampai dua jam (rata-rata 0,75
1,35 jam), dimana dengan adanya makanan dalam lambung, kadar puncak akan
dicapai dalam 1 6 jam (rata-rata 1,06 2,12 jam). Keterlambatan dalam
pencapaian kadar alkohol darah puncak secara langsung proporsional dengan
ukuran makanan dan proporsi berbanding terbalik terhadap jumlah waktu antara
konsumsi makanan dan alkohol. Akibat dari makanan tampak memiliki pengaruh
sedikit sekali terhadap laju absorpsi.
Karena alkohol larut dalam air, alkohol akan muncul pada jaringan
tubuh dengan hubungan langsung terhadap jumlah kandungan air atau cairan
vitreus, akan memiliki konsentrasi alkohol tinggi dibandingkan dengan jaringanjaringan seperti hati atau otak. Ahli patologi forensik cenderung menggunakan
seluruh komponen darah ketika melakukan pengukuran alkohol, ketika klinisi
seringkali menggunakan serum atau plasma. Konsentrasi plasma atau serum
639
terhadap darah lengkap memiliki rasio rata-rata 1,18 (dengan range 1,10 sampai
1,35). Seringkali tidak disadari bahwa terdapat perbedaan signifikan antara
konsentrasi alkohol dari darah arteri dan darah vena dalam fase absorpsi, dengan
darah arteri sampai 40% lebih tinggi konsentrasi alkoholnya dibandingkan dengan
darah vena.7 Terdapat perbedaan sedikit, akan tetapi, konsentrasi alkohol dalam
darah vena dan arteri pada fase pasca absorbsi. Pada otopsi, seseorang sebaiknya
mendapatkan darah baik dari pembuluh darah femoralis atau subklavia, dengan
yang telah disebutkan terlebih dahulu lebih dapat dipilih.
Selain dari darah, materi yang terbaik untuk analisa alkohol adalah
cairan vitreus. Alkohol beredar di seluruh tubuh seiring dengan kandungan air
dalam jaringan. Cairan vitreus, dengan kandungan air yang tinggi, secara
proporsional akan memiliki kadar alkohol lebih tinggi dibandingkan darah pada
keadaan ekuilibrium. Karena itu, pada keadaan ekuilibrium, untuk setiap unit
alkohol dalam darah, terdapat 1,2 unit alkohol dalam cairan vitreus. Kadar dalam
vitreus sebesar 0,120 d/dL adalah ekuivalen dengan 0,100 g/dL alkohol dalam
darah. Karena berasal dari lokasi yang terisolasi, ekuilibrasi alkohol vitreus dengan
alkohol darah terlambat selama 1 2 jam. Karena itu, kadar alkohol vitreus
menyediakan sebuah metode untuk melihat keadaan terdahulu. Kadar alkohol
vitreus akan mengatakan bagaimana kadar alkohol 1 2 jam sebelum kematian
setelah orang yang meninggal mengkompensasi jumlah air dalam vitreus yang lebih
besar. Pada fase absorbsi alkohol, kadar alkohol vitreus lebih rendah dari darah. Jika
individu tersebut berhenti minum, kadar alkohol dalam darah akan tetap meningkat
untuk waktu singkat karena tetap terjadi absorbsi, keadaan plato, dan kemudian
mulai untuk menurun. Alkohol vitreus, yang terlambat di belakang alkohol darah,
akan tetap meningkat walaupun kadar alkohol darah akan membentuk plato.
Alkohol vitreus kemudian akan membentuk plato dan kemudian mulai menurun.
Pada titik ekuilibrasi darah dan vitreus, alkohol vitreus akan lebih tinggi secara
numerik karena jumlah air yang lebih banyak dalam vitreus. Rasio konstan 1,2
berbanding 1 akan tetap berlanjut sampai kadar alkohol vitreus menurun mengikuti
640
penurunan alkohol darah. Karena itu, hanya pada fase absorbsi alkhol vitreus akan
lebih rendah dibandingkan alkohol darah.
Setelah vitreus, jaringan terbaik berikutnya untuk analisa alkohol adalah
otot. Kami lebih memilih otot dari paha karena otot bagian ini terisolasi dari organorgan lain, tidak seperti otot psoas, dan cenderung tampak resisten terhadap
dekomposisi. Garriott telah menemukan rasio darah otot 0,94 0,086 ketika
konsentrasi alkohol darah lebih tinggi dari 0,10 g/dL; 1,48 0,13 ketika kadar
alkohol darah lebih rendah dari 0,10 g/dL.
Jika tubuh orang meninggal tidak diketemukan segera setelah kematian
dan sudah terjadi dekomposisi, dapat terjadi produksi etil alkohol oleh mikroba.
Jumlah alkohol yang diproduksi secara endogen akan ditemukan pada derajat
tertentu berhubungan dengan lamanya dekomposisi. Hal ini perlu dicatat bahwa
tidak semua tubuh terdekomposisi akan terjadi produksi alkohol endogen. Ketika
produksi alkohol endogen ini terjadi, kandungan alkoholnya jarang sekali mencapai
kadar yang tinggi pada darah postmortem. Pada penelitian oleh Zumwalt dkk., 80%
tubuh yang terdekomposisi ringan dan 55% tubuh yang terdekomposisi ringan
sampai sedang tidak mengandung alkohol.9 Alkohol yang diproduksi secara
endogen tampak pada 27% tubuh yang terdekomposisi ringan sampai sedang. Pada
tubuh yang terdekomposisi sedang, tidak ada alkohol yang ditemukan pada 29%;
alkohol eksogen pada 33%; alkohol endogen pada 19%, dan tidak dapat ditentukan
pada 17%. Pada tubuh yang terdekomposisi berat, tidak ada alkohol yang
ditemukan pada 13%, alkohol eksogen pada 30%, alkohol endogen pada 13%, dan
tidak dapat ditentukan pada 43%. Kerena itu, pada penelitian terhadap 130 kasus
tubuh terdekomposisi, hanya 23 kasus yang diperkirakan terjadi produksi alkohol
postmortem pada darah. Dari 23 kasus ini, 19 kasus memiliki kadar 0,07 g/dL atau
kurang, dengan empat kasus memiliki kadar antara 0,110 dan 0,220 g/dL.
Dalam pengawetan sebuah tubuh, darah, pada sebagian besar,
dikeluarkan dan digantikan dengan cairan pengawet. Penentuan alkohol, akan
tetapi, dapat tetap dilakukan baik pada vitreus atau otot. Jika terdapat vitreus,
jaringan ini lebih dipilih. Sejumlah kecil cairan pengawet akan memasuki cairan
641
642
meningkat nyata sekitar 0,08 mg/dL. Dengan konsentrasi 0,10 mg/dL, resiko
terjadinya kecelakaan meningkat 12 kali lipat dibandingkan dengan yang bukan
peminum. Alkohol mengganggu waktu reaksi pada konsentrasi alkohol dalam darah
melebihi 50 mg/dL. Telah diketahui sejak tahun 1919 bahwa efek intoksikasi alkohol
akut lebih nyata ketika peningkatan kadar alkohol darah dibandingkan dengan
penurunan (efek Mellanby).13 Reaksi psikologis individual terhadap intoksikasi
alkohol akut bervariasi. Pada semua individu, akan tetapi, terjadi gangguan
pengambilan keputusan pada kadar 0,10 mg/dL. Sehubungan dengan efek alkohol
terhadap kepribadian, sejumlah orang menjadi mengantuk, placid, dan bersahabat,
dimana pada orang lain menjadi antagonistik, tidak bersahabat, dan kasar. Tidak
mungkin menentukan bagaimana individu akan bereaksi dengan hanya
pertimbangan dari kadar alkohol darah saja. Indikasi terbaik untuk reaksi adalah
dengan menilai bagaimana mereka telah bereaksi pada waktu sebelum terjadi
intoksikasi.
Dari semua sistem organ dalam tubuh, yang paling dipengaruhi oleh
alkohol adalah sistem saraf pusat. Tabel 23.1 menggambarkan tahap-tahap
terjadinya intoksikasi alkohol, dimana hal ini adalah, simptomatologi terhadap
konsentrasi alkohol darah.
643
Alkoholik
kronik
seringkali
mampu
menyamarkan
tanda-tanda
alkohol darah 450 500 mg% dan telah selamat dari kadar alkohol darah setinggi
600 700 mg%. Konsentrasi alkohol darah pada saat otopsi dapat lebih rendah
dibandingkan dengan kadar mematikan normal yang telah diterima, jika individu
tersebut mengalami cedera otak hipoksik ireversibel yang disebabkan oleh aksi
depresi sistem saraf pusat oleh alkohol, dapat selamat dari kematian untuk
beberapa saat dan memetabolisme alkohol. Pada kasus seperti ini, seseorang dapat
menemukan kadar alkohol darah 300 mg%. Vitreus, akan tetapi, akan menunjukkan
kadar alkohol signifikan lebih tinggi, mengindikasikan individu tersebut berada
dalam fase metabolisasi.
Metil Alkohol
Keracunan yang diakibatkan oleh metil alkohol relatif terjadi tidak
umum. Metanol dioksidasi oleh hati menjadi formaldehid, yang kemudian
dioksidasi menjadi asam format. Asam format enam kali lebih beracun
dibandingkan metanol. Gejala-gejala keracunan metanol akut adalah kelemahan,
mual, muntah, sakit kepala, nyeri epigastrik, dyspnoe, dan sianosis. Inebriasi
bukanlah suatu hal yang menonjol. Gejala-gejala dapat terjadi dalam setengah jam
setelah asupan atau dapat muncul selama 24 jam. Jika telah terjadi asupan metil
alkohol dalam jumlah mematikan, gejala-gejala seperti yang telah disebutkan akan
diikuti oelh stupor, koma, konvulsi, hipotermia, dan kematian. Kematian seringkali
diikuti oleh kebutaan. Jika individu tersebut dapat selamat, ia dapat menjadi buta
permanen, tampaknya karena efek racun spesifik terhadap sel-sel retina. Kematian
karena keracunan metil alkohol disebabkan karena asidosis akibat produksi asam
organik dan efek kerja alkohol dalam mendepresi sistem saraf pusat.14, 15
Asidosis adalah faktor toksik primer dalam keracunan metil alkohol,
dengan depresi sistem saraf pusat adalah faktor yang relatif ringan. Asam format
adalah agen primer yang bertanggung jawab terjadinya asidosis metabolik berat
dan toksisitas metanol terhadap mata. Asupan sekitar 70 100 mL metil alkohol
biasanya mematikan, walaupun kematian dapat terjadi setelah asupan sedikitnya
30 60 mL. Metanol sebanyak 10 mL dapat menyebabkan kebutaan. Pada 725
645
kasus keracunan metanol yang disebabkan oleh asupan metanol dilaporkan oleh
Keeney dan Melinkoff, 54% dari individu meninggal, 12% mengalami kebutaan, dan
12% mengalami gangguan penglihatan.15 Metil alkohol biasanya dapat dideteksi
sampai sekitar 48 jam setelah asupan karena lambatnya laju oksidasi. Kadar darah
minimum yang mematikan pada keracunan metil alkohol adalah sekitar 80 mg%.
Pada pemeriksaan otopsi tidak ada tanda spesifik yang ditemukan.
Isopropanol
Isopropanol tersedia di masyarakat sebagai alkohol gosok dalam
konsentrasi 70% larutan campur air. Zat ini memiliki efek depresi susunan saraf
pusat dua kali dari etanol. Tidak seperti metanol, zat ini sendiri tidak beracun. Zat
ini dimetabolisme di hati menjadi aseton. Dosis mematikan isopropanol
diperkirakan sekitar 250 mL untuk orang dewasa. Perlu dicatat bahwa keberadaan
sejumlah kecil isopropanol dalam darah tidak berarti merupakan indikasi asupan
alkohol jenis ini. Pada orang diabet dengan ketoasidosis, dan dalam kasus kelaparan
dengan kadar aseton tinggi, aseton dapat diubah menjadi isopropanol. Pada kasus
seperti ini, akan terdapat aseton dalam kadar tinggi dengan isopropanol berkadar
rendah.14, 16
Etilen Glikol
Etilen glikol adalah komponen utama sebagian besar larutan antibeku
untuk otomotif. Pada manusia, zat ini dimetabolisme menjadi beberapa komponen,
komponen yang palin g penting adalah asam oksalat. Setelah asupan, individuindividu akan mengalami depresi susunan saraf pusat dengan asidosis metabolik
berat. Jika selamat dari kematian, mereka akan mengalami gagal ginjal akut.
Potongan mikroskopik ginjal yang dilihat di bawah mikroskop polarisasi
menunjukkan deposisi kristal oksalat dalam tubulus renal dan otak.14, 17
Etilen glikol sendiri tidak beracun; adalah metabolit dari zat ini yang
beracun (secara prinsip adalah asam oksalat). Dosis mematikan minimum
646
Fenilsiklidin (PCP)
PCP adalah agen halusinogen yang mempredisposisi individu menjadi
berperilaku kasar. Pada awalnya obat ini dikembangkan sebagai obat anestesi
intravena, obat ini sudah tidak dibuat lagi secara sah. PCP dapat digunakan dengan
cara suntik, dihisap, atau dimakan. Ketika dihisap, kadar puncak dicapai dalam 15
20 menit; ketika digunakan secara oral akan tercapai dalam 2,5 jam. PCP
menghambat ambilan kembali dopamin dan menyebabkan pelepasan katekolamin.
Keduanya memiliki efek depresi terhadap respirasi dan jantung. PCP dapat
terdeteksi dalam urin selama 5 6 hari setelah pemakaian. Sama seperti kokain,
tidak terdapat korelasi antara kadar dalam darah dan kematian.18
Heroin
Heroin telah diperkenalkan ke dunia kedokteran dan publik pada awal
abad ke-20 sebagai pengganti morfin dan kodein. Ketika diperkenalkan, salah satu
hal yang dinyatakan bahwa obat ini tidak menimbulkan ketergantungan. Walaupun
telah diketahui obat ini memiliki kelebih terapeutik di atas morfin dan kodein,
heroin lebih adiktif. Karena dapat menyebabkan ketergantungan, obat ini tidak
digunakan untuk tujuan terapeutik. Hingga penyebaran meluas kokain pada
populasi Amerika, heroin telah kemungkinan obat keras yang paling populer.
647
Tergantung dari daerah geografis, obat ini dijual dalam amplop plastik kecil, kapsul,
atau balon-balon. Obat ini biasanya dicampur dengan gula seperti laktosa. Di Timur
Jauh, quinine seringkali ditambahkan, memberikan rasa yang pahit. Bungkusan
heroin khas secara tradisional mengandung konsentrasi 1 2% heroin. Dengan
dikenalkannya heroin dalam bentuk getah hitam yang lebih murah dari Meksiko,
kualitas heroin yang diperjual belikan meningkat secara dramatis. Bungkusanbungkusan heroin menunjukkan kemurnian 20 30%, dengan beberapa sampai
50%, secara rutin pada saat ini diketemukan pada beberapa bagian negara
(komunikasi personal Samantha A. Di Maio). Selama bertahun-tahun, orang-orang
menghipotesiskan bahwa kematian kaena heroin diakibatkan oleh reaksi alergi
terhadap beberapa komponen yang digunakan sebagai agen pencampur. Namun
sekarang telah disadari bahwa kematian yang terjadi disebabkan karena overdosis
agen depresan susunan saraf pusat yang sangat kuat heroin. Hampir pada semua
kasus, individu-individu yang meninggal akibat overdosis heroin adalah karena
pengaruh alkohol atau terintoksikasi pada saat kematian. Pada saat sekarang ini,
kami telah melihat sejumlah kematian yang disebabkan oleh speed ball, sebuah
kombinasi heroin dan kokain.14, 18
Di Timur Jauh, dimana heroin murah dan tersedia banyak, obat ini telah
digunakan dengan cara dihisap. Di Amerika Serikat, obat ini disuntikkan secara
intravena. Pecandu meletakkan bubuk dalam tutup botol atau sendok,
menambahkan air, kemudian dipanaskan di atas api (gambar 23.1). Sepotong kapas
dapat ditambahkan pada campuran untuk menyaring zat-zat yang tidak murni.
Larutan kemudian dihisap ke alat suntik dan disuntikkan secara intravena. Dengan
penyuntikkan berulang ke dalam vena, pecandu akan mendapatkan needle track
(gambar 23,2). Luka ini diangkat oleh jaringan parut hiperpigmentasi yang
dihasilkan oleh suntikkan intravena berulang, biasanya dengan jarum tumpul
terkontaminasi. Needle track dapat dilihat pada pecandu berat, khususnya di
daerah pantai Timur. Needle track seringkali lebih mudah ditemukan pada daerahdaerah geografis dimana pecandu mengalami kesulitan mendapatkan alat suntik
dan jarum. Di negara bagian seperti Teksas, dimana tidak diperlukan surat resep
648
untuk membeli alat suntik dan jarum, pecandu cenderung membeli alat suntik
tuberkulin atau insulin yang memiliki jarum lebih halus. Karena itu, pada populasi di
Teksas, needle track tidak ditemukan sesering seperti di daerah pantai Timur.
Faktanya, pada banyak kematian, daerah suntikkan seringkali tidak diketemukan.
649
penyuntikkan,
menjadi
heroin
(diasetilmorfina)
monoasetilmorfin
(waktu-paruh
hampir
9
segera
menita).
650
Propoksifen
Propoksifen termasuk ke dalam kategori opiat. Zat ini diturunkan dari
metadon tetapi, tidak seperti metadon, adalah narkotik ringan. Sebagian besar
kematian adalah kecelakaan yang disebabkan dari seseorang yang menggunakan
obat-obatan terlalu banyak dalam waktu singkat. Propoksifen memiliki retang
keamanan yang sempit, tidak hanya dapat menyebabkan depresi respirasi seperti
pada opiat, tetapi juga bekerja sebagai obat anestesi lokal dengan akibat akhir
toksisitas jantung. Dosis mematikan minimum propoksifen pada orang dewasa
sekitar 650 sampai 780 mg. Setelah dimakan, konsentrasi puncak dicapai dalam 1
sampai 2 jam. Propoksifen secara cepat dimetabolisme menjadi norpropoksifen,
Pada pengguna propoksifen kronik, kadar norpropoksifen selalu lebih tinggi dari
propoksifen, seringkali dengan faktor 2 atau 3 kali. Pada individual-individual yang
meninggal akibat overdosis akut, konsentrasi propoksifen lebih tinggi dari
norpropoksifen, dengan konsentrasi propoksifen 1 mg/L dan lebih tinggi. Pada
kematian yang berhubungan dengan propoksifen, individu akan muncul dengan
konsentrasi propoksifen mematikan diikuti bersama tingkat norpropoksifen yang
lebih tinggi, walaupun tidak 2 3 kali lebih tinggi. Ini adalah suatu gambaran
seorang individu yang meninggal akibat overdosis akut tetapi dapat bertahan hidup
cukup lama untuk memetabolisme jumlah propoksifen yang dimakan secara
signifikan menjadi norpropoksifen, atau pengguna propoksifen kronik yang
mengalami overdosis akut.
Fentanil
Fentanil 50 100 kali lebih poten dibandingkan morfin. Obat ini adalah
obat yang dipilih dalam penyalahgunaan oleh ahli anestesi. Obat ini dapat
digunakan secara intravena, oral, dihisap, atau melalui tempelan kulit, dengan cara
intravena adalah yang paling umum. Efek terapeutik berada pada tingkat rendah 1
3 ng/mL). Kematian ditemukan pada konsentrasi dimulai dari 3 ng/mL.
651
Kokain
Kokain telah menggantikan heroin pada beberapa daerah sebagai obat
keras yang paling umum disalahgunakan.14,18 Obat ini adalah obat yang paling poten
sebagai stimulan susuan saraf pusat. Diperkenalkan di dunia kedokteran dan publik
pada akhir abad ke 19, obat ini kemudian menjadi ketiga kutukan kemanusiaan.
Kokain dapat dihisap, disuntikkan secara intravena, atau dirokok sebagai crack.
Ketika dikatakan pada awalnya tidak menimbulkan kecanduan (seperti heroin),
telah disadari bahwa obat ini sangat poten untuk menimbulkan kecanduan,
khususnya crack (bentuk bebas). Ketika dirokok sebagai crack, obat ini segera
diserap oleh paru-paru dan mencapai otak dalam beberap detik. Dibutuhkan waktu
yang sedikit lebih lama untuk aksinya mempengaruhi otak ketika disuntikkan
intravena. Kokain secara relatif adalah obat yang memiliki masa kerja pendek yang
untuk mempertahankan perasaan high, seseorang harus menggunakan obat ini
setiap 15 menit sampai satu jam. Karena merupakan vasokonstriktor yang poten,
menyedotnya melalui hidung seringkali menyebabkan ulserasi dan perforasi
septum nasal dengan penggunaan yang lama. Kokain juga telah dihubungkan
dengan infark miokard, perdarahan serebral dan aneurisma aorta disekan.18-21
Kematian mendadak yang disebabkan overdosis kokain dihubungkan
dengan ketiga cara penyalahgunaan obat. Lebih umum, akan tetapi, setelah
suntikan intravena dan dengan cara dirokok dibandingkan dengan dihisap.
Kematian yang berhubungan dengan kokain pada umumnya tidak berhubungan
dengan dosis. Kokain menyebabkan kematian mendadak melalui dua mekanisme:
(1) aritmia jantung disebabkan oleh kerja langsung kokain terhadap miokardium,
dan (2) henti jantung diinduksi oleh aksi obat terhadap susunan saraf pusat. Kokain,
menjadi stimulan susunan saraf pusat poten, pada keadaan overdosis dapat
menyebabkan overstimulasi susunan saraf pusat menyebabkan henti jantung.
Kokain bekerja pada jantung untuk meningkatkan laju denyut jantung
dan kekuatan kontraksi dengan menghambat ambilan kembali norepinefrin pada
jembatan neuroefektor. Kokain juga menyebabkan peningkatan pelepasan
katekolamin, dimana juga menstimulasi jantung. Kokain bekerja pada reseptor alfa
652
penggunaan
kokain
yang
berkepanjangan
dapat
menyebabkan individu menjadi agresif, kasar, dan paranoid. Psikosis paranoid kimia
dapat diinduksi dengan penggunaan kokain yang lama dan berat. Individu-individu
seperti ini dapat menjadi sangat kasar dan dapat menyerang. Mereka seringkali
kebal terhadap efek semprotan merica. Mereka dapat meninggal secara mendadak
dan tidak dapat diperkirakan ketika atau segera setelah sebuah perkelahian.
18
Obat ini biasanya digunakan per oral atau intravena walaupun dapat juga dihisap
atau dirokok. Metamfetamin dapat diubah menjadi amfetamin hidroklorida (ice)
yang dirokok seperti kokain crack. Metamfetamin memiliki waktu paruh 11 12
jam, dengan 45% dieksresi melalui urin dalam bentuk tidak berubah setelah
beberapa hari. Penggunaan jangka panjang dapat dihubungkan dengan fibrosis
miokardial.22,23 Penggunaan kronik metamfetamin dapat menyebabkan psikosis24
yang dapat menetap berbulan-bulan. Seperti kokain, kematian yang berhubungan
dengan metamfetamin pada umumnya tidak berhubungan dengan dosis. Terdapat
tumpang tindih substansial dalam konsentrasi metamfetamin darah pada individuindividu yang meninggal akibat overdosis metamfetamin dan pada mereka yang
didapatkan secara insidentil.23,25 Konsentrasi tertinggi telah, akan tetapi, terlihat
pada kematian akibat overdosis obat. Seperti kokain, individu-individu dapat
meninggal mendadak ketika atau segera setelah episode manik.
Macam-macam Narkotika
Obat-obat lainnya yang sebaiknya diutarakan secara singkat adalah
morfin, meperidin, kodein, dan metadon. Kematian dari morfin dan meperidin tidak
umum terjadi dan biasanya berhubungan dengan situasi rumah sakit dimana terjadi
ketidak hati-hatian yang menyebabkan terjadi overdosis. Pada overdosis morfin,
monoasetil morfin tidak akan terdeteksi. Kodein adalah obat yang aman secara
relatif. Kematian akibat overdosis oleh kodein sendiri adalah kejadian yang tidak
umum. Biasanya seseorang yang meninggal akibat overdosis kodein juga
terintoksikasi dari penggunaan alkohol. Pada individu-individu dengan konsentrasi
kodein dalam darah yang tinggi akan diketemukan morfin dalam tingkat yang
sangat rendah; karena, kodein dimetabolisme sedikit sekali menjadi morfin (J.
Garriott, komunikasi personal). Kodein diekskresi ke empedu dalam bentuk kodein
dan morfin. Jika seseorang dapat bertahan hidup beberapa hari, analisis cairan
empedu dapat mengungkap konsentrasi morfin yang relatif tinggi dan tidak ada
atau sedikit sekali kodein. Hal ini terjadi karena morfin terikat pada glukoronid dan
disimpan dalam empedu, sedangkan kodein tidak terikat dan diekskresi lebih cepat.
654
Karena itu, deteksi morfin dalam empedu tidak selalu mengindikasikan bahwa
orang itu menggunakan heroin atau morfin, karena dapat juga dibentuk dari
kodein.14,18
Kematian karena dilaudid (hidromorfon) kadang-kadang ditemukan.
Obat ini diresepkan penggunaannya untuk nyeri kronis. Kematian biasanya adalah
kecelakaan yang disebabkan karena pasien menggunakan obat ini terlalu banyak.
Obat ini 7 10 kali lebih poten dari morfin. Kematian karena oksikodon (percodan)
dan meperidin (demerol) tidak umum terjadi.
Metadon adalah narkotik sintetik kerja panjang dengan waktu paruh
sekitar 15 jam. Obat ini kurang disukai oleh pecanddu, tetapi mereka akan
menggunakan obat ini jika hanya obat ini yang tersedia. Metadon digunakan dalam
program terapi untuk pecandu heroin. Seringkali, pecandu akan menjual metadon
ke jalanan untuk mendapatkan uang untuk membeli heroin. Kematian dari metadon
biasanya terjadi dalam komunitas yang memiliki program metadon. Kadang-kadang,
anak-anak muda mendapatkan akses terhadap metadon orangtuanya dan
meninggal akibat overdosis. Kualitas mematikan dari metadon adalah akibat masa
kerjanya yang panjang.
dengan
bensin
dan
hidrokarbon
terklorinasi,
dihirup
untuk
655
Timah Hitam
Timah hitam adalah penyebab utama keracunan logam berat pada
masyarakat masa kini. Timah hitam ditemukan pada batere penyimpan dan telah
digunakan sebagai konstituen cat dan bensin untuk beberapa tahun. Penyebab
paling umum keracunan timah hitam di Amerika Serikat adalah asupan cat berdasar
timah hitam dan paparan industri atau lingkungan. Gejala keracunan timah hitam
kronik adalah kram perut, muntah, konstiasi, letargi, anemia, berat badan turun,
paralisis otot, nefropati, dan konvulsi. Kematian tidak umum terjadi. Ketika
kematian terjadi, seringkali melibatkan anak-anak di daerah rumah susun yang
memiliki riwayat pica. Anak-anak ini, berumur 18 bulan sampai 3 tahun, memakan
serpihan cat yang mengandung timah hitam yang jatuh dari dinding rumah mereka.
Timah hitam yang terdeposisi di tulang menghasilkan pita padat pada ujung tulangtulang panjang yang dapat dilihat dari pemeriksaan sinar X. Kematian pada anakanak ini berpuncak ketika musim panas. Pada otopsi, temuan yang paling mencolok
adalah pada otak dimana terjadi pembengkakan berat dengan pendataran girus,
dan sangat pucat, hampir berwarna putih. Pulasan darah menunjukkan stipling
basofilik eritrosit. Inklusi intranuklear eosinofilik yang karakteristik dapat dilihat
pada hepatosit dan sel-sel tubulus proksimal dari ginjal (Gambar 23.3). Material
positif PAS, terwarna pink dapat terlihat pada daerah perivaskular otak.
656
Pada orang dewasa, konsentrasi sebesar 0,20 mg/L dalam darah vena
sekarang dipertimbangkan sebagai batas atas normal untuk timah hitam dalam
darah. Batas atas normal untuk timah hitam darah untuk anak-anak adalah 0,10
mg/L. Anak-anak dengan kadar timah hitam antara 0,10 dan 0,20 mg/L biasanya
membutuhkan observasi dengan tindak lanjut pemeriksaan darah vena setiap 2
sampai 3 bulan, karena kadarnya dapat terus meningkat. Anak-anak yang memiliki
kadar timah hitam darah 0,20 mg/L membutuhkan manajemen klinis, termasuk
lingkungan yang terinci, nutrisi, dan riwayat medis. Umumnya, tingkat 0,45 mg/L
diterapi dengan agen kelasi, menghilangkan timah hitam dari darah. Beberapa
dokter, akan tetapi, memberikan terapi kelasi pada tingkat serendahnya 0,3 mg/L. 14
Zat Besi
Kematian yang disebabkan karena keracunan besi biasanya melibatkan
anak-anak yang secara tidak sengaja memakan sejumlah besar tablet besi sulfat.
Jarang sekali, tablet ini telah digunakan oleh orang dewasa untuk tujuan bunuh diri.
657
Setelah asupan, tejadi nyeri abdomen, muntah dan diare berat. Muntahan
seringkali berdarah. Pada otopsi, lipatan mukosa lambung ditemukan menebal,
terkorosi, dan berwarna coklat gelap sampai hitam.
658
berusaha dan
kadang
berhasil
membunuh dirinya sendiri dengan cara meminum soda api (Gambar 23,4).
Beratnya jejas tergantung dari bentuk soda api yang dimakan. Pada
awalnya, soda api hanya tersedia dalam bentuk kristal. Ketidaksengajaan memakan
kristal ini sulit terjadi, karena hanya dengan beberapa kristal akan menyebabkan
nyeri berat, menyebabkan penghentian usaha memakan secara cepat. Orang yang
berencana bunuh diri umumnya melarutkan kristal dengan air untuk membentuk
larutan berkonsentrasi basa relatif rendah. Karena itu, jejas yang dihasilkan
umumnya terbatas pada esofagus dan cenderung relatif superfisial. Cedera pada
lambung tidak umum terjadi. Striktur esofagus adalah komplikasi yang paling umum
terjadi, dengan kadang-kadang terjadi perforasi. Soda api sekarang tersedia dalam
bentuk cairan yang tidak berwarna dan tidak berbau. Larutan ini dapat
menyebabkan nekrosis esofagus transmural hanya dengan kontak selama 1 detik.
Soda api cair umumnya mencapai lambung, menyebabkan nekrosis lambung.
Kadang-kadang, perforasi usus kecil dapat terjadi. Pada kasus yang dilihat oleh salah
satu penulis, seorang perempuan 41 tahun tereksanguinasi 4 minggu setelah
meminum soda api cair, kemudian ia mengalami fistula esofagoaorta.
Arsen
Homisida dengan racun saat ini relatif jarang terjadi. Racun tradisional
yang digunakan adalah arsen, sianida, dan striknin. Racun yang memiliki riwayat
yang panjang adalah arsen, yang telah digunakan sejak masa kerajaan Romawi. 14,27
Telah ditemukan bahwa di seluruh lingkungan, arsen terdapat secara alami di tanah
dalam jumlah setinggi 20 ppm. Zat ini terdapat pada semua organisme hidup,
termasuk manusia. Rata-rata asupan arsen adalah antara 0,5 dan 1 mg yang berasal
dari makanan dan minuman. Secara tradisional, arsen telah digunakan sebagai
herbisida, pestisida, dan pengawer kayu. Zat ini juga telah digunakan untuk
penjernih kaca dalam industri elektronik. Untuk sebagian besar, arsen telah
tergantikan oleh komponen lain. Terdapat pengecualian penggunaan zat ini sebagai
659
pengawet kayu dan dalam industri elektronik, dimana pada keduanya arsen masih
digunakan secara ekstensif.
Arsen adalah racun yang populer karena tidak memiliki rasa, bau, dan
cenderung mudah didapat. Akan tetapi, racun yang tidak terlalu efektif, karena
kematian biasanya terjadi lambat dan menyakitkan bukan bersifat singkat. Bentuk
paling umum dari arsen yang digunakan untuk racun adalah arsenik trioksida. Arsen
dalam bentuk ini dan bentuk lainnya bersifat sitotoksik, tampaknya akibat inhibisi
enzim yang mengandung sulfhidril. Arsen hampir secara keseluruhan diserap dari
traktus gastrointestinal, dengan ekskresi utama melalui urin dalam bentuk arsen
termetilasi. Pada absorbsi, arsen terikat pada bagian protein dari hemoglobin.
Dalam 24 jam setelah asupan, konsentrasi yang besar ditemukan di hati, ginjal,
limpa, paru, dan saluran pencernaan. Zat ini juga terdeposit di rambut, kuku, dan
kulit.
Dosis fatal arsenik trioksida berada di antara 200 sampai 300 mg.
Setelah asupan, gejala akan muncul dalam waktu 30 menit. Gejala-gejala yang
muncul cenderung berpusat sekitar saluran pencernaan dengan mual, muntah,
kolik abdomen, dan diare dengan tinja seperti cucian beras. Pasien dapat
mengalami mulut kering dengan rasa metalik, bau napas yang sedikit seperti
bawang putih, dan kesulitan menelan. Kerusakan endotelium kapiler oleh arsen
menyebabkan transudasi plasma. Pada usus besar, hal ini menyebabkan akumulasi
cairan dalam lumen usus besar. Arsen dalam saluran pencernaan menyebabkan
peluruhan mukosa dan pembentukan vesikel, tidak disebabkan oleh aksi korosif,
tetapi karena aksi arsen terhadap vaskularisasi. Dengan arsen dosis besar, kematian
dapat terjadi dalam beberapa am, disebabkan karena renjatan sebagai akibat dari
aksi vaskuler. Jika individu selamat dari serangan primer, mereka dapat mengalami
gagal ginjal dan gagal hati. Perubahan elektrokardiografi dapat terjadi dengan
perpanjangan interval QT dan perubahan segmen ST nonspesifik. Pada otopsi,
dengan kematian akut, mukosa lambung mengalami kongesti dan menunjukkan
mengeluarkan darah kental. Jika orang tersebut dapat hidup selama beberapa satu
atau dua hari, seluruh usus kecil dapat mengalami penampakan seperti di atas,
660
Sianida
Zat kedua yang muncul dalam pikiran ketika seseorang membicarakan
mengenai keracunan adalah sianida. Sianida telah didiskusikan secara mendetail
pada bagian lain buku ini dan diskusi mengenai ini tidak akan diulang.
661
Striknin
Striknin adalah alkaloid kuat yang ditemukan pada biji Strychnos nuxvomica. Keracunan striknin jarang sekali ditemui. Striknin dahulu digunakan pada
awal abad ke-20 untuk pengobatan, tetapi, saat ini, seringkali obat ini digunakan
untuk racun hewan. Dosis mematikannya adalah antara 50 dan 100 mg. Obat ini
cepat sekali diabsorbsi dari lambung, dengan gejala-gejala terjadi dalam beberapa
menit. Pada saat dimakan, seringkali terasa pahit. Karena ini, penggunaan striknin
sebagai agen pembunuh sangat sulit dan lebih cocok sebagai alat bunuh diri. Kerja
dasar striknin adalah pada susunan saraf pusat. Gejala dimulai, rata-rata, 10 -15
menit setelah obat dimakan. Dapat terjadi konvulsi yang hebat dengan
opistiotonus, dimana badan hanya bertumpu pada tumit dan kepala. Konvulsi dapat
terjadi selama setengah menit sampai beberapa menit. Selama konvulsi yang hebat
tidak dapat terjadi respirasi. Konvulsi datang dengan pola gelombang yang
berkelanjutan. Diantara gelombang konvulsi, seseorang tampak berelaksasi dan
dapat bernapas. Kematian dapat terjadi sependek 2 menit tetapi biasanya
membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam. Jika orang tersebut selamat, konvulsi
biasanya akan menghilang dalam 12 24 jam. Selama serangan, individu tersebut
sadar dan dapat mengingat kejadian. Karena mereka meninggal dalam keadaan
konvulsi, dapat terjadi rigor mortis yang cepat sekali. Kadar mematikan striknin
pada orang dewasa yang meninggal dalam waktu 1 tahun setelah memakan racun
memiliki rentang antara 5 sampai 90 mg/L. Konsentrasi dalam darah rata-rata
adalah 26 mg/L.14.28
662
bukanlah menjadi kasus pada saat ini. Digoxin adalah glikosida jantung yang
digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif dan gangguan jantung lainnya.
Digoxin adalah obat yang paling umum diresepkan dari golongan digitalis. Pada
lambung yang kosong, konsentrasi serum maksimum dicapai sekitar 1 jam setelah
asupan oral. Konsentrasi serum di atas 2 g/L pada umumnya dipertimbangkan
mematikan. Setelah kematian, terjadi pelepasan postmortem digoksin ke dalam
pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan artefak dengan konsentrasi tinggi.
Karena hal ini, penulis merekomendasikan bahwa semua analisis digoksin manapun
dilakukan pada cairan vitreus. Pada kasus-kasus yang telah ditemukan penulis
dimana kematian disebabkan karena overdosis digoxin, konsentrasi dalam vitreus
pada umumnya berada pada 10 g/L ke atas. Korban-koran pembunuhan dengan
racun pada umumnya adalah manula dan anak kecil. Analisis untuk digoksin saat ini
sangatlah mudah, dan dilakukan sebagai rutinitas dasar pada semua rumah sakit
dengan menggunakan immunoassay.
Suksinilkolin adalah agen penghambat neuromuskular yang pertamakali
disintesis pada tahun 1906, walaupun sifatnya sebagai agen penghambat belum
dikenal sampai tahun 1949. Tidak seperti D-tubokurarin, yang berkombinasi dengan
reseptor kolinergik secara kompetitif terhadap aksi asetilkolin, suksinilkolin adalah
agen depolarisasi. Agen ini mendepolarisasi membran sama seperti asetilkolin.
Depolarisasi ini terjadi lebih lama, tetapi, dan menyebabkan eksitasi repetitif, yang
akan tampak sebagai fasikulasi muskuler sesaat. Hal ini, kemudian, diikuti oleh
sebuah fase hambatan transmisi menyebabkan paralisis neuromuskuler. Setelah
suntikan suksinilkolin intravena, terjadi fasikulasi muskuler secara singkat, diikuti
oleh paralisis lengkap yang kemudian menghilang biasanya setelah 5 menit. Pada
saat ini, walaupun terjadi paralisis otot lengkap, orang tersebut seluruhnya sadar.
Jika orang itu tidak dipertahankan dengan respirator, ia akan mati dengan anoksia
karena tidak mampu untuk bernapas. Suksinilkolin secara cepat dihidrolisis oleh
kolinesterase plasma dan esterase hati menjadi suksinilmonokolin dan kemudian
asam suksinal dan kolin.
663
664
orang yang meninggal itu kemudian dipindahkan ke rumah duka dan diawetkan
melalui suntikan pada arteri. Kerabat dari orang yang meninggal menghubungi
kantor pemeriksa medis dan menyatakan bahwa orang yang meninggal tersebut
telah berpisah dari istrinya dan baru saja menemui instrinya. Kerabatnya juga
menyatakan bahwa istri orang yang telah meninggal suka memukuli. Tubuh mayat
kemudian dibawa kembali ke kantor pemeriksa dimana akan dilakukan otopsi
lengkap. Tidak ada bukti penyakit signifikan yang ditemukan pada otopsi. Walapun
telah diawetkan melalui arteri, sejumlah darah bercampur cairan pengawet masih
ada pada jantung dan aorta. Pemeriksaan penyaring obat-obatan lengkap telah
dilakukan pada cairan ini dan mengeluarkan hasil negatif. Cairan vitreus
menunjukkan tingkat alkohol diatas 20%.
Riwayat medis orang yang meninggal didapatkan dan kemudian dilihat
kembali. Riwayat medisnya menunjukkan pola menarik akan kunjungan rumah sakit
atau kunjungan ke unit gawat darurat selama periode satu tahun akibat
hipoglikemia berat. Tingkat insulin darah yang didapatkan pada satu kali kunjungan
menunjukkan tingkat 170 IU/mL. Analisis terhadap antibodi insulin babi dan sapi
negatif. Pada saat semua kejadian ini, orang yang meninggal telah minum-minum
minuman beralkohol dan telah ditemukan tidak sadar atau kejang di dekat
istrinya. Karena adanya riwayat ini, penentuan kadar insulin dilakukan pada darah
yang ditemukan pada saat otopsi walaupun terdapat fakto bahwa telah
terkontaminasi cairan pengawet. Insulin darah didapatkan 934 IU/mL.
Penyelidikan lebih lanjut tidak dilakukan karena istri pasien adalah seorang diabetik
yang menggunakan insulin. Penyebab dan cara kematian telah ditegakkan sebagai
overdosis insulin akut, homisida. Tidak ada orang yang pernah didakwa dengan
kematian seperti ini.
Insulin diproduksi oleh sel beta pada pulau Langerhans oleh pemutusan
enzimatik prekursor polipeptida insulin. Untuk setiap insulin yang dibentuk, sebuah
molekul yang korespondensi yaitu peptida-C terbentuk. Secara klasik, diabetes
telah diterapi dengan pemberian insulin yang didapatkan dari sapi atau babi. Insulin
manusia sintetik secara virtual menggantikan mereka. Pemberian insulin baik dari
665
sapi atau babi dapat menyebabkan produksi antibodi untuk bentuk-bentuk insulin
tersebut. Antibodi seperti itu, akan tetapi, tidak umum terjadi seperti yang telah
diharapkan, karena adanya metode lebih baru untuk pemurnian insulin. Karena itu,
orang yang telah menggunakan insulin yang berasal dari hewan untuk bertahuntahun mungkin tidak memiliki antibodi.
Adalah
pengenalan
dari
radioimunoassay
(RIA)
yang
telah
666
insulin tersebut berasal eksogen, yaitu, disuntikkan. Akan tetapi, respons yang
diharapkan dari peptida-C tidak absolut. Sebagai tambahan, peptida-C bersifat
sangat tidak stabil dan analisis yang dilakukan pada darah postmortem akan
memberikan hasil yang tidak memuaskan dan, faktanya, dalam pengalaman kami,
tidak memiliki guna. Pada kasus-kasus yang telah dideskripsikan, kadar insulin juga
telah diperiksa pada urin dan empedu. Keduanya menunjukkan kadar insulin yang
meningkat. Signifikansi dari hal ini tidak diketahui oleh penulis, sehingga penulis
melakukan tes insulin rutin yang dilakukan pada urin dan empedu orang-orang yang
meninggal karena trauma, yaitu, homisida dan korban kecelakaan. Kadar insulin
dalam urin dan empedu kasus-kasus itu menunjukkan variasi yang besar.
Antidepresan
Overdosis obat adalah metode bunuh diri kedua di Amerika Serikat
setelah menembak diri sendiri. Untuk bertahun-tahun, obat pilihan adalah
barbiturat. Hal ini telah berubah secara dramatis selama 20 tahun terakhir dimana
kematian yang disebabkan oleh barbiturat secara relatif tidak umum terjadi. Obat
yang paling umum digunakan untuk bunuh diri adalah antidepresan, khususnya,
trisiklik. Pada saat ini terdapat tiga generasi antidepresan trisiklik. Generasi pertama
adalah amitriptilin, nortriptilin, imipramin, desipramin, dan doxepin; kedua adalah
amoxapin, trazodon, bupropion, dan maprotilin; dan yang ketiga adalah
venlafaksin, nefazodon dan mirtazapin. Mekanisme kematian akibat overdosis
antidepresan adalah efek pada jantung. Overdosis antidepresan trisiklik
menghasilkan gangguan konduksi intraventrikuler, takikardia, pelebaran kompleks
QRS, dan aritmia dengan rentang dari kontraksi ventrikuler prematur hingga fibrilasi
ventrikuler. Efek terhadap susunan saraf pusat dari trisiklik adalah kebingungan,
halusinasi, letargi, dan agitasi yang akan berlanjut menjadi kejang atau koma. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan insiden kejang pada orang dengan epilepsi yang
menggunakan trisiklik. Mereka juga dapat menyebabkan hiperpireksia. Konsentrasi
terapeutik, toksik, dan overdosis dua generasi pertama obat ini terdaftar pada tabel
23.2.
667
668
669
670
671
672
673
674
675
Barbiturat
Sampai pada awal 1970-an, keluarga obat yang paling populer untuk
tujuan overdosis adalah barbiturat. Barbiturat adalah obat yang paling diminati
secara historik. Kecuali fenobarbital yang digunakan untuk terapi epilepsi, obatobat ini jarang sekali ditemui oleh dokter ahli patologi forensik. Barbiturat adalah,
jelas, agen depresan susunan saraf pusat. Kadar terapeutik, toksik, dan letal dapat
ditemukan pada tabel 23,2. Dalam mendiskusikan overdosis barbiturat, harus
dipaparkan juga konsep automatisasi obat.29,30,31 Konsep ini secara langsung
676
berhubungan dengan barbiturat. Jika konsep ini diterima, beberapa kematian yang
disebabkan akibat overdosis yang diklasifikasikan sebagai bunuh diri sebaiknya
diklasifikasikan sebagai kecelakaan dimana obat-obat yang digunakan telah
digunakan tanpa tujuan apapun, setelah dosis pertama menyebabkan kebingungan.
Karena itu, akan tetapi, tidak ada bukti bahwa hal ini terjadi. Secara esensial sebuah
hipotesis yang belum terbukti dan sebaiknya dipertimbangkan sebagai hanya salah
satu dari teori yang diangkat oleh orang-orang dengan tujuan untuk mengganti
suatu bunuh diri menjadi kecelakaan.
Referensi
1. Apple FS and Bandt CM, Liver and blood postmortem tricyclic antidepressant
concentrations, Am J Clin Pathol 1988; 89:794-795.
2. Pounder DJ, et al., Postmortem diffusion of drugs from gastric residue: An
experimental study, Am J Forens Med & Path; 1996 17(1):1-7.
3. Pounder DJ and Smith DRW, Postmortem diffusion of alcohol from the stomach,
Am J Forens Med & Path; 16 (2): 89-96, 1995.
4. Levine B, Golle M, and Smialek JE, An unusual drug death involving maggots. Am
J Forens Med & Path 2000; 21(1):59-61
5. McAnalley BH, Chemistry of alcoholic beverages, in Garriott JC (Ed):
Medicolegal Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson AZ.
1996.
6. Baselt RC, Danhof IE, Disposition of alcohol in man, in Garriott JC (Ed):
Medicolegal Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson AZ.
1996.
7. Garriott J, Analysis for alcohol in postmortem specimens, in Garriott JC (Ed):
Medicolegal Aspects of Alcohol 3rd ed. Lawyers and Judges Pub. Co., Tucson AZ.
1996.
8. Garriott JC, Skeletal muscle as an alternative specimen for alcohol and drug
analysis. J Forensic Sci 1991; 36:60-69.
677
678
23. Karch SB, Stephens BG, and Ho C-H. Methamphetamine-related deaths in San
Francisco: Dermographic, pathologic and toxicologic profiles. J Forens Sci 1999;
44(2):359-368.
24. Iwanami A et al, Patients with methamphetamine psychosis admitted to a
psychiatric hospital in Japan. Acta Psychiatry Scand. 1994; 89:428-432.
25. Logan BK. Fligner CL, and Haddix T, Cause and manner of death in fatalities
involving methamphetamine, J Forens Sci, 1998; 43(1):28-34.
26. Ray J, Myers WO, and Sautter RD, Lye ingestion. JAMA 1974; 229(7):765.
(letter).
27. Gorby MS, Arsenic poisoning. (clinical conference). West J Med 1988; 149:308315.
28. Smith BA, Strychnine poisoning. J Emerg Med 1990; 8(3):321-5.
29. Levine B. (Ed). Principles of Forensic Toxicology. Am Assoc Clinical Chem. USA
1999.
30. Imajo T: Drug automatism. Am J Forens Med Pathol 1984; 5:7-10.
31. Drug automatism: A myth (Editorial). JAMA 1974; 230:265.
679