You are on page 1of 21

TUGAS

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK

HIPERBILIRUBIN
Dosen Pengampu : Welas Haryati, SPd., Skep., MMR

Disusun oleh :
KELAS IIA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Afni NurBaeti
(P10220206001)
Dyah Soviana
(P10220206007)
Iwant Tunggal W.
(P10220206017)
Juhariah
(P10220206019)
Noni Tri Astuti(P1022020600
Ririn fastiningtyas
(P1022020600
Widyarini
(P1022020600

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2007

LAPORAN PENDAHULUAN
A.

PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek

patologi yang mana pada setiap bayi berbeda-beda, bila bilirubin tidak
dikendalikan maka akan menjurus terjadinya kernicterus.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah

melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum yaitu 13 mg/dL2


Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :

bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin


indirect disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan
ambilan bilirubin oleh sel hati dan gangguan konjugasi.

Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct


disebabkan oleh gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi
ekstrahepatik.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah


berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.
Marlon, 1988)

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah


yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joundice pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan
cairan tubuh (Adi Smith, G. 1988)

Ikterus adalah gambaran klinis gambaran klinis berupa perwarnaan kuning


pada kulit, mukosa, sklera, selaput lendir dan organ lain akibat penunmpukan
bilirubin, secara klinis ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi
bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL2

B.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


A.

ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi yang baru lahir
karena :

Hemolosis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna ( jumlah dan fungsi enzim


glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim


Glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.

Penyebab Hiperbilirubin pada neonatal :


1.

Overproduksi
a)

Kelainan hemolitik

Inkompatibilitas darah fetomaternal; ABO, Rh, dan lain-lain.

Hemolisis karena genetik

Sferositosis herediter,

Defek enzim- G6PD, Piruvat kinase, dll.

Hemoglobinopati - thalasemia, -- thalasemia , dll

Galaktosemia

b)

Hemolisis karena induksi obat- vitamin K.

Darah ekstravaskular-petekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan


cerebral, menelan darah.

c)

d)

Polisitemia

Hipoksia fetal kronik

Tranfusi maternal- fetal atau fetofetal

Tranffusi plasenta ( cord stipping)

Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan


3

Obstruksi mekanik Atresia dan stenosis, penyakit hischsprung, ileus


mekonium, sindrom sumbatan mekonium

Penurunan peristaltis Puasa atau kurang makan, obat-obatan


(hexamethoniums, atropin), stenosis pilorus

2.

Sekresi Subnormal
a)

Penurunan ambilan bilirubin hepatik

Pirai duktus venosus persisten

Protein reseptor sitosol (y) dihambat oleh obat-obatan, penghambat


susu manusia abnormal

b)

Penurunan konjugasi bilirubin

Reduksi kongenital aktivitas glukuronil transferase Ikterus familial


non hemolitik ( tipe 1 dan 2), sindrom gilbert

Inhibitor enzim obat dan hormon novobiocin, pregnanediol,


galaktosemia

(awal),

sindromm

lucey-drisscoll,

susu

manusia

abnormal
c)

Gangguan transport bilirubin terkonjugasi keluar hepatosit

Defek transpor konginetal-sindrom dubin johnson dan rotor

Kerusakan hepatoseluler karena kelainan metabolik galaktosemia


(terlambat), defisiensi -1 antritypsin, tirosinemia, hipermetioninemia,
intoleransi fruktosa herediter

d)

Obstruksi toksik(alimentasi IV)

Obstruksi aliran empedu


Atresia bilier, kista koledokal, fibrosis kistik, obstruksi ekstrinsik ( tumor atau
perekatan)

3.

Campuran
a)

Infeksi prenatal toksoplasmosis, rubela, Cytomegalovirus (CMV),


herpes virus hominis, sifilis, hepatitis. Dll.

b)

Infeksi post natal (sepsis)


4

c)

Kelainan multisistem prematuritas sindrom distress respirasi (SDR),


bayi ibu diabetes, eritroblastosis berat.

B.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk timbulnya ikterus nenonatarum :
a.

Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (asia, Native American, Yunani)

Komplikasi kehamilan (DABO dan Rh)


Penggunaan infus oksitosin dalm larutan hipotonik

Asi

b.

Faktor perinatal
- lahir(sefalhematom,ekimosis)
-

c.

Trauma Infeksi(bakteri,virus,protozoa)
Faktor Neonatus

Premturitas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat(streptomycin,kloramfenikol,benzyl-alkohol,sulfixoazol)

Rendahnya asupan ASI


-

3.

Hipoglikemia
Hipoalbuminemia

KLASIFIKASI
-

Ikterus prehepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat


hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi
terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan
bilirubin yang tidak terkonjugasi.

Ikterus hepatic disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.


Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
5

Ikterus kolestatik disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehinga


empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi

dalam serum dan

bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan
urin.
-

Ikterus Neonatus Fisiologis terjadi pada 2 4 hari setelah bayi lahir dan akan
sembuh pada hari ke 7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin.

Ikterus Neonatus Patologis karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya


disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tak bertambah.
Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :
1.

Ikterus Fisiologis
Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum,namun kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada
bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar
5-6 mg/dL kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah
lahir.Kadang dapat muncul peningkatan kadar billirubin sampai 12
mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.

2.

Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)


Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus
yang berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu
dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus
halus.Bila tidak ditemukan faktor resiko lain ASI tidak perlu dihentikan
dan frekuensi ditambah.Apabila keadaan umum bayi baik ,aktif,minum
kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar
billirubin.

C.

PATOFISIOLOGI
Bertambahnya beban hepar mengakibatkan pengahancuran yang meningkat
sehingga menimbulkan ketidakcocokan pada Rh dan golongan A,B,O. Gangguan
konjugasi, juga akan menurunkan glucoronil trasaferasi, hepatitis neonatus dan
obstruksi bilier. Dengan demikian mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi,
kadar bilirubin dalam plasma meningkat sehingga terjadi difusi pada jaringan dan
terlihat kuning.
Billirubin pada neonatus meningkat akibat terjabinya pemecahan eritrosit.
Billirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam,dan puncaknya pada hari
ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan turun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan, penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia,
Hipoglikemia.
7

D.

MANIFESTASI KLINIS
Kulit berwarna kuning sampai dengan jingga
Pasien tampak lemah
Nafsu makan berkurang
Reflek hisap kurang
Urine pekat
Perut buncit
Pembesaran lien dan hati
Gangguan neurologik
Feses seperti dempul
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
Gejala klinis Ensefalopati Billirubin:
1)

2)

Gejala Akut
-

Letargi

Tidak mau minum

Hipotermi

Gejala Kronik
-

Hipertonus

Epistotonus

Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralise serebral
dengan atetosis ,gangguan pendengaran,paralisis sebagian otot mata dan
displasia dentalis.
E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penegakan diagnosis untuk hiper billirubinemia adalah sebagai berikut:

Visual

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari


dengan cahaya matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
dibawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari
pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari
kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan
terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

Bilirubin serum
Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan
serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatakn morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah
bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila
kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia bayi >2 minggu.

Bilirubinometer transkutan
Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang
untuk tujuan skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada
konsentrasi bilirubin serum > 14,4 mg/dL (249 umol/l).

Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO


Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi
bilirubin yang rendah .

Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
Ultrasonografi
9

Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra


hepatik.
Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
F.

KOMPLIKASI

Retardasi mental

Gangguan pendengaran dan penglihatan

Kematian

G.

PENATALAKSANAAN
Tindakan umum

Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dll pada waktu hamil

Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir
yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.

Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.

Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawa.


Tindakan khusus

10

Pemberian fenobarbital

mempercepat konjugasi dan mempermudah

ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabakan


gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
-

Memberi substrat yang kurang untuk transportasi / konjugasi misalnya


pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan
dengan tranfusi tukar.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek


cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga
moderat.

Terapi tranfusi tukar digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang


tinggi, bila kadar haemoglobin < 13 g/dL (hemaktokrit < 40 %) dan tes
coombs positif segera rujuk bayi. Bila belerubin serum tidak bisa diperiksa
dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes coombs segera rujuk bayi
bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin <13 g/dL(HT <40%)

Terapi obat obatan

misalnya obat phenobarbital/luminal untuk

meningkatkan peningkatan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat


indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi
timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
-

Menyusui bayi dengan ASI

Terapi sinar matahari

Berikan tranfusi darah bila hemoglobin < 10 g/dL (memaktokrit , 30 %)

Bila ikterus menetap selama 2 minggu Tu lebih pada bayi cukup bulan atau
3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir , 2,5 kg atau lahir sebelum
kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged
jaundice)

11

Foolow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu


selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (Hemaktokit <24 %), berikan
transfusi darah.
Tindak lanjut

Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan


evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta
fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
H.

PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
-

Nasehati Ibu :
1.

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu


mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena
berhubungan dengan kehamilan berikutnya.

2.

Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk


menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis
pada bayi(contoh : obat anti malaria, obat-obatan golongan sulfa,
aspirin,dll)

pengawasan antenatal yang baik

menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.

Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 2 hari sebelum partus.

Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.

Pemberian makanan yang dini.

Pencegahan infeksi.

12

PATHWAY KEPERAWATAN
Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjugasi bilirubin / gangguan
transport bilirubin / peningkatan siklus entero hepatik )
Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar
Hepar tidak dapat melakukan konjugasi
Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah
terlambat/ obstruksi usus
Gangguan
integritas
kulit

pengeluaran meconium

tinja berwarna pucat

Ikhterus pada schlera leher dan badan,


peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl
Indikasi fototerapi

Resiko
tinggi
injury

Sinar dengan intensitas tinggi

Hipertermi

Pemecahan bilirubin meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus


Gerakan peristaltik usus meningkat
13

Diare

Ketidakseimbangan
cairan elektrolit

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


BAYI HIPERBILIRUBIN
A.

PENGKAJIAN
Wawancara

a.

Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau golongan darah A,B,O). Polisistemia,infeksi,hematoma,gangguan
metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu menderita DM.

b.

Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dap at
mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.

c.

Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.

d.

Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi
tampak kuning.

e.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )

f.

Riwayat Pikososial
14

Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua


g.

Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi
yang ikterus

Pemeriksaan Fisik

Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang, tangisan
melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu
tubuh ( hipo / hipertemi ). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan.
Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning ( kadang kadang
terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.
Laboratorium

Rh darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5
mg\dl,prematur lebih dari 15 mg\dl.
B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.

2.

Potensial ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi


tukar

3.

Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare

4.

Diare berhubungan dengan efek fototerapi

5.

Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi),


dehidrasi

C.

INTERVENSI
Dx 1
15

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak


mengalami komplikasi atau cedera karena fototerapi.
NOC : Safety Status : Physical Injury.
KH :
1.

Tidak ada iritasi mata.

2.

Tidak ada tanda tanda dehidrasi.

3.

Suhu stabil

4.

Tidak terjadi kerusakan kulit

NIC : Phototerapi : Neonatus.


1.

Letakkan bayi dekat sumber cahaya.

2.

Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat
memproteksi mata dari sumber cahaya.

3.

Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi
warna sklera.

4.

Pada waktu menutup mata bayi, pastikan bahwa penutup tidak menutupi
hidung.

5.

Buka penutup mata waktu memberi makan bayi.

6.

Ajak bicara bayi selama perawatan.

Dx2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan dan elektrolit bayi terpelihara dalam batas normal
NOC : Fluid balance
KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab, tidak ada tasa haus yang berlebihan
NIC : fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
16

2. Monitor vitall sign dan status hidrasi


3. Monitor status nutrisi dan dorong masukan oral, berikan minum dengan
frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari
kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit.
4. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
5. Atur kemungkinan transfusi
6. Kolaborasi dengan Dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.
Dx 3
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit
baik/utuh
NOC : Pressure Management
KH :
1.

Suhu dalam rentang yang diharapkan ( 36 37 C )

2.

Hidrasi dalam batas normal.

3.

Elastisitas dalam batas normal.

4.

Keutuhan kulit.

5.

Pigmentasi dalam batas normal

NIC : Pengawasan Kulit


1.

Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar

2.

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi
kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan

3.

Monitor kulit adanya kemerahan

4.

Oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan

5.

Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

6.

Pantau area bokong dan feses

Dx 4
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan diare berhenti atau sembuh.
NOC :Bowel elimination
1.

Feses berbentuk BAB sehari sekali sampai tiga kali


17

2.

Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi

3.

Tidak mengalami diare

4.

Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan

5.

Mempertahankan turgor kulit

NIC

: Diarhea Management

1.

Identifikasi faktor penyebab diare, ukur diare atau keluaran BAB

2.

Evaluasi intake makanan yang masuk

3.

Observasi turgor kulit secara rutin

4.

Berikan minum dengan frekuensi sering

5.

Instruksikan pada keluarga agar pasien makan rendah serat,tinggi protein


dan tinngi kalori jika memungkinkan

6.

Monitor persiapan makanan yang aman

Dx 5
Tujuan

:Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama proses keperawatan


diharapkan suhu badan pasien turun(normal)

NOC : Thermolegulation
1.

Suhu tubuh dalam rentang normal

2.

Tak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

3.

Nadi dan RR dalam rentang normal

NIC ; Fever treatment


1.

Monitur suhu sesering mungkin minimal 2 jam sekali

2.

Monitor warna dan suhu kulit

3.

Monitor TD, nadi, dan RR

4.

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

5.

Kompres pasien dengan air hangat pada daerah lipat paha, dan aksila.

6.

Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, usahakan


jangan terlalu tebal.

7.

Berikan antipiretik jika perlu.


18

D.

EVALUASI
1.

Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.


Skala penilaian:
1.

Ekstrem

2.

Berat

3.

Sedang

4.

Ringan

5.

Tidak ada gangguan

II.Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar.


Skala Penilaian :
1.

Tidak pernah menunjukkan

2.

Jarang menunjukkan

3.

Kadang menunjukkan

4.

Sering menunjukkan

5.

Selalu menunjukkan

III.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare.

Skala penilaian:
1.

Ekstrem

2.

Berat

3.

Sedang

4.

Ringan

5.

Tidak ada gangguan

IV.

Diare berhubungan dengan efek fototerapi.

Skala penilaian:
1.

Ekstrem

2.

Berat

3.

Sedang

4.

Ringan

5.

Tidak ada gangguan


19

V. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi),


dehidrasi.
Skala Penilaian :
1.

Tidak pernah menunjukkan

2.

Jarang menunjukkan

3.

Kadang menunjukkan

4.

Sering menunjukkan

5.

Selalu menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

http://klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubenia.html
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak, Buku I. FKUI : Jakarta.
Soeparman.1987.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ke 2.Jakarta : FKUI.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak.Jakarta : FKUI.
Surasmi, Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta : EGC.
www. google.com

20

21

You might also like