Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Kedelai merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia.
Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar 10 persen
bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman
pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti
tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga
telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan
kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein
manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku
pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak
berasal dari kedelai (Tomich, 1992).
Selama tahun 1990 an, terdapat penurunan produksi kedelai yang disebabkan
turunnya luas areal dan relatif stabilnya produktivitas kedelai. Disisi lain terdapat
peningkatan konsumsi kedelai yang cukup besar baik permintaan sebagai bahan baku
produk olahan maupun permintaan sebagai bahan baku industri bahan makanan
ternak. Pada tahun 2000 sebesar 41 persen dari konsumsi kedelai di Indonesia berasal
dari kedelai impor sedangkan tahun 2003 sebesar 29 persen (lihat Tabel 4) dan
diperkirakan tahun 2004 menurun terjadi sedikit peningkatan produksi kedelai dalam
negeri. Namun demikian tingkat ketergantungan industri olahan dan industri makanan
ternak terhadap kedelai impor masih besar. Ketergantungan terhadap impor kedelai
tentu saja akan menyebabkan perubahan situasi pedagangan kedelai dunia dan akan
mempengaruhi fluktuasi harga dan permintaan kedelai dalam negeri. Fluktuasi harga
ini pada akhirnya akan mempengaruhi harga dan produksi komoditi olahan kedele
baik itu untuk manusia maupun pakan ternak. Seperti diketahui, untuk produk tahu
dan tempe misalnya, 75 % biaya produksi tahu dan tempe adalah biaya yang
dikeluarkan untuk bahan baku kedelai (Rachmawati, 1999).
Dampak perubahan output dan harga pada industri turunan kedelai akan
mempengaruhi ketersediaan dan kemampuan masyarakat untuk membeli produk
tersebut. Perubahan kebijakan pemerintah setelah tahun 1998 dimana sebagai bagian
dari Paket pemulihan ekonomi, pemerintah Indonesia setuju untuk menderegulasi
beberapa kebijakan perdagangan, diantaranya menyangkut kedelai. Impor kedelai
yang semula merupakan monopoli pemerintah dalam hal ini Bulog, sejak 1 januari
1998 bebas diimpor dengan mengunakan lisensi impor. Tarif impor yang semula 20%
1
Tulisan ini merupakan perbaikan dan pengembangan terhadap makalah Pengaruh Perubahan Impor
Kedelai terhadap Stabilitas Harga dan Permintaan Kedelai Dalam Negeri yang telah disampaikan pada
Dialog Kebijakan Perkedelaian Nasional: Prospek dan Tantangannya, diselenggarakan oleh HKTI,
INKOPTI dan Direktorat kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jakarta Design Center, 23 Januari 2002.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Eka Puspitawati yang telah membantu memperbaharui data
yang dibutuhkan
2
Penulis adalah Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB
turun menjadi 5 % pada tahun 2003 (Soesastro dan Basri, 1998 ). Walaupun dalam
kesepakatan tersebut Indonesia masih diperkenankan untuk menerapkan tarif impor
kedelai, tapi dalam kenyataan, kedelai dapat masuk dengan bebas. Fasilitas GSM 102
yang diberikan oleh Amerika Serikat yang memudahkan importir kedelai Indonesia
(Perindag 2002), juga mempengaruhi semakin besarnya impor kedelai ke Indonesia.
Disini terlihat bagaimana peran Amerika Serikat sebagai negara pengekspor dan
importir akan cukup besar dalam mempengaruhi perdagangan kedele dalam negeri.
Untuk melihat masalah impor kedelai secara lebih tajam, tulisan ini
menganalisa bagaimana dampak impor kedelai terhadap fluktuasi harga kedelai lokal.
Tentu saja hal ini akan mempengaruhi permintaan kedelai lokal dan pada akhirnya
akan mempengaruhi peneriman petani dan kegairahan petani untuk menanam kedelai.
Pembahasan dimulai dengan menganalisa keragaan ekonomi kedelai baik di pasar
internasional maupun di pasar domestik. Sebelum menganalisa dampak permintaan
impor kedelai terhadap stabilitas harga kedelai dan permintaan kedelai lokal, akan
dianalisa keragaan dan transmisi harga kedelai.
Keragaan Ekonomi Kedelai Dunia
Keadaan ekonomi kedelai dunia dapat dilihat dari perkembangan produksi,
ekspor dan impor kedelai dunia dan negara-negara utama pengekspor dan pengimpor
kedelai. Situasi kedelai dunia dapat mempertajam analisis posisi Indonesia dalam
perdagangan internasional kedelai. Dengan mengetahui posisi kedelai Indonesia di
pasar internasional, pemerintah dapat mengantisipasi kebijakan apa yang akan diambil
untuk mendukung pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Pilihan kebijakan mana yang diambil pemerintah tentu saja sangat dipengaruhi
keinginan politik penguasa.
Perkembangan produksi, ekspor dan impor kedelai di pasar Internasional
dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar
produksi kedelai digunakan oleh negara penghasil kedelai atau dapat dikatakan
perdagangan kedelai di pasar internasional adalah tipis. Indikasi ini ditunjukkan dari
kecilnya nilai perdagangan kedelai yang dilihat dari besarnya ekspor dan impor
dibandingkan dengan produksi kedelai. Sebagai produk pangan yang sangat rentan
terhadap perbedaan iklim dan lokasi, kedelai lebih banyak digunakan oleh negara
penghasil daripada diperdagangkan.
Produksi kedelai dunia mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan
tingkat rata-rata produksi per tahun selama kurun waktu 1999-2004 sebesar 187,22
ton. Diantara negara-negara produsen kedelai, Amerika Serikat adalah negara dengan
produksi terbesar dan menguasai 39 persen produksi dunia. Produktivitas kedelai per
ha di Amerika adalah tertinggi dibandingkan negara produsen lainnya. Hal ini
disebabkan perkembangan teknologi kedelai yang sudah maju dan ditunjang keadaan
alam yang mendukung dengan kelembaban yang rendah. Dapat dilihat disini bahwa
peran Amerika Serikat sebagai negara dengan pangsa produksi terbesar adalah cukup
besar. Perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Amerika Serikat tentu saja akan
sangat mempengaruhi situasi perdagangan internasional kedelai.
Produksi (ton)
159,92
175,18
184,87
197,27
193,41
212,67
187,22
Impor
(ton)
71,21
81,37
80,61
100,50
90,31
102,59
87,77
Ekspor (ton)
45,54
53,82
53,63
62,39
62,69
64,84
57,15
2003
2004
65,8
56
35
16,2
6,8
4
9,61
193,41
74,53
62,09
37,5
16,91
6,45
4,68
10,51
212,67
Ratarata
99-04
73,55
47,88
31,17
15,79
5,52
3,86
9,46
187,22
Share
Ratio
Rata-Rata
(%)
39
26
17
8
3
2
5
100
tidak akan merubah harga dan jumlah keseimbangan pasar kedelai dunia. Dengan
demikian, jika pemerintah ingin mengaplikasikan kebijakan pengurangan impor
kedelai dengan tujuan menggairahkan produk dalam negeri, hal ini tidak akan
berdampak besar terhadap keseimbangan pasar kedelai dunia.
Tabel 3. Ekspor Kedelai dari Negara Produsen Utama
Tahun
Negara
United
States
Brazil
Argentina
Paraguay
Lainnya
Total
1999
26,54
11,16
4,13
2,03
1,68
45,54
2000
27,1
15,47
7,42
2,51
1,32
53,82
2001
2002
28,95
15
6,01
2,39
1,28
53,63
28,44
20,4
8,71
3,2
1,64
62,39
2003
24,49
23,5
10,25
2,57
1,88
62,69
2004
26,48
23,79
9,46
2,92
2,19
64,84
Ratarata
99-04
27
18,22
7,66
2,60
1,67
57,15
Share
Ratio
RataRata
(%)
47
32
13
5
3
100
1999
2000
2001
2002
2003
2004*
Produksi
Bersih
(ton)
1,267,847
933,905
758,540
598,356
617,444
659,291
Tkt.Kons/Kap
(kg/kapita/thn
)
15,60
15,60
15,60
19,46
19,46
19,46
Konsumsi
Ketersediaan
Kecukupan
Impor
Rasio Impor
terhadap
Konsumsi
(ton)
3,038,178
3,092,872
3,204,412
4,058,344
4,120,227
4,186,157
(ton)
2,569,597
2,211,069
1,893,771
1,963,373
1,809,992
1,311,196
(ton)
-468.581
-881803
-1.310.641
-2.094.971
-2.310.235
-2.874.961
(ton)
(%)
1,277,685
1,136,419
1,365,252
1,192,717
651,979
Sumber:BPS dan Pusat PKP-Badan Bimas Ketahanan Pangan dalam Departemen Pertanian, 2005
Keterangan :
*= Angka Sementara Tahun 2004
1 = Produksi kotor dikurangi untuk kebutuhan bibit 39,84 kg/ha dan kedelai tercecer 5%
2 = Jumlah penduduk dikalikan konsumsi per kapita
3 = Produksi + Impor Ekspor
41.31
35.46
33.64
28.95
15.57
maka hal ini akan segera diikuti peningkatan harga produsen dan
konsumen. Bagi produsen hal ini menguntungkan jika dibarengi dengan harga
input yang tetap. Bagi konsumen yang memerlukan kedelai sebagai bahan baku, tentu
saja hal ini akan mengurangi keuntungan output olahannya. Sebagai konsekwensinya,
konsumen kedelai (sebagai industrti pengolah) akan meningkatkan harga produk
olahannya untuk mengurangi atau menghindari kerugian.
Rp/kg
Konsumen
FOB
Transmisi Harga
Konsumen terhadap Produsen Dunia terhadap Domestik
0,942
0,676
0,888
0,653
0,962
0,786
besarnya tarif yang telah disepakati. Transmisi harga konsumen yang tinggi terhadap
harga produsen merupakan salah satu pertimbangan mengapa pemerintah tidak
menetapkan tarif sesuai dengan binding rate yang telah disepakati. Jika diperlukan,
pemerintah bisa menerapkan tarif impor sesuai dengan tingkat binding rate nya.
Tabel 6. Binding Rate dan Applied Rate Produk Kedelai
Binding
Rate of
Duty
Description
HS
Implementation
Period from/to
Applied rate
1997
2002
2005
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
1995-2004
2005
-0.96
0.06
0.13
0.03
1.09
-1.57
0.09
0.22
0.04
1.94
7.83
0.4
0.97
0.18
-6.08
-7.1
-14.5
0.99
0.18
-6.17
-7.16
0.39
-13.91
0.17
-5.91
10
-7.09
0.4
0.99
-14.82
-6.19
-4.97
0
0.01
0
4.96
0.01
5
0
0
4.99
0.03
0.01
4.97
0
4.9
0
0
0
5
4.99
11
13
14