You are on page 1of 4

Jurnal Medika Veterinaria

ISSN : 0853-1943

Erdiansyah Rahmi, dkk

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GENUS SALMONELLA DAN SHIGELLA


DARI FESES ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI PUSAT
REINTRODUKSI ORANGUTAN, JANTHO
Isolation and Identification of Genus Salmonella and Shigella from Sumatran Orangutan
(Pongo abelii) Feces in Orangutan Reintroduction Center, Jantho
Erdiansyah Rahmi1, Dina Agustina2, dan Faisal Jamin3
1

Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
E-mail: erdian.ersan@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi bakteri genus Salmonella dan Shigella dari feses orangutan sumatera (Pongo abelii). Sembilan
sampel feses orangutan semi liar diambil di pusat pelepasliaran orangutan sumatera, Cagar Alam Pinus Jantho. Sampel diidentifikasi dengan
metode Carter. Media selektif yang digunakan yaitu salmonella shigella agar (SSA), eosin methylen blue (EMB), dan MacConkey agar. Koloni
terpisah yang tumbuh pada media SSA diamati morfologinya dan dilakukan pewarnaan Gram serta dilanjutkan dengan uji biokimia yaitu Indol,
methyl red (MR), voges proskauer (VP), sulfid indol motility (SIM), simmons citrate (SC), dan uji gula-gula yaitu glukosa, sukrosa, laktosa, dan
manitol. Hasil identifikasi terhadap 9 sampel feses orangutan sumatera ditemukan bakteri genus Salmonella dan Shigella dari dua ekor orangutan.
Satu ekor teridentifikasi Salmonella, satu ekor teridentifikasi Shigella sedangkan sampel lainnya teridentifikasi bakteri coliform sehingga dapat
disimpulkan bahwa orangutan yang berada di Pusat Pelepasliaran Orangutan, Jantho terinfeksi bakteri Salmonella dan Shigella.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: feses, orangutan, Salmonella, Shigella

ABSTRACT
This study was done to identified bacteria of genus Salmonella and Shigella from sumatran orangutan (Pongo abelii) feces. Nine semi wild
orangutan fecal samples were obtained in Orangutan Reintroduction Center, Cagar Alam Pinus Jantho, Aceh Besar. The samples were
processed using Carter methode. The selective media used were Salmonella Shigella Agar (SSA), Eosin Methylen Blue (EMB), and MacConkey
Agar. The separated colonies which grawn in SSA media were observed for their morphology, and followed by Gram staining methode then
continued with biochemical test such as Indol, Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), Sulfid Indol Motility (SIM), Simmons Citrate (SC), and
sugar test such as glucose, sucrose, lactose, and manitol. From nine samples, one orangutan was infected with Salmonella and another one was
infected with Shigella. All of the samples were identified with Escherichia. In Conclusion, orangutan lived at Reintroduction Center, Jantho
infected with Salmonella and Shigella bacteria.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: feces, orangutan, Salmonella, Shigella

PENDAHULUAN
Orangutan merupakan salah satu primata yang saat
ini paling terancam keberadaannya di dunia (Ginting,
2006). Sejak tahun 1900 sampai akhir abad kedua
puluh, jumlah orangutan sumatera di alam diperkirakan
telah menurun sebanyak 91% (McConkey yang disitasi
oleh YOSLOIC, 2009). Kondisi yang sangat
mengkhawatirkan
tersebut
telah
menempatkan
orangutan sumatera ke dalam kategori kritis atau sangat
terancam punah (critically endangered) di dalam daftar
merah International Union for Conservation of Nature
(IUCN) dan masuk dalam daftar 25 primata utama
paling terancam punah di dunia tahun 2008 sampai
2010. Orangutan sumatera juga diperkirakan sebagai
kera besar pertama yang akan punah di alam liar (Wich
et al., 2011; IUCN, 2012).
Habitat orangutan juga telah menyusut sebanyak
80% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Perubahan
habitat dapat menyebabkan ketidakmampuan orangutan
dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut
sehingga memicu timbulnya berbagai penyakit yang
merupakan salah satu ancaman bagi orangutan
(Soehartono et al., 2007).

Gangguan saluran pencernaan merupakan masalah


yang paling sering ditemukan pada satwa primata.
Gangguan ini biasanya ditandai dengan gejala diare dan
salah satu penyebabnya adalah bakteri enteropatogen
(Wahyuni, 1999). Enteropatogen yang paling sering
menginfeksi orangutan adalah Shigella, Escherichia
coli, dan Salmonella (Aieolo, 2000). Salmonellosis dan
shigellosis juga termasuk di dalam daftar 25 penyakit
yang mengkhawatirkan pada orangutan (Orangutan
Concervancy,
2010).
Singleton
(2009)
juga
menyebutkan, salmonellosis merupakan penyakit serius
pada orangutan di Bukit Lawang setelah disentri
amuba, orangutan dapat terinfeksi melalui kontak
dengan manusia, air yang kotor, ataupun sampah
wisatawan.
Takasaka et al. (1988) menyatakan, salmonellosis
yang serius pernah terjadi pada kelompok monyet
Cynomolgus (Macaca irus) yang diimpor dari Filipina
ke Pusat Primata Tsukuba untuk ilmu kedokteran pada
tahun 1985. Selama masa karantina, ditemukan
Salmonella typhimurium (29 monyet) dan S. stanley (1
monyet) yang diisolasi dari 30 monyet dari total 130
monyet yang diimpor. Dua puluh delapan dari 30
monyet terinfeksi menunjukkan gejala diare cair dan
5

Jurnal Medika Veterinaria

tinja berlendir kadang-kadang berdarah. Tujuh dari 28


kasus klinis terinfeksi S. typhimurium mengakibatkan
kematian atau dalam keadaan hampir mati.
Spesies Shigella merupakan patogen penting yang
memengaruhi morbiditas dan mortalitas pada kera
(Good et al., 1969). Shigellosis menyebabkan kematian
yang tinggi pada primata. Lederer et al. (2005)
melaporkan, ditemukan dua kasus kematian orangutan
(Pongo pygmaeus) di kebun binatang Wina di Austria.
Pada tanggal 19 Februari 2004, orangutan betina
berumur 6 tahun mengalami kelelahan lalu timbul
diare berdarah 24 jam kemudian dan mati setelah lebih
dari 24 jam. Orangutan lainnya berumur 18 tahun
ditemukan tewas, pagi 22 Februari 2004. Hasil
pembedahan pada kedua orangutan tersebut
menunjukkan hemoragik, kolitis nekrosis, dan
peritonitis. Hasil identifikasi terhadap spesimen tinja
dari kedua orangutan tersebut ditemukan bakteri
Shigella flexneri. Good et al. (1969) juga memeriksa
6.646 monyet yang terdiri atas 10 spesies primata dari
tahun 1964 hingga tahun 1967. Monyet-monyet
tersebut diperiksa untuk mengetahui infeksi Shigella di
Pusat Biologi Primata Nasional California. Hasil
pemeriksaan didapatkan 12% terinfeksi dengan
Shigella dan 75% dari isolat adalah Shigella flexneri.
Usaha untuk menyelamatkan populasi orangutan
sumatera adalah dengan dikembangkannya pusat
reintroduksi (pelepasliaran) orangutan, salah satunya
adalah pusat reintroduksi orangutan yang berada di
kawasan hutan Cagar Alam Pinus Jantho, Aceh Besar.
Sebelum memasuki pusat reintroduksi tersebut
orangutan harus menjalani pemeriksaan lengkap dan
wajib melalui proses karantina sekurang-kurangnya
selama 30 hari yang dilakukan di pusat karantina
orangutan Batu Mbelin (YEL, 2011). Orangutan yang
dilepaskan di hutan harus benar-benar bebas dari
bakteri enteropatogen agar tidak menjadi sumber
penularan terhadap orangutan lainnya, sehingga perlu
dilakukan identifikasi bakteri enteropatogen agar tidak
terjadi wabah penyakit. Bakteri enteropatogen juga
sering ditemukan pada hewan dengan tanpa gejala
klinis atau hewan karier dimana hewan karier
berpotensi besar sebagai sumber penularan (Murphy
yang disitasi oleh Wahyuni, 1999).
MATERI DAN METODE
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
9 sampel feses dari 9 ekor orangutan sumatera (Pongo
abelii) yang diambil di Pusat Pelepasliaran Orangutan
Cagar Alam Pinus Jantho.
Prosedur Penelitian
Sampel feses diambil dengan menggunakan spatula
dan dimasukkan ke dalam botol steril kemudian
disimpan di dalam lemari es. Selanjutnya sampel
dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
menggunakan cool box untuk dilakukan pemeriksaan.
Identifikasi bakteri dilakukan dengan metode Carter
(1987).
6

Vol. 8 No. 1, Februari 2014

Identifikasi dan Isolasi Salmonella dan Shigella


Feses dimasukkan kira-kira sebanyak 1 gram ke
dalam Nutrient Broth dan diinkubasikan selama 24 jam
pada suhu 37 C kemudian ditanam pada media
Salmonella Shigella Agar (SSA) dengan teknik goresan
T. Koloni terpisah pada media SSA diamati
morfologinya (bentuk, diameter, elevasi, tepian, warna,
dan konsistensi) dan dilanjutkan dengan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram dilakukan dengan membuat
sediaan pada object glass kemudian diwarnai dengan
kristal violet selama 3 menit, lugol 2 menit, alkohol
96% 10 detik, dan safranin 1 menit. Koloni yang telah
diamati secara mikroskopis ditanam pada nutrient agar
untuk ditanam pada media eosin methylen, MacConkey
agar, uji biokimia indol, methyl red, voges proskauer,
sulfid indol motility, simmons citrate (IMVIC), triple
sugar iron agar (TSIA), dan uji gula-gula yaitu
glukosa, sukrosa, laktosa, dan manitol.
Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis
secara deskriptif dengan menampilkan hasil isolasi dan
identifikasi bakteri Genus Salmonella dan Shigella.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi bakteri (Tabel 1) terhadap 9
sampel feses orangutan menunjukkan bahwa pada feses
tersebut positif ditemukan bakteri dari famili
Enterobacteriaceae. Bakteri genus Salmonella diisolasi
dari orangutan sumatera yang bernama Bahruni dan
bakteri genus Shigella diisolasi dari orangutan sumatera
bernama Amin sedangkan pada orangutan lainnya
ditemukan bakteri Escherichia (Tabel 2). Bakteri
Escherichia juga teridentifikasi pada orangutan yang
bernama Bahruni dan Amin.
Tabel 1. Hasil identifikasi pada media SSA, EMB,
MacConkey, uji biokimia, dan uji gula-gula bakteri
Salmonella dan Shigella dari orangutan bernama Bahruni dan
Amin
Uji
SSA
EMB
MacConkey
Indol
MR
VP
SC
H2S TSIA
SIM
Glukosa
Sukrosa
Laktosa
Manitol

Salmonella
+
+
+

+
+
+

Shigella
+
+
+

(+) = positif; () = negatif

Salmonellosis dan shigellosis biasanya ditandai


dengan gejala diare namun orangutan bernama Amin
dan Bahruni tidak menunjukkan gejala tersebut.
Menurut Murphy yang disitasi oleh Wahyuni (1999),
bakteri penyebab salmonellosis dan shigellosis juga

Jurnal Medika Veterinaria

dapat ditemukan pada hewan tanpa gejala klinis atau


hewan karier. Pada suatu koloni Macaca dengan gejala
diare, Shigella dapat diisolasi secara murni maupun
bersamaan dengan bakteri patogen lainnya sebanyak 932%. Selanjutnya dikatakan pada tingkat karier bisa
mencapai 5-67% tergantung manajemen koloni.
Monyet karier Shigella yang tidak menunjukkan gejala
klinis akan menjadi sakit jika mengalami stres
(Wolfenshon; Banish et al. yang disitasi oleh Wahyuni,
1999). Pada penderita dengan status karier, bakteri
tetap ada dalam tubuh penderita selama periode yang
panjang yaitu beberapa bulan atau bertahun-tahun
(Portillo yang disitasi oleh Ariyanti dan Supar, 2005).
Disentri basiler (shigellosis) adalah penyakit serius
dengan angka kematian yang tinggi pada primata di
penangkaran. Penyebaran bakteri Shigella juga sangat
tinggi dan dosis minimal infeksinya sangat rendah yaitu
hanya sekitar 102 bakteri akan dapat menyebabkan
wabah infeksi pada primata dewasa dan manusia (Fowler
dan Miller, 2003). Good et al. (1969) juga menyatakan
spesies Shigella merupakan patogen penting yang
memengaruhi morbiditas dan mortalitas pada kera.
Penyebaran Shigella dapat terjadi dengan rute fekaloral, hewan yang terinfeksi mengeluarkan Shigella
bersama dengan fesesnya, kemudian mencemari
lingkungan. Individu yang terinfeksi Shigella,
mengeluarkan Shigella di dalam tinjanya dengan
konsentrasi lebih dari 109 Shigella per gram tinja (Said,
2008).
Tabel 2. Hasil pemeriksaan bakteri Salmonella dan Shigella
dari sembilan sampel feses orangutan sumatera dengan
metode Carter
Nama
Salmonella
Shigella
Escherichia
Orangutan
Simayam

+
Yusniar

+
Ruben

+
Kiskis

+
Coti

+
Ayu Ting

+
Ting
Amin

+
+
Mawas

+
Udin
Bahruni
+

+
(+) = positif; () = negatif

Hasil identifikasi bakteri Salmonella dan Shigella


pada sembilan orangutan sumatera didapatkan, satu
orangutan teridentifikasi positif bakteri Salmonella dan
satu orangutan lainnya teridentifikasi positif bakteri
Shigella, namun seharusnya tidak ditemukan adanya
bakteri enteropatogen tersebut pada feses orangutan
yang berada di pusat reintroduksi karena sebelum
memasuki pusat reintroduksi tersebut, orangutan telah
menjalani pemeriksaan lengkap dan wajib melalui
proses karantina sekurang-kurangnya selama 30 hari
(YEL, 2011). Persentase bakteri Escherichia yang
tinggi (100%) dikarenakan bakteri Escherichia terdapat
secara normal dalam organ pencernaan manusia dan
hewan (Isnawati, 2012).

Erdiansyah Rahmi, dkk

Dua orangutan yang teridentifikasi bakteri


enteropatogen pada saluran pencernaannya, Bahruni
dan Amin, mungkin terpapar bakteri patogen tersebut
dari lingkungan karena kedua orangutan tersebut telah
dilepasliarkan di hutan, dimana pada kawasan Cagar
Alam Pinus Jantho juga terdapat satwa-satwa lain
seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),
babi hutan (Sus scrofa), gibbon (Hylobates agilis), dan
satwa liar lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kilbourn et al. (2003) bahwa paparan patogen mungkin
disebabkan faktor lingkungan termasuk intensitas
interaksi dengan spesies lain.
Infeksi Salmonella di alam liar sering akibat
transmisi dari hewan sekitar atau manusia yang tidak
sengaja menjadi penyebab paparan. Banyak spesies
Salmonella yang telah diisolasi dari mamalia liar
seperti pada rusa, baboon, dan badak (Williams dan
Barker, 2001). Burung liar pada umumnya dianggap
sebagai reservoir utama dari Salmonella di lingkungan
karena dapat membawa bakteri Salmonella pada
saluran pencernaannya, umumnya tanpa menunjukkan
gejala klinis (Meerburg dan Kijlstra, 2007). Sejumlah
besar serotipe Salmonella juga telah diisolasi dari reptil
(ular, kura-kura, kadal) liar ataupun yang dipelihara
dan dikeluarkan dari saluran pencernaan maupun
telurnya (Hoelzer et al., 2011). Bakteri ini tetap virulen
dalam waktu yang lama yaitu dapat bertahan lebih dari
90 hari di air, lebih dari 200 hari di tanah, dan lebih
dari 28 sampai 30 bulan di dalam feses (Fowler dan
Miller, 2003).
Infeksi juga dapat terjadi melalui proses fekal-oral
yaitu ketika hewan melakukan kontak dengan feses
kemudian memakannya (YOSL-OIC, 2009). Seperti
yang pernah dilakukan orangutan bernama Yusniar
dimana
orangutan
Yusniar
masih
kesulitan
mendapatkan makanan karena sedang dilatih untuk
mandiri mencari pakan sendiri. Mereka juga sering kali
terlihat mengambil sisa-sisa makanan (seperti biji salak
dan kulit jeruk) yang telah jatuh dan terkontaminasi
feses. Kemudian perilaku orangutan di kawasan Cagar
Alam Jantho, masih ada yang terlihat sering turun dan
berjalan di tanah seperti yang dilakukan orangutan
bernama Yusniar, Coti, dan Bahruni. Perilaku tersebut
dapat mengakibatkan paparan agen patogen pada
orangutan. Orangutan sendiri sebenarnya merupakan
satwa arboreal, yaitu satwa yang seluruh aktivitasnya
dilakukan di atas pohon dan sangat jarang sekali turun
ke tanah (Meijaard et al., 2001).
Rendahnya persentase paparan bakteri patogen
dapat disebabkan ketidakmampuan berkompetisi
dengan bakteri lainnya seperti yang dijelaskan oleh
Supardi dan Sukamto yang disitasi oleh Saptarini
(2009) bahwa Salmonella tidak dapat berkompetisi
secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang
terdapat di dalam makanan. Oleh karena itu,
pertumbuhannya sangat terhambat dengan adanya
bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk,
bakteri genus Escherichia dan bakteri asam laktat
(BAL). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Septiarini et al. (2011) bahwa BAL dari feses
7

Jurnal Medika Veterinaria

orangutan (Pongo pygmaeus) mampu menghambat


bakteri enteropatogen (Escherichia coli, Salmonella,
dan Shigella) karena memiliki aktivitas antimikroba.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian terhadap 9 sampel feses
orangutan sumatera (Pongo abelii) di Pusat
Reintroduksi Orangutan, Jantho disimpulkan satu
orangutan terinfeksi bakteri enteropatogen genus
Salmonella dan satu orangutan lainnya terinfeksi
enteropatogen genus Shigella.
DAFTAR PUSTAKA
Aieolo, E.S. 2000. The Merck Veterinery Manual. 8th ed. Merck &
Co, Inc., USA.
Ariyanti, T. dan Supar. 2005. Problematik salmonellosis pada
manusia. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai
Penelitian Veteriner, Bogor.
Fowler, M.E. and R.E. Miller. 2003. Zoo and Wild Animal
Medicine. 3th ed. Elsevier Sciene, USA.
Ginting, Y. 2006. Studi Reintroduksi Orangutan Sumatera (Pongo
pygmaeus abelii Lesson, 1827) yang Dikembangkan di Stasiun
Karantina Medan dan di Stasiun Reintroduksi Jambi. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Good, R.C., B.D. May, and T. Kawatomari. 1969. Enteric pathogens
in monkeys. J. Bacteriol. 97(3):1048-1055.
Hoelzer, K., A.I.M. Switt, and M. Wiedmann. 2011. Animal contact
as a source of human non-typhoidal salmonellosis.Veterinary
Research. http://www.veterinary research.org/content/42/1/34.
Isnawati. 2012. Hubungan higiene sanitasi keberadaan bakteri
Coliform dalam es jeruk di warung makan Kelurahan Tembalang
Semarang. J. Kesehatan Masyarakat. 1(2):1005-1017.
IUCN. 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.1.
www.iucnredlist.org.
Kilbourn, A.M., W.B. Karesh, N.D. Wolfe, E.J. Bosi, R.A. Cook, and
M. Andau. 2003. Health evaluation of free-ranging and semicaptiveorangutans (Pongo pygmaeus pygmaeus) in Sabah,
Malaysia. Wildlife Disease Association. J. Wildlife Diseases.
39(1):73-83.
Lederer I., P. Much, F. Allerberger, T. Voracek, and H. Vielgrader.
2005. Outbreak of shigellosis in the Vienna Zoo affecting human
and non-human primates. Int. J. Infect. Dis. 9(5):290-291.

Vol. 8 No. 1, Februari 2014

Meerburg, B.G. and A. Kijlstra. 2007. Role of rodents in


transmission of Salmonella and Campylobacter. J. Sci. Food
Agricult. 87:2774-2781.
Meijaard, E., H.D. Rijksen, dan S.N. Kartikasari. 2001. Di Ambang
Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21.
The Gibbon Foundation Indonesia, Jakarta.
Orangutan Concervancy. 2010. Veterinary Workshop. http://www.
orangutan.com/wpcontent/uploads/2010/11/OC-2010Veterinary- Workshop-Report.pdf.
Said, N.I. 2008. Teknologi Pengelolaan Air Minum, Teori, dan
Pengalaman Praktis. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, Jakarta.
Saptarini, K. 2009. Isolasi Salmonella spp. pada Sampel Daging Sapi
di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya terhadap Proses
Pendinginan dan Pembekuan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Septiarini, W.E., M.C. Padaga, dan D.A. Oktaviane. 2011. Aktivitas
Antimikroba Bakteri Asam Laktat (BAL) yang Diisolasi dari
Feses Orangutan (Pongo pygmaeus) terhadap Penghambatan
Pertumbuhan Bakteri Enterik patogen secara In Vitro. Skripsi.
Universitas Brawijaya. Malang.
Singleton, I. 2009. Stasiun pengamatan orangutan semi liar dan
tantangannya.
PanEco
Foundation-Sumatran
Orangutan
Conservation Programme. http://povertyandconservation.info/
sites/default/files/Orang%20Utan%20tourism%20case%20stud
y%20Ian%20Singleton.pdf
Soehartono, T., H.D. Susilo, N. Andayani, S.S.U. Atmoko, J. Sihite,
C. Saleh, dan A. Sutrisno. 2007. Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Departemen
Kehutanan, Jakarta.
Takasaka, M., A. Kohno, I. Sakakibara, H. Narita, and S. Honjo.
1988. An outbreak of salmonellosis in newly imported
Cynomolgus monkeys. Jpn. J. Med. Sci. Biol. 41(1):1-13.
Wahyuni, T. 1999. Bakteri Enteropatogen pada Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis): Tingkat Keterpaparan dan Pola
Kepekaannya terhadap Antibiotik. Tesis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Wich, S., Riswan, J. Jenson, J. Refisch, dan C. Nellemann. 2011.
Orangutan dan Ekonomi Pengelolaan Hutan Lestari di
Sumatera. Barragraphia, Indonesia.
Williams, E.S. dan I.K. Barker. 2001. Infectious Disease of Wild
Mammals. 3th ed. Iowa State University Press, USA.
YEL (Yayasan Ekosistem Lestari). 2011. Laporan Tahunan 2011
Yayasan Ekosistem Lestari. http://yelweb.org/sites/default/
files/annual_report-2011-id-web.pdf.
YOSL-OIC. 2009. Guidebook to The Gunung Leuser National
Park. Orangutan Information Centre, Medan.

You might also like