You are on page 1of 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Perkembangan Kota
Kota memiliki pengertian yang berbeda-beda, tergantung pada sudut pandang

dan bidang kajian yang dilakukan. Secara umum beberapa unsur yang tedapat pada
pengertian kota adalah: kawasan pemukiman dengan jumlah dan kepadatan
penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat
non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat
tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan
rasional, ekonomis dan individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997:52). Bentuk kota
yang terjadi dekarang tidak terlepas dari proses pembentukankota itu sendiri.
Perkembangan kota, pada hakekatnya menyangkut berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Perkembangan dan pertumbuhan kota
berjalan sangat dinamis. Menurut Branch (1995:37) beberapa unsur yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota antara lain :
1)

Keadaan geografis, yakni pengaruh letak geografis terhadap perkembangan


fisik dan fungsi yang diemban oleh kota. Kota pantai misalnya akan
berkembang secara fisik pada bagian daratan yang berbatasan dengan laut
dengan perkembangan awal di sekitar pelabuhan. Oleh karenanya kota
demikian memiliki fungsi sebagai kota perdagangan dan jasa serta sebagai
simpul distribusi jalur transportasi pergerakan manusia dan barang.

Universitas Sumatera Utara

2)

Tapak (site), merujuk pada topografi kota. Sebuah kota akan berkembang
dengan

memperhitungkan

kondisi

kontur

bumi.

Dengan

demikian

pembangunan saran dan prasarana kota akan menyesuaikan dengan


topografinya agar bermanfaat secara optimal.
3)

Fungsi yang diemban kota, yaitu aktivitas utama atau yang paling menonjol
yang dijalankan oleh kota tersebut. Kota yang memiliki banyak fungsi, seperti
fungsi ekonomi dan kebudayaan, akan lebih cepat perkembangannya daripada
kota berfungsi tunggal.

4)

Sejarah dan kebudayaan yang melatarbelakangi terbentuknya kota juga


berpengaruh terhadap perkembangan kota, karena sejarah dan kebudayaan
mempengaruhi karakter fisik dan masyarakat kota.

5)

Unsur-unsur

umum,

yakni

unsur-unsur

yang

turut

mempengaruhi

perkembangan kota seperti bentuk pemerintahan dan organisasi administratif,


jaringan transportasi, energi, pelayanan sosial dan pelayanan lainnya.
Kesemua unsur tersebut saling

berkaitan dan mempengaruhi dan dalam

tampilan fisik tercermin dari bentukan fisik perkotaan yang mengemban fungsifungsi tertentu. Pertumbuhan kota lebih cenderung

dianalisis dari pertumbuhan

penduduk perkotaan. Dimensi perkembangan dan pertumbuhan kota dapat ditinjau


dari pengaruh pertumbuhan penduduk yang tidak terlepas dari suatu proses yang
disebut urbanisasi. Menurut Herlianto (1986:5), urbanisasi ditinjau dari konsep
keruangan (spasial) dan ekologis sebagai suatu gejala geografis. Konsep
pemikirannya didasarkan pada adanya gerakan/perpindahan penduduk dalam suatu
wilayah atau perpindahan penduduk keluar dari suatu wilayah tertentu. Gerakan atau
perpindahan penduduk yang terjadi tersebut disebabkan adanya salah satu komponen

Universitas Sumatera Utara

dari ekosistemnya yang kurang atau tidak berfungsi dengan baik, sehingga terjadi
ketimpangan dalam ekosistem setempat, serta terjadinya adaptasi ekologis baru bagi
penduduk yang pindah dari daerah asalnya ke daerah baru (perkotaan).
Menurut Catanese (1998) faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kota
ini dapat berupa faktor fisik maupun non fisik. Faktor-faktor fisik akan
mempengaruhi perkembangan suatu kota diantaranya :
1)

Faktor lokasi, faktor lokasi dimana kota itu berada akan sangat mempengaruhi
perkembangan kota tersebut, hal ini berkaitan dengan kemampuan kota
tersebut untuk melakukan aktivitas dan interaksi yang dilakukan penduduknya.

2)

Faktor geografis, kondisi geografis suatu kota akan mempengaruhi


perkembangan kota. Kota yang mempunyai kondisi geografis yang relatif datar
akan sangat cepat untuk berkembang dibandingkan dengan kota di daerah
bergunung-gunung yang akan menyulitkan dalam melakukan pergerakan baik
itu orang maupun barang
Sedang faktor-faktor non fisik yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu

kota dapat berupa :


1)

Faktor perkembangan penduduk, perkembangan penduduk dapat disebabkan


oleh 2 (dua) hal, yaitu secara alami (internal) dan migrasi (eksternal).
Perkembangan secara alami berkaitan dengan kelahirandan kematian yang
terjadi di kota tersebut, sedangkan migrasi berhubungan dengan pergerakan
penduduk dari luar kota masuk kedalam kota sebagai urbanisasi, dimana
urbanisasi dapat mempunyai dampak positif maupun negatif. Perkembangan
dikatakan positif apabila jumlah penduduk yang ada tersebut merupakan modal

Universitas Sumatera Utara

bagi pembangunan, dan berdampak negatif apabila jumlah penduduk


membebani kota itu sendiri.
2)

Faktor aktivitas kota, kegiatan yang ada di dalam kota tersebut, terutama
kegiatan perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian ditentukan oleh
faktor-faktor yang berasal dari dalam kota itu sendiri (faktor internal) yang
meliputi faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal serta faktorfaktor yang berasal dari luar daerah (faktor eksternal) yaitu tingkat permintaan
dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah yang
bersangkutan.

II.2 Bentuk Pemekaran Kota


Dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meingkatnya jumlah penduduk
perkotaan serta meningkatnya jumlah kebutuhan kehidupan mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar. Karena ketersediaan ruang di
dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan akan mengambil ruang
di pinggiran kota. Gejala pengambil alihan lahan ke arah luar disebut urban
sprawl(Yunus, 2000:125). Secara garis besar ada 3 (tiga) macam proses perluasan
areal kekotaan (Urban Sprawl), yaitu :
1)

Perembetan Konsentris (Concentric Developmant / Low Density Continous


Development). Merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang paling
lambat. Perembetan berjalan prlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian
luar kenampakan fisik kota. Peran transportasi terhadap perembetan tidak
terlalu besar.

Universitas Sumatera Utara

2)

Perembetan Memanjang (Ribbon Development / Linier Development / Axial


Development).

Tipe ini menunjukkan ketidamerataan perembetan areal

kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar darpada daerah kota utama. Perembetan
paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang
bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah sepanjang rute transportasi
utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Membumbungnya
harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan lahan pertanian, dengan
makin banyaknya konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian.
3)

Perembetan Yang Meloncat (Leap Frog Developmemt / Checkerboard


Developmemt). Tipe ini dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti
ekonomi, maupun estetika. Perkenbangan lahan kekotaanya terjadi berpencar
secara sporadis. Keadaan ini sangat menyulitkan dalam membangun prasaranaprasarana/fasilitas. Pembiayaan untuk pembangunan jaringan-jaringannya
sangat tidak sebanding dengan penduduk yang diberi fasilitas. Khusunya
apabila dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di areal kekotaan yang
kompak.

II.3 Struktur Kota


Struktur adalah susunan sesuatu (fisik atau nonfisik) yang bersatu secara
teratur atau tatanan yang menunjukkan keterkaitan antar bagian dan memperlihatkan
sifat.(Kamus Tata Ruang, 1998:103). Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian
yang menyusun suatu kota yang menunjukkan keterkaitan antar bagian. Penjabaran
struktur kota membentuk pola kota yang menginformasikan antara lain kesesuaian
lahan,kependudukan, guna lahan, sistem transportasi dan sebagainya, dimana
kesemuanya berkaitan satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Bourne (1982) kota dapat diketahui lebih lanjut dari struktur tata
ruangnya. Struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen, yaitu :
1) Bentuk kota, merupakan pola atau penataan ruang dari tiap-tiap elemen kota sperti
bangunan dan penggunaan lahan, kelompok sosial, kegiatan ekonomi dan
kelembagaan di dalam kota.
2) Interaksi dalam kota, terbentuk dari sejumlah hubungan kaitan dan aliran
pergerakan yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam kota tersebut.
3) Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota, merupakan mekanisme yang
menghubungkan kedua elemen sebelumnya kedalam struktur kota yang berbeda,
misalnya berdasarkan penggunaan lahan dan aliran pergerakan dalam kota yang
terbentuk mekanisme harga lahan yang berbeda-beda di dalam kota.
II.3.1 Model Struktur Kota
Herbert dalam Yunus (2000) mengemukakan bahwa terdapat 3 model klasik
berkaitan dengan struktur kota yang dibedakan menjadi tori zona konsentris, teori
sektoral dan konsep multiple-nuclei. Secara umum model-model tersebut
menjelaskan bagaimana tata guna lahan yang mungkin terbentuk di dalam
perkembangan suatu kota.
1) Teori Zona Konsentris
Teori zona konsentris merupakan model yang dikemukakan oleh E.W
Burgess yang menggambarkan struktur kota sebagai pola lima zona lingkaran
konsentris. Menurut model ini, dinamika perkembangan kota akan terjadi dengan
meluasnya zona pada setiap lingkaran. Sejalan dengan perkembangan masyarakat
maka berkembang pula jumlah penduduk dan jumlah struktur yang dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Sementara itu proses segregasi dan


diferensiasi terus berjalan, yang kuat akan selalu mengalahkan yang lemah.
Daerah pemukiman dan institusi akan terdepak keluar secara centrifugal dan
business akan semakin terkonsentrasi pada lahan yang paling baik di kota, atau
dengan kata lain sektor yang berpotensi ekonomi kuat akan merebut lokasi
strategis dan sektor yang berpotensi ekonomi lemah akan terdepak ke lokasi yang
derajat aksesibilitasnya jauh lebih rendah dan kurang bernilai ekonomi. Dengan
kata lain, apabila landscapenya datar sehingga aksesibilitas menunjukkan nilai
sama ke segala penjuru dan persaingan bebas untuk mendapatkan ruang, maka
penggunaan lahan suatu kota cenderung berbentuk konsentris dan berlapis-lapis
mengelilingi titik pusat.

Gambar II.1
TEORI ZONA KONSENTRIS
Karakteristik masing-masing zona dapt diuraikan sebagai berikut :
a.

Zona 1 : Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD)
Daerah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik,
sosial-budaya, ekonomi dan teknologi. Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu

Universitas Sumatera Utara

bagian paling inti yang disebut RBD (Retail Business District) dan bagian di
luarnya yang disebut WBD (WholesaleBusiness District). Pada bagian paling
inti, kegiatan dominan antara lain pusat perbelanjaan, perkantoran, pusat
hiburan dan kegiatan sosial-politik. Seedangkan pada bagian di luarnya
ditempati oleh bangunan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi dalam
jumlah yang yang besar, antara lain seperti pasar dan pergudangan
(warehouse).
b.

Zona 2 : Daerah Peralihan atau Transition Zone


Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan
permukiman yang terus-menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya
tidak lain karena adanya intrusi fungsi yang berasal dari zona pertama
sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman
seperti gudang kantor dan lain-lain, dengan demikian sangat mempercepat
terjadinya deteriorisasi lingkungan pemukiman.

c.

Zona 3 : Zona Perumahan Para Pekerja Bebas


Zona ini paling banyak ditempati oleh pekerja-pekerja, baik pekerja pabrik
ataupun industri. Di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona 2,
namun masih menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat
kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah
ini, karena letaknya masih di halangi oleh zona peralihan. Kondisi
permukimannya lebih baik dibandingkan dengan zona 2 walaupun sebagian
besar penduduknya masih masuk dalam kategori low-medium status.

Universitas Sumatera Utara

d.

Zona 4 : Zona Permukiman Lebih Baik


Zona ini di huni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi,
walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan
mengusahakan sendiri bisnis kecil-kecilan, para profesional, para pegawai
dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungan
permukimannya menunjukkan derajat keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas
permukiman terencana dengan baik, sehingga kenyamanan tempat tinggal
dapat dirasakan pada zona ini.

e.

Zona 5 : Zona Penglaju atau Commuter Zone


Zona ini tercipta akibat interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen
sistem kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnya
pun sangat dinamis dan tidak statis. Timbulnya penglaju merupakan suatu
akibat adanya proses desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder
dari aplikasi teknologi di bidang transportasi dan komunikasi.

2. Teori Sektoral
Teori sektoral dirumuskan oleh Hommer Hoyt yang mengemukakan bahwa
perkembangan suatu kawasan tidak akan selalu membentuk lingkaran konsentris,
akan tetapi terdistribusi sesuai dengan perbedaan potensi pengembangannya. Hal
ini akhirnya akan membentuk struktur sektoral, mengingat perkembangan suatu
kawasan tidak akan terjadi secara merata ke segala arah. Secara konsep, model
teori sektor yang dikembangkan oleh Hoyt dalam beberapa hal masih
menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya. Jelas sekali terlihat disini
bahwa jalur transportasi yang menjari (menghubungkan pusat kota ke bagian-

Universitas Sumatera Utara

bagian yang lebih jauh) diberi peranan yang besar dalam pembentukan pola
struktur internal kotanya.

Gambar II.2
TEORI SEKTORAL
Secara garis besar, zona yang ada dalam teori sektor dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Zona 1 : Central Business District (CBD)


Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris. Seperti
halnya teori konsentris, CBD merupakan pusat kota yang relatif terletak di
tengah kota yang berbentuk bundar.

b.

Zona 2 : Zona Wholesale Light Manufacturing


Apabila dalam teori konsentris zona 2 berada pada lingkaran konsentris,
berbatasan langsung dengan zona 1, maka pada teori sektor, zona kedua
membentuk pula seperti taji (wedge) dan menjari ke arah luar menembus
lingkaran-lingkaran konsentris, sehingga gambaran konsentris mengabur
adanya. Jelas sekali terlihat peranan jalur transportasi dan komunikasi yang
menghubungkan CBD dengan daerah luar nya yang mengontrol persebaran
zona 2 ini. Hal ini wajar sekali karena kelangsungan kegiatan pada

Universitas Sumatera Utara

wholesaling ini sangat ditentukan oleh derajat aksesbilitas zona yang


bersangkutan.
c.

Zona 3 : Zona Pemukiman Kelas Rendah


Zona 3 adalah suatu zona yang dihuni oleh penduduk yang mempunyai
kemampuan ekonomi lemah. Dengan hanya melihat persebaran keruangan
zona ini saja seolah-olah terlihat adanya kontradiksi antara teori dan
kenyataan. Sebagian zona 3 ini membentuk persebaran yang memanjang
radial centrifugal dimana biasanya bentuk seperti ini sangat dipengaruhi
oleh adanya rute transportasi dan komunikasi, atau dengan kata lain
menunjukkan derajat aksesibilitas yang tinggi. Daerah-daerah dengan derajat
aksesibilitas yang tinggi pada kota akan selalu identik dengan daerah yang
bernilai ekonomi tinggi, namun dalam model sektor ini, zona 3 dimana
penghuninya berstatus ekonomi rendah justru mempunyai pola persebaran
yang seperti ini, atau menempati daerah-daerah bernilai ekonomi tinggi

d.

Zona 4 : Zona Pemukiman Kelas Menengah


Zona 4 ini menurut Hoyt agak menyimpang, khususnya dalam pembentukan
sektornya. Tidak seperti zoana 2, 3 dan 5 dimana sifat radiating sector nya
sangat mencolok. Kemapanan ekonomi yang semula berasal dari zona 3
memungkinkannya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat
kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak
dan semakin mapan. Kelompok pemukiman-pemukiman baru akan
membentuk sektor-sektor tersendiri.

Universitas Sumatera Utara

e.

Zona 5 : Zona Pemukiman Kelas Tinggi


Zona 5 ini merupakan tahap terakhir daripada residential mobility
penduduk kota. Daerah ini menjanjikan kepuasan, kenyamanan bertempat
tinggal. Penduduk dengan penghasilan tinggi mampu menbangun tempat
hunian yang sangat mahal atau mewah.

3. Teori Pusat Berganda (Multiple Nuclei)


Teori ini merupakan teori yang di rumuskan oleh C.Harris dan E.Ullman yang
dikenal dengan teori multiple nuclei. Pola ini pada dasarnya merupakan
modifikasi dan kombinasi dari dua pendekatan sebelumnya, dimana dinyatakan
bahwa kota tidak selalu terbentuk dari satu pusat, akan tetapi dari beberapa pusat
lainnya dalam satu kawasan. Lokasi zona-zona keruangan yang terbentuk tidak
ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk
persebaran zona-zona ruang yang teratur, akan tetapi berasosiasi dengan sejumlah
faktor, dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan
yang khas.

GAMBAR II.3
TEORI PUSAT BERGANDA ( MULTIPLE NUCLEI )

Universitas Sumatera Utara

Zona-zona keruangan pada teori pusat berganda ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.

Zona 1 : Central Business District (CBD)


Seperti halnya dengan teori konsentris dan sektor, zona ini berupa pusat kota
yang menampung sebagian besar kegiatan kota. Zona ini berupa pusat
fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan,
seperti retailing distrik khusus perbankan, pusat hiburan, dan lain-lain.

b.

Zona 2 : Zona Wholesale Light Manufacturing


Oleh karena keberadaan fungsi sangat membutuhkan jasa angkutan besar,
maka fungsi ini banyak mengelompok sepanjang jalan kereta api dan dekat
dengan CBD. Zona ini tidak berada di sekeliling zona 1, tetapi hanya
berdekatan saja. Sebagaimana wholesaling, light manufacturing juga
membutuhkan persyaratan yang sama, yaitu transportasi yang baik, ruang
yang memadai, dekat dengan pasar dan tenaga kerja.

c.

Zona 3 : Zona Pemukiman Kelas Rendah


Pemukiman membutuhkan persyaratan khusus. Dalam hal ini ada persaingan
mendapatkan lokasi yang nyaman antara golongan berpenghasilan tinggi
dengan golongan berpenghasilan rendah. Zona ini mencerminkan daerah yang
kurang baik untuk pemukiman, sehingga penghuninya umumnya dari
golongan rendah dan pemukimannya juga relatif kurang baik dibandingkan
zona 4. Zona ini dekat dengan pabrik-pabrik dan jalan kereta api.

d.

Zona 4 : Zona Pemukiman Kelas Menengah


Zona ini tergolong lebih baik daripada zona 3, baik dari segi fisik maupun
penyediaan fasilitas kehidupannya. Penduduk yang tinggal disini pada
umumnya mempunyai penghasilan yang lebih tinggi dari penduduk zona 3.

Universitas Sumatera Utara

e.

Zona 5 : Zona Pemukiman Kelas Tinggi


Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk pemukiman dalam artian fisik
maupun penyediaan fasilitas. Lingkungan alamnya juga menjanjikan
kehidupan yang tenteram, aman, sehat dan menyenangkan. Hanya golongan
penduduk yang berpenghasilan tinggi yang mampu memiliki lahan dan rumah
di zona ini. Lokasinya relatif jauh dari CBD dan daerah industri, namun untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari di dekat nya dibangun business district
baru yang tidak kalah dengan CBD. Pusat-pusat baru seperti kampus, pusat
rekreasi dan taman-taman sangat menarik perkembangan pemukiman
menengah dan tinggi.

f.

Zona 6 : Zona Heavy Manufacturing


Zona ini merupakan konsentrasi pabrik-pabrik besar. Berdekatan dengan zona
ini

biasanya

mengalami

berbagai

permasalahan

lingkungan

seperti

pencemaran, kebisingan, kesemrawutan lalu-lintas dan sebagainya, sehingga


untuk kenyamanan tempat tinggal tidak baik. Namun didaerah ini terdapat
berbagai lapangan kerja yang banyak. Adalah wajar apabila kelompok
penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat dengan zona ini.
g.

Zona 7 : Zona Business District Yang Lain


Zona ini muncul untuk memenuhi kebutuhan penduduk zona 4 dan 5 dan
akan sekaligus menarik fungsi-fungsi lain untuk berada di dekatnya. Sebagai
salah satu pusat, zona ini akan menciptakan suatu pola tata ruang yang
berbeda pula, sehingga tidak mungkin terciptanya pola konsentris, tetapi
membentuk persebaran lagi sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

h.

Zona 8 : Zona Tempat Tinggal Daerah Pinggiran (Suburban)


Zona ini membentuk komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk
disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan zona ini digunakan
untuk tempat tinggal semata. Proses perkembangannya akan serupa dengan
kota lama.

i.

Zona 9 : Zona Industri Daerah Pinggiran (Suburban)


Sebagaimana perkembangan industri-industri lainnya, unsur transportasi
selalu menjadi persyaratan untuk hidupnya fungsi ini. Walaupun terletak di
daerah pinggiran, zona ini dijangkau oleh jalur transportasi yang memadai.
Sebagai salah satu pusat pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan
pola-pola persebaran keruangan tersendiri dengan proses yang serupa.

II.3.2 Pola Jaringan Jalan


Struktur tata ruang kota pada dasarnya dibentuk oleh dua elemen utama, yaitu
link dan node. Kedua elemen tersebut sekaligus merupakan elemen utama
transportasi (Morlok, 1978:89). Link (jalur) adalah suatu garis yang mewakili suatu
panjang tertentu dari suatu jalan, rel atau rute kenderaan. Sedangkan node adalah
suatu titik tempat suatu jaringan jalan bertemu. Pola jaringan jalan merupakan salah
satu unsur dari morfologi kota (Yunus, 2000:114). Dari berbagai komponen
morfologi kota, pola jalan merupakan komponen yang paling nyata manifestasinya
dalam pembentukan periodeisasi pembentukan kota. Ada tiga sistem pola jalan yang
dikenal, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1.

Pola Jalan Tidak Teratur (Irregular System)


Pada sistem ini terlihat tidak adanya ketidak teraturan sistem jalan baiak di
tinjau dari segi lebar maupun arahnya. Ketidakteraturan ini terlihat pada pola
jaringan jalannya yang melingkar dengan lebar yang bervariasi. Begitu pula
perletakan antar rumahnya. Hal ini menunjukkan tidak adanya peraturan atau
perencanaan kotanya. Pada umumnya kota-kota pada awal pertumbuhan
selalu di tandai dengan sistem ini.

2.

Pola Jalan Radial Konsentris (Radial Concentric System)


Tipe ini akan memusatkan pergerakan pada satu lokasi, biasanya berupa pusat
kota. Sistem radial biasanya dimiliki oleh suatu kota denfan konsentrasi
kegiatan pada pusat kota. Sistem pola jalan ini mempunyai beberdapa pusat
khusus, antara lain :
a. Mempunyai pola jalan konsentris
b. Mempunyai pola jalan radial
c. Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama
d. Secara keselruhan membentuk jaringan sarang laba-laba
e. Mempunyai keteraturan geometris
f. Jalan besar menjari dari titik pusat

3.

Pola Jalan Bersiku atau Sistem Grid


Grid adalah bentuk paling sederhana dari sistem jaringan. Sistem ini mampu
mendistribusikan pergerakan secara merata ke seluruh bagian kota, dengan
demikian pergerakan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja. Kota-kota
dengan sistem jaringan ini pada umumnya memiliki topografi yang datar.
Bentuk grid ini dikenal sebagai pola jaringan pada kota-kota benteng

Universitas Sumatera Utara

(bastides cities). Bagian-bagian kotanya dibagi-bagi sedemikian rupa menjadi


blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang paralel yang
membentuk sudut siku. Jalan-jalan utamanya membentang dari pintu gerbang
utama kota sampai alun-alun utama pada bagian pusat kota. Sistem ini
merupakan sistem yang sangat cocok untuk pembagian lahannya dan untuk
daerah luar kota yang masih banyak tersedia lahan kosong. Pengembangan
kotanya akan tampak teratur dengan mengikuti pola yang telah terbentuk
(Yunus, 2000:150).
II.4

Teori Penggunaan Lahan Kota


Penggunaan lahan dapat diartikan sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan

pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu. Kemampuan untuk meramalkan
kebutuhan perjalanan mendatang tergantung pada penentuan dan penggunaan tata
guna lahan pada masa mendatang. Sehingga diharuskan untuk merinci tata guna
lahan yang ada. Penggunaan lahan ditentukan oleh lokasi dan tersedianya pelayanan
yang memadai dari fasilitas kota. Meskipun transportasi dan tata guna lahan sangat
berhubungan, tepatnya perilaku hubungan ini adalah kompleks, dan transportasi
adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan tata guna
lahan (Catanese, 1998:381). Menurut Chapin (1979:28), ada 3 (tiga) sistem yang
mempengaruhi penggunaan lahan perkotaan, yaitu :
a. Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya. Dalam
konteks ini, sistem aktivitas kota mewujudkan aktivitas antar tempat dan antar
perjalanan. Dengan kata lain bahwa pergerakan diwujudkan dalam jaringan
transportasi, dan aktivitas diwujudkan dalam bentuk guna lahan.

Universitas Sumatera Utara

b. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konservasi atau


rekonversi lahan dan

penyesuaiannya bagi

kegunaan manusia.

Sistem

pengembangan lahan ini berhubungan dengan lahan kota, baik itu dari segi
penyediaannya maupun dari segi ekonomisnya.
c. Ssitem lingkungan. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi
kehidupan dan keberadaan manusia serta habitat dan sumber daya untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia.
Ketiga sistem tersebut akan saling mempengaruhi dalam membentuk struktur
penggunaan lahan kota. Di negara maju, unsur yang paling penting dalam
membentuk struktur ruang kota adalah sistem aktivitas. Karena di negara maju
dengan penduduk yang padat dan kegiatan perkotaan yang beraneka ragam
mengakibatkan sistem aktivitas masyarakat kota akan lebih berperan daripada sistem
pengembangan lahan dan sistem lingkungannya.
Dalam Yunus (2000:177), Charles Colby mencetuskan idenya tentang
kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota. Secara
garis besar, kekuatan-kekuatan dinamis tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kekuatan sentrifugal dan kekuatan sentripetal. Kekuatan gerak sentrifugal adalah
kekuatan yang menyebabkan adanya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi
pergerakan dari dalam kota menuju ke bagian luar kota (pheripherial zone).
Sedangkan gerak sentripetal adalah kekuatan yang menyebabkan adanya pergerakan
penduduk dan fungsi-fungsi pergerakan dari luar kota menuju ke bagian dalam kota
(inner zone). Berikut ini adalah hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentrifugal
dan gerak sentripetal.

Universitas Sumatera Utara

Hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentrifugal :

Adanya gangguan lalu-lintas (kemacetan) dan polusi

Sewa tanah yang murah

Perumahan di daerah kota yang sempit

Keinginan secara naluri untuk menempati wilayah yang masih alami

Hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentripetal :


Pertimbangan jarak antar rumah dan tempat bekerja yang dekat
Dekat dengan pelayanan-pelayanan jasa (dokter, pedagang dan sebagainya)
Adanya tempat-tempat hiburan, seni dan olahraga
Bagi perusahaan dan bisnis, lokasinya dekat dengan pusat pelayanan
transportasi (stasiun, terminal, bandara dan sebagainya)
II.5

Pengertian Pusat, Sub Pusat dan Wilayah Pinggiran


Menurut Branch (1995), pusat kota menempati lokasi sentral dengan jarak

jangkau yang relatif mudah dari semua bagian inti suatu kota, bisa merupakan
kawasan pemukiman, komersial dan pusat komunikasi yang disebut CBD (Central
Business District). Keterpusatan pusat kota menyebabkan perubahan fungsi dari yang
semula merupakan pusat kegiatan pemerintahan atau jasa dan pelayanan umum
lainnya menjadi kegiatan lain, misalnya perdagangan. Adanya kemungkinan
perkembangan yang cukup besar dari masing-masing kegiatan tanpa diikuti oleh
kesempatan perkembangan yang cukup karena ruang yang terbatas, dapat
menyebabkan terjadinya penyebaran kegiatan tersebut ke wilayah luar yang belum
tentu dapat membantu pengembangan struktur kota dengan baik.
Struktur kota yang baik dapat mengidentifikasikan kawasan fungsional
karena adanya perkembangan kota. Perkembangan kota identik dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara

pelayanan kota yang ditunjukkan oleh sifat pelayanan pusat dan sub pusat pelayanan
kota. Tingkat pelayanan kota merupakan tolak ukur keefisienan kota dimana nilai
efisiensi dapat dicapai apabila pusat pelayanan sesuai dengan kebutuhan penduduk.
Struktur kota yang efisien adalah kota yang mampu mengakomodasikan pusat dan
sub pusat sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi ketergantungan kawasan
kota hanya pada satu kawasan pusat saja. Berkaitan dengan pergerakan yang
mempengaruhi efisien suatu kota adalah ukuran yang didasarkan pada panjang
perjalanan yang harus ditempuh dalam pergerakan dalam kota, konsumsi energi yang
harus dikeluarkan dan besarnya waktu yang dibutuhkan dalam melakukan perjalanan
(Catanese, 1998).
II.5.1 Sub Pusat Kota
Proses perkembangan wilayah pinggiran kota akibat ketidakmampuan pusat
kota dalam melayani masyarakat kota, menyebabkan terjadinya suatu pusat pada
wilayah baru di wilayah pinggiran sebagai bagian yang tidak lepas dari kota
utamanya, menurut Gallion proses kejadian tersebut merupakan proses pembentukan
pusat tingkat kedua yang disebut pusat sekunder atau sub pusat. Sub pusat kota yang
sifatnya masih terikat terhadap pusat kota utamanya, umumnya di dominasi oleh
kegiatan administrasi dan fungsi perdagangan besar. Kegiatan utama yang
menyebabkan terbentuknya

sub pusat kota ditandai dengan adanya kegiatan

perdagangan eceran, perkantoran, jasa profesi, jasa usaha, cabang-cabang bank dan
kegiatan hiburan. Perkembangan daerah pinggiran kota telah mendorong bagi
tumbuhnya kota-kota yang bersifat multisentris, yaitu adanya pusat-pusat
pertumbuhan baru di daerah pinggiran tersebut. Pada awal perkembangannya, yang
berkembang hanya berupa satu aktivitas kawasan, seperti aktivitas pemukiman,

Universitas Sumatera Utara

aktivitas industri atau aktivitas perdagangan dan jasa saja. Aktivitas tersebut akan
menarik aktivitas-aktivitas lainnya untuk berlokasi di daerah pinggiran kota tersebut.
Perkembangan daerah pinggiran dapat dikatakan menjadi daerah sub pusat apabila
memiliki kepadatan pekerjaan dan rasio pekerjaan dengan penduduk yang lebih
tinggi dibanding daerah lain di sekitar daerah pinggiran. Menurut Djoko Sujarto
(dalam Maziah, 2002:25) manfaat pembentukan sub pusat kota adalah :
a) Memperoleh distribusi dan alokasi pemanfaatan ruang kota yang seimbang. Ada
beberapa hasil studi yang menyatakan bahwa penyebaran fasilitas kegiatan
perkotaan merupakan salah satu upaya yang penting dilakukan sebagai tindak
lanjut kebijaksanaan perluasan batas administrasi.
b) Penetapan lokasi sub pusat kota yang tepat dapat mengarahkan perkembangan dan
pertumbuhan kota.

No.

Jenis Kegiatan

1.

Kegiatan Perkantoran

2.

Kegiatan Perdagangan

3.

Kegiatan Jasa-Jasa Pelayanan

Fasilitas Kegiatan
Kantor kecamatan, pos koramil, kantor
swasta
Pusat pertokoan, pasar wilayah dan jasa
perdagangan lainnya, seperti : apotik,
restoran,
bank,
bengkel,
biro
perjalanan/pengangkutan, dll.

Lainnya :
- Fasilitas pelayanan umum
- Fasilitas kebudayaan
- Fasilitas rekreasi
- Fasilitas kesehatan

Kantor pos dan telekomunikasi, kantor


cabang PLN
Balai pertemuan, gedung kesenian,
perpustakaan
Taman, stadion kecil, bioskop, hotel, dan
tempat rekreasi yang diperlukan
Puskesmas, rumah sakit wilayah

- Fasilitas peribadatan
Masjid, musholla, Gereja, dsb

Universitas Sumatera Utara

-Fasilitas penunjang transportasi

Terminal, halte, pom bensin

Sumber : Maziah (2002)


Tabel II.2
Fasilitas Kegiatan Pada Sub Pusat Kota
II.5.2 Pusat Kota
Perkembangan suatu kota biasanya diawali dari pertumbuhan pusat kotanya,
semakin tinggi aktivitas yang terjadi di pusat kota, semakin cepat pertumbuhan kota
yang akan terjadi. Pusat kota merupakan pusat aktivitas yang terjadi pada kota
tersebut. Pusat kota ini ditandai dengan adanya pusat perekonomian, pusat
pemerintahan, maupun pusat aktivitas campuran yang membentuk CBD. Dalam
pertumbuhan kota, pusat kota menempati lokasi sentral dengan jarak jangkau yang
relatif mudah dari semua bagian kota, dan mempunyai intensitas bangunan yang
tinggi atau padat (Branch, 1996). Menurut Yeates (1980) pusat kota adalah Central
Bussines District (CBD) yang terdiri dari satu atau lebih sistem pada suatu pusat
bagian kota yang mempunyai nilai lahan tinggi. Daerah CBD ditandai dengan
tingginya konsentrasi kegiatan perkotaan di sektor komersial/perdagangan,
perkantoran, bioskop, hotel, jasa dan mempunyai arus lalu-lintas tinggi. Pusat kota
biasanya memiliki ciri fisik vertikal dan memiliki integrasi kegiatan yang cukup
tinggi, serta adanya efektivitas penggunaan lahan, semakin jauh pusat kota, maka
bangunan tinggi akan semakin berkurang.
II.5.3 Wilayah Pinggiran
Kegiatan pembangunan kota merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pembangunan secara keseluruhan dalam kerangka ruang
dan waktu. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan kebutuhan yang selalu timbul
berupa perkembangan kota yang berhubungan dengan perkembangan penduduk serta

Universitas Sumatera Utara

aktivitas atau kegiatan yang dilakukannyaserta hubungannya dengan perkembangan


daerah lainnya. Kota dipandang sebagai suatu obyek studi dimana didalamnya
terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek (Yunus, 2000). Untuk
mendapatkan tempat tinggal di pusat kota saat ini sangatlah sulit terutama karena
faktor harga yang relatif mahal. Maka bagi penduduk golongan menengah kebawah
solusinya adalah mencari tempat tinggal di daerah pinggiran kota dengan
konsekuensi jauh dari tempat kerja atau tempat pendidikannya. Teori model Harris
Ullman menyebutkan bahwa zone tempat tinggal di daerah pinggiran membentuk
komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk di daerah pinggiran sebagian
besar bekerja di pusat pusat kota dan zone ini semata mata digunakan untuk
tempat tinggal. Walaupun demikian daerah pinggiran semakin lama akan semakin
berkembang dan menarik fungsi fungsi lain juga, seperti pusat perbelanjaan,
perkantoran dan sebagainya dan proses pekermbangannya akan serupa dengan kota
yang sudah ada. Daerah pinggiran adalah daerah yang letaknya berbatasan dengan
daerah lain, baik itu merupakan daerah pusat kota maupun daerah sub pusat kota
(Bambang Sugiarto, 2008).
II.6

Sistem Jaringan Jalan


Fungsi Utama dari Jalan adalah sebagai prasarana lalu lintas atau angkutan

guna mendukung kelancaran arus barang dan Jasa serta aktifitas masyarakat.
Kemampuan jalan untuk memberikan pelayanan lalu lintas secara optimal juga erat
hubungannya dengan bentuk atau dimensi dari jalan tersebut, sedangkan faktor lain
yang diperlukan agar jalan dapat memberikan pelayanan secara optimal adalah faktor
kekuatan atau konstruksi jalan (bagian jalan yang memikul beban lalu lintas) (Dewi
Handayani, 2010). Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal

Universitas Sumatera Utara

ini berupa persimpangan / terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek.


Untuk mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul
diberi nomor atau nama tertentu. Penomoran/penamaaan dilakukan sedemikian
sehingga dapat dengan mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Jalan
mempunyai suatu sistim jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusatpusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya
dalam suatu hubungan hirarki (BAPPEDA, 2005). Keberadaan jaringan jalan yang
terdapat dalam suatu kota sangat menetukan pola pergerakan. Karakteristik jaringan
jalan meliputi jenis jaringan, klasifikasi, kapasitas serta kualitas jalan. Beberapa jenis
ideal jaringan (Morlok, 1978) adalah jaringan jalan grid (kisi-kisi), radial, cincin
radial, spinal (tulang belakang), heksagonal, dan delta. Berikut ini menggambarkan
jenis jaringan jalan tersebut.

GAMBAR II.4
JENIS JARINGAN JALAN
Jaringan jalan grid merupakan bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota
yang mempunyai jaringan jalan yang telah direncanakan. Jaringan ini terutama cocok

Universitas Sumatera Utara

untuk situasi dimana pola perjalanan sangat terpencar dan untuk layanan transportasi
yang samapada semua area.
Jenis jaringan radial difokuskan kepada daerah inti tertentu seperti CBD. Pola
jalan seperti menunjukkan pentingnya CBD dibandingkan dengan berbagai pusat
kegiatan lainnya di wilayah kota tersebut. Jenis populer lainnya dari jaringan jalan
terutama untuk jalan-jalan arteri utama, adalah kombinasi bentuk-bentuk radial dan
cincin. Jaringan jalan ini tidak saja memberikan akses yang baik menuju pusat kota,
tetapi juga cocok untuk lalu-lintas dari dan ke pusat-pusat kota lainnya dengan
memutar pusat-pusat kemacetan.
Bentuk lain adalah jaringan jalan spinal yang biasa terdapat pada jaringan
transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan yang telah berkembang pesat.
Ada bentuk lainnya bersifat abstrak yang memang mingkin untuk diterapkan tetapi
tidak pernah dipakai, yaitu jaringan jalan heksagonal. Keuntungan jaringan jalan ini
adalah adanya persimpangan-persimpangan jalan yang berpencar dan mengumpul,
tetapi tanpa melintang satu sama lain secara langsung.
Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (Munawar, 2005). Menurut
pelayanan jasa distribusinya, sistem jaringan jalan terdiri dari :
1) Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.
2) Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

Universitas Sumatera Utara

Pengelompokkan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi :


1) Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan
rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan pembagian
dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan stempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
Jalan perkotaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
merupakan jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus
sepanjang seluruh atau hampir seluruhnya minimal pada satu sisi jalan tersebut.
Selain itu karakeristik arus lalu-lintas puncak pada pagi hari dan sore hari secara
umum lebih tinggi dalam komposisi lalu-lintasnya. Kapasitas jalan berkaitan dengan
tingkat pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan tergantung kepada arus lalu-lintas.
Defenisi ini digunakan oleh Highway Capacity Manual yang diiliustrasikan pada
gambar berikut yang mempunyai enam buah tingkatan pelayanan, yaitu :
a.

Tingkat pelayanan A arus bebas hambatan

b.

Tingkat pelayanan B arus stabil

c.

Tingkat pelayanan C arus masih stabil

d.

Tingkat pelayanan D arus mulai tidak stabil

e.

Tingkat pelayanan E arus tidak stabil ( tesendat-sendat )

f.

Tingkat pelayanan F arus terhambat ( berhenti, antrian, macet )

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Tamin (2008)


GAMBAR II.5
TINGKAT PELAYANAN JALAN
Kualitas jalan berkaitan dengan kondisi jalan dan pemukaan jalan. Jalan-jalan
sempit dengan permukaan jalan yang rusak mengakibatkan tingkat mobilitas yang
rendah, karena kenderaan tidak dapat bergerak dengan lancar, mengalami banyak
hambatan dan tundaan. Kualitas jalan yang baik selain memberikan kemudahan
bergerak di atas jalan raya juga terpenuhinya unsur keamanan dalam berkendaraan.
II.7

Pola Pergerakan

II.7.1 Pergerakan
Pergerakan adalah peralihan dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan sarana (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1994). Pergerakan diartikan
sebagai pergerakan satu arah dari suatu zona asal menuju zona tujuan, termasuk
pejalan kaki (Tamin, 2008). Menurut Morlok (1978) timbulmya pergerakan karena
adanya proses pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi di tempat asalnya.
Pergerakan terbentuk karena manusia memerlukan pergerakan bagi kegiatan

Universitas Sumatera Utara

kesehariannya yang dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan. Jika ditinjau


lebih lanjut, lebih dari 90% pergerakan di perkotaan berbasis (berawal dan berakhir)
di tempat tinggal. Perjalanan untuk aktivitas ekonomi, baik untuk bekerja, bisnis dan
bebelanja dilakukan oleh 40-50% penduduk.
Pola pergerakan adalah bentuk/model pergerakan yang di klasifikasikan pola
orientasi pergerakan. Pola orientasi pergerakan ditinjau dari asal dan tujuan
pergerakan. Hasil analisa pola pergerakan akan digambarkan dalam bentuk garis
keinginan

yang

menunjukkan

pola

pergerakan

yang

terjadi

yang

dapat

menggambarkan pola penyebaran pusat kegiatan dalam kota (Tamin, 2000).


II.7.2 Karakteristik Pola Pergerakan
Keterkaitan antar wilayah ruang sangat berperan dalam menciptakan
perjalanan. Menurut Tamin (2008) pola pergerakan di bagi dua yaitu pergerakan
tidak spasial dan pergerakan spasial. Konsep mengenai pergerakan tidak spasial
(tanpa batas ruang) didalam kota, misalnya mengenai mengapa orang melakukan
perjalanan,kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang
digunakan.
1. Sebab Terjadinya pergerakan
Sebab terjadinya pergerakan dapat dikelompokan berdasarkan maksud
perjalanan biasanya maksud perjalanan dikelompokkan sesuai dengan ciri dasarnya
yaitu berkaitan dengan ekonomi,sosial budaya, pendidikan, agama. Kenyataan bahwa
lebih dari 90 % perjalanan berbasis tempat tinggal, artinya mereka memulai
perjalanan dari tempat tinggal (rumah) dan mengakhiri perjalanan kembali ke rumah.

Universitas Sumatera Utara

2. Waktu Terjadinya Pergerakan


Waktu terjadi pergerakan sangat tergantung pada kapan seseorang melakukan
aktifitasnya sehari-hari.Dengan demikian waktu perjalanan sangat tergantung pada
maksud perjalanannya.
3. Jenis Sarana Angkutan Yang Digunakan
Selain berjalan kaki,dalam melakukan perjalanan orang biasanya dihadapkan
pada pilihan jenis angkutan seperti sepeda motor, mobil dan angkutan umum. Dalam
menentukan pilihan jenis angkutan, orang memepertimbangkan berbagai faktor,
yaitu maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya, dan tingkat kenyamanan. Sedangkan
konsep mengenai ciri pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota
berkaitan dengan distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat di dalam suatu
wilayah. Dalam hal ini, konsep dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dilakukan
untuk melakukan kegiatan tertentu di lokasi yang dituju, dan lokasi terrsebut
ditentukan oleh tata guna lahan kota tersebut.
Pergerakan spasial dibedakan menjadi pola perjalanan orang dan perjalanan barang.
a. Pola perjalanan orang
Dalam hal ini pola penyebaran spasial yang sangat berperan adalah sebaran
spasial dari daerah industri, perkantoran dan pemukiman. Pola sebaran spasial dari
ketiga jenis tata guna lahan ini sangat berperan dalam menentukan pola perjalanan
orang, terutama perjalanan dengan maksud bekerja. Tentu saja sebaran spasial untuk
pertokoan dan areal pendidikan juga berperan.
b. Pola perjalanan barang
Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktifitas produksi dan
konsumsi, yang sangat tergantung pada sebaran pola tata guna lahan pemukiman

Universitas Sumatera Utara

(konsumsi), serta industri dan pertanian (produksi). Selain itu pola perjalanan barang
sangat dipengaruhi oleh rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke
daerah konsumsi.
II.7.3. Klasifikasi Pergerakan
A. Berdasarkan tujuan pergerakan
Maksud orang melakukan pergerakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tujuan pergerakan, pergerakan berbasis rumah ada lima kategori yang sering
digunakan adalah:
1.Pergerakan ke tempat kerja
2.Pergerakan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan)
3. Pergerakan ketempat belanja
4. Pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi, dan
5. Lain-lain
B. Berdasarkan Waktu
Pergerakan dikelompokan menjadi pergerakan pada jam sibuk dan pada jam
tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat
berfluktuatif atau bervariasi sepanjang hari. Kebanyakan pergerakan pada jam sibuk
pagi merupakan pergerakan utama yang dilakukan setiap hari (untuk bekerja dan
pendidikan) yang tidak terjadi pada jam sibuk.
C. Berdasarkan jenis orang
Perilaku pergerakan individu sangat di pengaruhi oleh atribut sosial ekonomi,
atribut yang dimaksud adalah :
1. Tingkat pendapatan, biasanya terdapat tiga tingkat pendapatan di Indonesia
tinggi,menengah,dan rendah.

Universitas Sumatera Utara

2. Tingkat pemilikan kendaraan


3. Ukuran dan struktur rumah tangga
II.7.4 Bangkitan Pergerakan
Dalam konteks perjalanan antar kegiatan yang dilakukan oleh penduduk
dalam kota dikenal fenomena bangkitan perjalanan (trip generation) dan tarikan
perjalanan (trip attraction). Menurut Tamin (2008), bangkitan perjalanan sebenarnya
memiliki pengertian sebagai jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh zona
pemukiman, baik sebagai asal maupun tujuan perjalanan atau jumlah perjalanan yang
dibangkitkan oleh aktifitas pada akhir perjalanan di zona non pemukiman (pusat
perdagangan, pusat perkotaan, pusat pendidikan, industri dan sebagainya).
Definisi dasar mengenai bangkitan pergerakan. ( Ofyar Z Tamin)
a. Perjalanan. Pergerakan satu arah dari zona asal ke zona tujuan, termasuk
pergerakan pejalan kaki.
b. Pergerakan berbasis rumah. Pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan
/atau tujuan) pergerakan tersebut adalah rumah.
c. Pergerakan berbasis bukan rumah. Pergerakan yang asal maupun tujuan
pergerakan adalah bukan rumah.
d. Bangkitan Pergerakan. Digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang
mempunyai tempat asal dan /tujuan bukan rumah atau pergerakan yang
dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah.
e. Tarikan Pergerakan. Digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang
mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang
tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah.

Universitas Sumatera Utara

f. Tahapan bangkitan pergerakan. Sering digunakan untuk menetapkan besarnya


bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh rumah tangga (baik untuk pergerakan
berbasis rumah maupun berbasis bukan rumah) pada selang waktu tertentu
(perjam atau per hari).
II.7.5 Sebaran Pergerakan
Sebaran pergerakan atau distribusi perjalanan merupakan salah satu tahapan
dalam model perencanaan transportasi yang menghubungkan interaksi antara tata
guna lahan, jaringan transportasi dan arus lalu-lintas. Sebaran pergerakan ini
menunjukkan kemana dan darimana arus lalu-lintas bergerak dalam suatu wilayah.
Pola sebaran arus lalu-lintas asal ke zona tujuan adalah hasil dari dua hal yang terjadi
secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan
menghasilkan lalu-lintas dan pemisah ruang, serta interaksi antara dua buah tata guna
lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia dan atau barang (Tamin, 2008).
Semakin tinggi intensitas suatu tata guna lahan, akan semakin tinggi pula tingkat
kemampuannya dalam menarik lau-lintas, namun apabila jarak yang harus ditempuh
semakin besar, maka daya tarik suatu tata guna lahan akan semakin berkurang.
Sistem transportasi hanya dapat mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang,
tetapi tidak dapat mengurangi jarak. Oleh karena itu jumlah pergerakan lalu-lintas
antara dua buah tata guna lahan bergantung dari intensitas kedua tata guna lahan dan
pemisahan ruang (jarak, waktu dan biaya) antara kedua zonanya. Sehingga arus lalu
lintas antara dua buah tata guna lahan mempunyai korelasi positif dengan intensitas
guna lahan dan korelasi negatif dengan jarak.

Universitas Sumatera Utara

II.8

Moda Pergerakan
Menurut Tahir (2005) moda pada dasarnya adalah sarana untuk

memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Tujuannya
adalah untuk membantu orang atau kelompok orang dalam menjangkau tempat yang
dikehendaki atau mengirirm barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Vuchic dalam
Tahir (2005) membagi moda pergerakan menurut tipe dan penggunaanya sebagai
berikut :
a. Moda angkutan pribadi (private transport)
b. Moda angkutan umum (public transport)
c. Moda angkutan yang disewa (for-hir)
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya manusia melakukan suatu
perjalanan atau pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya dengan memanfaatkan
sarana transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kenderaan dan
barang. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan
pergerakan manusia dan atau barang dalam bentuk pergerakan kenderaan atau orang
(pejalan kaki). Pemilihan jenis sarana angkutan bagi kebutuhan pergerakan sangat
berpengaruh dengan efisiensi pergerakan yang ditimbulkan di daerah perkotaan.
Dalam

menentukan

pilihan

jenis

angkutan

untuk

pergerakan,

orang

mempertimbangkan faktor maksud perjalanan, biaya, jarak tempuh dan tingkat


kenyamanan (Tamin, 2000:17).
Menurut Tamin (2000:229) faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat
dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu :
1) Ciri penggunaan jalan, faktor yang diyakini mempengaruhi adalah kepemilikan
kenderaan pribadi, kepemilikan SIM, struktur keluarga dan pendapatan.

Universitas Sumatera Utara

2) Ciri pergerakan, peilihan moda dipengaruhi tujuan pergerakan, waktu pergerakan


dan jarak pergerakan.
3) Ciri fasilitas moda transportasi yang dikelompokkan menjadi faktor kuantitatif
dan faktor kualitatif.
a) Faktor kuantitatif yaitu biaya transportasi, ruang dan tarif parkir, waktu
perjalanan
b) Faktor kualitatif yaitu kenyamanan, keteraturan, keandalan dan keamanan
4) Ciri kota atau zona, jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.
Sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung pergerakan
agar terciptanya pergerakan yang lancar. Pergerakan yang terjadi dalam suatu kota
sebagian besar merupakan pergerakan rutin dari tempat tinggal ke tempat kerja.
Pergerakan ini akan membentuk suatu pola misalnya arah pergerakan, maksud
perjalanan, pilihan moda dan pilihan rute tertentu.
II.9

Penulisan Terdahulu
Penelitian mengenai Kota Medan ini dilakukan untuk menganalisis bentuk

struktur kota Medan dan mengetahui pengaruh dari struktur kota tersebut terhadap
pola pergerakan yang terjadi di kota Medan. Hingga proposal ini diajukan,
sepengetahuan penulis belum ada peneliti lain yang melakukan penulisan tentang
struktur kota Medan dan pengaruhnya terhadap pola pergerakan di kota Medan,
tetapi penulisan yang berkaitan tentang pengaruh struktur kota terhadap pola
pergerakan di kota-kota lain telah dilakukan oleh peneliti lain.
Tabel II.3 Perbandingan Penelitian Yang Telah Ada Sebelumnya
No.
Peneliti
1. Imam
Setiyohadi

Tahun
Judul Penelitian
2008 Karakteristik Dan
Pola Pergerakan
Penduduk
Kota Batam Dan

Tujuan Penelitian
Mengetahui alasan
utama pemilihan
hunian di daerah
Hinterland

Lokasi
Batam

Universitas Sumatera Utara

/pinggiran kota dan


pemilihan hunian di
pusat kota dan
mengidentifikasi
karakteristik pola
perjalanan transportasi
penduduk daerah
Hinterland/pinggiran
kota
Hubungan
Menganalisa
Semarang
Kepadatan
hubungan kepadatan
Pemukiman Dan
pemukiman dengan
Pola Pergerakan
pola pergerakan
(Tesis)
dilihat dari hubungan
antara variabelvariabel
yang berpengaruh.
Pengaruh Pola
Menganalisis
Brebes
Penggunaan Lahan pengaruh pola
Terhadap Sistem
penggunaan lahan
Pergerakan pada
terhadap pola
kawasan pusat
pergerakan pada
Kota Brebes
kawasan pusat kota
(Tesis)
Brebes
Menganalisis pola
Kajian Pola
Lampung
pergerakan
orang
di
Pergerakan di
Propinsi Lampung Propinsi Lampung
sebagai informasi dasar
(Jurnal)
yang dapat digunakan
dalam perencanaan
transportasi
Kajian
Menganalisis
Batang
Perkembangan
perkembangan kota
Kota Batang
yang terjadi
Berdasarkan
berdasarkan informasi
Struktur Ruang
struktur tata ruang
Kota(Tugas Akhir) kota Batang
Mendeskripsikan
Karakteristik
Medan
Struktur Kota Dan bentuk dan karakteristik
struktur kota Medan dan
Pengaruhnya
mengetahui pengaruh
Terhadap Pola
dari
struktur
kota
Pergerakan Di
tersebut terhadap pola
Kota Medan
pergerakan yang terjadi
(Skripsi)
di kota Medan.

Hubungannya
Dengan
Perkembangan
Wiayah Hinterland
(Tesis)

2.

Adelina
Sekar
Wardhana

3.

Masruri
Abdusomad

4.

Rahayu
Sulistyorini
dan
Dwi
Heriyanto

2010

5.

Rina
Sari

2008

6.

Daniel
Septian
Pasaribu

Afita

2007

2004

2013

Penelitian tentang Struktur kota dan pola pergerakan telah banyak dilakukan,
meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dari semua penelitian tersebut. Perbedannya

Universitas Sumatera Utara

pada lokasi, berbeda terhadap fokus dan berbeda terhadap modus dan fokus atau
berbeda terhadap diantara tiga, yaitu berbeda terhadap modus dan fokus atau berbeda
terhadap lokasi dan modus. Meskipun dapat dikemukakan bahwa penelitian yang
dilaksanakan ini tidak mempunyai kesamaan dengan penelitian diatas, selain lokasi
dan subyek serta setting waktu dan obyek penelitian juga berbeda. Peneliltian ini
tidak dipungkiri mendasarkan argumentasinya pada sumber-sumber dan literatur
yang sama.

Universitas Sumatera Utara

You might also like