Professional Documents
Culture Documents
STATUS KASUS
1.1
IDENTITAS
Nama
: Ny. E
Umur
: 40 tahun
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
Masuk RS tanggal
1.2
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA
Ibu merasa hamil 3 bulan, ibu mengeluh keluar darah berwarna merah segar da
ri kemaluan, darah yang keluar terasa semakin banyak disertai gumpalan-gumpalan da
rah. ibu juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah.
Page 1
RIWAYAT PSIKOSOSIAL:
Pasien tidak mengkonsumsi obat selain yang diberikan oleh dokter, sering
terlambat makan, makan 1-2 kali/hari bahkan terkadang tidak makan.
RIWAYAT PENGOBATAN
RIWAYAT HAID
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, teratur, durasi haid 7 hari, siklus 30 ha
ri, HPHT 08 agustus 2014.
RIWAYAT PERSALINAN :
Gravida (4), Partus (2), Abortus (1)
RIWAYAT ALERGI
Tidak memiliki alergi terhadap suhu, makanan, minuman, obat, dll.
RIWAYAT OPERASI
Page 2
1.3
PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM
: Baik
KESADARAN
: Compos Mentis
TANDA VITAL
Suhu
: 36.50C
Pernapasan
: 20 kali/menit
Nadi
: 88 kali/menit
STATUS GENERALIS
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Telinga
: Sekret (-/-)
STATUS LOKALIS
Thorax
o I: Retraksi Intercosta (-)
o P: Focal fremitus simetris
o P: Sonor
o A: Vesikuler (+/+), Ronkhi basah (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
o BJ I-II reguler, murni tanpa gallop dan murmur
Page 3
Extremitas
o Atas : Akral hangat, CRT < 2detik,
o Bawah : Akral hangat, CRT < 2detik, edema (-)
STATUS OBSTETRI
Abdomen
o Leopold I
: Tidak dilakukan
o Leopold II
: Tidak dilakukan
o Leopold III
: Tidak dilakukan
o Leopold IV
: Tidak dilakukan
:-
:-
His
:-
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Inspeksi
Genitalia eksterna
vagina bersih, terdapat rambut pubis, ulkus (-) pembengkakan vulva (-), klitoris (-), ke
luar darah yg mengalir (+), pus (-), lendir (-)
Genitalia Interna (inspekulo) :
Tidak dilakukan
Vaginal toucher
Dinding vagina teraba licin, tidak teraba adanya massa, porsio teraba bulat lunak tebal
, nyeri goyang porsio (-), tidak ada nyeri tekan di kedua adneksa.
Page 4
1.4
Pemeriksaan USG
Terlihat masih ada sisa - sisa hasil konsepsi didalam kavum uterus.
1.5
Diagnosis
Ibu
Page 5
BAB II
Analisis Kasus
1. Bagaimana cara mendiagnosis Abortus Inkomplit?
Definisi Abortus
Berakhirnya kehamilan melalui cara apapun (spontan / provakatus) sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan < 20 minggu berdasarkan HPHT atau
berat janin < 500 gr.
Definisi abortus inkomplit
Sebagian hasil konsepsi yang telah keluar dari cavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.
Tanda & gejala abortus inkomplit
Anamnesis
Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi, nyeri / kram perut di
bagian atas simphisis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan menggunakan spekulum, terdapat banyak bekuan darah
didalam vagina, serviks terlihat mendatar dan lunak.
Pemeriksaan Penunjang
USG : Besar uterus lebih kecil dari usia kehamilan, kantung gestasi yang sulit
dinilai, massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
Page 6
Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam kondisi janin. Serviks yang telah mendatar, ostium
uteri telah membuka, hasil konsepsi masih berada didalam kavum uteri masih dalam
proses pengeluaran, mulas karena kontraksi uterus yang sering dan kuat, perdarahan
bertambah seiring pembukaan serviks dan usia kehamilan, besar uterus masih sesuai
usia kehamilan, gerak dan detak jantung janin masih jelas meskipun mungkin sudah
terganggu,
Abortus Inkomplet
sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri namun masih ada yang
tertinggal. Kanalis serikalis masih terbuka, teraba jaringan dalam kavum uteri atau
menonjol dari ostium uteri eksternum, perdarahan tergantung jumlah jaringan yang
masih tersisa, besar uterus lebih kecil dari usia kehamilan, massa hiperekoik yang
bentuknya tidak beraturan.
Page 7
Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, ostium uteri sudah menutup,
uterus sudah mengecil, perdarahan sedikit, besar uterus tidak sesuai usia kehamilan.
KET
Kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada
dinding endometrium kavum uteri. nyeri merupakan keluahn utama pada KET,
perdarahan merupakan tanda penting kedua, hal ini menandakan kematian janin dan
berasala kavum uteri karena pelepasan desidua, perdarahan tidak banyak dan berwana
kecokelatan.
Mola Hidatidosa
Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenari hidropik. Adanya mola
harus dicurigai pada wanita dengan amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang
lebih besar dari usia kehamilan, tidak ditermkan tanda kehamilan pasti (balotemen
dan DJJ). Peninggian kadar hCG, snow flake pattern & honey comb appearance pada
USG.
Page 8
Faktor Anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita
dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus
yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang
inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda.
Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya
kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG),
histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan
USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu
mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
Page 9
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada
pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
Faktor Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid
Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10%, dibanding
populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadi pengakhiran kehamilan
trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan
terhentinya kehamilan. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi
negatif dari fosfolipid. paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti
klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipid antibodies
(aCLs), biologically false-positive syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid
syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadan obsetrik, misalnya pada
preeklamsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan
dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik,
korea dan hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada tahun 1998 mengajukan klasifikasi
kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
- satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan
dengan gambaran Doppler, pencitraan atau histopatologi.
- pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
Page 10
Komplikasi kehamilan
- tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hormonal.
- satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi seara sonografi
normal
- satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta yg berat
Kriteria laboratorium
- aCL; IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali
atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu
- aCL diukur dengan metode ELISA standar
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
- pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (aPTT, PT dan CT)
- kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
penambahan plasma platelet normal
- adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid
- singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian
heparin.
Faktor Infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus
Page 11
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1% - 10% malformaasi janin akibat paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi, umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas
anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik antaara
lain nikotin yang telah diketahui memiliki efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin serta memacu neurotoksin. dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi
vetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.
Faktor Hormonal
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes
melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan
Page 12
dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang
tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986).
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum
atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena
progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara
teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
berperan dalam peristiwa kematiannya.
Faktor Hematologik
beberapa kasus abortus berulang dengan defek plasenta dan adanya mikrotrombin
pada pembuluh darah plasenta. berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik
memegang eran penting pada inplantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. pada
kehamilan terjadi keadaan hipokoagulasi dikarenakan:
peningkatan kadar faktor prokoagulan
penurunan faktor koagulan
penurunan aktivitas fibrinolitik
kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal,
terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelu terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukan bahwa perempuan
dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan
yang berlebihan saat kehamilan berusia 8-11 minggu. perubahan rasio tromboksanprostasiklin memacu vasospasme serta agregasi trombosit, yang akan menyebabkan
mikrotrombin serta nekrosis plasenta. juga sering disertai penurunan kadar protein C
dan fibrinopeptida.
Page 13
4. Tindakan apa yang perlu dilakukan pada pasien dengan Abortus inkomplit?
Dilatasi dan Kuretase
Diawali dengan dilatasi servik lalu mengeluarkan jaringan dengan melakukan kerokan
pada uterus dengan alat kuret, atau dengan aspirasi vakum, atau
bahkan keduanya.
Dilatasi Hygroscopic
Trauma dari dilatasi dapat diminimalisasi dengan pemakaian alat yang secara perlahan
mendilatasi servik. Cara kerja alat ini dengan menyerap air pada jaringan servik hingga
terbuka dan melunak secara perlahan.
Page 14
Laparotomy
Dalam beberapa keadaan, hysterotomy atau abdominal hysterectomy lebih dipilih
dibanding tehnik diatas. Hal ini dilakukan jika terdapat penyakit pada uterus, atau pasien
ingin disteril.
Misoprostol
Penatalaksanaan pada kejadian abortus tidak mengalami perubahan yang berarti
dalam 60 70 tahun ini. Evakuasi sisa jaringan dengan cara dilatasi dan kuretase tetap
menjadi pilihan utama sejak tahun 1930, namun prosedur ini dapat menyebabkan
morbiditas iatrogenik. Seiring dengan perkembangan pengobatan, prostaglandin analog
(seperti misoprostol) menunjukkan tingkat efektivitas yang baik terhadap evakuasi
jaringan.
Misoprostol telah digunakan secara luas pada bidang Obstetri dan Ginekologi
antara lain sebagai pematangan servik dan penatalaksanaan abortus. Berawal dari analog
prostaglandin E1 yang semula ditujukan untuk pengobatan peroral ulcus pepticus. Untuk
kasus abortus dan pematangan servik, pemberian melalui vaginal merupakan pilihan.
Banyak penelitian menyatakan pemberian intravagina lebih efektif dibandingkan
pemberian peroral. Hal ini didukung oleh penelitian farmakokinetik yang menunjukkan
sistem bioavailibilitas misoprostol intravagina tiga kali lebih tinggi dibanding pemberian
peroral.
Page 15
Laporan Kuratase
a. Os di posisikan litotomi
b. Dilakukan tindakan aseptin dan antiseptic di daerah vulva, vagina, dan sekitarnya
c. Dipasang speculum bawah, dipegang oleh asisten
d. Dengan bantuan speculum atas, bibir portio diidentifikasi, dijepit dengan tenakulum
e. Dilanjutkan kuretage dengan sendok kuret, secara sistematis sesuai dgn arah jarum jam
sampai bersih
f. Sisa abortus : 50 gr
g. Perdarahan: 30 cc
h. Lepas alat
i. Tindakan selesai
Page 16
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary. F. 2010. Williams Obstetry. Edisi 23 Cetakan Pertama. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Wiknjosastro, H., 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat Cetakan Ketiga, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
EDUKIA 2013 - World Health Organization Country Office For Indonesia
Page 17