Professional Documents
Culture Documents
09180110
1018011066
0918011021
1018011126
Pembimbing
dr. Cecep Sulaiman Iskandar, Sp. PD
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rasa nyeri di dada adalah perasaan sakit terasa sesak di dada yang
merupakan salah satu gejala dari penyakit yang dalam waktu singkat dapat
mengakibatkan kematian seperti jantung, paru-paru dan abdomen.
Persarafan dari rasa nyeri di dada dipengaruhi oleh saraf intercostales (T1T12), nervus intercostales, nervus parasympathicus. Nervus intercostales
merupakan saraf sensorik dan motorik yang mengusai otot-otot dada dan perut.
Rasa nyeri pada organ-organ dalam juga dipengaruhi oleh system saraf
otonomnya seperti rasa nyeri di jantung (dipengaruhi Th1-Th4), nyeri perut dan
nyeri yang ditimbulkan dari paru-paru.
Penyebab Nyeri Dada
1.
Jantung
a. Miokardium(iskemia, infark, miokarditis)
b. Perikardium(perikarditis)
c. Katup(prolaps katup mitral,insufiensi aorta/stenosis)
2.
Struktur Intratoraks yang Lain
a. Saluran bronkopulmonal dan pleura (pneumonia, pleuritis, tumor
pneumothoraks)
b. Esofagus (refluks esofagitis, hiatus hernia, tumor,spasme)
c. Aorta (Aneurisma)
d. Mediastinum (emfisema, tumor atau infeksi nodus limfatikus dan
struktur mediastinum yang lain)
e. Diafragma (tumor, radang)
3.
Jaringan Leher dan Dinding Dada
a. Kulit dan Kelenjar mammae (herpes zooster, mastitis)
b. Otot (mialgia intercostal)
c. Medula spinalis dan serabut saraf (radang dan lesi kompresi)
d. Tulang (trauma, neoplasma, artritis)
4.
Struktur Abdomen
a. Lambung dan duodenum (ulkus danneoplasma lambung)
b. Hepar dan saluran empedu (kolesititis)
c. Pankreas (pankreatitis)
d. Peritonium
e. Limpa
f. Ginjal
g. Usus Besar
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 DEFINISI
Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and
classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based
consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease /
GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau
komplikasi (Vakil dkk, 2006). Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah
Barrets esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk,
2006), (Makmun, 2009).
GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease )
dan ERD ( Erosive Reflux Disease )6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah
dibandingkan dengan di negara-negara Barat (1 dari 5 orang dewasa mengalami
gejala sekali dalam seminggu serta 40% gejala tersebut sekali dalam sebulan).
Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan
menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di
Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%;
Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki
menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga
mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di
Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (20002001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh
dan Wong, 2006). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo melaporkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi GERD dari 5,7 % pada tahun 1997 menjadi 25,18 % pada tahun 2002
dan didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang
menjalani endoskopi atas dasar dispepsia.3
2.3 ETIOLOGI
Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan
fisiologi dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan
esofagus. Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower
Esophageal Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance esofagus,
resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat dari lambung dan duodenum,
baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan
cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung
merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak
asam lambung yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan
kerusakan mukosa pada pasien GERD.
Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 5:
1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)
Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang
peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6
mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun refluks
bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan
inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran
sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini dikemukakan
bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori
mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor
hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.5
2. Mekanisme pembersihan esofagus
Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam
mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan
bikarbonat intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari
asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2
Dinding esophagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri dari
4 lapisan yaitu : mukosa, submokasa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa
terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring, epitel
ini mengalami perubahan mendadak pada berbatasan esophagus lambung (garis
Z) dan menjadi epitel selapis toraks. Mukosa esophagus dalam keadaan normal
bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan
submukosa mengandung sel-sel sekretori yang menghasilkan mucus. Mukus
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melinduni mukosa dari
cedera akibat zat kimia.12
Lapisan otot luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular.
Otot pada 5% bagian atas esophagus merupakan otot rangka sedangkan otot
pada separuh bagian bawah merupakan otot polos. Bagian yang diantaranya itu
terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan saluran cerna
lainnya, bagian luar esophagus tidak memiliki lapisan serosa maupun selaput
peritoneum, melainkan lapisan luar yang terdiri dari lapisan ikat jarang yang
menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.12
Persarafan esophagus dilakukan oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari
sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang
dianggap merupakan saraf motorik esophagus. Fungsi serabut simpatis kurang
diketahui. Selain persarafan ekstrinsik tersebut terdapat jala-jala serabut saraf
intramural intrinsic diantara lapisan otot sirkular dan otot longitudinal (pleksus
Aurbach atau Myenterikus) dan berperan untuk mengatur peristaltik esophagus
normal.12
Distribusi darah esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai
oleh cabang-cabang arteri tiroidea inferior dan subclavia. Bagian tengah disuplai
oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteri bronchial. Sedangkan bagian
subdiafragma disuplai oleh arteri gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran
darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esophagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azygous dan hemiazygous dan dibawah diafragma,
vena esofagia masuk ke dalam vena gasrika sinistra.12
2.6 PATOGENESIS
Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada
10
individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrogard yang terjadi
pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui
LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)1
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:1
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yang
tidak adekuat
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen
Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh
gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung
ini terdapat otot pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang fungsinya mengatur arah
aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus
besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan
kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan/ asam
lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya. 5
11
Menaikkan tekanan
Gastrin
Menurunkan tekanan
Secretin
Motilin
Colesistokinin
Somastotatin
Glukagon
Polipeptida
Progesteron
Lemak
Substance P
Makanan
Protein
Coklat
Lain-lain
Histamin
Pepermint
Kafein
Antasida
Rokok
Meticlopramid
Kehamilan
Domperidone
Prostaglandin
Cisapride
Morpin
13
2.8 DIAGNOSIS
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :
Derajat
Kerusakan
Gambaran Endoskopi
Pemeriksaan radiologi
14
Pemantauan PH 24 jam
Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES
dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. 1
Tes Provokatif
- Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transanal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M
dalam waktu kurang dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada
seperti yang biasa dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. 1
- Tes farmakologik/edrofonium
Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan
adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak
peristaltik esofagus secara manometri untuk memastikan nyeri dada berasal
dari esofagus.1
Manometri esofagus
Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan
gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1
2.9 PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan
terapi endoskopik. Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala,
menyembuhkan esofagitis (jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.1
Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi
terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman
pada lambung, melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi
terjadinya reflux, mempercepat pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor
barier antirefluks terpenting.
Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi
atau modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi
bedah,terapi endoskopik.
Berikut ini merupakan terapi non farmakologi :
Modifikasi Gaya Hidup
o Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan
16
yang lebih kuat dengan terapi lebih lama (penghambat pompa proton/
PPI ).
2. Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila
berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau
prokinetik atau bahkan antasid.
Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan
sfingter esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis
Antagonis reseptor H2
Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan
GERD jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus,
golongan ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan
sampai sedang serta tanpa komplikasi.
(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
(2) Ranitidin : 4 x 150 mg
(3) Famotidin : 2 x 20 mg
(4) Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obat prokinetik :
(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg
(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg
(3) Cisapride : 3 x 10 mg
Golongan obat
Antasid
Prokinetik
Antagonis
reseptor H2
Antagois
reseptor H2 +
prokinetik
Antagonis
reseptor H2
dosis tinggi
Penghambat
pompa proton
Pembedahan
Mengurangi
gejala
+1
+2
+2
Penyembuhan
lesi esofafitis
0
+1
+2
Mencegah
komplikasi
0
0
+1
Mencegah
kekambuhan
0
+1
+1
+3
+3
+1
+1
+3
+3
+2
+2
+4
+4
+3
+4
+4
+4
+3
+4
19
Volume refluxate
20
2.11 PROGNOSIS10
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh
dengan bantuan terapi farmakologi, tetapi tidak terlalu jelas berapa lama untuk
sembuh.
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Gastroesofageal reflux (GER) adalah suatu keadaan, dimana terjadi
disfungsisfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan
regurgitasi isilambung ke dalam esofagus.
2. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah gejala-gejala atau
kerusakan jaringan yang terjadi sekunder akibat refluks isi lambung
3. Diagnosis ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik tidak banyak yang khas. Namun
terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis.
4. Pilihan terapi GERD termasuk perubahan gaya hidup, terapi farmakologi
dan operasi antirefluks.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati
S, editor, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h.
1803;2007
2. Gleadle Jonathan, Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Penerbit
Erlangga. 2007
3. Waleleng BJ, Simadibrata MK, Syam AF, The Pathophysiology of
Gastro-esofageal reflux disease Diunduh dari : www.ina-ghic.or.id
pada tanggal 15- Oktober- 2013
4. Peter J Kahrilas MD, Gastroesofageal Reflux Disease Diunduh
dari :www.NEJM.com pada tanggal 15-Oktober-2013
5. Hadi, Sujono, Gastroenterologi, ed VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
h 113;2002
6. Lelosutan HSAR, editor, Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : JC Institute h.1-7, 2009
7. P Gorecki, M.D. Definition, Epidemiologi, and pathogenesis GERD,
Diunduh dari www.ncbi.nlm.nih.gov pada tanggal 16-Oktober-2013
8. Diunduh dari http://www.direct-healthcare.com pada tanggal 17Oktober-2013
9. http://www.webgerd.com/SurgeryEndoscopy.htm diunduh pada
tanggal 16 Oktober 2013
10. http://www.medindia.net/patients/patientinfo/gerd-treatment.htm
diunduh pada tanggal 25 agustus 2009
11. Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan esofagus. Dalam: Price
SA,Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta : EGC ; 2006. h. 404-16.
12. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The
Esophagus. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson
Textbook of pediatrics.edisi ke-17. Philadelphia : Sounders ; 2004.
h.1217-27.
13. Guyton and Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2000. hal 1050-2
23
24