Professional Documents
Culture Documents
g) Parafimosis
b) Klep uretra
h) Gumpalan darah
c) Striktura uretra
i) Hiperplasia prostat
j) Karsinoma prostat
e) Tumor uretra
f) Fimosis
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra :
Cedera kauda ekuina
KLASIFIKASI
Klasifikasi retensi urin berdasarkan waktu terjadinya:
a) Retensi urin akut
Ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun bulibuli terisi penuh. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali,
kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini
termasuk kedaruratan dalam urologi.
2.
3.
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun
atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa
bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit,
dkk, 2007).
ANATOMI
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat terletak dibawah kandung
kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan
dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada
diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri
dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan
kapsul/muskuler.
arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
FISIOLOGI
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum
pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian
tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase
yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase
serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar
bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar
spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat
asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat.
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 12
Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan
menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin
bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi
dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (Wibowo dan Paryana,
2009).
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihirotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat sbb:
1. Teori dihidrotestosteron
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostat merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan estrogen : testosteron meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan
growth
factor-b
(TGF-b),
akan
menyebabkan
terjadinya
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan di pinggang (merupakan tanda
dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang
tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 16
kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi
pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
2. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) sangat
penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 18
seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Adakah asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel lekosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit,
kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal
dan status metabolik.
b. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau ebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
Prostate Specific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikin pula bila nilai PSA >10 ng/ml.
4. Pemeriksaan radiologi :
a. Foto polos abdomen
Foto polos otot perut untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan bulibuli yang penuh dengan urine sebagai tanda retensi urine.
b. BNO-IVP
-
5. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a. Flow rate maksimal 15 ml / dtk
= non obstruktif
b. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line
c. Flow rate maksimal 10 ml / dtk
= obstruktif
6. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan
tekanan
pancaran
dengan
menggunakan
Abrams-Griffiths
Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju
pancaran urin dapat diukur.
yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang
akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.
DERAJAT BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
Ada 3 (tiga) cara untuk mengukur besarnya BPH, yaitu :
1. Rectal Grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli
kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian.
Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke
dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade.
Pembagian grade sebagai berikut :
0 - 1 cm
: Grade 0
3 - 4 cm
: Grade 3
1 - 2 cm
: Grade 1
Lebih 4 cm
: Grade 4
2 - 3 cm
: Grade 2
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena
benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading
maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk
menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1),
maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar
sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
2. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh
kencing sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih
untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc
: Normal
Sisa urine 0 - 50 cc
: Grade 1
: Grade 2
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 21
: Grade 3
: Grade 4
DIAGNOSIS BANDING
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a) kelainan medula spinalis
b) neuropatia diabetes mellitus
c) pasca bedah radikal di pelvis
d) farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a) kelainan neurologik
b) neuropati perifer
c) diabetes mellitus
d) alkoholisme
e) farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3. Obstruksi fungsional :
a) dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
b) ketidakstabilan detrusor
4. Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis
5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
a) hiperplasia prostat jinak atau ganas
b) kelainan yang menyumbatkan uretra
c) uretralitiasis
d) uretritis akut atau kronik
e) striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis
KOMPLIKASI
1. Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 23
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertamba jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obatobatan penghambat adrenergik alfa, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen
statik
dengan
cara
menurunkan
kadar
hormon
testosteron/
Prostatektomi
a. Prostatektomi Suprapubis
adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.
b. Prostatektomi Perineal
adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung,
drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal,
hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden
syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko
bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal.
Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin
terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada
rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik
adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah
labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih
yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat
meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode
pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih
sedikit.
4. Terapi invasif minimal
Stent Prostat
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. 2003. Hiperplasia Prostat dalam Dasardasar Urologi Edisi
2. Jakarta: Sagung Seto.
2.
De Jong W, Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.