Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan tubuh alam dihasilkan dari berbagai proses dan faktor
pembentuk yang berbeda. Karena itu tanah mempunyai karakteristik yang berbeda
demikian akan memerlukan manajemen yang berbeda pula untuk tetap menjaga
menyerapsejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat diserap koloid dalam
bentuk dapat tukar pada pH tertentu disebut kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar
kation merupakan jumlah muatan negative persatuan berat koloid yang dinetralisasi
oleh kation yang mudah diganti. Kapasitas tukar kation didefinisikan sebagai nilai
yang diperoleh pada pH 7 yang dinyatakan dalam milligram setara per 100 gram
koloid.
Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat,
kandungan bahan organik dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki
tanah yang sangat masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan
kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar karena perkembangan
muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang karena
perubahan pH dari menjadi 5,5. Kapasitas tukar kation yang dapat dijerap 100 gram
dapat ditukar dengan kation lain untuk tetap mempertahankan kenetralan listrik
system. Kation-kation yang diadsorpsi pada padatan tanah dapat tersedia untuk
tanaman dengan jalan pertukaran dengan ion H yang dikeluarkan oleh akar tanaman.
mengenai Kapasitas Tukar Kation tanah untuk mengetahui tingkat Kapasitas Tukar
Tujuan dari praktikum Kapasitas Tukar Kation adalah untuk mengetahui dan
membandingkan nilai Kapasitas Tukar Kation pada tanah Alfisol, Ultisol, Vertisol
mengetahui jumlah kation-kation yang dapat dijerap dan ipertukarkan pada berbagai
jenis tanah di atas yang dapat digunakan sebagai suatu areal pertanian.
Kapasitas Tukar Kation tanah adalah jumlah muatan negatif tanah baik yang
bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) muatan koloid organik (humus)
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, H+, Al3+ dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut dalam air tanah atau
dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 gram) dinamakan
Kapasitas Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid
tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang
untuk kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. Beberapa pengukuran KTK
tanah telah dilaksanakan dengan hasil yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
Dalam analisis KTK, mula-mula semua kation yang dapat dipertukarkan diganti
dengan kation tertentu misalnya dengan NH4+ (dari larutan NH4Oac), kemudian
ditentukan jumlah kation yang diperlukan untuk mengganti kation tersebut. Beberapa
kation terutama K bila digunakan sebagai kation pengganti akan memberi gambaran
yang kurang tepat karena sebagian dari K dapat diikat oleh mineral liat tertentu
Ada dua cara yang banyak dipakai untuk menentukan KTK yaitu penjenuhan
di mana semua kation yang dapat dipertukarkan yaitu kation basa + kation asam
dijumlahkan. Karena adanya perubahan KTK akibat perubahan pH, maka KTK tanah
dapat dibedakan menjadi KTK tetap (permanent charge) dan KTK tergantung pH
KTK tetap adalah jumlah muatan negative dari liat akibat subtitusi ion-ion
dengan muatan rendah terhadap ion-ion dalam struktur kristal yang bervalensi lebih
tinggi. Hal ini terjadi pada waktu proses pembentukan liat sedang berjalan. Sebagai
contoh misalnya subtitusi Al3+ terhadap Si4+ dalam Si tetrahedron atau subtitusi Mg2+
terdapat Al3+ dalam Al octahedron. Akibat subtitusi tersebut maka terjadilah
kelebihan muatan negative dalam mineral liat yang merupakan KTK tetap
(Purwowidodo, 1982).
Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui
proses Luxiviasi dan Podsolisasi. Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari
35% pada kedalaman 1,8 m), Kapasitas Tukat Kation kurang dari 24 me per 100
gram liat, bahan organic rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang
yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi menyebabkan Ultisol
kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang
dari 24 me per 100 gram tanah), kandungan nitrogen rendah, kandungan fosfat dan
Pengaruh pemupukan lebih lanjut pada tanah Podsolik merah kuning untuk
menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsure hara makro, karena telah diketahui
bahwa Ultisol miskin akan basa-basa (yang ditandai dengan kejenuhan basa kurang
dari 35%) dan KTK rendah (kurang dari 24 me per 100 gram liat) (Munir, 1996).
KTK dan jumlah kemasaman terukur pada Ultisol sanagt tergantung pada pH
larutan yang digunakan dalam penetapan, misalnya nilai terbesar dari KTK dan
kemasaman umumnya diperoleh bila penetapan dilakukan pH 8,2 sedang pada pH 7,0
dan terendah bila ditetapkan pada pH tanah. Sumber utama KTK bergantung pH dan
(Soepardi, 1979).
Vertisol adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi
tanah bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0
sampai 8,0, pH tinggi (8,0 - 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan
mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang terbungkus
mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan bahan organik
sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat tinggi. Katio-
kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan pengaruhnya satu sama lain
Kejenuhan basa ynag tinggi, KTK yang tinggi, tekstur yang relative halus,
permeabilitas yang rendah dan pH yang relative tinggi dan status hara yang tidak
dilaksanakan pada hari Rabu, 25 April 2007, pukul 13.30 WITA sampai selesai.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tempat botol roll film,
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel tanah Alfisol,
Aluvial, Ultisol, Vertisol, aquadest, tissue roll, kertas label, alkohol 70%, Amonium
asetat 1 N, MgO 0,5 gr, 25 ml NaOH 10 N, 20 ml Conway, HCl 0,1 N dan kertas
saring.
6. Mencuci dengan alkohol 70% tanah pada kertas saring sampai bebas NH3
Conway
Hasil
berikut:
Tabel 2 : Hasil perhitungan penentuan KTK tanah pada tanah Alfisol, Ultisol, vertisol
dan Alluvial.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum penentuan KTK yang telah dilakukan, maka
kita dapat memperoleh nilai KTK pada jenis tanah Alfisol, Ultisol, Vertisol, dan
Alluvial yang berbeda. Dimana antara jenis-jenis tanah tersebut, tanah Vertisol
memiliki nilai KTK yang sangat tinggi yaitu bernilai 3,33 cmol/kg bila dibandingkan
dengan tanah Alfisol yang bernilai 2,63 cmol/kg, tanah Alluvial 2, 04 cmol/kg dan
Tanah Ultisol memiliki nilai KTK tanah yang sangat rendah yaitu bernilai
0,55 cmol/g. Tanah Ultisol memiliki kandungan bahan organik yang rendah, daya
menahan air jelek dan kandungan unsur hara sangat rendah sehingga nilai KTK
tanahnya sanagt rendah sebab kurangnya unsur-unsur hara yang dapat dijerap oleh
tanah serta kejenuhan basa yang sangat rendah dalam tanah untuk meningkatkan
kapasitas tukar kation dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief (1984)
bahwa tanah Ultisol memiliki KTK tanah yang sangat rendah serta memiliki ukuran
pori-pori makro yang sukar untuk menjerap air dalam tanah serta kurangnya tingkat
Tanah Alluvial memiliki nilai KTK tanah yang sedang atau tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah yaitu bernilai 2,04 cmol/g. Hal ini disebabkan oleh kejenukan
basa, tekstur dan struktur yang kurang mantap dan KTK tanah yang agak rendah.
Menurut Hakim, dkk (1986) bahwa tanah Alluvial berada pada daerah yang bercurah
hujan tinggi yang memperlihatkan KTK yang rendah karena sering mengalami
pencucian dan kejeuhan basa yang rendah yang diikuti dengan kandungan N dan K
cmol/g, bila dibandingkan dengan tanah Ultisol dan Alluvial yang sangat rendah. Hal
ini disebabkan karena pada tanah ini kurang mengalami pencucian dan pelapukan
dlam tanah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi KTK tanah Alfisol tersebut
menjadi cukup tinggi, dimana tanah Alfisol memiliki tekstur tanah yang halus,
struktur tanah yang berhubungan dengan agregasi partikel liat serta tingkat pH tanah
yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Foth (1994) bahwa tanah Alfisol
berkembang di daerah hutan humid yang mengandung 205 atau lebih lempung dari
Tanah Vertisol memiliki nilai KTK tanah yang sangat tinggi yaitu bernilai
3,33 cmol/g. Hal ini disebabkan karena pada tanah Vertisol memiliki kandungan
bahan organik yang tergantung tekstur tanah, jika tekstur tanahnya halus atau banyak
kandungan liatnya serta daya menyerap air dalam tanah tinggi sehingga menimbulkan
tingkat kapasitas tukar kation yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lopulisa (2004) bahwa semua tanah dalam ordo ini mempunyai KTK yang tinggi
serta dapat dijenuhi dengan Al tetapi pada Vertisol dengan KTK yang sama dan dapat
mengabsorbsi air dalam jumlah yang relative tinggi dalam pembahasan dan
pengeringan atau pada kondisi adanya dya hisap dan daya tegang pada KTK tanah
tekstur tanah, tipe dan kandungan liat, bahan organik dan suatu pengapuran dan
pemupukan.
5.1. Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nilai KTK tanah Alfisol yaitu 2,63 cmol/g yang memiliki kandungan bahan
2. Nilai KTK tanah Ultisol yaitu 0,55 cmol/g yang memiliki kandungan bahan
3. Nilai KTK tanah Vertisol yaitu 3,33 cmol/g yang memiliki kandungan bahan
4. Nilai KTK tanah Alluvial yaitu 2,04 cmol/g yang memiliki kandungan bahan
tekstur tanah, tipe dan kandungan liat, bahan organic dan suatu pengapuran
dan pemupukan.
Saran
ditambah dan dilakukan pengapuran atau penambahan unsur hara dalam tanah supaya
KTK tanah menjadi lebih baik, sehingga tanaman yang tumbuh memperoleh hara
LAMPIRAN
Perhitungan nilai KTK unuk tanah Alfisol, Vertisol, Ultisol dan Alluvial pada
Tanah Alfisol
N = 0,098
G sampel = 5 gram
Dit:
KTK (c mol/g) = …?
Penye:
= 13,13
5
= 2,63 c mol/kg
Tanah Ultisol
N = 0,098
G sampel = 5 gram
Dit:
KTK (c mol/g) = …?
Penye:
= 2,74
5
= 0,55 c mol/kg
Tanah Vertisol
N = 0,098
G sampel = 5 gram
Dit:
KTK (c mol/g) = …?
Penye:
KTK (c mol/g) = ml penitar x N x 100/5
g sampel
= 16,66
5
= 3,33 c mol/kg
Tanah Alluvial
N = 0,098
G sampel = 5 gram
Dit:
KTK (c mol/g) = …?
Penye:
= 10,19
5
= 2,04 c mol/kg
DAFTAR PUSTAKA
Foth D.H., 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Foth D.H, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. P.T. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.