You are on page 1of 17

TUBERKULOSIS PARU

Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit
Mycobacterium tubeculosis.

infeksi

menular

yang

disebabkan

oleh

Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman
terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3
tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam
tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali
penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya
terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam
waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan
cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam.

Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru


yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu
bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh
yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (lebih jarang).
Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui
strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun
sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara
di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak
penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA
positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian
karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya
dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara
berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis
juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan
dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua
kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO
memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan
kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx
trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran
di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang

dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai


selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke
dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari
columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals
dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.Trachea atau batang
tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua
bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping
ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang
kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang
utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris

terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer


memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan
surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu
lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan,
dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan
keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan
alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang
terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paruparu (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2)
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi
udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah
respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel
dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk
sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4)
Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5
urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara.
alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam
paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi
dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi
tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali
pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah
vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2)

menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya
adalah pertukaran gas-gas
Patofisiologi
Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas
lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik :
1. Gejala respiratorik, ,meliputi :
a. Batuk :
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah kerusakan jaringan.
b. Batuk darah :
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah

sangat banyak. Batuk darah terjadi kerena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah.
c. Sesak napas :
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lainlain.
d. Nyeri dada :
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuratik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoraksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasa biasa gradual dalam beberapa minggubulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia
3. Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negative
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
f. Test Diagnostik

Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar.
Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan
lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC
dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya
lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan
pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila
ada dugaan resistensi terhadap pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik
yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas
P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria :
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif : mikroorganisme positif 2kali, mikroskopikpositif 1 kali
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria :
1. Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru aktif.
2. BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria :
a. Bakteriologik (mikroskopik dna biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
Penanganan Medik

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat
yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:Adanya
komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan
TB.
1.

2.

Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang


pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.

3.

Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

4.

Dilakukan Pencatatan dan pelaporan yang baku.


PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkolosis paru
(Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkolosis paru
(Doengoes,2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat Perjalanan Penyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek),
sulit tidur,demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

b.

c.

d.

e.

Objektif : Takikardi, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,


lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-410C)
hilang timbul.
Pola nutrisi
Subjektif : anoreksia, mual, tidak enak perut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
Respirasi
Subjektif : batuk produktif/sesak napas, sakit dada.
Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural) sesak napas, pengembangan pernapasan
tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleura), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila filtrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
Integritas ego
Subjektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Objektif : menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.


c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.

c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.


d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:

a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah


penghasilan.

b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan


bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama
dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak
bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.

b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; Pada kavitas
bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena
TB paru.

e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).


f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah
sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah,
Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema
bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh
menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi
yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan
tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan,
Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan
finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan:
Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif.
Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang
telah dirumuskan sebagai berikut
Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang
telah dirumuskan sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam
program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan
melakukan tindakan tepat.
Intervensi:

a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan


penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan
paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan
napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring
atau perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala
distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam
paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi,
nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi
distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan
jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya
jalan napas.

d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.


Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui
bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko
infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang
diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan
yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis
paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan
obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk
mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer
dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan
Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA

Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien
terhadap terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup
untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang
tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi
peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah
makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.

Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan


kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian,
kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan
fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya:
hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran,
vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang
membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan
intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake
cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat
warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan
menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk
mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi
gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.

Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/


kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis,
u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring,
dan penularan kuman.

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCOLOSIS PARU

Disusun oleh :
Nama : Ilma wulandari
NIM : 4002110035
Kelompok 4
S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA


BANDUNG 2014/2015

You might also like