Professional Documents
Culture Documents
hidung,
bekas sirkumsisiD.
PatofisiologiVitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX
dan X (kompleks protrombin)serta protein C dan S yang berperan sebagai
antikoagulan (menghambat proses pembekuan).Selain itu Vitamin K diperlukan
untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.E.
Pathway(terlampir)F.
Pemeriksaan Penunjang
PPT (
Plasma Prothrombin Time
) memanjang
Thrombin Time
normal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB/PDVK).
Patofisiologinya adalah Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat
proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif
menjadi aktif. Diklasifikasikan menjadi tiga yaitu HDN/PDVK dini, HDN/PDVK klasik, dan HDN/PDVK
lambat
atauacquired
prothrombin
complex
deficiency (APCD) Secondary
prothrombin
complex (PC)deficiency. yang tidak mendapat vitamin K profilaksis.
Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%. Angka
kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin
K secara rutin pada bayi baru lahir.
Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di antaranya ditemukan
komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand angka PDVK adalah 1:1.200 bayi.10
Angka kejadian pada kedua negara ini menurun setelah diperkenalkannya pemberian vitamin K
profilaksis pada semua bayi baru lahir.
Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand dilaporkan sebanyak 82%
atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di Inggris 10 kasus dari 27 penderita atau
sebesar 37%. Sedangkan di India angka kejadian PDVK dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000
bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis saat lahir.
Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 terdapat 21 kasus PDVK. Tujuh belas kasus (81%)
mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19% (Catatan Medik IKARSCM tahun 2000).
PDVK dibedakan dengan gangguan hemostasis lain misalnya gangguan fungsi
hati. Pencegahan PDVK Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis, Vitamin K1 pada
bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur
3-7 hari dan umur 1-2 tahun. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat
profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum
melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam
kemudian. Pengobatan PDVK Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari Fresh frozen
plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg.
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.3
1.
2.
3.
Rumusan Masalah
Apa pengertian dari PDVK ?
Apakah Sebab sebab terjadinya PDVK ?
Bagaimana Proses terjadinya PDVK ?
Bagaimanakah Manifestasi klinis dan Komplikasi dari PDVK ?
Bagaimanakah Pemeriksaan diagnostik untuk PDVK ?
Bagimanakah penatalaksanaan secara medis untuk PDVK ?
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan yang sebaiknya dilakukan untuk PDVK ?
TUJUAN PEMBAHASAN
Menjelaskan pengertian dari PDVK
Untuk mengetahui Sebab sebab terjadinya PDVK
Menjelaskan Proses terjadinya PDVK
4.
5.
6.
7.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penegertian
Perdarahan Devisiensi Vitamin K(PDVK) adalah terjadinya perdarahan spontan atau
perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena
berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan
aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999). Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut
akan segera membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan.
1.
2.
3.
2.2 Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat kelainan tersebut
bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999).
Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan
biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu
metabolisme vitamin K. Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat
suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).
Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi
pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan
suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak
adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis
yang menyeluruh.
Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar
timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati
sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada
30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti
ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian
PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran
dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).
2.3 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan
mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral
(warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin), obat-obat antituberkulosis
(INH, rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya
pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi
pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu
<20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih
banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan
diare kronik.
2.4 Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang
berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah,
seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein
lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
1.
Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah
cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
2.
Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan
beberapa strain E. coli.
3.
Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan pada
neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat
sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah
kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu
tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin
K dari makanan.
Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain
simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui
plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna. Tempat perdarahan
utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu
perdarahan dapat berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas
atau morbiditas yang menetap.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan.
Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus
perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura,
ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan
subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian
besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar
membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil
anisokor serta kelainan neurologis fokal.
2.6 Komplikasi
Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV),
anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
Cornelissen dkk(1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK lambat yang dilakukan di
Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan dengan strategi sama dan dibandingkan
angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi pemberian vitamin K, yaitu :
pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI (Belanda)
3x1 mg secara oral (Australia: January 1993 Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember
1994)
1 mg IM (Australia: Maret 1994)
2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss).
Angka kegagalan per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3 di Jerman, 2,5
(profilaksis
oral)
dan
0
(profilaksis
IM)
di
Australia,
3,6
di
Swiss.
Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral)
dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1
mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K g/hari untuk bayi yang mendapat
ASIIM; profilaksis dosis rendah 25 mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.
Isarangkura dkk (Thailand, 1989) telah melakukan evaluasi pengaruh pemberian vitamin K
profilaksis dosis tunggal pada bayi baru lahir peroral dibandingkan dengan cara parenteral pada
waktu lahir. Dua ratus enam puluh enam bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4 kelompok,
yaitu kelompok 1 mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4 mendapat vitamin K oral pada waktu
2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg.
Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna dalam rerata kadar kompleks
protrombin.17 Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir peroral 2 mg ternyata sangat
menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa
seharusnya semua bayi baru lahir mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun
parenteral. Pemberian vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara
pemberian sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi.
Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat lebih kecil dibandingkan
dengan cara pemberian oral.
Konsensus berbagai organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter
kebidanan, bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat
profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi
prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan pemberian secara
IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru lahir, umur 35 hari dan 4-6 minggu.
Jika bayi muntah dalam waktu satu jam setelah pemberian oral maka pemberiannya harus
diulang. Hal ini juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun 2000, Newborn Services Medical
Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan British Columbia Reproductive Care Program pada
tahun 2001.
International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti
yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara
oral maupun IM sama efektif dalam mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif dalam
mencegah PDVK lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali
daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg daripada dosis 1 mg.
Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis
vitamin K IM.
Intramuskular
American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan bahwa Vitamin K
harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan dosis 0,5-1 mg.25 Canadian
a.
b.
c.
d.
Paediatric Society (1997) juga merekomendasikan pemberian vitamin K secara IM. Metode ini lebih
disukai di Amerika Utara karena efikasi dan tingkat kepatuhan yang tinggi.
Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan berikut ini:
Absorpsi Vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi yang menderita diare.
Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai konsekuensinya,
tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu masalah tersendiri.
Mungkin terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya
regurgitasi.
Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.
Hubungan
Profilaksis
Vitamin
K
dan
Kanker
pada
Anak
Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada
anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di
Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case
control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi
pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.
Penelitian case control dilakukan oleh Von Kries dkk28 (1996) terhadap 272 anak yang
menderita leukemia dan kanker lainnya untuk mengetahui hubungan antara pemberian profilaksis
vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak. Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan
antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak.
Kelompok kerja vitamin K AAP meninjau ulang laporan yang dikemukakan oleh Golding dkk
serta informasi lain, juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian vitamin K IM
dengan leukemia pada anak atau kanker anak lainnya.
a.
1)
2)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
3)
4)
5)
6)
7)
a)
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam bidang keperawatan meliputi pengkajian dan
diagnosis sampai kepada intervensi medis.
Pengkajian
Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan anak perempuan.
Keluhan Utama
Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
Epitaksis
Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan terbentur pada sesuatu.
Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi
Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
Perdarahan sistem GI track dan SSP
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien mempunyai
penyakit menular atau menurun seperti DERMATITIS, Hipertensi, TBC.
Riwayat Penyakit Keluraga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada wanita.
Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
ADL (Activity Daily Life)
Pola Nutrisi
i) Ekstremitas
Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
9) Pemeriksaan Penunjang (labolatorium)
a) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
b) Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan
kultur. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati.
b.
Diagnosis Keperawatan
1) Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan mekanisme pembekuan darah yang tidak
normal.
2) Nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat hemartosis.
3) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang penyakit.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi inadekuat.
5) Resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi sekunder
akibat hemartosis perdarahan pada sendi.
c.
Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan dengan mekanisme pembekuan darah
yang tidak normal.
Hasil yang diharapkan : peningkatan rentang gerak sendi dan tidak ada tanda inflamasi
Intervesi :
1. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB/PDVK).
Patofisiologinya adalah Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat
proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif
menjadi aktif. Diklasifikasikan menjadi tiga yaitu HDN/PDVK dini, HDN/PDVK klasik, dan HDN/PDVK
lambat
atau acquired
prothrombin
complex
deficiency (APCD) Secondary
prothrombin
complex (PC) deficiency. yang tidak mendapat vitamin K profilaksis.
PDVK dibedakan dengan gangguan hemostasis lain misalnya gangguan fungsi
hati. Pencegahan PDVK Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis, Vitamin K1 pada
bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur
3-7 hari dan umur 1-2 tahun. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat
profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum
melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam
kemudian. Pengobatan PDVKVitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari Fresh frozen
plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg.
3.2 Saran
Dikarenakan belum pasti penyebab dan gejala awal penyakitnya dan menginngat
kompleksnya komplikasi dan dampak yang diakibatkan dari perdarahan akibat defisiensi vitamin K,
sebaiknya dilakukan deteksi dini terhadap individu yang mempunyai resiko dan faktor faktor
pencetus.