You are on page 1of 11

Makalah Biskuit (THP UB)

BAB I PENDAHULUAN

Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan


mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, renyah dan tekstur pori yang lebih
rapat. Biskuit meupakan produk yang berukuran tipis dengan kadar air relatif rendah
(5%), adonannya digiling menjadi lembaran-lembaran tipis yang kemudian dipotong
atau dipanggang. Atau dapat dikatakan bahwa biscuit merupakan produk yang
diproleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan
bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
makanan yang dizinkan dengan kadar protein tidak boleh kurang dari 9% dan kadar
air tidak boleh lebih dari 5% (Utami,1991).
Menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan
rupa yang tipis, memiliki rasa manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing
biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunkan, proporsi gula dan lemak, kondisi
dari bahan-bahan tersebut pada saaat ditambahkan dalam campuran, metode
pencampuran, penanganan adonan dan metode pamanggangan.
Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biscuit setiap 100 gram
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Kandungan

Jumlah

Kalori (kkal)

458

Air (%)

2.2

Karbohidrat (%)

75.1

Protein (%)

6.9

Lemak (%)

14.4

Vit B1 (mg)

0.09

Besi (mg)

2.7

Kalium (mg)

62

Fosfor (mg)

87

Tabel 1. Komposisi Kimia Biskuit per 100 g Bahan

Biskuit memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat kekerasan, kerapuhan
dan kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat pada biskuit
akan memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tektur pada bikuit dikatakan
rapuh bila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului oleh adanya perubahan
bentuk saat diberi tekanan (Anonymousa, 2002).
Berdasarkan jenisnya, produk biskuit dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
biskuit manis dan biskuit asin. Biskuit manis atau disebut juga biskuit keras
merupakan jenis biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan keras,
berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat
berkadar lemak tinggi atau rendah. Sedangkan biskuit asin atau disebut juga kreker
merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi
atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah,
serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis (Anonymousb,
2006).
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan
mahasiswa tentang produksi biskuit dari bahan yang digunakan, alat yang
digunakan serta cara pembuatan biskuit. Tujuan berikutnya adalah untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama melaksanakan perkuliahan dalam
dunia industri serta untuk mempelajari segala hal tentang produksi biskuit yang
sesuai dengan teknologi hasil pertanian.

BAB II BAHAN BAKU

2.1 Bahan Baku


2.1.1 Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Tepung terigu
yang berkualitas untuk produksi biskuit adalah tepung terigu hasil penggilingan
gandum lunak (soft) dan lemah (weak) yang cendrung memberikan tekstur yang
lembut dan eating quality yang bagus. Gandum lunak baik digunakan karena
kandungan proteinnya tinggi dan glutennya sedang, tetapi kandungan patinya tinggi,
sehingga adonan yang dihasilkan tidak lengket, daya pengembangannya kecil,
dapat membentuk adonan yang stabil selama pencampuran dan dapat mengikat gas
selama proses pemanggangan ( Faridi,1994)
Fungsi dari penggunaan tepung terigu yaitu sebagai pembentuk jaringan
kerangka dari produk biskuit akibat pembentukan gluten. Protein yang terkandung
dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air (Gliadin dan Glutenin) akan
menyerapan air dan akan membentuk gluten. Tepung terigu dengan kandungan
protein rendah digunakan agar pengembangan adonan akibat gluten yang terbentuk
tidak terjadi secara berlebihan (sifat gluten yang tidak begitu kuat) karena pada
biskuit bukan pengembangan adonan yang diperlukan seperti pada produksi roti
(Astawan,2001)

2.2 Bahan Pembantu


2.2.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka ini merupakan bahan campuran produk tertentu yaitu pada
pembuatan biskuit. Fungsi penambahan tepung tapioka pada pembuatan adonan
biskuit sebagai tepung substansi agar ketergantungan terhadap tepung gandum
atau tepung terigu tidak terlalu besar. Kandungan tapioka yang paling penting
adalah amilosa dan amilopektin yang menyebabkan proses penyerapan air selama
pemasakan, hal ini menyebabkan produk akhir renyah (Astawan,2001).

2.2.2 Gula
Gula merupakan bahan penting dalam pembuatan adonan biskuit karena
memberikan rasa manis terhadap produk yang dihasilkan, memberikan tekstur yang
bagus, mengatur fermentasi serta warna yang lebih baik. Gula yang digunakan
adalah gula kristal (sukrosa) dan dekstrosa (Eliason,1996)
Gula yang digunakan sebagai penabur di atas biskuit, gula cair, gula khusus
(gula cair fermentasi) merupakan

gula khusus merupakan gula kristal yang

dicairkan dan didalamnya telah dibiakkan yeast selama kurang lebih tiga hari. Fungsi
dari gula fermentasi ini adalah agar biskuit yang dihasilkan memiliki aroma (flavor)
yang berbeda. Gula halus berasal dari gula kristal (sukrosa) yang diolah secara
khusus (dihaluskan) sebelum digunakan. Sedangkan dekstrosa merupakan produk
yang sudah tersedia di pasaran (Eliason,1996).

2.2.3 Lemak
Lemak atau minyak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit terdiri dari
tiga macam yaitu minyak goreng, shortening, dan bakers fat. Fungsi lemak dalam
adonan sebagai peminyakan untuk pengembangan sel dalam adonan sehingga
dapat memperbaiki remah biskuit yang dihasilkan (Ketaren 1986).
Lemak yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit diantaranya :
1. Minyak Goreng
Minyak goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin karena menurut
Ketaren (1986), pada pembuatan biskuit sifat lemak yang dipentingkan adalah lemak
yang mempunyai nilai shortening serta stabilitas yang tinggi dan bukan lemak yang
dapat membentuk krim atau emulsi. Minyak yang digunakan dalam pembuatan
biskuit adalah minyak yang tidak dihidrogenasi karena minyak kelapa sawit
merupakan minyak dengan asam lemak jenuh tinggi sehingga tahan terhadap
ketengikan oksidatif dan mencegah waxy mouthfeel di mulut.
2. Shortening
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk yang
dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan protein
yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
Penambahan shortening ini berfungsi untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan
kelezatan dan keempukan, memperbaiki aerasi sehingga produk bisa mengembang,

memperbaiki cita rasa dan juga sebagai pengemulsi untuk mempertahankan


kelembaban (Ketaren 1986).
3. Bakers Fat
Bakers fat disebut juga emulsi shoertening, mengandung emulsifier (mono dan
digliserida) yang berguna untuk meningkatkan daya absorbsi dan daya menahan air
sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan krim
untuk biskuit yang menggunakan krim. Bakers fat tidak digunakan dalam
pembuatan adonan biskuit (Desrosier, 1988).
2.2.4 Air
Air merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat menghasilkan produk
yang baik dan seragam. Air yang digunakan harus memenuhi kriteria air minum yaitu
harus bersih, jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan. Air digunakan terutama sebagai media katalis reaksi
yang terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi tekstur
produk. Reaksi air dengan gluten dapat memberikan sifat keras pada produk akhir.
Air akan menghidrasi protein dan pati dalam tepung dan penting untuk
pengembangan gluten. Beberapa molekul air akan terikat kuat pada protein tepung
selama mixing adonan (De Man,1997)

2.2.5 Susu Bubuk (Milk Powder)


Salah satu bahan penting dalam pembuatan biskuit adalah susu, karena susu
dapat memberikan rasa, kenampakan produk akhir, kalsium dalam susu dapat
memperkuat gluten yang terbentuk, efek buffer susu juga dapat menghambat
fermentasi serta warna yang lebih baik (Maltz,1992).
Dalam pembuatan biskuit ada tiga macam susu yaitu cocoa powder, whey
powder, dan full cream powder. Cocoa powder digunakan sebagai penambah rasa
coklat pada jenis biskuit tertentu dan sebagai bahan cream coklat. Fungsi whey
powder adalah untuk memperbaiki tekstur, warna, rasa, dan menambah nilai gizi.
Sedangkan full cream powder bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dan
memperbaiki cita rasa, selain itu air dalam susu membantu terbantuknya gluten
pada adonan, mengatur kepadatan adonan, melarutkan, dan menyebarkan adonan
(Astawan,2001).

2.2.6 Telur

Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah telur segar yang
sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih dan kuning telur. Telur yang
digunakan dalam pembuatan adonan biskuit hanya bagian kuningnya saja karena
mengandung lesitin yang mempunyai daya pengemulsi dan dapat memberikan cita
rasa, sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan dalam pembuatan krim
untuk biskuit jenis bunga gem (Winarno,1991).
Selain digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai pengemulsi juga
digunakan lesitin yang berasal dari kedelai. Hal tersebut dilakukan karena daya
simpan dari telur sendiri tidak terlalu lama serta ketersediaan telur juga terbatas
sehingga digunakan pula lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno,1991).

2.2.7 Garam
Garam yang digunakan adalah garam yang mengandung iodium. Menurut Matz
(1992), efek penambahan garam dalam adonan secara umum adalah meningkatkan
warna remahan dan butiran kue. Selain itu, penambahan garam dalam pembuatan
adonan biskuit biasanya berfungsi untuk menambah cita rasa dan meningkatkan
aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan aroma,
memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada
produk akhir. Penambahan garam pada adonan juga ditentukan sesuai dengan
takaran (formula) yang ada untuk pembuatan satu kali adonan.

2.2.8 Ragi (Yeast)


Yeast digunakan pada pembuatan biskuit asin dan manis. Pada biskuit asin,
yeast dicampurkan secara langsung ke dalam adonan saat mixing. Sedangkan pada
biskuit manis, yeast tidak langsung dicampurkan ke dalam adonan namun melalui air
gula spesial saat mixing (Faridi,1994)

2.3 Bahan Penolong


2.3.1 Pengembang (Baking Powder)
Bahan

pengembang

yang

digunakan

yaitu

sodium

bikarbonat.

Bahan

pengembang lain yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah


ammonium bikarbonat. Selain sebagai pengembang senyawa ini juga merupakan
senyawa preservatif untuk memperpanjang daya simpan dari biskuit yang dihasilkan.

Menurut Hui (1992), umumnya ammonium bikarbonat ini dilarutkan di dalam air lalu
ditambahkan pada adonan saat dimixer. Ammonium bikarbonat akan terurai pada
suhu tinggi (Winarno, 2004). Bahan tersebut dipadukan dengan natrium bikarbonat
agar diperoleh kualitas pengembangan dan preservatif yang bagus terhadap produk
akhir biskuit.

2.3.2 Perasa makanan (Food Flavour)


Perasa makanan (food flavour) yang ditambahkan pada tiap jenis produk
berbeda jenisnya, sesuai dengan rasa yang dikehendaki. Penambahan perasa
makanan dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan dilakukan saat pembuatan
adonan seperti rasa susu, kacang, coklat, dan kelapa, atau dilakukan pada krim
yang menjadi isi dari biskuit misalnya pada pinneapple cream ( Hui, 1992)`

2.3.3 Emulsifier
Emulsifier yang digunakan adalah Soybean Lecithin. Lesitin berfungsi sebagai
emulsifier untuk menstabilkan fase minyak dan air pada adonan sehingga mencegah
adonan lengket saat mixing.

2.3.4 Pewarna Makanan (Food Color)


Pewarna makanan yang ditambahkan pada produk biskuit disesuaikan dengan
rasa yang dikehendaki penambahan pewarna dilakukan saat pembuatan adonan.
Tujuan penggunaan warna pada produk biskuit yang dihasilkan adalah untuk
memulihkan warna alami makanan, keseragaman warna, memperkuat warna alami,
membantu melindungi flavor dan vitamin selama pengolahan, memberikan
penampilan yang menarik, membantu melindungi karakter yang ada pada produk,
sebagai identifikasi visual terhadap kualitas makanan. Pewarna makanan yang
digunakan antara lain lyncol lemon yellow, apple green, dalfcol panceau 4R, sunset
yellow FCF, chocolate flv dan lyncol egg yellow (Hui, 1992)

BAB III PROSES PENGOLAHAN

3.1 Persiapan Bahan


Persiapan bahan baku meliputi penimbangan bahan baku dan bahan-bahan
tambahan yang akan digunakan. Awalnya dilakukan penimbangan dilakukan untuk
bahan bersifat padat. Bahan-bahan yang berbentuk tepung harus melalui saringan
dan air blower serta magnit untuk menarik logam. Baru kemudian disimpan dalam
Silo. Bahan lain seperti lemak, minyak, sirup dan sebagainya disimpan dalam kaleng
(Fellous, 1990).
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai resep kemudian dibungkus dengan
menggunakan plastik. Menurut (Hui, 1992) bahan-bahan yang akan ditimbang
sebelumnya harus lolos dari uji laboratorium terlebih dahulu dan memenuhi
persyaratan, yaitu :
1.

Bebas dari kontaminasi, kotoran, batu, kontaminasi jamur, mikroba, serangga dan
tikus.
2. Memenuhi standar yang berlaku.
Apabila bahan yang digunakan tidak memenuhi standar yang telah diberlakukan
makaakan direject atau dikembalikan ke supplier menurut perjanjian yang ada.

3.2 Pencampuran (mixing)


Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang
diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relative tidak lengket sehingga mudah
dibentuk (Hui, 1992)
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan
mncampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang
akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat
dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan gula
cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur seperti kue pie dapat
diperoleh dengan memperbanyak komponen lemak di dalamnya (Faridi, 1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir
yang ingin dihasilkan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan
sifat

reologis

yang

berbeda

tergantung

dari

formula

yang

ditambahkan.

Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang dioperasikan dengan


tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam jumlah besar maka
menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer. Pemilihan jenis mixer yang sesuai
dan tepat akan dapat membentuk adonan yang seragam tanpa menyebabkan
pengembangan adonan yang berlebihan (Fellous, 1990)
Dala proses pencampuran, pertama-tama bahan yang digunakan seperti garam,
lesitin, minyak goring, gula, ammonium bikarbonat dan air dicampurkan dalam mixer.
Kemudian tepung terigu dan tepung tapioka dicampurkan melalui pipa yang
terhubung di lantai dua pabrik yang dimasukkan secara manual oleh pekerja dari
atas. Di setiap mixer sendiri telah terdapat bel yang menandakan pengisian tepung
terigu dan tepung tapioka siap ditambahkan. Setelah diperoleh adonan yang kalis,
adonan akan dipindahkan ke dalam lori yang telah disediakan dan telah diberi nomor
masakan. Pada adonan biskuit asin dilakukan fermentasi selama 40 menit. Suhu
fermentasi sekitar 27-32 C. Sedangkan adonan biskuit manis ditambahkan air gula
special dimana air gula ini merupakan air gula fermentasi yang terdiri dari gula yang
dicairkan kemudian ditambahkan yeast dan di fermentasi selama 3 hari (Maltz,
1992).

3.3 Pemipihan

Pemipihan dilakukan untuk membentuk adonan manjadi lembaran dengan


ketebalan yang lebih tipis dari sebelumnya dan seragam. Adonan dilewatkan pada
roll press yang berputar berlawanan arah sehingga adonan berbentuk lembaran.
Proses pemipihan ini berlangsung sebanyak 3 kali agar mendaapatkan hasil akhir
yang lebih tipis dari pemipihan yang pertama dan kedua. Selama proses pemipihan,
adonan juga diberi angin yang berasal dari blower yang bertujuan supaya adonan
tidak lengket pada belt conveyor dan saat masuk pada proses pencetakan,
potongan-potongan adonan biskuit yang dihasilkan rata (Hadiwiyoto, 1993)

3.4 Pencetakan (cutting)


Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor
urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesi pencetak secara
vertical (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang
tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan
untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai
bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan.
Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak 115 buah biscuit
(Fellous, 1990)

3.5 Pemanggangan (oven)


Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam
oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi
panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah
berjalan lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur
crumb ( Faridi, 1994).
Pembakaran

menggunakan

oven

yang

menggunakan

system

noozle

menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbedabeda. Suhu pemanggangan biscuit yang digunakan pada oven I 290oC, oven II
320oC, oven III 3300C,dan oven IV 270oC. Proses pemanggangan ini memerlukan
waktu 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis biscuit yang
diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biscuit asin ini hanya 2 line

sementara dalam pembuatan biscuit manis berjumlah 4 line. Parameter yang harus
diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan kecepatan
konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven (Faridi, 1994).

3.6 Pendinginan
Proses pendinginan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk dan
mencegah terjadinya penyerapan uap air sehingga tidak terjadi pengembunan di
dalam kemasan yang menghasilkan uap air sehingga dapat memperpendek umur
simpan biskuit. Pendinginan juga berfungsi menghilangkan bau ammonia yang tidak
sedap sehingga saat dikemas produk dapat tahan lama. Proses pendinginan
tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu dengan penghembusan angin yang
dihasilkan oleh blower setelah produk keluar dari oven ( Desrosier,1988)

3.7 Pemisahan (sortasi) dan Pengemasan


Tidak semua biskit yang diproduksi memenuhi standar kriteria produk. Untuk itu
dilakukan pemisahan produk biskuit yang tidak memenuhi kriteria biskuit yang baik.
Pemisahan tersebut dilakukan dengan menggunakan tenaga manual oleh para
pekerja (Hadiwiyoto, 1993).
Biskuit yang telah disortasi langsung dikemas. Pengemasan dilakukan secara
manual oleh pekerja. Fungsi dasar pengemasan sendiri menurut Robertson (1993)
yaitu sebagai wadah, sebagai pelindung dari segala yang merusak produk tersebut.
Kemasan yang digunakan harus sesuai dan mampu memberikan informasi kepada
konsumen dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari konsumen itu sendiri.
Kemasan yang digunakan sudah dilengkapi dengan label keterangan nama produk,
berat produk, komposisi, tanggal kadaluarsa dan nama pabrik. Kemasan yang
digunakan terdiri dari kemasan primer, sekunder dan tersier. Untuk kemasan primer
digunakan plastik OPP (Orientated Polypropylene), kemasan sekunder digunakan
plastik PP (Poly Propylene) yang selanjutnya dikemas dalam karton dan kemudian
disegel (Desrosier,1988).

You might also like