Professional Documents
Culture Documents
Kunjungan Laboratorium
Anindya Aulia Pratiwi, 1006704474
Viskositas rendah
Kemampuan alir baik, menembus pori, celah dan bentuk kompleks sampel
Bersifat konduktif (untuk etsa elektrolitik dan sampel untuk pengujian SEM
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang
akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Terdapat
dua metode untuk melakukan mounting, yaitu cold mounting dan hot mounting. Perbedaan
kedua metode ini terletak pada perlakuan yang diberikan selama pembuatan mounting
dilakukan. Pada saat melakukan hot mounting, diberikan suatu penekanan dan panas sehingga
dibutuhkan suatu alat yang khusus. Sedangkan pada cold mounting, tidak adanya pemberian
penekanan dan panas sehingga alat yang digunakan sederhana dan mudah digunakan.
Tentunya dengan penggunaan alat yang sederhana, cold mounting memiliki harga yang lebih
murah. Namun, jika kita melakukan hot mounting maka pengerjaannya akan menjadi lebih
cepat.
Mulai
Menyiapkan cetakan
Selesai
Gambar 2 Flowchart proses castable mounting
b. Grinding
Grinding dilakukan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara
menggosokan sampel pada kain abrasive atau amplas. Sampel yang baru dipotong atau yang
sudah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Oleh karena itu, permukaan yang kasar ini
harus diratakan untuk memudahkan pengamatan struktur. Pengamplasan dimulai dari kertas
dengan kekasaran tinggi (nomor mesh rendah) hingga kertas amplas yang makin halus
(nomor mesh tinggi). Ukuran grit kekasaran kertas amplas yang pertama kali dipakai,
tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan sampel karena alat potong
yang digunakan.
Tabel 1 Penggunaan ukuran kertas amplas dengan alat potong yang digunakan
Jenis Alat Potong
Gergaji Pita
60 120
Gergaji Abrasif
120 240
320 400
Pada saat pengamplasan dilakukan, hal yang harus diperhatikan adalah sampel harus dialiri
dengan air. Air yang mengalir ini berfungsi untuk sebagai pemindah geram, memperkecil
kerusakan akibat panas yang dapat merubah struktur mikro spesimen, dan memperpanjang
pemakaian kertas amplas. Selain itu, arah pengamplasan juga harus diperhatikan. Ketika
melakukan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah
sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan goresan pada tahap sebelumnya.
Mulai
Selesai
Gambar 4 Flowchart proses grinding
c. Polishing
Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata.
Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan
sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop akan dipantulkan secara
acak oleh permukaan sampel.
Oleh karena itu, setelah dilakukan pengampelasan sampai halus, pada permukaan sampel
harus dilakukan pemolesan. Pemolesan sendiri bertujuan untuk memperoleh permukaan
sampel yang rata dan bebas goresan dengan refleksifitas yang tinggi. Seperti pengampelasan,
pemolesan juga dilakukan mulai dari pemolesan yang lebih kasar ke yang lebih halus.
Pemolesan yang kasar, dilakukan dengan menggunakan partikel alumina atau intan
dengan besar partikel adalah sekitar 5m. Pemolesan kasar ini dilakukan untuk
menghilangkan goresan yang masih tersisa dan untuk meminimalisir sisa daerah yang
terdeformasi dari amplas halus. Sedangkan untuk pemolesan yang halus, digunakan alumina
atau intan yang ukurannya kurang dari 1m. Pemolesan halus dilakukan untuk
menghilangkan goresan yang amat halus dan daerah deformasi yang dihasilkan selama proses
pemolesan kasar. Hasil yang ditunjukkan oleh permolesan halus adalah permukaan yang
bebas goresan dan siap untuk di etsa.
Mulai
Memasang kain poles
pada mesin
Menuangkan alumina
ke kain poles
Menyalakan mesin poles
dengan kecepatan
rendah
Meletakkan sampel pada
permukaan kain poles
Melakukan pemolesan
dengan memutar sampel
pada porosnya
Menambahkan alumina
Melakukan pemolesan
hingga permukaan
sampel mengkilat
Selesai
Gambar 8 Flowchart proses polishing
d. Etching
Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif
dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik
maupun tidak, ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat dengan
jelas dan tajam. Etsa dilakukan setelah dipastikan bahwa permukaan spesimen sudah
mengkilat, dapat memantulkan cahaya dengan baik dan sudah tidak memiliki goresan.
Etsa perlu dilakukan agar kita dapat melihat dengan jelas butir-butir atau fasa tertentu
pada material. Sampel individu yang akan diamati adalah BTN atau Besi Tuang Nodular,
dimana material ini termasuk material ferrous dan memiliki beberapa fasa stabil seperti
pearlit, ferit, dan grafit.
Terdapat dua jenis metoda untuk melakukan etsa, namun pada percobaan ini jenis
metode etsa yang digunakan adalah etsa kimia. Etsa kimia dilakukan dengan memberikan
reagen-reagen tertentu pada permukaan spesimen. Nantinya, permukaan yang bereaksi
dengan reagen akan menghasilkan warna yang berbeda untuk diamati melalui mikroskop
nanti. Dikarenakan material yang kita gunakan adalah baja, maka reagen yang digunakan
adalah Nital 3% yang digunakan untuk mendapatkan fasa ferit, pearlit dan memisahkan grafit
pada BTN.
Proses etsa kimia memiliki beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
etsa yang berlebihan dimana fasa/butir di permukaan material tersebut menjadi hangus. Pada
prinsipnya, etsa menggunakan metode oksidasi, sehingga butir-butir/fasa akan membentuk
oksida dengan warna spesifik supaya mudah diamati. Etsa yang teralu lama juga tidak boleh
diakukan karena dapat merusak permukaan spesimen.
Mulai
Membersihkan sampel
dengan air/alkohol
Membersihkan sampel
dengan alkohol dan
dikeringkan
Selesai
Gambar 9 Flowchart proses etching
Setelah preparasi telah selesai dilakukan, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan
pengamatan struktur mikro. Struktur mikro yang didapatkan dari hasil percobaan kemudian
dibandingkan dengan yang ada pada literatur. Berikut ini adalah perbandingan hasil percobaan
dengan literatur:
a. Hasil struktur mikro sampel uji tanpa perlakuan panas
Cementite
Ledeburite
Pearlite
Cementite
Pearlite
Ferrite
A
Ferrite
A
Grafit
Ledeburite
Grafit
FOTO LITERATUR[4]
Paduan: Besi tuang nodular as-cast
PERBESARAN: 500 x
ETSA: 4% Nital
Terlhat
Bentuk
grafit
bulat
jelas
bahwa
ferrite
Dikarenakan besi tuang memiliki kadar karbon yang cukup tinggi, maka kekerasan yang
dimiliki juga sangat tinggi. Seperti yang telah diketahui bahwa semakin banyak karbon yang
terkandung dalam material, maka materal itu memiliki sifat kekerasan yang tinggi. Namun, jika
dibandingkan dengan besi tuang kelabu yang memiliki bentuk grafit yang runcing, besi tuang
nodular memiliki sifat mekanis yang lebih baik. Hal ini dikarenakan dengan bentuk grafit yang
runcing, stress konsentrasinya akan lebih besar.
Fasa yang terdapat dalam BTN yaitu ferrit, pearlite ditambah dengan nodular grafit. Selain tu
juga terdapat fasa ledeburite dan cementite namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Adanya
elemen Si dalam BTN, membuat dekomposisi Cementite Fe3C menjadi Fe dan C.
Jika melihat foto struktur mikro yang didapat dan dibandingkan dengan foto pada literatur
(etsa nital), maka terlihat adanya perbedaan. Terlihat jelas bahwa pada foto strutkur mikro
diliteratur ferrite mengelilingi nodular, sedangkan pada foto strutkur mikro yang didapat dari
percobaan, ferrite tidak terlihat jelas mengelilingi nodular hanya terdapat sedikit pada daerah
samping nodular (tidak seutuhnya mengelilingi). Selain itu, bentuk nodular pada foto struktur
mikro literatur juga terlhat bulat sempurna.
Pearlite
Pearlite
Ferrite
Ferrite
SAMPEL : S45C
PERBESARAN: 500x
PERBESARAN: 250 x
ETSA: Nital 2%
Keterangan: fasa pearlite ditandai dengan Keterangan: fasa pearlite ditandai dengan
warna htam dan fasa ferrite dtandai dengan warna htam dan fasa ferrite dtandai dengan
warna putih
warna putih
10
Sampel uji yang telah diberikan perlakuan panas kemudian didinginkan dengan menggunakan
media quench. Media quench yang digunakan merupakan variabel penentu fasa yang terbentuk. Hal
ini dapat dilihat pada diagram CCT atau TTT, dimana laju pendinginan yang berbeda akan
menghasilkan fasa yang berbeda. Pada praktikum ini media quench yang digunakan adalah udara.
11
Foto Percobaan
Foto Literatur
Perbesaran : 7 x
Perbesaran : 7 x
Sampel foto percobaan struktur makro yang didapatkan adalah yang telah dilakukan
pengujian tarik. Jika dianalisa, hasil perpatahan sampel tersebut merupakan perpatahan ulet, ada
beberapa hal yang menunjang pernyataan tersebut:
Perpatahan ulet, terjadi melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama dimulai dari necking,
kemudian pembentukan pori atau lubang kecil pada material yang ada di tengah maupun di
permukaan, setelah itu penyebaran pori atau lubang (cavities propagation), dan akhirnya
bergabung membentuk pori yang lebih besar. Penyebaran crack kemudian berlanjut hingga pada
akhirnya terjadi perpatahan akibat tidak mampu lagi menahan beban yang ada.
12
Kesimpulan
1. Preparasi Material
-
Mounting
Proses preparasi paling awal adalah mounting yang bertujuan untuk memudahkan
proses preparasi selanjutnya untuk sampel yang berukuran kecil atau dengan bentuk yang
tidak beraturan. Hal yang harus diperhatikan pada mounting adalah:
Posisi sampel sebelum penuangan resin harus tetap (tidak mudah geser)
Grinding
Pengamplasan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang rata dan halus
agar memudahkan pengamatan sampel. Pengamplasan dimulai dari kertas amplas yang kasar
(mesh rendah) hingga yang halus (mesh tinggi). Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pengamplasan adalah:
Setiap pergantian grit amplas arah dari pengamplasan harus diputar 45o atau 90o untuk
menghilangkan goresan sebelumnya.
Tekanan yang diberikan oleh tangan harus merata saat memegang mounting
Pada saat proses amplas, air harus selalu dituangkan secara kontinu ke mesin amplas
sebagai pengalir geram dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.
13
Polishing
Pemolesan adalah persiapan sampel yang bertujuan untuk mendapatkan permukaan
sampel yang mengkilap dan dapat memantulkan cahaya dengan baik agar dapat diamati
dibawah mikroskop. Pemolesan dilakukan dengan menggunakan mesin poles dengan media
poles alumina yang dituangkan keatas kain beludru. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pemolesan, yaitu:
Saat proses poles, air harus dialirkan pada permukaan mesin poles. Air berfungsi
sebagai pemindah geram dan juga menjaga agar zat poles tidak cepat kering. Namun
penggunaan air juga tdak boleh terlalu banyak.
Spesimen harus selalu digoyangkan pada sumbunya untuk mencegah terjadinya efek
ekor komet yang akan mengganggu saat analisa foto mikro.
Etching
Etsa adalah proses korosi terkendali yang digunakan utuk mengikis permukaan material
dan memperlihatkan batas-batas butir pada struktur material tersebut. Hal yang penting dalam
proses etsa adalah:
Kebersihan sampel
Sampel harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran dan lemak-lemak yang
menempel pada permukaannya dengan mencuci permukaannya dengan sabun.
Zat etsa
Zat etsa yang digunakan harus sesuai dengan material yang akan di etsa serta
ketersediaan alkohol sangatlah penting.
Waktu pengetsaan
Waktu etsa juga sangat penting untuk diperhatikan. Jangan terlalu cepat karena
mungkin saja permukaan sampel belum terkorosi dan menyebabkan tidak munculnya
fasa-fasa yang ingin diamati pada mikroskop. Etsa juga tidak boleh terlalu lama
karena akan menyebabkan over etsa.
14
mata. Pada pengamatan struktur mikro ini dapat terlihat butir, batas butir, serta fasa-fasa yang
terdapat pada material tersebut. Untuk mendapatkan foto mikro yang baik, material tersebut
harus memiliki permukaan yang rata dan halus sehingga dapat memantulkan cahaya dengan
baik. Untuk mendapatkannya dibutuhkan proses poles dan etsa yang baik. Kebersihan sampel
juga akan mempengaruhi kualitas foto akhir dari struktur mikro.
-
baja karbon yang telah dilakukan pengujian tarik. Perpatahan yang didapat memiliki jenis
perpatahan ulet. Perpatahan ulet ditandai dengan permukaan perapatahan yang gelap dan
berserat. Selain itu, diketahui juga bahwa perpatahannya adalah cup&cone sehingga diketahui
selama pengujian tarik terjadi deformasi karena adanya necking. Tidak terlihat perbedaan
yang terlalu jauh maupun terlalu dekat antara diameter di daerah necking dan daerah yang
tidak terdeformasi plastis. Hal ini menunjukkan bahwa sampel bersifat ulet, sehingga sampel
kemungkinan memiliki kandungan karbon yang medium.
-
Percobaan HST
Berbagai media quench memiliki laju pendinginan yang berbeda-beda. Pada percobaan
ini digunakan media quench berupa udara. Hasil percobaan kemudian dibandingkan dengan
literature yang menggunakan media quench berupa oli dan air. Dari ketiga media quench
tersebut, yang memiliki laju pendinginan paling tinggi adalah air, kemudian oli, dan terakhir
udara. Semakin cepat pendinginan yang terjadi, maka semakin banyak pula martensite yang
terbentuk dan semakin keras material tersebut.
15
Berbeda dengan yang dilakukan di laboratorium metalografi dan HST, di laboratorium ini
dilakukan beberapa pengujian merusak dimana diberikan beban ke sampel yang akan diuji. Beban
yang diberikan adalah beban tarik dan beban impak. Selain itu juga dilakukan pengujian keras dan
pengujian aus. Dilakukannya pengujian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki oleh
material. Namun sama halnya dengan pengujian di laboratorium metalografi dan HST, pengujian
yang dilakukan di laboratorium ini juga untuk mengkarakterisasi material.
a. Pengujian tarik
Pengujian tarik merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan bahan
terhadap gaya tarik. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen dengan beban kontinu
dan mengukur pertambahan panjanganya hingga terjadinya perpatahan. Dalam pengujian ini,
bahan uji akan ditarik sampai putus. Standar pengujian tarik logam diatur dalam ASTM E 8
(Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Material). Pada pengujian ini,
spesimen yang digunakan merupakan material Fe dan Al. Spesimen ini berbentuk dog bone,
dimana pada bagian tengah diameternya lebih kecil dibandingkan diameter ujungnya. Hal ini
dimaksudkan agar perpatahan terjadi pada daerah gauge length.
Sebelum melakukan pengujian, yang pertama dilakukan adalah preparasi sampel seperti
pengukuran diameter awal (do), menentukan gauge length sepanjang 50 mm, dan
menandainya dengan spidol agar nantinya dapat diketahui pertambahan panjang yang terjadi
setelah material ditarik oleh Universal testing machine (Servopulser Shimadzu kapasitas 30
ton). Berikut ini adalah langkah-langkah pengujian:
Setelah pengujian telah selesai dilakukan, akan diperoleh kurva beban yang diberikan
(applied load) dan
perpatahan. Dengan melakukan pengolahan data lebih lanjut, akan diperoleh grafik
engineering stress-strain dan grafik true stress-strain dari kedua spesimen. Dari grafik
tersebut, kita dapat menentukan modulus elastisitas, kekuatan luluh, kekuatan tarik
maksimum, kekuatan putus, persentase elongasi, dan persentase reduksi luas penampang.
Setiap spesimen memiliki nilai yang berbeda untuk setiap variabel di atas, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan struktur kristal, komposisi, ukuran dan orientasi butir, serta proses fabrikasi
logam. Data pengamatan dan hasil penghitungan dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini
adalah hasil grafik yang didapatkan dari hasil penghitungan:
17
Grafik P vs dL
Grafik P vs dL
6000
P (Kg)
5000
4000
3000
Al
2000
Fe
1000
0
0
10
15
20
dL (mm)
Gambar 13 Grafik beban vs elongasi
Dari grafik beban (P) versus elongasi (dL) terlihat bahwa spesimen yang mengalami
elongasi paling besar adalah Fe (19,6%) dan disusul oleh Al (10,2%). Pada pengujian ini
perpatahan tidak terjadi di tengah, hal ini dapat diperkirakan terjadi karena mikrostruktur
spesimen tidak seragam. Selain itu, dapat juga disebabkan karena adanya retak mikro pada
spesimen. Retak tersebut akhirnya menjadi pusat konsentrasi tegangan dan menjadi tempat
perpatahan. Adanya perbedaan hasil pengujian dengan literatur dimungkinkan karena adanya
ketidakmurnian spesimen, adanya cacat mikro, dan adanya asumsi saat membaca grafik
sehingga terjadi kesalahan dalam mengolah data.
Berdasarkan kekuatannya, spesimen Fe mampu menahan beban sampai 5312 kg dan
spesimen Al 1745 kg. Jadi, urutan kekuatan logam dari yang mempunyai kekuatan paling
tinggi adalah Fe yang diikuti dengan Al. Hasil dari pengujian ini sudah sesuai dengan
literatur.
18
Grafik vs
Grafik vs
600
Stress (Mpa)
500
400
300
Fe
200
Al
100
0
0
0,1
0,2
0,3
0,4
Strain
Gambar 14 Grafik stress vs strain
Keterangan:
: batas elastis
: UTS
: titik putus
Dari Gambar 14, kita dapat mengetahui beberapa informasi mengenai sifat mekanis dari
kedua sampel pengujian, diantaranya:
Ultimate Tensile Strength (UTS)
Dari grafik dapat dilihat bahwa Fe mempunyai nilai UTS yang lebih besar daripada
sampel Al, yaitu 548,448 Mpa dimana spesimen Al memiliki UTS sebesar 241,531 MPa.
Hal ini berarti Fe mampu menahan tegangan tarik paling besar sebelum mengalami
perpatahan dan Fe memiliki kekuatan yang lebih besar daripada Al. Dalam
kenyataannya, UTS tidak boleh dilewati karena dapat menurunkan sifat mekanik material
yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Urutan modulus elastisitas ini sudah sesuai
dengan literatur. Adanya perbedaan nilai, kemungkinan disebabkan karena adanya unsur
paduan dalam spesimen, adanya cacat mikro, dan kesalahan dalam mengolah data.
Titik Luluh (Yield Point)
Titik luluh paling tinggi berdasakan grafik dimiliki oleh Fe yang kemudian diikuti
oleh Al. Fe memiliki kandungan karbon di dalamnya, sehingga hanya Fe yang
mengalami upper dan lower yielding point. Karbon yang bertindak sebagai atom
interstisi berinteraksi dengan dislokasi yang menyebabkan terjadinya upper dan lower
19
yielding point. Perbedaan titik luluh ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur
kristal. Material dengan struktur kristal BCC seperti Fe umumnya memiliki titik luluh
yang lebih tinggi daripada material dengan struktur kristal FCC seperti Al.
Modulus Elastisitas
Nilai modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu material, semakin besar harga
modulus ini maka
20
Grafik T vs T
Grafik T VS T
800
600
400
Fe
200
Al
0
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
T
Gambar 15 Grafik T vs T
Gambar 15 menunjukkan hubungan antara tegangan yang diberikan pada benda uji pada
kondisi regangan yang sebenarnya dialami (menggunakan luas penampang sebenarnya).
Grafik ini diolah dengan menggunakan luas area dan panjang sebenarnya dari spesimen
selama pembebanan. Pada daerah sebelum UTS, tidak terlihat perbedaan yang signifikan
denga grafik tegangan-regangan sesungguhnya. Namun, setelah daerah setelah UTS terlihat
perbedaan yang jelas karena telah terjadi peristiwa necking yang membuat luas area spesimen
berubah.
Hasil yang bisa diperoleh dari grafik ini sama seperti grafik tegangan-regangan rekayasa
yaitu:
1. UTS paling besar adalah Fe
2. Yield point paling besar adalah Fe
3. Ductility paling besar adalah Fe
Bentuk perpatahan akibat uji tarik juga nantinya akan diamati. Dengan mengamati
bentuk permukaan patahan, kita dapat menentukan sifat material tersebut apakah ulet atau
getas.
21
Dari hasil pengujian yang dilakukan, didapatkan bahwa kedua sampel terdapat deformasi
plastis. Terlihat bahwa kedua material ini mengalami necking terlebih dahulu sebelum
mengalami perpatahan. Adanya peristiwa necking sebelum patah menandakan perpatahan
yang terjadi pada semua spesimen adalah perpatahan ulet. Mekanisme perpatahan terjadi
melalui beberapa tahap, yaitu necking (penciutan), pembentukan pori (cavity) pada material
(di tengah ataupun permukaan), penyebaran rongga-rongga kecil (cavity), kemudian ronggarongga bergabung membentuk retakan (crack), retakan (crack) menyebar hingga akhirnya
terjadi perpatahan geser dengan sudut 45o. Jika dibandingkan dengan literatur, terlihat bahwa
spesimen Fe memiliki perpatahan irregular fibrous dan spesimen Al memiliki perpatahan
partial cup cone silky.
22
Kesimpulan:
Setiap logam memiliki sifat mekanis yang berbeda-beda
Modulus elastisitas terbesar dimiliki oleh Fe dengan 51,618 GPa dan yang terendah
adalah Al dengan 33,21 GPa. Hal ini menunjukkan bahwa Fe mempunyai kekakuan
lebih tinggi daripada Al.
Berdasarkan kekuatannya, spesimen Fe mampu menahan beban sampai 5312 kg dan
spesimen Al hingga 1745 kg.
%Elongasi paling besar adalah Fe dengan 19,6% dan Al memiliki %elongasi sebesar
10,2%
Spesimen yang mengalami peristiwa yielding hanya spesimen Fe.
Perpatahan yang terjadi pada kedua sampel adalah perpatahan ulet, hal ini dapat
dilihat dengan adanya necking pada perpatahan kedua sampel.
b. Pengujian keras
Tujuan dari pengujian kekerasan adalah untuk mengukur ketahanan material terhadap
deformasi plastis yang terlokalisisasi dan juga untuk mengukur nilai kekerasan material.
Selain itu nilai kekerasan suatu material juga berguna untuk memberikan indikasi dari
kekuatan tarik dan ketahanan material terhadap aus.
Prinsip dari pengujian kekerasan adalah dengan melakukan penekanan pada permukaan
material dengan indentor sesuai dengan parameter (diameter, beban dan waktu). Dalam
praktikum ini digunakan metode indentasi Brinell, dimana pengujian kekerasan dilakukan
dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu
indentasi tertentu. Dengan metode indentasi, dilakukan penekanan benda uji oleh indentor
dengan gaya tekan dan waktu indentasi tertentu. Pada pengujian ini indentor yang digunakan
berdiameter 3 mm. Indentasi tidak boleh dilakukan terlalu berdekatan, karena dapat
mempengaruhi nilai kekerasan material yang akan diuji. Saat melakukan indentasi, terdapat
pergerakan dislokasi di sekitar daerah indentasi yang saling menghalangi satu sama lain. Hal
ini dapat mengakibatkan daerah sekeliling hasil indentasi menjadi lebih keras, sehingga nilai
kekerasan yang didapat tidak akurat. Indentasi ini meninggalkan jejak berbentuk setengah
bola dengan permukaan lingkaran bulat. Jejak kemudian diukur menggunakan mikroskop
khusus pengukur jejak dan setelah itu dihitung nilai kekerasannya. Hasil penghitungan dapat
dilihat pada lampiran.
23
24
40
38
36
34
32
1
Nomor Indentasi
Gambar 20 Grafik BHN vs beban pada sampel Al
Jejak
Diameter
BHN
0,9575
42,2858
1,026
36,6767
0,9885
39,603
Dari ketiga nilai kekerasan tersebut kemudian didapatkan kekerasan rata-rata sebesar
39,52183 kg/mm2. Ketidakseragaman nilai kekerasan ini mungkin disebabkan oleh
ketidaktelitian dalam mengukur jejak atau kondisi permukaan sampel yang masih kasar
sehingga jejak yang dihasilkan memiliki selisih kekerasan yang agak jauh. Selain itu
dimungkinkan juga karena ketidaksempurnaan dalam proses pengamplasan. Jika proses
pengamplasan tidak sempurna, maka permukaan spesimen menjadi tidak seragam
sehingga nilai kekerasan menjadi beragam. Nilai kekerasan yang didapat bisa saja lebih
tinggi dari nilai kekerasan spesimen yang seharusnya, hal ini karena terdapat lapisan
alumina yang sulit dihilangkan. Nilai kekerasan Brinell (BHN) paduan Al menurut
literature terlihat pada Tabel 3:
25
Material
BHN
Al alloy 1100
21.74 47.83
Al alloy 2024
53.62 143.48
Al alloy 2014
53.62 140.58
Al alloy 5052
56.52 84.06
Al alloy 5456
89.86 101.45
Al alloy 7075
66.67 165.22
Berdasarkan tabel di atas, maka nilai kekerasan yang paling mendekati dengan nilai
kekerasan hasil pengujian spesimen Al (39,52183 BHN) adalah Al alloy 1100 dengan
harga kekerasan sebesar 21.74 47.83 BHN.
BHN
Nomor Indentasi
26
Jejak
Diameter
BHN
1,0995
190,705
1,082
197,156
1,0455
211,667
Dari ketiga nilai kekerasan tersebut kemudian didapatkan kekerasan rata-rata sebesar
199,8427 BHN. Ketidakseragaman nilai kekerasan ini mungkin disebabkan oleh
ketidaktelitian dalam mengukur jejak atau kondisi permukaan sampel yang masih kasar
sehingga jejak yang dihasilkan memiliki selisih kekerasan yang agak jauh. Selain itu
dimungkinkan juga karena ketidaksempurnaan dalam proses pengamplasan. Jika proses
pengamplasan tidak sempurna, maka permukaan spesimen menjadi tidak rata dan masih
memiliki lapisan oksida.
Pada pengujian kekerasan untuk spesimen Fe ini tidak diberitahukan dengan jelas
spesifikasi spesimen yang diuji sehingga perbandingan hasil pengujian dengan data dari
literatur tidak dapat dilakukan. Perbandingan data hasil pengujian dengan data literatur
dilakukan melalui metode pengecekan terbalik dimana data hasil pengujian disesuaikan
atau dicocokkan dengan nilai pada data literatur yang sama atau mendekati untuk
masing-masing material. Berikut literatur beberapa material dan kekerasannya yang
terlihat pada Tabel 5:
Tabel 5 Nilai BHN untuk material Fe yang berbeda
Material
BHN
Steel 0.4%C
130 190
Steel 0.6%C
200 - 235
Steel 0.8%C
240 360
Malleable iron
120
200
Berdasarkan tabel di atas, maka nilai kekerasan yang paling mendekati dengan nilai
kekerasan hasil pengujian spesimen Fe (199,8427 BHN) adalah Steel 0.6%C dengan
harga kekerasan sebesar 200 - 235 BHN.
27
BHN
150
Al
100
Fe
50
0
Al
Fe
Dari diagram perbandingan tingkat kekerasan antara sampel Al dan Fe, sangatlah
terlihat bahwa material Fe memiliki nilai kekerasan (Brinell Hardness Number) yang
lebih besar dibandingkan Al, yaitu 199,8427 BHN dimana nilai kekerasan Al adalah
39,52183 BHN. Hasil pengujian ini sesuai dengan data literatur yang ada, dengan urutan
kekerasan material dimulai dari yang terkeras adalah Fe dan dilanjutkan oleh Al.
Berdasarkan literatur, spesimen Fe memiliki kekerasan tertinggi dikarenakan Fe
memiliki struktur kristal BCC yang memiliki slip system sedikit sehingga dislokasi jadi
sulit bergerak yang menyebabkan material menjadi keras. Sedangkan spesimen Al
memiliki struktur kristal FCC yang memiliki slip system lebih banyak dari BCC,
sehingga dislokasi lebih mudah bergerak dan material memiliki sifat yang ulet.
Dari data pengujian terlihat bahwa spesimen yang memiliki diameter penjejakan
paling kecil adalah Fe. Hal ini dikarenakan diameter penjejakan berbanding terbalik
dengan nilai kekerasan. Makin besar nilai kekerasan, makin kecil lebar diameter
indentasi yang dihasilkan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi kekerasan dari suatu
material adalah kekuatan ikatan antar atom di dalam material tersebut. Dapat dikatakan
bahwa material dengan kekuatan ikatan antar atom yang besar akan memiliki nilai
kekerasan yang besar pula.
Kesimpulan:
-
Metode Brinell dapat digunakan untuk mengetahui nilai kekerasan suatu material dan
merupakan salah satu metode pengukuran kekerasan indentasi.
Nilai kekerasan material dipengaruhi oleh beban (Kg), diameter indentor (mm), dan
diameter jejak (mm)
28
Semakin besar diameter indentasi, maka nilai kekerasan material akan semakin
rendah hal ini dikarenakan diameter penjejakan berbanding terbalik dengan nilai
kekerasan logam.
Material dengan nilai kekerasan tertinggi adalah Fe dan diikuti dengan Al.
Material dengan kekerasan yang tinggi bersifat sangat rapuh dan memiliki
ketangguhan yang kecil.
Semakin tinggi kekerasan material, maka material tersebut akan semakin tahan
terhadap mekanisme aus.
c. Pengujian impak
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengukur kekuatan impak dari suatu material.
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban secara mendadak kepada spesimen.
Prinsipnya adalah seberapa besar spesimen dapat menyerap energi saat pendulum beban
dinaikkan pada ketinggian tertentu kemudian menumbuk sampel sehingga sampel mengalami
deformasi maksimum dan mengakibatkan perpatahan. Semakin besar energi yang diserap oleh
material, maka semakin tangguh material tersebut. Energi yang diserap oleh spesimen dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
E P H P ( H 0 H 1 )
Ket:
HI
E
A
Terdapat dua metode dalam melakukan pengujian impak, yaitu dengan metode Charpy
dan Izod. Percobaan yang dilakukan kali ini adalah menggunakan metode Charpy. Spesimen
yang digunakan berukuran 10 x 10 x 55 mm serta memiliki takik berbentuk V dengan sudut
45o dan kedalaman takik sebesar 2 mm serta posisi takik berada tepat di tengah dari dimensi
panjang benda uji (spesimen).
29
Pada pengujian ini digunakan dua jenis spesimen uji dengan tiga macam variasi
temperatur. Spesimen yang digunakan adalah Baja ST 42 dan temperatur yang digunakan
adalah pada suhu kamar, suhu tinggi, dan suhu rendah dibawah nol derajat. Variasi temperatur
yang digunakan pada percobaan:
Baja ST 42
Temperatur -0.81 0C
Temperatur 25 0C
Temperatur 121,5 C
Pengujian dengan temperatur yang berbeda ini dilakukan untuk mengetahui temperatur
transisi dari masing-masing spesimen. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari pengujian,
kita dapat menentukan harga impak dari material dan menganalisa karakteristik perpatahan
material. Hasil penghitungan dapat dilihat di lampiran.
30
HI (Joule/mm2)
-20
2,7333
2,7083
2
1
0,8209
0
0
20
40
60
80
100
120
140
Temperatur 0C
Gambar 24 Grafik perbandingan harga impak terhadap temperatur pada baja ST42
Dari grafik HI vs T pada sampel Baja ST 42, dapat dilihat bahwa semakin meningkat
temperatur, maka semakin meningkat pula nilai impaknya. Hal ini menunjukkan bahwa
di temperatur rendah, material bersifat getas karena hanya menyerap sedikit energi,
sedangkan pada temperatur tinggi material bersifat lebih ulet karena dapat menyerap
energi yang lebih besar. Fenomena ini berkaitan dengan temperatur transisi dimana
vibrasi atom-atom akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Vibrasi atom inilah
yang berperan sebagai suatu pembantu terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi
deformasi kejut / impak dari luar. Semakin tinggi vibrasi tersebut, maka vacancy akan
semakin banyak sehingga dislokasi akan mudah bergerak. Dengan mudahnya dislokasi
bergerak maka derajat deformasi menjadi lebih tinggi yang menandakan bahwa material
tersebut bersifat ulet. Sebaliknya pada temperatur rendah di bawah nol derajat, vibrasi
atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi
lebih sulit dan perpatahan terjadi karena putusnya ikatan atom. Pada temperatur rendah,
material akan bersifat rapuh atau getas.
Dari hasil pengujian ini didapatkan harga impak pada temperatur -0,81 0C adalah
0,820948336 J/mm2 , pada temperatur 25 0C adalah 2,708333333 J/mm2 , dan pada
temperatur 121,5 0C adalah 2,733264272 J/mm2 . Hasil yang didapatkan tersebut sudah
sesuai dengan literatur. Pada temperatur rendah didapatkan bahwa material menjadi
rapuh dan hanya mampu menyerap sedikit energi. Dengan temperatur yang tinggi,
kemampuan material untuk menyerap energi akan semakin tinggi. Pada pengujian
dengan temperatur rendah terlihat bahwa spesimen patah menjadi dua bagian, sedangkan
pada temperatur ruang dan tinggi spesimen hanya mengalami pembengkokan. Semakin
tinggi temperatur, maka harga impak akan semakin tinggi.
31
Dari grafik juga terlihat bahwa kekuatan impak material pada temperatur rendah
sangat kecil dibanding pada temperatur ruang dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya perubahan sifat material dari ulet menjadi getas. Logam Fe merupakan logam
dengan struktur kristal BCC dimana logam tersebut akan mengalami perubahan sifat dari
getas ke ulet seiring dengan naiknya temperatur. Pada temperatur tinggi logam dengan
struktur BCC akan bersifat ulet. Sedangkan pada temperatur rendah logam akan bersifat
rapuh. Sehingga sampel Fe ini memiliki temperatur transisi. Temperatur transisi adalah
temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji
pada temperatur yang berbeda-beda. Dari grafik juga diketahui bahwa Fe mengalami
transisi dari getas ke ulet. Pada spesimen Fe yang diberikan beban kejut perpatahan yang
terjadi diantaranya:
Temperatur -0,81
campuran.
Temperatur 25 0C : sampel tidak patah sempurna, pada bagian yang patah
berbentuk fibrous.
Temperatur 121,5 0C : sampel patah sempurna dengan bentuk patahan fibrous
Bentuk perpatahanan sampel baja ST 42 ketika berada pada temperatur di bawah 0 0C,
spesimen patah menjadi dua bagian dan memiliki permukaan yang granular dan
mengkilat dikarenakan sifatnya yang cukup getas. Pada temperatur ruang, spesimen
patah sebagian dan memiliki permukaan yang cerah, mengkilap dan kasar. Patahan ini
termasuk ke dalam patahan campuran dimana materialnya memiliki sifat ulet dan getas.
Pada temperatur tinggi, spesimen juga patah sebagian seperti pada temperatur rendah,
namun pada temperatur tinggi ketebalan spesimen pada lebih besar. Permukaan patahan
pada temperatur tinggi berserat dan tingkat kekasarannya lebih tinggi dibanding pada
temperatur ruang. Perpatahan ini digolongkan sebagai perpatahan berserat yang terjadi
pada material ulet.
32
Kesimpulan:
-
Material yang bersifat ulet memiliki ketangguhan yang lebih besar dibandingkan
material yang bersifat getas.
Spesimen baja ST42 memiliki temperatur transisi, dimana terjadi perubahan sifat
mekanis dari getas ke ulet dan sebaliknya.
Material cenderung bersifat ulet pada temperatur yang semakin tinggi dan memiliki
sifat getas pada temperatur yang rendah.
Material yang bersifat ulet memiliki patahan yang berserat, sedangkan material yang
getas memiliki patahan yang halus dan mengkilap.
d. Pengujian aus
Keausan didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan
sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara
permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan
berbagai macam metode dan teknik yang bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan
aktual. Salah satunya adalah metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari
cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar
permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada
permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek inilah yang akan
dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak
keausan, maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari benda uji.
Spesimen yang digunakan pada pengujian ini adalah Fe dan Al. Sebelum melakukan
pengujian, spesimen diamplas terlebih dahulu untuk menghilangkan lapisan oksida pada
spesimen yang dapta mempengaruhi ketahanan aus material. Untuk menghitung besarnya
volume material yang terabrasi (W) dapat menggunakan rumus berikut:
B.b 3
W
12 r
33
dimana
Sedangkan, untuk menghitung laju keausan (V) dapat dilakukan dengan membandingkan
volume material yang terabrasi (W) dengan jarak luncur (x) (setting pada mesin uji) :
W
B.b 3
V
x 12 r .x
e. pengamatan sampel dengan menggunakan mikroskop
Setelah pengujian, kita melakukan
pengukur untuk mengetahui jari-jari terbesar yang didapatkan. Dari jari-jari yang didapat,
kemudian kita dapat mengetahui W yang kemudian dapat digunakan untuk mencari laju
keausan. Nilai jarak luncur (x) pada pengujian ini adalah 100000 mm dan pembebanan adalah
12,64 kg. Hasil penghitungan dan data dapat dilihat pada lampiran.
34
0,000006
12,64,
0,000005
0,000004
0,000002
3,16, 8,75E-07
0
0
10
12
14
Beban
35
Dari grafik Laju Aus vs beban pada sampel Fe diketahui bahwa beban yang
dikenakan pada sampel dengan laju aus berbanding linier. Dengan pembebanan yang
rendah, maka laju aus pun menjadi rendah juga. Laju aus terbesar ada pada pembebanan
terbesar yaitu dengan beban 12,64 kg nilai laju ausnya 5x10-7 mm2/mm.
Nilai laju Aus akan terus meningkat seiring dengan pertambahan beban dan laju aus
berbanding lurus dengan volume material yang terabrasi. Hal ini berarti bahwa semakin
besar beban yang diberikan maka material yang terabrasi akan semakin banyak sehingga
kecepatan ausnya pun meningkat. Seperti yang terlihat pada grafik bahwa terdapat
peningkatan laju keausan yang signifikan pada penambahan beban.
Grafik Laju aus vs beban (Al)
0,000015
12,64,
0,0000122
0,00001
0,000005
0
0
3,16,
0,000000575
4
6
10
12
14
Beban
Gambar 30 Grafik perbandingan laju aus dan beban pada sampel Al
Grafik laju aus vs beban untuk sampel Al menunjukkan kurva yang linier. Laju aus
terbesar ada pada pembebanan terbesar yaitu dengan beban 12,64 kg nilai laju ausnya
1.22 x10-6 mm2/mm. Dapat dilihat pada grafik bahwa terdapat peningkatan laju keausan
yang signifikan seiring dengan bertambahnya beban.
Diketahui bahwa dengan meningkatnya nilai laju Aus dikarenakan meningkatnya
pertambahan beban dan volume material yang terabrasi. Hal ini berarti bahwa semakin
besar beban yang diberikan maka material yang terabrasi akan semakin banyak sehingga
kecepatan ausnya pun meningkat.
36
0,000015
0,00001
Fe
0,000005
Al
0
0
10
15
Beban
Gambar 31 Grafik perbandingan laju aus dan beban pada sampel Fe dan Al
Dari grafik perbandingan laju aus kedua sampel terhadap beban yang bernilai antara
3,16 Kg 12,64 Kg, logam yang mempunyai laju aus tertinggi adalah logam Al dan
diikuti dengan logam Fe. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material, maka material
tersebut akan semakin sulit mengalami keausan. Menurut literatur, logam yang memiliki
ketahanan aus yang paling tinggi adalah Fe dan yang palng rentan adalah Al. Kesalahan
ini dimungkinkan karena permukaan spesimen yang tidak rata dan tidak bersih karena
proses pemgamplasan yang tidak sempurna. Selain itu, ketidaktelitian saat pembacaan
lebar celah juga dapat menyebabkan adanya perbedaan nilai yang didapat saat pengujian
dengan nilai pada literatur.
Kesimpulan:
-
Semakin keras suatu material, maka material tersebut akan memiliki ketahanan aus
yang tinggi.
Material yang memiliki ketahanan aus paling tinggi adalah Fe dan diikuti oleh Al.
Semakin tinggi kecepatan putar dari revolving disc, maka gaya gesekan yang terjadi
pada sampel akan semakin besar dan volume yang terabrasi akan semakin besar.
Semakin besar laju keausan, maka ketahanan ausnya akan semakin rendah
37
Analisa makanan
Analisa makanan hewan (kandungan Mn, Fe, Cu, Cr, Se, Zn)
Analisa aditif dalam pelumas dan grease (kandungan Ba, Ca, Na, Li, Zn, Mg)
Analisa tanah
Analisa klinikal (analisa sampel darah: seluruh darah dan serum plasma,
kandungan Ca, Mg, Li, Na, K, Fe)
Prinsip pengujian yang dilakukan ini sama dengan pengujian pembakaran (flame)
yang digunakan untuk analisa kualitatif. Ketika logam alkali berupa garam atau kalsium,
stronsium atau garam barium dipanaskan pada Bunsen maka warna yang muncul akan
berbeda untuk setiap elemen. Contoh dari warna yang akan muncul adalah sebagai berikut:
Na: kuning
Li: crimson
Ba: hijau
Ketika dilakukan pembakaran pada sampel, terdapat ion yang akan tereduksi menjadi
atom. Tingginya temperatur pembakaran dapat meningkatkan valensi elektron menjadi orbit
berenergi lebih besar. Hal ini menyebabkan atom membuat energi menjadi dalam bentuk
cahaya dimana elektron akan kembali pindah ke dalam orbital bernergi rendah (ground state).
Atom yang ada pada ground state kemudian akan menyerap cahaya dari panjang gelombang
berkarakteristik sama dan kemudian beremisi ketika kembali ke dalam ground state.
Intensitas dari cahaya yang terserap itu proporsional dengan konsentrasi elemen pada
pembakaran. Pengujian ini juga merupakan salah satu tahapan yang kritikal dimana banyak
sekali masalah yang dapat terjadi. Sampel yang biasanya digunakan untuk pengujian ini
adalah solid atau liquid.
39
BSE: memberikan informasi mengenai distribusi dari elemen yang berbeda pada
sampel
EBSD: digunakan untuk menentukan struktur kristal dan orientasi dari mineral
40
Catatan: untuk sampel yang tidak konduktif, contohnya polimer, harus melalui tahap
pelapisan dengan metode sputtering Au atau Pt.
Gambar 37 Hasil pengujian SEM berupa material ZnO nano-wire (kiri) dan carbon nanotube (kanan)
Gambar 38 Hasil pengujian SEM pada spesimen Sn3.5Ag yang diregangkan hingga 3,8%
pada 298K dimana terlihat adanya intergranular crack
41
Sumber energi: energi infra merah pertama diemisikan dari glowing black-body
source. Sinar ini kemudian melewati suatu celah yang mengontrol jumlah energi
yang diberikan ke sampel (dan akhirnya ke detektor).
Detektor: sinar yang telah melewati sampel kemudian melewati detektor untuk
pengukuran akhir. Detektor yang digunakan dirancang secara khusus untu
mengukur sinyal interferogram yang spesial.
42
d. UV-Vis
UV-Vis yang merupakan kependekan dari Ultraviolet and Visible Spectrometer
merupakan salah satu alat analisa yang sangat penting di dalam laboratorium dikarenakan
pengujian ini mudah untuk dilakukan, serbaguna, cepat, akurat, dan biaya yang dibutuhkan
untuk melakukan pengujian rendah. Prinsip dari pengujiannya adalah dengan adanya
penyerapan energi photon yang berasal dari sumber cahaya, dimana energi tersebut kemudian
akan mempromosikan elektron dari orbital satu ke orbital lainnya pada sampel. Dari
pengujian ini akan dihasilkan suatu spektrum yang berhubungan dengan penyerapan energi
photon.
43
Pengujian UV-Vis dapat dilakukan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik,
contohnya adalah mengkarakterisasi chromophores (penyerapan gugus fungsi), menyetel
besarnya penyerapan pada detektor di chromatography, dan mengamati molekul pada
fluorescent TLC plates. Rentang dari UV-Vis hanyalah sebagian kecil dari jumlah total
spektrum elektromagnetik. Umumnya, rentang dari UV-Vis didefinisikan dengan panjang
gelombang sebesar 190 nm pada energi UV yang tinggi dan 750 nm pada red energy yang
rendah di akhir spektrum.
44
SEM maka hasil analisa yang dibutuhkan oleh EDS untuk mengkarakterisasi elemen suatu
material akan didapatkan.
Pada pengujian EDS, intensitas sinar-X diukur dengan menghitung jumlah photon dan
tingkat kepresisian hasil yang didapatkan itu terbatas oleh kegagalan statistik. Jumlah energi
yang diemisikan dalam bentuk sinar-X dari sampel dapat diukur dengan menggunakan
energy-dispersive spectrometer. Karena energi dari sinar-X ini merupakan karakteristik dari
suatu unsur, maka ini memungkinkan kita untuk mengetahui komposisi kimia dari spesimen
yang akan dianalisa.
Pengujian EDS dapat dilakukan pada elemen dengan nomor atom mulai dari 4 hingga 92.
Terdapat dua macam analisa yang dapat dilakukan, yaitu analisa kualitatif dan analisa
kuantitatif. Pada analisa kualitatif, dilakukan identifikasi garis spkctrum dimana analisa ini
cukup mudah untuk dilakukan dikarenakan spektrum sinar-X yang sederhana. Sedangkan
pada analisa kuantitatif, akan ditentukan konsentrasi elemen yang ada pada material dengan
cara mengukur garis intensitas dari setiap elemen dan kemudian dibandingkan dengan standar
yang ada. Berikut ini merupakan contoh hasil data yang didapatkan dari pengujian EDS:
45
Daftar Pustaka
[1] Ying Ding, Chunqing Wang, Mingyu Li. 2005. Scanning Electron Microscope In-Situ
Investigation of Fracture Behavior in 96.5Sn3.5Ag Lead-Free Solder. Journal of Electronic
Materials, vol. 34, No. 10, p. 1324-1335.
[2] The Royal Society of Chemistry Fine Chemicals. Atomic absorption spectrometry. London:
Author
[3] Thermo Nicolet Corporation. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectometry.
USA: Author.
[4] Hafner, Bob. Energy Dispersive Spectroscopy on the SEM: A Primer. Characterization
Facility, University of Minnesota.
[5] Bader, Nabil Ramadan. 2011. Sample Preparation for Flame Atomic Absorption
Spectroscopy: An Overview. Rasayan J. Chem, Vol. 3, No. 1, p. 49-55.
[8] Thermo
Spectronic.
Basic
UV-Vis
Theory,
Concepts,
and
Applications.
http://www.thermo.com/eThermo/CMA/PDFs/Articles/articlesFile_12067.pdf
[9] Erxleben,
A.
2009.
Atomic
Absorption
Spectroscopy.
http://www.nuigalway.ie/chemistry/level2/courses/CH205_atomic_absorption_spectroscopy.p
df
[10]
Schweitzer,
Jim.
Scanning
Electron
Microscope.
http://www.purdue.edu/rem/rs/sem.htm
[11]
http://serc.carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM.html
[12]
[13]
[14]
[15]
Dace
Technologies.
Metallographic
Castable
Mounting.
http://www.metallographic.com/Technical/Castable%20Mount.htm
[16]
46
[17]
Anonymous.
UV-Visible
Spectroscopy.
http://www.chem.umn.edu/groups/taton/chem8361/Handouts/11_2.pdf
[18]
Anonymous.
Brief
Overview
of
Traditional
Microscope.
http://www.eng.utah.edu/~lzang/images/Lecture_3_conventional-Microscope.pdf
[19]
http://micron.ucr.edu/public/manuals/EDS-intro.pdf
[20]
Anonymous.
2010.
SS400
Structural
Steel
An
Overview.
http://www.meadinfo.org/2010/09/jis-g-3101-ss400-steel-properties-spec.html
[21]
Material FTUI.
[22]
[23]
47
LAMPIRAN
1. UJI TARIK
Tabel Data
a. Tabel Data Pengujian Tarik Fe
P
dL
(Mpa)
t (Mpa)
2500
0.25
0.005
258.093
0.005
259.3838501
3650
0.5
0.01
376.816
0.01
380.5845028
3675
0.75
0.015
379.397
0.015
385.0882324
3700
0.02
381.978
0.02
389.6177712
3725
1.25
0.025
384.559
0.025
394.1731194
3750
1.5
0.03
387.14
0.03
398.754277
3850
1.75
0.035
397.464
0.034
411.3750434
3950
0.04
407.788
0.039
424.0990472
4000
2.25
0.045
412.949
0.044
431.5321367
4050
2.5
0.05
418.111
0.049
439.0168448
4125
2.75
0.055
425.854
0.054
449.2760567
4200
0.06
433.597
0.058
459.6126967
4300
3.25
0.065
443.921
0.063
472.7754593
4375
3.5
0.07
451.663
0.068
483.27986
4462.5
3.75
0.075
460.697
0.072
495.2489406
4500
0.08
464.568
0.077
501.7335369
4562.5
4.25
0.085
471.02
0.082
511.0571603
4625
4.5
0.09
477.473
0.086
520.4453072
4675
4.75
0.095
482.635
0.091
528.484916
4737.5
0.1
489.087
0.095
537.9956572
4775
5.25
0.105
492.958
0.1
544.7189898
4812.5
5.5
0.11
496.83
0.104
551.4810365
4862.5
5.75
0.115
501.992
0.109
559.7206677
4900
0.12
505.863
0.113
566.5665947
4925
6.25
0.125
508.444
0.118
571.9994604
4962.5
6.5
0.13
512.315
0.122
578.9163631
5000
6.75
0.135
516.187
0.127
585.8719798
Sketsa Patahan
48
5025
0.14
518.768
0.131
591.3951782
5050
7.25
0.145
521.349
0.135
596.9441859
5075
7.5
0.15
523.93
0.14
602.519003
5100
7.75
0.155
526.511
0.144
608.1196294
5125
0.16
529.091
0.148
613.7460652
5150
8.25
0.165
531.672
0.153
619.3983103
5162.5
8.5
0.17
532.963
0.157
623.5665184
5187.5
8.75
0.175
535.544
0.161
629.2639298
5200
0.18
536.834
0.166
633.4643996
5212.5
9.25
0.185
538.125
0.17
637.6777741
5237.5
9.5
0.19
540.706
0.174
643.4397089
5250
9.75
0.195
541.996
0.178
647.6853451
5256.3
10
0.2
542.641
0.182
651.1696057
5262.5
10.25
0.205
543.287
0.186
654.6603187
5275
10.5
0.21
544.577
0.191
658.9382166
5287.5
10.75
0.215
545.868
0.195
663.2290191
5300
11
0.22
547.158
0.199
667.5327262
5306.3
11.25
0.225
547.803
0.203
671.0589271
5312.5
11.5
0.23
548.448
0.207
674.5915802
5312.5
11.75
0.235
548.448
0.211
677.3338224
5312.5
12
0.24
548.448
0.215
680.0760646
5312.5
12.25
0.245
548.448
0.219
682.8183068
5312.5
12.5
0.25
548.448
0.223
685.560549
5300
12.75
0.255
547.158
0.227
686.6832553
5287.5
13
0.26
545.868
0.231
687.7930568
5275
13.25
0.265
544.577
0.235
688.8899537
5212.5
13.5
0.27
538.125
0.239
683.418374
5162.5
13.75
0.275
532.963
0.243
679.5276162
5112.5
14
0.28
527.801
0.247
675.5852398
5050
14.25
0.285
521.349
0.251
669.9329947
4950
14.5
0.29
511.025
0.255
659.2221193
- awal, do
= 11 mm
- akhir, di
= 7,3 mm
49
Luas area
Panjang ukur
- awal, Ao
= 94,985 mm2
- akhir, Af
= 41,833 mm2
- awal, lo
= 50 mm
- akhir, lf
= 59,8 mm
Perhitungan:
Regangan Rekayasa ()
Regangan rekayasa ( )
= dL / lo
= 4,75 mm / 50 mm
= 0,095
Tegangan Rekayasa ()
Tegangan rekayasa ()
= P / Ao
= 4675 x 9,806 / 94,985
= 482,635 Mpa
= ln (1 + )
= ln (1 + 0,095)
= 0,091
= (1 + )
= 482,635Mpa (1+ 0,095)
= 528,484916 MPa
ma
1 ,
= 548,448 MPa
% Elongasi
% elongasi
x100%
x100%
= 19,6%
% Reduksi Luas Penampang
% reduksi
=
=
| f-
x100%
|
x100%
= 55,958 %
50
Modulus Elastisitas
= 51,618 Gpa
dL
(Mpa)
t (Mpa)
1200
0,25
0,005
166,095
0,005
166,9259521
1560
0,5
0,01
215,924
0,01
218,0833583
1620
0,75
0,015
224,229
0,015
227,5923242
1640
0,02
226,997
0,02
231,5370917
1660
1,25
0,025
229,765
0,025
235,5095418
1680
1,5
0,03
232,534
0,03
239,5096745
1690
1,75
0,035
233,918
0,034
242,1049163
1715
0,04
237,378
0,039
246,8732405
1720
2,25
0,045
238,07
0,044
248,7833385
1730
2,5
0,05
239,454
0,049
251,4270248
1735
2,75
0,055
240,146
0,054
253,3544244
1740
0,06
240,838
0,058
255,2887446
1745
3,25
0,065
241,531
0,063
257,2299855
1720
3,5
0,07
238,07
0,068
254,735093
1700
3,75
0,075
235,302
0,072
252,9495667
1660
0,08
229,765
0,077
248,1466392
1640
4,25
0,085
226,997
0,082
246,2919064
1600
4,5
0,09
221,461
0,086
241,3920899
1500
4,75
0,095
207,619
0,091
227,343181
1200
0,25
0,005
166,095
0,005
166,9259521
1560
0,5
0,01
215,924
0,01
218,0833583
1620
0,75
0,015
224,229
0,015
227,5923242
1640
0,02
226,997
0,02
231,5370917
1660
1,25
0,025
229,765
0,025
235,5095418
1680
1,5
0,03
232,534
0,03
239,5096745
Sketsa Patahan
- awal, do
= 9,5 mm
51
Luas area
Panjang ukur
- akhir, di
= 7 mm
- awal, Ao
= 70,846 mm2
- akhir, Af
= 38,465 mm2
- awal, lo
= 50 mm
- akhir, lf
= 55,1 mm
Perhitungan:
Regangan Rekayasa ()
Regangan rekayasa ( )
= dL / lo
= 3,5 mm / 50 mm
= 0,065
Tegangan Rekayasa ()
Tegangan rekayasa ()
= P / Ao
= 1745 x 9,806 / 70,846
= 241,531 Mpa
= ln (1 + 0,065)
= 0,063
Tegangan Sesungguhnya (T)
= (1 + )
Tegangan sesungguhnya (T )
ma
= 241,531 MPa
% Elongasi
% elongasi
x 100%
x 100%
= 10,2%
% Reduksi Luas Penampang
% reduksi
=
=
| f-
| ,
x 100%
|
x 100%
= 45,70%
52
Modulus Elastisitas
= 33,21 GPa
2. Uji keras
Tabel Data
No
Benda
Kondisi
Nomor
Jejak (mm)
Uji
Indentasi
Indentasi
d1
d2
drata-rata
(Kg/mm2)
D = 3 mm
0,968
0,947
0,9575
42,2858
1,013
1,039
1,026
36,6767
t = 30 s
1,008
0,969
0,9885
39,6030
D = 3 mm
1,101
1,098
1,0995
190,7052
1,114
1,050
1,082
197,1562
0,988
1,103
1,0455
211,6666
P = 31,25
Al
kg
P = 187,5
Fe
kg
t = 10 s
BHN
BHN rata-rata
39,5218
199,8427
Contoh Perhitungan
- Sampel Al (Indentasi ke-1)
P
= 31,25 kg
= 3 mm
drata-rata =
BHN
0,9575 mm
= 42,2858
- Sampel Fe (Indentasi ke-1)
P
= 187.5 kg
= 3 mm
drata-rata
BHN
= 1,0995 mm
=
=
=
190,7052
53
3. Uji impak
Tabel Data
Bahan a
T
2
Baja
HI (J/mm2)
(Joule)
7,85
58
70,65
-0,81
Bentuk Patahan
Deskripsi
Patahan
0,820948336
Perpatahan
kristalin
ST 42
72
25
195
2,708333333
Mengkilap,
kasar
dan
tidak patah
7,8
9,1
70,98
121,5 194
2,733264272
Berserat
dan
tidak
patah
Contoh Perhitungan
Beban Impak = 300 Joule
Baja ST 42 (-0.81oC):
a = 7.85 mm
b = 9.0 mm
A= 70.65 mm2
E = 58 Joule
4. Uji aus
Tabel Data
x (mm)
Beban
V (mm/ b
(kg)
dtk)
(mm)
B r
b3
Laju Aus
Fe
100000
12.64
1970
3.0945
15
29.63
0.50
5x10-7
Al
100000
12.64
1970
4.185
15
73.30
1.22
1.22x10-6
Contoh perhitungan
Tebal cincin Putar (B)
= 3 mm
= 15 mm
54
= 100000 mm
Beban (P)
= 12.64 Kg
Kecepatan (v)
= 1970 mm/s
Sampel Baja
Sampel Aluminium
55