You are on page 1of 16

I.

Judul : Pemeriksaan Tubex

II. Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit demam typoid

III. Prinsip : Tubex mendeteksi adanya IgM pada daerah didalam serum
pasien dengan kemampuan untuk menghalangi adanya reaksi antigen yang
dilapisis warna coklat dan darah yang diserang kuman dan dilapisi bahan reaksi
biru. Hasil dibaca secara visual terhadap suatu skala warna.

IV. Alat dan Bahan


 Tubex TF rapid typhoid detection
 Tubex color scale
 Tubex TF
 Brown reagen
 Blue reagen
 Serum

V. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Kemudian masukan serum 45 µl kedalam rak tubex
3. Tambahakan 45 µl brown reagen
4. Homogenkan dan diamkan selama 2 menit
5. Tambahkan 90 µl blue reagen, shake pada tubex TF selama 2 menit
6. Lakukan pembacaan pada tubex color scalesetelah 5 menit

VI. Nilai Normal :


VII. Interpretasi Hasil :
VIII. Landasan teori :
IX. Referensi :
I. Judul : Pemeriksaan RF (Rematoid Faktor)
II. Metode : Aglutinasi Pasif (Latex) dan Elisa
III. Tujuan : Untuk membantu menegakan dan menentukan prognosis
penyakit arthritis
VI.Prinsip :
Metode Uji Aglutinasi Pasif (Latex) :
Antigen yang digunakan pada imunoasai ini ialah IgG yang larut,
sehingga untuk menimbulkan aglutinasi, antigen tersebut (IgG) perlu
dikaitkan atau disalutkan pada suatu partikel pengangkut (carrier) latex.
Faktor rematoid walaupun dapat berupa IgG, IgM atau IgA, tetapi dalam uji
aglutinasi latex hanya IgM saja yang ditentukan.
Metode Uji Elisa-RF :
Untuk penentuan RF dengan metode ELISA, dipakai prinsip ELISA
tak langsung dengan IgG yang dilapiskan pada permukaan dalam sumuran
lempengan polisteren sebagai antigen, dan antihuman globulin atau IgM
berlabel enzim (konjugat) sebagai deketktor. Selanjudnya ditambahkan
substrat yang berkromogen, dan ditentukan absorbennya dengan microELISA
reader.

IV. Alat dan Bahan


a. Untuk metode Aglutinasi Latex
- Rotator
- Slide
- Pipet tetes
- Serum
- Suspensi latex
b. Untuk metode Elisa :
- MicroElisa reader
- Pipet
- Kit yang berisi lempengan mikrotiter
- Serum
- Larutan konjugat
- Larutan substrat
- Larutan penghenti reaksi

V. Prosedur Pemeriksaan
a. Untuk metode Aglutinasi Latex
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Kemudian sampel yang akan diuji, harus dipanaskan dahulu untuk
mengaktifkan CIq yang dapat memberikan hasil positif semu.
3. Setelah itu serum penderita maupun control harus diinaktifkan
komplemennya dengan pemanasan dalam penangas (waterbath) selama 30
menit pada 56OC. dinginkan sampel sampai mencapai sampai mancapai
suhu ruangan sebelum diperiksa.
4. Teteskan serum penderita dengan pengenceran tertentu dalam sumuran atau
cekungan dari slid. Dalam tiap seri pemeriksaan harus disertakan serum
control positif, dan serum control negative.
5. Selanjudnya suspense latex bersalut IgG dikocok dengan baik, dan
diteteskan ke dalam sumuran atau cekungan dari slide yang berisi serum
penderita, lalu dicampur dengan baik sehingga tersebar keseluruh
permukaan sumuran / cekungan.
6. Dalam tahap berikutnya, slide ditempatkan diatas rotator, dan digoyang
dengan kecepatan, dan waktu inkubasi sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuat reagen.
7. Pada akhir waktu inkubasi, setiap sumuran atau cekungan diperiksa adanya
aglutinasi dari partikel dalam bentuk aglutinat kecil atau bersar.
Serum penderita yang mengandung aglutinat yang tampak kasat mata,
dianggap positif untuk RF.
Aglutinat yang halus harus dibandingkan dengan control negative, untuk
menentukan adanya aglutinasi.
8. Untuk semua sampel yang positif, perlu dilakukan pengenceran serial (dua
kali) guna menentukan titer RF secara semikuantitatif.

b. Untuk metode ELISA-RF


1. Pengenceran serum setiap penderita, sera baku, kontroldilakukan sesuai
dengan petunjuk pembuatan reagen .
Dalam tiap seri pemeriksaan harus disertakan juga sera control positif kuat,
lemah, dan negatif
2. Sera yang telah diencerkan, dimasukan kedalam sumuran dalam duplo lalu
diinkubasi selam waktu yang telah ditentukan dalam petunjuk pemeriksaan.
3. Dalam tahap selanjudnya sumuran dicuci dengan larutan dapar pencuci
untuk menghilangkan Ig yang tidak terikat
4. Selanjudnya ditambahkan sejumlah konjugat (antibody pelacak berlabel
enzim) ke dalam setiap sumuran, dan diinkubasi selam waktu yang
ditentukan dalam petunjuk pemeriksaan, biasanya dipakai antihuman IgM,
namun IgG, IgA, dan IgE pun dapat dipakai, tergantung parmintaan.
5. Setelah diinkubasi sumuran dicuci dengan larutan dapar pencuci sedikitnya
tiga kali.
6. Setelah pencucian, tambahkan sejumlah sustrat kedalam setiap sumur , dan
diinkubasi selama waktu yang ditentukan dalam petunjukan
pemeriksaan,lalu tambahkan larutan penghenti reaksi
7. Pembacaan hasil asai dilakukan dengan mikroELISA reader. Dari absorban
sera baku kurva baku. Kadar dari RF dalam setiap sampel penderita
ditentukan dengan mangalurkan absorban dari setiap sampel pada kurva
baku.
VI. Nilai Normal :
VII. Interpretasi Hasil
Nilai klinis dari imunoasai tak begitu baik, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan sebelum memeberikan interpretasi hasil tes.
1. Faktor rematoid didapatkan pada sekitar 70-80% dengan arthritis rematoid.
RF umumnya baru dapat dideteksi dalam serum penderita setelah penyakit
berjalan agak lama, yaitu sekitar 6-12 bulan
2. Bila pada stadium dini, imunoasai ini telah positif, terutama bila titernya
tinggi, biasanya prognosisnya jelek. Ada korelasi positif antara RF dengan :
a. Nodul subkutan
b. Arthritis pergelangan tangan yang simetris, dan disertai deformitas, dana
c. Dampak viseral dari arthritis rematoid.
3. Hasil yang positif dapat juga disebabkan oleh
a. Sistemik lupus eritematosus (SLE), 30-50%
b. Scleroderma, sekitar 30%
c. Sjorgen’s syndrome, sekitar 75 %
d. Hepatitis menahun yang agresif
e. Beberapa penaykit virus, antara lain herpes zoster, influenza A,
pneumonia viral, dan hepatitis viral.
f. Orang normal, 4-6%, frekuensinya meningkat dengan meningkatnya usia.
Pada usia > 75 tahun, 40 % orang normal RF-nya poitif
g. Tuberkolosis aktif
h. Penyakit infeksi akut seperti infeksi virus

VIII.Landasan teori :
RF (Rheumatoit Faktor) adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan
IgG. RF+ biasanya terdapat dalam 80% penderita arthritis rheumatoid dan
kelainan sendi dengan komplikasi sistemik yang prognosisnya buruk.
I. Judul : Pemeriksaan ASO
II. Metode : Aglutinasi Pasif
III. Tujuan :Membantu menegakan diagnosis dari penyakit demam rematik
(rematic fever) dan glomerulonefritis akuta serta meramalkan kemungkinan
terjadinya kambuh (relapse) pada beberapa kasus demam rematik.
IV. Prinsip :
ASO merupakan antigen yang larut. Untuk dapat menimbulkan
Aglutinasi dengan ASO, maka SO perlu disalutkan pada partikel tertentu. Dalam
hal ini yang sering dipakai, yaitu partikel latex. Sejumlah tertentu SO (yang dapat
mengikat 200 IU ASO) ditambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan
SO-ASO. Bila dalam serum penderita terdapat ASO yang lebih dari 200 UI, maka
sisa ASO yang tidak terikat oleh SO akan menyebabkan aglutinasi dari SO yang
disalutkan pada beberapa partikel latex. Bila kadar ASO dalam serum penderita
kurang dari 200 UI maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan
aglutinasi dengan SO pada beberapa partikel latex.

V. Alat dan Bahan


 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Slide/lempeng kaca
 Batang pengaduk
 Rotator
 Serum
 Larutan SO
VI. Cara kerjanya:
1. Disiapkan alat dan baha yang akan digunakan
2. Kemudian ambil larutan SO 0,3 ml dan dicampur dengan 0,1 ml serum
penderita dalam suatu tabung reaksi.
3. Biarkan selama 15 menit, lalu ambil 1 tetes campuran tersebut dan letakan
pada suatu slide/lempeng kaca.
4. Kemudian tambahkan 1 tetes reagensia latex-SO. Campur dengan batang
pengaduk, kocok dengan rotator dan baca setelah 3-5 menit.
5. Aglutinasi terjadi bila titer ASO lebih dari 200 IU

VII. Nilai Normal :


Dewasa : < 125 IU
Anak : < 200

VIII. Interpretasi Hasil :IU

Nilai diagnostic dari uji ASO kurang baik sebab hamper 20% dari
beberapa orang normal member titer ASO diatas harga normal (lebih dari 200
IU). Atas dasar ini maka pemeriksaan titer ASO hanya satu kali tidak mempunyai
arti diagnostic yang penting, kecuali bila titernya amat tinggi misalnya, 400 IU.
Jadi bila ASO positif hanya menyatakan adanya infeksi dengan streptococcus
tetapi tidak berarti bahwa penderita tersebut menderita suatu penyakit tertentu
seperti demam rematik.
Beberapa penyakit hepar, ginjal dan hiperlipedemia, esensial dapat
memberi hasil yang positif semu (non specific SO inhibitor). Dalam hal ini
penghambat hemolisis yang nonspesifik tersebut perlu diabsorpsi lebih dahulu
atau dilakukan uji aglutinasi latex yang tidak dipengaruhi oleh inhibitor
nonspesifik tersebut.
Titer ASO yang tinggi didapatkan pada 80% dari beberapa penderita
dengan demam rematikdan titer ini makin meningkat setelah suatu serangan
faringitis. Pada beberapa penderita dengan demam remati, bila titer dari ASO
meningkat pada dua kali pemeriksaan berturut-turut, maka kemungkinan kambuh
amat besar.
Titer ASO yang meningkat adalah khas untuk beberapa penyakit
ankylosing spondylitis, glomerulonefritis, scarlet fever, dan tonsillitis.
Sebaliknya titer ASO yang amat rendah terdapat pada beberapa penyakit
sindroma nefrotik dan beberapa penyakit defisiensi antibody.

IX. Landasan Teori :


ASO (Anti S treptolisin O) adalah pemeriksaan untuk mengidentifikasi
keberadaan antigen stereptolisin O, yang dibentuk oleh steptokokus beta
hemoliticus grup A yang dapat menyebabkan hemolisis. 80% penderita yang
terinfeksi steptokokus beta hemolitikus grup A akan menjadi peningkatan ASTO
dalam darah. Infeksi ini merupakan penyulit yang merangsang terjadinya respon
imunitas dan menimbulkan kerusakan organ.
I. Judul : Tes Kehamilan
II. Metode : Aglutinasi Indirek
III. Tujuan : Untuk mengetahui adanya hCG di dalam sampel urin
IV. Prinsip :
HCG di dalam urin ditambah dengan anti HCG dalam reagen
kemudian dicampur dengan penambahan HCG lateks akan terbentuk aglutinasi
jika HCG negatif dan tidak terjadi aglutinasi jika HCG positif.
V. Cara Kerja :
1. Diteteskan satu tetes (50ul) kontrol (+) pada area kontrol (+)
2. DIteteskan satu tetes (50ul) kontrol (-) pada area kontrol (-)
3. Diteteskan satu tetes (50ul) sampel urin pada area sampel
4. Pada masing masing area, ditambahkan satu tetes (50ul) antiserum beta hCG
dan dihomogenkan
5. Ditambahkan satu tetes (50ul) reagen hCG lateks pada masing masing area
dicampur sampai homogen.
6. Digoyangkan slide dan dibaca hasilnya setelah 2 menit.

Pembacaan Hasil
1. Pada area kontrol (+), tidak terjadi aglutinasi, hCG positif
2. Pada area kontrol (-), terjadi aglutinasi, hCG negatif
3. Pada area sampel dilihat terbentuknya aglutinasi, dan disamakan dengan
kontrol.
I. Metode : Imunokromatografi (Test Pack)
II.Prinsip :
Jika ada hCG dalam urin, maka hCG akan bertindak sehingga
menimbulkan garis merah vertikal dan horizontal (+) lalu dilanjutkan ke area C
(Control) yang telah dilekatkan antibodi poliklonal sehingga menimbulkan garis
vertikal.

III. Prosedur Kerja:


1. Test pack diletakkan pada permukaan datar
2. Diteteskan pada bagian sumur sampel 5 tetes urin
3. Diamati hasil yang terjadi pada jendela T (Test) dan C (Control)
4. Hasilnya dibaca tepat setelah 3 menit.

IV.Pembacaan Hasil:
1. Jika hCG pada urin (+) maka pada jendela T (Test) akan terlihat dua garis
merah membentuk tanda (+).
2. Jika hCG pada urin (-) maka pada jendela T (Test) akan terlihat satu garis
merah horizontal membentuk tanda (-).
3. Hasil tersebut valid bila pada jendela C (Control) terlihat satu garis merah
vertikal.

V.Landasan teori :
Judul : Pemeriksaan Hepatitis C
Tujuan : Untuk mengetahui adanya antigen hepatitis C dalam sampel serum
Metode : Imunokromatografi - HCV TRI DOT
Prinsip :
- Antigen HCV akan bergerak dalam poros imunofiltrasi. Sampel dan reagen
melewati membran dan direabsorpsi ke dasar absorben.
- Sampel terus melewati membran, jika ada antibodi HCV di dalam sampel, maka
akan tersaring di permukaan filter absorben. Dalam tahap pencucian berikutnya,
protein penganggu lain akan dihilangkan.
- Pada tahap selanjutnya konjugat protein A ditambahkan kedalam ikatan dan
antibodi HCV akan memberikan kompleks warna merah keunguan.

Cara Kerja:
1. simpan test disk pada permukaan yang datar
2. teteskan 3 tetes buffer ke dalam daerah tes
3. tambahkan 1 tetes sampel serum
4. tambahkan 5 tetes buffer
5. tambahkan 2 tetes konjugat protein A
6. tambahkan 5 tetes buffer
7. amati hasil yang terbentuk yaitu berupa titik berwarna merah.

Pembacaan Hasil:
Hasil bisa dikatakan positif bila terbentuk titik berwarna merah keungunan pada
area T1, T2 atau keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel serum
terdapat antigen HCV . Hasil dinyatakan valid bila terbentuk titik berwarna merah
keunguan pada area C (Control).

Judul : Pemeriksaan Hepatitis B


Tujuan : Untuk mengetahui adanya HBsAg dalam sampel serum
Metode : Imunokromatografi
Prinsip : HBsAg sebagai antigen dalam serum/plasma manusia akan diikat oleh
antisera Anti-HBsAg yang bertindak sebagai antibodi sehingga menimbulkan
warna merah pada area Test dan selanjutknya diteruskan ke area Control.
Cara Kerja:
1. simpan test disk pada permukaan yang datar
2. teteskan 2 tetes serum pada sumur sampel
3. inkubasi disk selama 20 menit pada suhu kamar
4. amati terbentuknya garis merah.

Pembacaan Hasil:
Bila dalam sampel terdapat HBsAg, maka pada area T (Test) akan terlihat garis
berwarna merah, dan tidak akan terbentuk bila sampel negatif. Hasil akan valid
jika pada area C (Control) terdapat garis berwarna merah.
hCG TEST
(human Chorionik Gonadotropin)

1.Tujuan :Untuk mendeteksi adanya kehamilan pada wanita.


2.Prinsip
-
3.Persiapan
Alat :
a. Slide
b. Objek gelas
c. Pipet tetes
d. pipet ukur
e. Pengaduk
f. Tabung reaksi
Bahan :
a. Urine
b. Reagen lateks
c. NaCl 0,9%
4.Prosedur Kerja
a.Direct
1. Kualitatif :
2. Teteskan 1 tetes urine pada objek gelas.
3. Tambahkan 1 tetes reagen lateks,aduk hingga homogen.
4. Lihat agglutinasi yang terjadi.
Kuantitatif:
a. Siapkan 6 buah tabung reaksi.
b. Setiap tabung di isi 1 ml NaCl 0,9%.
c. Tambahkan 1 ml urine pada tabung pertama,campur.
d. Pindahkan larutan dalam tabung pertama sebanyak 1 ml ke dalam
tabung ke-2,campur.
e. Ulangi perlakuan yang sama pada tabung ke-3 sampai tabung ke-6
dan dari tabung ke-6 buang sebanyak 1 ml.
f. Ambil masing-masing 1 tetes larutan pada setiap tabung,letakkan
diatas slide lalu tambahkan 1 tetes reagen lateks,homogenkan.
g. Lihat agglutinasi yang terjadi.
b.Indirect :
1. Teteskan 1 tetes urine diatas objek gelas.
2. Tambahkan 1 tetes anti hCG.
3. Tambahkan lagi 1 tetes reagen lateks dan aduk sampai homogen.
4. Lihat agglutinasinya.
5.Interpretasi Hasil
a.Direct
Kualitatif :
1. Posititif agglutinasi
2. Negatif non agglutinasi
Kuantitatif:
1. Tabung 1 = ½
2. Tabung 2 = 1/4
3. Tabung 3 = 1/8
4. Tabung 4 = 1/16
5. Tabung 5 = 1/32
6. Tabung 6 = 1/64
b.Indirect :
1. Posititif non agglutinasi
2. Negatif agglutinasi
6.Dasar Teori
hCG atau human Chorionic Gonadotropin merupakan hormone
protein dimer pada plasenta yang strukturnya sangat berhubungan dengan
Luteinizing Homone (LH).Hormon ini termasuk salah 1 produk pertama
sel trofoblas embrio yang penting dalam menginformasikan kepada ibu
telah terjadi konsepsi.
Bila konsentrasi hCG dalam urine tinggi menandakan adanya
tanda kehamilan pada wanita,namun hasil dapat menjadi positif palsu
karena keberadaan protein urine lebih dari 30 mg/dl.hCG test pertama
kali ditemukan oleh ilmuwan bernama Galli Mainini dalam eksprimennya
yang menyuntikkan urine wanita yang diduga hamil pada katak jantan.
Catatan
- Metode lain yang biasa digunakan selain direct dan indirect yaitu :
1.hCG EIA (Enzyme Immuno Assay) atau test pack.
2.Immunokromatografi (Pregna strip) .
3.Qualitatif Rapid Test (SAS TM ONE STEP PREGNANCY).
- Sampel urine yang digunakan adalah urine pertama di pagi hari.
- Pelaporan hasil = titer antibody × sensitifitas reagen.

You might also like