You are on page 1of 7

Blokade 2 P.5.

Ked
Menjaga Kebersihan untuk Kesehatan
Oleh: M.Danusiri

Asalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh


Sasaran Belajar: Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan Mahasiswa dapat
menjelaskan kebersihan itu dapat menghantarkan kesehatan secara umum. Untuk itu
Mahasiswa harus tahu dan dapat menjelaskan pula:
1.
2.
3.
4.
5.

Iman terjalin erat dengan bersih dan sehat


Apa saja yang harus bersih
Apa yang dipergunakan untuk memperoleh kebersihan
Bagaimana cara memperoleh kebersihan
Akibat dari kebersihan yang diperoleh

1. Jalinan antara Iman, bersih dan sehat


Rasulullah bersabda: An-nadlaafatu min al-iimaan (Kebersihan itu
bagian dari iman. Dalam ungkapan lain ath-Thahuuru nishful iiman (bersih itu
separuh dari iman HR. at-Turmudzi dari Seseorang dari Bani Sulaim. Sementara
itu pepatah mengatakan bahwa bersih pangkal sehat
Posisi Hadis dalam belantara iman harus berada dalam kenyataan iman
terlebih dahulu. Artinya, setelah orang itu menyatakan iman kepada Allah
(aamantu billaah), dan beriman kepada yang lain: kitab, Rasul, Malaikat, taqdir,
hari akhir dan lainnya sebagaimana anjuran atau perintah Allah dan Rasulnya,
barulah Hadis ini berlaku.
Orang hanya berbudaya hidup bersih (diri lahir dan batin, pakaian, dan
lingkungan) tetapi tidak ada pernyataan iman sebagaimana dirumuskan dalam
rukun iman, dan denotasi-denotasi iman sebagaimana dijelaskan dalam Alquran
dan Assunnah Hadis itu tentu tidak berlaku karena bersih hanyalah bagian saja,
bukan pokoknya. Kalau pokoknya atau keseluruhannya tidak ada, tentu
bagiannya juga tidak ada.
Jika seseorang telah menyatakan iman kepada Allah, utusannya, dan apa
saja yang dibawa oleh Utusannya itu, kemudian ia membudayakan diri untuk
bersih, maka imannya akan jauh lebih sempurna.

2. Sesuatu yang Harus Bersih


Alquran
menyebut tentang kebersihan dengan menggunakan kata
thahara dan berbagai kata jadiannya seperti muththiriin, mutaththiriin,
fathahhir dan lainnya yang sejenis hingga 43 kali yang secara umum
kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan fisik.
Alquran juga menyebut tentang kebersihan dengan menggunakan kata
zakka dan berberbagai kata jadiannya seperti tazakka, zakaah, hingga 59

yang secara umum kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan jiwa, spiritual,
dan metafisik. Contohnya adalah firman Allah sebagai berikut:

sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu


Dengan demikian, Alquran menyebut tentang kebersihan ini hingga 102 kali.
Hadis menyebut tentang kebersihan jauh lebih banyak dari itu. Kesimpulan yang
diperoleh adalah kebersihan merupakan salah satu tema teramat penting dalam
Islam sebagaimana tercermin dalam Alquran maupun Assunnah.
Adapun yang secara denotatif disebut apa yang harus dalam keadaan
bersih antara lain adalah sebagai berikut:
A. Kebersihan secara Umum
Allah berfirman dalam Surat al-Anfal/8 : 11 sebagai berikut:

Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu


penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari
langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari
kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan
memperteguh dengannya telapak kaki(mu)
Pengertian kebersihan yang dimaksud dalam ayat itu adalah kebersihan
secara umum, mencakup kebersihan diri, dan alam lingkungan dari sampah
dan anekan kotoran. Pembershnya adalah hujan. Air hujan menghanyutkan
kotoran-kotoran (dalam ayat itu sebagai akibat peperangan yang baru saja
terjadi)
B.

Kebersihan Batin
Allah berfirman dalam surat al-Maidah/5 : 41 sebagaiberikut:

Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang


bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", padahal hati mereka
belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang
Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong[415] dan amat suka
mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang
kepadamu[416]; mereka merobah[417] perkataan-perkataan (Taurat) dari tempattempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di robahrobah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang
bukan ini maka hati-hatilah." Barangsiapa yang Allah menghendaki
kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun
(yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak
hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
Keadaan suci hati apabila selamat dari berbagai penyakit hati, seperti: iri,
dengki (hasud), gemar menggosip (ghibah), sombong (takabbur), pamer
(riya): kekayaan, kepandaian, keturunan orang besar, atau sejenisnya, kikir
(bakhil), pengecut (jubn), gemar mengumpat/misuh (qaul az-zuur), mencari
popularitas (sumah), dll.
C. Kebersihan Pakaian
Allah berfirman dalam surat al-Mudatstsir/74 : 4 sebagai berikut:

Dan (terhadap) pakaianmu, bersihkanlah.


Ayat ini menganjurkan atau memerintahkan agar pakaian yang kita
kenakan haruslah senantiasa bersih dari berbagai macam kotoran dan noda

(termasuk bersih atau stiril dari kuman, bakteri, virus, atau zat-zat berbahaya
lainnya bagi tubuh.
D. Kebersihan Lingkungan
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah/2 : 125 segaimana berikut:

Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat


berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian
maqam Ibrahim[89] tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim
dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang
i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud
Ayat ini mengandung pengertian lingkungan pekarangan kita bisa
mencakup halaman, teras, dan semua ruangan, termasuk WC harus bersih.
Pengertian bersih bukan hanya dari kotoran, melainkan semua gangguan
kesehatan seperti jamur yang berbahaya, kuman, bakteri, hingga hewan-hewan
agen penyakit berbahaya: kucing, babi, nyamuk, unggas-unggasan dan yang
lainnya. Memelihara binatang kesayangan boleh saja asal dipastikan sehat dan
tidak menghantarkan penyakit, dan tidak menyiksa binatang tersebut.
E. Hubungan Suami-Istri
Dalam berhubungan antar suami-istri harus dipastikan keduanya dalam
keadaan suci dan bersih. Artinya suami dalam keadaan bersih tubuh, utamanya
kelaminnya. Bersih yang dimaksud termasuk yang tidak menularkan penyakit
kelamin: sipilis, rajasinga, atau virus HIV AIDS, demikian pula pihak istri.
Selanjutnya, istri dalam keadaan tidak menstruasi. Demikian firman Allah
berkenaan dengan anjuran ini:

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran."
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri [137] dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Dengan ayat ini dapat diambil pengertian, bahwa meskipun terhadap istrinya yang
sah,tidak dibenarkan berhubungan seksual ketika istri sedang haid. Menurut para ulama,
bersenang-senang diantaranya keduanya tetap boleh selama tidak memasukkan kelamin
ke dalam kelamin istri. Alangkah baiknya kalau suami tidak merangsang birahinya dalam
kehidupan seksual, kemudian banyak-banyak melakukan kegiatan yang bermanfaat,
produktif, termasuk berdoa dan berzikir.
F. Keadaan Junub, Berjumatan, Sesudah Berbekam, dan Sesudah Memandikan Mayat
Secara khusus Rasulullah menganjurkan untuk mandi dengan harapan
memperoleh kebersihan diri secara menyeluruh. Demikian sabda Beliau:
Kaana Rasuulullahi Shalla-llaahu alaihi wa sallama yaghtasilu min arbain: min aljanabati, wayau al-jumati, wa min al-khijaamati, wa min ghusli al-mayyiti. Rawaahu
Abu Daawuda an Aisyah.
Artinya:
Rasulullah biasa mandi karena empat hal: dari jinabat, hari Jumat, dari berbekam, dan
dari memandikan mayat. (HR. Abu Dawud dari Aisyah).

3.

Alat yang Digunakan Untuk Membersihkan


Abdul Basith Muhammad meringkaskan bahwa alat yang dapat digunakan untuk
membersihkan fisik adalah:
Air hujan
Air laut
Air sungai
Air sumur
Air mata air
Air salju, dan
Air embun (Fikih Kesehatan, 2007 : 100)
Air mustamal (telah dipakai untuk bersesuci, boleh dikatakan limbah) tidak boleh
dipakai lagi untuk bersesuci. Hikmahnya adalah menjaga kemungkinan ada bakteri,virus,
kuman, atau kotoran dari tubuh pemakai pertama hinggap ke tubuh pemakai air kedua.
Karena sesuatu hal, boleh membersihkan kotoran dari bahan alternatif seperti
batu, tissue, dan yang secara umum dapat menyerap kotoran yang menempel pada tubuh.

Rasulullah melarang menggunakan tulang atau kotoran kering dari hewan. Sangat
mungkin kedua barang tersebut menyimpan kuman, bakteri, atau virus berbahaya yang
tidak mati terkena panas lebih dari 50 derajat Celcius.
4. Cara Pembersihan
Rasulullah memberikan tuntunan teknis cara membersihkan atau mensucikan kotoran sesuai
dengan jenis kotorannya.
Terhadap Najis, Rasulullah mengajarinya teknis intinja. Inti teknis ini adalah secara
nyata najis atau kotoran itu sirna dari tubuh, termasuk aromanya sekalipun.
Terhadap hadas kecil, Rasulllah meberi tuntunan berwudlu dengancara yang benar
Terhadap hadas besar, Rasulullah memberi tuntunan mandi jinabat
Jika karena seseuatu hal (sakit atau kesulitan memperoleh air) Rasulllah memberikan
tuntunan tayamum
Catatan: Hingga sekarang ini belum ada ijtihad ulama, gantinya tayamum dengan debu
adalah menyeka tubuh dengan handuk.
5. Akibat Kebersihan
Alah menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang membersihkan diri. Demikian
Allah berfirman

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci [138]. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.
Dari ayat ini juga dapat diambil pengertian mafhum mukhafah-nya, bahwa membuat
kotoran, pencemaran, kekacauan pikiran dan yang sejenisnya tidak disukai Allah. Itulah
sebabnya ada aturan ketat di dalam baik BAB maupun BAK. Antara lain Rasulullah
bersabda:
Ittaquul-laaniina, alladzii yatakhalla fi thariiqi an-naasi au dhillihim. Rawahu
Muslim an Abi Hurairah (Jauhilah dua macam perbuatan yang dilaknat, yaitu berak
di jalan yang dilalui orang dan di tempat mereka berteduh (HR. Muslim dari Abi
Hurairah). Dalam kesempatan lain Abu Dawud menambahkan riwayat wal
mawaarida (di tempat-tepat sumber air), sehingga teks lengkapnya Ittaquu almalaana ats-tsalaatsah: al-baraaza fi al-mawarida waqaariati ath-thariiq wa dhilli
(Jauhilah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk, yaitu berak di tempat sumber air, jalan,
dan tempat berteduh.

Selanjutnya, Rasulullah melarang BAB atau BAK di tempat genangan air, air
yang tidak mengalir. Demikian sabda Beliau: Laa yabluwanna ahadukum fi al-maai
ad-daaimi alladzi la yajzii tsuma yaghtashilu fiihi, Rawaahu al-Bukhari (Jangan sekalikali salah seorang diantaramu kencing di air genangan yang tidak mengalir, kemudian
mandi di dalamnya HR.al-Bukhari dari Abi Hurairah). Sabdanya yang senada adalah
sebagai berikut: Laa yaghtashilu ahadukum fi al-maai ad-daaimi wahuwa junubun,
Rawaahu Muslim (Janganlah mandi seseorang di antaramu di dalam air yang
menggenang sementara ia dalam keadaan junub- HR. Muslim).
Larangan ini begitu mudah dipahami dalam kaitannya dengan menjaga kesehatan.
Jika air kencing atau tinja mengandung cacing, kuman, bakteri, jamur, atau virus yang
membahayakan, termasuk akhir-akhir ini, virus flu burung dan flu babi, tentu mudah
dan cepat berkembang berada di air menggenang. Sangat berbahaya bagi kesehatan jika
nekad menggunakan untuk mandi, apalagi meminumnya..
Aturan umum hajad BAB maupun BAK adalah tempat permanent yang tidak
menjadi kebiasaan manusia beraktifitas kecuali kedua keperluan itu. Dalam ungkapan
bahasa Jawa, tempat BAB maupun BAK disebut pakiwan (secara literal keirian).
Rasulullah ketika BAB atau BAK tak terlihat oleh manusia (pakiwan). Demikian
keterangan yang bersangkutan dengan ini:
Qaala lii an-Nabiyyu shalla-llaahu alaihi wa sallama: Khudz al-adaawata.
Fanthalaqa hatta tawaara annii faqadlaa hajatahu: Muttafaqun alaih (Rasulullah
memerintahku [Mughirah}Ambillah wadah air (untukku), kemudian beliau pergi
sehingga beliau tidak kelihatan dariku, lalu beliau buang air (HR. Muttafaqun alaih).
Berbarengan dengan akibat baik bagi orang yang mau membersihkan (diri,
pakaian, lingkungan) juga dijelaskan ancaman bagi orang yang tidak peduli dengan
kebesihan. Beliau bersabda: Istahziuu min al-bauli. Fainna ammata adzaabi alqabri minhu. Rawahu ad-Daruuquthni (Bersucilah setelah buang air kecil, karena
umumnya siksa kubur itu (diakibatkan) dari padanya: HR ad-daruquthni.

6. Penutup
Semoga pembelajaran ini ada manfaatnya; amin, yaa Rabbalaalamiin.
7. Referensi
Al-Quran al-Karim
Kitab Hadis Bulugh al-Maram
Kitab Hadis Sunan at-Turmudzi
Kitab Hadis al-Luluuu wa al-Marjan
Abdul Basith Muhammad, Fikih Kesehatan, Jakarta: Serambi, 2007.
Wassalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Medio November 2009
Penyusun,
M. Danusiri

You might also like