You are on page 1of 11

Follow up observasi untuk diare, ISPA dan efek samping

Selama penelitian, ibu mencatat defekasi (waktu, frekuensi dan penampakan


visual feses), dan tingkatan feses yaitu 1 (normal), 2 (lembek), 3 (semi cair),
4 (cair) berdasarkan konsistensi. Tenaga terlatih mengambil data pada ibu
setiap 2 kali seminggu, dan ibu atau pengasuh anak melaporkan hasil
observasi dan gejala intestinal yang dialami. Sebagai tambahan, kejadian
ISPA menentukan dan mencatat oleh tenaga terlatih secara terstruktur
menggunakan formulir pretest. Diagnosis diare dan ISPA sebelumnya sudah
ditegakkan oleh dokter.
Efek samping yang dicatat menggunakan International Classification of
Diseases, 10th Revision codes. Beratnya penyakit dan kemungkinan hubungan
intervensi dinilai oleh dokter dan selanjutnya dimonitoring DSMB.

Analisis statistik
Sample dikalkulasi berdasarkan episode dan durasi dari diare, dengan level
signifikansi 5% dan power 80% dengan 2 kali uji dan 20% dikeluarkan dari
penelitian dan kasus ketidakpatuhan juga tidak dimasukkan dalam penelitian.
Minimum sample 480 pasien untuk 4 kelompok pengobatan, menilai rata-rata
penurunan episode diare selama 6 bulan periode intervensi. Efek probiotik
dinilai dengan meta-analisis.
Tujuan analisis terapi menunjukkan hasil dan dipilih seteah memenuhi syarat
pada anak yang secara acak mengkonsumsi produk intervensi. Analisis
diadakan menurut protokol data analisis.
Tes X2 digunakan untuk membandingkan kategori variabel antara grup, uji
Fisher digunakan ketika nilai yang diharapkan <5. Student T-test digunakan
untuk mengidentifikasi perbedaan pada distribusi variabel normal antar grup
(LC da RC, RC dan casei, RC, reuteri). Mann-Whitney U test digunakan

untuk data yang tidak terdistribusi normal. PASW statistik 17.0.3 untuk
Windows digunakan untuk analisis.
Insidensi penyakit dinilai dari observasi jumlah episode pada anak. Untuk
penghitungan outcome, digunakan Poisson regression atau model bimanual
negatif pada kasus, untuk estimasi relative risk (RR) dan 95% confidence
intervals (CIs) antar grup. Untuk tujuan ini, digunakan Stata Windows release
11 (Stata corp, Colege Station, TX). Variabel dependen yatu jumlah episode
dan grup terapi merupakan variabel independen. Variabel area, usia, jenis
kelamin, diare dan ISPA dengan prevalensi dalam 2 minggu sebelum
penelitian dimulai, dan weight-for-height z score menjadi dasar model
covariate. Modifikasi efek potensial oleh usia, habitual intake kalsium dan
baseline nutritional status ditambahkan untuk model regresi. Regresi Cox
proportional hazards direkrut dan digunakan untuk membandingkan proporsi
anak tanpa diare dan ISPA pada seluruh grup.

Hasil
Total 3150 anak pada fase 1 dan 1343 pada fase 2. 497 anak, 3 anak menolak.
Sehingga didapatkan 494 anak yang dialokasikan secara acak untuk
dikelompokkan menjadi 4 grup dan termasuk dalam analisis penelitian.
(gambar 1)

Seluruh studi grup disamakan secara karakter sosiodemografi, kesehatan dan


status nutrisi serta habitual intake makanan. (tabel 2).

21% anak mengalami anemia, 23% underweight, 31% pendek, 3% kurus.


Angka kepatuhan tinggi (94%) pada setiap grup.
Insidensi definisi diare WHO tidak signifikan (gambar 2, tabel 3).

Durasi episode tidak berbeda antar grup. Dari seluruh laoran diare, anak yang
mendapatkan RC dan L rueteri mengalami 32% penurunan episode diare jika
dibandingkan dengan grup RC (RR: 0.68 [95% CI: 0.46-0.99]) (tabel 3)

Sebagai tambahan, kurva Cox probability menunjukkan proporsi dari anak


yang bebas diare lebih baik (gambar 3)

Untuk grup dengan terapi yang lain juga dibandingkan.


Interaksi signifikan dengan status nutrisi juga diobservasi pada outcome diare
(P<0.5). Analisis stratifikasi menunjukkan kuat dan efek signifikan dari L
reuteri pada anak dengan below-median weight-for-age z score (RR untuk
perbandingan diare dengan grup RC: 0.44 [95% CI 0.21-0.92] ; RR untuk
semua laporan diare : 0.54 [95% CI : 0.31-0.94]) dan anak dengan (RR untuk
diare menurut WHO: 0.44 [95% CI :0.21-0.90]: RR untuk seluruh diare : 0.53
[95% CI; 0.30-0.92]). Pada anak below-median weight-for-age z score, hasil
grup reuteri tidak berbeda signifikan dibandingkan grup RC. Prevalensi
underweight dan tubuh pendek tidak ada perubahan signifikan (data tidak
ditunjukkan)
Persentase sampel diare positif untuk rotavirus dimasukkan dalam grup
penelitian, yaitu : LC 28%; RC 25%; casei 28%; reuteri 19%. Hasil
perbedaan tidak signifikan.
Insidensi, jumlah episode dan durasi ISPA tidak signifikan selama terapi
(gambar 4, tabel 3)

Laporan efek samping (International Classification of Diseases, 10th Revision


codes) dibandingkan pada setiap grup, kecuali untuk perubahan kondisi
saluran cerna (pola defekasi) dan asma. 9 anak pada grup reuteri mengalami

perubahan pada saluran cerna, dibandingkan hanya 2 anak pada grup RC. 3
anak yang memiliki asma pada grup reuteri (p<0.5). proporsi penggunaan
antibiotik selama intervensi termasuk pada grup studi 95 pada grup LC, 15%
pada grup RC, 15% pada casei, dan 9% pada grup reuteri. Nilai median durasi
antibiotik tinggi pada grup RC (median 10 hari) [IQR] :4-14) dibandingkan
grup reuteri (median 3 hari, IQR 3-7.5; casei, 5 hari; IQR 3-11). 1 anak
dinyatakan meninggal dunia karena penyakit tuberculosis tulang, telah diikut
sertakan dalam penelitian 3.5 bulan, tidak ada hubungan terhadap intervensi
yang dilakukan.

Diskusi
Baik kalsium maupun L casei CRL431 memiliki pengaruh terhadap diare.
Dalam perbandingannya, suplemen L reuteri DSM17938 menurunkan
insidensi diare secara lebih signifikan (-32% pada 2 kali tinja lunak/cair
dalam 24 jam) dan yang tidak signifikan berdasarkan definisi WHO dengan
insidensi (24% pada 3 kali tinja lunak/cair dalam 24 jam). Terutama pada
kedua diare, L reuteri lebih memiliki efek proteksi dalam menurunkan diare
pada anak dengan kriteria nutrisi rendah (median height-and-weight-for-age z
score). Tidak ada intervensi yang mempengaruhi insiden dan durasi terhadap
ISPA.
Penelitian ini menggunakan definisi WHO untuk mengumpulkan data primer.
Karena WHO lebih mempertimbangkan konsistensi feses lebih penting
dibandingkan dengan frekuensi dari BAB. Meskipun definisi WHO sudah
valid, pada intervensi penilitian ini digunakan juga faktor usia dan komunitas
urbanisasi. Selain itu, orangtua melaporkan ketika defekasi 2 kali tinja
lunak/cair dalam 24 jam.
Penelitian ini tidak hanya mengandalkan laporan dari orangtua, tapi dilakukan
survey aktif yang mencatat 2 kali dalam seminggu dengan mendatangi
langsung oleh tenaga terlatih dan 2 kali dalam sebulan oleh pengawas.
Seluruh poin penilaian menggunakan formulir yang telah disesuaikan.

Penelitian sebelumnya mengenai efektivitas probiotik dalam pencegahan


diare dan ISPA hanya terbatas pada penelitian kecil dan dilakukan di kota
besar, dengan follow-up periode singkat. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan pada komunitas sosial ekonomi rendah, dengan jumlah subjek yang
lebih banyak, waktu follow up yag lebih panjang, menyediakan data yang
kritis untuk membantu menyediakan data yang relevan pada intervensi untuk
pencegahan diare. Penelitian ini merupakan penelitian besar pertama yang
menggunakan randomized control trial, terfokus pada efek kalsium dengan
atau tanpa 1 atau 2 spesifik prebiotik untuk mereduksi diare dan ISPA. Hasil
penelitian ini mengindikasikan efek probiotik, L reuteri pada diare
dimodifikasi degan status nutrisi dan pada anak dengan status nutrisi rendah.
Dasar rasional penggunaan kalsium pada anak berdasarkan bukti penelitian
pada dewasa melemahkan enterotoxigenic Escherichia coli. Makanan yang
mengandung kalsium dapat mereduksi infeksi, termasuk diare. Rotavirus
bertanggungjawab 60% dalam menyebabkan diare akibat perawatan di
Rumah Sakit di Indonesia. Bakteri patogen pada anak yang berperan penting
adalah E. coli (10%-20%), Salmonella (<5%), Shigella (5%-10%),
Campylobacter and Vibrio cholera. Kekurangan dari efek kalsium yang
menguntungkan pada uji coba ini memiliki indikasi berbeda antara anak dan
dewasa.
Penggunaan probotik sebagai pencegahan atau pengobatan diare berdasarkan
pada asumsi bahwa probiotik merupakan antagonis patogen intestinal.
Mekanisme

yang

memungkinkan

termasuk

sintesis

dari

substansi

antimikroba, kompetitif inhibisi dari adhesi patogen, kompetisi dengan


patogen untuk substrat pertumbuhan, modifikasi toksin dan nontoksin
reseptor bakteri, dan stimulasi respon imun terhadap patogen. Hingga kini,
hanya 3 randomized trial yang memiliki focus pada probiotik sebagai
pencegahan diare akut pada komunitas dalam sebuah daerah. Penelitian ini
menemukan efek tidak tetap dan terhadap probiotik dengan perbedaan jenis
strain dan dosis, intervensi durasi, efek reduksi L reuteri lebih tinggi 14%

dibandingkan suplemen L casei pada studi di India, 6% pada Bifidobacterium


lactis yang dikombinasi dengan probiotik oligosakarida di India dan 6%
reduksi menggunakan Lactobacillus rhamnosus GG in Peru.
Strain L reuteri aman digunakan untuk dewasa, anak, bayi dan bayi baru lahir
di beberapa Negara. Strain L reuteri merupakan derivat antibiotik resisten gen
yang menunjukkan signifikansi mereduksi diare cair yang disebabkan
rotavirus pada anak usia 6 sampai 36 bulan dan diare episodik pada bayi.
Pada penelitian ini, anak dengan suplemen L reuteri penurunan jumlah
defekasi. L reuteri dapat mengurangi durasi dari penggunaan antibiotik.
Susu fermentasi dengan L casei dan Lactobacilus acidophilus menurunkan
insidensi diare pada anak, mengeliminasi diare pada sindrom post
gastroenteritis pada anak malnutrisi dalam perawatan Rumah Sakit dan secara
signifikan menurunkan jumlah defekasi, durasi diare, dan muntah pada anak
dengan diare persisten. Penelitian ini menggarisbawahi bahwa efek probiotik
pada strain spesifik, ditemukan efek protektif pada L reuteri melawan diare
akut pada anak, sedangkan suplemen L casei tidak memiliki efek. Dosis
probiotik (5x108 CFU/day) merupakan dosis yang direkomendasikan oleh
Food and Agriculture Organization of the United Nations/WHO.
Kekuatan utama dari penelitian ini focus terhadap pencegahan dan bebrbeda
dari penelitian lain sebelumnya, dimana penelitian ini lebih terarah terhadap
pengobatan. Kekuatan tambahan yaitu pada penelitian ini menggunakan
desain double-blind, menggunakan protocol dan instrument yang valid
terhadap diare episodik, durasi yang panjang dengan intervensi dan kepatuhan
yang baik. Pre-protokol analisis, subjek noncompliant (6%) dan subjek yang
menggunakan antibiotik dalam jangka waktu lama tidak dimasukan kedalam
kelompok penelitian. Kelemahan dari penelitian ini adalah ketidakadaan data
identifikasi mikrobiologi pada diare patogen. Analisis feses memiliki uji
diagnostik yang lemah dan mahal.

Kesimpulan
Suplemen L reuteri dengan susu regular kalsium, merupakan salah satu
intervensi yang berpotensi untuk menurunkan infeksi diare akut pada anak.
Hasil ini harus dikonfirmasi pada penelitian lain dengan komunitas berbeda.

You might also like