You are on page 1of 5

PANDUAN PRAKTIS PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

BAGI BENDAHARAWAN PEMERINTAH


Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan yang telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak wajib memenuhi kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003 atau wajib memungut Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 sehubungan pembayaran atas penyerahan barang.
Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22
Pada prinsipnya, Bendaharawan wajib memungut PPh Pasal 22 atas semua penyerahan barang,
namun demikian Bendaharawan tidak memungut PPh Pasal 22 diantaranya atas:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai
diantaranya:
- barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
- barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
- barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum;
- persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
- barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan dan keamanan negara;
- Vaksin Polio untuk program PIN;
- buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
- peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
c. pembayaran paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak dipecah-pecah
d. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan bendabenda pos;
e. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh KPPN;
Untuk dapat dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22:
- Atas ketentuan dalam huruf a dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Dirjen
Pajak melalui KPP
- Untuk ketentuan dalam huruf b dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai
- Untuk ketentuan dalam huruf c, d, dan e tidak memerlukan SKB
Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut pada saat pembayaran, sedangkan
PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB.

Besarnya tarif PPh Pasal 22 atas pengadaan barang yang dananya berasal dari APBN/D adalah
1,5%.
PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan adalah: 1,5% x harga/nilai pembelian barang tidak
termasuk PPN
Contoh Penghitungan PPh Pasal 22
a.
Pengadaan barang yang dipungut PPh
Pengadaan barang berupa satu unit komputer dengan nilai barang sebesar Rp. 8.000.000 dan
PPN sebesar Rp. 800.000.
Harga barang
PPN
Total tagihan dari rekanan
PPh Pasal 22 yg dipungut 1,5% x Rp. 8.000.000
PPN dipungut 10% x Rp. 8.000.000
Total PPN dan PPh dipungut
Dibayar kepada rekanan
b.

Rp 8.000.000
Rp. 800.000
Rp 8.800.000
= (Rp. 120.000)
= (Rp. 800.000)
(Rp. 920.000)
Rp. 7.880.000

Pengadaan barang yang dipungut PPh


Pengadaan barang berupa meja rapat yang tercantum dalam kontrak dengan nilai sebesar Rp.
11.000.000 termasuk PPN, perhitungan pemungutan PPN dan PPh Pasal 22 adalah:
Nilai Kontrak (termasuk PPN)
Rp 11.000.000
PPN = 10/110 x Rp. 11.000.000
(Rp. 1.000.000)
Dasar Pengenaan Pajak
Rp.10.000.000
Total tagihan dari rekanan
PPh Pasal 22 yg dipungut 1,5% x Rp. 10.000.000
PPN dipungut 10% x Rp. 10.000.000
Total PPN dan PPh dipungut
Dibayar kepada rekanan

Rp 11.000.000
= (Rp. 150.000)
= (Rp. 1.000.000)
(Rp. 1.150.000)
Rp. 9.850.000

Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22:


- menyetor ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang,
- menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi identitas rekanan serta
ditandatangani oleh Bendaharawan pemungut pajak
- Dalam hal pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN/BUD, PPh Pasal 22 dipungut
langsung oleh KPPN/BUD dan SSP diisi identas rekanan serta ditandatangani oleh
KPPN/BUD

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22


Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 bagi penerima penghasilan/rekanan adalah SSP lembar ke-1
yang telah ditandatangani dan disetor oleh Bendaharawan atau SSP lembar ke-1 yang telah
ditandatangani oleh KPPN/BUD dalam hal dilakukan pemungutan oleh KPPN/BUD.
Pelaporan PPh Pasal 22
Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22 harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14
(empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
(form F.1.1.32.02)
Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi
berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 50.000,-

Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan PPN/PPnBM


Siapa saja yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ?
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
o KPKN
o Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
o Pertamina
o BUMN/ BUMD
o Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan
Pertambangan Umum lainnya
o Bank Pemerintah
o Bank Pembangunan Daerah
o Perusahaan Operator Telepon Selular.
Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN & PPnBM ?
1. Oleh PKP adalah :
a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak
Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran,
bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP)
yang tergolong mewah.
c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh Pemungut
PPN/ PPn BM
Dimana tempat pembayaran/penyetoran pajak ?
1. Kantor Pos dan Giro
2. Bank Pemerintah, kecuali BTN
3. Bank Pembangunan Daerah
4. Bank Devisa
5. Bank-bank lain penerima setoran pajak
6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP
Kapan saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM ?
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat
tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari
1996.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus
dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan
STP tersebut.
3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7


bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
c. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas
Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan
pajak dilakukan.
5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik
(BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran
Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus
dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
Kapan saat pelaporan PPN/PPnBM ?
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT
Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambatlambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah
dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah
harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak
berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn
BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan
pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
Apa sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak?
1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat Setoran
Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor
Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang
disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

You might also like