Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Al Anshari, S.Ked 1010311022
Yestria Elfatma 1010313114
Preseptor :
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Menggunnakan dua
mata (binokular)
Bayangan tepat
jatuh pada masing2
fovea (fiksasi fovea)
yang difusikan oleh
otak dan kortek
penglihatan
Menjadi satu
bayangan
STRABISMUS
Eksodeviasi transien
eksoforia.
Eksotropia
Batasan Masalah
Refrat ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, faktor resiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis eksotropia intermitten.
Tujuan Penulisan
Penulisan refrat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
tentang eksotropia intermitten.
Metode Penulisan
Refrat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rektus medial.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan berinsersi 5 mm di belakang limbus.
Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek. Otot ini
menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).
Rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optic dan
insersinya 7 mm dari limbus pada sklera. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan fungsi
menggerakkan mata terutama abduksi.
Rektus inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola
mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus bagian bawah, pada persilangan
dengan oblik inferior diikat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh N.III.
Fungsi menggerakkan mata depresi (gerak primer).
Rektus superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior Otot ini
berinsersi 7 mm di belakang limbus sebelah atas dan dipersarafi cabang superior N.III.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi
terutama bila tidak melihat ke lateral, dan insiklotorsi.
B. 2 obliqus
Obliquus superior
Merupakan otot mata terpanjang dan tertipis. Otot ini berfungsi menggerakkan bola mata
untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
Obliquus inferior
Obliquus inferior berfungsi untuk menggerakkan mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.
Mata
Otot-otot penggerak kedua mata seluruhnya dapat bekerjasama dengan baik, yakni dapat
menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda yang
menjadi pusat perhatian.
Susunan
saraf pusat baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang dating dari kedua
retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatannya belum normal, visus hanya dapat
mebedakan yang terang dan yang gelap saja.
pula penglihatan
binokularnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik, dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya
sanggup memfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri
maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.
Mekanisme Fusi
Fusi
retina
yang
Fusi terjadi bagi bayangan di dalam area Panum dan merupakan suatu refleks
sensorimotor otomatis
Fusi sensoris, proses penyatuan bayangan dari tiap mata ke dalam gambaran stereopsis
binokular tunggal. Fusi ini terjadi ketika serabut saraf optik dari retina nasal menyilang di
khiasma untuk menyatu dengan serabut saraf retina temporal yang tak menyilang dari
mata lainnya. Bersama dengan neuron-neuron diarea asosiasi visual pada otak,
menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan penglihatan stereopsis.
Fusi motoris, suatu mekanisme yang memungkinkan pengaturan halus dari posisi mata
untuk mempertahankan kesejajaran bola mata sehinga fusi sensoris dapat dipertahankan.
C. Secondary exotropia
Dihasilkan dari deficit sensoris primer atau terjadi sebagai hasil dari
beberapa bentuk pengobatan untuk esotropia.
Eksotropia sensoris
Disebabkan karena defisit sensoris (anisometropia yang tidak
dikoreksi, katarak unilateral, atau gangguan penglihatan unilateral
lainnya)
Eksotropia konstan
Dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu
eksotropia intermitten berkembang menjadi eksotropia konstan.
D. Mikroeksotropia
Epidemiologi eksotropia
EKSOTROPIA
Eksotropia lebih
eksoforia yang
berkembang menjadi eksitropia intermitten dan akhirnya menjadi eksotropia
yang menetap apabila dilakukan terapi.
EKSOTROPIA INTERMITTEN
Eksotropia intermitten merupakan
eksotropia keseluruhan.
Dengan
Eksotropia
Teori lain mengemukakan bahwa kelainan ini disebabkan karena innervasional imbalance
hubungan bolak balik yang kacau antara mekanisme konvergen dan divergen.
Menurunnya
Faktor perubahan mekanis dan anatomis seperti orientasi, bentuk dan besar bola mata,
volume dan kepadatan dari jaringan retrobulber serta fungsi otot mata yang
dipengaruhi oleh nsersi, panjang, elastistisitas, susunan anatomis dan structural serta
kondisi dari fasia dan ligament dari orbita juga diduga merupakan faktor penyebab
bersama dengan faktor inervasional dan mekanikal.
Faktor keturunan
Eksoforia dan eksotropia diwariskan secara autosomal dominan.
Berbeda
Pada fase foria mata akan lurus dengan fusi yang baik dan stereoskopik yang
normal. Pada fase tropia mula-mula timbul diplopia dan sering terjadi
adaptasi kortikal berupa supresi dan korespodensi retina yang abnormal dan
amblopia terutama pada anak usia dibawah 10 tahun.
Deviasi yang terjadi pada fase tropia ini akibat fusi yang jelek yang timbul
karena lelah, melamun, dan pada orangtua sering muncul akibat minum
alkohol atau meminum obat penenang
Pemeriksaan Strabismus
Inspeksi
Pemeriksaan
Ketajaman
Penglihatan
Pemeriksaan
Kelainan
Refraksi
Pemeriksaan
penjajaran
okular
3. Sudut Kappa
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah esotropia
atau eksotropia yang kecil disebabkan kelainan
fisiologik mata
4. Dissimilar Image Test (uji gambar berbeda)
Terdapat 3 metode yang paling sering dipakai, yaitu :
Maddox rod,
Doubel Maddox,
Red glass test (uji filter merah).
Pemeriksaan
gerakan
mata
(Motorik)
Pemeriksaan
sensorik
1. Pemeriksaan stereopsis
2. Pemeriksaan supresi
3. Potensial Fusi
4. Uji kelainan korespondensi retina
5. Uji kaca beralur Bagolini
manifest pertama terlihat pada fiksasi jauh, kemudian pasien melakukan fusi pada
penglihatan dekat untuk mengatasi eksotropia sudut sedang atau besar.
Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang menderita demam dan flu,
atau saat melamun. Pasien dewasa sering muncul deviasinya setelah meminum minuman
beralkohol sedative
Tanda eksotropia intermitten meliputi
penglihatan kabur,
astenopia,
kelelahan visual,
kadang disertai diplopia pada anak-anak yang lebih tua dan pada dewasa.
fotofobia.
Tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.
Riwayat Alamiah
Von
Evaluasi Klinis
Good control: manifestasinya hanya setelah cover test, pasien memperbaikinya dengan
fusi tanpa mengedip atau fiksasi ulang.
Fair control: manifestasi eksotropia terjadi setelah fusi diganggu dengan cover test dan
pasien memulai fusi kembali setelah mengedip atau fiksasi ulang.
Poor control: eksotropia bermanifestasi secara spontan dan tetap bertahan dalam
beberapa waktu ke depan.
Diagnosis Banding
Tabel diferensial diagnosis eksoforia dekompensata dengan eksoforia intermitten
Diagnostic feature
Exophoria
Intermittent exotropia
Awareness of deviation
Unaware
Asthenopia
Exotropia
Symptomatic BSV
Stability
Suppression
None or minimal
Retinal correspondence
Normal
Response to treatment
Motor problem
Poor
Terapi non-bedah yang sering direkomendasikan adalah koreksi refraksi dan terapi amblyopia.
Terapi bedah
Resesi otot rektus lateral bilateral merupakan prosedur bedah yang paling sering diterapkan
untuk tiga tipe klasik eksotropia intermitten.
Bila deviasi lebih besar pada penglihatan jauh, dianjurkan resesi otot rektuslateralis bilateral.
Jika deviasi lebih besar pada penglihatan dekat, maka reseksi otot rektus medial dan resesi otot
rektus lateral ipsilateral dianjurkan.
Pada deviasi lebih besar (<60 PD), mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau lebih otot
horizontal lainnya
BAB III
KESIMPULAN
1.
Eksotropia intermitten adalah suatu keadaan dimana kornea menyimpang kearah temporal
(divergen) dan fovea menyimpang kearah nasal yang sering dan tersembunyi tanpa
memerlukan suatu keadaan patologis yang kadang bersifat laten, kadang bermanifestasi.
2.
Eksotropia intermitten sering tidak terdeteksi pada anak dan cenderung menjadi awal
terjadinya eksotropia yang menetap karena tidak diterapi.
3.
Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang menderita demam dan flu, atau
saat melamun. Pasien dewasa sering muncul deviasinya setelah meminum minuman
beralkohol sedative. Tanda eksotropia intermitten meliputi penglihatan kabur, astenopia,
kelelahan visual, dan kadang disertai diplopia pada anak-anak yang lebih tua dan pada
dewasa. Tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.
4.
5.
Terapi non bedah diindikasikan pada kondisi yang masih baik dan pada anak usia lebih kecil
dari 4 tahun. Operasi diindikasikan pada kasus yang lebih parah dan mengarah ke eksotropia
konstan.
DAFTAR PUSTAKA
West CE, Asbury T. Strabismus. Dalam: Vaugan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta: EGC, 2009; pp:230-49.
Billson F. Concepts in Strabismus. Dalam: Lightman S. Fundamental of Clinical Ophtalmology: Strabismus. London: BMJ Books, 2003;
pp; 3-6.
Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan penglihatan pada anak. Dalam: The 4th Sumatera
Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006.
American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Section 6. Singapore: American Academy of
Ophtalmology, 2011.
TERIMAKASIH