You are on page 1of 38

Eksotropia Intermitten

Oleh :
Al Anshari, S.Ked 1010311022
Yestria Elfatma 1010313114
Preseptor :
dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penglihatan normal

Menggunnakan dua
mata (binokular)

Bayangan tepat
jatuh pada masing2
fovea (fiksasi fovea)
yang difusikan oleh
otak dan kortek
penglihatan

Menjadi satu
bayangan

Berkembang sejak lahir dan berakhir pada usia 8-10 tahun


Posisi ideal mata yang sejajar pada penglihatan binokular
disebut orthoforia.

tidak normalnya penglihatan binokuler atau anomali kontrol


neuromuskuler gerakan okuler

STRABISMUS

Deviasi dimana kornea menyimpang kearah temporal (divergen)


fovea menyimpang kearah nasal disebut eksodeviasi (strabismus divergen),
deviasi sebaliknya disebut esodeviasi (strabismus konvergen).
Eksodeviasi

merupakan kelainan yang sering dan tersembunyi tanpa


memerlukan suatu keadaan patologis. Hampir 70% anak baru lahir memiliki
eksodeviasi transien yang membaik pada usia 2-4 bulan setelah lahir.

Eksodeviasi transien

eksoforia.

Eksodeviasi yang paling sering adalah eksotropia intermitten, hampir


mencapai 90% dari keseluruhan eksodeviasi

Eksotropia

intermitten sering tidak terdeteksi pada anak dan cenderung


menjadi awal terjadinya eksotropia yang menetap karena tidak diterapi

Batasan Masalah
Refrat ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, faktor resiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis eksotropia intermitten.
Tujuan Penulisan
Penulisan refrat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
tentang eksotropia intermitten.
Metode Penulisan
Refrat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Bola Mata dan Otot Penggerak Bola


Mata
Otot-otot penggerak bola mata terdiri atas 6 otot, yaitu :
A. 4 otot rektus

Rektus medial.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan berinsersi 5 mm di belakang limbus.
Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek. Otot ini
menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).

Rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optic dan
insersinya 7 mm dari limbus pada sklera. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan fungsi
menggerakkan mata terutama abduksi.

Rektus inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola
mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus bagian bawah, pada persilangan
dengan oblik inferior diikat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh N.III.
Fungsi menggerakkan mata depresi (gerak primer).

Rektus superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior Otot ini
berinsersi 7 mm di belakang limbus sebelah atas dan dipersarafi cabang superior N.III.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral, aduksi
terutama bila tidak melihat ke lateral, dan insiklotorsi.

B. 2 obliqus

Obliquus superior

Merupakan otot mata terpanjang dan tertipis. Otot ini berfungsi menggerakkan bola mata
untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.

Obliquus inferior
Obliquus inferior berfungsi untuk menggerakkan mata ke atas, abduksi dan eksiklotorsi.

Tabel 1. Fungsi otot mata

Tabel 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap

Gambar 1. Otot Ekstraokular

Fisiologi otot penggerak bola mata7,8


Otot penggerak bola mata mempertahankan agar mata selalu bergerak secara
teratur, untuk mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga
bayangan benda yang menjadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea
sentralis.

Mata

normal mempunyai penglihatan binokuler yaitu membentuk bayangan


tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata melalui fusi dipusat
penglihatan.

Syarat terjadi penglihatan binokuler normal :


Tajam penglihatan pada kedua mata sudah dikoreksi anomalinya tidak terlalu berbeda dan
tidak terdapat anisokoria.

Otot-otot penggerak kedua mata seluruhnya dapat bekerjasama dengan baik, yakni dapat
menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda yang
menjadi pusat perhatian.

Susunan

saraf pusat baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang dating dari kedua
retina menjadi satu bayangan tunggal.

Bayi yang baru lahir, faal penglihatannya belum normal, visus hanya dapat
mebedakan yang terang dan yang gelap saja.

Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal.


Bersamaan dengan berkembangnya visus, berkembang

pula penglihatan
binokularnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik, dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya
sanggup memfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri
maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.

Gangguan gerakan bola mata terjadi akibat terdapat

satu atau lebih otot


mata yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka terjadi
gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang
menjadi mata strabismus.

Mekanisme Fusi
Fusi

adalah penyatuan eksitasi visual dari bayangan


berkorespondensi menjadi suatu persepsi visual tunggal.

retina

yang

Fusi terjadi bagi bayangan di dalam area Panum dan merupakan suatu refleks
sensorimotor otomatis

Persepsi bayangan di luar area Panum menyebabkan diplopia fisiologik, yang


dapat secara sadar diabaikan (supresi fisiologik).

Fusi mempunyai 2 komponen yaitu:

Fusi sensoris, proses penyatuan bayangan dari tiap mata ke dalam gambaran stereopsis
binokular tunggal. Fusi ini terjadi ketika serabut saraf optik dari retina nasal menyilang di
khiasma untuk menyatu dengan serabut saraf retina temporal yang tak menyilang dari
mata lainnya. Bersama dengan neuron-neuron diarea asosiasi visual pada otak,
menghasilkan penglihatan binokular tunggal dengan penglihatan stereopsis.
Fusi motoris, suatu mekanisme yang memungkinkan pengaturan halus dari posisi mata
untuk mempertahankan kesejajaran bola mata sehinga fusi sensoris dapat dipertahankan.

Definisi eksotropia dan klasifikasi

Eksotropia adalah suatu penyimpangan yang bermanifestasi sumbu penglihatan


dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral dan
tidak disertai dengan adanya control fusi yang baik.

Eksotropia diklasifikasikan menjadi :


A. Eksotropia Infantil
Suatu penyimpangan sumbu penglihatan kearah lateral yang dimulai
selama 6 bulan pertama kehidupan

B. Eksotropia yang didapat


Terjadi setelah seseorang berusia lebih dari 6 bulan. Terbagi menjadi:
Eksotropia intermitten
Eksotropia intermitten merupakan strabismus divergen yang
kadang bersifat laten, kadang bermanifestasi.
Secara deskriptif diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok :
Basic Exotropia
Divergence Excess, True Divergence Excess
Convergence Insufficiensi
Eksotropia akut
Terjadi ketika strabismus divergen berkembang tiba-tiba pada pasien
yang lebih tua yang sebelumnya memiliki penglihatan binokular
normal.
Eksotropia mekanik
Terjadi akibat adanya pembatasan secara mekanis seperti fibrosis dari
jaringan otot, miopati tiroid atau obstruksi otot ekstraokular seperti
adanya fraktur orbita.

C. Secondary exotropia
Dihasilkan dari deficit sensoris primer atau terjadi sebagai hasil dari
beberapa bentuk pengobatan untuk esotropia.
Eksotropia sensoris
Disebabkan karena defisit sensoris (anisometropia yang tidak
dikoreksi, katarak unilateral, atau gangguan penglihatan unilateral
lainnya)
Eksotropia konstan
Dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu
eksotropia intermitten berkembang menjadi eksotropia konstan.
D. Mikroeksotropia

Epidemiologi eksotropia
EKSOTROPIA
Eksotropia lebih

jarang dijumpai dibandingkan esotropia, terutama pada


masa bayi dan anak.

Insidennya meningkat secara bertahap seiring dengan usia.


Tidak jarang strabismus divergen berawal dari suatu

eksoforia yang
berkembang menjadi eksitropia intermitten dan akhirnya menjadi eksotropia
yang menetap apabila dilakukan terapi.

Eksoforia dan eksotropia diwariskan secara autosomal dominan, salah satu


atau kedua orangtua dari seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan
eksotropia atau eksoforia derajat tinggi.

EKSOTROPIA INTERMITTEN
Eksotropia intermitten merupakan

penyebab lebih dari 50% dari kasus

eksotropia keseluruhan.

Dengan

proporsi penyebab yang sama baik karena kelebihan divergensi


ataupun kelemahan kovergensi.

Eksotropia

intermitten biasanya terjadi antara usia 1 dan 4 tahun, tetapi


dalam praktiknya semua kasus sudah muncul pada usia 5 tahun.

Di Amerika Serikat, eksotropia intermitten terjadi sekitar 1% pada anak usia 7


tahun.

Patofisiologi serta manifestasi klinis eksotropia


intermitten
Eksotropia

intermitten merupakan kelanjutan dari eksoforia dan selanjutnya


menjadi eksotropia konstan. Faktor-faktor yang membantu perubahan ini yaitu
:

Supresi hemiretinal bilateral


Teori ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mensupresi temporal vision menyebabkan
terjadi divergen.

Teori lain mengemukakan bahwa kelainan ini disebabkan karena innervasional imbalance
hubungan bolak balik yang kacau antara mekanisme konvergen dan divergen.

Menurunnya

tonik kovergen dengan bertambahnya usia, dan hilangnya kekuatan


akomodatif, serta terjadinya divergen orbita secara gradual pada perkembangan anak
sehingga menyebabkan rusaknya fusi konvergen pada pasien intermitten eksotropia

Faktor perubahan mekanis dan anatomis seperti orientasi, bentuk dan besar bola mata,
volume dan kepadatan dari jaringan retrobulber serta fungsi otot mata yang
dipengaruhi oleh nsersi, panjang, elastistisitas, susunan anatomis dan structural serta
kondisi dari fasia dan ligament dari orbita juga diduga merupakan faktor penyebab
bersama dengan faktor inervasional dan mekanikal.

Faktor keturunan
Eksoforia dan eksotropia diwariskan secara autosomal dominan.

Berbeda

dengan eksoforia murni yang timbul bila fusi diganggu, pada


eksotropia intermitten deviasi bisa terjadi secara spontan.

Pada fase foria mata akan lurus dengan fusi yang baik dan stereoskopik yang
normal. Pada fase tropia mula-mula timbul diplopia dan sering terjadi
adaptasi kortikal berupa supresi dan korespodensi retina yang abnormal dan
amblopia terutama pada anak usia dibawah 10 tahun.

Deviasi yang terjadi pada fase tropia ini akibat fusi yang jelek yang timbul
karena lelah, melamun, dan pada orangtua sering muncul akibat minum
alkohol atau meminum obat penenang

Pemeriksaan strabismus dan temuan klinis


eksotropia intermitten
Anamnesis Riwayat Strabismus
Riwayat keluarga
Usia onset
Jenis onset
Jenis deviasi
Fiksasi
Riwayat pengobatan
Riwayat gangguan tiroid dan
neurologi

Semakin dini onsetnya semakin buruk prognosisnya


awitan perlahan, mendadak, atau intermitten
semua arah, lebih parah menatap ke arah
tertentu, posisi primer melihat jauh dan dekat
terusmenyimpang atau ada berpindah-pindah

Pemeriksaan Strabismus

Inspeksi

Pemeriksaan
Ketajaman
Penglihatan

Untuk menentukan strabismusnya konstan atau hilang timbul


(intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap
(nonalternan),dan berubah-ubah (variabel) atau tetap
(konstan).
Perhatikan ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal.
Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersamasama.
untuk membandingkan tajam penglihatan kedua mata
uji titik (dot test) : anak disuruh menaruhkan jari-jarinya
pada sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi.
uji gambar-gambar kecil (kartu Allen)
permainan E (E-game)
metode melihat apa yang disukai anak (preferential
looking method)

Pemeriksaan
Kelainan
Refraksi

Pemeriksaan
penjajaran
okular

Memeriksa kelainan refraksi objektif dengan retinoskop


memakai sikloplegik.

1. Uji tutup (cover test) dan prisma.


Terdapat 4 bagian pemeriksaan uji tutup:
a. Cover test/uji tutup
Pemeriksa mengamati satu mata, didepan
mata pasien yang lain diletakkan penutup
untuk menghalangi pandangan pada
sasaran.
Dasar yang digunakan pada pemeriksaan
ini adalah mata yang heterotropia akan
terus menerus berusaha untuk fiksasi
dengan matanya yang dominan.

b. Cover-uncover test/uji tutup buka


Sewaktu penutup diangkat setelah uji
tutup, dilakukan pengamatan pada mata
yang sebelumnya tertutup tersebut.
Apabila posisi mata tersebut berubah,
terjadi interupsi penglihatan binokular
yang menyebabkan berdeviasi dan
terdapat heterotropia.
Uji tutup/buka penutup dilakukan pada
setiap mata.
c. Uji tutup bergantian
Penutup diletakkan berselang-seling di
depan mata yang pertama dan kemudian
pada mata lain. Uji ini memperlihatkan
deviasi total (heterotropia ditambah
heteroforia apabila juga ada.

d. Uji tutup bergantian plus prisma


Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif,
diletakkan prisma dengan kekuatan yang
semakin tinggi di depan satu atau kedua
mata sampai terjadi netralisasi gerakan
mata pada uji tutup bergantian.

2. Uji refleks cahaya kornea Uji refleks cahaya kornea


Berguna dalam menilai penjajaran okular pada
pasien yang tidak kooperatif dalam uji tutup atau
memiliki kesulitan dalam melakukan fiksasi.
Terdapat 3 metode dalam melakukan uji refleks
kornea, yaitu :
Hirschberg test,
untuk menilai derajat pengguliran bola mata
abnormal dengan melihat refleks sinar pada
kornea
Krimsky test,
Bruckner test.

3. Sudut Kappa
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah esotropia
atau eksotropia yang kecil disebabkan kelainan
fisiologik mata
4. Dissimilar Image Test (uji gambar berbeda)
Terdapat 3 metode yang paling sering dipakai, yaitu :
Maddox rod,
Doubel Maddox,
Red glass test (uji filter merah).

Pemeriksaan
gerakan
mata
(Motorik)

1. Near Point Convergence (NPC)


Test ini bertujuan untuk mengukur titik terdekat
yang masih dapat diperhatikan dengan konvergensi
kedua mata, bila kedua mata melihat objek bersamasama.
Konvergensi hanya dapat dipertahankan selama
masih dapat melihat tunggal (single binokular vision)
2. Accomodative Convergence/ Accomodative Ratio
(AC/A)
Test ini dilakukan untuk menilai hubungan antara
konvergensi yang terjadi akibat akomodasi.
Setiap terjadi perubahan akomodasi akan
mengakibatkan perubahan posisi bola mata.
3. Uji posisi otot mata luar
Tes ini bertujuan untuk mengetahui fungsi otot
penggerak mata.

Pemeriksaan
sensorik

1. Pemeriksaan stereopsis
2. Pemeriksaan supresi
3. Potensial Fusi
4. Uji kelainan korespondensi retina
5. Uji kaca beralur Bagolini

Temuan klinis pada eksotropia intermitten


Gambaran Klinis

manifest pertama terlihat pada fiksasi jauh, kemudian pasien melakukan fusi pada
penglihatan dekat untuk mengatasi eksotropia sudut sedang atau besar.
Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang menderita demam dan flu,
atau saat melamun. Pasien dewasa sering muncul deviasinya setelah meminum minuman
beralkohol sedative
Tanda eksotropia intermitten meliputi

penglihatan kabur,
astenopia,
kelelahan visual,
kadang disertai diplopia pada anak-anak yang lebih tua dan pada dewasa.
fotofobia.
Tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.

Riwayat Alamiah

Von

Noorden menemukan 75% dari 51 pasien yang tidak diterapi dan


dimonitoring selama 3.5 tahun menunjukkan progresifitas dimana 9%
memburuk, 16% membaik.

penelitian Hiles et al pada 48 pasien yang diamati selama 11 tahun, 2 orang


menjadi eksotropia konstan

Evaluasi Klinis

Secara kualitatif dapat dikelompokkan menjadi:

Good control: manifestasinya hanya setelah cover test, pasien memperbaikinya dengan
fusi tanpa mengedip atau fiksasi ulang.
Fair control: manifestasi eksotropia terjadi setelah fusi diganggu dengan cover test dan
pasien memulai fusi kembali setelah mengedip atau fiksasi ulang.
Poor control: eksotropia bermanifestasi secara spontan dan tetap bertahan dalam
beberapa waktu ke depan.

Diagnosis dan diagnosis banding eksotropia


intermitten
Diagnosis :
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan yang memenuhi
kriteria eksotropia intermitten seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Diagnosis Banding
Tabel diferensial diagnosis eksoforia dekompensata dengan eksoforia intermitten
Diagnostic feature

Exophoria

Intermittent exotropia

Awareness of deviation

Aware when BSV lost

Unaware

Reason for attendance

Asthenopia

Exotropia

Binocular single vision

Symptomatic BSV

Asymptomatic BSV when XT controlled

Stability

Stable throughout life

XT can increase with age

Suppression

None or minimal

Dense and widespread

Retinal correspondence

Normal

Normal, abnormal or no correspondence when manifest

Prism fusion amplitude

Reliable measurements obtained.

Often unreliable or not repeatable

Management directed to:

Positive amplitude defective

Sensory and motor problem

Response to treatment

Motor problem

Poor

Terapi dan penatalaksanaan eksotropia


intermitten
Terapi non-bedah

Terapi non-bedah yang sering direkomendasikan adalah koreksi refraksi dan terapi amblyopia.

Terapi bedah

Terapi bedah diindikasikan jika terdapat progresi ke arah eksotropia konstan.


Pilihan prosedur tergantung pada pengukuran deviasi.

Resesi otot rektus lateral bilateral merupakan prosedur bedah yang paling sering diterapkan
untuk tiga tipe klasik eksotropia intermitten.
Bila deviasi lebih besar pada penglihatan jauh, dianjurkan resesi otot rektuslateralis bilateral.
Jika deviasi lebih besar pada penglihatan dekat, maka reseksi otot rektus medial dan resesi otot
rektus lateral ipsilateral dianjurkan.
Pada deviasi lebih besar (<60 PD), mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau lebih otot
horizontal lainnya

Prognosis eksotropia intermitten


Prognosis perbaikan penglihatan binokular tunggal (BSV) seharusnya bagus
karena strabismusnya bersifat intermitten, sering dengan kenvergensi yang
terpantau baik dan amplitudo fusi yang benar

BAB III
KESIMPULAN

1.

Eksotropia intermitten adalah suatu keadaan dimana kornea menyimpang kearah temporal
(divergen) dan fovea menyimpang kearah nasal yang sering dan tersembunyi tanpa
memerlukan suatu keadaan patologis yang kadang bersifat laten, kadang bermanifestasi.

2.

Eksotropia intermitten sering tidak terdeteksi pada anak dan cenderung menjadi awal
terjadinya eksotropia yang menetap karena tidak diterapi.

3.

Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang menderita demam dan flu, atau
saat melamun. Pasien dewasa sering muncul deviasinya setelah meminum minuman
beralkohol sedative. Tanda eksotropia intermitten meliputi penglihatan kabur, astenopia,
kelelahan visual, dan kadang disertai diplopia pada anak-anak yang lebih tua dan pada
dewasa. Tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.

4.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis lengkap dilanjutkan dengan pemeriksaan


secara subjektif dan objektif.

5.

Terapi non bedah diindikasikan pada kondisi yang masih baik dan pada anak usia lebih kecil
dari 4 tahun. Operasi diindikasikan pada kasus yang lebih parah dan mengarah ke eksotropia
konstan.

DAFTAR PUSTAKA

West CE, Asbury T. Strabismus. Dalam: Vaugan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta: EGC, 2009; pp:230-49.
Billson F. Concepts in Strabismus. Dalam: Lightman S. Fundamental of Clinical Ophtalmology: Strabismus. London: BMJ Books, 2003;
pp; 3-6.
Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan penglihatan pada anak. Dalam: The 4th Sumatera
Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006.
American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Section 6. Singapore: American Academy of
Ophtalmology, 2011.

Ilyas S. Strabismus. Dalam: Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta, 2004: 227-58

Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file: http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm


Riordan P, Whitcher JP. Anatomi & Embriologi Mata dalam: Vaugan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 17, Jakarta: EGC. 2007; pp; 127.
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Sensory Physiology and Pathology. In: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology; 2011. p. 39-46
Robert P, Martin S, Susan A. Strabismus: Esotropia and Exotropia. In : Optometric Clinical Practice Guideline. USA: American
Optometric Assosiation, 2011. p. 8-10.
Wright, Kenneth W, Strabismus dalam: Handbook of Pediatric Strabismus and Amblyopia. Springer, 2006
Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2003.
Ansons AM, Davis H. Exotropia. Dalam Diagnosis dan Management of Ocular Motility Disorders. Sheffield: Blackwell Science, 2001;
pp; 260-84.

TERIMAKASIH

You might also like