You are on page 1of 17

STUDI PENGAMATAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS

SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN PERAIRAN DI AREA


INDUSTRI, HILIR SUNGAI MUSI, KABUPATEN BANYUASIN,
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Benny Cassmana*) dan Ratna Suharti**)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kondisi perairan dan komunitas makrozoobentos di hilir
Sungai Musi tepatnya di perairan sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP, Sumatera Selatan.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2014 di 6 (enam) stasiun, pengambilan
sampel dilakukan sebanyak dua kali dengan interval sebulan sekali. Parameter yang diukur
adalah suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, pH, DO, nitrat, phosfat, BOD, dan
makrozoobenthos. Kualitas air sungai ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman ShannonWiener (H) dan parameter fisika kimia yang telah diukur. Berdasarkan hasil pengamatan
secara keseluruhan terdapat 10 jenis makrozoobenthos yang ditemukan. Makrozoobenthos yang
mendominasi pada perairan ini adalah dari jenis Tubifex sp. dan Limnodrilus sp. yang ditemukan
diseluruh stasiun. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H), perairan hilir
sungai musi sekitar PT. Pertamina dan PT. Sap termasuk dalam perairan tercemar berat
tercemar sedang, hal ini dilihat dari indeks keanekaragaman disemua stasiun yang berkisar antara
0,6 1,4. Selain itu melimpahnya makrozoobenthos dari kelas Oligochaeta yang mendominasi di
seluruh stasiun menunjukkan bahwa perairan tersebut telah tercemar. Oligochaeta merupakan
makrozoobenthos yang memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap bahan pencemar sehingga
sering dijadikan sebagai bioindikator pencemaran perairan. Ditinjau dari segi parameter fisika
kimia karakteristik perairan di hilir Sungai Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP
adalah kecepatan arusnya relatif lambat, kadar oksigennya rendah, BODnya rendah,
kecerahannya rendah dan memiliki kandungan bahan organic yang cukup tinggi. Namun
demikian, perairan hilir sungai musi khususnya perairan di sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP
masih mampu untuk mendukung kehidupan organisme akuatik khususnya makrozoobenthos
walaupun kualitas perairannya buruk.
Kata kunci : Makrozoobenthos, hilir Sungai Musi, pencemaran, kualitas perairan

PENDAHULUAN
Sungai Musi dengan panjang lebih kurang 700 km merupakan sungai terbesar di
Sumatera Bagian Selatan yang melewati dua propinsi. Sungai ini berasal dari pegunungan Bukit
Barisan, Propinsi Bengkulu, mengalir menuju muara ke Selat Bangka, Propinsi Sumatera
Selatan, setelah melewati daerah Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi
Banyuasin, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kotamadya Palembang. Oleh karenanya Sungai
Musi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, transportasi, irigasi
dan perikanan. Bahkan banyak perusahaan perusahaan besar yang melakukan kegiatan industri
di sekitar Sungai Musi. Akibat adanya aktivitas tersebut banyak limbah yang dibuang ke badan
perairan, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairannya. Hal ini juga
dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan
organisme air. Menurut Suriawira (1999) dalam Simamora (2009), berubahnya kualitas suatu
perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan.
Salah satu biota air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan,
hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang adalah makrozoobenthos (Payne, 1996 dalam
Simamora, 2009). Makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat,
ukurannya besar sehingga mudah untuk diidentifikasi dan habitatnya di dalam dan di dasar
perairan (Odun, 1994 dalam Simamora, 2009). Dengan sifat demikian, perubahan kualitas air
substrat hidupnya sangatlah mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos.
Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan aktivitas dan
sensitivitas terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobenthos terhadap
lingkungan adalah berbeda beda (Wilhm, 1975 dalam Simamora, 2009). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di hilir Sungai Musi, untuk
mengetahui pengaruh parameter fisika kimia pada kehidupan makrozoobenthos, dan untuk
mengetahui kondisi perairan di hilir Sungai Musi khususnya sekitar perairan PT. Pertamina dan
PT. SAP.

METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 17 April sampai 15 Juni 2014. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di hilir Sungai Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP, kecamatan
Mariana, kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan dan analisis dilakukan di laboratorium Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Penentuan titik stasiun
Pengambilan titik stasiun ditentukan secara purposive berdasarkan perbedaan kondisi
sekitar yang bisa dianggap mewakili kondisi perairan di sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP.
Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu :
1.Bulan April 2014, saat perairan sedang pasang
2.Bulan Mei 2014, saat perairan sedang surut
Sampling dilakukan pada 6 stasiun yaitu :
1. Stasiun 1 : Koordinat 02059. 403S, 104049. 161E, 500 m sebelum PT. Pertamina
dengan kondisi di sekitar stasiun 1 terdapat banyak rumah penduduk.
2. Stasiun 2 : Koordinat 02059.546S, 104050.212E, stasiun 2 terletak di tempat
pembuangan limbah pabrik PT. Pertamina tepatnya di muara sungai ogan.
3 .Stasiun 3 : Koordinat 02058.830S, 10409.452E, 800 m setelah PT. Pertamina
dengan kondisi di sekitar stasiun 3 dekat dengan sawah yang dimiliki oleh warga
sekitar.
4. Stasiun 4 : Koordinat 02058.492S, 104051.850E, 600 m sebelum PT. SAP dengan
kondisi di sekitar stasiun 4 dekat dengan rumah sakit dan banyak pemukiman
penduduk.
5. Stasiun 5 : Koordinat 02057.435S, 104052.822E, stasiun 5 terletak di depan pabrik
PT. SAP.
6. Stasiun 6 : Koordinat 02057.299S, 104052.956E, 400m setelah PT. SAP dengan
kondisi di sekitar stasiun 6 terdapat pemukiman penduduk.

Pengambilan sampel benthos


Pengambilan sampel benthos dilakukan dengan cara mengambil contoh substrat dasar
perairan dengan menggunakan ekman dredge. Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi
sampling dengan cara acak dengan 4 kali ulangan. Sampel yang telah diambil dikompositkan dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label. Untuk mengawetkan sampel digunakan
larutan formalin 40% yang telah dibubuhi zat warna, yakni rose bengal. Selanjutnya sampel
dibawa ke laboratorium. Di laboratorium hasil sampel di ayak dengan menggunakan saringan
bertingkat dengan mata saring 1,00 mm dan 450 m, kemudian disortir sehingga diperoleh fauna
bentik yang bersih dan kemudian diidentifikasi dan dihitung jumlah jenisnya persampel yang
telah diambil. Untuk bentos jenis Oligochaeta setelah disortir dilanjutkan dengan dipreparasi dan
diberi larutan CMCP10 lalu dipanaskan dengan suhu 700 C selama 2 hari, setelah sedikit
transparan dilanjutkan dengan diidentifikasi dan dihitung jumlah jenisnya persampel yang telah
diambil.
Pengukuran parameter fisika kimia
Pengukuran parameter fisika dan kimia, dilakukan secara langsung pada saat
pengambilan sampel makrozoobentos yaitu : pengukuran suhu, kedalaman, oksigen terlarut,
kecerahan, kecepatan arus, dan pH. Dan yang diukur di laboratorium yaitu : BOD, nitrat, dan
orto-fosfat.
Analisis data
1. Kepadatan makrozoobenthos
Kepadatan adalah jumlah satu jenis individu per satuan luas (m2) (Odum, 1993 dalam
Fachrul, 2006) Rumus kepadatan jenis makro-zoobenthos adalah :

10. 000 x a
Rumus :

K=

bxn

Keterangan: K = Kepadatan makro-zoobenthos (ind/m2)


a

= Jumlah makro-zoobenthos yang dihitung (ind)

= Luas bukaan ekman grab (cm2)

(Nilai 10. 000 merupakan konversi dari cm2 ke m2)


n

= Jumlah ulangan

2. Indeks keanekaragaman (H)


Indeks ini mencerminkan kestabilan suatu komunitas dalam suatu ekosistem yang
erat kaitannya dengan stabilitas kondisi lingkungannya (Koesoebiono, 1987 dalam Fachrul,
2006).
Rumus :

H = - pi ln pi
Keterangan : H = Indeks keanekaragaman
Pi = ni/N
ni = Jumlah masing masing individu dalam jenis ke i
N = Jumlah total individu dalam stasiun ke i

Kisaran nilai indeks keanekaragaman (H)


H < 1.00 = Berarti komunitas dalam kondisi tidak stabil/kestabilan komunitas rendah,
kekayaan spesiesnya rendah, keragaman rendah, dalam artian tekanan ekologinya sangat
kuat/perairan tercemar berat.
1.00 < H< 3.00 = Berarti kestabilan komunitas sedang, kekayaan spesiesnya sedang,
dalam artian tekanan ekologinya sedang/perairan tercemar ringan.
H > 3.00 =

Berarti komunitas dalam kondisi moderat / kestabilan komunitas tinggi,

kekayaan spesiesnya banyak, keragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem/perairan


bersih.
Disamping itu kriteria terhadap analisa keragaman juga dilihat berdasarkan nilai
relatifnya, yaitu dengan cara membandingkan nilai H dengan nilai H yang tertinggi. Nilai
relatif dari keragaman ini dinyatakan dalam persentase (%), dimana jika nilainya di atas 75 %
maka keragaman tinggi.
3. Indeks dominansi (C)
Indeks dominansi suatu jenis oragnisme pada suatu komunitas biota digunakan dengan
rumus di bawah (Simpson, 1949 dalam Odum, 1971 dalam Fachrul, 2006).

rumus :

C = (ni/N)2

Keterangan : C

= Indeks dominansi

ni

= Jumlah individu ke i

= Jumlah total individu

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1,


1.

Bila nilai C mendekati 0, ini berarti dalam suatu komunitas tidak ada salah satu
spesies yang mendominansi, hal ini mencerminkan bahwa komunitas tersebut
adalah stabil yang berarti pula ekosistemnya adalah stabil.

2.

Bila nilai C mendekati 1, menunjukkan adanya dominansi dari spesies tertentu,


komunitas dalam keadaan labil dan terdapat tekanan ekologis pada ekosistem.

4. Indeks keseragaman (E) (indeks Evenness)


Nilai keseragaman menunjukkan komposisi individu tiap spesies yang terdapat
dalam suatu komunitas dilihat dari keseragaman jenisnya. Keseragaman jenis dapat dihitung
dengan rumus (Prelou, 1966 dalam Odum, 1971 dalam Fachrul, 2006).
Rumus :

E = H/ln s
Keterangan : E

= Indeks keseragaman

H = Indeks keanekaragaman
s

= Jumlah spesies

Kisaran nilai antara 0 dan 1 yang menunjukkan komposisi spesies yang


menyusun suatu komunitas perairan tertentu.
1. Bila nilai indeks E mendekati 0, menunjukkan bahwa spesies penyusun suatu
komunitas tidak banyak ragamnya dan menunjukkan adanya tekanan ekologi
terhadap ekosistem tersebut.
2. Bila nilai indeks E mendekati 1, menunjukkan bahwa komunitas terdiri dari beberapa
populasi dengan jumlah yang tak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan tidak terjadi
tekanan ekologis pada suatu ekosistem.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Komposisi makrozoobenthos
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di 6 stasiun di Perairan sekitar PT.
Pertamina dan PT. SAP pada bulan April Mei 2014, secara keseluruhan terdapat 10 jenis yang
termasuk dalam 5 kelas dan 3 filum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Jenis jenis makrozoobenthos yang ditemukan
No
1

Taksa
Filum
Annelida

Class
Family
Oligochaeta Tubifidae

Bivalvia
Gastropoda
Arthropoda Crustacea

Tubifex sp.
Limnodrilus sp.
Lumbriculidae Lumbriculus sp.
Naididae
Dero sp.
Nephtydae
Nephty sp.
Nereidae
Nereis sp.
Namalycastis sp.
Corbiculidae
Corbicula sp.
Neritidae
Clithon sp.
Palaemonidae Metapenaeus sp.

Stasiun 1

Stasiun 3

Polychaeta

2
3

Genus

Mollusca

80
60
40
20
0
Stasiun 2

Stasiun 4

Stasiun 5

Tubifex sp.

Limnodrilus sp.

Lumbriculus sp.

Dero sp.

Nephty sp.

Nereis sp.

Namalycastis sp.

Corbicula sp.

Clithon sp.

Metapenaeus sp.

Gambar 1. Komposisi Makrozoobenthos bulan April 2014.

Stasiun 6

80
60
40
20
0
Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Stasiun 5

Tubifex sp.

Limnodrilus sp.

Lumbriculus sp.

Dero sp.

Nephty sp.

Nereis sp.

Namalycastis sp.

Corbicula sp.

Clithon sp.

Metapenaeus sp.

Stasiun 6

Gambar 2. Komposisi Makrozoobenthos bulan Mei 2014.


Kedua gambar di atas menunjukkan bahwa persentase komposisi jenis pada bulan april
yang paling dominan dan melimpah, yang sering ditemukan adalah dari kelas Oligochaeta yaitu
jenis Tubifex sp. dan Limnodrilus sp. yang dapat ditemukan diseluruh stasiun, dimana
persentase kepadatan relatifnya diseluruh stasiun mencapai 60,3% untuk jenis Tubifex sp. dan
34,4% untuk jenis Limnodrilus s sp. Jenis lain yang sering ditemukan juga yakni Corbicula sp.
yang dapat ditemukan pada seluruh stasiun kecuali stasiun 2, lalu jenis Namalycastis yang
ditemukan di 3 stasiun, kemudian diikuti jenis Nephtys sp. yang ditemukan di 2 stasiun, dan
jenis Lumbriculus sp., Dero sp., dan Nereis sp. yang hanya ditemukan di 1 stasiun.
Pada Bulan Mei 2014 persentase jenis Tubifex sp. dan Limnodrilus sp. masih merupakan
komposisi jenis yang paling dominan dan melimpah dimana rata rata persentase kepadatan
relatifnya sebesar 60,2% dari jenis Tubifex sp. dan 31,4% untuk jenis Limnodrilus sp. dari
seluruh stasiun. Selain itu jenis lain yang sering ditemukan adalah dari jenis Corbicula sp. dan
Namalycastis sp. yang ditemukan di 4 stasiun. Kemudian diikuti oleh jenis Nephtys sp. yang
ditemukan di 3 stasiun, dilanjutkan oleh jenis Nereis sp., Dero sp. dan Metapenaeus sp. yang
ditemukan di 2 stasiun, dan jenis Lumbriculus sp. dan Clithon sp. yang ditemukan hanya 1
stasiun. Dari kedua pengamatan yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2014, Jenis Tubifex
sp. dan Limnodrilus sp. Dari kelas Oligochaeta yang mendominasi di seluruh stasiun. Hal ini
juga sesuai dengan hasil penelitian dari Setiawan (2008) yang mengatakan bahwa komposisi

makrozoobenthos di daerah hilir Sungai Musi didominasi oleh jenis Tubifex sp. dari kelas
Oligochaeta.
Tabel 1. Kepadatan makrozoobenthos masing masing stasiun pada bulan April 2014.
Kepadatan (Ind/m2)

Jenis
S. 1

S. 2

S.3

S.4

S.5

S.6

Tubifex sp.

67

2400

733

122

1411

1644

Limnodrilus sp.

378

1233

700

167

511

644

Lumbriculus sp.

22

Dero sp.

11

Nephty sp.

189

22

Nereis sp.

44

Namalycastis sp.

22

11

Corbicula sp.

33

22

11

22

33

Clithon sp.

Metapenaeus sp.

Total

689

3633

1456

322

1978

2378

Tabel 2. Kepadatan makrozoobenthos masing masing stasiun pada bulan Mei 2014
Kepadatan (Ind/m2)

Jenis
S. 1

S. 2

S.3

S.4

S.5

S.6

Tubifex sp.

111

2100

2100

122

1033

1344

Limnodrilus sp.

300

1033

1033

56

600

400

Lumbriculus sp.

44

Dero sp.

11

111

Nephty sp.

56

67

22

Nereis sp.

56

44

Namalycastis sp.

44

89

11

Corbicula sp.

22

33

22

Clithon sp.

11

Metapenaeus sp.

11

11

Total

544

3133

3133

300

1833

1956

Secara keseluruhan kepadatan jenis makrozoobenthos berkisar antara 300 ind/m2 3633
ind/m2, selama 2 kali pengambilan sampel pada bulan April dan Mei 2014 kepadatan jenis
makrozoobenthos tertinggi terdapat pada stasiun 2, 5, dan 6. Stasiun 2 mewakili pabrik industri
minyak bumi PT. Pertamina, stasiun 5 mewakili pabrik industri minyak kelapa sawit PT. SAP
dan stasiun 6 mewakili pemukiman padat penduduk. Dengan adanya hubungan dengan kondisi
lingkungan di stasiun yang mendapat pengaruh antropogenik berupa masukan limbah dan
bahan organik maka akan menimbulkan kondisi lingkungan yang tercemar kemudian diikuti
tingginya jumlah makrozoobenthos yang toleran terhadap bahan pencemar (Setiawan, 2008).
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jenis Tubifex sp. dan Limnodrilus sp. yang
mendominasi di semua stasiun, sebagaimana diketahui bahwa kelas Oligochaeta seperti Tubifex
sp., Limnodrilus sp., Aulodrilus sp. merupakan jenis yang mempunyai tingkat toleran yang
tinggi terhadap pencemar terutama bahan organik yang tinggi dan tahan pada kandungan
oksigen yang rendah, hal ini menggambarkan bahwa adanya pencemaran bahan organik yang
ada di daerah tersebut walaupun kadar oksigen terlarutnya masih mendukung kehidupan
makrozoobenthos, sehingga kepadatannya cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Indeks Komunitas Ekologi
Tabel 3. Nilai indeks komunitas ekologi pada bulan April dan Mei 2014

Stasiun
1
2
3
4
5
6

Indeks
Keanekaragaman
April
Mei
1,2
1,0
0,6
0,6
0,9
0,7
1,0
1,4
0,7
1,1
0,8
1,0

Indek Keseragaman
April
Mei
0,7
0,6
0,9
0,9
0,6
0,5
0,7
0,9
0,4
0,6
0,5
0,5

Indeks Dominansi
April
Mei
0,4
0,4
0,6
0,6
0,6
0,5
0,4
0,3
0,6
0,4
0,6
0,5

Secara keseluruhan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada bulan April 2014 Mei
2014 dapat dilihat dari indeks keanekaragamannya cenderung rendah yakni berkisar antara 0,6
sampai 1,4. pengamatan pertama Indeks keanekaragaman terendah ada pada stasiun 2 yakni

sebesar 0,6. Rendahnya indeks keanekaragaman ini disebabkan melimpahnya jumlah dari
genus Tubifex sp., Sehingga menyebabkan penyebaran jumlah dari individu spesies lain tidak
merata. Odum (1994) dalam Simamora (2009), menyatakan keanekaragaman jenis dipengaruhi
oleh pembagian atau penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas
walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka
keanekaragaman jenis dinilai rendah. Brower et. al (1990) dalam Simamora (2009) menyatakan
bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila
terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing masing spesies relatif merata.
Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) bisa digunakan sebagai sebagai
indikator untuk mengetahui pencemaran disuatu perairan. Menurut Lee, dkk. (1975) dalam
Fachrul (2007) menyatakan tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman ShannonWiener sebagai berikut :
Tabel 4. Tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H)

No.

Indeks Keanekaragaman

Tingkat Pencemaran

1.

> 2,0

Tidak tercemar

2.

2,0 1,5

Tercemar ringan

3.

1,5 1,0

Tercemar Sedang

4.

< 1,0

Tercemar berat

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diperoleh bahwa pada pengamatan 1 stasiun 2, 3, 5,
dan 6 termasuk dalam kategori tercemar berat sedangkan pada stasiun 1 dan 4 termasuk dalam
kategori tercemar sedang. Sedangkan pada pengamatan yang ke 2 stasiun 1, 4, 5, dan 6
termasuk dalam kategori tercemar sedang dan stasiun 2 dan 3 termasuk dalam kategori
tercemar berat. Walaupun begitu jika dilihat dari hasil pengamatan parameter fisika kimia di
perairan sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP, dapat dikatakan bahwa perairan tersebut masih
dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos meskipun hanya jenis jenis yang toleran dan
fakultatif saja yang mampu hidup di perairan tersebut.
Namun baik buruknya kondisi suatu perairan tidak dapat hanya dilihat dari

faktor

biologisnya tetapi bisa juga dipengaruhi faktor lain. Menurut Odum (1971) dalam Setiawan

(2008), mengatakan bahwa penilaian tercemar tidaknya suatu ekosistem tidak sedemikian
mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem
yang stabil dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar dapat saja
memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi
yang terdapat pada perairan tersebut.
Paramater lingkungan perairan
Tabel 5. Parameter fisika kimia pada bulan April Mei 2014

Stasiun
Parameter

April

Mei

April

Mei

April

Mei

April

Mei

April

Mei

April

Mei

Suhu (0C)

30,3

29,4

29,8

31,2

31

29,9

30,6

31.2

30,4

29,9

31,7

30,4

Kecerahan (cm)

30

20,5

26

33,5

40

70

21,3

17

22,2

22

22

14

Kedalam (m)

2,2

1,3

3,2

2,2

1,7

0,7

1,4

1,1

1,5

0,8

0,8

0,5

Arus (m/s)

0,1

0,1

0,2

0,3

0,1

0,1

0,1

0,1

0,2

0,1

0,2

0,1

pH

5,5

DO (mg/l)

4,77

4,02

4,58

2,04

3,41

1,57

4,11

3,03

4,25

3,42

4,21

2,8

BOD (mg/l)

3,87

3,86

3,53

1,56

2,89

1,52

3,56

2,68

3,53

2,71

3,55

1,51

Nitrat (mg/l)

0,065

0,24

0,061 0,20

Phosp (mg/l)at

0,032

0,073 0,026 0,044 0,015 0,027 0,024 0,072 0,029 0,064 0,042 0,075

0,045 0,18

0,096 0,23

0,092 0,23

0,051 0,24

Hasil pengamatan parameter fisika kimia diperoleh bahwa suhu di bagian hilir Sungai
Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara
29 31,70C, nilai suhu tersebut menunjukkan keadaan yang tidak berfluktuasi. Hal ini karena
pengamatan dilakukan pada saat siang hari dan cuaca di lokasi sedang cerah. Menurut Welch
(1980) dalam Retnowati (2003) suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah suhu yang
berkisar antara 35 - 400 C. Dengan demikian dari hasil pengamatan bulan April Mei 2014
kisaran suhu selama pengamatan tidak terlalu membahayakan bagi kehidupan makrozoobenthos.
Sedangkan untuk kecerahan yang diukur pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara
14 70. Perbedaan kecerahan di masing masing stasiun dipengaruhi oleh banyak factor seperti
: cahaya, adanya sedimentasi, arus, kedalaman, dan warna air. Kecerahan selama pengamatan

cenderung rendah, hal ini diakibatkan karena pada perairan sekitar area industri sungai musi
telah mengalami sedimentasi yang cukup tinggi. Sehingga dasar perairan menjadi kaya akan
sedimen lumpur dan banyak kapal yang melintas di perairan tersebut yang mengakibatkan
kekeruhan pada perairan cukup tinggi. Selain itu adanya lapisan minyak di permukaan perairan
menyebabkan penyerapan cahaya ke dalam air menjadi terganggu. Hal ini tentunya dapat
mempengaruhi kondisi lingkungan perairan tersebut.
Kedalaman air di daerah litoral sungai musi pada bulan April dan Mei 2014 termasuk
dalam kategori dangkal berkisar antara 0,5 2,2 meter. Kedalaman sangat dipengaruhi oleh
fenomena pasang surut perairan. Kedalaman dapat mempengaruhi kondisi lingkungan di suatu
perairan seperti : suhu, kekeruhan, kecerahan dan lain lain, sehingga akan mempengaruhi
penyebaran dan komposisi makrozoobenthos di perairan tersebut.
Kecepatan arus di bagian hilir Sungai Musi sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP
pada bulan April dan Mei 2014 tergolong sangat lambat yakni berkisar antara 0,1 0,3 m/s.
Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman, dan kelebaran dasarnya
(Odum, 1993 dalam Hutapea, 2007). kecepatan arus dapat mempengaruhi substrat dasar pada
sungai. Perbedaan substrat dasar dapat mempengaruhi komposisi jenis dan penyebaran spesies
dari makrozoobenthos pada perairan tersebut.
Nilai pH pada bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 4 6. Perbedaan pH pada
masing masing stasiun dipengaruhi oleh aktifitas yang ada pada stasiun tersebut. Nilai pH
dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan
adanya ion ion. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Secara
keseluruhan pH yang diamati di perairan hilir Sungai Musi sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP,
masih dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos.
Kadar oksigen terlarut (DO) yang ada di setiap stasiun pada bulan April dan Mei 2014
berkisar antara 1 4,77 mg/l. Kadar DO di dalam perairan dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti : suhu, difusi oksigen udara melalui permukaan air, aliran air, air hujan dan hasil
fotosintesis tumbuhan air pada siang hari. Kadar DO pada perairan dapat menunjukkan kondisi
di suatu perairan.
Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada bulan April dan Mei 2014 berkisar
antara 2,6 3,86 mg/l. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya menunjukkan secara relatif oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan

bahan buangan (Fardiaz, 1992 dalam Setiawan, 2008). Oleh karenanya nilai BOD pada suatu
perairan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi lingkungan pada suatu perairan. Nilai
BOD dengan nilai DO sangat berhubungan erat, hal ini dikarenakan dengan meningkatnya bahan
organik akan mengakibatkan bertambahnya permintaan oksigen dari perairan untuk menguraikan
bahan organik tersebut sehingga akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan tersebut.
Menurut Effendi (2000), BOD berpengaruh terhadap kondisi zoobenthos pada perairan, hal ini
dimungkinkan karena adanya bahan organik yang diuraikan oleh mikroba aerob yang
memerlukan oksigen dan mikroba tersebut merupakan makanan alami dari makrozoobenthos.
Kadar nitrat pada Bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 0,045 0,24 mg/l. kadar
nitrat pada bulan Mei 2014 cenderung lebih tinggi daripada bulan April 2014, hal ini disebabkan
oleh surutnya air pada saat pengamatan kedua. Pada saat air surut massa air akan menjadi
berkurang sehingga partikel partikel yang tersuspensi menjadi meningkat. Selain itu,
Pencemaran dari pemupukan, kotoran hewan dan manusia merupakan penyebab tingginya kadar
nitrat.
Kadar nitrat pada Bulan April dan Mei 2014 berkisar antara 0,015 0,075 mg/l. .
Kandungan fosfat dapat berubah tergantung akumulasi unsur hara yang masuk ke perairan
terutama dari kegiatan pertanian. Kadar orto-fosfat di perairan dapat digunakan untuk
memperkirakan kesuburan di perairan tersebut.
Apabila di tinjau dari segi parameter fisika kimia dapat dikatakan bahwa Karakteristik
perairan di hilir sungai musi di sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP adalah kecepatan
arusnya relatif lambat, kadar oksigen rendah, BOD tinggi, Kecerahannya rendah dan memiliki
kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Berdasarkan parameter parameter yang diamati
perairan hilir Sungai Musi di sekitar PT. Pertamina dan PT. SAP termasuk dalam kriteria
perairan

yang

baik

untuk

mendukung

kehidupan

organisme

akuatik

khususnya

makrozoobenthos. Walaupun sebenarnya tergolong perairan yang tercemar karena banyak


terdapat limbah limbah industri seperti minyak dan limbah limbah rumah tangga seperti
sampah plastik, deterjen dll. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samuel dan
Adjie (2002) yang menyatakan bahwa perairan Sungai Musi di zona hilir masih dapat
mendukung kehidupan organisme air.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari pengamatan yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2014, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Struktur komunitas makrozoobenthos di perairan hilir Sungai Musi sekitar PT. Pertamina
dan PT. SAP bervariasi karena ada beberapa stasiun yang memiliki kondisi lingkungan
yang stabil namun ada juga yang memiliki kondisi lingkungan yang tidak stabil. Hal ini
dapat dilihat dari nilai indeks komunitas ekologi pada bulan April Mei 2014, secara
keseluruhan nilai indeks keanekaragaman (H) tergolong rendah, nilai indeks keseragaman
bervariasi antara 0,4 0,9, sedangkan nilai indeks dominansinya

tergolong rendah.

Kepadatan total spesies masing masing stasiun bulan April 2014 hingga Mei 2014
bervariasi yakni berkisar antara 300 Ind/m2 3633 Ind/m2. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan kondisi lingkungan dimasing masing stasiun.
2. Apabila di tinjau dari segi parameter fisika kimia dapat dikatakan bahwa Karakteristik
perairan di hilir sungai musi di sekitar perairan PT. Pertamina dan PT. SAP adalah
kecepatan arusnya relatif lambat, kadar oksigen rendah, BOD tinggi, Kecerahannya
rendah dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Namun masih termasuk
dalam kriteria perairan yang baik untuk mendukung kehidupan organisme akuatik
khususnya makrozoobenthos. Walaupun sebenarnya tergolong perairan yang tercemar
karena banyak limbah limbah industri seperti minyak dan limbah limbah rumah
tangga seperti sampah

plastik, deterjen dll. Berdasarkan pengamatan nilai indeks

keanekaragaman (H) perairan di bagian hilir Sungai Musi sekitar PT. Pertamina dan PT.
SAP tergolong dalam kategori perairan tercemar berat dan tercemar sedang.
Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis supaya kondisi perairan Sungai Musi dapat tetap
terjaga :
1. Agar perusahaan perusahaan yang ada di sekitar Sungai Musi harus memiliki instalasi
pengelolaan air limbah (IPAL), sehingga melalui pengelolaan limbah yang baik dan benar,
limbah limbah industri yang akan mereka buang di perairan Sungai Musi dapat
dikurangi.

2. Perlu

dilakukan

penelitian

lebih

lanjut

untuk

mengetahui

struktur

komunitas

makrozoobenthos yang ada di perairan Sungai Musi mulai dari hulu hingga muaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Indonesia. 2005. Air dan Air Limbah Bagian 31 : Cara Uji Kadar
Fosfat Dengan Spektrofotometer Secara Asam Askorbat.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan
perairan. Yogyakarta : KANISIUS.
Fachrul, M. F. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Fauchald K. 1977. The Polychaete Worms Definitions and Keys to the Order, Families
and Genera. Los Angeles : Natural History Museum of Los Angeles County.
Honatta, L. 2010. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Danau Lido, Bogor, Jawa
Barat. Bogor : IPB.
Hutapea, Daud D. M. P. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Dan Parameter
Fisika & Kimia Untuk Menduga Kualitas Perairan Di Sungai Cihideung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bogor : IPB.
Hafshah, Ghina Ilmia, Hensen Suherman, dan Yaniar Mulyani. 2012. Hubungan Limbah
Organik Dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Sungai Musi Bagian
Hilir. Bandung : Universitas Padjajaran.
Kusnoto. 1956. Treubia : A Journal Of zoology, Hydrobiology And Oceanography Of
The Indo-Australian Archipelago. Bogor : IPB.
Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut (penerjemah : Eidman M., Koesoebiono, & Bengen
D. G.). Jakarta : PT. Gramedia.
Milligan R. M. 1997. Identification Manual For The Aquatic Oligochaeta Of Florida
Volume I Freshwater Oligochaetes. Florida : Florida Departement of
Environmental Protection.
Odum, E. P. 1993. Dasar Dasar Ekologi (penerjemah Samingan T.). Edisi ke-3.
Yogyakarta : UGM.
Retnowati, D. N. 2003. Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Beberapa Parameter
Fisika Kimia Perairan Situ Rawa Besar, Depok Jawa Barat. Bogor : IPB.
Samuel dan Susilo A. 2008. Zonasi, Karakteristik Fisika-Kimia Ai Dan Jenis-Jenis Ikan
Yang Tertangkap di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Sumatera Selatan : Balai
Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

Setiawan, D. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas


Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Bogor : IPB.
Simamora, D. R. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai
Padang Kota Tebing Tinggi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Suwignyo, S, dkk. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suwignyo, S, dkk. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Jakarta : Penebar Swadaya.
Syafrul. 1993. Tipologi Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cigudeg Pada Lokasi
Sekitar Pembuangan Limbah Cair Terolah PT. UNITEX Bogor, Jawa Barat.
Bogor : IPB
Zulkifli H., Zazili H., dan Dian A. P. 2009. Prosiding Seminar Nasional Biologi Struktur
dan Fungsi Komunitas Makroozoobenthos di Perairan Sungai Musi Kota
Palembang : Telaah Indikator Pencemaran Air. Sumatera Selatan: Universitas
Sriwijaya.

You might also like