You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sebagai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Farmasi klinik ini dengan judul Monitoring Efek Samping Obat ( MESO )
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas Farmasi Klinik
semester genap Tahun Ajaran 2012-2013 yang diberikan oleh Dosen bidang studi.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu kepada semua pihak penyusun ucapkan
terima kasih.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kesalahan dan keterbatasan oleh kemampuan dan waktu, sehingga memiliki kekurangan dan
belum mencapai kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan sangat
kami harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang
sederhana ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua, Amin.

Pekanbaru, April 2012

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian
serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut
juga kemampuan dan kecakapan para petugas dalam rangka mengatasi permasalahan yang
mungkin timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan
demikian pada dasarnya kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan berbagai
proses kefarmasian, bukannya sekedar membuat obat, melainkan juga menjamin,
memberikan informasi efek dan penggunaan obat, serta meyakinkan bahwa produk
kefarmasian yang diselenggarakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses
penyembuhan penyakit yang diderita pasien (Pharmasetical Care) . Mengingat kewenangan
keprofesian yang dimilikinya, maka dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan
prosedur-prosedur kefarmasian demi dicapainya produk kerja yang memenuhi syarat ilmu
pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan yang dilakukan serta hasil kerja akhir yang
seragam, tanpa mengurangi pertimbangan keprofesian secara pribadi.
Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang kefarmasian
melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat kewenangan
yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek
obat atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasi
sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara universal. Lingkup
pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku obat dalam
arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai obat atau
pasien.
Salah satu bentuk kegiatan Pharmasetical care dalam Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) .
Identifikasi MESO
Mengkoordinir pelaksanaan dan analisis hasil, termasuk upaya pemastian obat dan
pencegahan.
Menyebarluaskan hasil, serta evaluasi

BAB II

Monitoring Efek Samping Obat ( MESO )

I.1 Definisi E.S.O menurut WHO


Tiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada
dosis yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Melakukan monitoring efek samping obat. Yaitu memantau baik secara langsung maupun
tidak langsung terjadinya efek samping obat, meminimalkan efek samping yang timbul dan
menghentikan atau penggantian obat jika efek samping memperparah kondisi pasien. Pasien
juga berhak melaporkan terjadinya efek samping obat kepada farmasis di apotek atau rumah
sakit agar dilakukan upaya-upaya pencegahan, mengurangi atau menghilangkan efek samping
tersebut. Pemantauan dimaksudkan untuk memastikan terapi obat yang tepat.
Monitoring efek samping obat
Aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemakaian obat adalah:
1. Efektivitas
2. Keamanan
3. Mutu
4. Rasional
5. Harga
Aspek keamanan tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek samping obat (E.S.O)

I.2 Indentifikasi masalah


Selama proses pemantauan, masalah sering timbul termasuk kontraindikasi pada
penggunaan obat, ketidak tepatan pemberian dosis, toksisitas obat, kesalahan pemberian obat,
ketidaktepatan terapi atau masalah lain. apoteker harus waspada mengidentifikasi suatu
masalah, jika timbul dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya masalah, jika timbul dan
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya masalah demikian sehingga tindakan perbaikan
dapat dilakukan. Selama pemantauan rutin, masalah akan menjadi jelas, jika apoteker
memberi perhatian penuh.
Apabila suatu masalah terungkap, pertama apoteker harus menetapkan jika masalah
itu berkaitan dengan obat dan kemudian menegaskan bahwa itu benar. Pengkajian dengan

obat dapat dilakukan untuk membuktikan masalah. Setelah keberadaan masalah telah
ditetapkan, kemudian signifikasi klinik harus ditetapkan. Acuan pada biku teks baku tentang
status penyakit dan terapi obat sering kali membantu dalam mengadakan ketetapan. Jika
masalah tersebut adalah interaksi obat, referensi seperti Hanstens drug interactions adalah
paduan yang baik. Jika masalah melibatkan dosis atau kesalahan penulisan resep/order,
apoteker harus menetapkan mengapa dosis tersebut itu ditulis.
Suatu fungsi kunci yang dilakukan apoteker dalam proses pemantauan obat adalah
mengidentifikasi masalah yang ada atau masalah yang mungkin dihasilkan dari terapi obat.
Semua sumber informasi yang tersedia harus digunakan dalam proses ini. Apoteker perlu
menapis dan memisahkan masalah pasien antara masalah yang memberi manfaat terapi obat
dan masalah yang mungkin diimbas olah obat.
Apabila suatu masalah atau masalah yang mungkin dianggap berkaitan dengan obat,
penelitian harus dilakuan berkenaan dengan status penyakit, data laboratorium, dosis obat,
dan obat lain utnuk membuktikan hubungan. Pembuktian itu perlu untuk memastikan bahwa
masalah yang diidentifikasikan merupakan bagian pustaka acuan dapat dikonsultasikan untuk
membantu dalam proses pemantauan
I.2. a. Sasaran yang ingin dicapai dalam monitoring efek samping obat
1. Mengadakan pengkajian penggunaan obat yang efisien dan terus menerus
2. Menigkatkan pengembangan standar penggunaan terapi obat
3. Meningkatkan kemitraan antarpribadi profesional pelayan kesehatan
4. Menyempurnakan pelayanan pasien yang diberikan
5. Mengurangi biaya rumah sakit dan perawatan pasien sebagai akibat dosis yang akurat
efek samping yang lebih sedikit, dan waktu hospitalisasi yang lebih singkat

I.3 Jenis kesalahan obat


1. Kesalahan obat mencakup kesalahan penulisan resep, kesalahan dispensing, kesalahan
pemberian obat, dan kesalah kepatuhan pasien.
2. Definisi kesalahan yang mungkin adalah suatu kekeliruan dalam penulisan, dipenting
atau pemberian obat yang direncanakan dideteksi dan diperbaiki melalui interfensi (
oleh perilaku pelayan kesehatan yang lain atau pasien ), sebelum pemberian obat
sebenarnya. Keselahan yang mungkin harus dikaji dan ditabulasi sebagian kejadian
terpisah dari kesalahan yang terjadi ( kesalahna yang benar-benar mencapai pasien )

untuk mengidentifikasi kesempatan guna memperbaiki masalah dalam sistem


penggunaan obat sungguhpun sebelum kesalahan itu terjadi.
3. Pendeteksian kesalahan yang mungkin harus merupakan suatu komponen dari proses
pemnyempurnaan rutin mutu rumah sakit. Pembuktian kejadian ketika seorang
individu telah mencegah terjadinya suatu kesalahan obat, akan membantu
mengidentifikasi kelamahan sistem dan memperkuat pentingnya multi pengecekan
dalam sistem penggunaan obat.

I.3.a Jenis dari kesalahan dan masalah yang berkaitan dengan efek samping obat

Jenis

Uraian

kesalahan resep

seleksi obat (didasarkan pada indikasi,kontra


indikasi,alergi yang diketahui,terapi obat
yang ada, dan faktor lain),dosis,bentuk
sediaan,mutu,rute,konsentrasi,kecepatan
pemberian,atau instruksi untuk menggunakan
suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh
dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak
benar;resep atau order obat yang tidak
terbaca yang menyebabkan kesalahan yang
sampai pada pasien.Seleksi obat yang tidak
benar,misalnya seorang pasien dengan
infeksi bakteri yang resisten terhadap obat
yang ditulis untuk pasien tersebut.

Kesalahan karena lalai memberikan obat

Gagal memberikan satu dosis yang diorder


untuk seorang pasien,sebelum dosis terjadwal
berikutnya.Jika
pasien
menolak
mengonsumsi obat,bukan kesalahan.Juga,jika
obat
tidak
dikonsumsi
karena
kontraindikasi,bukan kesalahan.

Kesalahan karena waktu pemberian yang Pemberian obat diluar suatu jarak waktu yang
keliru
ditentukan sebelumnya dari waktu pemberian
obat terjadwal (jarak waktu ini ditetapkan
oleh masing-masing rumah sakit).
Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

Pemberian kepada pasien,obat yang tidak


diotorisasi oleh seorang penulis resep yang
sah untuk pasien.Mencakup suatu obat yang
keliru,suatu dosis diberikan kepada pasien
yang keliru,obat yang tidak diorder,duplikasi

dosis,dosis diberikan diluar pedoman atau


protokol klinik yang telah ditetapkan
(misalnya,obat diberikan hanya jika tekanan
darah pasien turun dibawah suatu tingkat
tekanan yang ditetapkan sebelumnya).
Kesalahan karena dosis tidak benar

Pemberian kepada pasien suatau dosis yang


lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang
diorder oleh dokter penulis resep atau
pemberian dosis dosis duplikat kepada
pasien,yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai
tambahan
pada
dosis
obat
yang
diorder.Dalam
hal
salep,larutan
topikal,semprotan,suatu kesalahan terjadi
hanya jika order obat menyatakan dosis
secara kuantitatif,misalnya 2,5 cm salep atau
dua semprot dalam satu detik.

Kesalahan karena bentuk sediaan

Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat


dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh
dokter penulis.Keliru Misalnya,penggunaan
salep mata,apabila yang diorder suatu larutan
untuk
mata.Penggerusan tablet
lepas
lambat,termasuk kesalahan.Dengan maksud
tertentu,perubahan (misal,menggerus tablet
bisa) atau subtitusi (misal,subtitusi obat
cairan untuk tablet) dari suatu bentuk sediaan
vial untuk mempermudah pemberian,pada
umumnya bukan suatu kesalahan.

Kesalahan karenapembuatan/penyiapan obat Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak


yang keliru
benar
sebelum
pemberian.Misalnya,pengenceran yang tidak
benar,atau rekonstitusi suatu sediaan yang
tidak
benar
.Tidak
mengocok
suspensi.Menyampur obat-obat yang secara
fisik /atau kimia inkompatibel.Penggunaan
obat kedaluarsa ,tidak melindungi obat
terhadap pemaparan cahaya.
Kesalahan karena teknik pemberian yang Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang
keliru
tidak benar dalam pemberian suatu obat
.Kesalahan karena rute pemberian yang
keliru berbeda dengan yang ditulis;melalui
rute yang benar,tetapi tempat yang keliru
(misalnya,mata kiri sebagai ganti mata
kanan);kesalahan
karena
kecepatan
pemberian yang keliru.
Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

Pemberian suatu obat yang telah kedaluarsa

atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan


telah membahayakan.Termasuk obat-obat
yang disimpan secara tidak tepat.
Kesalahan karena pemantauan yang keliru

Gagal mengkaji suatau regimen tertulis untuk


ketepatan dan pendeteksian masalah,atau
gagal menggunakan data klinikatau data
laboratorium untuk mengkaji respon pasien
yang memadai terhadap terapi yang ditulis.

Kesalahan karena tidak penuh

Perilaku pasien yang tidak tepat berkanan


dengan ketaatan pada suatu regimen obat
yang ditulis.Misalnya,paling umum tidak
patuh
menggunakan
terapi
obat
antihipertensi.

Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

Pemberian suatu obat melalui rute yang lain


yang diorder oleh dokter,juga termasuk dosis
yang diberikan melalui rute yang benar,tetapi
pada tempat yang keliru (misalnya,mata
kiri,seharusnya mata kanan)/

Kesalahan karena kecepatan yang lain

Pemberian suatu obat dengan kecepatan yang


keliru kecepatan yang benar ditetapkan
dokter dalam order atau ditetapkan dalam
kebijakan prosedur rumah sakit.

Kesalahan karena indikasi tidak diobati

Kondisi medis pasien memerlukan terapi


obat,tetapi tidak menerima suatu obat untuk
indikasi tersebut.Misalnya,seseorang pasien
hipertensi
atau
glukoma,tetapi
tidak
menggunakan obat untuk masalah ini.

Kesalahan karena penggunaan obat yang Pasien menerima suatu obat untuk suatu
tidak diperlukan
kondisi medik yang tidak memerlukan terapi
obat,seperti obesitas.
Kesalahan karena gagal menerima obat

Kondisi medis pasien memerlukan terapi


obat,tetapi
untuk
alasan
farmasetik,psikologis,sosiologis
atau
ekonomis,pasien tidak menerima/atau tidak
menggunakan obat.Contoh yang paling
umum adalah ketidakpatuhan dengan terapi
hipertensi.

Kesalahan karena ROM

Pasien mengalami suatu masalah medis


sebagai akibat dari ROM atau efek
smping.Reaksi diharapkan atau tidak
diharapkan,seperti ruam dengan suatu
antibiotik,memerlukan
pasien
meminta
perhatian pelayaanan medis.

Kesalahan karena interaksi obat

Pasien mengalami masalah medis,sebagai


akibat
dari
interaksi
obat-obat,obatmakanan,atau
obat
prosedur
laboratorium.Paling
umum
adalah
inkompatibilitas intravena,seperti nutrisi
parenteral lengkap atau campuran sediaan
intravena.

Kesalahan obat lain

Setiap kesalahan yang tidak dicakup salah


satu dari kategori tersebut di atas.

I.4 Pemastian Efek obat


Pemastiaan obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa obat diberikan sesuai dengan
indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan kepatuhan
pasien dapat dievaluasi.
Pada situasi dimana waktu apoteker terbatas untuk melakukan pemastian obat pada semua
pasien, maka kriteria pasien yang mendapat prioritas adalah

pasien dengan obat, obat

kompleks, obat dengan indeks terapi sempit, pasien mengalami efek samping obat yang
serius, menderita penyakit, mengalami gangguan kognitif, tidak mempunyai care-giver, tidak
patuh, akan pulang dari perawatan di rumah sakit dan berobat pada banyak dokter.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pemastian obat adalah melakukan
pengambilan riwayat penggunaan obat pasien. Dari kegiatan ini dapat diketahui obat-obat
(obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang digunakan
pasien sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat, bagaimana
tingkat kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek samping obat yang dialami
pasien. Seringkali pasien/keluarganya tidak mengetahui atau lupa nama obat yang pernah dan
sedang digunakannya, sehingga ada baiknya meminta mereka untuk membawa serta obatobat yang masih tersisa dan memperlihatkannya kepada kita.
Kesulitan lain adalah pada saat pasien ditanya tentang efek yang dirasakan selama
menggunakan obat, dimana kadang pasien tidak dapat mengungkapkan dengan jelas apa yang
dirasakannya. Pasien/keluarga perlu dipandu dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya
efek samping obat, contoh: pada pasien yang mendapatkan kodein untuk menghilangkan
nyeri, perlu ditanyakan apakah beliau mengalami kesulitan untuk buang air besar. Informasi
yang didapat dari mereka harus dicek silang dengan data/informasi dari sumber lain (rekam
medik, catatan pemberian obat, keterangan dokter dan perawat).

Obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh pasien -misalnya karena sudah
dihentikan oleh dokter, adanya duplikasi atau obat sudah kadaluarsa- harus dipisahkan dan
pasien/keluarga diberitahu mengenai hal ini. Jika teridentifikasi adanya ketidakpatuhan dalam
menggunakan obat, maka apoteker perlu mencaritahu apa penyebab ketidakpatuhannya,
apakah karena masalah ekonomi, ketidakyakinan akan khasiat obat, lupa, bosan, gejala
penyakit sudah hilang, adanya efek samping, takut ketergantungan, rasa obat yang tidak enak,
adanya keterbatasan kemampuan fisik, gangguan kesehatan jiwa, atau kurangnya pemahaman
tentang penyakit dan obat yang digunakannya.
Sebaiknya dokter maupun apoteker melibatkan pasien/keluarga dalam proses pengambilan
keputusan tentang terapi yang akan dijalankan setelah mereka diberi informasi yang benar
dan

sejelas-jelasnya.

Dengan

demikian,

diharapkan

pasien/keluarga

akan

lebih

bertanggungawab atas keputusan yang telah disepakati dan mematuhi rejimen pengobatan.
Pada saat melakukan telaah terhadap obat-obat yang baru diresepkan dokter, apoteker
perlu meneliti apakah ada masalah terkait obat, misalnya: indikasi obat tidak jelas atau
sebaliknya -kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak diberikan obat,
pilihan obat tidak tepat, rejimen tidak tepat (rute, dosis, interval pemberian, durasi) dan
interaksi obat. Fenomena prescribing cascade sering terjadi dimana pasien diberikan suatu
obat untuk mengatasi efek merugikan dari obat lain.
Banyaknya gejala klinik yang ditunjukkan pasien usia lanjut sering menyulitkan dokter
untuk menentukan prioritas terapi yang tepat. Untuk itu perlu dibuat kerangka masalah yang
menggambarkan keterkaitan antar gejala atau kondisi klinik, sehingga dapat terlihat mana
yang menjadi akar permasalahannya, dengan demikian penanganan terapi menjadi terarah.
Jika masalah utama dapat diatasi, maka diharapkan gejala-gejala lain yang merupakan akibat
dari masalah utama tersebut dengan sendirinya juga akan teratasi, sehingga tidak perlu
polifarmasi. Apoteker hendaknya mendiskusikan temuan masalah dengan dokter.

Efek samping minor yang diperkirakan

Beberapa efek samping dapat terlihat pada sebagian besar pasien yang menerima obat dan
mungkin disebabkan kerja obat. Efek samping ini pada umumnya tidak memerlukan
perlakuan medis dan dapat dibatasi sendiri. contoh mencangkup obat yang mengubah warna
urin, menyebabkan kekeringan pada mukosa oral; atau menyebabkan sedasi (tenang) atau
menggairahkan. Pasien perlu konseling tetntang berbagai efek itu, kapan timbul, apa yang

perlu dilakukan, dan kapan akan selesai. Pasien sebaiknya didorong untuk menghubungi
apoteker untuk menjawab pertanyaan mereka, berkaitan dengan reaksi terhadap reaksi obat

Reaksi merugikan memerlukan perhatian medis

Berbagai kondisi ini mencangkup toksisitas obat, seperti alergi, dikaitkan dengan regimen
terapi. Dalam peristiwa tanda dan gejala merugikan yang signifikan berkaitan dengan terapi,
pasien harus menghubungi dokter penulis resep. Contoh dari gejala demikian, adalah mual
muntah berat, ruam, penglihatan kabur, gaya berjalan tidak normal, impoten, atau berubah
dalam pancaindra. Adalah penting untuk memisahkanreaksi ini dari efek yang dapat dibatasi
sendiri tersebut di atas, dan tidak memerlukan konsultasi dokter.

Interaksi obat atau makanan yang mungkin

Selain mengkaji reaksi merugikan pada pasien, adalah penting mengkaji setiap interaksi
obat atau makanan yang signifikan dan mungkin dihadapi pasien. Misalnya, pasien yang
menerima metronidazol, perlu di konseling tentang interaksi yang mungkin dari obat itu
dengan alkohol. Juga, jika seorang pasien menerima antikoagulan, dikonseling agar men
ghindari penggunaan asetosal, dan juga pasien harus dikonseling dengan cukup obat
bebas yang mengandung asetosal.

I.5. Pencegahan reaksi obat merugikan


Pengetahuan tentang mekanisme reaksi merugikan sangat terbatas untuk banyak hal,
orang dengan resiko yang lebih besar mengalami suatu efek merugikan benar, tidak dapat
diidentifikasi dengan pasti.
Pengertian dari kerja dan reaksi obat semakin luas telah menjadi lebih nyata bahwa
adanya bagian yang cukup besar dari efek merugikan, sampai taraf tertentu, dapat diramalkan
dan dapat dicegah. Presentase pasti dari reaksi yang dapat dicegah masih dalam penentuan,
tetapi berbagai faktor yang berkontribusi sekarang telah diketahui dan rekomendasi khusus
tersedia untuk menuntun dokter dan pasien. Adalah beberapa kategori yang perlu
dipertimbangkan seperti yang tertera dibawah ini.

Reaksi merugikan terlebih dahulu terhadap suatu obat

Fakta menunjukkan bahwa seorang individu yang pernah mengalami suatu reaksi obat
merugikan dalam waktu yang lewat. Kemungkinan besar mengalami reaksi merugikan
terhadap obat lain, walaupun obat-obat itu tidak berkaitan. Hal ini memberikan kesan bahwa
beberapa individu dapat mempunyai suatu kecendrungan genetik terhadap respon obat yang
tidak biasa dan abnormal. Pasien harus memberitahu dokter setiap sejarah/ pengalaman obat
merugikan terdahulu

Alergi

Individu yang mnegalami alergi bersifat alami (demam karena peka terhadap alergen,
asma, eksem, dan rasa gatal) besar kemungkinan akan mengalami alergi terhadap obat
daripada individu yang nonalergis. Pasien alergis harus diamati sangat ketat, untuk petunjuk
paling dini dari terjadinya hipersensitivitas terhadap setiap obat. Alergi obat diketahui harus
direkam dalam rekam medik. Pasien harus memberitahu bahwa memiliki alergi terhadap obat
tertentu, dengan menyebutka nama obat tersebut. Pasien harus memberikan informasi ini
tanpa menuggu ditanya sehingga dapat menghindari obat yang dapat menimbulkan suatu
reaksi alergi. Demikian juga dengan obat-obat yang berkaitan yang dapat menyebabkan
pasien mengalami sensivitas silang.

Kontaindikasi

Wajib secara ketat mengamati semua kontraindikasi yang diketahui terhadap setiap obat
yang sedang dipertimbangkan. Kontraindikasi absolut, mencangkup kondisi dan situasi yang
sedang dipertimbangkan dokter, tidak menghindari penggunaan obat sama sekali, tetapi cgah
intensifikasi penyakit yang sudah ada atau mengembangkan penyakit baru. Kondisi dan
situasi demikian biasanya memerlukan penyesuaian dosis, tindakan pendukung tambahan dan
pengawasan ketat.

Tindakan pencegahan dalam penggunan

Pasien harus mengetahui tentang setiap tindakan pencegahan khusus untuk diamati saat
dalam penggunaan obat. Hal ini mencangkup kelayakan penggunaan selama kehamilan atau
saat menyusui, tindakan pencegahan berkenaan dengan pemaparan terhadap cahaya matahari,
penghindaran panas yang ekstrim, penggunaan fisik yang berat, dan lain-lain.

Dosis

Pasien harus taat seketat mungkin pada jadwal dosis yang tertulis. Hal ini sangat penting
dengan obat-obat yang memiliki batas kemanan yang sempit. Keadaan yang mempengaruhi
obat yang tertulis (mual, muntah, diare) wajib melaporkan pada dokter agar penyesuaian yang
tepat dapat dibuat.

Interaksi

Dewasa ini banyak diketahui tetntang beberapa obat dapat berinteraksi yang tidak
menggantungkan dengan makanan tertentu, alkohol, dan obat lain yang mengakibatkan efek
merugikan yang serius. Pasien wajib memberitahukan mengenai semua interaksi yang
mnungkin dapat mengubah kerja obat yang digunakan pasien. Jika selama pengobatan pasien
merasa menemukan suatu interaksi baru yang penting, dokter perlu diberitahu agar
signifikansi yang lengkap dapat ditetapkan.

Gejala peringatan

Pengalaman menunjukkan bahwa banyak obat akan menghasilkan gejala yang merupakan
petunjuk diri yang sebenarnya dari suatu perkembangan efek merugikan. Contoh, termasuk
timbulnya sakit kepala yang parah dan mengganggu penglihatan, sebelum serangan stroke
dalam seorang perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, terjadi ketidaksanngupan
mencerna asam, dan lambung sebelum penggiatan (aktivasi) pendarahan tukak lambung pada
seorang yang menggunakan fenilbutazon untuk matoid artritis. Adalah keharusan bahwa
pasien memahami gajala dan tanda yang dapat merupakan indikator dini dari reaksi
merugikan yang terjadi. Dengan pengetahuan ini, pasien dapat bertindak sendiri dengan
menghentikan obat dan berkonsultasi dengan dokter untuk petunjuk tambahan.

Pemeriksaan untuk memantau efek obat

Obat-obat tertentu mampu merusak jaringan tubuh vital ( sumsum tulang, hati, ginjal,
struktur mata, dan lain-lain), terutama apabila obat-obat ini digunakan selama periode yang
diperpanjang. Efek merugikan demikian relatif jarang dan hanya tidak diketahui sampai obat
tersebut telah digunakan luas untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, perlu diketahui
obat-obat yang harus dipantau secara berkala, untuk mendeteksi sedini mungkin setiap bukti
dari kerusakan jaringan akibat penggunaan obat tersebut. Pasien harus bekerja sama
sepenuhya dalam pelaksanaan berkala untuk bukti efek obat merugikan.

Usia lanjut dan kelemahan

Kapasitas fungsional organ vital yang berubah, menyertai usia lanjut dan penyakit
kelemahan dan sangat mempengaruhi respon tubuh terhadap obat. Pasien demikian,
cenderung tidak tahan menoleransi obat-obat toksis kuat yang biasanya adalah perlu bagi
mereka menggunakan dosis yang lebih kecil pada jarak waktu yang lebih lama. Efek obat
pada lanjut usia dan berpenyakit berat, sering tidak bisa diramalkan. Kebutuhan yang sering
menyesuaikan dosis atau perubahan dalam seleksi obat memerlukan pengamatan
berkelanjutan terhadap pasien, jika efek merugikan akan dicegah atau diminimalkan.

Pemilihan obat yang tepat

Obat yang dipilih untuk mengobati setiap kondisi harus paling tepat dari yang tersedia.
Banyak reaksi merugikan dapat dicegah, jika dokter serta pasien melakukan pertimbangan
dan pengendalian yang baik. Pasien yang bijak tidak mengobati pengobatan yang berlebihan.
Pasien akan bekerja sama dengan upaya dokter untuk menyeimbangkan dengan tepat
keseriusan penyakit dan bahaya obat.

Polifarmasi

Istilah ini mengartikan penggunaan berbagai obat yang bersamaan oleh seorang individu
yang ditulis terpisah oleh dua atau lebih dokter untuk gangguan yang berbeda, sering tanpa
komunikasi yang tepat antara pasien-dokter penulis resep. Praktik yang sering ini, adalah
kondusif untuk kemungkinan besar interaksi obat-obat yang serius. Pasien harus secara
rutinmemberitahu pada dokter yang dikonsultasikan, semua obat resep dan nonresep yang ia
gunakan pada waktu itu. Adalah wajib setiap dokter memiliki informasi ini sebelum
menuliskan resep
I.6 Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi obat terus-menerus yang di seleksi berdasarkan satu alasan atau
lebih alasan tertentu
1. Didasari pada pengalaman klinik, diketahui atau dicurigai bahwa obat menyebabkan
reaksi obat merugikan atau berinteraksi dengan obat lain dalam suatu cara yang
menimbulkan suatu resiko kesehatan yang signifikan .

2. Obat digunakan dalam pengobatan berbagai reaksi, disebabkan umur, ketidak


mampuan, atau karakteristik metabolik yang unik.
3. Obat telah ditetapkan melalui program pengendalian infeksi rumah sakit atau kegiatan
jaminan mutu lain, untuk memantau dan mengevaluasi

DAFTAR PUSTAKA

You might also like