You are on page 1of 19

Anindya Aulia Pratiwi

1006704474
PASCASARJANA TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FTUI

Review of Journal Superplastic Deformation


No
1

Penulis

Judul

Ringkasan

Z. Y. Ma, R. S. Mishra, Superplastic


deformation Material: 7075Al rolled plates
M. W. Mahoney
behavior of friction stir Metode: single pass friction stir processing (FSP), pengamatan metalografi, SEM, uji tarik
processed 7075Al Alloy
Variabel:
1. Kecepatan: 400 rpm dan 350 rpm
2. Treatment: dipanaskan pada 4900C selama satu jam dan tidak dipanaskan sama sekali
Hasil:
1. Pengamatan metalografi:
- Sebelum dilakukan FSP, butir-butirnya besar dan memanjang. Namun setelah
dilakukan FSP butir menjadi lebih halus.
- FSP dengan kecepatan 350 rpm memiliki ukuran butir yang lebih halus dibandingkan
dengan yang berkecepatan 400 rpm.
- Setelah dilakukan perlakuan panas, butirnya berubah menjadi agak kasar dan ukuran
rata-rata butir bertambah hingga sebesar 9,1 m untuk kecepatan 400 rpm dan 5,9
m untuk kecepatan 350 rpm.
- Mikrostruktur yang halus dan stabil sangat cocok untuk deformasi superplastik dan
terbentuk pada temperatur tinggi.
2. FSP:
Menghasilkan butir berukuran sebesar 3,8 m dan 7,5 m
Semakin kecil ukuran butir dapat meningkatkan superplastic ductility, menurunkan
flow stress, menurunkan temperatur optimum, dan memiliki laju regangan optimum
yang tinggi.
Pada butir berukuran 3,8 m didapatkan laju regangan superplasticity yang tinggi.
Kemudian pada temperatur 4800C didapatkan elongasi > 1250%.
3. SEM:
Pada elongasi 200% terdapat grain boundary sliding dan adanya beberapa endapan
halus di dalam butir yang terdistribusi secara merata.
Pada elongasi 400% grain boundary sliding semakin terlihat dan butir berelongasi
disepanjang axis. Meningkatnya regangan menuju kegagalan, menghasilkan adanya
lapisan sub-surface dan pembentukan rongga.

Adanya pertumbuhan butir dan elongasi butir disepanjang axis selama deformasi
superplastik.

Z.
Horita,
M. Superplastic forming at high Material: Al - 3%Mg - 0,2%Sc alloy
Furukawa,
M. strain rates after severe Metode: equal-channel-angular (ECA) pressing, biaxial gas pressure, uji tarik
Nemoto, A. J. Barnes, plastic deformation
Variabel:
T. G. Langdon
1. Temperatur: 673 K
2. Laju regangan: 10-2/s 3,3 x 100/s.
Hasil:
1. ECAP:
Mengecilkan ukuran butir dari 200 m hingga menjadi 0,2 m.
Ukuran butir yang sangat halus (1,1 m), stabil pada temperatur tinggi yaitu pada saat
diholding selama 10 menit pada 673 K.
2. Uji tarik:
Elongasi yang sangat besar didapatkan pada temperatur 673 K, dimana elongasinya
adalah sebesar > 1000% dengan laju regangan 10-2/s.
Nilai maksimum elongasi adalah 2280% ketika mengunakan laju regangan sebesar 3,3
x 10-2/s
Sensitivitas laju regangan adalah 0,5 ketika laju regangan sebesar 10-2/s - 10-1/s.
3. Biaxial gas pressure:
Small disk yang dipotong dari hasil ECA terbentuk menjadi dome pada temperatur 673
K dan waktu deformasi maksimumnya adalah 60 detik.
Pengukuran ketebalan lokal di beberapa titik disekitar dome menunjukkan adanya
penipisan yang seragam dan hasilnya sesuai dengan teori yang ada.
LI Li, Zhang Xing-ming Microstructure and texture Material: Mg - 9,0Gd - 4.0Y - 0,4Zr alloy
evolution during high-strain- Metode: homogenisasi pada 5200C selama 8 jam dan didinginkan di udara, rolling pada 3500C dan
rate
superplastic di anneal pada 5000C selama 15 menit, uji tarik, OM, SEM, TEM, EDS
deformation of coarse- Variabel:
grained Mg-Gd-Y-Zr rolled
1. Laju regangan: 0,01/s
sheet
2. Temperatur: 400 5000C
Hasil:
1. Uji tarik:

Pada laju regangan 0,01/s dengan temperatur 4350C didapatkan elongasi maksimum
sebesar 266%
True stress meningkat seiring dengan meningkatnya true strain, namun pada titik
tertentu akan menurun dan konstan
Dengan laju regangan sebesar 0,01/s pada temperatur 400 5000C didapatkan
rentang nilai elongasi sebesar 180% - 266%.
Mekanisme superplastik yang terjadi adalah class-I creep yang diakomodasi oleh
rekristalisasi dinamis yang kontinu.
2. OM:
- Setelah dilakukan rolling didapatkan ukuran butir dengan rata-rata 66 m.
- Setelah rolling dan anneal, terdapat deformasi twinning dan fasa kedua sekitar 1 m
baik pada batas butir maupun grain interior.
- Dengan adanya twinning, menyebabkan butir menjadi lebih halus
- Spesimen yang uji pada laju regangan 0,01/s dengan temperatur 4350C, ketika
mengalami deformasi sebesar 80% mengalami penurunan rata-rata ukuran butir
menjadi 32 m. kemudian ketika mengalami deformasi sebesar 200%, ukuran butirnya
menjadi heterogen.
3. SEM dan TEM:
- Pada spesimen yang diuji pada laju regangan 0,01/s dengan temperatur 4350C,
terdapat fasa kedua sebesar 0,4 m baik pada batas butir dan grain interior. Terdapat
juga butir baru yang terekristalisasi sebesar 3 m di dalam zona particle-rich.
- Mode patahan yang terjadi merupakan intergranural karena ditemukannya dimple.
Pada dimple juga ditemukan adanya fasa kedua.
- Adanya butir terekristalisasi yang baru pada subgrain boundaries dan partikel pada
fasa kedua. Fasa ini disebut dengan fasa .
4. EDS:
Fasa kedua yang ada pada spesimen terdiri dari dua jenis, yaitu partikel bulat yang
merupakan zirconium-rich core dan senyawa yang berbentuk irregular yang
merupakan Mg5(Gd,Y).
4

Lee Shyong, Chiang Inter-granular liquid phase Material: ZK60 magnesium alloy
Chih-te, Chu Chun-lin, aiding grain boundary sliding Metode: chill casting hingga terbentuk ingot sebesar 200 mm, ekstrusi pada 3800C hingga
Hsu Chang-chuan
in superplastic of fine- terbentuk sheet 1000 mm x 90 mm x 6 mm, anneal, rolling, OM, SEM

grained ZK60 Mg alloy

Variabel:
1. Temperatur: 3000C dan 3500C
2. Laju regangan: 10-4/s 10-2/s
Hasil:
1. Uji tarik:
- Pada temperatur 3500C dengan laju regangan 10-4/s didapatkan elongasi sebesar
642,4%
- Pada temperatur 3000C dengan laju regangan 10-3/s didapatkan elongasi sebesar 429%
- Pada temperatur 3000C dengan laju regangan 10-2/s didapatkan elongasi sebesar 240%
- Temperatur dan lamanya pengujian yang digunakan harus tepat dimana tidak akan
menimbulkan pertumbuhan butir yang nantinya malah menghambat batas butir untuk
sliding.
2. SEM:
Terlihat bahwa patahan yang terjadi merupakan intergranular dimana ukuran butir
menjadi sebesar 10 m. Adanya pertambahan butir dari 3,7 m menjadi 10 m
dikarenakan lamanya waktu pengujian tarik yaitu selama 18 jam (dengan laju regangan
10-4/s dan temperatur 3500C)
Pada permukaan patahan terlihat permukaan butir yang fluffy dimana terjadi karena
adanya fasa viscous liquid yang tinggi diantara butir yang menempelkan antar butir
dan membuat batas butir mengalami sliding saat deformasi.
3. OM:
Pada temperatur 3500C dengan laju regangan 10-4/s terlihat adanya pertumbuhan
butir dan perubahan ukuran butir. Hal inilah yang menyebabkan final breaking pada
spesimen. Terlihat juga adanya rongga yang timbul pada spesimen ini.
W. Y. Kim, S. Hanada, Superplastic deformation of Material: Fe - 18%Si - 0,25%B alloy
T. Sakai
boron doped Fe - 18%Si
Metode: uji tarik, adanya aplikasi hidrogen gas-quenched setelah dilakukan peregangan
Variabel:
1. Temperatur: 973 1223 K
2. Laju regangan: 2,34 x 10-5/s 2,34 x 10-3/s
Hasil:
1. Uji tarik:
- Deformasi superplastik muncul pada temperatur dengan rentang dari 1073 K hingga

Junqiang Lu, Jining


Qin, Weijie Lu, Yifei
Chen, Zhiwei Zhang,
Di Zhang, Hongliang
Hou

1173 K dan pada laju regangan di bawah 1,17 x 10-3/s. Maksimum elongasi yang
didapatkan adalah 247% ketika temperatur 1073 K dan laju regangan 2,34 x 10-5/s
Terdapat dua macam kurva stress-strain yang merupakan continuous work softening
and fracture yang diikuti dengan adanya stress peak yang tajam dan steady-state flow
yang diikuti dengan adanya work softening yang cepat setelah mengalami yielding.
Pada continuous work softening, butir-butir halus yang berukuran kurang dari 10 m
dihasilkan oleh dynamic recrystallization (DRX) hanya di dekat batas butir yang diikuti
dengan adanya perpatahan disepanjang batas butir.
Pada steady-state flow, didapatkan butir-butir DRX lebih kasar dimana ukurannya
berkisar antara 28-155 m.
Nilai elongasi yang lebih besar dari 200% didapatkan ketika ukuran butir DRX sebesar
38 m.
Dari observasi mikrostruktur, dapat disimpulkan bahwa deformasi superplastik yang
terjadi tidak berhubungan dengan grain boundary sliding dari butir DRX. Namun,
karena adanya pembentukan butir DRX kasar secara terus-menerus yang mengandung
struktur subgrain.
Superplastic deformation of Material: Ti - 6Al - 4V alloy
hydrogenated Ti - 6Al - 4V Metode: anneal pada suhu 9200C selama 1 jam, hydrogenated pada 7500C selama 2 jam dalam
alloy
vacuum annealing furnace, uji tarik, OM, XRD, TEM
Variabel:
1. Kadar hidrogen: 0%, 0.20%, 0.45%, 0.85%
2. Temperatur: 800-9800C
3. Laju regangan: 10-4/s 10-2/s
Hasil:
1. XRD:
- Semakin meningkatnya konsentrasi hidrogen, intensitas -Ti peak juga meningkat.
- Ketika konsentrasi hidrogen sebesar 0.20%, munculnya fasa baru berupa hidrida dan
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi hidrogen.
2. OM:
Endapan hidrida banyak ditemukan dalam fasa pada spesimen hydrogenated.
Adanya hidrogen dapat menstabilkan fasa baik pada temperatur ruang dan juga
temperatur tinggi.
3. Uji tarik:

J. Zhou, J. T. Guo

Paduan yang di anneal memiliki kemampuan deformasi superplastik yang baik yaitu
diatas 8600C.
Paduan yang di hydrogenated memiliki elongasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan paduan yang di anneal. Namun, dengan semakin tingginya konsentrasi
hidrogen menghasilkan elongasi yang tinggi pula.
Adanya hidrogen dapat menurunkan temperatur optimum superplastik.
Flow stress material akan menurun dengan adanya hidrogen.
Hidrogen dapat meningkatkan laju regangan optimum superplastik.
Paduan hydrogenated pada temperatur tinggi memiliki plastisitas yang lebih baik.
4. TEM:
Paduan dengan 0.20% H setelah deformasi fasa berbentuk equiaxed dan fasa
terdistribusi disepanjang fasa . Mekanisme superplastik yang terjadi adalah karena
adanya pergerakan batas butir.
Paduan dengan 0.20% H setelah perpatahan yang kemudian di quenched terlihat
fasa yang kasar dimana menyebabkan penurunan elongasi pada suhu 8600C dan
menurunkan temperatur optimum deformasi.
Paduan dengan 0.85% H setelah deformasi butir fasa pada laju regangan yang
rendah menjadi lebih kasar dibanding pada laju regangan yang tinggi.
The phosphorous effect on Material: NiAl-0,02%P alloy
the superplastic deformation Metode: ekstrusi, anneal, uji tarik, OM, SEM
of NiAl
Variabel:
1. Laju regangan
2. Treatment: ekstrusi pada 10000C , ekstrusi pada 11000C , ekstruksi+anneal 10000C, dan
ekstruksi+anneal 11000C
Hasil:
1. Uji tarik
Material yang diekstrusi pada 11000C mengalami strain hardening bahkan hingga pada
laju regangan tertinggi dengan peak stress melebihi 80 MPa
Material yang diekstrusi dan dianneal pada 11000C memiliki sifat yang hampir sama
dengan material yang diekstrusi pada 11000C. Perbedaannya ada pada peak stress
yang hanya mencapai 70 MPa.
Pada temperatur 10000C, elongasi material rendah (< 100%). Namun pada temperatur

S. Tekeli, T. J. Davies

A comparative study of
superplastic
deformation
and cavitation behaviour in 3
and 8 mol% yttria-stabilized
zirconia

11000C, elongasi meningkat hingga 140%. Elongasi tertinggi ini didapatkan dengan
melakukan ekstrusi dan anneal.
Penambahan unsur P mengurangi elongasi secara drastis selama deformasi
superplastik.

2. OM
- Sebelum dideformasi, miksrostruktur terdiri dari butir-butir dengan distribusi ukuran
yang berbeda. Ukuran rata-rata butir adalah 100 m.
- Adanya peningkatan regangan menghasilkan migrasi batas butir dan tumbuhnya butirbutir baru kecil di dalam batas butir awal.
- Mikrostruktur material yang diekstrusi dan dianneal pada 11000C memiliki rongga yang
lebih sedikit dibandingkan dengan yang ekstrusi saja.
- Unsur P bersegregasi ke batas butir dan mempengaruhi sifat tensile pada temperatur
tinggi.
- Penambahan unsur P dapat meningkatkan pembentukan rongga selama deformasi
superplastik. Pembentukan rongga ini dapat dikurangi dengan melakukan anneal.
3. SEM:
- Pada mikrostruktur material yang diekstrusi dan dianneal, terdapat patahan
permukaan berupa dimple.
Material: 3mol.% 3Y-TZP dan 8 mol.% 8Y-CSZ
Metode: anneal, uji tarik, TEM, EDS
Variabel:
1. Temperatur: 1573 K dan 1673 K
2. Laju regangan: 10-4/s dan 10-5/s
Hasil:
1. Uji tarik:
- Pada 8Y-CSZ (fasa tunggal kubus) terdapat strain hardening yang besar dan keuletan
rendah
- Pada 3Y-TZP (fasa tetragonal), strain hardening rendah dan adanya elongasi yang
besar.
- Adanya penurunan flow stress dan keuletan pada 3Y-TZP dimungkinkan karena
stabilitas ukuran butir pada deformasi temperatur tinggi dan segregasi yttria ke dalam
batas butir.
- Sensitivitas laju regangan material sebesar 0,4-0,51

Junqiang Lu, Jining


Qin, Weijie Lu, Yifei
Chen, Zhiwei Zhang,
Di Zhang, Hongliang
Hou

Energi aktivasi yang berhubungan dengan deformasi superplastik adalah 580 kJ/mol
untuk 3Y-TZP dan 510 kJ/mol untuk 8Y-CSZ.
2. TEM dan EDS:
Konsentrasi dopan yttria yang ada di dekat daerah batas butir pada 3Y-TZP lebih besar
dibandingkan pada 8Y-CSZ.
Keuletan yang besar pada tetragonal zirconia merupakan hasil dari stabilitas ukuran
butir selama deformasi temperatur tinggi yang dapat menurunkan pergerakan batas
butir dan energi batas butir sehingga meningkatkan kekuatan kohesif dari batas butir.
Pada cubic zirconia, terdapatnya pertumbuhan butir dan terbatasnya keuletan
dikarenakan adanya kekurangan segregasi kation pada batas butir.
Effect of hydrogen on Material: Ti-6Al-4V matriks komposit dengan penguat berupaTiB+TiC
superplastic deformation of Metode: komposit dibuat dengan consumable vacuum arc remelting, dilakukan pengecoran dan
(TiB+TiC)/Ti-6Al-4V
hot-forging, dilakukan anneal kemudian di hidrogenasi, OM, XRD, uji tarik
composite
Variabel:
1. Temperatur: 780-9800C
2. Laju regangan: 10-4/s 10-2/s
3. Kadar hidrogen: 0%, 0.20%, 0.45%, 0.85%
Hasil:
1. XRD:
Semakin meningkatnya konsentrasi hidrogen, intensitas -Ti peak juga meningkat.
Adanya hidrogen dapat memperbaiki stabilitas fasa dan semakin banyak fasa yang
ada
Pada konsentasi hidrogen yang tinggi menimbulkan pembentukan hidrida.
2. OM:
Pada konsentrasi hydrogen 0.20%, fasa memiliki warna yang lebih terang dan fraksi
volumenya menjadi lebih besar.
Pada konsentrasi hydrogen 0.45%, fasa semakin banyak terbentuk dan warna antara
fasa dan fasa menjadi tertukar.
Pada konsentrasi hydrogen 0.85%, mikrostrukturnya tidak terlalu berubah dan volume
fraksi antara fasa dan fasa konstan.
3. Uji tarik:
Elogasi dari specimen yang terhidrogenasi meningkat pada temperatur tetap.

10

Elongasi dari specimen dengan konsentrasi hydrogen 0.45% dan 0.85%, adalah 295%
dan 305%
Elongasi dari komposit tanpa hidrogen adalah 135% pada temperature 8800C.
Hydrogen menurunkan temperatur optimum superplastik dan meningkatkan laju
regangan optimum superplastik. Hydrogen dapat menurunkan temperatur optimum
superplastik komposit menjadi 800C.
Adanya hydrogen menurunkan flow stress
Sensitivitas laju regangan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
hydrogen
Hydrogen memicu rekristalisasi komposit dan menghaluskan mikrostruktur selama
deformasi superplastik.

Yoshihito Kawamura, Superplastic deformation of Material: Zr65Al10Ni10Cu15 glassy alloy ribbon berukuran 1,0 x 0,02 mm2
Tsutomu
Shibata, Zr65Al10Ni10Cu15 metallic glass Metode: single roller melt spinning, XRD, SEM, DSC, uji tarik
Akihisa
Inoue,
Variabel:
Tsuyoshi Masumoto
1. Laju regangan: 1,67 x 10-4/s 5,0 x 10-1/s
Hasil:
1. DSC:
- Temperatur maksimum untuk menjaga keuletan pada annealed amorphous ribbon
selama 60 detik adalah 728 K.
2. Uji tarik:
Mode deformasi berubah dari inhomogen menjadi homogen pada temperatur 533 K.
Hal ini nantinya menurunkan kekuatan namun akan meningkatkan elongasi seiring
dengan meningkatnya temperatur.
Flow stress akan meningkat seiring dengan meningkatnya laju regangan dan
menurunnya temperatur.
Pada amorphous solid di bawah temperatur glass transition, nilai elongasi adalah
100%.
Pada super cooled liquid di atas temperatur glass transition, nilai elongasi adalah
200%.
Pada temperatur 673 K dengan laju regangan 5,0 x 10-2/s didapatkan elongasi sebesar
340%.

3. TEM dan XRD:


Terlihat adanya pembentukan fasa tunggal amorphous

Superplastis merupakan pengembangan berkelanjutan yang atraktif, efektif biaya, dan proses pembentukan yang near net shape untuk aplikasi
komersial (Z. Y. Ma dkk). Selain itu, superplastis juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu material polikristalin untuk mengalami elongasi yang sangat
besar sebelum mengalami kegagalan, dimana biasanya besarnya elongasi melebihi 1000%. Elongasi yang besar, biasanya terlihat pada material yang
dibentuk pada temperatur dibawah 0.5 Tm. Untuk deformasi tarik uni-axial, perpanjangan yang terjadi sebelum mengalami kegagalan adalah lebih dari
200% yang menandakan bahwa telah terjadi fenomena superplasticity. Perpanjangan yang paling besar adalah pada aluminium bronze, dengan
perpanjangan lebih dari 8000%.
Dengan adanya sifat superplastis pada material, maka dapat dilakukan pembentukan komponen yang kompleks. Pembentukan superplastik dapat
meningkatkan kebebasan dalam mendisain, meminimalisir jumlah scrap yang diproduksi, mengurangi kebutuhan dalam pengerjaan dengan mesin, dan
mengurangi jumlah material yang digunakan sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Umumnya terdapat dua jenis superplasticity, yaitu:
1. Fine-Structure Superplasticity (FSS): disebabkan oleh struktur internal material. Fenomena ini dapat dilihat pada material isotropik metalik
dengan butir yang halus dimana kondisinya terbatas pada laju regangan yang rendah dan temperatur di bawah 0.4 Tm.
2. Internal-Stress Superplasticity (ISS): disebabkan oleh kondisi luar yang spesial, seperti thermal atau pressure cycling, sehingga meningkatkan
transformasi struktur internal yang mengakibatkan tingginya tegangan internal.

Gambar 1 Deformasi Superplastik pada baja UHC dengan perpanjangan 1200%

Deformasi superplastis merupakan suatu metode yang membuat adanya sifat superplastis pada material setelah dilakukannya deformasi tanpa
merubah bentuk dari butir. Namun, terdapat transformasi struktur yang mengindikasikan grain boundary sliding memiliki peran yang penting bagi
deformasi superplastis. Ketika material telah mengalami deformasi, maka material tersebut akan mengalami perubahan mikrostruktur dimana ukuran butir
akan semakin halus. Semakin halusnya ukuran butir, maka akan didapatkan batas butir yang semakin banyak pula. Menurut Junqiang Lu yang mengacu
pada Ashby Verralls model, adanya pergerakan batas butir dan pelepasan tegangan pada grain boundary triple junction nantinya akan menyebabkan
terjadinya sliding. Fenomena grain boundary sliding ini harus didukung oleh mekanisme akomodasi dimana mekanisme ini berfungsi untuk membuat
adanya kompatibilitas regangan dan mengurangi konsentrasi yang dihasilkan oleh grain boundary sliding (Lee Shyong dkk). Terdapat dua macam
mekanisme akomodasi, yaitu dynamic recrystallization (DRX) dan liquid phase aided GBS.
Elemen yang penting dalam sifat superplastik adalah high strain rate sensitivity-nya lebih dari 0.5% ditambah dengan ukuran butir yang kecil,
adanya fasa kedua, ketahanan terhadap tensile separation pada batas butir, dan bentuk butir. Strain rate sensitivity akan menghambat terjadinya necking
karena tidak adanya deformasi yang terlokalisasi. Cara menghitung strain rate sensitivity adalah dengan menggunakan rumus berikut ini:

dimana adalah true stress, K adalah konstan, adalah true strain, dan m adalah eksponen strain rate sensitivity. Jika didapatkan nilai laju regangan yang
rendah selama elongasi superplastis, maka butir-butir akan tumbuh dan menghalangi terjadinya grain boundary sliding sehingga menyebabkan jumlah
superplastis akan menurun (Lee Shyong dkk). Sedangkan jika ukuran butir semakin kecil, maka fenomena superplastis akan semakin banyak terjadi. Hal ini
dikarenakan semakin kecil butir maka perpanjangan akan semakin besar. Pada Gambar 2 dapat kita lihat bahwa semakin kecil ukuran buitr, maka akan
didapatkan elongasi yang semakin besar.

Gambar 2 Grafik perbandingan ukuran butir


dengan elongasi

Untuk mempertahankan ukuran butir yang kecil pada suhu pembentukan dan selama pembentukan superplastis terjadi, maka harus terdapat fasa kedua
pada batas butir. Oleh karena itu, banyak material superplastis yang didasarkan pada komposisi eutectoid, eutectic, dan monotectoid. Kekuatan fasa kedua
harus sama dengan kekuatan matriks. Jika kekuatan fasa kedua lebih besar, maka akan terdapat rongga pada interface matriks. Rongga-rongga yang terjadi
selama aliran superplastis dapat dihambat dengan melakukan mekanisme recovery.
Jika sebelumnya telah dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi superplastis, maka kali ini akan dibahas mengenai efek yang mungkin saja
terjadi pada superplastis ketika dilakukan perlakuan tertentu. Kali ini akan dijelaskan mengenai efek yang terjadi pada superplastis ketika ditambahkan
elemen paduan, efek hidrogenasi, efek perbedaan konsentrasi elemen yttrium, efek friction stri processing (FSP), dan efek ECAP.

Efek penambahan paduan


Senyawa intermetalik umumnya tidak memiliki ketahanan terhadap panas dikarenakan sifatnya yang getas dan memiliki keuletan yang rendah.
Oleh karena itu diperlukanlah penambahan suatu elemen sebagai aditif. Contohnya adalah penambahan Boron ke dalam Fe - 18%Si dan
penambahan Phospor ke dalam NiAl. Ketika dilakukan penambahan Boron, ternyata deformasi superplastis yang terjadi itu tidak berhubungan
dengan grain boundary sliding dari butir DRX. Namun, karena adanya pembentukan butir DRX yang kasar secara terus-menerus yang mengandung
struktur subgrain sehingga menghalangi pembentukan dan pertumbuhan rongga (W. Y. Kim dkk). Kemudian ketika dilakukan penambahan
Phospor, ternyata dapat meningkatkan pembentukan rongga sehingga mengurangi elongasi secara drastis selama deformasi superplastis terjadi (J.
Zhou dkk).

Efek hidrogenasi
Adanya proses hidrogenasi pada paduan titanium akan menyebabkan elongasi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan paduan yang
hanya di anneal. Namun, dengan semakin tingginya konsentrasi hidrogen menghasilkan elongasi yang tinggi pula (Junqiang Lu dkk). Selain itu,
mikrostruktur material juga akan menjadi lebih sensitif terhadap laju regangan dan temperatur serta dapat meningkatkan laju regangan optimum
dan menurunkan temperatur optimum deformasi superplastis. Efek hidrogenasi terhadap elongasi pada paduan titanium dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3 Perbandingan penggunaan konsentrasi hidrogen terhadap elongasi di temperatur tertentu pada paduan titanium

Lain halnya dengan paduan titanium, efek hidrogenasi pada titanium matrix composite (TMC) adalah dapat meningkatkan elongasi dan semakin
besar seiring dengan pertambahan konsentrasi Hidrogen pada temperatur tetap (Junqiang Lu dkk). Dengan adanya hidrogenasi, sensitivitas laju
regangan juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi hidrogen. Selain itu, hidrogen ternyata dapat memicu rekristalisasi
komposit dan menghaluskan mikrostruktur selama deformasi superplastis. Deformasi superplastis yang terjadi adalah disebabkan oleh grain
boundary sliding.

Gambar 4 Perbandingan penggunaan konsentrasi hidrogen terhadap elongasi di temperatur tertentu pada TMC

Efek perbedaan konsentrasi elemen yttrium


Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh S. Tekeli dkk mengenai efek perbedaan konsentrasi yttrium yang dilakukan pada material 3Y-TZP dan 8YCSZ didapatkan bahwa:
a. 3Y-TZP (fasa tetragonal): strain hardening rendah dan adanya elongasi yang besar, sehingga menyebabkan stabilitas ukuran butir pada
temperatur tinggi baik dan adanya segregasi yttrium di batas butir. Adanya segregasi ini ternyata menurunkan pergerakan batas butir dan
energi batas butir sehingga meningkatkan cohesive strength dari batas butir. Telihat bahwa adanya rongga yang berelongasi sejajar dengan
tensile axis.
b. 8Y-CSZ (fasa tunggal kubus): terdapat strain hardening yang besar dan keuletan rendah yang menyebabkan adanya pertumbuhan butir DRX
selama deformasi. Pada material ini terlihat adanya rongga yang berpropagasi pada arah tegak lurus terhadap tensile axis
Namun deformasi superplastis yang terjadi pada dedua material adalah dikarenakan terjadinya grain boundary sliding.

Efek friction stri processing (FSP)


Proses FSP ini lebih efektif jika dibandingkan dengan TMP dalam memiliki nilai laju regangan superplastis yang tinggi. Adanya proses FSP pada
material akan menyebabkan butir menjadi lebih halus sehingga meningkatkan keuletan superplastis dan memiliki laju regangan optimum yang
tinggi. Dengan semakin besarnya elongasi yang terjadi, grain boundary sliding akan menjadi semakin terlihat yang menandakan bahwa deformasi
superplastis terjadi.

Gambar 5 Perbandingan penggunaan proses FSP terhadap elongasi pada laju regangan tertentu

Efek ECAP
Pada suatu Pada penelitian mengenai Superplastic forming at high strain rates after severe plastic deformation diketahui bahwa dengan
menggunakan proses ECAP dapat mengecilkan ukuran butir dari 200 m menjadi 0,2 m. Butir yang sangat halus (1,1 m) yang dihasilkan oleh
ECAP akan stabil pada temperatur tinggi, yaitu pada saat diholding selama 10 menit pada 673 K dimana didapatkan elongasi lebih dari 1000%
dengan laju regangan sebesar 10-2/s. Dengan adanya proses ECAP ini memungkinkan untuk terjadinya superplastis pada laju regangan yang tinggi,
yaitu didaptkan maksimal elongasi sebesar 2280% dengan laju regangan sebesar 3,3 x 10-2/s.

Dikarenakan sifat superplastis ini sangat menguntungkan terutama dapat membuat komponen yang kompleks dan dapat mengurangi material
sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Berikut ini adalah beberapa contoh komponen yang telah dibuat menggunakan teknologi superplastis.
a. B-1 aircraft engine supports: terdapat penghematan biaya dan berat material sebesar 55% dan 33%.

Gambar 6 B-1 aircraft engine supports

b. Aft Fuselage of F-15E fighter: mengurangi penggunaan 10000 fastener dan 726 part

Gambar 7 Aft Fuselage of F-15E fighter sebelum (a) dan sesudah (b) menggunakan teknologi superplastis

Referensi:
Z. Y. Ma, R. S. Mishra, M. W. Mahoney. 2002. Superplastic deformation behavior of friction stir processed 7075Al Alloy. Acta Materialia 50, p. 44194430.
Z. Horita, M. Furukawa, M. Nemoto, A. J. Barnes, T. G. Langdon. 2000. Superplastic forming at high strain rates after severe plastic deformation.
Acta Mater 48, p. 3633-3640.
LI Li, Zhang Xing-ming. 2011. Microstructure and texture evolution during high-strain-rate superplastic deformation of coarse-grained Mg-Gd-Y-Zr
rolled sheet. Trans. Nonferrous Met. Soc. China 21, p. 1491-1497.

Lee Shyong, Chiang Chih-te, Chu Chun-lin, Hsu Chang-chuan. 2010. Inter-granular liquid phase aiding grain boundary sliding in superplastic of finegrained ZK60 Mg alloy. Trans. Nonferrous Met. Soc. China 20, p. 576-579.
W. Y. Kim, S. Hanada, T. Sakai. 1998. Superplastic deformation of boron doped Fe - 18%Si. Materials Science and Engineering A248, p. 78-86.
Junqiang Lu, Jining Qin, Weijie Lu, Yifei Chen, Zhiwei Zhang, Di Zhang, Hongliang Hou. 2010. Superplastic deformation of hydrogenated Ti - 6Al - 4V
alloy. Materials Science and Engineering A527, p. 4875-4880.
J. Zhou, J. T. Guo. 2003. The phosphorous effect on the superplastic deformation of NiAl. Materials Science and Engineering A360, p. 140-145.
S. Tekeli, T. J. Davies. 2001. A comparative study of superplastic deformation and cavitation behaviour in 3 and 8 mol% yttria-stabilized zirconia.
Materials Science and Engineering A297, p. 168-175.
Junqiang Lu, Jining Qin, Weijie Lu, Yifei Chen, Zhiwei Zhang, Di Zhang, Hongliang Hou. 2009. Effect of hydrogen on superplastic deformation of
(TiB+TiC)/Ti-6Al-4V composite. International Journal of Hydrogen Energy 34, p. 8308-8314.
Yoshihito Kawamura, Tsutomu Shibata, Akihisa Inoue, Tsuyoshi Masumoto. 1997. Superplastic deformation of Zr65Al10Ni10Cu15 metallic glass. Scripta
Materialia, Vol. 37, No. 4, p. 431-436.
Superplasticity & Forming of Advanced Materials. http://www3.ntu.edu.sg/mae/research/researchnews/adv-materials.pdf
Superplasticity in titanium alloys. http://www.journalamme.org/papers_vol24_1/24114.pdf
Superplasticity. http://aluminium.matter.org.uk/content/html/eng/default.asp?catid=208&pageid=2144416605
Superplasticity. http://www.matsceng.ohio-state.edu/~daehn/carroll/sld006.htm
Mahesh D.C, et al. Superplastic Tensile Behavior of a Ti-Al-Mn Alloy. Karnataka Department of Metallurgical and Materials Engineering,
IITMadras,Chennai, Tamilnadu. http://www.ijser.org/researchpaper%5CSUPERPLASTIC-TENSILE-BEHAVIOR-OF-A-TI-Al-Mn-ALLOY.pdf

You might also like