You are on page 1of 13

Suspek Tuberkulosis Peritoneal pada Wanita Paruh Baya dengan Ekonomi Rendah dan

Kurangnya Perhatian dari Keluarga


Maulana, Amelia, Wendy, Rayi, Gustiandari, Esqy
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer dengan prinsip utama
pelayanan kesehatan holistikserta memberikan pelayanan kesehatan yang diperlukan secara
berkesinambungan. Masalah yang dialami pada keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan
keluarga dan pasien mengenai penyakit yang dialami pasien, sehingga juga berdampak pada
lingkungan rumahnya yang kurang bersih dan sirkulasi yang kurang baik, dan juga asupan
makanannya, selain itu juga kurangnya perhatian yang didapatkan pasien karena pasien hanya
tinggal berdua di rumahnya dengan suaminya yang bekerja dari pagi sampai malam.
Sedangkan masalah yang dialami pasien adalah keluhan nyeri dan benjolan pada perut bagian
bawah sejak 1 tahun yang lalu, yang didiagnosa oleh dokter TB usus. Pasien diberikan
edukasi melalui media video mengenai penyakit pasien (TB dan hipertensi) dan pola hidup
sehat, angket mengenai makanan yang baik untuk pasien

dan

ceklis kegiatan yang

dianjurkan untuk pasien. Indeks keberhasilan ditentukan dari data klinis dan indeks koping
keluarga. Perkembangan penyakit yang dialami pasien disebabkan karena rendahnya
pengetahuan serta kurang pedulinya pasien terhadap kebersihan dan sirkulasi rumah,
sehingga agen infeksius berkembang dengan baik sehingga penyakit pasien semakin
berkembang. Penerapan pelayanan kedokteran keluarga bersifat holistik, komprehensif,
berkesinambunan, terpadu dan paripurna yang memandang pasien sebagai bagian dari
keluarga dan lingkungannya telah dilakukan dan berhasil menambah pengetahuan pasien dan
keluarga, sehingga keluarga memperbaiki keadaan rumah yang menjadi lebih rapi dan bersih,
bahkan suaminya pun mengungkapkan bahwa ingin mencari rumah baru dengan sirkulasi
udara yang lebih baik. Pasien juga sudah

mengurangi makanan tinggi garam, dan

memperbanyak memakan buah dan sayuran.


Kata kunci: tuberkulosis peritoneal, hipertensi, pelayanan kedokteran keluarga.

Pendahuluan
Berdasarkan WHO (2003), dalam mencapai upaya kesehatan nasional dan mencapai
Millenium Development Goals (MDGs) 2015 adalah dengan memperkuat sistem pelayanan
kesehatan primer. Oleh sebab itu perlu adanya integrasi dari Community Oriented Medical
Education (COME) dan Family Oriented Medical Education (FOME), yang salah satu
bentuk perwujudannya dengan pelaksananaan pelayanan Kedokteran Keluarga yang
melaksanakan pelayanan kesehatan holistic meliputi upaya kesehatan promotif, preventif,
kuratifdan rehabilitatif dengan pendekatan keluarga.
Kedokteran Kelurga bukan hal baru di beberapa Negara dan telah terbukti sebagai
upaya pelayanan kesehatan primer yang berkembang pesat. Terbukti pada Januari 1985,
WHO dan WONCA telah merumuskanaction plan dalam Making Medical Practice and
Educational Move Relevant to Peoples Need: The Role of Family Doctor. Sedangkan di
Indonesia, melalui Permenkes No. 916 Tahun 1997, tentang Pelayanan Dokter Umum yang
Diarahka Menjadi Pelayanan Dokter Keluarga, diharapkan pelayanan kesehatan primer
melalui dokter keluarga mampu meningkatan upaya kesehatan nasional.
Dengan adanya prinsip utama pelayanan kesehatan holistik dalam pelaksanaan
kedokteran keluarga, maka diperlukan informasi mengenai latar belakang pasien yang
menjadi tanggungan, serta memberikan pelayanan kesehatan yang diperlukan secara
berkesinambungan. Maka, untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan seperti itu,
salahsatucara

yang

dapatdilakukanadalahmelakukankunjunganrumah

(home

visit)

sertamelakukanperawatanpasien di rumah (home care).


Berdasarkan uraian diatas, halini yang mendasari penulis melakukan kunjungan ke
Rumah Ibu Siti Zubaedah yang menderita tuberkulosis peritoneal dan hipertensi.
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system

gastrointestinal, mesenterium dan organ

genetalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan
proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan
bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan
lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh
terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain.
Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai
termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun
sudah jarang ada kecenderungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS

dan Imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan
sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau
terlambat ditegakkan.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada
saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik,
misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh.
Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada
tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Ilustrasi Kasus
Seorang wanita Ny. Z, berusia 48 tahun adalah seorang ibu rumah tangga dari
keluarga inti dan hanya tinggal berdua bersama suaminya yang berusia lebih muda yaitu Tn.
H berusia 38 tahun yang bekerja sebagai supir pribadi. Keluarga ini tidak mempunyai anak
karena Ny. Z sudah dua kali keguguran.
Saat kunjngan pertama Ny. Z, yaitu pasien, terlihat tampak pucat dan sangat kurus.
Pasien mengeluhkan merasakan nyeri di bagian perut bawah dan ada benjolan sejak 1 tahun
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluhkan kaki, tangan, dan wajahnya bengkak serta
akhir-akhir ini sering merasa sesak saat beraktivitas dan saat tidur. Pada pertengahan tahun
2013 pasien pernah berobat RSUD Depok, dari hasil pemeriksaan rontgen didapatkan
kardiomegali dan dari pemeriksaan lab didapatkan Hb , Ht , Leukosit , Trombosit , AST
(SGOT) , Albumin . Ibu Z diberikan obat sefadroxil, potasium chloride, antasid, furosemid,
captopril, obat warna kuning bulat kecil yang diminum setiap hari dan mendapat anjuran
untuk mengkonsumsi sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, serta mengurangi konsumsi
garam. Setelah mengkonsumsi obat dari dokter bengkak di tubuh Ny. Z membaik namun
nyeri perutnya tidak berkurang.

Sekitar dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami batuk kering yang cukup lama
namun tidak pernah berobat dan pasien juga mengatakan mengalami hipertensi.
Pada riwayat penyakit keluarga, pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung
pada orang tua pasien. Suami pasien merokok didalam rumah tapi tidak pernah ada gejala
penyakit TB. Pasien mengatakan bahwa tetangga disamping rumah mengalami penyakit
batuk berdahak yang sudah cukup lama.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan saat kunjungan didapatkan Ny. Z, kompos mentis
tampak pucat dan kurus. Tekanan darah normal, bunyi jantung dalam batas normal, paru
dalam batas normal. Perut cembung, keras, bising usus meningkat dan nyeri tekan di
epigastrium. Pada ekstremias bawah terdapat pitting edema pretibia.
Hubungan Ny. Z dengan mertua tampak tidak begitu dekat, Ny. Z mengatakan lebih
sering bertemu dengan tantenya dari pada dengan mertua. Lingkungan sosial di sekitar
tempat tinggal Ny. Z tampak tidak begitu harmonis. Pasien juga mengatakan tidak mengikuti
kegaiatan-kegiatan sosial seperti pengajian atau yang lainnya.

Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga


Keluarga terdiri dari 3 generasi, yaitu nenek dan kakek yang sudah meninggal, ayah
dan ibu, serta Ny. Z dan suaminya yaitu Tn. H. Namun yang tinggal dalam satu rumah hanya
keluarga inti yaitu Ny. Z dan Tn. H.

Gambar 1. Genogram

Gambar 2. Family map

Penilaian Terhadap Keluarga


Dalam rangka memenuhi tujuan dapat tercapainya pengobatan pasien dengan
melibatkan keluarga perlu dinilai permasalahan yang dihadapi. Untuk mendeteksi faktor
resiko yang berkaitan dengan masalah biologis, psikologis, sosial dan ekonomi keluarga,
maka dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 9 Desember, 18 Desember 2013 dan 14
Januari 2014.
Dalam siklus keluarga ini terdapat satu tahap kehidupan, yaitu tahap orang tua usia
pertengahan. Keluarga kurang mengerti mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan dalam
pengetahuan pun kurang. Makan sehari-hari pasien membeli di warung makan.
Keluarga saat ini hidup dengan menggunakan uang gaji dari suami pasien, dan
memiliki kartu jamkesmas untuk berobat.
Suami pasien bekerja hampir setiap hari sebagai supir pribadi dan bekerja dari pagi
sampai sore hari sehingga pasien tinggal di rumah seorang diri karena pasien tidak memiliki
anak. Pasien paling sering menemui tante dan terkadang mertuanya. Setelah pasien sakit,
suami menjadi lebih sering menelpon dan tante atau mertuanya menjenguk ke rumah pasien.
Kemungkinan merasa kesepian atau putus asa terhadap penyakitnya sangat besar dan patut
menjadi perhatian.
Identifikasi Masalah Keluarga
1. Masalah dalam organisasi keluarga: pasien hanya tinggal berdua dengan suami,
dikarenakan tidak mempunyai anak karena sudah 2 kali keguguran. Mertua pasien
tinggal di daerah dekat rumah pasien namun tidak terlihat akrab karena jarang
mengunjungi pasien.
2. Masalah dalam fungsi biologis: saat dilakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien pada
kunjungan pertama, pasientampak kurus dan pucat, dengan tekanan darah normal, bunyi
jantung dalam batas normal, paru dalam batas normal. Perut cembung, keras, bising usus
meningkat dan nyeri tekan di epigastrium.

3. Masalah dalam fungsi psikologis: pasien tampak kekurangan perhatian dan kesepian
dikarenakan tidak memiliki anak dan hanya tinggal berdua dengan suaminya. Mertua
pasien tinggal di daerah yang lumayan dekat dengan rumah pasien, namun
berdasarkan pengakuan pasien, mertuanya jarang mengunjungi pasien, padahal
penyakit pasien lumayan serius.
4. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan: dalam pemenuhan
kebutuhan keluarga, suami pasien masih dapat mencukupi kebutuhan keluarga
Dengan gajimingguan: 100.000, gajitetap 800.000, jikakeluarkota 300.000.

5. Masalah dalam perilaku kesehatan: dalam perilaku minum obat, pasien bisa dikatakan
teratur, namun dalam hal meningkatkan kebersihan rumah terlihat kurang baik, selain
itu juga tata ruang rumah yang pasien tinggali, sirkulasi udara hanya didapatkan pada
bagian depan rumah saja, sehingga, pertukaran udara di dalam rumah pasien tidak
berlangsung dengan baik, bagian dalam rumah pasien dan belakang tampak pengap
dikarenakan kurangnya sirkulasi udara. Untuk gizi pasien, dalam makan sehari-hari
pasien biasa membeli makanan yang sudah jadi, tidak membuat makanan sendiri di
rumah dikarenakan keterbatasan pasien untuk melakukan aktivitas.
6. Masalah dalam lingkungan: pasien dan suami terlihat tidak akrab dengan tetangga
sekitar, terlihat acuh satu sama lain. Pasien juga tidak pernah mengikuti acara sosial
yang ada di lingkungannya.

Diagnostik Holistik
Aspek Personal

: Pasien

Aspek Klinis

: Suspect Tuberkulosis Peritoneal

Aspek Individual

: Pasien adalah perempuan berusia 48 tahun yang memiliki pola


makan tidak teratur dan terlihat tidak sering berkumpul dengan
tetangga-tetangganya.

Aspek Psikososial

: Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

Aspek Fungsional

: Aktivitas menjalankan fungsi sosial dalam kehidupan derajat


1, pasien dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
baik didalam maupun diluar rumah.

Diagnosis Keluarga
Keluarga inti dengan kepala keluarga dan pasien.

Tujuan Umum Penyelesaian Pasien dan Keluarga


Terselesaikannya masalah pasien dan dapat menciptakan keluarga yang dapat
meningkatkan kesadaran, keinginan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap anggota
keluarga. Hal ini untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal melalui hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat. Selain itu keluarga dapat mengenali upaya faktor resiko,
penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan Hipertensi, Tuberkulosis Peritoneal maupun
Tuberkulosis secara umum. Juga mengenai bahaya merokok itu sendiri dan dampaknya
kepada orang lain dalam hal ini ibu jubaedah sebagai pasien.

Indikator Keberhasilan
Pasien dapat lebih paham tentang faktor resiko Hipertensi, Tuberkulosis dan
mengetahui gejala gejalanya sehingga dapat mencegah bertambah parahnya penyakit ibu
jubaedah, serta penularan di lingkungannya. Terlebih lagi pasien harus memahami mengenai
pengobatan dengan benar sehingga dapat benar-benar bersih dari penyakit tuberculosis. Hal
ini penting karena seseorang yang menderita tuberculosis sangat dianjurkan meminum obat
tuberculosis secara teratur dalam waktu yang telah ditentukan, jika salah atau tidak sesuai
dengan waktu yang ditentukan dapat menimbulkan resisten, sehinggan membuat pengobatan
lebih sulit dan lama.

Tindak Lanjut Terhadap Pasein dan Keluarga


Penyakit yang pasien derita telah mendapatkan penanganan Hipertensi yang tepat dari
dokter.pasien mendapat terapi farmakologis seperti sefadroxil, potasium chloride, antasid,
furosemid, captopril, obat warna kuning bulat kecil (kemungkinan CTM). Dianjurkan juga
oleh dokter tidak boleh makan banyak garam dan sayuran hijau, lebih anjurkan makan
kacang-kacangan.
Rencana non-farmakologis memberikan edukasi kepada pasien mengenai faktor
resiko, penyebab, cara menjaga agar penyakit hipertensi, dan tuberculosis serta memberikan
edukasi mengenai pola hidup sehat, lingkungan rumah yang sehat serta bahaya dan dampak
merokok.
Suami pasien juga perlu dilibatkan dalam menjaga kesehatan pasien dengan
mendukung perilaku sehat agar penyakit pasien terkontrol dengan baik. Misalnya dengan
menjaga pola makan, mengurangi garam. Lebih baik memasak sendiri dirumah daripada beli
makanan jadi sehingga bisa mengatur kadar garam atau memasak dengan cara direbus atau
dikukus.
Dikarenakan pasien hanya tinggal berdua dengan suami pasien, disini peran suami
pasien sangat dibutuhkan selain untuk mencari penghasilian keluarga, juga sebagai orang
yang senantiasa mengingatkan pasien untuk minum obat secara rutin dan memeriksakan ke
sarana pelayanan kesehatan.

Tindakan Terhadap Keluarga


Penatalaksanaan pasien ini memerlukan dukungan seluruh anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga memahami pentingnya pola hidup sehat untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit.
Masalah yang dihadapi keluarga yang kita kunjungi adalah kurangnnya perhatian dari
orang tua pasien maupun orang tua suami pasien sehingga berpengaruh kepada kesehatan,
pola makan, dan kebersihan rumah pasien.
Pasien

mungkin

memiliki

masalah

psikologis

yang

dapat

mempengaruhi

kesehatannya karena menurut sudut pandang kami pasien kurang memiliki hubungan yang
harmonis dengan keluarga dari suami pasien dan mungkin juga pasien merasa kesepian
karena tidak memiliki anak, suami pasien sering pulang malam untuk bekerja sebagai supir
pribadi.

Nilai Koping
Masalah

1.

Rencana Intervensi

Medis : Suggest

Farmakologis :

peritoneal TB

(kemungkinan CTM)

disertai

Non Farmakologis :

hipertensi

Hasil

Pasien mengikuti

Awal

Akhir

anjuran

Edukasi dengan
video tentang
penyakit TB dan
pengobatan
hipertensi

Memberikan
checklist tentang
anjuran pola makan
sehari-hari untuk
menurunkan
hipertensi

2.

Pengetahuan

Memberikan edukasi

Pasien menjadi

kondisi

mengenai penyakit

lebih memahami

kesehatan pasien

yang dialami pasien.

mengenai

serta penyakit

Penyakit Jantung

yang dialaminya

Koroner, Diabetes

kurang

Melitus,
Hipertensi dan
Inkontinensia urin.
Pasien lebih
termotivasi untuk
lebih
memperhatikan
dan menjaga
kesehatan dirinya

3.

Pola makan

Memberikan catatan

Pasien lebih

pasien cukup

serta penjelasan pada

memilih-milih

baik tetapi

pasien tentang

makanan yang

tidak

makanan apa saja

akan dikonsumsi

memperhatikan yang boleh

dan mulai

kandungan

dikonsumsi atau

membatasi

makanan

dibatasi untuk

makanan yang

penderita hipertensi

manis dan
mengandung
banyak
karbohidrat,
serta membatasi
makanan yang
tinggi garam

Tabel 1. Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga)

Penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi


dengan skala :
1 =

Tidak ada partisipasi, tidak ada penyelesaian walaupun sarana ada

2 =

Partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu,


penyelesaian oleh orang lain / dokter / pelayanan kesehatan

3 =

Penyelesaian hanya sedikit atas partisipasi keluarga

4 =

Penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk dari


orang lain / dokter / pelayanan kesehatan

5 =

Dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya

Hasil Pembinaan
1. Telah melakukan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien yaitu
Peritoneal TB dan hipertensi. Penjelasan yang diberikan meliputi penyebab penyakit,
faktor resiko, tanda dan gejala, komplikasi serta pengobatannya
2. Setelah dilakukan pembinaan, pasien lebih mengerti akan kondisi kesehatannya serta
penyakit yang dialaminya, sehingga pasien lebih memperhatikan masalah penyakitnya
dengan mengatur kandungan makanan yang di konsumsinya.
3. Pasien mulai memilih makanan apa yang akan dimakan, dengan mempertimbangkan
kadar garam dalam makanan

4. Keluarga pasien khususnya suaminya rumah lebih memperhatikan kondisi kesehatan


pasien, serta terus memotivasi pasien agar terus bersemangat
5. Hasil pembinaan keluarga secara keseluruhan menunjukkan peningkatan indeks
koping / penguasaan masalah dari 2-3 sebelum pembinaan menjadi 4 setelah
pembinaan.

Pembahasan
Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluargauntuk
memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu
dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Studi kasus dilakukan pada pasien Ny. Z berusia 48 tahun, sekitar tahun 2012 pasien
mengalami keluhan nyeri perut bawah dan ada benjolan sejak 1 thn yang lalu. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami. Pasien didiagnosis sugest
Peritoneal TB dengan hipertensi . Berdasarkan anamnesis diketahui pasien :
-

Kaki, tangan, muka bengkak sudah berobat dan bengkak berkurang

Tulang rusuk bagian belakang sakit sehingga susah tidur

Baru-baru ini sesak saat jalan, makan dan minum

Saat tidur berdebar-debar

Nafsu makan menurun dan lidah terasa kebal tapi perut lapar terus

BB menurun dari 49 kilogram menjadi 43 kiogram

BAB keras, banyak buang air kecil

Pemeriksaan fisik menunjukan tekanan darah pasien normal kemungkinan karena pasien
rutin meminum obat anti hipertensi yang diberikan dokter, jantung kardiomegali, perut
terlihat cembung, teraba keras, NT epigastirum, bising usus meningkat dan Pitting edema
pretibia. Pemeriksaan Penunjang pasien didapatkan rontgen : kardiomegali, darah :Hb ,Ht,
Leukosit , Trombosit , AST (SGOT) dan Albumin .
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga
sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system

gastrointestinal, mesenterium dan

organ genetalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan
kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering
ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak

kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah
menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain
Pada pasien Ny. Z belum didapatkan diagnosis pasti karena pada pemeriksaan spesifik
untuk Peritoneal TB yaitu pemeriksaan dahak BTA dikarenakan pasien tersebut sulit
mengeluarkan dahaknya. Tetapi pada pemeriksaan fisik dan anamnesa pasien lebih mengarah
ke arah Peritoneal TB.

Saran
1. Saran untuk Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Mengenai jadwal yang terkadang mendadak mengenai deadline, ada baiknya
dijadwakan dengan tidak mendadak, agar hasil bisa menjadi maksimal.
2. Saran untuk Puskesmas Sukmajaya
Dalam memberikan daftar pasien yang akan dikunjungi, ada baiknya jika dipastikan
terlebih dahulu pasien tersebut mau dikunjungi, karena sebelumnya kami
mendapatkan pasien yang nampaknya terus menghindar untuk dikunjungi.
3. Saran untuk Keluarga Pasien

You might also like