Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Agitasi dan propaganda adalah kata yang popular namun kini telah kehilangan
maknanya karena tertutupi oleh stigma-stigma negatif yang melingkupi dirinya. Suatu hal
yang umum ketika kata propaganda terdengar atau terlihat maka kata tersebut tidak terlepas
dari stigma negatif yang berkaitan dengan agitasi dan propaganda tersebut atau dipaksakan
berkaitan karena pada suatu massa kata-kata tersebut sangat bertalian erat, misalnya kata
perang dunia, konspirasi politik, media, pemerintah, pembodohan massal, informasi yang
salah, hingga mengacu kekata fasisme, nazi bahkan sosialisme. Sulit rasanya
menyandingkan agitasi dan propaganda dengan demokrasi, padahal diakui oleh pakar
publik relation, Propaganda adalah tujuan komunikasi dalam masyarakat yang
berdemokrasi1.
Stigma yang negatif tentang propaganda tidak akan terbentuk tanpa adanya suatu
rekayasa sosial, dan rekayasa sosial tanpa melanggar hak asasi manusia tidak akan terwujud
tanpa adanya komunikasi persuasif untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi
targetnya. Inti dari komunikasi persuasif adalah propaganda, dengan demikian dapat
dimungkinkan bahwa stigma negatif tentang propaganda merupakan produk dari
propaganda itu sendiri.
Terlepas dari stigma negatif tersebut, pembahasan pada kesempatan ini yaitu
mencoba mengupas agitasi dan propaganda dari sisi ilmiah dengan berpijak pada literatur
yang pembahasan lebih lanjut akan dibahas dibawah ini :
Edward L.Bernays
kamus Oxford
Lenin, dalam What is to be done
Seorang propagandis tentu saja mesti menyelidiki secara lebih mendalam konsep
keadilan, perkembangan dan transformasinya melalui berbagai masyarakat berkelas yang
berbeda, isi kelasnya yang tak terhindarkan. Tetapi hal itu bukan merupakan tujuan utama
dari agitasi. Para marxis yang tidak memahami pembedaan ini menjadi korban dari ideologi
kapitalis, menjadi korban dari generalisasi yang lepas dari konteks waktu (timeless
generalisations), yang mencerminkan masyarakat berkelas yang diidealisasikan. Yang
paling penting, mereka tidak memahami secara konkrit bagaimana sebenarnya sikap kelas
buruh berubah. Mereka tidak memahami peran pengalaman, sebagai contoh, pengalaman
tentang peran polisi dalam pemogokan para buruh tambang. Mereka tidak memahami
perbedaan antara agitasi dan propaganda.
Agitasi memerlukan kekuatan yang lebih besar. Tentu saja seorang individu
terkadang bisa mengagitasi sebuah keluhan tertentu secara efektif katakanlah keluhan
mengenai kurangnya sabun atau tissue toilet yang layak di sebuah tempat kerja tertentu,
tetapi sebuah agitasi yang luas dengan sebuah fokus yang umum tidaklah mungkin tanpa
sejumlah besar orang yang ditugaskan dengan pantas untuk melaksanakannya, tanpa sebuah
partai. Ketika sedang berbicara ke sejumlah orang dengan berupaya member keyakinan
melalui politik sosialis yang umum, dan bukan melalui agitasi massa. Jadi apa yang
diusulkan pada dasarnya adalah propaganda. Disini kebingungan muncul karena terdapat
lebih dari satu jenis propaganda. Ada sebuah pembedaan antara propaganda abstrak dan
jenis propaganda yang diharapkan dapat mengarah ke suatu aktivitas, yaitu propaganda
yang konkrit atau realistik.
Propaganda abstrak memunculkan gagasan yang secara formal benar, tetapi tidak
terkait dengan perjuangan atau dengan tingkat kesadaran yang ada di antara mereka yang
menjadi sasaran dari penyebaran gagasan itu. Sebagai contoh, menyatakan bahwa di bawah
sosialisme sistem upah akan dihapuskan adalah mutlak benar, menempatkan usulan yang
seperti itu kepada para buruh sekarang ini bukanlah agitasi, melainkan propaganda dalam
bentuk yang paling abstrak. Begitu pula, usulan terus-menerus untuk sebuah pemogokan
umum, terlepas dari apakah prospek untuk melakukannya bersifat riil dalam situasi yang
sekarang, mengarah tidak ke agitasi, melainkan ke penarikan diri dari perjuangan yang riil
di sini dan sekarang.
Dengan melakukan propaganda realistis pada sebuah periode di mana agitasi massa
secara umum tidak mungkin, kaum sosialis akan jauh lebih mungkin untuk dapat
menghindari kedua jebakan tersebut.
Dalam kamus besar bahasa indonesia, agitasi diartikan sebagai
1. Hasutan kepada orang banyak yang biasanya dilakukan oleh politikus
2. Pidato berapi-api untuk mempengaruhi massa
3. Pengadukan
Propaganda, secara istilah diartikan sebagai penerangan yang benar atau salah yang
dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu keyakinan, sikap
atau arah tindakan tertentu. Propaganda juga berarti penyebaran ide, informasi, tujuan dan
kampanye yang tengah dilakukan dengan tujuan agar orang lain dapat menerimanya.
D. Kesimpulan
Agitasi dan propaganda telah dikenal manusia sejak manusia bisa berkomunikasi
antar sesamanya. Seperti juga kita yang seringkali berusaha untuk meyakinkan orang lain
untuk menerima dan mengusahakan apa yang kita inginkan, maka propaganda adalah
kegiatan yang bertujuan agar apa yang kita inginkan dapat tersebar dan diterima oleh orang
lain. Dalam kerja organisasi gerakan, kegiatan agitasi dan propaganda dapat dipahami
sebagai langkah gerakan untuk mendapatkan simpati, penerimaan ide, dan penyebaran
keinginan, tuntutan yang dapat mempengaruhi massa untuk ikut dalam gerakan, organisasi
atau melakukan perubahan.