You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

AMNION
Amnion pada kehamilan aterm berupa sebuah membrane yang kuat dan ulet tetapi lentur.
Amnion adalah membrane janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Struktur
avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia. Pada banyak kasus
obstetric, pecahnya selaput ketuban secara dini pada kehamilan dini merupakan penyebab
tersering pelahiran preterm.1
Anatomi
Amnion yang membesar menyatu dengan korion leave. Amnion plasenta menutupi permukaan
fetal plasenta sehingga berkontak dengan permukaan adventisial pembuluh korion, yang berjalan
melintasi lempeng korion dan bercabang-cabang ke dalam kotiledon. Amnion umbilikalis
menutupi tali pusat.1
Lapisan Amnion
Bourne (1962) menjelaskan lima lapisan jaringan amnion. Permukaan dalam yang dibasahi oleh
cairan amnion, adalah selapis rapat sel epitel kuboid yang diperkirakan berasal dari ectoderm
embrionik. Disisi luar lapisan padat, terdapat sederet sel mesenkim mirip fibroblast (yang pada
kehamilan aterm tersebar luas). Sel-sel ini mungkin berasal dari mesoderm diskus embrionik. Di
amnion juga terdapat beberapa makrofag janin. Lapisan paling luar amnion adalah zona
spongiosa yang relative aseluler yang bersebelahan dengan membrane janin kedua, korion leave.
Elemen penting yang hilang pada amnion manusia adalah sel otot polos, saraf, pembuluh limfe,
dan pembuluh darah. 1
Histologi
Sel epitel amnion. Sel epitel melapisi seluruh sisi dalam (cairan amnion) di semua bagian.
Permukaan atipikal sel epitel dipenuhi oleh mikrovilus yang berkembang sempurna, sesuai
dengan fungsinya sebagai tempat perpindahan utama antara cairan amnion dengan amnion. Selsel epitel juga aktif secara metabolis dan merupakam tempat sintesis inhibitor jaringan
metalloproteinase-1.Sel mesenkim amnion. Sel-sel mesenkim amnion pada lapisan fibroblast
amnion berperan penting dalam fungsi-fungsi utama amnion. Sintesis kolagen interstisial yang
membentuk lapisan kompak amnion, yaitu sumber utama kekuatan regang membrane ini,
berlangsung di sel mesenkim. Sel-sel ini juga memiliki kemampuan tinggi untuk mensintesis
berbagai sitokin termasuk interleukin-6 (IL-6), IL-8 dan monocyte chemoattractant protein-1
(MCP-1). Sintesis sel-sel ini meningkat sebagai respons terhadap toksin bakteri dan interleukin1.1

Daya Regang
Amnion merupakan penentu utama daya regang membrane. Selain itu, daya regang amnion
hamper seluruhnya terletak di lapisan kompak, yang terdiri dari kolagen interstisium tipe I, III,
serta V dan VI yang saling berikatan silang. 1
Kolagen Intertisial
Kolagen adalah makromolekul utama pada sebagian besar jaringan ikat dan merupakan protein
paling banyak di tubuh. Kolagen I adalah kolagen interstisial utama di jaringan-jaringan yang
memiliki daya regang tinggi. Kolagen intertisial amnion tipe I dan III diproduksi terutama di sel
mesenkim. 1
Fungsi Metabolic
Amnion merupakan membrane avaskular yang berfungsi menampung cairan amnion. Mambran
ini aktif secara metabolis, terlibat dalam transport air dan zat terlarut untuk mempertahankan
homeostasis cairan amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif menarik, termasuk
peptide vasoaktif, factor pertumbuhan dan sitokin. 1

Gambar I. Pembentukan Amnion

1.2

LIKUOR AMNII
Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada kehamilan cukup bulan
1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta memiliki bau yang khas, agak amis dan manis.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik
serta bahan organic dan terdapat rambut lanugo (rambut halus berasal dari bayi), sel-sel epitel,
dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2,6% gr/liter,
sebagian besar sebagai albumin. 2

Terdapatnya lesitin dan sfingomielin amat penting untuk mengetahui apakah janin
memiliki parru-paru yang telah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin
permukaan alveolus paru-paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat
untuk berkembangnya paru-paru untuk bernapas. Untuk menilai hal ini dipakai perbandingan
antara lesitin dan sfingomielin. 2
Kadang-kadang, pada saat persalinan, warna air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan yang mengandung
empedu). Berat jenis likuor menurun dengan tuanya kehamilan (1025 1,010). 2
Dari mana likuor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih dibutuhkan
penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan mengenai hal tersebut, antara lain
bahwa air ketuban ini berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain
mengemukakan kemungkinan likuor amnii berasal dari plasenta. 2
Dikemukakan bahwa peredaran likuor amnii cukup baik. Dalam satu jam didapatkan
perputaran 500 ml. Mengenai cara perputaran ini pun terdapat banyak teori, antara lain bayi
menelan air ketuban yang kemudian dikleuarkan melalui air kencing. Prichard dan Sparr
menyuntikkan kromat radioaktif ke dalam air ketuban tersebut. Mereka menemukan bahwa janin
menelan 8-10 cc air ketuban atau 1% dari seluruh volume air ketuban dalam tiap jam. Apabila
janin tidak menelan air ketuban ini, janin dengan stenosis akan didapat keadaan hidramnion.
Keadaan hidramnion ini terdapat pula pada anensefalus, spina bifida, dan korioangioma (tumor
pembuluh darah plasenta). Potter juga mengemukakan adanya hidramnion pada agenesis ginjal
bawaan. 2
Likuor amnii makin banyak menarik perhatian untuk pembuatan diagnosis mengenai
kelainan atau keadaan janin, misalnya jenis kelamin janin, golongan darah ABO, janin dalam
Rhesus isoimunisasi, apakah janin cukup bulan, adanya macam-macam kelainan genetic, dan
lain-lain. Obstetric modern menginginkan deteksi kelainan pada kehamilan sedini mungkin.
Untuk membuat diagnosis umumnya digunakan sel-sel yang terdapat di dalam likuor amnii
dengan melakukan amniosintesis. Amniosintesis dewasa ini lebih sering dilaksanakan melalui
transabdominal, umumnya pada kehamilan minggu ke 14-16. Bila amniosintesis dilaksanakan
lebih dini, maka resiko terjadinya abot]rtus akan lebih tinggi. Dengan ultrasonografi ditentukan
sebelumnya letak plasenta, untuk menghindarkan plasenta dapat ditembus. Pungsi melalui
plasenta dapat menimbulkan perdarahan dan pencemaran likuor amnii oleh darah. Bila ini
terjadi, maka likuor amnii tersebut tidak dapat digunakan untuk mengadakan analisis kimiawi
dan sitogenetik. Amniosintesis ini bukan tidak berbahaya, ia dapat menimbulkan trauma pada
janin, plasenta, percampuran darah antara janin dan ibu dengan kemungkinan sensitisasi, dan
abortus, meskipun komplikasi ini jarang terjadi. Maka dari itu, amniosintesis handaknya hanya
dikerjakan bila ada indikasi yang tepat. 2
Likuor amnii sendiri tanpa sel-sel merupakan suatu bahan untuk penyelidikan labih
lanjut, misalnya dalam pemeriksaan adrenogenital syndrome, Tay-sacks disease, methyl melonic
academia, dan sebagainya. Di samping banyaknya lipid dan polipeptid di dalamnya, ditemukan
pula enzim-enzim yang terdapat di cellular organelles. 2

Likuor amnii memliki beberapa fungsi, yaitu : 2


1. Melindungi janin terhadap trauma dari luar,
2. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
3. Melindungi suhu tubuh janin,
4. Meratakan tekanan di dalam uterus pada saat persalinan, sehingga serviks membuka,
5. Membersihkan jalan lahir, jika ketuban pecah dengan cairan yang steril, dan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga mengurangi resiko janin untuk
mengalami infeksi.

Gambar II. Likuor Amnii (amniotic cavity)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum awitan
persalinan, baik aterm maupun preterm. 2
1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu
2. KPD memanjang merupakan KPD selama > 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan
risiko infeksi intra-amnion atau lebih dari 12 jam sebelum waktunya persalinan.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. 3
Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum partu yaitu bila pembukaan pada primigravida
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. 4

Gambar III. Ketuban Pecah


2.2

Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu
ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut : 4

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.

Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).
Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Faktor yang memiliki kaitan dengan KPD yaitu :
- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
- Riwayat kelahiran premature.
- Merokok.
- Perdarahan selama kehamilan.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten
Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin
Lain-lain :
Social ekonomi rendah
Defisiensi gizi, vitamin C
Merokok
Keturunan
Antagonis golongan darah ABO
Usia > 35 tahun

2.3

Epidemiologi
Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari
semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan
penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%. 4
Beberapa faktor resiko dari KPD : 4
1. Inkompetensi serviks / kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik
uteri (akibat persalinan, kuretase).

Gambar IV. Inkompetensi Serviks


2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Morbiditas dan mortalitas
Prematuritas : infeksi neonates (pneumonia, enterokolitis nekrotikans, sepsis, dll)
Solusio plasenta (7-10% kasus)
Gawat janin (penekanan karena oligohidramnion)
IUFD (1-2% kasus)
Hipoplasia paru (pada ketuban pecah dini < 26 minggu)
Deformitas skeletal
Kelainan congenital
Infeksi ibu : korioamnionitis (suhu > 38,2 C, 2 atau lebih tanda-tanda :
- Nyeri uterus
- Kontraksi
- Ketuban berbau
- Penurunan leukosit dengan kultur (+)
2.4

Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%), yaitu : 4
High virulensi : Bacteroides
Low virulensi : Lactobacillus

Gambar V
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi
interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. 4
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/
amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. 4
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. 3
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah. 3
Factor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah : 3
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;
Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. 3
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIM-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrane janin. Aktivitas degradasi
proteolotik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat
peningkatan MMP, cenderung menjadi Ketuban Pecah Dini. 3
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya factor-faktor eksternal,
misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada
polihidramnioon, inkompetensi serviks, solusio plasenta. 3
2.5

Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes
atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. 4
Sifat air ketuban berbeda dengan air kencing : 4
Air ketuban : reaksi alkalis, baunya khas, warnanya bisa jernih,
keruh,mengandung vernix caseosa.
Air kencing : reaksi asam, bau pesing, warna jernih tidak mengandung vernix
caseosa
2.6

Penegakan Diagnosis
Konfirmasi diagnosis : 3,4
Bau cairan ketuban yang khas.
Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-seedikit, tampung cairan yang keluar dan
nilai 1 jam kemudian.
Dengan spekulum DTT, lakukan pemeriksaann inspekulo. Nilai apakah cairan
keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior.
Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari-jari karena tidak membantu
diagnosis dan dapat mengundang infeksi.
Jika memungkinkan lakukan : 3,4
Tes lakmus (tes nitrazin). Kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari
vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1- 7,3. Jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban
(alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes positif palsu. Tes
tersebut dapat memiliki hasil positif palsu apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
Tes pakis dengan meneteskan cairan ketubban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis. 3,4
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan bukti adanya cairan ketuban di vagina : 4

1. Lihat aliran cairan ketuban dari OUE (Ostium Uterine Eksternum) dengan
speculum
2. Lihat cairan di forniks posterior dan lakukan pemeriksaan secara langsung cairan
yang merembes tersebut dengan :
- Nitrazine test :
Hasil didapatkan : lakmus menjadi biru
- Arboriasi atau ferning test : daun pakis
- Sitologi lihat verniks kaseosa dengan cara :
a. Papaniculau
b. Pinasialone
c. Nile blue sulfate
3. Ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban
yang terdapat di dalam rahim.
Tabel Diagnosis Cairan Vagina ::
Gejala & Tanda Selalu
Ada

Gejala & Tanda KadangKadang Ada

Ketuban pecah tiba-tiba


Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
Riwayat keluarnya cairan
Cairan vagina berbau
Uterus nyeri
Demam / menggigil
Denyut jantung janin cepat
Nyeri perut
Perdarahan per vaginam sedikit
Gatal
Cairan vagina berbau
Tidak ada riwayat ketuban Keputihan
Nyeri perut
pecah
Disuria
Nyeri perut
Cairan vagina berdarah
Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak
Pembukaan & pendataran
Cairan berupa darahserviks
lendir
Ada his
Keluar cairan ketuban

Diagnosis Kemungkinan
Ketuban pecah dini

Amnionitis

Vaginitis / servisitis

Perdarahan antepartum

Awal persalinan aterm atau


preterm

Pemeriksaan Penunjang ::
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau
melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. 4

10

2. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. 4
3. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin. 4
4. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis. 4
2.7

Penatalaksanaan
Penatalaksaan Pertama adalah ::
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.

Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadangkadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. 3
Diagnosis Ketuban Pecah Dini premature dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban
keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila ada cairan
ketuban pHnya sekitar 7,1 7,3. Antiseptic yang alkalin akan menaikkan pH vagina. 3
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan
dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat
diragukan serviks. 3
Penanganan umum :: 5
1. Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG.
2. Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai cairan yang
keluar (jumlah, warna,bau) dan membedakannya dengan urin.
3. Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan
lakukan pemeriksaan dalam secara digital.
4. Tentukan ada tidaknya infeksi.
5. Tentukan tanda-tanda inpartu.
Terapi konservatif, bila ::
1. Komplikasi (-)
2. Usia gestasi > 28-37 minggu
Konservatif ::
1. Rawat dirumah sakit,
2. Berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan
metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).

11

3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar.
4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartum, tidak ada infeksi, tes busa
negative beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.
- Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam.
- Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam.
- Jangan memberikan kortikosteroid bila ada infeksi.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartum, tidak ada infeksi berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).
7. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk mengacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, dekmetason, I.M 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
8. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan lebih 37 minggu :
Jika ketuban telah pecah lebih 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B :
- Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam atau Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6
jam sampai persalinan.
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotik.
Nilai serviks :
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
- infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.
Terapi aktif, bila ::
1. Komplikasi (+)
2. Usia gestasi > 37 minggu atau < 28 minggu
3. Kematian janin
4. Indeks tokolitik > 8
Aktif ::
1. Kehamilan >37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan nisoprostol 25 mg-50mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi beriakan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
a. Bila skor pelvic <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

12

b. Bila skor pelvic >5, induksi persalinan, partus pervaginam.


Penanganan di Rumah ::
1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau
petugas
2. kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
3. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
4. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan
5. seksual atau mandi berendam
6. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
7. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Penanganan amnionitis :: 5
1.Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan.
a. Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam + gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
b. Jika persalinan per vaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan.
c. Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotik dan berikan
metronidazol 3 x 500 mg IV sampai bebas demam selama 48 jam.
2.Nilai serviks :
a. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
b. Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infuse oksitosin
atau lakukan seksio sesarea.
3. Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotik.
4. Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan berikan
antibiotik.
Tabel. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini ::
KETUBAN PECAH
37 MINGGU

< 37 MINGGU
Infeksi

Tidak ada infeksi

Infeksi

Tidak ada infeksi

Berikan antibiotic :
penisilin, gentamisin
dan metronidazol

Amoksisilin +
eritromisin untuk 7
hari

Berikan panisilin,
gentamisin dan
metronodazol.

Lahirkan bayi

Lahirkan bayi

Steroid untuk
pematangan paru.

Lahirkan bayi

Berikan penisilin atau


ampisilin.

ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN

13

Profilaksis
Stop antibiotic

Infeksi

Tidak ada infeksi

Lanjutkan untuk 24
48 jam setelah bebas
panas.

Tidak perlu antibiotic

Alogaritma Penatalaksanaan KPD ::

Gambar VII
2.8

Pencegahan
Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif.
Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga
dianjurkan. 5

2.9

Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan matur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal. 3

14

Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu. 3
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten. 3
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. 3
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya
mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23
minggu. 3
Lain-lain
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah : 4
- Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).
- Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.
- Prolaps atau keluarnya tali pusar.

Gambar VI. Prolaps Tali Pusar

15

BAB III
KESIMPULAN

1 ) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm
2 ) Penyebab dari PROM tidak / belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan,
kecuali usaha menekan infeksi.
3 ) Adapun pengaruh dari ketuban pecah dini baik pada ibu maupun bayinya yaitu dapat
menimbulkan infeksi.
4 ) Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa dilakukan dengan partus spontan,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, embriotomi bila anak sudah meninggal,
Seksiosesarea bila ada indikasi obstetric.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham. F. Gary, F. gant. Norman, J. Leveno. Kenneth, dkk. Amnion dan Ketuban
Pecah Dini dalam Profitasari, Huriawati Hartanto, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21.
Volume 1. Jakarta : EGC, 2006. Hal. 109-111, 306
2. Wiknjosastro, Hanifa. Syaifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. Likuor Amnii
dalam Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006. Hal. 73-75.
3. Wiknjosastro, Hanifa. Syaifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. Ketuban Pecah
Dini dalam Soetomo Soewarto. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009. Hal. 677-681.
4. Dadi. 2010. Ketuban Pecah Dini. Available from http://www.scribd.com/doc/
29212395/UEZT-DADI-MAKALAH, di unduh pada tanggal : 05 agustus 2010
5. Wiknjosastro, Hanifa. Syaifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. Ketuban Pecah
Dini dalam Abdul Bari Saifuddin, dkk. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006. Hal. 218220.

17

You might also like