Professional Documents
Culture Documents
KASUS
STATUS PASIEN
a.
b.
IDENTITAS
No.RM
: 29.84.93
Nama
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Status Pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelaut
Tanggal masuk RS
: 15 September 2011
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada adik pasien pada
tanggal 15 September 2011, pukul 16.45 WIB.
1. Keluhan Utama
2. Keluhan tambahan : Mata kiri sakit, sulit untuk melihat, mengeluarkan cairan
berwarna kehijauan, dan lengket. Mata kanan ada benjolan
berwarna kemerahan, hidung mengeluarkan cairan warna
bening kemerahan, mulut dan gusi berdarah bercampur lendir.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien 53 tahun, jenis kelamin laki-laki, datang ke Unit Gawat Darurat Rumah
Sakit Otorita Batam diantar oleh adiknya. Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien dijemput oleh adiknya dari bengkalis menuju
Batam dan kemudian berencana akan berangkat bersama-sama ke Jakarta, tetapi
sampai di bandara, pasien tidak diperbolehkan terbang oleh pihak penerbangan,
dikarenakan tekanan darah yang rendah. Adik pasien mengatakan tekanan darah saat
diperiksa adalah 60/-. Selain itu pasien juga sulit melihat dikarenakan mata kanan
diperban, dan mata kiri mengeluarkan cairan kental kehijauan dan mengeluarkan bau
yang menyengat. Pasien kesulitan membuka mata kiri dikarenakan kelopak mata
1
bengkak, dan terlihat lengket. Saat perban pada mata kanan dibuka, terlihat seperti
massa yang keluar dari celah palpebra berwarna kemerahan. Dari hidung pasien
mengeluarkan cairan berwarna bening kemerahan dan darah yang telah mengering.
Pasien kesulitan bernafas melalui hidung, oleh sebab itu mulut pasien selalu terbuka
dan bernafas melalui mulut. Pasien juga kesulitan untuk berbicara, dan hanya
memberikan isyarat mengangguk atau menggeleng saat ditanya. Dari mulut pasien
juga terlihat cairan berwarna kemerahan disertai lendir Pasien kesulitan untuk makan
sejak beberapa bulan terakhir dikarenakan nyeri saat buka mulut. Adik korban sendiri
tidak tahu mengenai keadaan pasien, karena dia baru saja bertemu dengan pasien saat
menjemput di Bengkalis, tetapi menurut pengakuan adik korban keadaan pasien
seperti ini telah berlangsung lebih kurang sejak 7 bulan yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah menderita penyakit berat sebelumnya. Tidak
ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, penyakit paru, penyakit
ginjal, ataupun riwayat asma/sesak.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, kencing
manis, penyakit paru, penyakit ginjal, ataupun riwayat asma/sesak.
6. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.
7. Riwayat Kebiasaan
Adik pasien mengatakan bahwa, pasien sedari dulu mengkonsumsi rokok dan
juga minum alkohol
c.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan Gizi
: BB
: 50 kg
: TB
: 165 cm
1. Tanda Vital
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 38 C
Pernafasan
: 18 x/menit
2. Status Generalis
a. Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
b. Leher
: Jejas (-)
c. Toraks
Jantung
Paru
d. Abdomen
e. Ekstremitas
d.
STATUS OFTALMOLOGIS
Pemeriksaan
Visus (bed side)
Tekanan intra okular
OD
OS
1/300
Tidak diperiksa
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Injeksi Konjungtiva
berbau
berbau
Keruh
Sulit dinilai
Warna Hitam
Sekret
Kornea
COA
Iris
Pupil
Lensa
Funduskopi
e.
Sulit dinilai
Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 15 September 2011
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
13,3 g/dl
13,2-16,5 g/dl
Hematokrit
40 %
33-45 %
Leukosit
13.100
3500-10.000 ribu/ l
Trombosit
263.000
150.000-440.000 ribu/l
Eritrosit
4,48
4,4-5,5 juta/ ul
Ureum
132,9
10-50
Kreatinin
1,8
0,7-1,2
Natrium
122
135-145
4
f.
Kalium
4,3
3,5-5
Chlor
91
94-111
GDS
105
70-140
RESUME
Pasien pria 53 tahun, datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Otorita
Batam dengan keluhan lemas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
berencana akan berangkat ke jakarta, tetapi pasien tidak diperbolehkan terbang oleh
pihak penerbangan, dikarenakan tekanan darah yang rendah. Adik pasien mengatakan
tekanan darah saat diperiksa adalah 60/-. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan
keadaan umum tampak sakit berat dengan TD 110/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu
38C, pernafasan 18x/menit. Pada pemeriksaan status oftamologis didapatkan visus
bedside yaitu OD tidak bisa dinilai dan OS 1/300, sekret kental kehijauan (+/+) dan
mengeluarkan bau yang menyengat, oedem palpebra (+/+), chemosis (+/+), mata kiri
terlihat lengket, injeksi konjungtiva OS (+), kornea OS keruh (+). Pada mata kanan
terlihat seperti masa yang keluar dari celah palpebra berwarna kemerahan. Dari hidung
pasien mengeluarkan cairan berwarna bening kemerahan dan darah yang telah
mengering dan sulit bernafas. Pasien kesulitan untuk berbicara, dari mulut terlihat
cairan berwarna kemerahan disertai lendir. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis dan azotemia.
g.
DIAGNOSIS KERJA
Proptosis ec Suspek Karsinoma Nasofaring
h.
PENATALAKSANAAN
Sistemik
: IVFD RL/12jam
: Cetazum 2xI iv (skin tes terlebih dahulu)
: Ketorolac (kalau perlu)
Tetes mata
i.
PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubia ad malam
5
j.
Ad fungsionam
: Ad malam
Ad sanationam
: Ad malam
FOLLOW UP
16 September 2011
S
: Mata kiri sakit, sulit untuk dibuka dan lengket, sulit bernafas, dan nyeri saat
membuka mulut.
: IVFD RL/12jam
: Cetazum 2xI iv
: Ketorolac (kalau perlu)
: Gentamisin eye drop 6x1 gtt OD/OS
Keterangan : Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 16 september 2011
pukul 10.30 WIB.
II.1.
PROPTOSIS
herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus sfeinodalis dan
etmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea)
dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya (misal neurofibromatosis) dapat berakibat
terlihatnya pulsasi pada bola mata yang berasal dari otak.
Dinding Orbita
Atap orbita terutama terdiri atas pars orbitalis ossis frontalis. Kelenjar lakrimal
terletak di dalam fossa glandulae lacrimalis di bagian anterior lateral atap. Ala minor
ossis sphenoidalis yang mengandung kanalis opticus melengkapi bagian atap di
posterior.
Dinding lateral dipisahkan dari bagian atap oleh fissura orbitalis superior, yang
memisahkan ala minor dari ala major ossis sphenoidalis. Bagian anterior dinding
lateral dibentuk oleh facies orbitalis ossis zygomatici (malar). Inilah bagian terkuat
dari tulang-tulang orbita.
Dasar orbita dipisahkan dari dinding lateral oleh fissura orbitalis inferior. Pars
orbitalis maxillae membentuk daerah sentral yang luas bagian dasar orbita dan
merupakan tempat tersering terjadinya fraktur blowout. Processus frontalis maxillae di
medial dan os zygomaticum di lateral melengkapi tepi inferior orbita. Processus
orbitalis ossis palatini membentuk segitiga kecil pada dasar posterior.
Batas-batas dinding medial rongga orbita tidak terlalu jelas. Os ethmoidale
tipis setipis kertas, tetapi menebal ke arah anterior saat bertemu dengan os lacrimale.
Corpus ossis sphenoidalis membentuk bagian paling posterior dinding medial, dan
processus angularis ossis frontalis membentuk bagian atas crista lacrimals posterior.
II.1.2 Etiologi Proptosis 4
Arah proptosis dapat menggambarkan lokasi massa, sebab bola mata biasanya
berubah tempat jauh dari lokasi massa nya. Perubahan tempat kearah atas disebabkan
tumor sinus maksila. Perubahan tempat kearah bawah dan medial dapat diakibatkan
oleh kista dermoid dan tumor glandula lakrimal. Perubahan kearah bawah dan lateral
dapat diakibatkan mucocele frontoethmoidal, abces osteoma, dan carcinoma sinus.
Proptosis bilateral dapat diakibatkan ophthalmopaty thyroid, Wagener granulomatosis,
lymphoma, vasculitis, radang orbita idiopatik (pseudotumor) tumor metastase, fistula
carotis cavernosus, trombosis sinus cavernosus, lekemia dan neuroblastoma.
Unilateral proptosis pada anak-anak sering disebabkan oleh orbital cellulitis akibat
komplikasi sinusitis ethmoid atau infeksi traktus respiratorius. Pada proptosis dengan
penyebab neoplasma atau infeksi dapat disertai kesulitan menggerakkan bola mata
artinya penyakit telah melibatkan otot ekstraokular. 2,4
II.1.3 Epidemiologi 2,4
1. Mortalitas / Morbiditas
Proptosis karena sebab apapun bisa menyebabkan gangguan fungsi visual.
Sebuah mata proptotis tidak cukup dilindungi, seperti dengan lagophthalmos,
dapat menyebabkan keratopathy paparan. Gangguan ini, akan menghasilkan
kompromi kornea, kematian epitel, ulserasi, dan perforasi kornea dalam kasus yang
parah. Gangguan minimal yang ditimbulkan adalah gangguan dari lapisan film air
mata dan pelembab lengkap mata yang akan mempengaruhi kenyamanan visi dan
okular.
Proptosis sekunder dalam proses desak ruang dapat mengakibatkan neuropati
optik tekan. Hal ini akan menghambat aliran darah ke saraf optik dan menyebabkan
kematian neuronal ireversibel dan fungsi saraf optik akan berkurang.
Efek tekan Proptotis, awalnya akan menimbulkan penonjolan ke depan mata,
sehingga mengurangi efek tekan dalam orbit. Namun, mata hanya dapat memperbesar
sejauh ini, dan peregangan yang parah dapat mempengaruhi mata dan kompromi saraf
optik.
2. Ras
Pada laki-laki Kaukasia dewasa, jarak rata-rata adalah 21 tonjolan mm, dan,
pada laki-laki dewasa Afrika Amerika, itu adalah 23 mm.
3. Seks
Orbitopathy tiroid memiliki dominansi terhadap perempuan dengan rasio perempuan :
laki-laki 5:1.
4. Umur
Proptosis terjadi pada orang dewasa dan anak-anak pada usia berapa pun.
Tiroid orbitopathy dan exophthalmos resultan menunjukkan kecenderungan untuk
perempuan berusia 30-50 tahun.
II.1.4 Pemeriksaan 1,4
KARSINOMA NASOFARING
10
dalamkedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks
uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.5
II.2.1 Definisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.6
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada
pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang
Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel
yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah
menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.7
Penyebab karsinoma nasofaring dan faktor predisposisi :
- Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti
virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor
ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan
nasofaring yang lain sekalipun.
- Letak geografis berupa ras Mongoloid, Asia Tenggara, Yunani, Afrika Utara seperti
Aljazair, Tunisia, Eskimo.
- Jenis kelamin , tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
- Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis
kayu tetentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan
kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam
air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya
hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
- Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging atau ikan)
terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
- Faktor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien
karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.5,7
1. Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan mole sampai
dasar tengkorak.
2. Dinding lateral
II.2.3
Patogenesis
II.2.4 Histopatologi
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat
tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85%
kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2%
tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor
campur ganas. Menggunakan mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring
tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti
nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering
karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang
lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor
sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak
diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai
dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubang pada sisi yang sama dengan
tumor atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
II.2.5 Klasifikasi
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun
1978. ada tiga jenis bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan
keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya,
terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang
menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium
daripada bentuk susunan batubata. .
Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang diambil dari 14
pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring berdiferensiasi buruk yang
15
T = Tumor primer
T0- Tidak tampak tumor.
T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).
T2 Tumor teradapt pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di dalam rongga
nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring)
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau
mengenai saraf-saraf otak.
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
M = Metastase jauh
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
STADIUM
16
Stadium I
: T1 dan N0 dan M0
Stadium II
: T2 dan N0 dan M0
Stadium III
Stadium IV
buruk. Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong
pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
II.2.7 Diagnosis
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan
daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan
terlalu sulit ditemukan.7,8
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters
menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak
memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan
darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi metastasis.5
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B
telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan
kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian
dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor
melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan
dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.6
II.2.8. Penatalaksanaan
18
DAFTAR PUSTAKA
1. James Bruce, Chew Chris, Bron Antony. Orbita. Dalam : Lecture Notes of Oftalmologi. Ed
9th. Jakarta : Erlangga Medical Series : 2003. Pg 39-40.
21
2. Exoptalmus/Proptosis. Available at :
http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/25/exophthalmos-proptosis/ Accesed on September
20, 2011.
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Anatomi dan embriologi Mata. Dalam :
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2008. Pg 1-3.
4. Michael Mercandetti, MD, MBA, FACS. Exophtalmos. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1218575-overview#a0104. Accesed on September 20,
2011
5. Roezin A., dan Syafril A., 1990. Karsinoma Nasofaring dalam Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, leher, ed 5, FKUI, Jakara. pp ; 146-159
6. Mansjoer, Arif., et al (eds), 1999. Kapita Selekta Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI, Media
Aesculapius, Jakarta. pp; 371-396
7. Kurniawan A. N., 1994. Nasopharynx dan Pharynx dalam Kumpulan kuliah Patologi,
FKUI, 1994, Jakarta.pp;151-152
8. Ballenger J. Jacob., 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, ed.13,
jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta. pp; 371-396
22