You are on page 1of 10

FARMAKOTERAPI

Infeksi Sistem Saraf Pusat

KELOMPOK 2
FARMASI VII-BD

ROSITA PRACIMA

1111102000041

RIFDA NAILIL MUNA

1111102000

RIAN HIDAYAT

11111020000

AHMAD RIFQI

1111102000

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

FARMAKOTERAPI INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT

A. Tujuan Terapi
Sasaran terapi adalah menghilangan infeksi dengan menurunkan tanda-tanda dan
gejala, serta mencegah kerusakan neurologik seperti kejang, tuli, koma dan kematian.
B. Prinsip Umum Terapi
Pemberian cairan, elektrolit, antipiretik, analgesik, dan terapi penunjang lain yang
penting untuk pasien penderita meningitis bakteri akut.
Isolasi dan identifikasi penyebab dapat langsung memilih terapi antimikroba yang
sesuai untuk pasien. Terapi antibiotik harus diberikan sesegera mungkin untuk
menghilangkan mikroba penyebab.
Meningitis yang disebabkan oleh S. Pneumoniae, N. Meningitidis, H. Influenzae
dapat sukses diterapi dengan antibiotik selama 7-14 hari. Pemberian lebih lama,
14-21 hari direkomendasikan untuk pasien yang terinfeksi Listria monocytogenes,
group B Streptococci dan baksil G enterik.
C. Pengobatan
1. Menngitis Neisseria Meningitidis (Meningococcus)
Meningitis ini umumnya terbanyak didapati pada anak dan dewasa muda.
Sebagian besar kasus terjadi biasanya pada musim dingin atau semi, di waktu itu
virus meningitis relatif tidak umum terjadi.
-

Terapi dan Pencegahan

Terapi agresif yang direkomendasikan, intervensi awal dengan Penisilin


G kristal dosis tinggi IV, 50.000 unti/kg setiap 4 jam.

Kloramfenikol dan sefalosporin generasi ketiga (contohnya sefotaksim)


dapat digunakan sebagai alternatif pengganti Penisilin G.

Kontak erat dengan pasien dapat beresiko terinfeksi. Profilaksis harus


dimulai tanpa menunggu dan tanpa bantuan uji kultur dan sensitivitas.

Pasien dewasa seharusnya menerima rifampin 600 mg secara oral setiap


12 jam untuk 4 dosis. Anak-anak umur 1 bulan 12 tahun harus
mendapatkan rifampin 10 mg/kgBB setiap 12 jam untuk 4 dosis., dan

bayi berumur kurang dari 1 bulan harus menerima rifampin 5 mg/kgBB


secara oral untuk 4 dosis.

Pasien yang menggunakan rifampin harus mendapatkan konseling


mengenai perubahan warna urin dan cairan tubuh menjadi merah.

2. Meningitis Pneumonia streptokokus


Meningitis streptokokus terjadi pada usia sangat muda (1-4 bulan) dan pada usia
sangat tua. Ini adalah pneumonia yang sangat umum pada dewasa dan sekitar
12% pada anak-anak berumur antara 2 bulan 10 tahun.
-

Terapi

Terapi pilihan sebelum sensitivitas mikroba penyebab diketahui adalah


kombinasi vankomisin dan seftriakson.

Terapi dengan penisilin G pada orang dewasa yang isolatnya peka dan
fungsi ginjalnya normal biasanya memberikan hasil yang baik. Akan
tetapi sekitar 35% S. pneumonia dapat sangat atau intermediate resisten
terhadap penisilin.

Kombinasi vankomisin dan seftriakson mungkin rejimen yang paling


efektif untuk strain yang resisten terhadap penisilin

Seftriakson, sefotaksim, dan meropenem dapat digunakan untuk isolat


yang sensitif atau resisten terhadap penisilin.

Kemoprofiaksis dan vaksinasi untuk orang yang kontak erat dengan


penderita tidak diperlukan karena resiko tertular penyakit pneumokokal
sekunder sama dengan laju infeksi di populasi umum. Akan tetapi
vaksinasi dan kemofilaksis dengan penisilin dapat menurunkan kejadian
sepsis pneumoniakal dan meningitis pada pasien muda dengan panyakit
sickle cell.

3. Meningitis Bakteri Gram-Negatif


Akhir-akhir ini, bakteri enterik gram-negatif menjadi penyebab keempat terbesar
meningitis.
-

Terapi

Terapi awal meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa


adalah dengan ceftazidine atau piperacilin, cefepime atau meropenem
ditambah dengan amnioglikosida, umumnya tobramycin.

Bila pseudomonas dicurigai resisten atau menjadi resisten pada terapi,


maka harus dipertimbangkan untuk memberikan aminoglikosida

intraventikuler. Dosis aminoglikosida intraventikuler disesuaikan dengan


volume prediksi cairan serebrospinal (0,03 mg tobramycin atau
gentamicin per ml cairan serebrospinal dan 0,1 mg amikacin/ml cairan
serebrospinal setiap 24 jam). Kadar aminoglikosida di ventrikuler
dimonitor setiap 2-3 hari, sebelum dosis berikutnya dan konsentrasi
minimal berkisar 2-10 mg/l.

Meningitis karena gram negatif selain P. aeruginosa juga dapat diterapi


dengan sefalosporin generasi ketiga seperti sefotaksim, seftriakson, atau
seftazidim. Pada orang dewasa dosis harian sefalosporin tersebut 8-12
g/hari atau 2 g seftriakson sehari dua kali seharusnya menyebabkan
konsentrasi di CSS 5-20 mg/l.

Terapi meningitis gram negatif diteruskan sampai 21 hari. Kultur CSS


mingkin akan tetap positif sampai hari ke 10 atau lebih pada rejimen
yang pada akhirnya dapat mengatasi infeksi.

4. Meningitis Haemophilius influenza


Penyebab utama meningitis pada anak usia 6 bulan - 3 tahun, tetapi menurun
drastis sejak vaksin yang efektif di pasarkan. Penyakit ini sering merupakan
komplikasi dari infeksi primer di telingah tengah, sinus paranasal atau paru.
-

Terapi
Sekitar 30-40% H.influenza resisten terhadap ampisilin. Karena itu berapa
klinis menggunakan sefalosforin generasi ketiga (sefataksim atau seftriakson)
atau kloramfenikol dengan amfisilin untuk bila tenyata sensitif.

Pencegahan

Tujuan

dari

profilaksis

adalah

untuk

meniadakan

penyebaran

H.influenza di nasofaring dan orofaring. Kasus sekunder dapat terjadi


dalam 30 hari kasus indeks, karena itu direkomendasikan agar diberikan
terapi pada orang yang kontak dengan pasien (anggota keluarga/yang
tinggal serumah, perawat). Sasaran dari profilaksis adalah untuk
mengeliminasi perpindahan H.influenza dari nasofaring dan orofaring.

Profilaksis untuk orang yang berhubungan dekat dengan penderita harus


dimulai dengan berkonsultasi dengan departmen kesehatan setempat.
Pada umumnya, anak harus menerima 20mg/kg (maksimum 600 mg)
dan dewasa 600 mg/hari dalam satu dosis untuk 4 hari, individu yang
telah menerima vaksinasi lengkap tidak perlu menerima profilaksis.

Vaksinasi dengan vaksin H.influenza tipe B (HIB) umumnya dimulai


pada bayi berumur 2 bulan.

Vaksin harus dipertimbangkan pada pasien yang lebih tua dari 5 tahun
dengan sickle cell disease, asplenia atau penyakit penyakit immune
compromising.

5. Meningitis Listeria monocytogenes


L. monocytogenes adalah baketeri gram positif yang mirip dengan diphtheria dan
bertanggung jawab untuk 8% dari seluruh kasus meningitis yang dilaporkan.
Penyakit ini terutama mempengaruhi neonates, alkoholik, pasien dengan
gangguan system imun dan orang tua.
- Terapi
Kombinasi penisilin G atau ampisilin dengan aminoglikosida memberikan
efek bakterisid. Pasien harus diterapi untuk 2-3 minggu sesudah
penyembuhan untuk mencegah kemungkinan kambuh.
Trimethorprim-sulfametoksazol mungkin efektif alternatif kerena penetrasi
adekuat ke cairan serebrospinal (CSS).
6. Meningitis Cryptococcus neoformans
Di Amerika, meningitis cryptococcal adalah bentuk umum utama meningitis
jamur dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
penurunan imunitas.
Demam dan riwayat sakit kepala adalah gejala paling umum dari meningitis
cryptococcal, walau perubahan mental dan adanya penurunan faktor
neurologik mungkin terjadi. Diagnosa ditegakan berdasarkan pada adanya
Cryptococcus neoformans di kultur CSS, darah reak, atau urin.
Kultur CSS positif pada > 90% kasus
- Terapi
Amfoterisin B adalah obat pilihan utama untuk meningitis Cryptococcus
neoformans akut. Amfoterisin B 0,5-1 mg/kg/hari, dikombinasikan dengan
flusitocin 100mg/kg/hari, lebih efektif dari pada emfoterisin B tunggal.
Pada populasi pasien AIDS, flusitocin sering ditoleransi buruk karena
menyebabkan supresi sumsum tulang dan gangguan saluran cerna.
Karena tingginya kecepatan relaps sesudah terapi akut untuk Cryptococcus
neoformans, pasiens AIDS membutuhkan perawatan sepanjang hidup atau

terapi supresif. Standar pelayanan untuk pasien AIDS dengan meningitis


Cryptococcal adalah terapi utama umumnya dengan amphotericin B dengan
atau tanpa flucitocin diikuti dengan terapi rumatan dengan flukonazol
sepanjang hidup.

7. Meningitis Mycobacterium tuberculosis


M. tuberculosis var. Hominis adalah penyebab utama meningitis tuberculosis
yang mungkin terjadi pada kondisi tidak terdapatnya penyakit di paru atautempat
lain di luar paru. Pada awal pemeriksaan, CSS biasanya mengandung 100-1000
sdp/mm3, yang diantaranya 70-80% adalah sel polimorfonukleus. Kemudianpola
sdp di CSS akan kembali ke limfosit dan monosit.
-

Terapi:

Isoniazid adalah pilihan pertama untuk mengatasi M. tuberculosis. Pada


anak, dosis lazim adalah 10-20mg/kg/hari (maksimum 300 mg/hari),
dewasa 5-10 mg/kg/hari atau 300 mg/hari.

Tambahan piridoksin HCL (vit. B6) 50 mg/hari, direkomendasikan


untuk mencegah neuropati perifer yang berkaitan dengan pemberian
isoniazid.

CDC merekomendasikan terapi regimen 4 obat untuk terapi empiric M.


tuberculosis yaitu isoniazid, rifampin, pirazinamid, dan ethambutol. 1520 mg/kg/hari (maksimum 1,6 g/kg/hari) untk 2 bulan pertama,
kemudian isoniazid dan rifampin untuk durasi pengobatan berikutnya.

Pemberian rifambin dalam kombinasi direkomendasikan pada dosis 1020 mg/kg/hari(maksimum 600 mg/hari) untuk anak dan 600 mg/hari
untuk dewasa. Penambahan pirazinamid (pada anak dan dewasa 15-20
mg/kg/hari maksimum 2 g/hari) direkomendasikan pada kombinasi
isoniazid dan rifampin. Durasi oemberian pirazinamid sebaiknya terbatas
2 bulan untuk meniadakan hepatotoksisitas.

Penggunaan glukokortikoid untuk meningitis tuberculosis masih tetap


dipertentangkan. Pemberian steroid seperti prednisolone oral, 60-8mg/hari, atau deksametason IV 0,2 mg/kg/hari, diturunkan bertahap
selama 4-8 minggu, memperbaiki ketidaknormalan nerologik dan
ketahanan pada dewasa serta menurunlan mortalitas, komplikasi
neurologi permanen, dan ketidaknormalan permanen pada anak.

8. Meningitis Virus
Meningitis secara tipikal mempunyai karakteristik purulent atau aseptic.
Meningitis purulent menunjuk pada etiologi bakteri, sedangkan meningitis
aseptic didefinisikan sebagai yang diluar itu.
Tanda umum pada dewasa meliputi sakit kepala, demam ringan (< 400C),
kekakuan leher belakang, malaise, mengantuk, mual, muntah, dan fotofobia.
Pada bayi, hanya demam dan gelisah yang mungkin ditemui, dan meningitis
harus dikesampingkan sebagai penyebab demam bila temuan local lain tidak
terobservasi pada anak.
Pemeriksaan laboratorium CSS biasanya memnunjukka pleositosis dengan
100-1000 sdp/mm3, yang terutama adalah limfosit; akan tetapi 20-75% pasien
dengan meningitis virus mungkin menunjukkan sel-selpolimorfonukleus yang
dominan pada awal pemeriksaan CSS terutama meningitis enterovival.
- Terapi:
Asiklovir merupakan obat pilihan untuk terapi ensefalitis herpes simpleks.
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, asiklovir diberikan dengan dosis
10 mg/kg setiap 8 jam untuk 2-3 minggu. Herpes virus yang resisten
terhadap asiklovir dilaporkan meningkat insidennya, etrutama dari pasien
immunocompromised yang menggunakan asiklovir sebelumnya atau secara
kronik.

Terapi alternative untuk herpes simpleks yang resisten asiklovir adalah


foscarnet, dosis harus disesuaikan dengan fungsi ginjal.

Deksametason Sebagai Terapi Ajuvan


Selain antibiotik, deksametason umum digunakan pada terapi meningitis anak.
Deksametason dapat menyebabkan perbaikan yang nyata pada konsentrasi protein
glukosadan laktat CSS serta juga menurunkan dengan nyata kejadian neurologi
yang umum berkaitan dengan meningitis.
The American Academy of Pediatrics menyarankan penggunaan deksametason
untukbayi dan anak-anak berusia 2 bulan atau lebih tua yang menderita meningitis
pneumokokus dan meningitis H. influenza. Dosis umum deksametason IV adalah
0,15 mg/kg setiap 6 jam selama 4 hari. Atau deksametason 0,15 mg/kg setiap 6 jam
untuk 2 hari atau 0,4 mg/kg setiap 12 jam untuk 2 hari, efektivitasnya sebanding
dan kurang menimbulkan toksisitas potensial.
Deksametason harus diberikan sebelum dosis pertama antibiotic, dan hemoglobin
dan tinja guaiak (pucat) harus dimonitor untuk mengetahui perdarahan saluran
cerna.

DAFTAR PUSTAKA
Dipiro. 1999. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th Edition. USA:
McGRAW-HILL
Kimble, Mary Anne et.al. 2009. Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs 9th Edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins
Tim Penyusun. 2012. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan

You might also like