You are on page 1of 24

MENINGITIS TUBERKULOSIS apaaaaan siyyyy loooooo teteh

I. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meningitis adalah
infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa
paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa
kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa
pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut maka perjalanan
penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat.1,2
Meningitis tuberculosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis
primer. Secara histologik meningitis tuberculosis merupakan meningo-ensefalitis
(tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.1
II.
EPIDEMIOLOGI
Kuman mikobakterium tuberculosis paling sering menyebabkan infeksi pada paruparu, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling berbahaya.
Kekeraban meningitis tuberculosis sebanding dengan prevalensi infeksi dengan
mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Jadi bergantung pada keadaan sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur,
tetapi jarang dibawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan
sampai 5 tahun. Pada anak, meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi infeksi
primer dengan atau tanpa penyebaran miliar. Pada orang dewasa, penyakit ini
merupakan bentuk tersendiri atau bersamaan dengan tuberculosis ditempat lain.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan cacat bila pengobatan terlambat.2
III.
ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulos jenis hominis,
jarang oleh jenis bovinum atau aves. Mycobacterium tuberculosis tipe human
merupakan basilus tahan asam yang merupakan penyebab pathogen yang banyak
menginfeksi sistem nervus. Penyakit ini terdapat pada penduduk dengan keadaan
sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari,
perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur
berdesakan, kekurangan gizi, kebersihan yang buruk. Factor suku atau ras, kurang
atau tidak mendapat fasilitas imunisasi. Meningitis tuberkulosa dapat terjadi pada
setiap umur terutama pada anak antara 6 bulan sampai 5 tahun. Jarang terdapat di
bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka kejadian tuberculosis sangat tinggi. Paling
sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai 15 bulan.2,4
IV.
ANATOMI

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh meningea yang melindungi struktur saraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan, yaitu cairan serebrospinal
yang memperkecil benturan atau goncangan.
1. a.
Lapisan luar (Dura mater)
Dura terdiri dari dua lapisan jaringan ikat yang padat dan keras. Lapisan luar yang
melapisi tengkorak berfungsi sebagai periosteum dan secara kuat melekat pada
tulang. Dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar merupakan selaput otak
yang sebenarnya dan menghadap rongga subdural yang sangat sempit untuk
membentuk bagian-bagian falx serebri, tentorium serebeli dan diafragma sellae.
1. b.
Lapisan tengah (Arakhnoid)
Merupakan selaput yang halus tetapi kuat yang memisahkan pia mater dari dura
mater terdiri dari membrane selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam. Membentuk
sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf pusat.
Ruangan diantara dura mater dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi
sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh
darah arteri dan vena yang menghubungkan system otak dengan mening serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
1. c.
Lapisan dalam (Pia mater)
merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai
darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan menyelipkan dirinya ke dalam celah
yang ada pada otak dan sum-sum tulang belakang.
V.
PATOFISIOLOGI
Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar
otak. Focus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah
bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastro-intestinalis, ginjal, dsb. Dengan demikian
meningitis tuberkulosa terjadi sebagai ganti penyebaran tuberkulosis paru-paru.
Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak oleh
penyebaran hematogen, tetapi mulai pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa
mm sampai 1 cm), berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput otak,
sumsum tulang belakang dan tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan
masuk ke ruang subaraknoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang
difus. Secara mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan
tuberkel-tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan
dikelilingi oleh sel-sel raksasa, limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan
ikat sebagai penutup atau kapsul.2
Penyebaran dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan di dekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus
kavernosus, atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid dan
ventrikulus. Akibat reaksi radang ini, terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan

gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear,


limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di
dalam ruang subaraknoid saja, tetapi terutama terkumpul di dasar tengkorak.
Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang
jaringan otak di bawah nya, sehingga proses sebenarnya adalah meningo-ensefalitis.
Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen
Luschka dengan mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, edema papil dan
peningkatan tekanan intracranial. Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan
penyumbatan, sehingga selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak
terutama pada bagian korteks, medulla oblongata dan ganglia basalis yang
kemudian mengakibatkan perlunakan otak dengan segala akibatnya.2
VI.
MANIFESTASI KLINIK
Meningitis bakterial disebut juga leptomeningitis karena organisme penyebabnya
biasanya didapatkan pada subarachnoid dan menyebar ke piamater dan arachnoid.
Penyakit ini timbul bertahap sehingga biasanya terdapat panas yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk. Disamping itu juga terdapat riwayat penurunan
berat badan, nyeri otot, nyeri punggung, anoreksia dan mungkin sedikit demam,
kemungkinan dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi, waham. Setelah beberapa
hari, bukti adanya keterlibatan meningen ditandai dengan adanya letargi, iritabilitas,
dan pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti
kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda Brudzinsky. Jika diagnosis tidak ditegakkan pada
tahap ini akan terjadi kejang, tanda fokal dan gangguan kesadaran. Terdapat
peningkatan jumlah limfosit dengan peningkatan protein dan glukosa yang rendah
pada LCS.1,2,3,9
Meningitis TB di bagi dalam 3 stadium:2,6
Stadium I
Stadium prodromal berlangsung < 2 minggu 3 bulan. Pada anak yang masih kecil
awal penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang
ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tidak ada
nafsu makan, murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung,
cengeng, tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Anak yang lebih
besar mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah,
pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri
kepala, konstipasi,, tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi
dan sangat gelisah.
Stadium II
Gejala terluhat lebih berat. Pada anak kecil dan bayi terdapat kejang umum atau
fokal. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi
kaku dan timbul opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial,
ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat

dan progresif menyebabkan sianak berteriak dan menangis dengan nada yang khas
yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Refleks tendon meningkat, refleks
abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki. Terdapat
gangguan nervi kraniales antara lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini
dapat terjadi deficit neurologic fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark
otak dan rigiditas deserebrasi.
Stadium III
Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh
terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tak teratur dan
terdapat gangguan pernapasan dalam bentuk Cheyne-Stokes atau Kussmaul, spasme
klonik dan peningkatan suhu tubuh. Gangguan miksi berupa retensi atau
inkotinensia urin. Di dapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin menurun
sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam
waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya
1. VII.
DIAGNOSIS
Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita tuberculosis, keadaan
sosio-ekonomi, dan imunisasi. Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk
meningitis tuberkulosa ditandai oleh tekanan intrakranial yang meninggi: muntah
yang hebat, nyeri kepala yang progresif, dan pada bayi tampak fontanela yang
menonjol.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang.6
1. Anamnesis
Adanya riwayat demam kronis, dapat pula berlangsung akut, kejang, jenis kejang,
penurunan kesadaran, lamanya, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, pasca
kejang. Riwayat penurunan berat badan, imunisasi BCG, kontak dengan pasien TB
dewasa.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan parut BCG, limfadenopati, dan tanda rangsang meningeal. Pada
funduskopi dapat ditemukan pupil pucat, tuberkuloma di retina, dan adanya nodul di
koroid.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a.
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang, tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien.
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, melah
sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai
dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
b.
Pemeriksaan Tanda Kernig

Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul


sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135
derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum mencapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positip.
c.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan
kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila
tanda brudzinski positip, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.
Sebaiknya perlu diperhatikan apakah
d.
Pemeriksaan Tanda brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila
tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tandan Brudzinski II positip.
Sebagai halnya dalam memeriksa adanya tanda brudzinski I, perlu diperhatikan
terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu
penegakkan diagnosa meningitis tuberkulosa adalah :6
1. Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah
2. Pemeriksaan fungsi lumbal bila ada indikasi
Pada fungsi lumbal : cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel leukosit
meningkat sampai 500/l, dengan hitung jenis sel limfosit dominan walaupun pada
keadaan awal dapat polimorfonuklear. Protein meningkat sampai 500 mg/dl, kadar
glukosa dibawah normal. Fungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis.
Pemeriksaan cairan otak. Tekanan meningkat, warna jernih atau santokrom, protein
meningkat, gula menurun, klorida menurun, lekosit meningkat sampai 500/
mm3 dengan sel mononuclear yang dominan. Bila didiamkan beberapa jam akan
terbentuk pelikula yang berbentuk sarang labah-labah. Pada pengecatan Ziehl
Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosa. Tes
tuberculin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil, hasilnya sering kali negative
karena anergi, terutama pada stadium terminal.
Pemeriksaan lainnya meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan
CT Scan.1,2
Diagnosis meningitis tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA
dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah
menemukan Micobacterium Tuberculosa dalam kultur Cairan Serebro Spinal. Namun
pemeriksaan kultur Cairan Serebro Spinal ini membutuhkan waktu yang lama dan
memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita.

VIII.
PENATALAKSANAAN
Perawatan Umumiknya. Berikut ini adalah beberapa contoh
Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit, dibagian perawatan
intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin. Pengobatan
dapat segera dimulai.2
Pengobatan
Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberlostatika mempunyai spesifikasi
farmakologik tersendiri.2,5
1. Isoniazida atau INH, pada dewasa dosis 4-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi
maksimum 300 mg/hari dan anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau
terbagi. Oabat ini dapat menyebabkan polyneuritis.
2. Streptomycin, diberikan intramuscular selama lebih kurang 3 bulan, tidak boleh
terlalu lama. Karena bersifat autotoksik harus diberikan dengan hati-hati. Dosis 25-50
mg/hari.
3. Rifampisin, diberikan dengan dosis dewasa 600 mg atau 10-20 mg/kgBB/hari. Khusus
anak-anak di bawak 5 tahun harus bersikap hati-hati karena dapat menyebabkan
neuritis optika.
4.

4.

PAS atau para-amino-salycilic-acid, diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari.

PAS sering menyebabkan gangguan nafsu makan.


5. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari, selama
lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
6. Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednisone dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari.
7. Pemberian tuberculin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi ensim lisosomal yang
menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.
8. Pemberian ensimproteolitik seperti streptokinase secara intratekal mempunyai tujuan
untuk menghalangi adesi. Bila pengobatan diberikan cepat dan tepat, biasanya
berhasil setelah7-10 hari. Secara klinis biasanya ditandai dengan hilangnya nyeri
kepala dan gangguan mental.
IX.
KOMPLIKASI
Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi sistemik yang
disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bacterial lainnya perlu dipertimbangkan
secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program terapi.
Meningismus

Pada meningismus juga terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda
Kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak
yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsillitis, pneumonia,
pielitis. Dapat terjadi bersamaan dengan apendesitis akut, demam tifoid, erisepelas,
malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan
kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak
meninggalkan gejala sisa.
Penyakit Behcet
Terdapat ulserasi selaput lender mulut dan faring yang berulang-ulang dan orkhitis.
Dalam CSS tidak terdapat bakteri dan kadar gula normal.
X.
PROGNOSIS
Bila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat
meninggal daalm waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan
dimulai dan pada stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis.
Anak dibawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang
jelek.2

HOME
ABOUT
DOWNLOAD
BAHAN KULIAH
HEALTH

Jumat, 17 Desember 2010

MENINGITIS TUBERCULOSA

Diposkan oleh TMC di 19.17 Label: Neurologi

I. PENDAHULUAN
Tulisan pertama kali mengenai meningitis tuberkulosa dibuat oleh Robert Whytt pada tahun
1768. Sejak penemuan streptomisin pada tahun 1947, kasus meningitis tuberkulosa mulai
berkurang. Namun demikian meningitis tuberkulosa tetap merupakan masalah dalam bidang
kesehatan, terutama di negara-negara berkembang, karena angka kematian dan kecacatan masih
tinggi.
Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa paling banyak
menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan
prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya.1

II. DEFINISI
Meningitis Tuberkulosa adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer.
Secara histologik meningitis tuberkulosa merupakan meningo-ensefalitis (tuberkulosa) dimana
terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.1

III. KLASIFIKASI
Rich membagi meningitis tuberkulosa dalam empat jenis menurut klasifikasi patologik.
Umumnya terdapat lebih dari satu jenis dalam setiap penderita meningitis tuberkulosa.1,2

Tuberkulosis milliaris yang menyebar


Jenis ini merupakan komplikasi tuberkulosa miliaris, biasanya dari paru-paru yang menyebar
langsung ke selaput otak secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi pada anak, jarang pada
dewasa. Pada selaput otak terdapat tuberkel-tuberkel yang kemudian pecah sehingga terjadi
peradangan difus dalam ruang subarakhnoid.

Bercak-bercak pengijuan fokal


Disini terdapat bercak-bercak pada sulkus-sulkus dan terdiri dari pengijuan yang dikelilingi oleh selsel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran kedalam selaput otak. Kadang-kadang terdapat
juga bercak-bercak pengijuan yang besar pada selaput otak sehingga dapat menyebabkan
peradangan yang luas.

Peradangan akut meningitis pengijuan


Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai, lebih kurang 78%. Pada jenis ini terjadi invasi
langsung pada selaput otak dari fokus-fokus tuberkulosis primer bagian lain dari tubuh, sehingga
terbentuk tuberkel-tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan otak. Meningitis timbul karena
tuberkel-tuberkel tersebut pecah, sehingga terjadi penyebaran kuman-kuman kedalam ruang
subarakhnoid dan ventrikulus.

Meningitis proliferatif
Perubahan-perubahan proliferatif dapat terjadi pada pembuluh-pembuluh darah selaput otak yang
mengalami peradangan berupa endarteritis dan panarteritis. Akibat penyempitan lumen arteri-arteri
tersebut dapat terjadi infark otak. Perubahan-perubahan ini khas pada meningitis proliferatif yang
sebelum penemuan kemoterapi jarang dilihat.

IV. PENYEBAB
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Para peneliti
berpendapat bahwa suatu fokus tuberkulosis primer di paru dapat menimbulkan suatu fokus
sekunder yaitu suatu tuberkel/suatu tuberkuloma kecil dibawah permukaan SSP. Tuberkel-tuberkel
kecil ini kemudian dikenal dengan nama fokus dari Rich. Bila fokus Rich ini ruptur kedalam ruang
subarakhnoid barulah timbul penyakit meningitis tuberkulosa.2

V. PATOFISIOLOGIS
Meningitis tuberkulosa pada umumnya sebagai penyebaran tuberkulosis primer, dengan
fokus infeksi ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer diparu, namun Blockloch menemukan
22,8% dengan fokus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenjar limfe leher dan 1,2% tidak
ditemukan fokus infeksi primer. Dari fokus infeksi primer basil masuk ke sirkulasi darah melalui
duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa
tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang.3
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951, yakni
bahwa terjadinya meningitis tuberkulosa adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak
atau medula spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer atau selama
perjalanan tuberkulosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya
basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau
faktor imunologis. Basil kemudian langsung masuk ruang subarakhnoid atau ventrikel. Hal ini
mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau
beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke
dalam ruang subarakhnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam
cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah, tetapi
kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi
akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranialis, infark karena
penyumbatan arteri dan vena serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan serebrospinal.
Perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medula spinalis akan menyebabkan spinal block dan
paraplegia.2

VI. MANIFESTASI KLINIK

Stadium I
Stadium prodromal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat
subakut, sering tanpa panas atau kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi

umum, muntah-muntah, tak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah
tersinggung, tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala-gejala ini lebih sering
pada anak kecil. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri kepala, tak ada nafsu makan, obstipasi,
muntah-muntah, pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri
kepala, konstipasi, tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan sangat
gelisah.

Stadium II
Gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal terutama pada anak kecil atau bayi.
Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul
opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan
muntah lebih hebat, kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervi kranialis, antara lain N.II,
III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat terjadi defisit neurologik fokal seperti hemiparesis,
hemiplegi karena infark otak dan rigiditas deserebrasi. Tanda kernig dan brudzinski menjadi positif,
reflek abdomen menghilang, timbul klonus ankel dan patela. Pada funduskopi dapat ditemukan
atrofi N.II dan khoroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna
kuning dan ukurannya setengah diameter papil.

Stadium III
Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh terganggunya regulasi
pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur dan terdapat gangguan pernafasan dalam
bentuk Cheyne-Stoke atau Kussmaul. Gangguan miksi atau inkontinensia urin. Kesadaran makin
menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu
3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.1

VII. DIAGNOSIS
Diagnosa meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, riwayat ada
kontak dengan pasien tuberkulosa yang kadang-kadang asimtomatik, uji tuberkulin positif, dan
kelainan cairan serebrospinal. Uji tuberkulin anergi terdapat pada 36% pasien. Foto Ro toraks normal
terdapat pada 43% pasien, penyebaran milier pada 23%, dan kalsifikasi dalam paru pada 10% kasus.4
Pungsi lumbal memperlihatkan CSS yang jernih, kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSS
didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel
berkisar antara 200-500/mm3, mula-mula sel polimorfonuklear dan limfosit dalam proporsi sama
atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak, selanjutnya limfosit yang lebih banyak.
Kadang-kadang jumlah sel pada fase akut dapat mencapai kurang lebih 1000/mm3. kadar protein
meninggi, dan glukose menurun. Diagnosa meningitis tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat
dengan pemeriksaan PCR, ELISA, dan aglutinasi lateks. Kultur cairan serebrospinal hanya akan
memberi hasil positif kira-kira setengahnya dan hasilnya lama.4,5
Pemeriksaan lainnya meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan CTScan. Semuanya disesuaikan dengan temuan klinik yang ada, atau didasarkan atas tujuan tertentu
yang jelas arahnya.5

VIII. DIAGNOSA BANDING


Diagnosa banding dari meningitis tuberkulosa adalah :3

Meningitis atau ensefalitis karena virus

Meningitis bakteri yang tidak diobati dengan sempurna

Leptospirosis

Meningitis fungus

Abses otak

Abses subdural

Meningitis karsinomatosa

IX. PENATALAKSANAAN

Perawatan Umum
Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit, di bagian perawatan intensif.
Dengan menentukan diagnosa secepat dan setepat mungkin, pengobatan dapat segera dimulai.
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh,
antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan gizi pada umumnya, posisi penderita,
perawatan kandung kemih, defekasi serta perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi
penderita.
Kebutuhan cairan, elektrolit, serta gizi dapat diberikan melalui infus maupun saluran pipa
hidung. Harus diwaspadai adanya lajakhidrasi. Sementara itu kewaspadaan lainnya diarahkan
kepada hiperpireksia, gelisah atau kejang serta nyeri dan lainnya.3

Pengobatan
Pengobatan meningitis tuberkulosa harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai,
koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Pengobatan biasanya
terdiri dari kombinasi INH, rifampisin dan pirazinamid, kalau berat dapat ditambahkan etambutol
atau streptomisin. Pengobatan minimal 9 bulan atau dapat lebih lama. Pemberian kortikosteroid
sebagai antiinflamasi, menurunkan tekanan intrakranialdan mengobati edema otak. Pemberian
kortikosteroid selama 2-3 minggu kemudian diturunkan secara bertahap sampai lama pemberian
kurang dari 3 bulan.

1. INH diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari (pada anak) dan pada dewasa dengan dosis 400
mg/hari.
2.

Streptomisin, diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan, tidak boleh terlalu lama.
Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Oleh karena bersifat autotoksik maka harus diberikan dengan
hati-hati, bila perlu dilakukan pemeriksaan audiogram. Bila perlu pemberian streptomisin dapat
diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan sampai CSS menjadi normal. Sementara itu obat jenis
lainnya dapat diteruskan sampai lebih kurang 2 tahun.

3. Rifampisin, diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa dapat diberikan dengan
dosis 600 mg/hari dengan dosis tunggal. Pada anak-anak di bawah 5 tahun harus bersikap hati-hati
karena dapat menyebabkan neuritis optika.
4. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1500 mg/hari, selama lebih kurang 2
bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika, sementara itu INH dapat menyebabkan
polineuritis.
5. Pirazinamid, diberikan dengan dosis 15-30 mg/kgBB/hari diberikan selama 2 bulan
6. PAS atau para amino salicylic acid, diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
Dapat diberikan sampai 12 gram/hari. PAS sering menyebabkan gangguan nafsu makan.
Pada umumnya tuberkulostatika diberikan dalam bentuk kombinasi, dikenal sebagai bentuk triple
drug, ialah kombinasi antara INH dengan dua jenis tuberkulostatika lainnya. Dalam keadaan
demikian ini kita harus selalu kritis untuk menilai efektivitas masing-masing obat, terutama dalam
hal timbulnya resistensi.
7. kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal 20
mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg
/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan.
Apabila diberi deksametason, maka obat ini diberikan secara intravena dengan dosis 10 mg setiap 46 jam. Pemberian deksamethason ini terutama bila ada edema otak. Apabila keadaan membaik
maka dosis dapat diturunkan secara bertahap sampai 4 mg setiap 6 jam secara intravena.
Pemberian kortikosteroid parenteral ditujukan untuk mengurangi eksudat dibagian basal, mencegah
terjadinya nekrosis perlengketan dan menghalangi spinal block. Disamping itu, kortikosteroid dapat
membahayakan penderita melalui munculnya superinfeksi, kemampuan menutupi penyakitnya.
8.

pemberian tuberkulin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi enzim lisosomal yang


menghancurkan eksudat dibagian dasar otak.
pemberian enzim proteolitik seperti streptokinase secara intratekal mempunyai tujuan untuk
menghalangi adhesi. Bila pengobatan diberikan secara cepat dan tepat, biasanya berhasil setelah 710 hari. Secara klinis biasanya ditandai dengan hilangnya nyeri kepala dan gangguan mental.1

Berbagai macam tuberkulostatika tadi mempunyai efek samping yang cukup beragam. Disamping
sifat autotoksik, streptomisin dapat mengganggu sumsum tulang dan juga bersifat nefrotoksik. INH

dapat menyebabkan neuropatia, maupun gejala-gejala psikis. Sementara itu PAS dapat
menimbulkan demam, mual, muntah, diare, artritis, dan terganggunya nafsu makan. Rifampisin pada
anak dibawah 5 tahun dapat menyebabkan neuritis optika, muntah, kelainan darah perifer,
gangguan hepar dan flu like symptoms. Etambutol bersifat hepatotoksik dan mampu menimbulkan
polineuropati.4
X. PROGNOSIS
Pasien meningitis tuberkulosa yang tidak diobati biasanya meninggal dunia. Prognosis
tergantung kepada faktor stadium penyakit saat pengobatan dimulai dan umur pasien. Anak
dibawah 3 tahun dan dewasa diatas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek
Hanya 18% dari yang hidup mempunyai neurologis dan intelek normal. Gejala sisa neurologis
yang terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia dan gangguan sensorik ekstremitas.
Komplikasi pada mata berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan
disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri..
Gangguan intelektual terjadi kira-kira pada 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya
mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang
dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. 1/5
pasien mempunyai kelainan ptuitari dan hipothalamus, dan akan terjadi prekoks seksual,
hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.5

Meningitis Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa merupakan manifestasi klinis paling sering dari infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mengenai arakhnoid, piamater, dan
cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel. Pada anak-anak, dihasilkan dari bakteriemia
yang mengikuti fase inisial dari tuberkulosis paru primer. Pada orang dewasa, dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer. Meningitis tuberkulosa selalu merupakan sekunder
dari penyakit tuberkulosa pada organ lainnya. Fokus primer biasanya terdapat di paru-paru,
namun dapat juga terjadi di kelenjar limfe, tulang, sinus nasalis, GI tract, atau organ-organ
lainnya. Onset biasanya sub akut.
Penyakit ini dapat dibagi ke dalam beberapa staging menurut British Medical Research
Council:

Stage I :

Describes the early non specific symptom and sign, including apathy, irritability,
headache, malaise, fever, anorexia, nausea, and vomiting, without any alterations in the
level of consciousness.

Stage II:
Described altered consciousness without coma or delirium but with minor focal
neurological sign. Symptomps and signs of meningism and meningitis are present, in
addition to focal neurological deficits, cranial nerve palsies, and abnormal movement.

Stage III:
Describes an advanced state with stupor or coma, severe neurological deficits,
seizures, posturing, and/or abnormal movement.

Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa tidak berkembang secara akut dari penyebaran tuberkel bacilli
ke meningen secara hematogen, melainkan merupakan hasil dari pelepasan tuberkel bacilli
ke dalam rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa subependimal. Selama fase inisial dari
infeksi, sejumlah kecil tuberkel berukuran seperti biji tersebar di dalam substansi otak dan
meningen. Tuberkel-tuberkel ini cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh besar,
dan biasanya caseating, lembut dan membentuk eksudat. Kemungkinan lesi kaseosa untuk
menyebabkan meningitis ditentukan dari kedekatan jarak lesi dengan rongga subarakhnoid
dan kecepatan enkapsulasi fibrosa berkembang akibat resistensi imun dapatan. Foci
caseosa subependymal dapat terus tak bergejala selama berbulan-bulan bahkan tahunan
tetapi kemudian dapat menyebabkan meningitis melalui pelepasan bacilli dan antigen
tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis meningitis tuberkulosa dapat berupa sindroma meningitis akut
memberikan gejala koma, peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan defisit neurologis
fokal atau berupa slowly progressive dementing illness. Ketika infeksi berupa sindroma
meningitis akut, tanda dan gejala karakteristiknya adalah nyeri kepala, malaise,
meningismus, papil edema, muntah, bingung, kejang, dan defisit saraf kranial. Pasien

dirawat dengan letargi atau stupor dapat menjadi koma dalam hitungan hari. Demam dapat
muncul, dapat pula tidak muncul.
Meningitis tuberkulosa dapat pula tampak sebagai slowly progressive dementing
illness dengan defisit memori dan perubahan perilaku yang khas pada penyakit lobus
frontalis, berupa abulia, dan inkontinensia urin dan fecal. Bentuk ini merupakan bentuk
meningitis tuberkulosa yang banyak ditemukan. Defisit saraf kranialis dan konvulsi juga
terjadi pada meningitis tuberkulosa subakut. Kadang ada riwayat anorexia, batuk,
berkeringat pada malam hari dan penurunan berat badan dalam waktu beberapa hari
sampai beberapa bulan, akibat perkembangan gejala infeksi susunan saraf pusat.
Ensefalopati tuberkulosa juga dijelaskan sebagai sindroma konvulsi, stupor atau
koma, gerakan involunter, paralysis, dan spasme atau rigiditas deserebrasi dengan atau
tanpa gejala klinis meningitis atau kelainan CSS pada meningitis tuberkulosa. Secara
patologis tampak edema difus dari cerebral white matter dengan hilangnya neuron dalam
gray matter, leukoencephalopathy hemorrhagic, atau encephalomyelitis demyelinating pasca
infeksi. Sindroma ini terutama tampak pada anak dengan tuberkulosis milier atau
diseminata.

Tanda dan Gejala Meningitis Tuberkulosa


Gejala

Tanda

Prodromal

Adenopati (paling sering servikal)

Anorexia

Suara tambahan pada auskultasi paru (apices)

Penurunan berat badan

Tuberkel koroidal

Batuk

Demam (paling tinggi pada sore hari)

Keringat malam hari

Rigiditas nuchal
Papil edema

CNS

Defisit neurologis fokal

Nyeri kepala

tuberculin skin test (+)

Meningismus

Perubahan tingkat kesadaran

Komplikasi
Meningitis tuberkulosa dapat memberikan berbagai macam komplikasi seperti
berikut:

Kelumpuhan saraf otak


Proses

patologis

pada

meningitis

tuberkulosa

diawali

oleh

adanya

reaksi

hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga
subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga subarakhnoid
yang bersifat difus, terutama berkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat di sekeliling
fossa interpedunkularis, fissure silvii; meliputi kiasma optikus dan meluas di sekitar pons dan
serebelum. Secara mikroskopis, awalnya eksudat terdiri dari leukosit polimorfonuklear,
eritrosit, makrofag dan limfosit disertai timbulnya fibroblast dan elemen jaringan ikat.
Eksudat yang tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak
dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan saraf otak yang tersering ialah N VI, diikuti
dengan N III, N IV dan N VII, dan bahkan dapat terjadi pada N VIII dan N II.
Kerusakan pada N II berupa kebutaan, dapat disebabkan oleh lesi tuberkulosisnya
sendiri yang terdapat pada N Optikus atau karena penekanan pada kiasma oleh eksudat
peradangan atau karena akibat sekunder dari edema papil atau hidrosefalusnya. Neuropati
optic ialah istilah umum untuk setiap kelainan atau penyakit yang mengenai saraf optic yang
diakibatkan oleh proses inflamasi, infiltrasi, kompresi, iskemik, nutrisi maupun toksik.
Neuropati optic toksik dapat terjadi karena paparan zat beracun, alcohol, atau sebagai
akibat komplikasi dari terapi medikamentosa. Gejala klinisnya antara lain adanya penurunan
tajam penglihatan yang bervariasi (mulai dari penurunan tajam penglihatan yang minimal
sampai maksimal tanpa persepsi cahaya), gangguan fungsi visual berupa kelainan lapang
pandang. Pada pengobatan tuberkulosis dapat terjadi neuropati optic, yang paling sering
karena Etambutol, tetapi Isoniazid dan Streptomisin juga dapat menyebabkan hal tersebut.
Kerusakan pada N VIII umumnya lebih sering karena keracunan obat streptomisinnya
dibandingkan karena penyakit meningitis tuberkulosanya sendiri.

Arteritis

Infiltrasi eksudat pada pembuluh darah kortikal atau meningel menyebabkan proses
inflamasi yang terutama mengenai arteri kecil dan sedang sehingga menimbulkan vaskulitis.
Secara mikroskopis, tunika adventitia pembuluh darah mengalami perubahan dimana
dapat ditemukan sel-sel radang tuberkulosis dan nekrosis perkejuan, kadang juga dapat
ditemukan bakteri tuberkulosis. Tunika intima juga dapat mengalami transformasi serupa
atau mengalami erosi akibat degenerasi fibrinoid-hialin, diikuti proliferasi sel sub endotel
reaktif yang dapat sedemikian tebal sehingga menimbulkan oklusi lumen. Vaskulitis dapat
menyebabkan timbulnya spasme pada pembuluh darah, terbentuknya thrombus dengan
oklusi vascular dan emboli yang menyertainya, dilatasi aneurisma mikotik dengan rupture
serta perdarahan fokal. Vaskulitis yang terjadi menimbulkan infark serebri dengan lokasi
tersering pada distribusi a. serebri media dan a. striata lateral.

Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dari meningitis tuberkulosa
dan dapat saja terjadi walaupun telah mendapat terapi dengan respon yang baik. Hampir
selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup lebih dari 4-6 minggu. Hidrosefalus sering
menimbulkan kebutaan dan dapat menjadi penyebab kematian yang lambat. Perluasan
inflamasi

pada

sisterna

basal

menyebabkan

gangguan

absorpsi

CSS

sehingga

menyebabkan hidrosefalus komunikans dan dapat pula terjadi hidrosefalus obstruksi


(hidrosefalus non komunikans) akibat dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi
batang otak, edema pada mesensefalon atau adanya tuberkuloma pada batang otak atau
akibat oklusi foramen Luschka oleh eksudat.
Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi pada meningitis
tuberkulosa. Adanya blok pada sisterna basalis terutama pada sisterna pontis dan
interpedunkularis

oleh

eksudat

tuberkulosis

yang

kental

menyebabkan gangguan

penyerapan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara lain


ialah ataksia, inkontinensia urin dan demensia. Dapat juga terjadi hidrosefalus non
komunikans (obstruktif) akibat penyumbatan akuaduktus atau foramen Luschka oleh
eksudat yang kental. Gejala klinisnya ialah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah, papiledema, refleks
patologis (+) dan parese N VI bilateral.

Arakhnoiditis

Adalah suatu proses peradangan kronik dan fibrous dari leptomeningen (arakhnoid dan
pia mater). Biasanya terjadi pada kanalis spinalis. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi karena
tuberkulosa, terjadi sebelum maupun sesudah munculnya gejala klinis meningitis
tuberkulosis. Bila tuberkel submeningeal pecah ke dalam rongga subarakhnoid, akan
menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrosa sehingga terjadi perlengketan di
leptomeningen medulla spinalis. Gejala klinis timbul akibat adanya kompresi local pada
medulla spinalis atau terkenanya radiks secara difus.
Arakhnoiditis spinal paling sering mengenai pertengahan vertebra thorakalis, diikuti oleh
vertebra lumbalis dan vertebra servikalis. Biasanya perlekatan dimulai dari dorsal medulla
spinalis. Gejala pertama biasanya berupa nyeri spontan bersifat radikuler, diikuti oleh
gangguan motorik berupa paraplegi atau tetraplegi. Gangguan sensorik dapat bersifat
segmental di bawah level penjepitan. Kemudian dapat terjadi retensi kandung kemih.
Pemeriksaan penunjang untuk arakhnoiditis dapat dengan mielografi. Bisa didapatkan blok
parsial atau total, dapat juga memberikan gambaran tetesan lilin.

SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon)


SIADH adalah peningkatan anti diuretic hormon (arginine vasopressin) yang
berhubungan dengan hiponatremia tanpa terjadinya edema maupun hipovolemia.
Pengeluaran ADH tidak sejalan dengan adanya hipoosmolalitas. Pasien diduga SIADH jika
konsentrasi urin > 300 mOsm/kg dan didapatkan hiponatremi tanpa adanya edema,
hipotensi orthstatik, atau tanda-tanda dehidrasi. Semua penyebab hiponatremi lain harus
sudah disingkirkan.
SIADH merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada meningitis
tuberkulosis. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena reaksi peradangan lebih banyak pada
basis otak atau basil TBC sendiri host response terhadap organisme penyebab. Terjadi
peningkatan produksi hormon antidiuretik dengan akibat terjadi retensi cairan yang dapat
menimbulkan tanda-tanda intoksikasi cairan.
Kriteria diagnostik :

1.

kadar serum natrium <135 mEq/L

2.

Osmolalitas serum <280 mOsm/L

3.

Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya > 18 mEq/L)

4.

Rasio osmolalitas urin/serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 1

5.

Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal

6.

Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi


Penderita biasanya normovolemik.

Sekuele
Dapat terjadi sekuele hemiparesis spastik, ataksia, dan paresis saraf cranial persisten.
Pada 50 % anak dengan kejang pada saat meningitis dapat meninggalkan sekuele
gangguan kejang. Atrofi N Optikus dapat terjadi dengan gangguan visual yang bervariasi
sampai buta total. Syringomielia dapat terjadi komplikasi pada masa konvalesen sebagai
akibat dari vaskulitis pembuluh darah medulla spinalis karena mielomalasia iskemik.
Berbagai gangguan endokrin dapat terjadi sebagai akibat dari arteritis atau kalsifikasi dan
infark selanjutnya pada proksimal hipotalamus dan kelenjar pituitary.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosa:
1. Tuberculin skin test
2. Foto roentgen: adenopati hilar, ,infiltrasi nodular lobus atas, pola milier
3. Computed tomography atau Magnetic Resonance Imaging: hidrosefalus & basilar
meningeal enhancement pasca kontras
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal: limfositik pleositosis, pewarnaan tahan asam dan
kultur
5. Pemeriksaan mata untuk koroid tuberkel
6. Pewarnaan urin dan sputum dan kultur untuk bakteri tahan asam

Abnormalitas CSS yang klasik ada pada meningitis tuberkulosa adalah:


1. Peningkatan tekanan pembukaan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Jumlah sel leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
4. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)

A.

Abnormalitas CSS yang ditemukan pada meningitis tuberkulosa:


1. Peningkatan jumlah leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
4. Kultur positif pada 75 % kasus membutuhkan 3-6 minggu untuk tumbuh
5. Penurunan konaentrasi klorida
6. Rasio bromida serum/cairan serebrospinal yang rendah
7. Assay asam tuberculostearic positif

Pengobatan
Umum
- Bed rest dan Tirah baring

Diet tinggi kalori tinggi protein

Ventilasi

Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance


B. Kausa
1. Obat Anti Tuberkulosa
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di
Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Pengobatan yang diberikan pada pasien meningitis tuberkulosa adalah pengobatan
kategori I yang ditujukan terhadap :
-

kasus tuberkulosis paru baru dengan sputum BTA positif

penderita TB paru, sputum BTA negative, roentgen positif dengan kelainan paru luas

kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat separti meningitis, tuberkulosis diseminata,
perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologist, kelainan paru
yang luas dengan BTA negative, tuberkulosis usus, tuberkulosis genitourinarius

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan BTA
menjadi negative, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2 bulan masih tetap
positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4 macam obat. Ada
beberapa ahli yang merekomendasikan pengobatan 2HRZE/ 7 HR

2. Steroid
Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan peningkatan tekanan intracranial,
kortikosteroid dapat menguntungkan, karena patofisiologi koma dan peningkatan tekanan
intracranial sama pada kedua penyakit itu. Pada pasien dengan presentasi meningitis yang
subakut, kortikosteroid mungkin sedikit menguntungkan bila edema serebri dan peningkatan
tekanan intracranial bukan merupakan etiologi dari komplikasi neurologis.
Dexamethasone menurunkan edema otak, menurunkan resistensi outflow CSS,
menurunkan produksi sitokin inflamasi, menurunkan jumlah leukosit, sehingga masa
inflamasi di ruang subarakhnoid berkurang, dan meminimalisasi kerusakan di sawar darah
otak.

Kriteria Diagnosis (Ogawa)


1. Definite : BTA ditemukan dalam LCS ( kultur atau biopsi)
2. Probable :
a. Pleositosis pada LCS
b. Perwarnaan BTA (-)
c. Diikuti dari salah satu dibawah ini:
i.
ii.

Tes tuberkulin (+)


Adanya TB dluar SSP atau ada TB paru aktif atau terpapar TB

sebelumnya
iii.

LCS Glukosa < 40 mg%

iv.

LCS protein > 60 mg%

You might also like